Anda di halaman 1dari 35

MODUL 2.

APAR

A. KOMPETENSI
Memberikan keahlian kepada mahasiswa pemahaman standar pencegahan kebakaran
pada bangunan dan lingkungan dalam hal ini sistem proteksi aktif yaitu Alat
Pemadam Api Ringan (APAR).

B. GAMBARAN UMUM MATERI


Materi yang diajarkan melalui modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
tentang jenis-jenis bahan pemadam kebakaran, tipe konstruksi APAR, perhitungan
kebutuhan APAR, pengujian dan penempatan APAR berdasarkan peraturan yang
berlaku.

C. WAKTU
Mata kuliah ini berbobot 2 sks atau 4 jam tatap muka setiap minggunya. Sehingga
untuk bisa mencapai kompetensi yang telah ditentukan, mahasiswa harus mengikuti
kegiatan tatap muka sebanyak 4 jam x 17 kali tatap muka. Atau sebesar 68 jam.

D. PRASYARAT
Untuk mempermudah pencapaian kompetensi yang diharapkan, mahasiswa harus
mempunyai pemahaman dengan baik tentang Dasar-dasar K3.

E. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL AJAR


Modul ajar Mekanika Teknik ini telah disusun secara sistematis dengan mengacu
pada SAP yang berlaku. Untuk itu mahasiswa dalam menggunakan modul ajar ini
harus memperhatikan beberapa hal berikut :
1. Membawa modul ajar ini setiap mengikuti perkuliahan.
2. Membaca dengan baik setiap isi yang ada di dalam modul ajar.
3. Membuat daftar catatan kecil untuk sesuatu hal yang belum dimengerti.
Untuk kemudian ditanyakan kepada dosen.
4. Mengerjakan semua latihan soal yang terdapat di dalam modul.

MODUL AJAR SPPK 1


MODUL 2. APAR

2.1. Sub Kompetensi


Memberikan keahlian kepada mahasiswa pemahaman tentang :
• Memahami standar pencegahan kebakaran pada bangunan dan lingkungan
berdasarkan Kepmen PU No. 10/KPTS/2000.
• Memahami bahan-bahan pemadam kebakaran.
• Memahami jenis media APAR tipe konstruksi dan aplikasinya.
• Memahami pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian APAR
• Menghitung kebutuhan APAR berdasarkan NFPA 10
• Memahami penempatan APAR yang sesuai dengan standar

2.2. Uraian Materi


2.2.1. Pendahuluan

Pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah segala
upaya yang menyangkut ketentuan dan persyaratan teknis yang diperlukan dalam
mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung,
termasuk dalam rangka proses perizinan, pelaksanaan dan pemanfaatan/pemeliharaan
bangunan gedung, serta pemeriksaan kelayakan dan keandalan bangunan gedung
terhadap bahaya kebakaran. Berdasarkan Kepmen PU Nomor : 10/KPTS/2000
standar pencegahan kebakaran pada bangunan dan lingkungan terdiri dari :

A. Sistem Kelengkapan Tapak

Bangunan tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya, bangunan dibuat untuk
menampung dan mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan manusia, untuk
pelaksanakan kegiatan sehari-hari dalam merespon kebutuhan sosial, ekonomi dan
budaya. Sistem kelengkapan tapak antara lain :

§ Kepadatan bangunan, jarak bangunan satu dengan bangunan yang lain, menjadi
salah satu tingkat kerawanan terhadap kebakaran. Tata letak bangunan seperti
penataan blok-blok bangunan
§ Jalan lingkungan yang digunakan untuk akses dari luar, seperti jalur pemadam
kebakaran, lebar jalan dan jenis perkerasan jalan.
§ Sistem penyediaan air hidran yang merupakan ketersediaan air dalam
memadamkan api.
§ Sumber air yang dapat dijadikan pemadaman seperti air kolam, water tank,
sungai maupun sumber yang lain.

MODUL AJAR SPPK 2


MODUL 2. APAR

Gambar 2.1. Sistem Pencegahan Kebakaran pada Kelengkapan Tapak

B. Sistem Sarana Penyelamatan

Sarana jalan keluar bangunan merupakan bagian dari bangunan yang digunakan
untuk penyelamatan manusia maupun kegiatan lain, agar terhindar dari ancaman
ebakaran. Fungsi sarana penyelamatan agar penghuni bangunan memiliki waktu
yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman, dalam keadaan darurat. Sarana
penyelamatan adalah akses yang diberikan pada bangunan untuk mempermudah
penyelamatan manusia keluar dari bangunan apabila terjadi kebakaran”, (Frick
dkk. 2008. 163-164). Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam sarana evakuasi
ini adalah :
§ Jalan keluar berupa tangga kebakaran dan jenisnya yang berhubungan dengan
kemudahan pencapaian, tanda/penunjuk arah ke tangga darurat, lebar tangga
darurat dan pintu kebakaran.
§ Konstruksi jalur keluar harus tahan api dan memberi kemudahan dalam evakuasi
untuk memberikan rasa aman kepada penghuni.
§ Landasan helikopter untuk penyelamatan, khusunya pada bangunan tinggi diatas
60 m, karena jangkauan penyelamatan sangat tinggi.

Gambar 2.2. Sarana penyelamatan pada bangunan

C. Sistem Proteksi Pasif

Sistem proteksi pasif kebakaran adalah sistem perlindungan bangunan terhadap


kebakaran melalui sifat termal bahan bangunan, penerapan sistem kompartemenisasi
dalam bangunan, serta persyaratan ketahanan api dalam struktur bangunan. Sistem
proteksi pasif dalam bangunan mempunyai tujuan untuk : melindungi bangunan dari
keruntuhan serentak, memberi waktu untuk menyelamatkan diri, menjamin
keberlangsungan fungsi gedung dan melindungi keselamatan petugas pemadam

MODUL AJAR SPPK 3


MODUL 2. APAR

kebakaran. Sistem proteksi pasif ditekankan pada aspek bahan bangunan, konstruksi
bangunan dan bentuk penataan ruang serta bukaan. Ada tiga hal yang berkaitan
dengan ketahanan bahan bangunan terhadap api yang harus dipenuhi sebagai bahan
konstruksi yaitu :

§ ketahanan memikul beban (kelayakan struktur) yaitu kemampuan untuk


memelihara stabilitas dan kelayakan kapasitas beban sesuai dengan standar yang
dibutuhkan.
§ Ketahanan terhadap penjalaran api (integritas) yaitu kemampuan untuk menahan
penjalaran api dan udara panas sebagaimana ditentukan oleh standar.
§ Ketahanan terhadap penjalaran panas yaitu kemampuan untuk memelihara
temperatur pada permukaan yang tidak terkena panas langsung dari tungku
kebakaran pada temperatur dibawah 140o C sesuai dengan standar uji ketahanan
api.

Dikaitkan dengan ketahanan terhadap api, struktur bangunan mempunyai 3 (tiga) tipe
konstruksi, yaitu:

§ Tipe A: Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu
menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini
terdapat komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah
penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang mampu
mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang bersebelahan.
§ Tipe B: Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api
mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam
bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar
bangunan.
§ Tipe C: Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan
yang dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara
struktural terhadap kebakaran.

Jumlah lantai dan tipe konstruksi yang dipersyaratkan pada bangunan dapat dilihat
pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tipe Konstruksi yang dipersyaratkan


Jumlah lantai Kelas bangunan/tipe konstruksi
bangunan 2,3,9 5,6,7,8
4 atau lebih A A
3 A B
2 B C
1 C C
Sumber : SNI 03 – 1736 – 2000

MODUL AJAR SPPK 4


MODUL 2. APAR

Sistem proteksi pasif ditekankan pada aspek bahan bangunan, sikap bagian bangunan
yang terbakar tidak bisa dipisahkan dari ketahanan bahan bangunan terhadap api,
perubahan bahan bangunan oleh kebakaran dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Ketahanan Material Terhadap Api


BAHAN SIFAT KETAHANAN TERHADAP API
Baja Mengubah bentuknya oleh Krom (Cr), Molibdan (Mo), Nikel (Ni)
pengaruh panas hal ini dapat atau Vanadium (V) menghasilkan baja
dipengaruhi oleh jenis yang memiliki daya tahan yang lebih
campuran pembentuknya tinggi terhadap panas.
Beton Bahan bangunan yang tahan Ketahanan api tergantung pada bahan
api tambahan yang digunakan dan apakah ada
tulangan baja atau tidak
Kaca Bahan yang tidak menyala Bukan merupakan bahan yang tahan api
karena kaca memungkinkan radiasi kalor
tembus, kaca sangat peka terhadap
perubahan tegangan kalor, akibat
kebakaran kaca cukup cepat pecah
Kayu Pembakaran kayu merupakan Bahan yang tahan api, bila tidak terkena
oksidasi atas unsur asalnya api secara langsung
yaitu H2Odan CO2 dengan O2
Bahan Merupakan bahan yang mudah Dalam keadaan menyala, bahan sintesis
sintesis terbakar dan menyala mengakibatkan tetes cairan yang sulit
untuk dipadamkan, menghasilkan asap
tebal dan atau melepaskan gas beracun
Sumber : Koesmartadi, “Desain Bangunan yang mengantisipasi Bahaya Kebakaran”,2008.

Gambar 2.3. Konstruksi kompartemen sebagai upaya menghalangi penyebaran api

MODUL AJAR SPPK 5


MODUL 2. APAR

Gambar 2.4. Konstruksi kompartemen sebagai upaya menghalangi penyebaran api dan asap

D. Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang terdiri atas
sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis. Sistem pemadam
kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta
sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR, pemadam khusus,
peralatan pengendali asap, sistem daya listrik, lift, pencahayaan darurat dan ruang
pengendali operasi.

Gambar 2.5. Beberapa contoh sistem proteksi aktif pada bangunan gedung

MODUL AJAR SPPK 6


MODUL 2. APAR

E. Pengawasan dan Pengendalian

Mengatur tentang pengawasan dan pengendalian mulai dari tahap perencanaan,


pelaksanaan, pemanfaatan/pemeliharaan.

Pada bab ini akan dibahas mengenai detail tentang APAR sebagai salah satu sistem
proteksi aktif dalam banguna bertingkat.

2.2.2. Bahan-Bahan Pemadam kebakaran


Bahan-bahan pemadam kebakaran yang paling umum adalah:
1). Air
2). Zat kimia kering (dry chemical)
3). Karbon Dioksida
4). Bahan-bahan berhalogen
5). Bahan-bahan pembusa (foam)
6). Bubuk kering (dry powder)

Setiap bahan tersebut memiliki ciri khas yang membuatnya lebih atau kurang sesuai
untuk situasi kebakaran atau bahan bakar tertentu. Pada beberapa kasus, satu bahan
sama baiknya dengan yang lain sehingga pilihan dapat bersifat subjektif. Untuk
memadamkan kebakaran, yang harus dilakukan adalah menghilangkan salah satu
elemen dari segitiga api. Metode untuk memadamkan api dapat dilakukan dengan
cara menghilangkan panas, menghilangkan oksigen, menghilangkan bahan bakar,
memutus reaksi rantai, atau kombinasi dari keseluruhannya.

A. Air
Pada intinya, air memadamkan api dengan menyerap panas dari bahan bakar dan
pendinginkannya. Ketika air mengenai permukaan panas atau atmosfir yang panas,
air akan menyerap panas tersebut. Perpindahan panas terjadi dari suhu yang lebih
tinggi ke yang lebih rendah. Oleh karena itu, suhu air meningkat dan secara
bersamaan suhu permukaan atau atmosfir yang panas menjadi turun.
Dalam kebakaran, air biasanya mengambil banyak panas dari bahan bakar sehingga
bahan bakar berhenti menguap dan menghentikan proses pembakaran. Ketika air
dipanaskan cukup tinggi, air akan berubah menjadi uap. Ketika hal tersebut terjadi,
uap memaksa udara keluar dari sekitar api yang berarti oksigen di sekitar api pun
berkurang, sekaligus menjadi pendingin untuk membantu pemadaman api.
Air seringkali diasosiasikan dengan kebakaran kelas A, namun air dapat digunakan
secara efektif pada banyak kebakaran kelas B untuk mendinginkan cairan yang dapat
terbakar hingga dibawah titik nyalanya. Efektivitas dari suatu bahan pemadam
ditentukan oleh cara pengaplikasiannya.
Air secara umum tidak dipertimbangkan untuk menangani kebakaran kelas C karena
air mengonduksikan listrik. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa orang-orang tidak

MODUL AJAR SPPK 7


MODUL 2. APAR

memiliki pengetahuan dan kemampuan yang yang dibutuhkan. Padahal, air dapat
juga digunakan untuk memadamkan kebakaran kelas C dengan teknik khusus dengan
syarat:
1. Aliran air ini dipecah sedemikian rupa sehingga meniadakan konduktivitas
elektriknya.
2. Drainase yang memadai disediakan sehingga muatan listrik yang terbawa tidak
membahayakan orang.
Berbagai jenis zat tambahan telah dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas
dari air sebagai bahan pemadam dalam aplikasi tertentu. Zat tambahan tersebut
dalam bentuk:
1. Bahan pembasah – ketika dicampurkan dengan air secara benar akan
mengurangi tegangan permukaan dari air itu sendiri dan akan membuat
larutan itu dengan mudah masuk ke bahan bakar padat.
2. Bahan penebal – ketika dicampurkan dengan air akan membentuk larutan
yang melekat pada permukaan. Bahan ini secara khusus sangat berguna untuk
memadamkan kebakaran hutan.
3. Bahan pendingin – ketika dicampurkan dengan air akan membentuk larutan
yang akan meningkatkan karakteristik pendinginan.
4. Bahan pembusa – ketika dicampurkan dengan air akan membentuk larutan
berbusa yang memiliki specific gravity yang rendah yang akan menyebabkan
bahan tersebut akan berada diatas cairan yang dapat terbakar. Bahan ini
merupakan yang paling banyak digunakan.

B. Zat kimia kering (dry chemical)


Zat kimia kering tak lebih hanyalah campuran bubuk-bubuk kimia yang menyerang
proses reaksi rantai dari proses pembakaran yang menyebabkan proses tersebut
terputus. Ada beberapa jenis zat kimia kering untuk memadamkan kebakaran, yang
dikategorikan sebagai BC untuk kebakaran kelas B dan C, serta kategori ABC untuk
kebakaran kelas A, B, dan C.
Bahan kimia kering awalnya dikembangkan untuk pemadaman kebakaran kelas B.
Campurannya pada intinya adalah Sodium Bikarbonat yang dicampur dengan bahan-
bahan lain untuk meningkatkan karakteristik penyimpanan dan alirannya. Saat ini
bahan tersebut dikenal sebagai zat kimia kering umum.
Selain zat kimia kering umum,terdapat juga zat kimia berbasis Kalium Bikarbonat
atau yang dikenal dengan Purple K yang dikembangan oleh Angkatan Laut Amerika
pada tahun 1950-an. Bahan ini sekitar 2,5 kali lipat lebih efektif dibandingkan zat
kimia kering umum. Selanjutnya zat kimia kering Kalium Bikarbonat yang berbasis
urea dan dikenal sebagai Monex, dikembangkan pada akhir 1960-an. Zat kimia
kering ini jauh lebih efektif dari zat kimia kering berbasis Kalium Bikarbonat. Hal ini
disebabkan karena setiap partikel dari bubuk terpecah menjadi banyak partikel yang
lebih kecil ketika kontak dengan jilatan api.

MODUL AJAR SPPK 8


MODUL 2. APAR

Sementara itu, zat kimia kering kategori BC ditujukan untuk digunakan pada
kebakaran cairan yang dapat terbakar dan kebakaran yang melibatkan peralatan
listrik. Zat kimia kering kategori ini dapat digunakan pada kebakaran kelas A jika
bahan pemadam lainnya tidak ada. Namun, api dapat muncul kembali karena zat
kering ini tidak memiliki kemampuan untuk mendinginkan.
Pada tahun 1950-an zat kimia kering berbasis Monoamonium Fosfat diperkenalkan
di Amerika. Zat multifungsi ini ditujukan untuk menangani kebakaran kelas A, B,
dan C.
Zat kimia kering kategori ABC mirip dengan zat kimia kering kategori BC dalam
memadamkan kebakaran dengan memutus reaksi rantai kimiawi. Pada zat kimia
kategori ABC terdapat zat yang ketika digunakan pada kebakaran kelas A, akan
melapisi bahan yang terbakar dengan residu yang mirip plastik yang nantinya akan
memutus suplai oksigen ke api. Namun, jika lapisan tersebut rusak dan udara
mencapai bahan bakar sebelum temperaturnya turun hingga dibawah titik uapnya, api
dapat timbul lagi.
Dalam berapa hal, zat kimia kering bersifat korosif. Oleh karena itu, zat tersebut
tidak cocok untuk perlindungan peralatan listrik yang mahal dan rentan.
Ide dibelakang pemadaman dengan bahan kimia kering adalah membungkus bahan
bakar dengan padatan “inert” mirip dengan penggunaan pasir. Sebagai contoh bubuk
yang sangat halus dari Sodium Bikarbonat (NaHCO3, baking soda) atau
monoamonium fosfat ((NH4)H2PO4). Membungkusbahan bakar sehingga
memperlemah atau memadamkan kobaran api karena terhalangnya kontak dengan
bahan bakar tersebut.

C. Karbon Dioksida
Karbon Dioksida (CO2) adalah gas inert yang disimpan dalam bentuk cairan di
tabung atau tangki yang didinginkan. Ketika dilepaskan ke atmosfir, karbon dioksida
akan menguap dan kembali ke fasa gas. Sebagai gas, karbon dioksida lebih berat
dibandingkan udara, dan kecepatan penguapannnya cukup untuk membuatnya efektif
memadamkan api melalui pengurangan kadar oksigen dengan pengenceran hingga ke
suatu titik oksigen tak lagi mampu mendukung pembakaran.
Meskipun cairan CO2 mempunyai temperatur yang rendah (-110oF), cairan ini
bukanlah bahan pendingin yang efektif. Faktanya, kapasitas pendinginan karbon
dioksida hanya 10% dari kapasitas pendinginan air. Selain itu, CO2 juga tidak
membasahi bahan bakar yang terbakar. Karbon dioksida hanya efektif selama
dilakukan pada ruangan tertutup untuk mempertahankan kondisi pemadaman. Untuk
pemadaman yang sempurna, pengenceran kadar oksigen harus berlangsung cukup
lama agar seluruh bahan bakar mendingin hingga ke titik yang tak akan menguap.
Karbon dioksida pada umumnya digunakan untuk perlindungan ruang komputer,
ruang pengendalian elektrik atau peralatan listrik. Untuk memadamkan api dengan
cepat dan efektif, konsentrasi karbon dioksida di ruang yang tertutup dibuat tinggi.

MODUL AJAR SPPK 9


MODUL 2. APAR

Tingkat konsentrasi tersebut dapat menyebabkan penipisan oksigen di ruangan yang


tentunya membahayakan keselamatan manusia.

D. Bahan-bahan berhalogen
Bahan berhalogen atau halon merupakan kelompok cairan yang mudah menguap dan
terbuat dari sejumlah tertentu Karbon, Fluorin, Bromine dan Iodine. Bahan ini tetap
sebagai cairan di tempat tertutup, namun menguap secara cepat ketika terekspos ke
pembakaran yang menyebabkan reaksi rantai terputus.
Halon sangat efektif untuk pemadaman kebakaran dengan cepat. Bahan ini juga tidak
menyebabkan korosi dan sangat efektif pada konsentrasi rendah.
Halon aman untuk peralatan dan manusia. Namun, penelitian menemukan bahwa
bahan ini menyebabkan penipisan lapisan ozon. Saat ini halon tidak digunakan lagi,
tetapi penggantinya yang sama efektif dengan halon namun lebih aman terhadap
lingkungan, masih dalam pengembangan.

E. Bahan-bahan pembusa (foam)


Foam / Busa pemadam kebakaran tak lebih dari campuran air dan zat kimia lain,
yang ketika dicampurkan menghasilkan kumpulan gelembung yang berisi udara atau
gas dan memiliki specific gravity yang lebih kecil dibandingkan dengan cairan yang
dapat terbakar. Zat ini membuat campuran terserbut mengapung di cairan yang dapat
terbakar dan meningkatkan kemampuan air untuk mengendalikan kebakaran untuk
jenis ini.
Busa memadamkan api dengan cara:
1) Mencekik api, mencegah udara dan uap yang dapat terbakar untuk bercampur.
2) Mengurangi uap yang dapat terbakar pada permukaan bahan bakar.
3) Memisahkan jilatan api dari permukaan bahan bakar.
4) Mendinginkan permukaan bahan bakar atau api dan benda yang berdekatan.
5) Menyelimuti bahan bakar untuk menutup kontak dengan udara.

Konsentrasi surfaktan (bubuk pembuat busa) kurang dari 1%. Komponen lainnya.
Pembentuk busa adalah larutan organik seperti trimethyl-trimethylene glycol dan
hexylene glycol, foam stabilizers seperti lauryl alcohol, dan bahan penghambat
korosi (corrosion inhibitor). Dari daya pengembangan busanya, busa terbagi atas:

1 Daya mengembang rendah (low expansion foam)


Low expansion foam mempunyai daya mengembang kurang dari 20 kalinya.
Busa dengan daya mengembang rendah seperti AFFF (Aqueous Film
Forming Foam) yakni busa pembentuk lapisan film berbasis air mempunyai
viskositas yang rendah, bersifat mobile (dengan mudah menyebar atau
memiliki daya sebar yang baik) yang menjadikannya mampu untuk menutupi
permukaan yang luas secara cepat. AFFF seringkali juga mengandung
surfaktan berbasis hidrokarbon seperti sodium alkyl sulfat dan

MODUL AJAR SPPK 10


MODUL 2. APAR

fluorosurfactant seperti fluorotelomers, perfluorooctanoic acid (PFOA), atau


perfluorooctanesulfonic acid (PFOS).
2 Daya mengembang menengah (medium expansion foam)
Medium expansion foam, mempunyai daya mengembang antara 20-200 kali.
3 Daya mengembang tinggi (high expansion foam)
High expansion foam mempunyai daya mengembang di atas 200 kali. Busa
ini cocok untuk ruang tertutup / terbatas seperti hanggar ketika dibutuhkan
pengisian ruang dengan busa dengan cepat.

Gambar 2.6. Mekanisme pemadaman oleh busa


Pada pemadaman kebakaran yang melibatkan cairan dapat terbakar, busa juga
memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai penekan uap yang ketika bekerja pada
permukaan tumpahan dapat mencegah pelepasan uap. Oleh karena itu, pemadam
kebakaran busa dapat digunakan dengan efektif untuk mencegah pengapian.
Pemadam kebakaran busa, dalam berbagai bentuk, telah ada sejak pertama kali bahan
berbusa dipatenkan di Inggris tahun 1870-an. Penggunaan busa meningkat secara
cepat seiring dengan perkembangan teknologi, terutama di industri perminyakan dan
turunannya. Sama halnya dengan penemuan kendaraan yang secara signifikan
meningkatkan permintaan akan bensin.
Pemadam kebakaran busa berdasarkan pembentukan busanya dapat dibagi menjadi
dua kategori:
Busa kimia – Ini adalah jenis pertama dari busa pemadam kebakaran. Busa ini
diproduksi dalam bentuk bubuk kimiawi yang kemudian dicampur dengan air untuk
menjadi busa. Busa ini memperoleh namanya dari cara pembuatannya. Ketika larutan
ini bersentuhan, sebuah reaksi kimia terjadi, menghasilkan Karbon Dioksida (CO2).
Kemudian, terbentuk gelembung berisi CO2 dalam jumlah yang sangat banyak
sehingga tekanan di dalam kontainer (tempat larutan dicampur) meningkat dan
membuat busa kimiawi mengalir melalui perangkat pelepasan. Busa kimiawi pada
dasarnya terdiri dari dua jenis:
1). Busa untuk penggunaan pada cairan yang dapat terbakar jenis hidrokarbon.
2). Busa untuk penggunaan pada cairan yang dapat terbakar jenis alkohol atau
larutan polar.
Karena batasan penggunaannya, busa pemadam kebakaran jenis ini sangat jarang
digunakan saat ini.

MODUL AJAR SPPK 11


MODUL 2. APAR

Gambar 2.7. Sistem proteksi bahaya kebakaran dengan busa pada tangki pengolahan

Busa mekanis – Pengenalan busa mekanis membuat produksi sejumlah besar busa
pada laju aplikasi yang tinggi. Pengembangan busa mekanis disebabkan oleh
tingginya permintaan untuk menghentikan kebakaran secara manual untuk fasilitas
angkatan udara. Busa mekanis membuat gelembung berisi udara yang dihasilkan dari
cara mekanis, biasanya agitasi atau turbulensi, untuk mencapai hasil dasar yang sama
dengan busa kimia. Karena pembentuk busa mekanis berada dalam bentuk cairan, hal
itu membuat operasi dan peralatan jauh lebih handal dibandingkan busa kimia. Tiga
komponen (air, konsentrat busa, dan udara) dibutuhkan untuk menghasilkan busa
pemadam kebakaran. Saat ini terdapat berbagai jenis busa mekanis:
a) Busa protein – konsentrat busa mekanis pertama yang dikembangkan. Busa
ini terbuat dari protein alami yang tidak larut dalam hidrokarbon.
Penggunaannya harus dengan perlahan jika tidak busa akan berada di bawah
permukaan cairan dan menyebabkan gelembung dilapisi permukaan bahan
bakar yang dapat menghancurkan gelembung. Busa ini juga tidak efektif
untuk larutan polar karena dapat larut dengannya.
b) Busa fluoroprotein – pengembangan busa protein dengan penambahan
larutan yang berfluorin. Busa ini ditujukan untuk penggunaan pada bahan
bakar hidrokarbon, memberikan kemampuan untuk membuka lapisan bahan
bakar ketika tercelup. Hal ini membuat busa dapat masuk ke tangki
penyimpanan melalui injeksi di bawah permukaan.
c) Busa alkohol – busa protein tidak efektif untuk larutan polar karena larutan
polar dapat bercampur dengan air dan busa pada dasarnya tidak larut dalam
bahan bakar. Oleh karena itu, konsentrat busa tahan alkohol dikembangkan.
Busa jenis ini harus diaplikasikan dengan penuh kehati-hatian dan jenis serta
susunan peralatan aplikasi busa sangatlah penting.
d) Busa sintetik – busa ini dibuat dari sintesis kimiawi. Dua jenis utama busa
sintetik adalah busa berbasis deterjen dan busa yang membentuk film (lapisan
tipis).

MODUL AJAR SPPK 12


MODUL 2. APAR

e) Busa deterjen – terbuat dari senyawa yang biasa digunakan untuk membuat
deterjen komersial. Jenis busa ini yang paling sering digunakan untuk
mengendalikan kebakaran kelas A.
f) Busa yang membentuk film – diformulasi secara sintetis untuk membuat air
membentuk lapisan tipis (film) yang mengapung di atas permukaan bahan
bakar tanpa memerlukan selimut kohesif dari gelembung busa. Konsentrat ini
menggunakan surfaktan Fluorocarbon yang mengubah sifat dari air dan
konsentrat dan biasanya disebut sebagai busa pembentuk film permukaan
atau busa pembentuk film air (bahan AFFF). Jenis busa ini dikembangkan
lebih jauh untuk memiliki karakteristik busa pembentuk film air dan busa
Fluoroprotein sehingga busa itu dapat digunakan pada hidrokarbon maupun
larutan polar. Namun, diperlukan kehati-hatian dalam penggunaan busa ini
pada kebakaran akibat larutan polar karena metode aplikasinya sangat kritis.

Tabel 2.3. Lembar Fakta Busa

MODUL AJAR SPPK 13


MODUL 2. APAR

Lanjutan tabel 2.3

MODUL AJAR SPPK 14


MODUL 2. APAR

Karakteristik penting lainnya dari busa pemadam kebakaran adalah rasio ekspansi.
Larutan busa terdiri dari persentase konsentrat busa dalam air, serta diperlukan
penambahan udara untuk membentuk busa. Rasio volum busa yang sudah jadi
terhadap volum awal larutan busa disebut rasio ekspansi. Busa dipisahkan menjadi
tiga klasifikasi berdasarkan rasio ekspansi:
o Rasio ekspansi rendah = di bawah 20:1
o Rasio ekspansi menengah = antara 20:1 dan 200:1
o Rasio ekspansi tinggi = antara 200:1 dan 1.000:1

F. Bubuk kering (dry powder)


Bubuk kering (dry powder / DP) adalah nama yang diberikan kepada bahan yang
ditujukan untuk penggunaan pada kebakaran kelas D (yang melibatkan logam yang
dapat terbakar, seperti Magnesium, Sodium dan Titanium).
Beberapa DP yang tersedia secara komersial terdiri dari senyawa yang
diformulasikan khusus, sisanya adalah pasir kering atau grafit yang dijadikan bubuk.
Pemilihan DP yang tepat adalah berdasarkan jenis logam tertentu yang terlibat
dalam kebakaran. Karakteristik yang paling penting adalah bahwa bahan ini harus
kering dan sesuai dengan logam tersebut. Mekanisme pemadamannya adalah dengan
cara mengisolasi sisa bagian logam yang belum terbakar. Ketika DP digunakan pada
kebakaran logam, bubuknya akan membentuk lapisan seperti kerak disekitar logam
yang terbakar untuk mengisolasinya dan menjaga logam yang berdekatan agar tidak
ikut terbakar, sementara api lama kelamaan akan padam dengan sendirinya.

G. Bahan Kombinasi
Meskipun pada dasarnya bahan pemadam kebakaran digunakan secara individual,
namun jika diperlukan berbagai bahan pemadam dapat pula digunakan secara
kombinasi seperti misalnya menggunakan zat kimia kering dan busa, baik secara
individual, simultan, atau berurutan.
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh militer beberapa tahun yang lalu, ketika
CO2 dan busa digunakan pada pemadaman kebakaran kecelakaan pesawat. Untuk
pemadaman yang cepat terhadap kebakaran akibat cairan yang dapat terbakar, CO2
diaplikasikan oleh truk yang dirancang khusus. Busa protein dari truk tipe lain
digunakan untuk menutup cairan yang dapat terbakar yang terekspos untuk
menghentikan uap dan mencegah api menyala kembali.
Kombinasi lain yang dikembangkan adalah zat kimia kering dan busa pembentuk
film air (bahan AFFF) dialirkan melalui dua mulut selang yang berasal dari satu
kendaraan. Zat kimia kering digunakan yang pertama untuk menghentikan api secara
cepat dan kemudian diikuti dengan segera oleh penggunaan bahan AFFF yang secara
cepat mengalir di permukaan cairan untuk mencegah timbulnya uap dan mencegah
api menyala kembali.

MODUL AJAR SPPK 15


MODUL 2. APAR

2.2.3. Standar Uji Penilaian Kemampuan Alat Pemadam Api Ringan

Uji coba kebakaran menunjukkan bahwa sejak api berkembang dari pengapian
hingga menjadi api yang menyala-nyala hanya membutuhkan waktu dua menit.
Namun, perlu diingat bahwa APAR bukanlah pengganti yang tepat dari perlindungan
otomatis yang dirancang sesuai dengan potensi kebakarannya.
Alat pemadam kebakaran telah digunakan dalam berbagai bentuk sejak akhir tahun
1800-an. Alat ini tersedia dalam berbagai ukuran dan desain serta tersedia dalam
berbagai kelas kebakaran. Isi dari alat ini adalah bahan pemadam kebakaran yang
telah disetujui dan telah dirancang untuk memadamkan kebakaran sampai pada batas
tertentu. Faktor penting dari alat pemadam kebakaran adalah tipe / desain,
perawatan, inspeksi serta distribusinya. Mekanisme pemadaman dengan APAR mirip
dengan mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya.
Tingkatan alat pemadam kebakaran digunakan untuk kelas A dan kelas B dan
berdasarkan tes fisik yang dapat dilakukan berulang kali dan dilakukan oleh pihak
resmi yang telah ditunjuk oleh pemerintah setempat. Tes ini membantu menentukan
potensi pemadam untuk setiap ukuran dan jenis alat pemadam kebakaran. Tingkatan
yang ada dari 1-A hingga 40-A untuk alat pemadam kebakaran kelas A dan dari 1-B
hingga 80-B untuk alat pemadam kebakaran kelas B. Tabel 2.4. dan tabel 2.7.
memberikan syarat tingkatan alat pemadam kebakaran kelas A dan kelas B. Alat
pemadam kebakaran kelas C tidak memiliki tingkatan numerik karena
diklasifikasikan berdasarkan sifat kondutif elektriknya. Alat pemadam kebakaran
kelas D juga tidak memiliki tingkatan numerik karena jumlah dan jenis bahan
pemadam bervariasi bergantung pada logam yang dapat terbakar yang terlibat.
Jenis dari alat pemadam kebakaran berdasarkan bahan pemadam yang digunakan dan
mekanisme pelepasannya. Lihat gambar 2.8. yang menunjukkan berbagai jenis alat
pemadam kebakaran. Tabel 2.8. memberikan ukuran yang tersedia untuk alat
pemadam kebakaran.
Beban tingkatan bahaya dalam NFPA diklasifikasikan sebagai berikut :
Tingkat Bahaya Rendah (Low Hazard) dimana hanya sedikit bahan bakar
yang dapat terbakar dalam Klas A, seperti kantor, ruang Klas, ruang pertemuan,
ruang tamu hotel dll.
Tingkat Bahaya Sedang (Ordinary Hazard) dimana jumlah bahan bakar
yang dapat terbakar dalam Klas A dan Klas B lebih banyak dibandingkan
Tingkat bahaya rendah seperti pada penyimpanan barang-barang dagangan,
ruang pamer mobil, gudang dll.
Tingkat Bahaya Tinggi (High Hazard) dimana jumlah bahan bakar yang
dapat terbakar dalam Klas A dan Klas B lebih banyak dibandingkan tingkat
bahaya sedang seperti pada bengkel, dapur, toko mebel, gudang penimbunan,
pabrik dll.

MODUL AJAR SPPK 16


MODUL 2. APAR

Tabel 2.4. Alat Pemadam Kebakaran Kelas A


Area yang harus dilindungi per Alat Pemadam
Tingkatan Jarak Beban Beban Beban
minimum Maksimum Bahaya Bahaya Biasa Bahaya Berat
dasar dari ke Alat Ringan Ordinary Extra Hazard
Alat Pemadam Light Hazard Hazard Occupancy
Pemadam Occupancy Occupancy

ft ft2 ft2 ft2


1-A 75 - - -
2-A 75 6000 3000 -
3-A 75 9000 4500 -
4-A 75 11250 6000 4000
6-A 75 11250 9000 6000
10-A 75 11250 11250 10000
20-A 75 11250 11250 11250
30-A 75 11250 11250 11250
40-A 75 11250 11250 11250
Untuk satuan SI, 1 ft2 = 0,0929 m2
Catatan 11250 ft2 dipertimbangkan sebagi batas praktis
adalah batas praktis area yang dapat dilindungi oleh alat pemadam kebakaran yang ditempatkan
pada jarak 23 m dengan 75 ft (23 m) dari alat pemadam kebakaran dalam lingkaran.
Sumber : NFPA 10 edisi 2013

Tabel 2.5. Alat Pemadam Kebakaran Kelas A dan penempatannya


Tingkat Bahaya
Beban Bahaya
Beban Bahaya Biasa Beban Bahaya Berat
Ringan
Kriteria Ordinary Hazard Extra Hazard
Light Hazard
Occupancy Occupancy
Occupancy
US SI US SI US SI
Daya padam
minimum 2-A 2-A 4-A
APAR tunggal
Luas lantai
maksimum per 3000 ft2 278 m2 1500 ft2 193 m2 1000 ft2 93 m2
unit A
Luas lantai
maksimum 11250 ft2 100 m2 11250 ft2 100 m2 11250 ft2 100 m2
untuk APAR
Jarak tempuh
maksimum ke 75 ft 23 m 75 ft 23 m 75 ft 23 m
APAR
(sumber: NFPA10, Tahun 2013, Tabel 6.2.1.1)

MODUL AJAR SPPK 17


MODUL 2. APAR

Tabel 2.6. Jumlah Alat Pemadam Kebakaran Kelas A


Light Hazard Ordinary Hazard Extra Hazard
Area 10-A 20-A
(ft2) 2-A 3-A 4-A 2-A 3-A 4-A 6-A and 4-A 6-A 10-A and
up up
6000 9000 11.250 3000 4500 6000 9000 11.250 4000 6000 10.000 11.250
10.000 2 2 1 4 3 2 2 1 3 2 1 1
20.000 4 3 2 7 5 4 3 2 5 4 2 2
30.000 5 4 3 10 7 5 4 3 8 5 3 3
40.000 7 5 4 14 9 7 5 4 10 7 4 4
50.000 9 6 5 17 12 9 6 5 13 9 5 5
60.000 10 7 6 20 14 10 7 6 15 10 6 6
70.000 12 8 7 24 16 12 8 7 18 12 7 7
80.000 14 9 8 27 18 14 9 8 20 14 8 8
90.000 15 10 8 30 20 15 10 8 23 15 9 8
100.000 17 12 9 34 23 17 12 9 25 17 10 9
(sumber: NFPA 10, Tahun 2013, Tabel E.3.6)

Tabel 2.7. Alat Pemadam Kebakaran Kelas B, untuk Kebakaran Cairan Yang Dapat Terbakar pada
Kedalaman Kurang dari ¼ inch.
Tingkatan Dasar Jarak Maksimum
Jenis Bahaya
Minimum dari
Kebakaran ft m
Alat Pemadam
5-B 30 9
Ringan
10-B 50 15
10-B 30 9
Biasa
20-B 50 15
40-B 30 9
Berat (Ekstra)
80-B 50 15
(sumber: NFPA10, Tahun 2013, Tabel 6.3.1.1)
Catatan: untuk bahaya cairan yang dapat terbakar lebih dalam dari ¼ inch (6 mm),
alat pemadam kebakaran kelas B perlu disediakan pada basis salah satu unit numerik
dari pemadam kelas B potensial per ft2 dari permukaan cairan tersebut dari bahaya
tangki terbesar di suatu area.

MODUL AJAR SPPK 18


MODUL 2. APAR

Tabel 2.8. Ukuran yang Tersedia untuk Alat Pemadam Kebakaran

a. APAR dengan air bertekanan

Alat pemadam kebakaran ini berisi air dengan zat tambahan dan udara bertekanan
untuk meningkatkan kemampuannya. Air dan zat tersebut disimpan dalam tekanan
dan gas pelepasnya adalah udara. Sebuah alat pengukur tekanan (gauge)
dihubungkan di atas alat ini untuk mempermudah inspeksi dari operasional alat
pemadam. Sebuah tuas dihubungkan dengan katup di atas alat pemadam. Dengan
mengoperasikan pegangan dan tuas secara bersamaan, katup akan terbuka dan air
akan keluar. Nozzle dan pipa fleksibel memungkinkan pengguna untuk mengarahkan
aliran air pada sumber kebakaran.

MODUL AJAR SPPK 19


MODUL 2. APAR

Versi lain dari jenis alat pemadam ini adalah tangki berpompa. Konstruksinya mirip
dengan alat pemadam bertekanan, namun mekanisme pelepasannya dengan pompa
yang dioperasikan dengan tangan. Tabung APAR dengan air bertekanan biasanya
diwarnai perak dengan ukuran ketinggian 2 feet dan berat 25 lb ketika penuh.
Biasanya ditandakan dengan APW “Air Pressurized Water”, dilengkapi dengan
ujung yang melebar (“large squirt guns”)

Gambar 2.8. APAR Air Bertekanan

b. APAR dengan karbon dioksida

Alat pemadam ini disetujui untuk digunakan pada kebakaran kelas B dan kelas C.
Bahan pemadam tersimpan dalam tekanan tinggi sehingga dapat keluar dengan
sendirinya pada temperatur operasi normal. Pemasangan katup dilakukan pada leher
tabung. Sebuah tuas pengeluaran diatas katup digunakan untuk mengendalikan
keluaran dari tabung. Dengan menekan tuas dan memegang pegangan secara
bersamaan, CO2 cair keluar dari tabung melalui lubang kecil pada nozzle
pengeluaran. Susunan ini untuk mencegah tercipratnya CO2 cair sehingga dapat
meminimalisasi turbulensi dan masuknya udara.

Gambar 2.9. APAR CO2

MODUL AJAR SPPK 20


MODUL 2. APAR

c. APAR dengan zat kimia kering

Alat pemadam bubuk kimia kering tersedia dalam tipe tabung bertekanan dan yang
menggunakan cartridge nitrogen.
• APAR bubuk kimia kering bertekanan.
Jenis APAR bubuk kimia kering yang tersimpan dalam keadaan bertekanan
menyimpan bahan pemadam bubuk kimia dan gas pelepas bertekanan (udara kering,
karbon dioksida, atau nitrogen) dalam ruang penyimpan (shell) yang sama. Gas
pelepas bertekanan tersebut dipakai sebagai pendorong bubuk kimia kering
didalamnya ketika tuas yang berada di atas tabung diaktifkan. Tuas pengaktif
tersebut berhubungan dengan katup keluaran sehingga bubuk kimia kering dapat
keluar terdorong oleh tekanan gas pelepas tersebut. Sebuah cincin pin tarik dipasang
pada tuas keluaran untuk mencegah pelepasan secara tak sengaja selama
penyimpanan dan transportasi.
Sebuah alat pengukur tekanan dihubungkan dengan ruang penyimpan tadi untuk
menunjukkan tekanan di dalam unit tersebut. Unit ini dioperasikan dengan
melepaskan pin dan menekan tuas keluaran dan pegangan. Diperlukan kehati-hatian
dalam membawa unit pada posisi vertical untuk mencegah lepasnya udara tekan atau
nitrogen.

Gambar 2.10. APAR Bubuk Kimia Kering Bertekanan

• APAR bubuk kimia kering dengan cartridge.


Jenis APAR bubuk kimia kering dengan cartridge ini menyimpan bahan pemadam
bubuk kimia kering di ruang penyimpan (shell) dalam kondisi tidak bertekanan dan
gas pelepas bertekanan (biasanya CO2 atau N2) di cartridge terpisah. Cartridge untuk
APAR bubuk kimia kering ini tersedia dalam ukuran kecil yang dapat langsung
dibuang setelah pemakaian. Di atas Cartridge ini terdapat tuas penusuk membuat
gas pelepas dari cartridge masuk ke shell dan memberi tekanan di dalamnya.
Pelepasan bahan pemadam dikendalikan melalui penekanan tuas operasi dari mulut
selang pengeluaran.

MODUL AJAR SPPK 21


MODUL 2. APAR

Gambar 2.11. APAR Bubuk Kimia Kering dengan Catridge

d. Alat pemadam kebakaran dengan halon

Unit ini disetujui untuk kebakaran kelas B dan kelas C. Kemiripan unit ini dengan
alat pemadam kebakaran tipe karbon dioksida adalah bahan pemadam disimpan
dalam tekanan tinggi, sehingga pelepasannya terjadi ketika terbuka kontak dengan
atmosfir melalui penekanan pada tuas operasi. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya, alat pemadam ini digantikan dengan bahan pemadam yang lebih ramah
terhadap lingkungan.

Gambar 2.13. APAR Halon

MODUL AJAR SPPK 22


MODUL 2. APAR

e. Alat pemadam kebakaran dengan busa

Alat pemadam kebakaran ini biasanya digunakan ketika kebakaran atau tumpahan
cairan yang dapat terbakar dapat diperkirakan. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya, bahan pemadam jenis busa yang paling efektif adalah AFFF. Unit ini
memiliki shell yang berisi larutan (yang belum mencampur sepenuhnya) yang
ditekan dengan udara. Jenis alat pemadam ini juga dilengkapi dengan pegangan, tuas
operasi, dan tabung penyedot yang sama. Selain itu, terdapat selang dan nozzle yang
dirancang khusus yang memungkinkan udara masuk ke larutan busa melalui celah
khusus sehingga proses agitasi yang terjadi menghasilkan busa yang siap digunakan.
Bentuk-bentuknya ada yang menggunakan selang dan tidak serta ada yang
menggunakan bahan stainless steel untuk beberapa jenis dari AFFF.

Gambar 2.14. APAR Busa

MODUL AJAR SPPK 23


MODUL 2. APAR

Tabel 2.9. Jenis APAR, Kelas dan Fungsinya


Kelas Kebakaran Jenis Material yang Jenis Alat Pemadam Api
terlibat yang tepat
Kelas A
Material biasa yang dapat Alat pemadam Jenis A
terbakar seperti kayu, § Alat pemadam yang
kertas, kain, karet dan menggunakan air.
berbagai plastik. § Alat pemadam yang
penggunakan busa.
§ Bahan kimia kering
(ABC).
Kelas B
Cairan yang tidak dapat Alat pemadam Jenis B
bercampur dengan air, § Bahan kimia kering (BC
seperti pelarut, gemuk, ter, atau ABC).
minyak dan bahan bakar § Alat pemadam yang
yang dapat menyala dan menggunakan karbon
dapat terbakar. dioksida.
§ Alat pemadam yang
menggunakan busa.
§ Alat pemadam yang
menggunakan Air +
Aditif.
Kelas B
Gas dan cairan yang dapat Alat pemadam yang
menyala bertekanan menggunakan bahan kimia
(misalnya hidrogen, kering (BC atau ABC)
asetilena, propana

Kelas C
Material Kelas A atau B Alat pemadam Jenis C
yang terlibat dengan § Bahan kimia kering (BC
peralatan listrik atau ABC)
bertegangan. § Alat pemadam jenis
bahan halon tertentu

MODUL AJAR SPPK 24


MODUL 2. APAR

Kelas D
Logam seperti aluminium, Alat pemadam Jenis D
litium, magnesium, § Serbuk kering (D)
titanium, natrium,
zirkonium dan kalium.

Kelas F/K
Media untuk memasak Alat pemadam Jenis K
yang dapat terbakar § Bahan kimia kering K)
(minyak dan lemak § Bahan kimia basah
hewani dan nabati). (F/K)

Sumber : Panduan Kesehatan dan Keselamatan, Adidas Group, diakses tanggal 16 Februari 2016.

2.2.4. Pemeriksaan, Pemeliharaan dan Pengisian Ulang APAR

Pemeliharaan, perawatan dan pengisian ulang harus dilakukan oleh petugas yang
terlatih, mempunyai manual perawatan menyeluruh, alat perkakas dari jenis yang
cocok, bahan isi ulang, pelumas, dan rekomendasi manufaktur untuk penggantian
bagian –bagian atau bagian yang khusus terdaftar untuk digunakan dalam APAR.
Label yang menunjukkan penggunaan APAR atau klasifikasi atau keduanya
diizinkan untuk ditempatkan pada bagian depan APAR.

Inspeksi
APAR harus diinspeksi sejak awal ditempatkan dan difungsikan, selanjutnya pada
setiap interval waktu kira-kira 30 hari. APAR harus diinspeksi secara manual atau
dimonitor secara elektronik, pada interval waktu yang lebih jika keadaan
membutuhkan. Sekurang-kurangnya sebulan sekali pemeriksaan dilakukan dan
tanggal, nama petugas yang melakukan pemerikaan harus tercatat.

MODUL AJAR SPPK 25


MODUL 2. APAR

Pemeliharaan
Terhadap APAR harus dilakukan pemeliharaan pada jangka waktu tidak lebih dari 1
tahun, pada waktu pengujian hidrostatik, atau jika secara khusus ditunjukkan melalui
inspeksi atau pemberitahuan elektronik.

Pengisian Ulang
Semua APAR yang dapat diisi ulang harus diisi ulang setelah setiap penggunaan atau
sebagaimana yang ditunjukkan saat inspeksi atau ketika dilakukan pemeliharaan.

Pengujian Hidrostatik
Apabila silinder atau kerangka (shell) APAR mempunyai satu atau lebih kondisi
berikut, maka tidak harus dilakukan pengujian hidrostatik, tetapi harus dibuang atau
dihancurkan oleh pemilik atau atas pengarahan pemilik:
(1) Apabila terdapat bekas perbaikan dengan solder, pengelasan, patri, atau
menggunakan bahan tambalan.
(2) Apabila ulir silinder aus, berkarat, patah, retak atau cacat.
(3) Apabila terdapat korosi yang dapat menyebabkan lubang, termasuk lubang di
bawah plat nama atau rakitan sabuk nama.
(4) Apabila APAR terbakar pada suatu kejadian kebakaran.
(5) Apabila APAR jenis kalsium khlorida telah digunakan dalam APAR dari baja
tahan karat
(6) Apabila tabung (shell) dari tembaga atau perunggu konstruksi sambungannya
dengan solder lunak atau paku keling.
(7) Apabila kedalaman penyok melebihi 1/10 dari dimensi terbesar dari
kepenyokan jika tidak di las, atau melebihi 0,6 cm jika penyok termasuk las.
(8) Apabila terjadi korosi setempat atau secara umum, sehingga potongan,
cungkilan, atau bagian yang dibuang telah mengikis lebih dari 10 persen tebal
minimum dinding silinder.
(9) Apabila APAR telah digunakan untuk suatu tujuan selain untuk alat
pemadam api.
Apabila silinder tersebut akan dibuang, petugas penguji ulang harus memberitahukan
pemilik secara tertulis bahwa silinder tersebut dibuang dan tidak dapat digunakan
lagi. Silinder yang dibuang diberi stempel ”DIBUANG” pada bagian atas, kepala,
pinggiran, atau leher dengan stempel baja. Tinggi huruf minimum harus 0,3 cm.
Silinder yang dibuang harus tidak diperbaiki. Tidak boleh ada orang yang membuang
atau menghapus stempel ”DIBUANG”.

MODUL AJAR SPPK 26


MODUL 2. APAR

Tabel 2.10. Jangka waktu pengujian hidrostatik untuk APAR


Jenis Pemadam Jangka waktu
pengujian (tahun)
Air bertekanan tersimpan, aliran terbebani, dan/atau anti beku 5
Media basah 5
AFFF(Aqueous Film Forming Foam) 5
FFFP (Film Forming Fluoroprotein Foam) 5
Kimia kering dengan kerangka baja tahan karat 5
Karbon dioksida 5
Kimia basah 5
Kimia kering, disimpan bertekanan, dengan kerangka perunggu 12
kuningan, atau kerangka aluminium
Kimia kering, catridge atau silinder, dengan kerangka dari baja 12
ringan
Zat halogen 12
Bubuk kering, disimpan bertekanan, catridge atau silinder, dengan 12
kerangka baja ringan
Sumber : PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008

Gambar 2.15. Desain label pengujian hidrostatis


Sumber : NFPA 10 edisi 2013
Tabel 2.11. Contoh Panduan mengenai Distribusi dan Penggunaan Alat Pemadam Kebakaran
(APAR) Adidas Group

MODUL AJAR SPPK 27


MODUL 2. APAR

2.2.5. Perhitungan Jumlah APAR

Jarak tempuh adalah jarak yang dapat ditempuh oleh seseorang untuk mencapai
APAR tanpa terhalang oleh batasan apapun seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.16. Coverage area dari APAR


Gambar lingkaran menunjukkan radius jarak tempuh APAR dan area yang berwarna
hitam adalah area yang tidak terjangkau oleh jarak tempuh APAR.
Berikut ini contoh perhitungan APAR menurut NFPA 10 edisi 2013 dan PERMEN
PU No. 26/PRT/M/2008 sebagai berikut :

Contoh 1. Suatu bangunan dengan luas area 67500 ft2 (6271 m2 ) atau lebar 150 ft
(45.7 m) dan panjang 450 ft (137.2 m ). Berapa jumlah APAR yang dibutuhkan ?
Jawab:
Untuk estimasi jumlah APAR dapat digunakan maximum luas area yang dapat
diproteksi oleh APAR yaitu 11250 ft2 (1045 m2)

Berdasarkan estimasi diatas penyebaran APAR pada ruangan akan seperti pada
gambar berikut :

Gambar 2.17. Perletakan APAR pada bangunan 450 ft × 150 ft (137.2 m × 45.7 m)

APAR seperti gambar diatas tidak memenuhi persyaratan jarak tempuh sehingga
harus diestimasi kembali.

MODUL AJAR SPPK 28


MODUL 2. APAR

Contoh 2. Estimasi jumlah APAR dengan menggunakan luas area yang diproteksi
APAR sebesar 6000 ft2

dan penyebaran APAR seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.18. Perletakan APAR pada bangunan 450 ft × 150 ft (137.2 m × 45.7 m) dengan jumlah 12 buah
untuk resiko rendah 2-A, sedang 4-A dan tinggi 6-A

APAR dapat ditempatkan pada dinding, kolom atau lainnya disesuiakan persyaratan
jarak tempuh.

Contoh 3. Estimasi jumlah APAR dengan menggunakan Rating minimum

Penyebarandan APAR untuk resiko sedang dapat dikelompokkan pada tiang


bangunan atau dinding sesuai dengan persyaratan seperti dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.19. Perletakan APAR pada bangunan 450 ft × 150 ft (137.2 m × 45.7 m) dengan jumlah 24 buah
untuk resiko sedang 2-A

Contoh 4
Sebuah bangunan kantor dengan tingkat bahaya hunian ringan perlu dilindungi
APAR dengan luas lantai 11000 ft2 (1031 m2) Adapun Jenis APARnya Stored-
Pressure Water rating 2A dengan berat 2,5 Gal (9,46 lt) dengan bentuk bangunan
seperti pada gambar berikut dimana pada area A terdapat Klas B.

MODUL AJAR SPPK 29


MODUL 2. APAR

Gambar 2.20. Perletakan APAR pada bangunan yang memiliki tingkat resiko ringan kelas B

Estimasi jumlah APAR adalah sebagai berikut :


Dengan mempertimbangkan area A merupakan ruang percetakan dan penggandaan
berisikan cairan mudah terbakar (flammable liquids) sehingga area A, perlu APAR
Klas B dengan rating 10-B:C atau 20-B:C
Jumlah APAR yang dibutuhkan adalah : 11000 / 6000 = 2 buah APAR
Sehingga penempatannya adalah pada titik 1 dan 2, tetapi tidak memenuhi
persyaratan jarak tempuh (>75 ft), oleh karena itu perlu 2 buah APAR tambahan
dengan penempatan pada titik 1,2,3 dan 4. Dengan tetap memperhatikan jarak antar
APAR untuk kelas A (75 ft) sedangkan untuk kelas B yaitu (30 dan 50 ft).
Dimana dapat digunakan 2 alternatif untuk menyelesaikan yaitu:
1. Empat buah APAR berjenis Karbon dioksida atau Dry Chemical dengan rating
10-B:C atau 20-B:C dapat digunakan.
2. APAR Stored-Pressure Water di titik 2 diganti dengan Dry Chemical rating paling
sedikit 2-A:10-B:C dengan menempatkan sejarak 75 ft untuk rating 2-A dan
dengan jarak 30 ft atau 50 ft untuk proteksi kelas B.

2.2.6. Tanda APAR

Standar tanda untuk menyatakan tempat alat pemadam api ringan yang dipasang
pada dinding sesuai Permenaker No : PER.04/MEN/1980 tentang syarat-syarat
pemasangan dan pemeliharan alat pemadam api ringan.

MODUL AJAR SPPK 30


MODUL 2. APAR

Gambar 2.21. Standar Simbol APAR

CATATAN:
1. Segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah.
2. Ukuran sisi 35 cm.
3. Tinggi huruf 3 cm. berwarna putih.
4. Tinggi tanda panah 7,5 cm warna putih

Standar tanda tanda untuk menyatakan tempat alat pemadam yang dipasang pada
tiang kolom adalah sebagai berikut :

Gambar 2.22. Bentuk kolom segi empat dan lingkaran


CATATAN:
1. Warna dasar tanda pemasangan merah.
2. Lebar BAN pada kolom 20 cm sekitar kolom.

MODUL AJAR SPPK 31


MODUL 2. APAR

Tag pencataan pada alat


Instruksi mengenai alat
Cincin merah pemadam
pemadam dalam
bahasa setempat disekitar tiang

0,8 – 1,25 m

Jarak perjalanan kurang dari 25 muntuk Tanda untuk mencegah


tiap pekerja ke alat pemadam penghalang

Gambar 2.23. Penerapan persyaratan alat pemadam kebakaran pada perusahaan

2.3. Referensi
1). Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan,
PerMenaker 04/1980.
2). Instalasi Alarm Kebakaran Automatik, PerMenaker 02/1983.
3). Fire Protection Handbook, 16th Edition, National Fire Protection Association
4). Standard for Portable Fire Extinguisher, NFPA 10, 2013 Edition.
5). Standard for Low, Medium, and High Expansion Foam, NFPA 11, 2005 Edition.
6). Standard for CO2 Extinguishing System, NFPA 12, 2002 Edition.
7). Fire Fighting Training Manual, Education and Culture Leonardo Da Vinci.
8). Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008, Tanggal 30 Desember 2008.
9). Panduan Kesehatan dan Keselamatan, Adidas Group, diakses tanggal 16
Februari 2016.
10). Menteri Negara Pekerjaan umum. Keputusan Menteri No.10/KPTS/2000 tentang
ketentuan persyaratan teknis pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan. Jakarta, 2000.

MODUL AJAR SPPK 32


MODUL 2. APAR

2.4. Latihan Soal


1). Sebutkan dan jelaskan 3 (tiga) tipe struktur konstruksi bangunan terhadap
ketahanan api !
2). Jelaskan pengertian proteksi aktif dan proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran!
3). Jelaskan bahan pemadam kebakaran pada tabung APAR !
4). Jelaskan apakah yang Saudara ketahui tentang AFFF beserta 3 daya
pengembangannya !
5). Jelaskan tingkat klasifikasi bahaya kebakaran menurut NFPA !
6). Mengapa diperlukan pengujian hidrostatis dan kapan dilaksanakannya ?
7). Jelaskan syarat pemasangan tanda APAR menurut Permenaker No:
PER.04/MEN/1980 !
8). Hitunglah kebutuhan dan penempatan APAR pada bangunan di bawah ini :

2.5. Lembar Kerja


.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................

MODUL AJAR SPPK 33


MODUL 2. APAR

.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................

MODUL AJAR SPPK 34


MODUL 2. APAR

.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................

2.6. Jawaban
Selamat mengerjakan

MODUL AJAR SPPK 35

Anda mungkin juga menyukai