Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PEMAHAMAN LINTAS BUDAYA

KARAKTERISTIK WISATAWAN JEPANG TERKAIT LATAR BELAKANG


KEBUDAYAAN KEYAKINAN, DAN JUGA IDEOLOGINYA TERHADAP
PELAYANAN DALAM BERKUNJUNG KE BALI.

MICHAEL RUDOLFUS SAWU 1611511060

PROGRAM STUDI S1 DESTINASI PARIWISATA


FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan judul karakteristik wisatwan jepang terkait
latar belakang kebudayaan, keyakinan dan juga ideologinya dalam mengunjungi destinasi
pariwisata bali. Makalah ini mengandung konotasi tentang pemahaman lintas budaya. Dalam
industri pariwisata dan hospitalitas adalah bidang pekerjaan yang sarat dengan pelayanan yang
yang melibatkan interaksi dan hubungan dengan orang-orang yang berasal dari berbagai
budaya asing. Oleh karena itu, para praktisi pariwisata diharapkan memiliki pemahaman yang
memadai tentang “budaya asing” yang mencakupi adat istiadat, habitus, dan nilai-nilai yang
dianutnya.

Ibarat kata “pepatah tiada gading yang tak retak”. Penulis menyadari bahwa, meskipun
telah berusah dengan sebaik-baiknya namun penulis membutuhkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.. Dengan segalah kerendahan hati, Penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jimbaran, 12 juni 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...............................................................................


1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................
1.3 Tujuan Penelitian Lapangan ..........................................................
1.4 Manfaat Penelitian Lapangan ........................................................

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.Pembahasan....................................................................................

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ........................................................................................


5.2 Saran ..............................................................................................

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pariwisata adalah salah satu aset penting dalam suatu negara, diantaranya yaitu wisata
alam, wisata budaya, wisata sejarah serta wisata religi. Pariwisata juga merupakan aset penentu
jati diri suatu negara, yang menunjukan ciri khas atau kharakternya masing-masing. Selain itu,
pariwisata telah menjadi peluang investasi yang memberikan nilai jual tinggi, sehingga
menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang dan menjadikan negara
tersebut sebagai salah satu destinasi wisata. Berdasarkan definisi pariwisata terdapat pada
Undang-Undang No.10/ 2009 tentang Kepariwisataan, pada Bab I pasal I mengenai ketentuan
umum. Sesuai isi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu
untuk tujuan rekreasi, pengembangan public relationibadi, atau mempelajari keunikan daya
tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pariwisata adalah berbagai
macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Selain itu, pariwisata juga merupakan salah satu industri baru yang menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam menyediakan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor produktivitas lainnya. Pariwisata
dipandang sebagai industri yang kompleks karena dalam industri pariwisata terdapat industri-
industri yang berkaitan seperti kerajinan tangan, cindera mata, penginapan dan transportasi.
Tentunya, hal ini memberikan pengaruh positif di berbagai bidang lainnya seperti bidang
ekonomi, wirausaha, politik, sejarah, pendidikan, transportasi, perhotelan dan lain sebagainya.
Semakin baik pariwisata suatu negara tersebut dikenal, maka semakin besar pula pendapatan
di negara tersebut. Hal ini juga menjadi salah satu urgensi pemerintah untuk berlomba-lomba
membangun daerahnya menjadi sebuah destinasi pariwisata yang dapat meningkatkan
pendapatan daerah.
Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata yang menjadi icon pariwisata Indonesia
dalam kancah internasional.Hal ini disebabkan karena bali memiliki sumber daya pariwisata
yang sangat handal baik secara physical assessment maupun secara socio-cultural assessment.
Keunikan destinasi pariwisata bali mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan dari
berbagai negara untuk berkunjung. Wisatawan yang berkunjung tersebut teridiri dari berbagai
tipologi dan juga dari latar belakang kebudayaan dan keyakinan yang berbeda-beda.
Wisatawan-wisatawan yang berkunjung ke bali tersebutmemiliki habitus dan preferensi serta
kecenderungan sikap dan perilaku. Hal ini tentu saja dalam praktik pariwisata harus
memperhatikan pemahaman lintas budaya agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam
berinteraksi. Oleh karena itu, dalam pelayanan terhadap wisatawan perlu memahami hal-hal
tersebut agar tetap terciptanya suasana yang representative.

Jepang merupakan salah stu negara pasar utama wisatwan ke Indonesia. Pada tahun
2016 wisatwan jepang menduduki salah satu posisi yang terbanyak yang datang ke bali yaitu:
223.909.orang. Wisatatwan jepang merupakan wisatawan yang memiliki budaya kolektif.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang jepang sangat mengutamakan loyalitas dan saling
ketergantungan kepada kelompoknya, baik kepada extended family, dan teman kerja daripada
mengutamakan pemenuhan keinginan dan tujuan-tujuan tersendiri.Selain itu, orang jepang
mempunyai habitus preferensi yang masih bersifat tradisional (masih berkaitan erat dengan
kebudayaannnya). Dalam relasi social yang harmonis selalu ditekankan adalah pebedaan
konsep filosofis orang jepang yakni: honne dan tatemae. Honne berkaitan dengan kebenaran
(Substansi suatu persoalan) dan tatemae berkaitan dengan kedudukan public atau kedudukan
resmi. Dalam kehidupan setiap hari orang jepang akan menghindari pembicaraan tentang
honne agar dapat memelihara keharmonisan, terutama terhadap orang luar. Orang jepang lebih
banyak mengunkapakan perasaan-perasaan yang sebenarnya dalam interaksi dengan anggota
kelompok in group yang disebut interaksi uchi.

Dalam mengunjungi sebuah destinasi wisata khususnya bali, wisatawan jepang masih
memegang teguh kebudayaan,keyakinan dan juga ideologinya dalam bersikap dan juga
berperilaku ketika melakukan praktik-praktik wisata di bali. Oleh karena itu, dalam berinteraksi
dengan orang jepang harus memahami hal-hal tersebut agar bisa menciptakan suasana yang
kondusif. Oleh karena itu, hal ini tentu sangat menarik dianalisis untuk memahami tingkat
preferensi wisatawan jepang dalam melakukan praktik-praktik terkait latar belakang
kebudayaan, keyakinan, dan juga ideologinya.
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana relevansi antara habitus dan preferensi wisatawan jepang dalam
memilih bali sebagai destinasi pariwisata yang dikunjungi?
2. Bagaimana kecenderungan sikap dan perilaku wisatawan jepang terkait latar
belakang kebudayaan, keyakinan dan ideologinya terhadap pelayanan
selama berada di bali?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui habitus dan preferensi wisatawan jepang ketika
berkunjung ke bali.
2. Untuk mengetahui sikap dan perilaku wisatawan jepang terhadap pelayanan
hospitalitas dalam mengunjungi bali
1.4. Manfaat
1. Seacara akademis
Bisa menambah pengetahuan tentang kebudayaan, keyakinan, dan ideologi
wisatawan jepang.
2. Secara praktis
Bisa mengaplikasikan konsep dan teori terkait pemahaman lintas budaya
dalam praktik pariwisata
BAB III
PEMBAHASAN

2.1. Relevansi anatara habitus dan preferensi wisatawan jepang dalam mengunjungi bali.

Habitus wisatawan jepang memang tidak terlepas dari megatrend yang yang terjadi di
jepang akibat masuknya arus modernisasi. Perubahan tersebut terjadi sangat signifikan
dikarenakan masuknya ide-ide dan perilaku orang eropa sejak Restorasi Meiji. Ide tentang hak
asasi manusia, persamaan antara kaum laki-laki dengan perempuan, antara bangsawan dengan
si miskin, dan ide-ide tentang hak dan kebebasan individu telah menengelamkan kepercayaan
tradisional mereka. Industrialisasi menyebabkan perubahan total dalam kondisi demografi dan
juga infrastruktur. Di tengah-tengah arus masuknya westernisasi seperti di beberapa kota di
jepang, kaum mudah memakai pakaian model muthakir eropa sementara wanita-wanita yang
sudah tua memakai pakaian tradisional, yaitu: kimono. Hidup ditengah eksistensi modernisasi
tersebut tidak membuat mereka mengalami degradasi secara total dalam aspek-aspek
kehidupannya.
Hal ini dibuktikan bahwa pada beberapa aspek seperti: karakteristik dan konstruk
berpikir orang jepang tidak banyak berubah seperti: preservasi budaya tradisional, sehingga
orang jepang disebut sebagai orang yang paling progresif di dunia tetapi tetap memelihara adat
istiadat mereka. Selain itu, Mereka masih terlihat santun dan pendiam, hormat kepada orang
yang lebih tua, sangat suka belajar, sensitive terhadap keindahan dan memiliki kebanggaan
yang tinggi terhadap negaranya. Hal inilah yang merupakan habitus wisatawan jepang saat ini
mempunyai preferensi dalam memilih destinasi pariwisata yang memiliki keindahan alam
untuk berkunjung.

Bali merupakan salah satu destinasi yang terkenal diseluruh dunia. Kekayaan estetik
budaya yang unik dan juga alamnya merupakan nilai surplus tersendiri dalam menarik minat
wisatawan. Salah satu wisatawan yang sering mengunjungi bali dan juga merupakan salah satu
wisatawan yang masif secara kuantitas yang berkunjung ke bali adalah wisatwan jepang.
Kuantitas visitasi wisatwan jepang yang berkunjung ke bali tidak terlepas dari habitusnya yang
cenderung menikmati estetik alam dan juga budaya yang unik.
2.2.1. Kecenderungan sikap dan perilaku wisatawan jepang

Karakteristik wisatawan jepang hamper sama dengan orang Indonesia. Keharmonisan


merupakan elemen vital dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, wisatawan jepang selalu
mengutamakan keharmonisan dengan sesama dalam berinteraksi. Wisatawan jepang sangat
menjungjung tinggi wibawa atau martabat diri (face). Dalam perspekti komunikasi, wisatawan
jepang selalu menjaga jarak dalam berkomunikasi agar tidak membuat orang lain merasa
tersinggung atau merasa tidak nyaman dalam melakukan interaksi tersebut terutama orang yang
memiliki status social yang tinggi. Selain itu, wisatawan jepang tidak suka dengan pujian dan
permintan maaf. Hal ini bagi orang jepang sebagai bentuk kerendahan hati. Dalam kehidupan
setiap hari orang jepang lebih suka meminta maaf daripada mengucapkan terimakasih
walaupun sebenarnya tidak berbuat kesalahan. Selain itu, orang jepang juga mempunyai
greeting yang unik yaitu: membungkukkan badan untuk menunjukan kesopanan.

Oleh karena itu, berdasarkan realitas wisatawan jepang tidak mengkritik atau
mengungkapkan ketidaksenangan secara langsung karena hal itu dianggap tidak harmonis
dalam berinteraksi. Berdasarkan kenyataan, wisatwan jepang apabila menemukan hal yang
tidak dinginkan, misalkan: merasa tersinggung maka wisatawan yang bersangkutan tidak akan
mengkritk tetapi wisatawan tersebut tidak akan mengunjungi lagi tempat tersebut. Namun
terlepas dari itu, wisatawan jepang juga mempunyai sikap dan perilaku yang sering dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari seperti: Lebih senang makan di restaurant, suka minum minuman
yang beralkohol danj juga suka minum teh. Selain itu, wisatawan jepang lebih suka dalam
pemilihan akomodasi khususnya kamar, mereka lebih suka tipe kamar yang twin beds dan tidak
ingin tinggal di kamar yang bertulisan nomor empat (4) karena angka tersebut mempunyai
bunyi karakter kanji untuk mati yaitu: shi.

Hal ini tentu saja sangat rumit dalam menarik visitasi wisatawan. Hal ini di karenakan
untuk menarik minat wisatwan jepang dalam kuantitas yang masif sangat bergantung terhadap
pelayanan. Namun untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada wisatawan jepang sangat
tidak mudah apabila para praktisi pariwisata bali tidak memahami latar belakang kebudayaan
wisatawan jepang. Oleh karena itu, dengan melihat kecenderungan sikap dan perilaku
wisatawan tersebut diharapkan kepada para praktisi pariwisata bali untuk benar-benar
memahami perbedaan budaya tersebut agar lebih berhati-hati dalam berkomunikasi dan juga
memberikan atensi yang sebaik mungkin sehinnga bisa memberikan kesan yang baik kepada
wisatawan jepang. Hal ini selain sebagai bentuk pemahaman lintas budaya untuk mencipatakan
relasi yang harmonis dalam berkomunikasi tetapi disisi lain merupakan upaya untuk
menghindari fluktuasi visitasi wisatawa n dan juga untuk memproyeksi visitasi wisatwan
jepang di masa yang akan datang.

2.2.2. Sikap dan perilaku wisatawan jepang berdasarkan keyakinan.

Wisatawan jepang terdiri dari berbagai latar belakang keyakinan berbeda-beda seperti:
Budha, Shinto, Kristen dan filsafat konfusius. Dalam kehidupan social, Shinto memberikan
gagasan kepada masyarakat tentang pentingnya kesetiaan kepada kaln, kelompok atau
perusahaan bekerja. Budha memberikan inspirasi tentang penasihat (mentorship),
penekanannya perlu kesederhanaan dan meditasi. Konfusius memberikan pemikiran tentang
pentingnya keharmonisan dan aturan dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam keseharian,
orang jepang sering mengikuti upacara ritual agama dan filsafat lain.

Oleh karena itu, tidak heran ketika wisatawan jepang berkunjung ke bali sering
mengikuti atraksi dan juga ritual agama kebudayaan agama hindu. Hal ini di karenakan sikap
dan perilaku masyarakat jepang yang mempunyai kepercayaan yang hampir sama dengan
agama hindu dan juga mereka menerima aliran filsafat dan agama lain untuk ikut melaksanakan
ritualnya.
2.2.3. Sikap dan perilaku wisatawan jepang berdasarkan ideologi.

Masyarakat jepang merupakan masyarakat yang hierakis. Dalam buku sejarah


kebudayaan jepang (1987: 83) dikemukakan bahwa falsafah konfusianisme mengaku kekuatan
yang membentuk kosmos dualistis yaitu: prinsip bumi dan langit, positif dan negative. Dengan
mengakui keduah aspek tersebut di dalam alam berarti mengesahkan adanya system kelas atau
stratifikasi di dunia manusia. Perbedaan stratifikasi sosiaal, ,militer, petani, buruh, dan
pedagang diakui sebagai sistem dasar social yang tidak pernah akan berubah. Kehidupan
masyarakat jepang didominasi oleh kaum laki-laki. Konfucian mengajarkan bahwa semasa
mudanya seorang perempuan harus mematuhi ayahnya dan setelah berkeluarga harus
mematuhi suaminya. Hal ini menunjukan perempuan tidak memiliki hak yang sama dalam
masalah ekonomi dan social walaupun perempuan mempunyai peranan penting dalam
menentukan dan mengontrol keuangan.

Berdasarkan gagasan tersebut bisa diketahui bahwa wisatawan jepang menganut


ideologi kanan sebagai pedoman dalam menentukan stratifikasi. Hal ini dibuktikan bahwa
dalam kehidupan sehari-hari, perempuan mempunyai otoritas tinggi dalam mengatur rumah
tanggga. Selain itu, merencanakan tempat untuk berlibur dan juga memilih paket-paket wisata.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Pemahaman lintas budaya dalam industri pariwisata mempunyai peranan yang penting
untuk bisa memahami latar belakang kebudayaan, keyakinan, dana juga ideologi dari
wisatawan tersebut.Memahami sikap dan perilaku wisatawan saat berkunjung merupakan salah
satu aspek penting untuk mengetahui habitus wisatawan tersebut dan juga tingkat preferensi
dalam mengunjungi destinasi pariwisata bali. Hal ini sangat penting untuk dilakukan untuk
mempreventif terjadinya fluktuasi visitasi wisatawan yang berdampak buruk dalam
perekonomian apalagi wisatawan jepang saat ini mengokupasi posisi 10 besar dalam kuantitas
visitasi wisatawan yang masif di bali.

3.2. Saran

Kepada para praktisi yang berkecimpung dalam industry pariwisata diharapkan


agar bisa memahami latar belakang kebudayaan, keyakinan dan juga ideologi wisatwan jepang
sehingga tidak menimbulkan culture shock dalam berinteraksi dengan wisatwan jepang. Selain
itu, bisa memahami habitus wisatawan tersebut sehingga bisa memberikan pelayanan yang
terbaik.
DAFTAR PUSTAKA

Kusherdyana.2011.pemahaman lintas budaya dalam konteks pariwisata dan


hospitalitas.Bandung.Alfabeta.

Republik Indonesia.2009.Undang-Undang no.10 tahun 2009 tentang kepariwisataan.

Anda mungkin juga menyukai