Anda di halaman 1dari 20

TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN SISTEM ENDOKRIN:

HIPERGLIKEMIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Mata Ajar: Septiana Fathonah, S.Kep.,Ns.M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Anggi Puspita W.K 2620152767

Dwi Endah Cahyati 2620152777

Safira Anjarsari L. 2620152798

Sherli Ardianti 2620152801

Yusuf Riza Putra 2620152810

Linda Sela P. 2520142548

Kelas 3 D

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
Rahmat, Karunia, serta Taufik dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN SISTEM
ENDOKRIN: HIPERGLIKEMIA” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya. Kami juga berterima kasih kepada Ibu Septiana
Fathonah, S.Kep.,Ns.M.Kep selaku Dosen mata ajar Riset Keperawatan yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................................... 2
C. Manfaat .................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian ................................................................................................ 3
B. Tanda Gejala ............................................................................................. 3
C. Patofisiologi ............................................................................................. 4
D. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 6
E. Komplikasi ................................................................................................ 6
F. Penatalaksaan Medis ................................................................................. 7
G. Penatalaksanaan Keperawatan .................................................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 15
B. Saran ......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hiperglikemia adalah suatu keadaan kadar glukosa darah meningkat di


atas batas normal. Kondisi ini dapat diakibatkan berbagai penyakit, namun
paling sering diakibatkan diabetes mellitus, baik tipe I maupun tipe II. Pada
diabetes mellitus tipe I, sel beta pankreas tidak dapat memproduksi insulin
dalam jumlah yang cukup untuk mengatur konsentrasi glukosa darah,
sedangkan pada diabetes mellitus tipe II, terjadi resistensi jaringan tubuh
terhadap insulin, defek sekresi insulin, atau peningkatan produksi glukosa
(Longo, et al., 2011)
Indonesia menjadi urutan keempat dalam jumlah penderita diabetes
mellitus terbanyak di dunia pada tahun 2000 dengan jumlah 8,4 juta jiwa. Pada
tahun 2030, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 21,3 juta
jiwa. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan penderita diabetes di
Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta jiwa dan diperkirakan akan
mencapai 20,1 juta jiwa pada tahun 2030 (Agustien, 2013).
Kadar glukosa darah normal di dalam tubuh pada waktu puasa dan 2 jam
setelah makan adalah 100 mg/dL dan 140 mg/dL. Pada toleransi glukosa yang
terganggu menyebabkan keadaan hiperglikemia dengan kadar glukosa darah
puasa dan 2 jam setelah makan yaitu 100-125 mg/dL dan 140-199 mg/dL
(Longo,et al., 2011). Hiperglikemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan
produksi radikal bebas berlebih sehingga menimbulkan stres oksidatif
(Logamarta, 2008). Faktor stres bisa menyebabkan kadar glukosa darah
meningkat. Hal ini terjadi karena terbentuknya radikal bebas yang merusak sel
Langerhans atau karena stres memicu pengeluaran hormon adrenalin. Hormon
adrenalin mengubah cadangan glikogen dalam hati menjadi glukosa sehingga
kadar glukosa darah meningkat (Logamarta, 2008)

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Tatalaksana Kegawatdaruratan Sistem
Endokrin.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui pengertian dari Hiperglikemia
b) Untuk mengetahui tanda gejala dari Hiperglikemia
c) Untuk mengetahui patofisiologi dari Hiperglikemia
d) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada Hiperglikemia
e) Untuk mengetahuikomplikasi yang terjadi pada Hiperglikemia
f) Untuk mengetahui tatalaksana medis pada Hiperglikemia
g) Untuk mengetahui tatalaksana keperawatan pada Hiperglikemia

C. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit Dan Masyarakat
a) Dapat menambah pengetahuan bagi Rumah sakit dan masyarakat
mengenai Tatalaksana Kegawatdaruratan Pada Sistem Endokrin:
Hiperglikemia.
b) Menjadi bahan masukan kepada pihak Rumah sakit terkait Tatalaksana
Kegawatdaruratan Pada Sistem Endokrin: Hiperglikemia.
2. Manfaat Bagi Ilmu Keperawatan
a) Memberi informasi tentang Tatalaksana Kegawatdaruratan Pada Sistem
Endokrin: Hiperglikemia.
b) Menambah wawasan pengetahuan pada tenaga kesehatan mengenai
Tatalaksana Kegawatdaruratan Pada Sistem Endokrin: Hiperglikemia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah rentang


kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140-
160 mg/100 ml darah (Waspadji, 2007). Peran hiperglikemia antara lain
Advance Glycosilation End Product (AGE), aldose reduktase, stres oksidatif,
pseudo hipoksia, hipoksia sejati, stres karbonil, perubahan metabolisme
lipoprotein, peningkatan aktivitas protein kinase C, dan perubahan faktor
pertumbuhan atau aktivitas sitokin (Susetyo, 2012).
Sedangkan menurut (Harrison, 2008) Hiperglikemi merupakan suatu
kondisi dimana kadar glukosa dalam plasma darah melebihi batas normal,
hiperglikemi dapat menimbulkan kerusakan, gangguan fungsi pada beberapa
organ tubuh, khususnya mata, syaraf, ginjal dan komplikasi lain akibat
gangguan mikro dan makrovaskular. Kondisi hiperglikemi menyebabkan
banyak komplikasi salah satunya terjadi penurunan kognitif yang terjadi pada
pasien DM meliputi kemampuan memori, konsentrasi dan kecepatan
pemahaman.

B. Tanda dan Gejala


1. Kadar gula darah sewaktu (acak) melebihi angka 200 mg/dl atau kadar
gula darah puasa melebihi 126 mg/dl meningkat
2. Poliuria, Polipagia, Polidipsi
3. Kelemahan tubuh, lesu, cepat lelah, tidak bertenaga.
4. Berat badan menurun
5. Rasa kesemutan, karena iritasi (perangsangan) pada serabut-serabut saraf
6. Kelainan kulit, gatal-gatal, bisul-bisul
7. Infeksi saluran kencing

3
8. Infeksi yang sukar sembuh
9. Glukosuria
(ADA, 2009)

C. Patofisiologi
Defisiensi insulin terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel beta
Langerhans, defisiensi insulin tersebut akan menyebabkan peningkatan
pembentukan glikogen, sehingga glikogen akan mengalami suatu penurunan
yang mengakibatkan hiperglikemi, peningkatan kadar glukosa hepar dan
peningkatan lipolisis. Hiperglikemi akan mengakibatkan seseorang mengalami
glukosuria, yang menyebabkan osmotik diuresis. Osmotik diuretis akan
menimbulkan suatu keadaan dimana ginjal tidak meningkatkan glukosa yang
difiltrasi. Ginjal tidak mengikat glukosa yang difiltrasi akan mengakibatkan
cairan diikat oleh glukosa, sehingga cairan dalam tubuh akan berlebihan yang
akan dimanifestasikan dengan banyak mengeluarkan urine (poliuri) (Price,
Sylvia A, 2005).

4
Pathway

Kerusakan Sel Beta


Langerhans

Defisiensi insulin

Peningkatan
pembentukan glikogen

Penurunan pemakaian
glucagon oleh sel

Resiko
Batas melebihi Hiperglikemia Ketidakstabilan
ambang ginjal kadar glukosa darah

Vikositas darah
Glukosuria
meningkat

Osmotic diuresis Aliran darah lambat

Poliuria (retensi Iskemik jaringan


urine)

Ketidakefektifan Perfusi
Dehidrasi Jaringan Perifer

Kekurangan Volume
Cairan

5
D. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Agustien, R., 2013) Diagnostik dapat ditegakkan melalui


beberapa metode pemeriksaan berikut :

1. A1C (hemoglobin glikosilasi) ≥6,5%.


2. Gula darah puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L), tidak ada kalori yang masuk
dalam tubuh selama minimal 8 jam.
3. Gula darah 2 jam setelah makan, dengan asupan gula 75 gram ≥200 mg/dL
(11,1 mmol/L).
4. Pasien dengn gejala klasik seperti hiperglikemia (poliuria, polidipsi, berat
badan turun tanpa alasan) atau krisis hiperglikemia. Nilai gula darah acak
≥200 mg/dL (11,1 mmol/L).

Pada tahun 2010, ADA merekomendasikan bahwa A1C digunakan


sebagai pemeriksaan diagnostik diabetes. Pemeriksaan A1C untuk
mengukur glikosilasi hemoglobin yang juga dikenal hemoglobin A1C,
pemeriksaan ini untuk mengukur jumlah glukosa yang terikat pada sel
darah merah dalam rentang waktu hidup sel darah merah.

E. Komplikasi
Menurut (Agustien, R., 2013 Komplikasi yang disebabkan oleh kondisi
hiperglikemia terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi adalah sindrom


hiperosmolar hiperglikemik (SHH). Penyebab dari SHH adalah infeksi
saluran kemih, pneumonia, sepsis, dan penyakit akut lainnya. Perbedaan
utama antara SHH dengan diabetes ketoasidosis adalah pasien SHH
memiliki insulin yang cukup sehingga tidak terjadi ketoasidosis.
Hiperglikemia dapat meningkatkan osmolitas serum yang dapat
menyebabkan hipovolemia. Dampak dari hipovolemia adalah penurunan

6
fungsi ginjal, hipotensi dan hemokonsentrasi. Nilai gula darah pada SHH
adalah ˃600 mg/dL (33,33 mmol/L).

2. Komplikasi Kronis
a) Makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler menyerang pada ke pembuluh darah
jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah kepala (stroke),
dan pembuluh darah perifer. Komplikasi ini akan diperparah bila
pasien mengalami obesitas, merokok, hipertensi, dan banyak makan
makanan yang berlemak.
b) Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler merupakan lesi spesifik yang menyerang
kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal
(nefropati diabetik), dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-
otot serta kulit. Ada kaitan kuat antara hiperglikemia dengan insiden
dan berkembangnya retinopati.
c) Neuropati
Keadaan hiperglikemia yang menetap dapat mengakumulasi sorbitol
dan fruktosa yang dapat merusak saraf sehingga menyebabkan
konduksi saraf berkurang dan demielinisasi. Iskemia pada pembuluh
darah yang rusak akibat hiperglikemia kronis juga turut menyebabkan
neuropati diabetik. Pada pengelolaan kadar gula darah yang buruk,
ada empat cara yaitu pembentukan AGE (Advanced Glycation End-
Product), mekanisme jalur polyol, pembentukan ROS (Reactive
Oxygen Species), dan aktivasi Protein Kinase C (PKC).

F. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi cairan intravena
Pasien kritis dengan hiperglikemia berat akibat DKA atau HHS harus
segera ditangani dengan bolus normal saline. Defisit cairan rata-rata untuk
pasien dengan DKA adalah 3-5 liter; resusitasi cairan pada pasien muda,
jika tidak sehat harus dimulai dengan bolus cepat 1 liter garam biasa diikuti

7
dengan infus normal saline pada 500 ml / jam selama beberapa jam. Pasien
dengan HHS sering mengalami dehidrasi berat, dengan defisiensi cairan
kumulatif 10 liter atau lebih. Namun, karena mereka cenderung lebih tua
dan lemah, mereka membutuhkan resusitasi yang hati-hati. Pendapat ahli
mendukung bolus 250 ml normal saline berulang-ulang sesuai kebutuhan
sampai pasien membaik. Terapi cairan dilanjutkan pada tingkat 150-250
ml / jam berdasarkan status kardiopulmoner dan osmolalitas serum.
Pilihan dan tingkat cairan IV untuk pasien dengan DKA yang tidak sakit
kritis harus didasarkan pada natrium serum dan status cairan yang
dikoreksi. Sambil menunggu hasil studi laboratorium, sebagian besar
pasien ini diberi bolus 500 ml normal saline. Pasien dengan DKA ringan
sampai sedang harus diberi normal saline pada 250 ml / jam.
2. Terapi insulin
Pasien yang sakit kritis dengan DKA harus diberikan dosis pemuatan
insulin reguler pada 0,1 unit / kg berat badan sampai maksimum 10 unit
diikuti dengan infus insulin biasa 0,1 mil / kg berat badan / jam, sampai
maksimum 10 unit / jam. Pasien dengan DKA ringan harus diberi infus
insulin reguler 0,1 milimeter / kg berat badan / jam tanpa dosis pemuatan,
untuk meminimalkan risiko hipoglikemia, Insulin tidak boleh diberikan
sampai hipovolemia ditangani dan kalium serum telah dikonfirmasi > 3,5
mEq / L. Pemberian insulin kepada pasien dengan tingkat potassium serum
<3,5 mEq / L dapat memicu aritmia yang mengancam jiwa. Pendapat ahli
mengenai penggunaan insulin untuk pasien dengan HHS dicampur karena,
beberapa pasien dengan HHS mencapai euglycemia dengan resusitasi
cairan saja, dan diberi risiko teoritis untuk memicu gagal ginjal oliguric
atau edema serebral pada resusitasi cairan yang tidak cukup. Insulin tidak
boleh diberikan sebagai bagian dari terapi awal. Namun, jika glukosa
serum pasien tidak berkurang 50-70 mg / dl per jam meskipun ada
penanganan cairan yang tepat, bolus insulin reguler IV pada 0,1 unit / kg
berat badan maksimal 10 unit bisa diberikan.

8
3. Pengganti Elektrolit
Pasien dengan DKA atau HHS mengalami pergeseran cepat potasium
selama resusitasi yang bisa memicu aritmia. Kematian saat resusitasi awal
pasien dengan DKA biasanya disebabkan oleh hiperkalemia, sedangkan
hipokalemia adalah penyebab kematian paling umum setelah pengobatan
dimulai. Oleh karena itu, kalium serum harus diperiksa setiap 2 jam sampai
stabil pada semua pasien dengan hiperglikemik, dan pasien ini harus tetap
berada di monitor jantung.

G. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a) Pengkajian Primer
1) Airway: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum
atau benda asing yang menghalangi jalan nafas.
2) Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya
penggunaan otot bantu pernafasan.
3) Circulation: kaji nadi, biasanya nadi menurun.
4) Disability: Lemah,letih,sulit bergerak,gangguan istirahat tidur.
b) Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas/ istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau
aktifitas, letargi /disorientasi, koma
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas
dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan
yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis,
kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung

9
3) Integritas / Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang,
nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5) Nutrisi/ Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat
badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan
diuretik (Thiazid)
Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).
6) Neurosensory
Gejala: Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks
tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari
DKA)
7) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)

10
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hati
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif.
b) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
diabetes mellitus.
c) Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dengan faktor risiko
manajemen diabetes tidak tepat.

3. Perencanaan Keperawatan

Tabel 1. NOC dan NIC diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan


dengan kehilangan cairan aktif berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Diagnosa Tujuan / NOC Intervensi/NIC
Kekurangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan (4120)
volume cairan keperawatan 1x24 jam
1. Monitor status hidrasi
berhubungan diharapkan Keseimbangan
(kelembaban membran
Cairan (0601) tercapai
dengan mukosa, denyut nadi, tekanan
dengan indikator :
kehilangan darah)
cairan aktif 1. Tekanan darah dalam Rasional : mengetahui status
rentan normal hidrasi berguna untuk
2. Keseimbangan intake menentukan jumlah
dan output dalam 24 jam kebutuhan cairan pasien
3. Turgor kulit baik 2. Berikan cairan, dengan tepat

11
4. Membran mukosa dalam Rasional : memberikan cairan
keadaan lembab dengan tepat sesuai yang
dirumuskan akan dengan
cepat mengatasi kekurangan
volume cairan pada pasien
3. Edukasi pasien dan keluarga
untuk meningkatkan asupan
cairan
Rasional : pasien dan keluarga
harus berperan aktif dan tidak
hanya tergantung dengan
perawat untuk meningkatkan
asupan cairan
4. Konsultasikan dengan dokter
jika tanda dan gejala
kekurangan cairan menetap
atau memburuk
Rasional: melaporkan setiap
kondisi pasien kepada dokter
untuk memodifikasi advice
atau perintah.

Tabel 2. NOC dan NIC diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan


perifer berhubungan dengan diabetes mellitus.
Diagnosa Tujuan / NOC Intervensi/NIC
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC: Manajemen Hiperglikemi
perfusi jaringan keperawatan 1x24 jam
1. Monitor status cairan input dan
perifer diharapkan perfusi jaringan
output.
perifer efektif dengan
berhubungan Rasional : mengetahui status
indicator:
dengan diabetes hidrasi berguna untuk
mellitus

12
NOC: perfusi jaringan: menentukan jumlah kebutuhan
perifer cairan pasien
2. Berikan cairan IV sesuai
1. Memperlihatkan
kebutuhan
pengisian kapiler jari
Rasional : memberikan cairan
dan jari kaki berada pada
dengan tepat sesuai yang
devisiasi ringan dari
dirumuskan akan dengan cepat
kisaran normal.
mengatasi kekurangan volume
2. Tekanan darah sistolik
cairan pada pasien
dan diastolic berada
pada kisaran normal. NIC: Perawatan Sirkulasi

3. Ubah posisi pasien setidaknya


setiap 2 jam, dengan tepat
Rasional: Pengubahan posisi
memperlancar aliran darah dan
mencegah risiko penekanan
jaringan.
4. Monitor tanda tanda vital
Rasional: mengetahui
keadaan umum pasien.

Tabel 3. NOC dan NIC diagnosa risiko ketidakseimbangan kadar


glukosa darah dengan faktor risiko manajemen diabetes tidak tepat.
Diagnosa Tujuan / NOC Intervensi/NIC
Risiko Setelah dilakukan tindakan NIC: Manajemen
ketidakseimbangan keperawatan 1x24 jam Hiperglikemi

kadar glukosa diharapkan kadar glukosa 1. Monitor kadar glukosa darah


darah seimbang dengan
darah dengan sesuai indikasi
indicator:
faktor risiko Rasional : mengetahui status
kadar gula darah berguna

13
manajemen NOC: Kadar Glukosa untuk menentukan jumlah
diabetes tidak tepat Darah kebutuhan insulin
2. Monitor tanda dan gejala
1. Memperlihatkan kadar
hiperglikemi.
glukosa darah
Rasional : memberikan
dipertahankan pada
penanganan yang tepat jika
deviasi ringan sedang
terjadi kegawatdaruratan
dari kisaran normal
hiperglikemia
2. Urin glukosa dan urin
3. Monitor status cairan, input
keton dipertahankan
output sesuai kebutuhan.
pada deviasi ringan
Rasional : input output akan
sedang dari kisaran
memberikan informasi
normal
mengenai peningkatan urin
NOC: Keparahan
pasien.
Hiperglikemia
4. Berikan insulin sesuai resep
3. Memperlihatkan
Rasional: mrnormalkan
peningkatan urin
kadar glukosa darah.
output dalam batas
5. Monitor ketonurin sesuai
normal
indikasi:
4. Memperlihatkan
Rasional: indikasi adanya
perubahan status
keton berhubungan
mental yang ringan
dengan ketoasidosis
5. Memperlihatkan
diabetikum.
peningkatan A1C
dalam batas normal

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hiperglikemi merupakan suatu kondisi dimana kadar glukosa dalam


plasma darah melebihi batas normal, kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah,
atau rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. Tanda gejala dari
hiperglikemia yaitu kadar gula darah sewaktu (acak) melebihi angka 200 mg/dl
atau kadar gula darah puasa melebihi 126 mg/dl meningkat, kelemahan tubuh,
lesu, cepat lelah, tidak bertenaga. Berat badan juga menurun, rasa kesemutan,
glukosuria, serta poliura, polipagia, dan polidipsi.
Hiperglikemia terjadi karena defisiensi insulin yang diakibatkan dari
kerusakan sel beta Langerhans. Defisiensi insulin tersebut akan menyebabkan
peningkatan pembentukan glikogen, sehingga glikogen akan mengalami suatu
penurunan sehigga mengakibatkan hiperglikemia. Untuk pemeriksaan
diagnostic ada beberapa metode yang dapat ditegakkan, yaitu A1C
(hemoglobin glikosilasi) ≥6,5%, Gula darah puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L),
tidak ada kalori yang masuk dalam tubuh selama minimal 8 jam, Gula darah 2
jam setelah makan, dengan asupan gula 75 gram ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L).
Komplikasi yang disebabkan oleh kondisi hiperglikemia terbagi menjadi
2 yaitu komplikasi metabolic akut dan komplikasi kronis (makrovaskuler,
mikrovaskuler, dan neuropati). Untuk penatalaksanaan medis ada terapi cairan
intravena, terapi insulin dan pengganti elektrolit. Tatalaksana
kegawatdaruratan sistem endokrin pada hiperglikemia yaitu ada pengkajian
primer dan sekunder. Dimana pengkajian primer terdiri dari Airway,
Breathing, Circulation, Disability, dan Eksposure. Pengkajian sekunder
meliputi aktivitas/istirahat, integritas/ego, eliminasi, nutrisi/cairan,
neurosensory, nyeri/kenyamanan dan pernapasan.

15
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
Hiperglikemia meliputi Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan volume cairan aktif, Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan diabetes mellitus dan Risiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah dengan faktor risiko manajemen diabetes tidak tepat.

B. Saran

Berdasarkan judul makalah Tatalaksana Kegawatdaruratan Sistem


Endokrin: Hiperglikemia, penulis menyarankan kepada:

1. Instalasi pelayanan kesehatan diharapkan mampu meningkatkan kinerja


perawat dan tenaga medis yang lain sehingga mampu meningkatkan
tatalaksana kegawatdaruratan pada pasien hiperglikemia.
2. Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan untuk melanjutkan asuhan
keperawatan yang sudah dikelola oleh penulis yang bertujuan untuk
pemulihan kesehatan pasien dan dalam perawatan luka disesuaikan dengan
kebutuhan pasien.
3. Pasien dan Keluarga pasien diharapkan mampu mengenali atau mengetahui
bagaimana tanda gejala hiperglikemia dan mampu tertib dalam perawatan
luka dan konsumsi terapi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

ADA. 2009. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 27


(1), S5-S10
Agustien, R., 2013. Efek Hiperglikemia Postprandial Terhadap Kemampuan
Memori Jangka Pendek Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas
Cipondoh Tangerang, FIK UI.
Harrison. (2008). Diabetes Mellitus (DM) tipe II dengan Fleksibilitas Sendi pada
Pasien Pralansia dan Lansia di PKU Muhammadiyah Yogyakarta
.Yogyakarta
Krisanty Paula, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama,
Jakarta, Trans Info Media
Logamarta, S., 2008. Pengaruh Infusa Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)
Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Galur Swiss Webster Yang Diinduksi
Aloksan.
Longo, D. et al., 2011. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed. New
York, NY: McGraw-Hill.
Price, Sylvia A. 2005. “Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit”.
Volume 2. Jakarta : EGC
Susetyo, Tri Nasiin. 2012. ”Asuhan Keperawatan Pada Ny.K Dengan
Hiperglikemia di Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr.Moewardi”. Jurnal Karya
Tulis Ilmiah.Hal.1

17

Anda mungkin juga menyukai