Anda di halaman 1dari 3

Teori Dasar

2.1 Cekungan Air Tanah

Mengacu pada RTRW Kota Tasikmalaya, cekungan air tanah merupakan suatu
wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis
seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
Sementara itu, Gregory dan Walling (1973); Zeffitni (2010), menjelaskan bahwa
cekungan air tanah adalah suatu area dengan air yang berasal dari aliran permukaan.
Oleh karenanya faktor litologi menjadi salah satu faktor yang menentukan adanya
cekungan air tanah dilihat dari kecepatan proses perkolasi air ke permukaan. Faktor
litologi tersebut diantaranya ketersediaan endapan alluvial yang merupakan ciri
utamanya adanya cekungan air tanah. Hal ini didukung oleh pendapat Todd (1980);
Zeffitni, (2010) yang menyatakan bahwa cekungan air tanah merupakan suatu satuan
hidrogeologi yang terdiri dari satu atau beberapa bagian akuifer yang saling
berhubungan membentuk suatu sistem dan dapat berubah akibat perubahan
lingkungan. Cekungan air tanah juga merupakan representasi nyata dari sistem
geomorfologi. Penerapan sistem geomorfologi ini tepat dalam menunjukkan
hubungan antara bagian-bagian sistem tersebut.

Sehubungan dengan konsep mengenai batas cekungan, Boonstra dan Ridder


(1981); Pusat Lingkungan Geologi (2007); Zeffitni (2010), menjelaskan bahwa
cekungan airtanah mempunyai batas baik pada arah lateral maupun vertikal yang
menunjukkan geometri dan konfigurasi sistem akuifer, dan terdiri dari 4 hal sebagai
berikut :

a. Batas Tanpa Aliran (Zero-flow Boundaries / Noflow Boundaries)


Batas tanpa aliran merupakan batas cekungan air tanah yang tidak
mengalami aliran air tanah atau alirannya tidak berarti jika dibandingkan
dengan aliran pada akuifer utama.
b. Batas Muka Air Permukaan (HeadControlled Boundaries)
Batas muka air permukaan merupakan batas cekungan air tanah yang dapat
diketahui tekanan hidrauliknya.
c. Batas Aliran Air Tanah (FlowControlled Boundaries)
Batas aliran air tanah atau batas imbuhan airtanah (recharge boundary)
dikenal sebagai batas cekungan air tanah. Batas aliran air tanah ini
ditetapkan menjadi batas cekungan air tanah pada arah lateral.
d. Batas Muka Air Tanah Bebas (Free Surface Boundary, D)
Batas muka air tanah bebas merupakan batas cekungan air tanah, pada batas
tersebut diketahui tekanan hidrauliknya sebesar tekanan udara luar. Muka
airtanah bebas atau muka freatik, merupakan batas vertikal bagian atas
cekungan air tanah.

Analisis

3.1 Analisis Keberadaan Cekungan Air Tanah

Berdasarkan hasil analisis peta kontur Kota Tasikmalaya, ada dua daerah yang
berpotensi besar terdapat cekungan air tanah jika dilihat dari struktur batuan dan
lipatan(?). Potensi cekungan air tanah terbesar berada pada Selatan dan Timur Laut
Kota Tasikmalaya.

Pada peta di atas terlihat jika pada bagian selatan Kota Tasikmalaya didominasi oleh
endapan sedimen tersier yang terdiri atas batu pasir dan batu gamping dari Formasi
Bentang dan Batu Gamping Kalipucang. Batu pasir dan batu gamping merupakan
batuan yang mudah menyerap air yang sangat dibutuhkan peran akuifer untuk
menyimpan air tanah. Oleh karena itu, daerah yang memiliki batu pasir dan batu
gamping terbesar memungkinkan besarnya potensi cekungan air tanah yang dimiliki.
Selain itu terlihat jika pada bagian Timur Laut Kota Tasikmalaya didominasi oleh
endapan sedimen tersier berupa batu pasir yang berasal Formasi Halang. Batuan
yang berusia tersier ini bersifat impermeable atau kedap air karena telah mengalami
kompaksi oleh tekanan gaya tektonik yang menyebabkan terbentuknya suatu
struktur patahan dan lipatan. Oleh karena sifatnya yang kedap air sehingga batuan
tersebut memiliki tingkat porositas yang tinggi sehingga memiliki potensi yang besar
akan terbentuknya cekungan air tanah.

Anda mungkin juga menyukai