Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Politik
Disusun oleh:
Kelompok 3
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkahnya, kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ Perilaku Memilih dan
Partisipasi Politik ”untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Politik dalam
semester Enam angkatan 2015/2016.
Makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan kali ini kami menyampaikan rasa terimakasih yang
setulusnya kepada berbagai pihak yang turut serta dalam pembuatan makalah ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari dosen pengampu kami, Bapak Ahmad Mujab Masykur,
S.Psi, M.A demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sedangkan bagi mereka yang masih percaya bahwa sistem politik dapat berubah
di kemudian hari dengan keikutsertaan mereka dalam pesta demokrasi, membuat
motivasi mereka lebih tinggi. 2) Efikasi politik (political efficacy) atau dapat
menggunakan diksi lain yaitu keyakinan politik. Menurut teori pilihan rasional, individu
akan memilih jika mereka percaya bahwa suara mereka dapat membuat perbedaan
(memiliki dampak yang signifikan). Akhir-akhir ini muncul ajakan untuk golput karena
menurut beberapa orang ada tidaknya pemilu tidak memiliki dampak langsung dengan
kehidupan mereka.
3
BAB II
ISI
A. Partisipasi Politik
4
mengatur kehidupan masyarakat ke arah pencapaian tujuan tersebut. Perilaku
politik yang ditujukan oleh individu merupakan hasil pengaruh beberapa faktor,
baik faktor internal maupun faktor eksternal, yang menyangkut lingkungan alam
maupun sosial budaya. Sementara itu perilaku pemilih diartikan oleh J. Kristiadi
(1996) sebagai suatu keterikatan seseorang untuk memberikan suara dalam
proses pemilihan umum berdasarkan psikologis, faktor sosiologis dan faktor
rasionalitas si pemilih atau disebut dengan teori Voting Behaviour. Berdasarkan
uraian di atas dapat dikatakan bahwa perilaku adalah suatu tindakan yang
dilakukan seseorang yang terbentuk dari perwujudan suatu sikap. Maka disini
disimpulkan bahwa perilaku pemilih adalah sejauh
5
terhadap kandidat. Pendekatan ini lebih memberikan perhatian kepada
aspek psikologis pemilih. Menurut pendekatan ini, kecenderungan atau pilihan
seseorang terhadap partai/ kandidat tertentu bukan hanya karena partai/ kandidat
mempunyai kesamaan latar belakang/ karakteristik sosiologis dengan pemilih,
tetapi juga secara psikologis dekat dengan pemilih. Menurut model ini, Aspek
sosiologis dan psikologis ini saling berkaitan (sosio-psikologis). Faktor-
faktor sosiologis tersebut tidak langsung mempengaruhi keputusan untuk
memilih, tapi diperantarai oleh persepsi dan sikap, baik terhadap faktor
sosiologis tersebut maupun terhadap partai politik ( Haris dan Syafarani, 2005).
Salah satu variabel utama dari pendekatan ini adalah identifikasi seseorang atau
individu terhadap partai politik. Identifikasi Partai adalah perasaan keterlibatan
dan memiliki yang terdapat dalam diri seseorang terhadap sebuah partai politik.
Sehingga, ini bisa dikatakan sebagai sikap dan perasaan psikologis yang terdapat
di dalam diri seseorang. Kedekatan ini umumnya terbangun dalam proses yang
panjang. Identitas partai politik ini yang menjadi perantara dari faktor-faktor
sosiologis dengan opini dan sikap terhadap partai politik (Eriyanto, 2007).
6
B. Golput
Golput adalah mereka yang dengan sengaja dan dengan suatu maksud
dan tujuan yang jelas menolak memberikan suara dalam pemilu (Joko
Prihatmoko, 2003:150). Beberapa ahli berpandangan bahwa warga yang
berhalangan hadir di tempat pemilihan suara (TPS) karena alasan teknis, seperti
jauhnya TPS atau luput dari pendaftaran, otomatis tidak termasuk kategori
golput. Perilaku tidak memilih atau lebih dikenal dengan golput merupakan
bentuk pemikiran yang terbentuk dari pribadi masing-masing yang terbentuk
sendiri maupun terbentuk dari pengaruh lingkungan/orang lain. Berdasarkan
penjelasan dan pendapat mengenai golput dari para ahli di atas, golput dapat
diartikan sebagai suatu gerakan sekelompok orang (masyarakat) atau individu
yang tidak menggunakan hak pilihnya. Sekelompok orang atau individu tersebut
memiliki alasan yang sengaja untuk tidak memilih serta memiliki tujuan yang
jelas mengenai hal yang dilakukannya tersebut dan juga dengan dampak atau
akibat yang akan terjadi nantinya. Golput juga sebagai wujud protes politik
dikarenakan adanya perasaan yang tidak puas dalam kehidupan masyarakat yang
disebabkan oleh sistem dan objek politik yang ada disekitarnya.
1) Golput teknis
7
- Pemilih yang kurang pengetahuan misalnya di pelosok daerah.
Mereka yang tak tahu untuk apa pemilu diadakan dan untuk apa
mereka memilih, kaitan pilihan dan kepentingan, bahkan tak tahu
apa yang ia inginkan sehingga gamang dan tak mencoblos.
2) Golput politis
3) Golput ideologis
8
Beberapa alasan yang melatarbelakangi sekelompok atau seorang
pemilih menjadi golput dapat disimpulkan menjadi beberapa kategori lainnya.
Pengklasifikasian golput tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok,
yaitu :
9
sehingga menjadikan mereka untuk berubah perilaku pada pemilu
berikutnya.
- Tidak adanya nilai yang lebih dari proses pemilu yang terjadi.
10
- Agar kertas suara tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
1) Faktor Psikologis
11
partai dan akhirnya adanya keinginan warga negara untuk melakukan
delegitimasi politik terhadap kekuasaan.
Faktor ini terbagi lagi ke dalam tiga indikator, yaitu tingkat pendidikan,
tingkat pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Raymond E. Wolfinger dan Steven J.
Rossenstone menjelaskan bahwa:
C. Kerangka Analisis
12
diuraikan masing-masing asumsi dan faktorfaktor yang ditawarkan ketiga model
tersebut.
1. Model Sosiologis
Asumsi dasar dari pendekatan ini adalah bahwa setiap manusia terikat di
dalam berbagai lingkaran sosial, seperti keluarga, tempat kerja, lingkungan
tempat tinggal, dan sebagainya. Setiap individu didorong untuk menyesuaikan
diri sehingga perilakunya dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Konteks ini
berlaku dalam soal pemberian suara dalam pemilu. Menurut pendekatan ini,
memilih sebenarnya bukan sepenuhnya merupakan pengalaman pribadi,
melainkan suatu pengalaman kelompok. Perilaku memilih seseorang cenderung
mengikuti arah predisposisi politik lingkungan sosial dimana ia berada. Dari
berbagai ikatan sosial yang ada di tengah masyarakat, banyak sarjana ilmu
politik biasanya menunjuk tiga faktor utama sebagai indeks paling awal dari
pendekatan ini yaitu: status sosial-ekonomi, agama, dan daerah tempat tinggal.
2. Model Psikologis
Menurut pendekatan ini, yang berpengaruh langsung terhadap pilihan
pemilih bukan struktur sosial, sebagaimana dianalisis oleh pendekatan
sosiologis, melainkan faktor-faktor jangka pendek dan jangka panjang terhadap
pemilih. Orientasi terhadap isu atau tema merupakan konseptualisasi pengaruh
jangka pendek yang diperkenalkan oleh pendekatan psikologis. Isuisu khusus
hanya dapat mempengaruhi perilaku pemilih apabila memenuhi tiga persyaratan
berikut ini: (1) isu tersebut dapat ditangkap oleh pemilih; (2) isu tersebut
dianggap penting oleh pemilih; (3) pemilih dapat menggolongkan posisinya
terhadap isu tersebut, baik positif maupun negatif.
13
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kedua, dalam survei ini, adanya janji-janji pemberian bantuan materi memang
tidak banyak mempengaruhi para pemilih dalam menentukan pilihannya. Namun
demikian, bagi pemilih yang telah berusia lanjut, tinggal di pedesaan, dan berpendidikan
rendah, maka janji-janji pemberian bantuan materi tersebut merupakan hal yang
menjadi pertimbangan dalam memberikan suaranya dalam pemilu legislatif tersebut.
14
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto. (2007). Studi perilaku pemilih, kajian bulanan LSI, diakses dari www.lsi.co.id pada 1
April 2018
Eriyanto danSukanta. (2008). Kasus pilkada jawa tengah dan nusa tenggara barat” ,kajian
bulanan LSI, diakses dar iwww.lsi.co.id pada 1 April 2018
Halili. (2009). “Praktik Politik Uang Dalam Pemilihan Kepala Desa:Studi di Desa Pakandangan
Barat Bluto Sumenep Madura ”, Jurnal Humaniora, Volume14, Nomor2, LemlitUNY
Haris. (2005). Syamsuddin Haris dan Tri Rainni Syafarani, “Pola dan Kecenderungan Perilaku
Memilih” dalam Lili Romli dkk, Pemilihan Presiden Langsung 2004 dan Masalah
Konsolidasi Demokrasi di Indonesia, Jakarta:P2p-LIPI
LP2I.
Pahmi, SY. 2010. Perspektif Baru Antropologi Pedesaan. Gaung Persada Press
15