Anda di halaman 1dari 58

DIVISI

HEMATOLOGI-ONKOLOGI

Dr. Lelani Reniarti, dr., Sp.A(K), M.Kes


Susi Susanah, dr., Sp.A(K), M.Kes
Nur Suryawan, dr., Sp.A, M.Kes
Harry Raspati Achmad, dr., Sp.A(K), MARS
Prof. Dr. Ponpon Idjradinata, dr., Sp.A(K)
ANEMIA DEFISIENSI BESI

Batasan
Anemia yang disebabkan kekurangan besi untuk sintesis hemoglobin (Hb)

Etiologi
Kebutuhan ↑
Pertumbuhan (bayi, preadolesens)
Menstruasi
Infeksi kronik
Infeksi akut berulang
Masukan besi ↓
Jenis makanan miskin besi
Terapi antasida
Malabsorpsi (PEM, enteritis, sprue, reseksi lambung, celiac disease, diare kronik)
Kehilangan darah
Perdarahan saluran cerna (infeksi cacing, ulkus peptikum, divertikulum Meckel, pemberian
salisilat, dan lain-lain)

Diagnosis
Anamnesis
Riwayat faktor predisposisi dan etiologi
Pucat, lemah, lesu, gejala lain seperti pica
Rewel

Pemeriksaan Fisis
Pucat
Spoon nail
Tidak didapatkan hepatosplenomegali

Laboratorium
Anemia hipokrom mikrositer
MCV ↓, MCH ↓, MCHC ↓
Jumlah retikulosit normal atau sedikit ↑
Fe serum ↓, total iron binding capacity (TIBC) ↑, saturasi transferin ↓ (<16%), kadar feritin
serum ↓ (<10–12%), nilai free erythrocyte protoporphyrin (FEP) ↑ (>100 ug/dL)

Pemberian Preparat Besi → Hb ↑

Pemeriksaan Penunjang
Hb
Indeks eritrosit: MCV, MCH, MCHC
Apus darah tepi
Retikulosit
FEP
Feritin serum
Fe serum dan TIBC

1
2 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Diagnosis Banding
Talasemia minor
Hemoglobinopati (Hb E)
Anemia yang disebabkan penyakit kronik
Lead poisoning/keracunan timbal

Penyulit
Kardiomegali
Gagal jantung kongestif
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

Konsultasi
Bagian terkait (bergantung pada kasus)

Terapi
Umum
Makanan gizi seimbang
Mengatasi faktor penyebab (infeksi dan perdarahan)

Khusus
Preparat besi
Dipakai senyawa fero-sulfat, fero-fumarat atau fero-glukonat dengan dosis 6 mg Fe
elemental/kgBB/hr p.o. dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Pemberian
dilanjutkan min. 8 mgg sesudah Hb normal
Bila tidak memungkinkan p.o., diberikan iron-dextran complex i.m. (imferon) dosis:
Dosis besi (mg) = BB (kg) × kadar Hb yang diinginkan (g/dL) × 2,5
Asam askorbat 100 mg tiap 15 mg Fe elemental (untuk ↑ absorpsi besi)
Transfusi darah diberikan bila terdapat kemungkinan gangguan kardiovaskular/anemia berat
dengan kadar Hb <4 g/dL, diberi PRC dengan dosis 2–3 mL/kgBB per satu kali pemberian
disertai pemberian diuretik seperti furosemid. Diberikan untuk ↑ Hb sampai ≥7 g/dL

Pencegahan
Pemberian ASI eksklusif
Bila menggunakan susu formula, diberi susu formula yang diperkaya besi (iron-fortified infant
formula, mengandung besi 8–12 mg/L)
Pemberian iron-fortified infant cereals
Pemberian makanan kaya akan vitamin C
Tidak boleh diberi susu sapi penuh (cow’s milk) sampai usia 1 th
Pemberian suplementasi besi seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.1. Dosis dan Lama Pemberian Suplementasi Besi


Usia (Tahun) Dosis Besi Elemental Lama Pemberian
Bayi*: BBLR (<2.500 g) 3 mg/kgBB/hr Usia 1 bl sampai 2 th
Cukup bl 2 mg/kgBB/hr Usia 4 bl sampai 2 th
2–5 (balita) 1 mg/kgBB/hr 2 ×/mgg selama 3 bl berturut-turut setiap th
>5–12 (usia sekolah) 1 mg/kgBB/hr 2 ×/mgg selama 3 bl berturut-turut setiap th
12–18 (remaja) 60 mg/hr# 2 ×/mgg selama 3 bl berturut-turut setiap th
Keterangan: * Dosis maks. untuk bayi: 15 mg/hr, dosis tunggal
# Khusus remaja perempuan ditambah 400 μg asam folat
Hematologi-Onkologi: Anemia Defisiensi Besi 3

Prognosis
Baik dengan pemberian preparat besi

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Glader B. Anemias of inadequate production. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2007.
hlm. 2006–18.
3. Schwart E. Iron deficiency anemia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders; 2004.
hlm. 1614–7.
4. Lukens JN. Iron metabolism and iron deficiency. Dalam: Miller DR, Baehner RL, Miller LP,
penyunting. Blood diseases of infancy and childhood. Edisi ke-7. St. Louis: Mosby Co; 1995.
hlm. 193–219.
5. Andrews NC. Iron deficiency and related disorders. Dalam: Greer JP, Foerster J, Lukens J,
Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, penyunting. Wintrobe’s clinical hematology. Edisi ke-11.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. hlm. 979–1004.
6. Recht M, Pearson HA. Iron deficiency anemia. Dalam: McMillan JA, De Angelis CD, Feigin RD,
Warshaw JB, penyunting. Oski’s pediatrics principles and practice. Edisi ke-3. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 1999. hlm. 1447–8.
7. American Academy of Pediatrics Committee on Nutrition. The use of whole cow’s milk in
infancy. Pediatrics. 1992;89:1105–9.
8. WHO. Iron deficiency anemia assessment, prevention, and control: a guide for programme
managers. Geneva: WHO; 2001.
9. Iannotti LL, Tielsch JM, Black MM, Black RE. Iron supplementation in early childhood: health
benefits and risks. Am J Clin Nutr. 2006;84:1261–76.
10. Will AM. Disorders of iron metabolism: iron deficiency, iron overload, and the sideroblastic
anemias. Dalam: Arceci RJ, Hann IM, Smith OP, penyunting. Pediatric hematology. Edisi ke-3.
Massachusetts: Blackwell Publishing; 2006. hlm. 77–104.
11. Clark SF. Iron deficiency anemia: diagnosis and management. Curr Opin Gastroenterol.
2009;25(2):122–8.
12. Lerner NB, Sills R. Iron deficiency anemia. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW,
Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1655–7.
13. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Suplementasi besi pada bayi dan anak.
Edisi ke-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.
ANEMIA MEGALOBLASTIK

Batasan
Anemia yang disebabkan kurangnya vitamin B12 dan atau asam folat yang diperlukan untuk
pematangan sel darah merah

Etiologi
Defisiensi vitamin B12: asupan vitamin B12 tidak adekuat (vegetarian), kurangnya faktor intrinsik,
gangguan absorpsi, gangguan transpor vitamin B12, gangguan metabolisme vitamin B12
(kongenital, penyakit hati, malnutrisi protein)
Defisiensi asam folat: asupan asam folat tidak adekuat, gangguan absorpsi, kelainan metabolisme
asam folat kongenital (congenital dihydro-folate reductase deficiency)
Lain-lain
Kelainan kongenital sintesis DNA
Defek sintesis DNA didapat
Obat-obatan (sitostatik): metoreksat

Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Riwayat faktor predisposisi (ada kerabat atau keluarga ataupun keluarga yang menderita
anemia megaloblastik, ibu menderita defisiensi vitamin B12, pola diet yang salah)

Pemeriksaan Fisis
Pucat, lemah, lesu, anoreksia, lidah terasa sakit dan kemerahan, glositis, serta dapat disertai
diare yang bersifat episodik atau berkelanjutan
Gejala neurologis: parestesia, defisit sensoris, hipotoni, kejang, keterlambatan perkembangan
Efek buruk defisiensi vitamin ini, ↑ risiko trombosis karena hiperhomosisteinemia
Defisiensi vitamin ini pada ibu hamil akan mempengaruhi pertumbuhan saraf janin, ↑ risiko
prematuritas, gagal tumbuh pada janin, dan keguguran

Laboratorium
Darah
Sel darah merah
Hemoglobin biasanya ↓
Indeks sel darah merah: MCV ↑ (110–140 fL), MCHC normal
Morfologi darah tepi: banyak gambaran makrositer dan makroovalosit, anisositosis dan
poikilositosis, cabot rings, Howel Jolly-Bodies serta puntat basofil
Sel darah putih
Jumlahnya ↓ hingga 1.500–4.000/mm3, neutrofil hipersegmentasi
Trombosit
Dapat ↓ hingga 50.000–180.000/mm3
Sumsum tulang: penampakan megaloblastik
Laktat dehidrogenase, bilirubin, serum besi, dan saturasi transferin ↑
Kadar vitamin B12 ↓ (<80 pg/mL), normal: 200–800 pg/mL
Kadar asam folat dalam sel darah merah ↓ (<3 ng/mL), normal: 74–640 ng/mL

4
Hematologi-Onkologi: Anemia Megaloblastik 5

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis, morfologi darah tepi
Indeks eritrosit: MCV, MCHC
Kadar vitamin B12 atau asam folat serum (bila memungkinkan)
Pemeriksaan laktat dehidrogenase, bilirubin, serum besi, dan saturasi transferin
Pungsi sumsum tulang

Diagnosis Banding
Gangguan sintesis DNA kongenital
Gangguan sintesis DNA didapat

Penyulit
Kelainan neurologik
Infeksi

Terapi
Umum
Makanan gizi seimbang
Hindari makanan yang mengandung gluten
Atasi faktor predisposisi

Khusus
Defisiensi asam folat
Dosis asam folat 5 mg (100 μg/kgBB/hr) selama 4 bl. Terapi dilanjutkan apabila defisiensi
asam folat tidak dapat diperbaiki
Terapi profilaksis asam folat diberikan pada anak dengan anemia hemolitik berat
(talasemia, anemia hemolitik autoimun)
Keberhasilan pengobatan penderita dengan defisiensi asam folat bergantung pada:
Koreksi defisiensi asam folat
Mengobati penyakit yang mendasarinya
Peningkatan diet makanan yang banyak mengandung asam folat
Monitor kondisi klinis penderita

Respons optimal terjadi pada kebanyakan penderita dengan 100–200 µg asam folat/hr.
Karena sediaan yang tersedia secara komersial biasanya tablet (0,3–1,0 mg) dan elixir
(1,0 mg/mL), sebelum asam folat diberikan perlu untuk menyingkirkan kemungkinan
kekurangan vitamin B12
Respons klinis dan hematologi untuk asam folat cepat terjadi. Dalam 1–2 hr, nafsu makan
akan kembali ↑ dan penderita terlihat membaik. Retikulosit ↑ dalam 2–4 hr, mencapai
puncak pada 4–7 hr, dan diikuti oleh kembalinya kadar hemoglobin normal dalam 2–6 mgg

Defisiensi vitamin B12


Dosis awal optimal 25–100 g/hr selama 2–3 mgg diikuti dengan penambahan suplemen
kalium
Dosis pemeliharaan 200–1.000 g i.m. setiap bl
Dapat diberikan pada gangguan absorpsi vitamin B12 dengan dosis 1.000 g i.m. 2 atau
3× seminggu
Respons berupa retikulositosis dapat diharapkan pada hari ke-3–4 pengobatan, puncaknya
terjadi pada hr ke-6–8 dan mulai ↓ pada hr ke-12
Transfusi PRC 10–15 mL/kgBB bila ada infeksi atau tanda gagal jantung yang mengancam
6 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Bila ada infeksi harus segera diatasi, karena selama infeksi sumsum tulang sering tidak
memberikan respons dengan pemberian hematinik

Prognosis
Pada umumnya baik, biasanya dalam 6–8 mgg pengobatan Hb kembali normal

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Lerner NB. Megaloblastic anemia. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor
NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1655–7.
3. Banka S, Roberts R, Plews D, Newman WG. Early diagnosis and treatment of cobalamin
deficiency of infancy owing to occult maternal pernicious anemia. J Pediatr Hematol Oncol.
2010;32(4):319–22.
4. Glader B. Anemias of inadequate production. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2007.
hlm. 1606–17.
5. Werner EJ. Megaloblastic anemia and disorders of cobalamin and folate metabolism. Dalam:
Arceci RJ, Hann AM, Smith OP, penyunting. Pediatric hematology. Edisi ke-3. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2006. hlm. 105–29.
6. Babior BM. Folate, cobalamin, and megaloblastic anemia. Dalam: Lichtman MA, Kipps TJ,
Kaushansky K, Beutler E, Seligshon U, Prchal JT, penyunting. Williams hematology. Edisi ke-7.
New York: McGraw-Hill; 2006. hlm. 477–509.
ANEMIA APLASTIK

Batasan
Anemia refrakter yang ditandai dengan anemia berat, leukopenia, trombositopenia, dan disertai
dengan sumsum tulang aplastik atau hipoplastik
Anemia aplastik berat jika terdapat selularitas sumsum tulang <25% dan memenuhi dua dari
kriteria: jumlah granulosit <500/mm3, trombosit <20.000/mm3, retikulosit <20.000/mm3

Klasifikasi
Terdapat kongenital

Etiologi
Terdapat idiopatik
Obat: kloramfenikol, antikanker, sulfa, fenilbutazon, dan lainnya
Infeksi: hepatitis, mononukleosus infeksiosa
Radiasi

Diagnosis
Anamnesis
Riwayat pucat, lemah, lesu, dan perdarahan
Panas badan (infeksi)

Pemeriksaan Fisis
Purpura, petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan saluran cerna
Tanpa limfadenopati dan hepatosplenomegali

Laboratorium
Darah tepi ditemukan trias anemia, leukopenia, dan trombositopenia (pansitopenia)
Retikulosit ↓
Morfologi eritrosit: normokrom normositer
Sumsum tulang → hiposelular (aplasia/hipoplasia sumsum tulang)

Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi: Hb, leukosit, trombosit, eritrosit, retikulosit, morfologi darah
Pungsi sumsum tulang

Diagnosis Banding
Preleukemia

Penyulit
Infeksi
Perdarahan hebat

Terapi
Umum
Mencari dan menghindarkan bahan yang mungkin menjadi penyebab
Mencegah perdarahan dengan cara menghindari trauma → istirahat dan pembatasan
aktivitas

7
8 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Mencegah infeksi dengan menghindari kontak


Makanan gizi seimbang (mulai makanan lunak)

Khusus
Terapi imunosupresor
Antithymocyte globulin (ATG)
Dosis 20 mg/kgBB/hr (1× sehari) diberikan dengan continuous infusion dalam 12 jam
selama 10 hr
Kortikosteroid
Metilprednisolon dosis tinggi 500–1.000 mg/hr selama 3–14 hr
Metilprednisolon 2 mg/kgBB/hr i.v. tiap 6 jam diberikan dari hari 1–8
Prednisolon 1,5 mg/kgBB/hr (2× sehari) pada hr ke-9 dan 10, 1 mg/kgBB/hr
(2× sehari) pada hr ke-11–12, 0,5 mg/kgBB/hr (2× sehari) pada hr ke-13–14
(2× sehari), 0,25 mg/kgBB/hr pada hr ke-15 (1× sehari)
Siklosporin A
Dosis 10–12 mg/kgBB/hr p.o. dibagi 2 dosis, dengan memantau kadar siklosporin
dalam 2 mgg pertama. Terapi dilanjutkan sampai 1 th untuk mengurangi kemungkinan
kambuh, kemudian dosis ↓ 2,0 mg/kgBB setiap 2 mgg. Apabila didapatkan kadar
kreatinin ↑ >30% di atas normal, dosis ↓ 2 mg/kgBB/hr setiap mgg sampai kadar
kreatinin kembali normal
G-CSF, 5 μg/kgBB s.k. sekali sehari, dimulai pada hr ke-5, dilanjutkan sampai penderita
tidak bergantung pada transfusi selama 2 bl, hitung neutrofil absolut >1.000/mm 3,
hematokrit ≥25% dan hitung trombosit ≥40.000/mm3. Kemudian ↓ bertahap G-CSF
bergantung pada hitung neutrofil
Transplantasi sumsum tulang/stem cell dari saudara sekandung dengan human leukocyte
antigen (HLA) identik

Terapi suportif
Transfusi darah
Packed red cell (PRC) 10–15 mL/kgBB untuk mengatasi anemia, indikasi Hb <7 g/dL
Fresh whole blood (FWB) 10–15 mL/kgBB bila anemia disebabkan oleh perdarahan
hebat
Suspensi trombosit 1 IU/5 kgBB pada perdarahan akibat trombositopenia (tiap IU
diharapkan dapat ↑ jumlah trombosit 50.000–100.000/mm3)
Suspensi trombosit profilaksis diberikan bila jumlah trombosit <10×109/L (atau
<20×109/L)
Transfusi granulosit pada penderita dengan sepsis dan granulositopenia
Pada keadaan kelebihan besi akibat transfusi berulang: terapi kelasi besi
Antibiotik spektrum luas yang tidak mendepresi sumsum tulang (misalnya ampisilin
100 mg/kgBB/hr dan gentamisin 5 mg/kgBB/hr) sampai 3 hr bebas panas untuk mengatasi
infeksi
Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF atau G-CSF) pada
neutropenia berat

Terapi profilaksis
Antibiotik profilaksis diberikan bila hitung neutrofil <0,2×109/L
Amfoterisin i.v. diberikan bila demam menetap saat antibiotik spektrum luas sudah
diberikan
Kelasi besi bila serum feritin >1.000 μg/L
Hematologi: Anemia Aplastik 9

Prognosis
Bila tidak diobati angka kematian 50% dalam 6 bl sesudah diagnosis
Infeksi dan perdarahan sering → kematian 6–12 bl sesudah diagnosis ditegakkan
Bila transplantasi sumsum tulang berhasil → survival rate = 90%

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Scheinberg P, Young NS. How I treat acquired aplastic anemia. Blood. 2012;120:1185–96.
3. Guinan EC. Diagnosis and management of aplastic anemia. Hematology Am Soc Hematol
Educ Program. 2011;2011(1):76–81.
4. Yoshida N, Yagasaki H, Hama A, Takahashi Y, Kosaka Y, Kobayashi R, dkk. Predicting response
to immunosuppressive therapy in childhood aplastic anemia. Haematologica.
2011;96(5):771–4.
5. Niemeyer C, Baumann I. Classification of childhood aplastic anemia and myelodysplastic
syndrome. Hematology Am Soc Hematol Educ Program. 2011;2011(1):84–9.
6. Marsh JCW, Ball SE, Cavenagh J, Darbyshire P, Dokal I, Gordon-Smith EC, dkk. Guidelines for
the diagnosis and management of aplastic anaemia. Br J Haematol. 2009;147:43–70.
7. Scheinberg Ph, Wu CO, Nunez O, Scheinberg Pr, Boss C, Sloand EM, dkk. Treatment of severe
aplastic anemia with a combination of horse antithymocyte globulin and cyclosporine, with
or without sirolimus: a prospective randomized study. Haematologica. 2009;94:348–54.
8. Bacigalupo A, Passweg J. Diagnosis and treatment of acquired aplastic anemia. Hematol
Oncol Clin North Am. 2009;23(2):159–70.
9. Scheinberg P, Wu CO, Nunez O, and Young NS. Long-term outcome of pediatric patients with
severe aplastic anemia treated with antithymocyte globulin and cyclosporine. J Pediatr.
2008;153(6):814–9.
10. Hord JD. The acquired pancytopenias. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2007.
hlm. 2053–5.
11. Bacigalupo A. Aplastic anemia: pathogenesis and treatment. Hematology Am Soc Hematol
Educ Program. 2007;2007(1):23–8.
12. Young NS, Calado RT, Scheinberg P. Current concepts in the pathophysiology and treatment
of aplastic anemia. Blood. 2006;108(8):2509–19.
13. Führer M, Rampf U, Baumann I, Faldum A, Niemeyer C, Janka-Schaub G, dkk.
Immunosuppressive therapy for aplastic anemia in children: a more severe disease predicts
better survival. Blood. 2005;106(6):2102–4.
14. Guinan EC. Aplastic anemia: management of pediatric patients. Hematology Am Soc Hematol
Educ Program. 2005;2005(1):104–9.
THALASSEMIA

Batasan
Golongan penyakit bersifat keturunan (herediter) yang ditandai dengan defisiensi pembentukan
rantai globin spesifik dari Hb

Klasifikasi
Klinis
Thalassemia mayor
Thalassemia intermedia
Thalassemia minor
Genetik
Thalassemia α, β, δβ, dan γδβ

Etiologi
Defisiensi rantai globin yang bersifat herediter

Diagnosis
Anamnesis
Pucat, gangguan pertumbuhan
Riwayat keluarga

Pemeriksaan Fisis
Anemia/pucat
Ikterik ringan
Facies cooley pada anak lebih besar
Hepatosplenomegali tanpa limfadenopati
Facies cooley
Gizi kurang/buruk
Perawakan pendek
Hiperpigmentasi kulit
Pubertas terlambat

Laboratorium
Anemia berat (Hb<3 g/dL atau 4 g/dL)
Sediaan apus darah tepi (mikrositer, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel eritrosit
muda/normoblas, fragmentosit, sel target)
Indeks eritrosit: MCV,MCH, MCHC ↓, RDW ↑
Bila tidak cell counter, dilakukan uji resistensi osmotik 1 tabung (fragilitas)
Morfologi eritrosit: gambaran hemolitik (anisositosis, poikilositosis, polikromasi, sel target,
normoblas)
Dapat terjadi leukopenia dan trombositopenia
Retikulosit ↑
Hb F atau Hb A2 ↑
Sumsum tulang → aktivitas eritropoesis ↑

Pemeriksaan Penunjang
Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis, morfologi darah tepi, retikulosit
Indeks eritrosit: MCV, MCHC

10
Hematologi: Thalassemia 11

Hb-elektroforesis
Pungsi sumsum tulang

Diagnosis Banding
Hemoglobinopati
Anemia defisiensi besi
Anemia diseritropoetik kongenital

Penyulit
Hemosiderosis

Komplikasi
Komplikasi dapat disebabkan oleh thalassemia-nya sendiri atau akibat transfusi rutin yang dapat
mengakibatkan penumpukan besi di berbagai organ (hemosiderosis), seperti:
Gangguan jantung, meliputi perikarditis, aritmia, kardiomiopati, dan gagal jantung
Diabetes melitus
Hipotiroid/hipoparatiroid
Gangguan pematangan seksual
Gangguan pembekuan darah
Sirosis hepatis

Terapi
Umum
Makanan gizi seimbang
Dietetik
Makanan dan obat yang banyak mengandung zat besi sebaiknya dihindari
Pemantauan tumbuh kembang

Khusus
Dapat dicoba transplantasi sumsum tulang
PRC 10–15 mL/kgBB setiap 4 mgg → mengatasi anemia, sehingga kadar Hb >10 g/dL
Transfusi darah pertama kali diberikan bila Hb <7 g/dL yang diperiksa 2× berturutan
dengan jarak 2 mgg atau Hb ≥7 g/dL disertai gejala klinis (perubahan muka/facies Cooley,
gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang, curiga hematopoetik ekstramedular)
Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8 g/dL sampai kadar
Hb 10–11 g/dL. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb
<5 g/dL maka dosis untuk satu kali pemberian tidak boleh >5 mL/kgBB dengan kecepatan
tidak >2 mL/kgBB/jam. Sambil menunggu transfusi darah, diberikan O2 dengan kecepatan
2–4 L/mnt
Kelasi besi diberikan bila kadar serum feritin >1.000 ng/mL dan saturasi transferin >50% atau
sudah 10–20× transfusi, untuk mengatasi kelebihan Fe dalam jaringan tubuh
Desferioksamin
Dewasa dan anak 3 th: 30–50 mg/kgBB/hr, 5–7× seminggu s.k. selama 8–12 jam
dengan syringe pump. Anak usia <3 th: 15–25 mg/kgBB/hr
Pemakaian desferioksamin dihentikan pada penderita yang sedang hamil, kecuali
penderita gangguan jantung yang berat dan diberikan kembali pada trimester akhir
desferioksamin 20–30 mg/kgBB/hr
Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi ini.
Pada penderita tidak patuh/menolak pemberian desferioksamin dapat diberikan:
Deferipron/L1: 75–100 mg/kgBB/hr dibagi 3 dosis sesudah makan atau
Deferasiroks/ICL 670: 20–30 mg/kgBB/hr dosis tunggal, 75–100 mg/kgBB/hr dibagi
3 dosis sesudah makan
12 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Terapi kombinasi (desferioksamin dan deferipron) diberikan pada keadaan:


Feritin >3.000 ng/mL yang bertahan min. 3 bl
Kardiomiopati akibat kelebihan besi
Atau
Bila T2* MRI sesuai dengan hemosiderosis jantung (<20 ms)
Untuk jangka waktu tertentu (6–12 bl) bergantung pada kadar feritin dan fungsi jantung
saat evaluasi
Splenektomi
Dilakukan bila terdapat hipersplenisme atau jarak pemberian transfusi yang makin pendek
Asam folat: 2 × 1 mg/hr
Vitamin E: 2 × 200 IU/hr
Vitamin C: 2–3 mg/kgBB/hr (maks. 50 mg pada anak <10 th dan 100 mg pada anak 10 th, tidak
melebihi 200 mg/hr) dan hanya diberikan saat pemakaian desferioksamin (DFO), tidak dipakai
untuk penderita dengan gangguan fungsi jantung

Pemantauan Efek Samping Kelasi Besi


Desferioksamin (DFO):
THT: audiometri (1×/th): gangguan pendengaran, tinitus (reversibel)
Mata (1×/th): gangguan lapang pandang (reversibel)
Feritin → setiap 3 bl
Foto tulang panjang + vertebra + bone age (1×/th): gangguan pertumbuhan pada anak usia
<3 th

Deferipron (L1)
Darah tepi dan hitung jenis (absolute neutrophil count) → 5–10 hr sekali
SGOT, SGPT, ureum, kreatinin setiap 3 bl
Feritin→ setiap 3 bl
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan menyusui

Desferasiroks (ICL 670)


Kreatinin → setiap bl
SGOT & SGPT → setiap bl
Feritin → setiap bl
Ibu hamil dan menyusui masih belum dilakukan penelitian

Prognosis
Buruk

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Debaun MR, Frei-Jones M, Vichinsky E. Haemoglobinopathies. Dalam: Kliegman RM, Stanton
BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1674–7.
3. Perhimpunan Hematologi dan Transfusi darah Indonesi (PHTDI). Konsensus PHTDI. Panduan
penatalaksanaan thalassemia mayor. 2011.
4. Angelucci E, Barosi G, Camaschella C, Cappellini MD, Cazzola M, Galanello R, dkk. Italian
Society of Hematology practice guidelines for the management of iron overload in
thalassemia major and related disorders. Haematologica. 2008;93(5):741–52.
Hematologi: Thalassemia 13

5. Vichinsky E. Oral iron chelators and the treatment of iron overload in pediatric patients with
chronic anemia. Pediatrics. 2008;121:153–6.
6. Walter PB, Macklin EA, Porter J, Evans P, Kwiatkowski JL, Neufeld EJ, dkk. Inflammation and
oxidant-stress in β-thalassemia patients treated with iron chelators deferasirox (ICL670) or
deferoxamine: an ancillary study of the Novartis CICL670A0107 trial. Haematologica. 2008;
93(6):817–25.
7. Cappellini N, Cohen A, Eleftheriou A, Piga A, Porter J. Guidelines for the clinical management
of thalassaemia. Edisi ke-2. Nicosia: Thalassaemia International Federation; 2007.
8. Cohen AR. New advances in iron chelation therapy. Am Soc Hematol Educ Program.
2006;2006(1):42–7.
9. Debaun MR, Vichinsky E. Haemoglobinopathies. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2007.
hlm. 2025–38.
10. Tanner MA, Galanello R, Dessi C, Smith GC, Westwood MA, Agus A, dkk. A randomized,
placebo-controlled, double-blind trial of the effect of (combined therapy with deferoxamine
and deferiprone on myocardial. Circulation. 2007;115:1876–84.
11. Neufeld EJ. Oral chelators deferasirox and deferiprone for transfusional iron overload in
thalassemia major: new data, new questions. Blood. 2006;107(9):3436–41.
12. Mojtahedzadeh F, Kosaryan M, Mahdavi MR, Akbari J. The effect of folic acid
supplementation in beta-thalassemia major: a randomized placebocontrolled clinical trial.
Arch Iran Med. 2006;9(3):266–8.
13. Cohen AR, Galanello R, Pennell DJ, Cunningham MJ, Vichinsky E. Thalassemia. Am Soc
Hematol Educ Program. 2004;2004(1):14–34.
IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA (ITP)

Batasan
Purpura terjadi akibat berkurangnya jumlah trombosit di dalam darah yang penyebabnya tidak
diketahui dengan sumsum tulang yang normal

Klasifikasi
Akut
Kronik

Etiologi
Penyebab pasti tidak diketahui, diduga merupakan reaksi imunologis
Pada 50–65% kasus didahului infeksi virus (1–4 mgg sebelumnya)

Diagnosis
Anamnesis
Onset akut
Kadang disertai perdarahan nyata

Pemeriksaan Fisis
Purpura, petekia, ekimosis, epistaksis
Limpa teraba (<10% kasus)

Laboratorium
Trombositopenia tanpa kelainan eritrosit dan leukosit
Waktu perdarahan ↑, waktu pembekuan normal
PT dan aPTT normal
Retraksi bekuan buruk, tourniquet (+)
Gambaran sumsum tulang normal, megakariosit ↑ atau normal

Pemeriksaan Penunjang
Skrining perdarahan: waktu perdarahan, waktu pembekuan, tourniquet, hitung trombosit,
retraksi bekuan, PT dan aPTT
Pungsi sumsum tulang

Diagnosis Banding
Amegakaryocyte trombositopenic purpura (ATP)
Evans syndrome
Purpura trombositopenia sekunder
Autoimmune thrombocytopenia
Anemia aplastik
Leukemia

Penyulit
Perdarahan intrakranial (0,5–1%), terutama bila trombosit <20.000/mm3

14
Hematologi: Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) 15

Terapi
Umum
Mencegah dan mengatasi perdarahan. Trauma dihindarkan dengan istirahat dan pembatasan
aktivitas
Menghindari penggunaan preparat yang dapat mengganggu fungsi trombosit (aspirin dan
sejenisnya)
Makanan gizi seimbang (dimulai makanan lunak)

Khusus
Kortikosteroid
Dosis 1–4 mg/kgBB/hr selama 2–3 mgg atau terdapat ↑ trombosit sampai >20.000/mm3,
kemudian tapering-off selama 7 hr
Jika perdarahan hebat/kemungkinan perdarahan intrakranial → prednison dapat ↑
menjadi 5 mg/kgBB/hr
Prednisolon 4 mg/kgBB/hr (grade A recommendation, level Ib evidence)
Metil prednisolon dosis tinggi sebagai alternatif terhadap IVIG (30 mg/kgBB/hr selama
3 hr dilanjutkan 20 mg/kgBB/hr selama 4 hr dapat ↑ jumlah trombosit >50×109⁄L pada
hari ke-7
Bila dalam 3 mgg tidak sembuh → monitor tanpa steroid (hanya diberikan terapi suportif)
Bila sesudah 6 bl tetap trombositopenia → diagnosisnya ITP kronik
Gamaglobulin (IgG)
Dosis 0,8–1 g/kgBB/hr diberikan per infus 4–6 jam, selama 1–2 hr. Diberikan pada
penderita yang tidak memberikan respons dengan kortikosteroid yang disertai perdarahan
berat/risiko tinggi perdarahan intrakranial. Peningkatan trombosit dapat diharapkan
dalam 48 jam
Imunosupresif (siklofosfamid)
Diberikan bila tetap tidak sembuh (ITP kronik). Siklofosfamid dengan dosis awal
1–2 mg/kgBB/hr. Bila terjadi remisi, dosis ↓ 50 mg setiap mgg dan pengobatan dihentikan
Suspensi trombosit
Dosis 1 IU/5 kgBB bila terjadi perdarahan hebat/risiko perdarahan intrakranial

Prognosis
Pada umumnya baik
Perbaikan dalam 1 bl (50%) dan dalam 6 bl (70–80%)

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Ghanima W, Godeau B, Cines DB, Bussel JB. How I treat immune thrombocytopenia: the
choice between splenectomy or a medical therapy as a second-line treatment. Blood.
2012;120(5):960–9.
2. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther M. Clinical guideline update on
immune thrombocytopenia: an evidence based practice guideline developed by the
American Society of Hematology. Blood. 2011;117(16):4190–207.
3. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
4. Cuker A, Cines DB. Immune thrombocytopenia. Hematology Am Soc Hematol Educ Program.
2010;2010(1):377–84.
16 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

5. Provan D, Stasi R, Newland AC, Blanchette VS, Bolton-Maggs P, Bussel JB, dkk. International
consensus report on the investigation and management of primary immune
thrombocytopenia. Blood. 2010;115(2):168–86.
6. Rodeghiero F, Stasi R, Gernsheimer T, Michel M, Provan D, Arnold DM, dkk. Standardization
of terminology, definitions and outcome criteria in immune thrombocytopenic purpura of
adults and children: report from an international working group. Blood. 2009;113(11):2386–
93.
7. Nugent DJ. Immune thrombocytopenic purpura of childhood. Hematology Am Soc Hematol
Educ Program. 2006;2006(1):97–103.
8. Cines DB, Bussel JB. How I treat idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP). Blood.
2005;106(7):2244–51.
9. Montgomery RR, Scott JP. Hemorrhagic and thrombotic diseases. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia: WB Saunders; 2004. hlm. 1651–74.
10. Buchanan GR. Thrombocytopenia during childhood: what a pediatrician needs to know.
Pediatr Rev. 2005;26(11):401–9.
11. British Committee for Standards in Haematology General Haematology Task Force.
Guidelines for the investigation and management of idiopathic thrombocytopenic purpura in
adults, children and in pregnancy. Br J Haematol. 2003;120(4):574–96.
12. Lusher JM. Clinical and laboratory approach to the patient with bleeding. Dalam: Nathan DG,
Orkin SH, Ginsburg D, Look AT, penyunting. Hematology of infancy and childhood. Edisi ke-6.
Philadelphia: WB Saunders Co; 2003. hlm. 1515–26.
13. Allen GA, Glader B. Approach to the bleeding child. Pediatr Clin N Am. 2002;49:1239–56.
HEMOFILIA

Batasan
Penyakit perdarahan yang disebabkan oleh kelainan pembekuan darah yang herediter akibat
defisiensi faktor VIII, IX, dan XI

Klasifikasi
Klinis
Hemofilia A (defisiensi faktor VIII)
Hemofilia B (defisiensi faktor IX)
Derajat hemofilia
Berat, FVIII/FIX: <1% (<1 IU/dL)
Sedang, FVIII/FIX: 1–5% (1–5 IU/dL)
Ringan, FVIII/FIX: 5–25% (5–25 IU/dL)

Etiologi
Herediter (hemofilia A dan B bersifat sex linked resesif, hemofilia C autosomal resesif)
Didapat

Kriteria Diagnosis
Tendensi perdarahan yang sulit berhenti/kebiru-biruan baik spontan maupun sesudah trauma
ringan/tindakan seperti hematoma, perdarahan atau hemartrosis
Riwayat keluarga
Waktu pembekuan memanjang
PT normal, PTT ↑
Thrombin generation test (TGT)/PTT substitution test abnormal
Faktor VIII ↓

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin: Hb, leukosit, trombosit, morfologi darah tepi
Waktu perdarahan, waktu pembekuan
PT, PTT
TGT/PTT substitution test
Assay factor VIII, IX, XI

Diagnosis Banding
Defisiensi faktor XII
Penyakit von Willebrand

Penyulit
Perdarahan hebat. Komplikasi akibat perdarahan yaitu anemia, ambulasis atau deformitas sendi,
atrofi otot atau neuritis
Artritis kronik karena hemartrosis berulang
Penyulit sesudah terapi: infeksi, hepatitis B atau C pascatransfusi, ↑ kadar SGOT, SGPT, infeksi
HIV, timbulnya inhibitor sesudah transfusi berulang

Konsultasi
Bagian terkait: ortopedi, bedah anak, gigi mulut, THT, rehabilitasi medis

17
18 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Tim pelayanan terpadu hemofilia RS (tenaga medis dan paramedis dari berbagai bidang terkait
dan pekerja sosial)

Terapi
Umum
Mencegah perdarahan dengan cara menghindari trauma
Tidak melakukan tindakan yang dapat menimbulkan perdarahan seperti mencabut gigi atau
sirkumsisi tanpa persiapan
Hindari obat-obatan yang mengganggu fungsi trombosit (asam asetil salisilat/asetosal dan
antiinflamasi nonsteroid) → untuk nyeri: parasetamol/asetaminofen
Hindari suntikan i.m. dan pengambilan darah vena/arteri yang sulit
Sebelum menjalani prosedur invasif pasien harus mendapat replacement therapy (konsentrat
faktor pembekuan atau DDAVP untuk hemofilia ringan–sedang)
Perdarahan akut → sedini-dininya (<2 jam)
Perdarahan berat → RS fasilitas/pelayanan hemofilia
Anjuran latihan teratur (meningkatkan kekuatan otot dan sendi, menghindari olahraga yang
bersifat kontak badan)

Khusus
Terapi pengganti (replacement therapy)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam replacement therapy:
Dosis replacement therapy sesuai dengan organ yang mengalami perdarahan dan
derajat hemofilia yang diderita pasien (lihat klasifikasi derajat hemofilia)
Untuk perdarahan yang mengancam jiwa (intrakranial, intraabdomen atau saluran
napas), replacement therapy harus diberikan sebelum pemeriksaan lebih lanjut
Bila respons klinis tidak membaik sesudah pemberian terapi dengan dosis adekuat,
perlu pemeriksaan kadar inhibitor
Replacement therapy diutamakan menggunakan konsentrat faktor VIII/IX diberikan i.v.
dalam 1–2 mnt
Apabila konsentrat tidak tersedia, dapat diberikan kriopresipitat atau FFP
Sumber faktor VIII: konsentrat faktor VIII
Kriopresipitat (satu kantong kriopresipitat mengandung 100–150 unit faktor VIII)
Sumber faktor IX: konsentrat faktor IX
Fresh frozen plasma (FFP)

Prinsip pengobatan pada penderita hemofilia yaitu:


Pemberian terapi pengganti untuk tercapainya fungsi hemostasis yang memadai
Dosis
Unit faktor VIII = BB (kg) × % faktor VIII yang diharapkan × 0,5
Unit faktor VIII = BB (kg) × (target kadar plasma − kadar F VIII pasien) × 0,5
Contoh: BB 50 kg × 40 (% F VIII yang diharapkan) × 0,5 = 1.000 unit
Lama Terapi
Terapi harus dilanjutkan sampai terjadi penyembuhan yang adekuat
Perdarahan akibat ekstraksi gigi/epistaksis: 2–5 hr
Luka operasi: 7–14 hr
Konsentrasi Faktor VIII yang diharapkan
Hemartrosis ringan: 15–20%
Hemartrosis berat: 20–40%
Prosedur operasi: 60–80 %
Operasi besar dan perdarahan susunan syaraf pusat: 80–100%
Hematologi: Hemofilia 19

Perdarahan mukosa atau luka dapat dipersingkat menjadi 1–2 hr, dengan
pemberian antifibrinolitik (aminocaproic acid atau tranexamic acid) p.o. sampai
penyembuhan terjadi
Terapi penyerta ( Terapi ajuvan)
Desmopressin acetate (DDAVP)
Pada hemofilia ringan, dosis 0,3 ug/kgBB dalam larutan 50–100 mL NaCL 0,9% per
infus/i.v. dalam waktu 20–30 mnt akan ↑ kadar faktor VIII plasma (2–8× kadar plasma
awal)
Tranexamic acid dosis 25 mg/kgBB diberikan 3 ×/hr bermanfaat untuk mengatasi
perdarahan mukosa (perdarahan oral, epistaksis, menorhagia), dan pada tindakan
perawatan gigi, tetapi tidak dapat diberikan pada kasus hematuria

Tabel 4.2. Rekomendasi Target Kadar Plasma Faktor VIII dan IX serta Lama Pemberian
Hemofilia A Hemofilia B
Tipe Perdarahan Target Kadar Target Kadar
Durasi (hr) Durasi (hr)
Plasma (%) Plasma (%)
Sendi 10–20 1–2* 10–20 1–2*
Otot (kecuali iliopsias) 10–20 2–3* 10–20 2–3*
Iliopsoas
Inisial 20–40 1–2 15–30 1–2
Pemeliharaan 10–20 3–5** 10–20 3–5**
SSP/Kepala
Inisial 50–80 1–3 50–80 1–3
Pemeliharaan 30–50 4–7 30–50 4–7
20–40 8–14 (atau 21 jika 20–40 8–14 (atau 21 jika
ada indikasi) ada indikasi)
Tenggorok dan leher
Inisial 30–50 1–3 30–50 1–3
Pemeliharaan 10–20 4–7 10–20 4–7
Gastrointestinal
Inisial 30–50 1–3 30–50 1–3
Pemeliharaan 10–20 4–7 10–20 4–7
Ginjal 20–40 3–5 15–30 3–5
Laserasi dalam 20–40 5–7 15–30 5–7
Operasi (mayor) 60–80 1–3 50–70 1–3
Praoperasi 30–40 4–6 30–40 4–6
Pascaoperasi 20–30 7–14 20–30 7–14
10–20 10–20
Ekstraksi gigi
Sebelum tindakan 50 1-3* 40 1-3*
Sesudah tindakan 20-40 20-30
*Mungkin lebih bila respons tidak adekuat
**Kadang perlu durasi lebih lama atau sekunder sebagai terapi profilaksis selama fisioterapi
Sumber: Srivastava dkk. 2012

Prognosis
Bergantung pada penyulit

Surat Persetujuan
Diperlukan
20 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Montgomery RR, Scott JP. Hemorrhagic and thrombotic diseases. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: WB Saunders; 2007. hlm. 2068–89.
3. Srivastava A, Brewer AK, Mauser-Bunschoten EP, Key NS, Kitchen S, Llinas A, dkk. Guideline
for the management of hemophilia. Haemophilia. 2012:1–47.
4. National Hemophilia Foundation. Medical and Scientific Advisory Council (MASAC)
Recommendation #175. Guidelines for emergency department management of individuals
with hemophilia. Oktober 2006. [diunduh 15 Agustus 2012]. Tersedia dari:
http://www.hemophilia.org/NHFWeb/MainPgs/MainNHF.aspx?menuid=57&contentid=691.
5. Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia. Konsensus Hemofilia. 2012.
KOAGULASI INTRAVASKULAR DIFUSA (KID)

Batasan
Keadaan terjadinya koagulasi intravaskular difus yang dicetuskan oleh penyakit utama sehingga
timbul deposit fibrin dengan akibat timbul iskemia, nekrosis jaringan, perdarahan luas, dan
anemia hemolitik

Etiologi
Infeksi/sepsis: bakteri, virus, parasit, jamur, riketsia
Keganasan: leukemia promielositik akut
Metabolik: anoksia, asidosis, kerusakan jaringan yang luas
Lain-lain: purpura fulminans, gigitan ular, heat stroke, ketidakcocokan transfusi

Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Sedang menderita penyakit tertentu yang berat

Pemeriksaan Fsis
Perdarahan pada bekas suntikan, petekia, purpura, ekimosis

Laboratorium
Prothrombine time (PT), partial thromboplastin time (PTT), dan thrombine time memanjang
Fibrinogen ↓
Trombositopenia
D-dimer ↑
Terdapat fragmented sel darah merah (schitosis, triangle cell, helmet cell, dan burr cell)
PF4 (trombosit faktor 4) ↑
FPA (fibrinopeptida A) ↑
Faktor V, F VIII, dan F XIII ↑
Sistem skoring (Tabel 3 dan 4)

Tabel 5.3. Sistem Skoring untuk Diagnosis DIC Menurut the International Society on
Thrombosis and Haemostasis (ISTH)
Apakah ada penyakit dasar yang berhubungan dengan DIC?
Bila ada → lanjutkan
Bila tidak ada → jangan menggunakan algoritme ini
Tes Laboratorium Hasil Skor
Jumlah trombosit (/mm3) >100.000 0
50.000–100.000 1
<50.000 2
Peningkatan fibrinogen dan penanda Tidak ↑ 0
fibrin lain (produk degradasi fibrin) ↑ 2
Sangat ↑ 3
Pemanjangan PT <3 0
3–5,9 1
≥6 2
Fibrinogen >1 g/dL 0
≤1 g/dL 1
Jumlah skor: <5: DIC nyata (overt DIC) → penilaian ulang setiap hr
≥5: suggestive DIC/non-overt DIC → penilaian ulang 1–2 hr berikutnya
Sumber: Taylor 2001

21
22 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Tabel 5.4. Sistem Skoring untuk Diagnosis DIC Menurut Japanese Association for
Acute Medicine
Kriteria SIRS Skor
>3 1
0–2 0
Jumlah trombosit (109/L)
<80 atau ↓ >50% dalam 24 jam 3
80–120 atau ↓ 30–50% dalam 24 jam 1
>120 0
PT
>1,2 1
<1,2 0
Fibrin/produk degradasi fibrin (mg/mL)
>25 3
10-25 1
<10 0
Diagnosis DIC bila skor >4
SIRS, systemic inflammatory response syndrome (temperatur <36 °C atau >38 °C, heart rate >90,
respirasi >20, leukosit <4×109 sel/L atau >12×109 sel/L atau batang 10% band)
Sumber: Hook 2012

Diagnosis Banding
Defisiensi vitamin K
Penyakit hati
Efek heparin
Fibrinogenolisis primer
Cardiopulmonary bypass
Penyakit mikroangiopati

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin: Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis sel, morfologi sel, PT, PTT, thrombine time,
D-dimer
Kultur darah
Analisis gas

Penyulit
Gagal organ

Konsultasi
Dengan bagian terkait (tergantung kasus)

Terapi
Pengobatan intensif terhadap penyakit yang mendasari
Terapi infeksi dengan antiinfeksi adekuat (antibiotik, antiviral, antifungi)
Memperbaiki homeostasis normal dengan koreksi syok, asidosis, hipoksia
Terapi antineoplasma adekuat
Umum
Bila penderita tidak sadar → posisi tidur diubah-ubah untuk mencegah dekubitus
Makanan disesuaikan dengan keadaan umum (bila perlu dipuasakan)
Khusus
Fresh frozen plasma (FFP) 10–15 mL/kgBB + suspensi trombosit 1 IU/5 kgBB (grade C, level IV)
Fresh whole blood (FWB) 10–15 mL/kgBB bila terdapat anemia atau perdarahan hebat
sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan atau kardiovaskular (grade C, level IV)
Hematologi: Koagulasi Intravaskular Difusa (KID) 23

Tranfusi packed red cells/washed red cells bila Hb <8 g/dL


Prothrombin complex concentrate bila FFP tidak memungkinkan (grade C, level IV)
Kriopresipitat (50–100 mg /kgBB fibrinogen) pada hipofibrinogenemi berat (fibrinogen <1g/L)
(grade C, level IV). Kriopresipitat (satu kantong kriopresipitat mengandung 200 mg fibrinogen)
Heparin, pada KID dengan trombosis predominan (grade C, level IV)
Dibatasi pada perdarahan yang mengancam jiwa yang gagal dengan pemberian di atas
Dosis awal 50 IU/kgBB (bolus) dilanjutkan dengan infus kontinu 10–20 IU/kgBB/jam, atau
50–100 mL/kgBB/4 jam
KID pada penderita kritis, tanpa perdarahan, untuk mencegah tromboemboli dapat
diberikan profilaksis heparin (grade A, level IB)
Recombinant human activated protein C (APC), 24 μg/kgBB/jam selama 4 hr (grade A, level Ib)
Tidak digunakan/harus dihentikan bila hitung platelet <30×109/L atau bila akan dilakukan
prosedur invasif (grade c, level IV)
Lain-lain
Antifibrinolitik (aminocaproic acid), antiplatelet, dekstran, penghambat adrenergik alfa,
dan antithrombin III concentrate dosis 250 IU i.v. tiap 8 jam
Terapi antiplatelet yang sering digunakan:
Aspirin: 5–10 mg/kgBB/hr
Dipiridamol: 3–5 mg/kgBB/hr

Prognosis
Bergantung pada penyakit yang mendasari dan beratnya KID

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Hook KM, Abrams CS. The loss of homeostasis in hemostasis: new approaches in treating and
understanding acute disseminated intravascular coagulation in critically Ill patients. Clin
Transl Sci. 2012;5:85–92.
2. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
3. Scott JP, Montgomery RR. Disseminated intravascular coagulation. Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1714–8.
4. Ogawa E, Yagasaki H, Kato M, Shichino H, Chin M, Mugishima H. Successful treatment of
disseminated intravascular coagulation in a child with acute myelogenous leukaemia using
recombinant thrombomodulin. Br J Haematol. 2010;149:911.
5. Levi M, Toh CH, Thachil J, Watson HG. Guidelines for the diagnosis and management of
disseminated intravascular coagulation. Br J Haematol. 2009;145(1):24–33.
6. Toh CH, Hoots WK. The scoring system of the Scientific and Standardisation Committee on
Disseminated Intravascular Coagulation of the International Society on Thrombosis and
Haemostasis: a 5-year overview. J Thromb Haemost. 2007;5(3):604–6.
7. Montgomery RR, Scott JP. Hemorrhagic and thrombotic diseases. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: WB Saunders; 2007. hlm. 2068–89.
8. Franchini M, Lippi G, Manzato F. Recent acquisitions in the pathophysiology, diagnosis and
treatment of disseminated intravascular coagulation. Thromb J. 2006;4:4.
9. Saba HI, Morelli GA. The pathogenesis and management of disseminated intravascular
coagulation. Clin Adv Hematol Oncol. 2006;4(12):919–26.
24 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

10. Taylor FB Jr., Toh CH, Hoots WK, Wada H, Levi M. Towards definition, clinical and laboratory
criteria, and a scoring system for disseminated intravascular coagulation. Thromb Haemost.
2001;86(5):1327–30.
11. Zeerleder S, Hack CE, Wuillemin WA. Disseminated intravascular coagulation in sepsis. Chest.
2005;128(4):2864–75.
12. Labelle CA, Kitchens CS. Disseminated intravascular coagulation: treat the cause, not the lab
values. Cleveland Clinic J Med. 2005;75(5):377–97.
13. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam, penyunting. Buku ajar
hematologi-onkologi. Jakarta: Ikatan Dokter anak Indonesia; 2005.
14. Levi M, de Jonge E, van der Poll T. Sepsis and disseminated intravascular coagulation.
J Thromb Thrombolysis. 2003;16(1–2):43–7.
15. Nathan DG., Orkin SH. Nathan and Oski’s hematology of infancy and childhood. Edisi ke-6.
Tokyo: WB Saunders Co; 2003.
16. Williams MD, Chalmers EA, Gibson BE. The investigation and management of neonatal
haemostasis and thrombosis. Br J Haematol. 2002;119(2):295.
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA)

Batasan
Keganasan alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologik sel hematopoetik muda seri
limfoblas yang ditandai kegagalan sumsum tulang pembentuk sel darah normal dan infiltrasi ke
jaringan tubuh lain

Klasifikasi
Menurut French-American-British (FAB)
L1 (84%)
L2 (15%)
L3 (1%)

Etiologi
Tidak diketahui dengan pasti, diduga berhubungan dengan faktor genetik, lingkungan (radiasi
ionisasi, bahan kimia, obat-obatan kemoterapi), infeksi virus, dan defisiensi imunologik

Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Pucat (40%), lemah, lesu
Panas badan (60%) atau infeksi berulang/menetap
Perdarahan (48%)
Nyeri tulang (23%)

Pemeriksaan Fisis
Limfadenopati (50%), limfadenopati mediastinal → sindrom vena kava superior
Splenomegali (63%)
Hepatosplenomegali (68%)

Laboratorium
Darah tepi: anemia, granulositopenia, trombositopenia, dan limfoblas >3%
Sumsum tulang: selularitas ↑ didominasi oleh limfoblas
Pungsi lumbal: pemeriksaan sitologi (limfoblas)
Imunofenotipe

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah
Rutin
Tes fungsi hati (SGOT/SGPT), fungsi ginjal (ureum,kreatinin)
Asam urat dan elektrolit
Biopsi sumsum tulang
Pungsi lumbal
Foto rontgen toraks

Diagnosis Banding
Leukemia nonlimfoblastik akut (LNLA)

25
26 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Penyulit
Perdarahan
Infeksi
Metastasis → SSP, saluran genito-urinarius, saluran cerna, tulang/sendi dan kulit

Terapi
Umum
Menjaga kebersihan kulit, mulut dan gigi
Makanan gizi seimbang dimulai dengan makanan lunak

Khusus
Kemoterapi
Harus dirawat di rumah sakit dengan pemantauan
Disesuaikan dengan kondisi penderita
Regimen kemoterapi bergantung pada tipe LLA (LLA risiko tinggi atau risiko standar)
Regimen UKK Hemato-Onkologi (Protokol Indonesia LLA-2006) atau lainnya
Induksi remisi
Deksametason 6 mg/m2/hr p.o. selama 28 hr, dengan tapering-off
Vinkristin 1,5 mg/m2 i.v. 1×/mgg selama 3 mgg
Daunorubisin 30 mg/m2 i.v. 1×/mgg selama 4 mgg
L-asparginase 2500 U/m2 i.v. pada hr ke 4
Metotreksat, sitosin arabinose (Ara-C), deksametason, intratekal, bersamaan dengan
lumbal pungsi saat awal
SSP profilaksis
Radiasi kranial 1.800 rad sebanyak 10×
6-merkaptopurin 75 mg/m2/hr p.o. selama 4 mgg
Vinkristin 1,5 mg/m2, i.v. pada hr ke-1 dan metotreksat intratekal pada hr ke 1, 8, dan 15
Pemeliharaan
Deksametason 6 mg/m2/hr p.o. pada hr ke-0–4, 28–32, dan 56–60
6-merkaptopurin 75 mg/m2/hr p.o. pada hr ke-0–83, vinkristin 1,5 mg/m2 i.v. pada hr ke-0,
28, 56
Metotreksat 20 mg/m2 p.o. setiap mgg pada hr ke-7 setiap siklus dan metotreksat
intratekal pada hr ke-0 setiap siklus
Transplantasi sumsum tulang

Terapi Suportif
Transfusi darah
Untuk mempertahankan Hb >10 g/dL, diberikan PRC 10–15 mL/kgBB
Bila terjadi perdarahan akibat trombositopenia, diberikan suspensi trombosit 1 IU/5 kgBB
Mencegah/mengatasi infeksi
Fokus infeksi, misalnya abses gigi harus dihilangkan dan hindari kontak dengan penderita
varisela atau morbili
Antibiotik berspektrum luas i.v. harus diberikan bila febris dengan granulositopenia
(granulosit <500/mm3)
Demam neutropenia berat: seftazidim dan gentamisin
Kotrimoksasol 25 mg/kgBB/hr dibagi 2 dosis untuk mencegah terjadinya pneumonia oleh
Pneumocystis carinii
Mencegah terjadinya hiperurikemia
Alopurinol 10 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi
Dianjurkan banyak minum (2–3 L/m2/hr)
Dukungan psikososial untuk penderita maupun keluarga
Hematologi: Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) 27

Prognosis
Kemungkinan hidup bebas leukemia 5 th: 65–70%
Bila dihubungkan dengan klasifikasi FAB, maka L1 mempunyai prognosis paling baik dan L2 & L3
buruk

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Judith F, Margolin JF, Sreuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. Dalam: Pizzo
PA, Poplack DG, penyunting. Principles & practice of pediatric oncology. Edisi ke-5.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. hlm. 539–91.
3. Tubergen DG, Bleyer A, Ritchey AK. Acute lymphoblastic leukemia. Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1732–7.
4. UKK Hematologi-Onkologi Anak. Protokol ALL-2006 Indonesia.
Name :
…………………………..

MEDICINES Dosage
(WEEKS) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
MTX it ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
VCR: 1.5 mg/m2 i.v.
↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
dexa
DEXA: 6 mg/m2 p.o. meta
son
HD-MTX: 1.000 mg/m2 i.v. ↓ ↓ ↓
INDONESIA PROTOCOL A. L. L - HR - 2006

Name : M/
MR : ……………
………………………….. Birth date: ………………… F Date of Diagnosis : . . . . . . . . . . . . .
MEDICINES Dosage INDUCTION CONSOLIDATION REINDUCTION
(WEEKS) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
MTX it ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
VCR: 1.5 mg/m2 i.v.
↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
DEXA: 6 mg/m2 p.o.
Dexametason
HD-MTX: 1.000 mg/m2
i.v. ↓ ↓ ↓
Leucovorin rescue
15 mg/m2/dose ↓↓↓ ↓↓↓ ↓↓↓
CPA 1.000 mg/m 2
↓ ↓
2
DNR*: 30 mg/m i.v. ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
2
L-Asp.: 6.000 IU/m i.v. ↓↓↓ ↓↓↓
Ara-C 75 mg/m2 i.v. ↓↓↓ ↓↓↓

6-MP: 50 mg/m2 p.o.

BMP
LEUKEMIA NONLIMFOBLASTIK AKUT (LNLA)

Batasan
Keganasan alat pembuat sel darah yang mengenai seri sel darah selain limfosit, berupa proliferasi
patologik sel hematopoetik muda yang ditandai dengan kegagalan sumsum tulang membentuk
sel darah normal dan infiltrasi ke jaringan tubuh yang lainnya

Klasifikasi
Klasifikasi leukemia mieloblastik akut menurut French-American-British (FAB):
Tipe M0: leukemia akut yang tidak terdiferensiasi
M1: leukemia mieloblastik tanpa maturasi
M2: leukemia mieloblastik dengan diferensiasi
M3: sel promielosit abnormal, pada sitoplasma terdapat Auer rod
M4: diferensiasi mielositik dan monositik dengan proporsi yang bervariasi
M5: leukemia monositik dengan sel monositoid yang kurang berdiferensiasi dan atau
berdiferensiasi baik
M6: eritroleukemia
M7: leukemia megakarioblastik

Etiologi
Tidak diketahui dengan pasti
Diduga berhubungan dengan pemakaian alkylating agent pada pengobatan kanker, kelainan
kromosom, penyakit herediter dan sindrom konstitusional

Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Riwayat pucat, lemah, lesu, panas badan atau infeksi berulang
Perdarahan (petekia, ekimosis, perdarahan gusi)

Pemeriksaan Fisis
Hipertrofi gusi, infiltrasi ke kulit
Limfadenopati
Hepatosplenomegali

Laboratorium
Darah tepi: anemia, trombositopenia, leukositosis, ditemukan sel blas selain limfoblas
Sumsum tulang: selularitas ↑, didominasi oleh sel leukemia selain limfoblas (bergantung pada
tipenya)
Pungsi lumbal (pemeriksaan sitologi)

Diagnosis Banding
LLA

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: Hb, leukosit, gambaran darah tepi, tes fungsi hati/ginjal
Biopsi sumsum tulang
Pungsi lumbal
Radiologi: foto rontgen toraks

31
32 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Penyulit
Perdarahan
KID
Tanda-tanda infeksi
Penyebaran ke SSP, saluran genito-urinarius, ginjal, saluran cerna, tulang/sendi, kulit, jantung,
serta paru

Terapi
Umum
Menjaga kebersihan kulit, gigi dan mulut
Makanan gizi seimbang, dimulai dengan makanan lunak

Khusus
Kemoterapi bergantung pada protokol yang digunakan/Regimen UKK Hemato AML 2012
Induksi remisi
Sitosin arabinosa 100 mg/m2/hr selama 2 hr (hr ke-1–2) per infus dan 200 mg/m2/hr
per infus selama 5 hr (hr ke-3–8)
Daunorubisin 60 mg/m2/hr i.v. selama 3 hr (hr ke-3–5)
VP-16 150 mg/m2/hr dalam infus 60 mnt selama 3 hr (hr ke-6–8)
Bila VP-16 tidak tersedia dapat diganti dengan vinkristin 1,5 mg/m2
Sesudah 2 mgg (hr ke-15) dilakukan aspirasi sumsum tulang, bila terjadi remisi (sel blas
<5%) → pengobatan dilanjutkan dengan pemeliharaan
Belum remisi (sel blas >10%) → konsolidasi dimulai pada hr ke-15 dan 21, serta 2 mgg
kemudian aspirasi ulang sumsum tulang
Konsolidasi/intensifikasi
Deksametason 4 mg/m2/hr p.o. atau prednison 40 mg/m2/hr selama 28 hr
6-tioguanin (6-TG) 60 mg/m2/hr p.o. selama 28 hr
Bila 6-TG tidak tersedia dapat diganti 6-merkaptopurin (6-MP) 65 mg/m2
Vinkristin 1,5 mg/m2/mgg (maks. 2 mg) i.v. selama 28 hr
Adriamisin (doksorubisin) 30 mg/m2/mgg i.v. selama 28 hr
Sitosin arabinosa 75 mg/m2/hr i.v. bolus, 4 hr dalam seminggu selama 8 mgg
Siklofosfamid 500 mg/m2/hr i.v. hr ke-1 dan 28
Untuk profilaksis SSP
Iradiasi dengan 1.800 rad selama 4 mgg, atau
Sitosin arabinosa, metotreksat, dan deksametason yang diberikan bersama secara
intratekal 1×/mgg selama 4–5 mgg
Pemeliharaan
Selama 2–3 th dengan siklus setiap 4 mgg
Sitosin arabinosa 40 mg/m2/hr s.k. 4 hr/mgg selama 4 mgg
6-TG 40 mg/m2 p.o. selama 2 th
Daunorubisin 25 mg/m2 i.v. 8 mgg/×, sebanyak 4×
Transplantasi sumsum tulang
Transfusi darah
PRC 10–15 mL/kgBB bila terjadi anemia
Suspensi trombosit 1 IU/5 kgBB bila perdarahan karena trombositopenia
Mencegah dan mengatasi infeksi
Fokus infeksi harus dihilangkan
Antibiotik spektrum luas i.v. harus diberikan bila terjadi febris dengan granulositopenia
(granulosit <700/mm3)
Kotrimoksazol (25 mg/kgBB/hr) dibagi 2 dosis untuk mencegah pneumonia oleh P. carinii
Menghindari kontak dengan penderita varisela atau morbili
Hematologi: Leukimia Nonlimfoblastik Akut (LNLA) 33

Mencegah terjadinya hiperurikemia


Alopurinol 10 mg/kgBB/hr (dalam dosis terbagi)
Dianjurkan banyak minum (2–3 L/m2/hr)
Dukungan psikososial, baik untuk penderita maupun keluarga

Prognosis
Remisi (80% kasus)
Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian remisi
Jumlah leukosit >100.000/mm3
Hepar ≥5 cm
Relaps
Faktor risiko yang mempengaruhinya belum diketahui
Disease-free survival (40%)

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Tubergen DG, Bleyer A, Ritchey AK. Acute myeloblastic leukemia. Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1737–8.
3. Golub TR, Arceci RJ. Acute myelogenous leukemia. Dalam: Pizzo PA, Poplack DG, penyunting.
Principles & practice of pediatric oncology. Edisi ke-5. Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
hlm. 592–646
4. Konsensus UKK Hematologi Anak. Tata Laksana AML 2012.
LEUKEMIA MIELOID KRONIK (LMK)

Batasan
Penyakit keganasan sel darah, ditandai dengan proliferasi abnormal dan akumulasi sel
hematopoetik (sel leukemia) yang dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Proliferasi sel
leukemia tersebut dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan menginfiltrasi organ tubuh lainnya
sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ

Klasifikasi
Menurut Lanzkowsky
Tipe dewasa
Fase kronik
Fase akselerasi,
Fase blastik atau fase akut
Tipe juvenil

Etiologi
Belum diketahui secara pasti
Berkaitan dengan abnormalitas kromosom, yaitu kromosom Philadelphia (hasil translokasi antara
kromosom 9 dan 22)

Kriteria Diagnosis
Lelah, lemah, pucat, penurunan BB, demam, ruam kulit, dan nyeri tulang terutama daerah
sternum
Hepatosplenomegali
Limfadenopati
Laboratorium
Alkali fosfatase ↓
Hitung granulosit: 50.000 sampai >500.000/mm3
Hitung trombosit: 500.000 sampai >1 juta/mm3
Gambaran darah tepi: anemia, penuh dengan prekursor granulosit, mulai dari mieloblas
sampai neutrofil matang 20–50%
Jumlah basofil dan eosinofil ↑, Auer rods (+)
Gambaran sumsum tulang: hiperplasia granulosit, lebih banyak sel muda dan sejumlah besar
megakariosit
Sitogenetik sumsum tulang dan darah tepi ditemukan kromosom Philadelphia

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb, leukosit, trombosit, gambaran darah tepi, dan profil koagulasi
Kimia darah: urea N, kreatinin, alkali fosfatase, tes fungsi hati
Aspirasi/biopsi sumsum tulang
Pungsi lumbal: sitologi
Sitogenetik: kromosom Philadelphia (bila memungkinkan)
Radiologi: foto rontgen toraks, survei tulang

Penyulit
Perdarahan
Infeksi

34
Hematologi: Leukimia Mieloid Kronik (LMK) 35

Metastasis ke SSP, saluran respiratorik, mata, kulit, dan tulang

Konsultasi
Bagian terkait

Terapi
Umum
Menjaga kebersihan kulit, mulut, dan gigi
Makanan gizi seimbang dimulai dengan makanan lunak

Khusus
Kemoterapi
Hidroksiurea
Pada penderita resisten busulfan, dosis 20–30 mg/kgBB/hr p.o.
Busulfan (1,4-dimethanesulfonyloxybutane; myleran)
Dosis 0,06-0,1 mg/kgBB/hr p.o. (maks. 2 mg/hr)
Bila jumlah leukosit menjadi 15.000–20.000/mm3 → ↓ dosis menjadi setengahnya
Interferon alfa (IFN-α; inferon)
Sebagai antiproliferatif/mempengaruhi diferensiasi sel
Interferon leukosit manusia efektif dalam mengontrol granulositosis dan trombositosis
Dosis 5×106 IU/m2/hr i.m. atau s.k. selama 9–15 bl, dihentikan bila jumlah leukosit
neutrofil <750/mm3 atau trombosit <40.000/mm3
Splenektomi
Pada hipersplenisme, nyeri limpa, trombositopenia berat, atau anemia berat yang
sudah terlalu sering dilakukan transfusi
Transplantasi sumsum tulang

Prognosis
Rata-rata dapat bertahan hidup 3–4 th dari saat diagnosis ditegakkan

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Miller DR, Miller LP. Chronic myelogenous leukemia and myelodysplastic syndromes. Dalam:
Miller DR, Baehner RL, Miller LP, penyunting. Blood disease in infancy and childhood. Edisi
ke-7. St. Louis: Mosby Co; 1995. hlm. 721–31.
3. Tubergen DG, Bleyer A. Ritchey AK. Chronic myeloblastic leukemia. Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1738–9.
PENYAKIT HODGKIN (LIMFOMA HODGKIN)

Batasan
Proses neoplastik ganas dari sistem limforetikular dengan penyebab yang tidak diketahui dan
ditandai dengan sel Reed-Sternberg ke organ yang terkena, dikarakteristik dengan pembesaran
progresif dari kelenjar limfe

Klasifikasi
Menurut Modified Ann Arbor Classification
Stadium I : mengenai salah satu nodus limfe (I) atau organ ekstralimfatik (IE)
Stadium II: mengenai ≥2 regio nodus limfe pada sisi yang sama dari diafragma (II) atau pada
organ atau satu tempat ekstralimfatik serta ≥1 regio nodus limfe pada sisi
diafragma yang sama (IIE)
Stadium III: mengenai regio nodus limfe pada kedua sisi diafragma (III), dapat juga mengenai
organ atau tempat ekstralimfatik (IIIE) atau mengenai lien (IIIS) atau keduanya
Stadium IV: mengenai secara difus satu organ atau jaringan ekstralimfatik dengan atau tanpa
mengenai nodus limfe

Etiologi
Tidak diketahui
Diduga berhubungan dengan infeksi virus (EBV), radiasi, faktor genetik, dan sosial ekonomi
Familial Hodgkin limfoma terjadi 4,5% dari semua kasus limfoma Hodgkin. Risiko ↑ 7× lipat
dengan riwayat serupa pada saudara sekandung (limfoma Hodgkin atau non-Hodgkin) dan ↑ 99×
lipat pada kembar monozigot

Kriteria Diagnosis
BB ↓ >10% dalam waktu 6 bl tanpa sebab
Panas badan >38 °C, hilang timbul tanpa sebab
Berkeringat malam
Limfadenopati dengan predileksi daerah servikal yang tidak terasa nyeri
Histopatologi: ditemukan sel Reed-Sternberg

Diagnosis Banding
Limfoma non-Hodgkin

Pemeriksaan Penunjang
Darah: rutin, SGOT/SGPT, LDH, urea N, kreatinin, asam urat
Biopsi jaringan yang adekuat dan atau aspirasi sumsum tulang
Sitologi cairan likuor
Sitologi cairan pleura, peritoneum, atau perikardium
Radiologi
Foto rontgen toraks, tomografi mediastinum
Survei tulang
USG atau CT-scan daerah leher dan abdomen

Penyulit
Infeksi
Perdarahan
Penyebaran ke sumsum tulang, mediastinum, KGB di luar mediastinum, dan organ intraabdomen

36
Hematologi: Penyakit Hodkgin (Limfoma Hodkgin) 37

Karena terapi
Kerusakan paru, jantung, ginjal, hormonal, jaringan lunak, dan pertumbuhan tulang akibat
radiasi dan atau kemoterapi
Infeksi sesudah splenektomi
Tumor ganas sekunder

Terapi
Umum
Mencegah infeksi dengan menghindari kontak
Makanan gizi seimbang

Khusus
Radioterapi
Pilihan untuk stadium I dan II
Bila keadaan klinis memerlukan, pada stadium II dapat ditambahkan kemoterapi
Kemoterapi
Adriamisin atau doksorubisin 25 mg/m2 i.v. hr ke-1, 14
Bleomisin 10 IU/m2 i.v. hr ke-1, 14
Vinblastin 6 mg/m2 i.v. hr ke-1, 14
Dekarbazin 150 mg/m2 i.v. hr ke-1–5
Siklus diulang tiap 28 hr
PRC 10–15 mL/kgBB → pada anemia
Suspensi trombosit 1 IU/5 kgBB → pada trombositopenia
FWB 10–15 mL/kgBB → pada perdarahan hebat
Kotrimoksazol 25 mg/kgBB/hr dalam 2 dosis → mencegah pneumonia Pneumocystis carinii

Prognosis
Umur lebih muda → lebih baik
Jenis kelamin perempuan → lebih baik
Stadium ↑ → kurang baik
Gejala sistemik (demam, BB ↓, dan keringat malam) serta LED ↑→ kurang baik
Remisi komplit → lebih baik dibandingkan dengan penderita yang mengalami remisi parsial atau
tanpa remisi

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Waxman IM, Hochberg J, Cairo MS. Hodgkin’s malignant lymphoma. Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1739–43.
LIMFOMA NON-HODGKIN

Batasan
Proses proliferatif ganas pada jaringan limfoid yang menyerang sel limfosit

Klasifikasi
Menurut Murphy
Stadium I: tumor tunggal (ekstranodus) atau daerah anatomik tunggal (nodus) dengan
pengecualian daerah mediastinum atau abdomen
Stadium II: tumor tunggal (ekstranodus) disertai nodus limfe regional
Mengenai ≥2 nodus pada sisi diafragma yang sama
Dua tumor (ekstranodus) yang terpisah dengan atau tanpa mengenai nodus limfe
regional pada sisi diafragma yang sama
Tumor saluran cerna primer yang dapat direseksi, biasanya di daerah ileosekal
dengan atau tanpa mengenai nodus mesenterikus yang berhubungan
Stadium III: dua tumor (ekstranodus) yang terpisah di atas atau di bawah diafragma
Dua atau lebih daerah nodus di atas atau di bawah diafragma
Semua tumor primer daerah intratoraks (mediastinum, pleura, timus)
Semua tumor primer intraabdomen
Semua tumor paraspinal atau epidural
Stadium IV: mengenai SSP atau sumsum tulang atau keduanya

Etiologi
Penyebab pasti tidak diketahui, diduga:
Kelainan imunologik
Infeksi virus (Epstein-Bar virus, HIV)
Genetik
Obat-obatan
Lingkungan (radiasi)

Kriteria Diagnosis
Limfadenopati progresif dan tidak nyeri
Histopatologik: ditemukan limfosit, atau sel stem yang difus, tanpa diferensiasi/berdiferensiasi
buruk

Diagnosis Banding
Limfoma Hodgkin
Neuroblastoma

Pemeriksaan Penunjang
Darah: rutin, SGOT/SGPT, LDH, urea N, kreatinin, asam urat
Biopsi jaringan yang adekuat dan atau
Aspirasi sumsum tulang
Sitologi cairan likuor
Sitologi cairan pleura, peritoneum atau perikardium
Radiologik
Foto rontgen toraks, tomografi mediastinum
Survei tulang
USG atau CT-scan daerah leher dan abdomen

38
Hematologi: Limfoma Non-Hodkgin 39

Penyulit
Penyebaran ke sumsum tulang, mediastinum, kelenjar getah bening di luar mediatinum, dan
abdomen

Konsultasi
Bagian terkait

Terapi
Umum
Mencegah terjadinya infeksi dengan menghindari kontak
Makanan gizi seimbang
Khusus
Kemoterapi
Induksi remisi
Vinkristin 1,5 mg/m2 i.v. 1×/mgg (6 mgg)
Adriamisin 45 mg/m2 i.v. 1×/mgg (2 mgg)
Siklofosfamid 1.200 mg/m2 i.v. 1×/mgg (2 mgg)
Prednison 40 mg/m2/hr p.o. 5 mgg → tappering-off
Metotreksat 12 mg/m2 intratekal 1×/mgg (6 mgg)
Pemeliharaan
Metotreksat 30 mg/m2/mgg p.o. (18 bl)
6-Merkaptopurin 75 mg/m2/hr p.o. (18 bl)
Radioterapi
Hanya dilakukan untuk mencegah terjadinya relaps pada penderita dengan tumor
kelenjar mesenterial atau terdapat sisa tumor yang >5 cm
Operasi
Selain untuk mengangkat lesi intraabdominal yang terlokalisir, operasi dibatasi hanya
untuk biopsi
PRC 10–15 mL/kgBB untuk mengatasi anemia
Suspensi trombosit 1 IU/5 kgBB diberikan bila terjadi trombositopenia
Na-bikarbonas dan alopurinol 10 mg/kgBB/hr pada tumor yang besar, untuk
menghindari terjadinya nefropati asam urat akibat lisis tumor akut

Prognosis
Baik
Pada lokasi primer dan stadium I, II
Kepala dan leher (tanpa parameningeal), nodus limfe perifer, abdominal ≥0% (rekurens jarang
terjadi sesudah 2 th)
Buruk
Stadium III atau IV
Stadium IV dengan penyebaran ke SSP (prognosis sangat buruk)
Stadium II parameningeal
Remisi inisial inkomplit dalam waktu 2 bl
Kadar LDH >1.000 IU/L
Kadar asam urat >7,1 g/dL

Surat Persetujuan
Diperlukan
40 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Miller LP. Hodgkin and non-Hodgkin lymphoma. Dalam: Miller DR, Baehner RL, Miller LP,
penyunting. Blood disease in infancy and childhood. Edisi ke-7. St. Louis: Mosby Co; 1995.
hlm. 749.
3. Waxman IM, Hochberg J, Cairo MS. Non-Hodgkin’s malignant lymphoma. Dalam: Kliegman
RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1743–6.
NEUROBLASTOMA

Batasan
Tumor yang berasal dari jaringan neural crest dan dapat mengenai susunan saraf simpatis
sepanjang aksis kraniospinal

Klasifikasi
Menurut Evan (staging system):
Stadium 0: tumor setempat/terlokalisir
Stadium I: tumor mengenai organ atau struktur organ
Stadium II: tumor menyebar keluar organ atau struktur organ
Stadium III: tumor menyebar keluar organ berseberangan
Stadium IV: terdapat metastasis ke tulang, sumsum tulang, otak, kulit, hati, paru, jaringan
lunak
Stadium IV-S: usia <1 th, tumor stadium I–II tetapi penyebaran ke hati, kulit, atau sumsum
tulang

Etiologi
Tidak diketahui, diduga berhubungan dengan faktor lingkungan, ras, dan genetik

Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Banyak keringat
Muka merah
Nyeri kepala
Palpitasi
Diare berkepanjangan → gagal tumbuh

Pemeriksaan Fisis
Distensi abdomen
Tumor di daerah abdomen, pelvis atau mediastinum, dan biasanya melewati garis tengah
Hipertensi

Laboratorium
Darah: hipokalemia, feritin serum ↑
Urin: katekolamin (VMA, HVA) ↑
Histopatologik: neuroblas yang tidak berdiferensiasi dengan pseudorosette
Sumsum tulang: sel ganas pseudorosette

Diagnosis Banding
Rabdomiosarkoma
Limfoma
Tumor Wilm
Hepatoma

Pemeriksaan Penunjang
Darah: rutin, urea N, kreatinin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase dan feritin serum
Urin: urinalisis, katekolamin (VMA, HVA)

41
42 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Radiologi: foto rontgen toraks/abdomen


Survei tulang
USG, CT-scan
Biopsi

Penyulit
Metastasis ke tulang, sumsum tulang, otak, hepar, paru, kelenjar getah bening, kulit, dan jaringan
lunak
Residif

Konsultasi
Bagian terkait
Bedah anak untuk tindakan operasi

Terapi
Umum
Makanan dengan gizi seimbang

Khusus
Operasi
Hasil baik untuk tumor yang terlokalisasi (stadium I dan II)
Radioterapi
Tidak bermanfaat untuk stadium I dan II
Pada stadium II: preoperatif untuk mengecilkan tumor dan pascaoperatif untuk
menghilangkan sisa tumor yang tertinggal
Pada stadium IV: paliatif
Kemoterapi (pilihan pertama untuk tumor luas)
Vinkristin 1,5 mg/m2 i.v. hr ke-1, 21, dan 29
Siklofosfamid 250 mg/m2 p.o. hr ke-21–28
Adriamisin 40–60 mg/m2 i.v. hr ke-2 (maks. 500 mg/m2)
PRC 10–15 mL/kgBB → pada anemia
Mencegah dan mengatasi infeksi
Untuk pneumonia P. carinii diberikan kotrimoksasol 25 mg/ kgBB/hr
Bila terdapat panas dengan granulositopenia (granulosit <500/mm3) → antibiotik spektrum
luas i.v.

Prognosis
Histologis favorable lebih baik daripada unfavorable
Usia saat diagnosis <2 th lebih baik
Kadar feritin normal (0–150 mg%) lebih baik
Rasio VMA/HVA tinggi (>1) lebih baik
Stadium I atau II atau IV-S lebih baik daripada III atau IV
Lokalisasi: tumor primer di leher, mediastinum posterior lebih baik daripada abdominal

Surat Persetujuan
Diperlukan
Hematologi: Neuroblastoma 43

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Zage PE, Alter JL. Neuroblastoma. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor
NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1753–7.
3. Leventhal BG. Neoplasm’s and neoplasm-like structures. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Nelson WE, Vaughan III VC, penyunting. Nelson textbook of paediatrics. Edisi ke-14.
Philadelphia: WB Saunders; 1992. hlm. 1304–8.
4. Monfardini S, Brunner K, Crowther D, dkk. Neuroblastoma. Dalam: Monfardini S, penyunting.
Manual of cancer chemotherapy. Edisi ke-3. Jenewa: UICC; 1981. hlm. 177–82.
5. Water KD. Neuroblastoma. Dalam: Ekert H, penyunting. Clinical paediatrics haematology and
oncology. London: Blackwell Scientific Pub; 1982. hlm. 190–6.
TUMOR WILM (NEFROBLASTOMA)

Batasan
Tumor ginjal yang mengenai jaringan epitel maupun jaringan parenkim

Klasifikasi
Tabel 5.5. Pembagian Stadium Tumor Wilm (NWTS)
I Tumor pada ginjal, dapat dieksisi sempurna, permukaan kapsul intak, tidak terjadi
ruptur, tidak terdapat sisa tumor di luar tepi reseksi
II Tumor dapat keluar dari ginjal tetapi dapat dieksisi sempurna; tumor lokal ekstensif,
infiltrasi ke v. renalis, tumor tercecer (spillage) tetapi terbatas di daerah ginjal/flank,
tidak ditemukan sisa tumor di luar daerah eksisi
III Terdapat sisa tumor ke dalam abdomen: terdapat infiltrasi tumor ke kelenjar getah
bening hilus, paraaorta atau yang lain, tumor dapat tercecer dan menginfiltrasi
peritoneum, dapat melewati batas eksisi baik mikroskopik maupun makroskopik,
tumor tidak dapat dieksisi sempurna karena menginfiltrasi struktur yang vital
IV Ditemukan metastasis hematogen ke paru, hati, tulang, dan otak
V Tumor bilateral pada saat terdiagnosis

Etiologi
Tidak diketahui pasti
Diduga mempunyai hubungan dengan kelainan kongenital, terutama kelainan urogenital,
hemihipertrofi dan aniridia

Kriteria Diagnosis
Massa intraabdominal, berbatas tegas dan biasanya tidak melewati garis tengah
Disertai gejala hipertensi dan hematuria
USG: massa tumor di daerah ginjal
Histopatologi: gambaran bifasik dari unsur epitel dan mesenkim ginjal

Diagnosis Banding
Hepatoblastoma
Tumor adrenokortikal
Neuroblastoma
Hidronefrosis
Kista renal
Mesoblastik nefroma
Renal cell carcinoma

Pemeriksaan Penunjang
Darah: rutin, urea N, kreatinin, SGOT, SGPT, LDH, alkali fosfatase
Urin
Radiologi: BNO, IVP, foto toraks
USG, CT-scan abdomen/toraks/kepala

44
Hematologi: Tumor Wilm (Nefroblastoma) 45

Penyulit
Penyebaran regional (penetrasi melalui kapsula renal ke jaringan lunak perirenal)
Perdarahan di luar ginjal
Penyebaran ke peritoneal
Penyebaran hematogen ke paru, hati, tulang, dan otak

Konsultasi
Bagian terkait antara lain bedah anak

Terapi
Umum
Makanan gizi seimbang

Khusus
Operasi
Nefrektomi merupakan tindakan utama
Preoperatif
Bila tumor terlalu besar (inoperable)
Kemoterapi preoperatif: untuk mengecilkan dan mengurangi risiko ruptur → diberikan:
Aktinomisin-D 15 ug/kgBB/hr i.v. selama 5 hr
Vinkristin 1,5 mg/m2 i.v. 1×/mgg selama 3–4 mgg
Pascaoperatif
Radioterapi
Segera sesudah operasi, 2.000 rad diberikan pada semua stadium kecuali stadium I
Kemoterapi
Vinkristin 1,5 mg/m2 i.v. 1×/mgg dimulai 1 mgg sesudah operasi selama 4–6 mgg
Aktinomisin-D 15 ug/kgBB/hr i.v. selama 5 hr
Dosis pemeliharaan (6 mgg kemudian)
Vinkristin 1,5 mg/m2/hr i.v pada hr ke-1 dan ke-5
Aktinomisin-D 15 g/kgBB/hr i.v. selama 5 hr
Adriamisin (ADR) 20 mg/m2/hr i.v. 3×/mgg pada mgg ke-6
Siklus pemeliharaan diulang tiap 6–8 mgg sampai 5–6 siklus

Prognosis
Persentase disease-free survival bergantung pada stadium penyakit dan histologinya

Surat Persetujuan
Diperlukan

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. London: Elsevier;
2011.
2. Jaffer N, Huff V. Neoplasms of the kidney. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2007.
hlm. 1711–4.
3. Metzgar ML, Dome JS. Current therapy for Wilms’ tumor. Oncologist. 2005;10:815–826.
4. Varan A. Wilms’ Tumor in children: an overview. Nephron Clin Pract. 2008;108:c83–90.
5. Green D. The treatment of stage I-IV favorable histology Wilms tumor. J Clin Oncol.
2004;22(6):1366–72.
6. de Kraker J, Jones KP. Treatment of Wilms tumor: an international perspective. J Clin Oncol.
2005;23(13):3156–7.
46 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

7. D'Angio GJ. Pre- or postoperative therapy for Wilms' tumor? J Clin Oncol. 2008;26(25):4055–
7.
8. Tournade MF, Com-Hougue C, de Kraker J, Ludwig R, Rey A, Burgers JMB, dkk. Optimal
duration of preoperative therapy in unilateral and nonmetastatic Wilms' tumor in children
older than 6 months: results of the ninth International Society of Pediatric Oncology Wilms
tumor trial and study. J Clin Oncol. 2001;19(2):488–500.
9. Pizzo PA, Poplack DG. Principles and practice of pediatric oncology. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2001.
10. Bhatnagar S. Management of Wilms’ tumor. J Indian Assoc Pediatr Surg. 2009;14(1).
47 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
48 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
49 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
50 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
51 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
52 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
53 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
54 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
55 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
56 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
57 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

Anda mungkin juga menyukai