FILOSOFI
TEKNOLOGI HIJAU
Diabstraksikan oleh
Soemarno, pslp-ppsub 2011
Energi hidro berasal dari air yang mengalir, aliran air ini
mengandungi energy kinetic yang dapat diubah menjadi energy
elektrik. Energi hidro dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pertanian. Indonesia kaya dengan flora dan fauna dan telah menjadi
kawasan yang mempunyai cadangan air yang berkelanjutan. Hampir
90% daripada sumber energy yang diperbaharui berasal dari
sumber-sumber hidro. Bendungan dan waduk-waduk telah
digunakan sebagai prasarana hidro untuk menampung air sungai.
Kebihan energy ini adalah murah biayanya. Air juga dapat disimpan
di dalam reservoir dan dapat digunakan pada masa yang diperlukan
serta tidak ada sisa buangan yang mengakibatkan pencemaran.
Energi ini juga lebih diyakini keunggulannya berbanding dengan
tenaga angin, matahari dan gelombang.
Energi Hidro
Hidroelektrisitas adalah satu bentuk tenaga hidro digunakan
untuk memproduksi listrik. Kebanyakan tenaga hidroelektrik berasal dari
energi potensial dari air yang dibendung dan menggerakkan turbin air dan
generator. Bentuk yang kurang umum adalah memanfaatkan energi kinetik
seperti tenaga ombak. Tenaga hidro atau Microhidro adalah energi melalui
6
aliran air baik biasanya di sungai yang dapat dipakai untuk membangkitkan
listrik dalam daya tertentu. Secara teknis, alat pembangkit dipasang pada
aliran sungai, kemudian energi yang dihasilkan disimpan/dialirkan melalui
Pembangkit Listrik. Hidroelektrisitas adalah sumber energi terbaharui. Di
banyak bagian Kanada (provinsi British Columbia, Manitoba, Ontario,
Quebec, dan Newfoundland and Labrador) hidroelektrisitas digunakan
secara luas. Pusat tenaga yang dijalani oleh provinsi-provinsi ini disebut BC
Hydro, [[[Manitoba Hydro]], Hydro One (dulunya "Ontario Hydro"), Hydro-
Québec, dan Newfoundland and Labrador Hydro. Hydro-Québec
merupakan perusahaan penghasil listrik hydro terbesar dunia, dengan total
listrik terpasang sebesar 31.512 MW (2005).
Tenaga listrik hydro, menggunakan kinetik, atau energi gerakan
sungai, sekarang menyediakan 20% listrik dunia. Misalnya Norwegia
menghasilkan hampir seluruh listriknya dari hydro, sedangkan Iceland
memproduksi 83% dari kebutuhannya (2004), Austria memproduksi 67%
dari seluruh listrik yang dihasilkan di negara tersebut. Kanada merupakan
penghasil tenaga hidro terbesar dunia dan memproduksi lebih dari 70%
listriknya dari sumber hidroelektrik
Energi Surya
Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi
panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya
dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit
daya selain air, uap,angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik
pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh
A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi
matahari, namun sampai tahun 1955 metode itu belum banyak
dikembangkan. Selama kurun waktu lebih dari satu abad itu, sumber energi
yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara. Upaya
pengembangan kembali cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi
pada tahun 1958. Sel silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi
surya menjadi sumber daya mulai diperhitungkan sebagai metode baru,
karena dapat digunakan sebagai sumber daya bagi satelit angkasa luar
diperoleh dari sampah dan sistem saluran limbah. Sistem penghasil biogas
digunakan untuk menghasilkan untuk memproses gas metana melalui
bakteri atau dekomposer yang memecah biomassa dalam lingkungan atau
kondisi anaerobik. Gas metana yang dikumpulkan dan dimurnikan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif.
Heliokultur
Heliokultur adalah proses memanen energi matahari menjadi
bahan bakar dengan memindahkan karbon dioksida di atmosfer
dengan memanfaatkan pertanian.
Sumber: http://climatelab.org/Helioculture
8
The company has yet to say what the organisms are within the bioreactor
for fear of other start-up companies stealing their process. However, they
have said that the organisms are not algae, which other start-up companies
have been using in recent biofuel experiments. Joule claims that
Helioculture technology is not a new technology for making biofuel. Rather,
they claim to be producing “solar fuel” because there is no intermediary
product, such as algae, corn, or switchgrass that must be grown or
transported before being converted into biofuel. This “solar fuel” can
create the chemical equivalent of ethanol and other hydrocarbon-based
fuels depending on which type of organism has been placed within the
bioreactor and meets current vehicle fuel standards.
Because the photosynthetic organisms directly converts sunlight into liquid fuel, the
storage issues is contained to how efficient the liquid fuel is and how long it can last in
storage. In a press release, Joule argued that the fuel “has up to 100 times the energy
storage density of conventional batters and can be very efficiently stored and
transported with no degradation of power.”
9
Joule estimates that it will be able to produce 20,000 gallons of ethanol per
acre per year, which is represents a dramatically higher yield than
conventional corn-based ethanol. With an estimated 2.7 gallons of ethanol
produced from a bushel of corn and an estimated corn yield of 182 bushels
per acre, which is an equivalent yield of 492 gallons of ethanol per acre per
year. Even if Joule’s yield has been overestimated by 50%, Helioculture
could represent a dramatically efficient low-carbon emissions fuel source.
Because the bioreactor relies on inputs of sunlight and carbon dioxide,
Helioculture can use any source of carbon dioxide to create biofuel. As
such, Helioculture installments can be located next to carbon-dioxide
producing power plants and Joule is currently looking to create joint-
ventures with those providers for a commercial installment, which could
range from anywhere between 1,000 and 10,000 acres.
Sumber: http://climatelab.org/Helioculture
Helioculture installations can be located on non-arable land and don't require freshwater
resources, lowering the competition with food production for natural resources.
10
Energi Geotermal
Energi panas bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas yang
tersimpan di dalam bumi. Energi panas bumi ini berasal dari aktivitas
tektonik di dalam bumi yang terjadi sejak planet ini diciptakan. Panas ini
juga berasal dari panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi.
Energi ini telah dipergunakan untuk memanaskan (ruangan ketika musim
dingin atau air) sejak peradaban Romawi, namun sekarang lebih populer
untuk menghasilkan energi listrik. Sekitar 10 Giga Watt pembangkit listrik
tenaga panas bumi telah dipasang di seluruh dunia pada tahun 2007, dan
menyumbang sekitar 0.3% total energi listrik dunia. Energi panas bumi
cukup ekonomis dan ramah lingkungan, namun terbatas hanya pada dekat
area perbatasan lapisan tektonik.
Energi panas bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas yang
tersimpan di dalam bumi. Energi panas bumi ini berasal dari aktivitas
tektonik di dalam bumi yang terjadi sejak planet ini diciptakan. Panas ini
juga berasal dari panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi.
Energi ini telah dipergunakan untuk memanaskan (ruangan ketika musim
dingin atau air) sejak peradaban Romawi, namun sekarang lebih populer
untuk menghasilkan energi listrik. Sekitar 10 Giga Watt pembangkit listrik
tenaga panas bumi telah dipasang di seluruh dunia pada tahun 2007, dan
menyumbang sekitar 0.3% total energi listrik dunia.
Energi panas bumi cukup ekonomis dan ramah lingkungan, namun
terbatas hanya pada dekat area perbatasan lapisan tektonik.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya dapat dibangun di
sekitar lempeng tektonik di mana temperatur tinggi dari sumber panas
bumi tersedia di dekat permukaan. Pengembangan dan penyempurnaan
dalam teknologi pengeboran dan ekstraksi telah memperluas jangkauan
pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi dari lempeng tektonik
terdekat. Efisiensi termal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi
cenderung rendah karena fluida panas bumi berada pada temperatur yang
lebih rendah dibandingkan dengan uap atau air mendidih. Berdasarkan
hukum termodinamika, rendahnya temperatur membatasi efisiensi dari
mesin kalor dalam mengambil energi selama menghasilkan listrik. Sisa
panas terbuang, kecuali jika bisa dimanfaatkan secara lokal dan langsung,
misalnya untuk pemanas ruangan. Efisiensi sistem tidak memengaruhi
biaya operasional seperti pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil.
Bangunan Hijau
Bangunan hijau (green building) juga mendapat perhatian penting di
bidang teknologi hijau, segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan
rumah atau infrastruktur yang ramah lingkungan. Penerapannya mulai sejak
pemilihan bahan bangunan hingga lokasi tempat bangunan akan didirikan
diharapkan telah mempertimbangan kelestarian lingkungan hidup.
(Sumber: http://houseplansdesign.com/?p=1902)
Prinsip-prisip DRL
Beberapa prinsip penting adalah:
Low-impact materials: choose non-toxic, sustainably produced or
recycled materials which require little energy to process
Energy efficiency: use manufacturing processes and produce products
which require less energy
Quality and durability: longer-lasting and better-functioning products
will have to be replaced less frequently, reducing the impacts of
producing replacements
Design for reuse and recycling: "Products, processes, and systems
should be designed for performance in a commercial 'afterlife'."[3]
Design Impact Measures for total carbon footprint and life-cycle
assessment for any resource used are increasingly required and
available. Many are complex, but some give quick and accurate whole-
earth estimates of impacts. One measure estimates any spending as
consuming an average economic share of global energy use of 8,000btu
per dollar and producing CO2 at the average rate of 0.57 kg of CO2 per
dollar (1995 dollars US) from DOE figures.
Sustainable Design Standards and project design guides are also
increasingly available and are vigorously being developed by a wide
array of private organizations and individuals. There is also a large body
of new methods emerging from the rapid development of what has
become known as 'sustainability science' promoted by a wide variety of
educational and governmental institutions.
Biomimicry: "redesigning industrial systems on biological lines ...
enabling the constant reuse of materials in continuous closed cycles..."
Service substitution: shifting the mode of consumption from personal
ownership of products to provision of services which provide similar
functions, e.g., from a private automobile to a carsharing service. Such a
system promotes minimal resource use per unit of consumption (e.g.,
per trip driven).
Renewability: materials should come from nearby (local or bioregional),
sustainably managed renewable sources that can be composted when
their usefulness has been exhausted.
Robust eco-design: robust design principles are applied to the design of
a pollution sources).
Kimia Hijau
Hampir seluruh produk untuk keperluan sehari-hari adalah produk
kimiawi. Oleh karena itu kimia hijau (green chemistry) mulai mendapat
perhatian berbagai negara maju dalam hal penemuan, rancangan dan
aplikasi produknya termasuk proses yang dijaga dari penggunaan bahan
beracun atau zat yang berbahaya bagi kehidupan.
16
There are the twelve principles of green chemistry. You should have
them memorized if you work in a laboratory. At least try to follow them, so
you can use your scientific background to make things cleaner.
“12 Principles of Green Chemistry”
1. Prevention
2. Atom Economy
3. Less Hazardous Chemical Syntheses
4. Designing Safer Chemicals
5. Safer Solvents and Auxiliaries
6. Design for Energy Efficiency
7. Use of Renewable Feedstocks
8. Reduce Derivatives
9. Catalysis
10. Design for Degradation
11. Real-time analysis for Pollution Prevention
12. Inherently Safer Chemistry for Accident Prevention
Sumber: http://www.nanonet.go.jp/english/mailmag/2006/083a.html
17
Nanotechnologi Hijau
Hal yang paling terkini adalah studi tentang Green nanotechnology
(teknologi nano hijau) yang melibatkan manipulasi bahan pada skala
nanometer (per satu miliar meter). Beberapa ilmuwan percaya bahwa
penguasaan subjek ini di masa datang akan mengubah cara bagaimana
segala sesuatu di dunia ini dibuat. “Green nanoteknologi” adalah penerapan
kimia hijau tingkat lanjut dengan prinsip-prinsip rekayasa teknologi yang
ramah lingkungan.
Bagaimana dengan kita ? Barangkali teknologi hijau belum menjadi
prioritas di Indonesia, karena masih banyak bidang, terutama yang
menyangkut kesejahteraan warga negaranya yang perlu mendapat
perhatian.
Sumber: http://www.nanonet.go.jp/english/mailmag/2006/083a.html
19
Sumber: http://www.nanonet.go.jp/english/mailmag/2006/083a.html
21
needs of humanity and the rights of nature. As the word implies, agriculture
is a culture, a whole way of life of mutual respect, communal give and take,
and cooperative rather than competitive living. There are also agro-
innovations of course, but innovations within ecological limits, as the case of
Andalusian agricultural science and practice show. It is not a mere business,
as the modern corruption of the original word into "agribusiness" would have
it, which imposes the corporate tyranny of impersonal profit-maximization on
once self-respectful, independent farmers and indigenous peoples, reducing
them into wage- and debt-slaves, squatters on the very lands they once have
had customary rights to but now wrested from them by faceless, corporations.
predetermined times. Make sure to check the weather forecast and turn off
the timer when rain is predicted.
Tip 5: Mulsa
Garden mulch can enhance the look of your garden and help keep it
healthy. Spreading mulch in your garden can also save time by decreasing
the need for watering, applying herbicides and pulling weeds.
EKONOMI HIJAU
There is, as yet, no clear agreement between greens even on basic terms of
reference. Difficulty of measuring diverse "ecological flows" makes the field
also diverse. It is generally impossible to distinguish green economists,
ecology theorists and systems theorists, as the green analysis deliberately
uses metaphors from natural capital to describe or design infrastructural
capital, i.e. employing biomimicry in the broadest sense. A good summary
of attitudes is that of Lynn Margulis who holds that ethics, economics, and
biology are indistinguishable, and that all three apply to any study of
ecology: "economists study the way that humans make a living, and
biologists study how all other species make a living."
She also claims that certain tenets of biology are incompatible with
ecology: Darwinian evolution "is totally wrong. It's wrong like infectious
medicine was wrong before Pasteur. It's wrong like phrenology is wrong.
Every major tenet of it is wrong," she writes, in Kevin Kelly's book "Out of
Control : The New Biology of Machines, Social Systems and the Economic
World".
Green economists vary drastically in how much they question
conventional biology and ethics, how reliant they are on cognitive science as
a neutral point of view for their micro-economics of human purchasing.
Most however are committed to "moral purchasing" regimes that generally
deny the value of nation-states or corporations to diffuse responsibility for
moral harms done by one's consumption and purchase habits.
aktivitas ekonomi bersifat tidak terbatas (unlimited). Sumber daya alam dan
lingkungan sudah terlanjur dianggap sebagai barang milik bersama (common
goods), sehingga siapapun boleh memilikinya.
Dari perspektif ekonomi, penyalahgunaan pemanfaatan sumber
daya milik bersama ini timbul karena tidak adanya keseimbangan yang dapat
membatasi eksploitasi. Paradigma ekonomi telah mengabaikan
keberlangsungan lingkungan hidup. Nilai lingkungan hidup tidak
diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan sehingga pembangunan
tidak lagi memperhatikan opportunity cost. Nyatanya, pertumbuhan
ekonomi makro menghasilkan capaian yang semu. Seiring itu pula, ekstraksi
sumber daya alam yang berlebihan ini berdampak pada perubahan fungsi
ekosistem. Keberlanjutan sumber daya alam dan fungsi pelayanan
lingkungan (environmental services) semakin terancam. Sumber daya alam
dan jasa lingkungan semakin langka. Besarannya tergantung pada pola dan
cara pelaksanaan pembangunan.
Pada saat ini, degradasi lingkungan menjadi isu global yang ramai
dibicarakan. Akselerasi roda perekonomian yang polutif telah menimbulkan
entropi yang semakin mengkhawatirkan. Era revolusi industri dituding
menjadi penyebabnya. Revolusi industri ternyata menghasilkan excess
demand. Salah satu output negatifnya adalah emisi (buangan) gas karbon
semakin meningkat. Secara global, emisi gas karbon mencapai 72 persen per
tahun. Di Indonesia, emisi gas karbon bertambah 4,6 persen per tahun.
Peningkatan emisi gas karbon berkontribusi memicu terjadinya pemanasan
global (global warming). Bumipun beranjak semakin panas. Rata-rata
kenaikan suhunya sebesar 0,3 derajat per 10 tahun. Kondisi ini berdampak
pada perubahan iklim (climate change) atau Gas Rumah Kaca (GRK). Secara
berantai, ini mengganggu kehidupan manusia dan keseimbangan alam.
Kenaikan permukaan air laut karena pencairan es di wilayah kutub, anomali
musim, kemunculan vektor baru bagi penyebaran penyakit, kepunahan
keanekaragaman hayati adalah sederetan dampak perubahan iklim. Walau
bagaimana, emisi karbon tidak bisa dihindari. Gas buang karbon tidak hanya
berasal dari aktivitas manusia, tetapi juga bersumber dari proses alam
seperti gunung meletus dan penguapan (evapotranspirasi dan evaporasi).
Lantas, bagaimana kita bisa tetap produktif sekaligus ekonomi berkarbon
rendah (low carbon economy)?
Langkah-langkah Strategis
Pemanasan global menjadi tanggung jawab oleh seluruh negara
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sebagai bagian dari koneksitas
perekonomian dunia, Indonesia berkomitmen untuk menuju ERK. Komitmen
yang sudah dicanangkan Presiden pada sidang G-20 adalah pengurangan
emisi karbon sebesar 26% - 41% sampai tahun 2020. Langkah strategisnya
adalah pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 61 tahun 2011
tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-
GRK). Rencana aksi ini mencakup 6 bidang yaitu pengelolaan hutan dan
lahan gambut, limbah, pertanian, transportasi dan energi, dan industri.
Artinya, secara pro aktif Indonesia mengawali pembangunan ekonomi hijau
melalui sinergisitas di enam bidang tersebut.
39
Nilai Kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA