Anda di halaman 1dari 17

Tugas Kesehatan Perempuan

“Wanita Dipusat Rehabilitasi”

Kelompok 9 :

1. Dian Nuraini 160410054


2. Monica Putri 160410018
3. Suci Merina 160410064

STIKes Abdi Nusantara Jakarta

Tahun 2018

Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Wanita
Dipusat Rehabilitasi” .

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Wanita Dipusat Rehabilitasi” dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Jakarta, 15 Mei 2018

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Wanita adalah objek utama dalam asuhan-asuhan yang dilakukan pada kebidanan.
Dalam kenyataannya tidak sedikit wanita yang mengalami permasalahan hidupnya, sehingga
mengganggu kesehatan reproduksinya. Masalah-masalah yang terjadi pada wanita-wanita
tersebut diantaranya adalah penyalahgunaan NAPZA, menjadi PSK, terkena kanker payudara
dan masalah osteoporosis. Untuk menangani masalah-masalah tersebut dapat dilakukan
dengan pencegahan bagi wanita yang belum terjerat masalah-masalah tersebut dan
pengobatan bagi wanita yang telah terjerat masalah-masalah tersebut. Untuk
menyempurnakan pengobatan yang telah dilakukan maka harus dilaksanakan rehabilitasi,
karena tak jarang bahwa pengobatan tidak berhasil karena wanita yang bermasalah tersebut
tidak menjalani masa rehabilitasinya dengan baik.

Wanita pemakai atau pecandu narkoba biasanya terganggu atau menderita secara fisik
(penyakit), mental (perilaku salah), spiritual (kekacauan nilai-nilai luhur) dan social (rusak
komunikasi). Wanita ini perlu mendapatkan rehabilitasi.

Pusat rehabilitasi adalah tempat atau sarana yg digunakan untuk proses pemulihan
atau perbaikan untuk kembali seperti semula missal ketergantungan narkoba, penyandang
cacat baik fisik atau mental dan masalah yg lain.

Bahwasanya secara normatif wanita mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan
yan sama dengan pria dalam segala bidang kehidupan dan bidang pembangunan seperti yang
tercantumdalam GBHN, tetapi secara faktual persamaan tersebut saat ini belum terwujud,
diantaranya di bidang kesehatan, misalnya : perbedaan pemberian makanan bergizi pada anak
laki laki dan wanita, akses informasi, dan akses pelayanan kesehatan dan sebagainya. Untuk
mengilangkan hambatan-hambatan ini salah sat usaha pemerintah adalah beruaha untuk
meningkatkan pelayanan terhadap wanita usia produktif dengan menyediakan puskesmas dan
rumah sakit dengan berbagai fasilitasnya. Tetapi di indonesia, usaha dalam memberikan
pelayanan kesehatan reproduksi ini masih belum mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini
terbukti masih tingginya angka kematian ibu bersalin yaitu 375/100.000 kelahiran hidup,
tertinggi di Asia Terngara.

Dengan banyaknya wanita yang mengalami masalah-masalah seperti yang telah


disebutkan di atas, maka kita sebagai bidan harus mengatahui bagaimana memberikan
pelayanan rehabilitasi pada wanita tersebut. Untuk itu dalam makalah ini kami akan
membahas apa itu rehabilitasi dan bagaimana melakukan rehabilitasi yang baik.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Apa pengertian dari wanita dan rehabilitasi?

2. Apa saja jenis rehabilitasi?

3. Apa saja program rehabilitasi?


4. Apa pengertian pusat rehabilitasi?

5. Apa saja macam-macam pusat rehabilitasi untuk wanita?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Tujuan Umum

Dapat mengetahui dan memahami tentang wanita di pusat rehabilitasi.

2. Tujuan Khusus

Tujan khusus dari penulisan makalah ini yaitu dapat :

a. Memahami pengertian wanita, rehabilitasi dan pusat rehabilitasi.

b. Mengetahui jenis-jenis rehabilitasi.

c. Mengetahui macam-macam pusat rehabilitasi.

D. Manfaat

Makalah ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Bagi dosen, makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah (Kesehatan
Reproduksi) dan sebagai nilai tambah bagi penyusun;

2. Bagi Mahasiswi, makalah ini dapat digunakan sebagai bahan ajaran atau referensi mata
kuliah Kesehatan Reproduksi tentang wanita di pusat rehabilitasi;

3. Bagi umum, ini dapat dijadikan buku bacaan untuk menambah pengetahuan tentang
wanita di pusat rehabilitasi, yang sudah tidak asing lagi dan sudah menjadi bagian dalam
kehidupan sehari-hari.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian

· Pengertian Wanita

Wanita adalah sebutan yang digunakan untuk spesies manusia berjenis kelamin betina.
Wanita adalah kata yang umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa.
Perempuan yang sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan
yang belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan anak
gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan
untuk mengandung, melahirkan dan menyusui.

· Pengertian Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan orang yang memilki penyakit
kronis baik dari fisik ataupun psikologisnya. Program Rehabilitasi individu adalah program
yang mencangkup penilaian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis, dan
pencegahan penyakit.

Selain itu, ada beberapa definisi tentang rehabilitasi yang tercantum dalam ketentuan-
ketentuan yaitu:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Narkotika, Rehabilitasi Medis


adalah “suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari
ketergantungan narkotika”.

b. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Rehabilitasi Sosial


adalah ”suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar
bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat”.

c. Menurut KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan
NAPZA. Rehabilitasi adalah ”Upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non-medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang
menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal
mungkin”.

d. KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana


Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA, Sarana Pelayanan
Rehabilitasi adalah ”tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi
penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, berupa Kegiatan Pemulihan dan
Pengembangan secara terpadu baik fisik, mental, sosial dan agama”.

B. Jenis Rehabilitasi

Dengan prinsip utama bahwa rehabilitasi tersebut adalah dalam upaya melakukan pemulihan
terhadap korban secara komprehensif (baik medis mapun sosial) dan dalam prinsip untuk
memanusiakan-manusia
Pada dasarnya Rehabilitasi yang diatur dalam regulasi KEPMENKES
996/MENKES/SK/VIII/2002 tersebut ada 2 yaitu:

a. Rehabilitasi Medis

Rehabilitasi medis adalah suatu bentuk layanan kesehatan terpadu di bawah naungan rumah
sakit yang dikoordinasi dokter spesialis rehabilitasi medis

b. Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan


seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Tim rehabilitasi medik:

1. Dokter spesialis rehabilitasi medik: penanggung jawab tim, coordinator, dokter


fungsional dan terapis rehabilitasi medik.

2. Fisioterapis: tindakan terapi fisik.

3. Terapis Wicara.

4. Terapis Okupasi.

5. Psikolog.

6. Ortotis/Prostetis.

7. Petugas sosial medis.

8. Perawat rehabilitasi medik.

Rehabilitasi medik membantu penanganan:

· Gangguan tumbuh kembang/cacat bawaan sejak bayi hingga dewasa.

· Ancaman kecacatan karena penyakit atau cidera.

· Kecacatan penyakit atau cidera.

· Dampak psikologis sosial budaya dan vokasional.

· Kecuali cacat pada mata, telinga, dan gangguan jiwa.

C. Program Rehabilitasi

Program Rehabilitasi diantaranya yaitu, program rehabilitasi yang lamanya 3 bulan yang
mencakup :

a. Pendidikan agama (kognitif, afektif, dan psikomotor).


b. Psikoterapi kelompok (group psychotherapy) dan psikoterapi perorangan (Individual
Psychotherapy).

c. Pendidikan umum.

d. Pendidikan keterampilan.

e. Pendidikan jasmani (olahraga).

f. Rekreasi.

Hasil yang diharapkan seusai dari program rehabilitasi adalah:

a. Beriman dan bertakwa.

b. Memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap NAPZA.

c. Memiliki keterampilan.

d. Dapat kembali berfungsi secara wajar (layak) dalam kehidupan sehari-hari, baik di
rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di tempat kerja, maupun masyarakat.

Pusat rehabilitasi menggunakan berbagai metode yang berbeda terhadap pasien,


perawatanpun disesuaikan menurut penyakit pasien dan seluk-beluk dari awal terhadap
pasien tersebut. Waktu juga menentukan perbedaan perawatan antar pasien. Dan pengobatan
rawat jalan adalah program yang sangat bermanfaat bagi para pasien di tahap awal,
khususnya bagi pasien yang kecanduan atau addiction.

Gejala penyakit yang banyak ditemui pada pusat Rehabilitasi:

 Watak Pemarah.
 Perilaku yang aneh.
 Kehilangan nafsu makan.
 Kehilangan berat badan.

Para pasien yang masuk di pusat Rehabilitasi kebanyakan menderita rendah diri dan
kurangnya pandangan positif terhadap kehidupan, oleh karena itu psikologi memainkan
peranan yang sangat besar dalam program Rehabilitasi, dan hal ini juga sangat penting untuk
menjaga pasien dari teman-teman dan lingkungan yang memungkinkan kecanduan kembali
terhadap obat-obat terlarang.

Sangat dianjurkan untuk tidak memilih pusat Rehabilitasi yang terletak dekat dengan rumah
pasien, uangpun memainkan peranan penting dalam perawatan, tidak lupa kesabaran juga
merupakan faktor yang penting baik itu dari pihak individu dan keluarganya sendiri.
Beberapa tips menjaga pasien agar tidak mengulang kesalahannya setelah pulang dari pusat
Rehabilitasi:

 Menemukan kembali hobi yang positif atau perkerjaan yang tetap bagi pasien.
 Menjaga hubungan baik antara lingkungan keluarga dan sekitar.
 Bertemu dengan konsultan kejiwaan atau psikiater secara berkala.
 Kesabaran dan keyakinan dari pasien itu sendiri akan proses pemulihan dari obat dan
kecanduan.

D. Pusat Rehabilitasi

Pusat rehabilitasi adalah tempat atau sarana yg digunakan untuk proses pemulihan atau
perbaikan untuk kembali seperti semula misal ketergantungan narkoba, penyandang cacat
baik fisik atau mental dan masalah yg lain.

1. Subyek Rehabilitasi

 Pribadi korban narkoba.


 Orang-orang terdekat.
 Masyarakat sekitar dan umum.
 Gembong dan pengedar narkoba.

2. Sarana Dan Prasarana Rehabilitasi

 Tersedia dukungan, pertolongan dan harapan.


 Perpustakaan dan buku, bahan audiovisual dan alat peraga.
 Sarana peningkatan minat dan ketrampilan.
 Sarana rekreasi.
 Jadwal harian atau program kegiatan.
 Fasilitas angkutan dan komunikasi.
 Tenaga professional seperti dokter, psikiater, psikolog, sosiolog, ahli kerohanian,
TOGA, fisioterapi.

3. Pola Dasar Rancangan Rehabilitasi

 Tahap I yaitu proses transisi awal (1-8minggu), melewati 3 titik penting. Yaitu :
a. Informasi adanya masalah
b. Informasi klinis dan keputusan untuk menempuh rehabilitasi
c. Persiapan akhir lewat detoksifikasi dan stabilitasi awal

 Tahap II yaitu proses rehabilitasi intensif (3-18 bulan), melewati 3 titik penting:
a. Tahap konsolidasi : secara sadar dan tekun melepaskan diri dari berbagai penyakit
dan akibat lain.
b. Tahap pengakuan diri : menemukan jati diri, menguasai ketrampilan kerja, dibina
pengungkapan pengungkapan diri
c. Tahap positif thinking and doing : secara sadar dan dengan inisiatif untuk
mencapai prestasi.
 Tahap III yaitu proses transisi akhir (1-6 tahun), melewati 3 titik penting. Yaitu :
a. Terjadi perdamaian & penesuaian kembali dengan lingkungan
b. Berdamai dengan dirinya, menatap kedepan dan membuat pilihan hidup
c. Measa puas menerima dirinya apa adanya lalu mempercayakan dirinya ke orang
lain.

 Tahap IV yaitu pemeliharaan lanjut (seumur hidup). melewati 3 titik penting. Yaitu :
a. mengubah dan menjauhi nostalgia kesenangan nakoba
b. setia mengikuti program-program dan acara affect care kurang lebih 2 tahun
c. tidak ada salahnya untuk ikut terlbat dlam gerakan kelompok bersih narkoba.

4. Jenjang Proses Kesembuhan

 Jenjang Transisi.
Gejala mulai kesadaran bahwa ia kehilangan sesuatu yang berharga : kewarasan,
hidup normal dalam hati kecil, ulai mengakui bahwa ia sedang ketagihan,
ketergantungan dan sulit untuk meninggalkan narkoba

 Jenjang stabilisasi Dini.


Mulai memenahi diri dengan cara sendiri, dan butuh bantuan orang lain. Cara
mensabilkan diri :
a. Mengakui perlunya jasa mendamping
b. Melangkah mengatasi gejala putus asa
c. Melangkah mengatasi masalah psikologis
d. Memelajari metode mengatasi stress tanpa obat-obatan.

 Jenjang kesembuhan awal.


Merubah seluruh system keyakinan menempuh arah baru, kehidupan berlawanan
dengan masalah :
a. Mengakui bahaya dari masalahnya
b. Bersedia menerima bantuan dari orang lain
c. Berserah dirpada uhan
d. Berusaha membangun hidup baru
e. Yakin ka menerima keberanian, kekuatan dan harapan dari tuhan

 Jenjang kesembuhan menengah.


Pola hidup yang masih rancu, yang perl dibenahi :
a. Menanggulangibahaya patah semangat
b. Memperbaiki gangguan
c. Mengusahakan peningkatan emosi diri
d. Membangun gaya hidup yang seimbang
e. Menata perubahan dan pertumbuhan diri

 Jenjang akhir kesembuhan.


Dalam jenjang akhir ini perhatian dipusatkan pada masalah yang berukuran pa
pecandu seperti : masa;ah DNA, penularn,keyakinan dan kepercayaan.

 Jenjang Pemantapan
Kesembuhan bukan sasaran tapi enuu kesehatan, yang dapat diakukan :
a. Memelihara program kesembuhan
b. Mengubah pola hidup
c. Bertambah dan berkembang
d. Mampu menyesuaikan diri

E. Macam-Macam Pusat Rehabilitasi

Pusat Rehabilitasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya:

1. Pusat Rehabilitasi Pengguna Narkoba/NAPZA

Penggunaan rutin obat-obatan terlarang oleh pengguna narkoba yang terus berlangsung, dapat
menimbulkan masalah yang semakin bertambah. Biasanya mereka melakukan berbagai cara
untuk mendapatkan obat-obatan, seperti mereka mencari pinjaman dari teman dan keluarga
dengan alasan yang dibuat-buat, serta tidak jarang harta benda keluarga dijual di bawah harga
yang seharusnya untuk membeli obat-obatan tersebut. Berbohong dan manipulasi juga
menjadi cara untuk menutupi penggunaan obat. Menyadari banyaknya masalah yang
ditimbulkan akibat penggunaan narkoba maka diperlukan perhatian khusus untuk
menanggulangi masalah tersebut, seperti diadakannya rehabilitasi untuk pengguna narkoba.
Dalam rehabilitasi terdapat treatment yang dapat membantu dalam proses penyembuhan
pengguna narkoba.

Ada beberapa hak-hak umum yang disediakan bagi korban dan keluarga korban narkoba yang
meliputi:

 Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialaminya. Pemberian
ganti kerugian ini dapat diberikan oleh pelaku atau pihak lainnya, seperti negara atau
lembaga khusus yang bentuk untuk menangani masalah ganti kerugian korban.
 Hak untuk memperoleh pembinaan dan rehabilitasi.
 Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku.
 Hak untuk memperoleh bantuan hukum.
 Hak untuk memperoleh hak (harta) miliknya.
 Hak untuk memperoleh akses pelayanan medis.
 Hak untuk diberitahu bila pelaku kejahatan akan dikeluarkan dari tahanan sementara,
atau pelaku buron dari tahanan.
 Hak untuk memperoleh informasi tentang penyidikan polisi berkaitan dengan
kejahatan yang menimpa korban.
 Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan pribadi, seperti merahasiakan nomor telepon
atau identitas korban lainnya.

Demikian juga pada pasal 6 undang-undang menyatakan: korban dalam pelanggaran hak
asasi manusia yang berat, selain berhak atas hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
juga berhak untuk mendapatkan:

 Bantuan medis.
 Bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
Yang dimaksud dengan “bantuan rehabilitasi psiko-sosial” adalah bantuan yang
diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah
kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban.

Dalam hukum internasional, reparasi adalah hak korban yang tidak dapat dihilangkan dalam
keadaan apapun (non-derogable rights). Untuk menjamin reparasi komisi HAM PBB telah
membuat prinsip dasar dan panduan yang dikenal dengan “Basic Principles and Guidelines
on the Rights to a Remedy and Reparation”. Reparasi yang diatur dalam hukum internasional
ada 4 (empat) bentuk yaitu:

1. Kompensasi
2. Restitusi
3. Rehabilitasi
4. Jaminan tidak berulangnya pelanggaran berat HAM tersebut

Menurut Prinsip-prinsip Van Boven-Bassiouni, ”Rehabilitasi yang juga harus menyertakan


perawatan medis dan psikologis dan psikiatris (Butir 24)” (koersif; penulis).

Dari paparan diatas dapat diperhatikan bahwa salah satu hak yang dimiliki korban yaitu:
berhak untuk mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi.

Definisi Rehabilitasi dalam konteks pemulihan korban NAPZA Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa dari perspektif viktimologi, Pecandu NAPZA adalah
merupakan korban sehingga berhak untuk mendapatkan hak atas rehabilitasi. Hak ini
sesungguhnya telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan nasional yang
terkait dengan pecandu NAPZA diantaranya adalah:

1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika;

2) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika;

3) KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana


Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA;

4) KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana


Pelayanan Rehabilitasi.

Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA

Vonis rehabilitasi bukanlah satu-satunya jalan mewujudkan dekriminalisi untuk


mengembalikan hak-hak korban NAPZA. Berbagai hal dapat dilakukan sebagaimana yang
dilakuan oleh negara-negara lain termasuk tetangga dekat kita Malaysia. Setidaknya
amandemen terhadap peraturan perundang-undangan tentang NAPZA seyognya
memperhatikan perkembangan masyarakat termasuk menempatkan pengguna dalam
kedudukannya sebagai korban dan juga mempunyai upaya untuk mengurangi dampak buruk
dari penggunaan NAPZA.
Regulasi yang dibentuk tidak lagi meletakan seolah-olah pengguna NAPZA adalah satu-
satunya faktor ”perusak” tatanan masyarakat padahal banyak faktor utama lainnya yang
menyebabkan gencarnya peredaran gelap napza. Sudah saatnya pengguna dilihat dalam
kedudukannya sebagai korban baik secara formil maupun materiil sehingga hak untuk
direhabilitasi sebagai wujud dekriminalisasi terhadap korban NAPZA harus dilakukan.
Apapun bentuknya, esensi dari dekriminalisasi adalah mengembalikan hak korban sehingga
tidak terjadi viktimisasi.

Bentuk Rehabilitasi

Tujuan umum pendirian Pusat Rehabilitasi Penyalahgunaan NAPZA Terpadu adalah untuk
memberikan jaminan penanganan paripurna kepada korban penyalahgunaan NAPZA melalui
aspek hukum, aspek medis, aspek sosial, aspek spiritual, serta pengembangan pendidikan dan
pelatihan dalam bidang NAPZA secara terpadu sedangkan tujuan khususnya adalah:

 Terhindarnya korban dan institusi dan penetrasi pengedar;


 Terhindarnya kerusakan mental dan masa depan para penyalahguna NAPZA yang
akan membunuh potensi pengembangan mereka;
 Terhindarnya korban-korban baru akibat penularan penyakit seperti Hepatitis,
HIV/AIDS, dan penyakit menular lainnya;
 Terwujudnya penanganan hukum yang selaras dengan pelayanan rehabilitasi
medis/sosial;
 Terwujudnya proses pengembangan penanganan korban NAPZA dan aspek ilmiah,
serta keilmuan yang dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman sebagai pusat
jaringan informasi terpadu dan mewujudkan teknis penanganan penyalagunaan
narkotika dan obat-obatan terlarang bagi daerah sekitarnya maupun nasional.

Tujuan-tujuan yang termaktub diatas sesungguhnya sejalan dengan upaya-upaya untuk


melakukan pemulihan korban serta sebagai upaya perlindungan terhadap korban NAPZA.
Namun tujuan-tujuan tersebut seringkali tidak berjalan secara ideal dalam prakteknya.
Selama ini program rehabilitasi terhadap korban terfokus pada rehabilitasi secara medis,
sedangkan rehabilitasi sosial sering diabaikan. Padahal rehabilitasi sosial memegang peranan
yang sama pentingnya dengan rehabilitasi medis. Sekalipun rehabilitasi medis telah berhasil
menghilangkan kecanduan seseorang terhadap psikotropika, jika tidak diikuti dengan
rehabilitasi sosial, orang tersebut akan dengan mudah kembali ke tempat lingkungan
lamanya, kemudian akan menjadi pecandu obat-obat terlarang. Problematika ini seringkali
dihadapi oleh para pengguna NAPZA. Rehabilitasi medis dalam prakteknya kerap
menerapkan metode isolasi sebagai upaya pemulihan medis terhadap korban. Metode ini
tentunya punya konsekwensi logis, bahwa para korban kehilangan “persentuhan sosial”
selama proses tersebut dijalankan. Pada tingkat yang sama, ketika para korban sudah selesai
pada tahapan rehabilitasi medis, kerap tidak diikuti dengan rehabilitasi sosial sehingga ketika
pecandu tersebut kembali ke kehidupan masyarakat, mereka “gagap sosial”. Seringkali terjadi
ketidaksiapan untuk beradaptasi dalam kehidupan sosial sehingga korban punya kans besar
untuk kembali ke lingkungan lamanya yang dianggap lebih nyaman dan kemudian kembali
kecanduan (relaps). Dari hal-hal tersebut maka bentuk dari rehabilitasi yang ideal yaitu:
1. Pusat Rehabilitasi adalah dalam upaya untuk memenuhi hak-hak korban NAPZA
bertujuan untuk pemulihan korban baik medis maupun sosial.
2. Pusat Rehabilitasi harus jauh dari model sistem pemenjaraan, hal ini penting agar
Pusat Rehabilitasi betul-betul adalah tempat bagi pemulihan korban baik secara medis
maupun sosial dan bukan merupakan penjara dalam bentuk lain.
3. Pusat Rehabilitasi ini adalah hasil dari refleksi dari praktek/program rehabilitasi yang
selama ini telah berjalan, dimana lebih menitikberatkan pada rehabilitasi medis dan
cenderung mengabaikan rehabilitasi sosial.

Untuk lebih lanjut, dalam merumuskan suatu penjabaran dari konsepsi rehabilitasi dapat
mencari referensi sebagai perbandingan tentang konsepsi rehabilitasi di negara-negara yang
telah menerapkan vonis rehabilitasi.

2. Pusat Rehabilitasi PSK

PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan
kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya.
Dikalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang
menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat.

Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun
dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran
pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-
laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan
memperkosa perempuan mana saja.

Masalah prostitusi merupakan masalah yang kompleks karena sangat berkaitan dengan
tatanan nilai, norma agama dan budaya masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan seorang wanita menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK), antara lain:
kemiskinan, kebodohan, lapangan kerja yang terbatas dan rendahnya self esteem pada diri
seorang wanita. Maka dari itu setiap individu termasuk pula pada PSK haruslah memiliki rasa
optimis dalam menghadapi masa depannya, karena sikap optimis adalah modal utama bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan meraih keberhasilan di
masa yang akan datang.

Tanpa harapan dan keyakinan akan masa depan membuat PSK semakin terpuruk dalam
kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui latar belakang apa saja yang mempengaruhi seseorang menjalani profesi
sebagai pekerja seks komersial di Surakarta
2. Mendeskripsikan optimisme masa depan pada eks Pekerja Seks Komersial yang
mengikuti rehabilitasi.
3. Menggali faktor -faktor yang mempengaruhi optimisme masa depan pada eks Pekerja
Seks Komersial. Latar belakang yang mempengaruhi subjek menjalani profesi sebagai
PSK antara lain: faktor ekonomi (miskin), pendidikan rendah, kecewa terhadap orang
yang dikasihi, adanya permasalahan dalam keluarga, faktor psikologis (adanya rasa
ingin balas dendam dan ingin mendapatkan sesuatu dengan mudah), terjerumus
pergaulan yang salah optimisme masa depan pada subjek yang mengikuti rehabilitasi
mengalami perubahan perilaku positif, hal ini ditunjukkan dari perilaku-perilaku
seperti: merasa yakin mempunyai pengendalian atas masa depan mereka,
menghentikan arus pemikiran negatif, memiliki visi pribadi dan berpikir realistis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme masa depan pada pekerja seks
komersial yang dominan ada pada faktor egosentris yaitu perasaan, keinginan dan
tujuan hidup.

Pekerja seks yang terjaring dalam lokalisasi hanyalah mereka yang tergolong kelas menengah
ke bawah. Dr. Nafsiah Mboy, DSA, MPH, pemerhati kesehatan perempuan, memperkirakan
jumlah pekerja seks yang berada di lokalisasi hanya sekitar 10%. Hal ini berarti, jumlah
pekerja seks yang berada di luar lokalisasi masih jauh lebih besar.

Setelah lokalisasi diresmikan, sikap pemerintah terhadap pekerja seks pun ternyata masih
mendua. Di satu sisi, pemerintah mengambil keuntungan dengan menarik pajak dari mereka.
Dipihak lain, belum ada peraturan yang secara tegas melindungi pekerjaan mereka, karena
statusnya yang ilegal. Upaya rehabilitasi pun dinilai masih banyak memiliki kelemahan.
Kelemahan dari rehabilitasi itu adalah karena kurang sesuai dengan kebutuhan pekerja seks.
Selain itu, program yang telah mengeluarkan biaya yang besar ini juga dianggap tidak tepat
sasaran, karena banyak pekerja seks yang telah menjalani rehabilitasi ternyata tidak
menggunakan dan mengembangkan ketrampilan yang didapatkan. Ketrampilan yang
diberikan pun dianggap mubadzir kalau tidak memperhitungkan suara pelaku dan sistem
pemasaran hasil keterampilan yang diajarkan.

Pemberdayaan perempuan di lokalisasi pertama-tama harus berurusan dengan mental, bukan


berurusan dengan soal ketrampilan. Yang harus diubah adalah mental mereka agar tidak
tergantung pada laki-laki. Karena itu, diperlukan transformasi dari mental pasif menjadi
mental aktif, dimana mereka secara sadar mengambil tanggung jawab atas hidup mereka
sendiri. Setelah urusan mental bisa diselesaikan, barulah kemudian dilanjutkan dengan
pendidikan, training, dan sistem penempatan.

3. Pusat Rehabilitasi Kanker Payudara

Kanker Payudara adalah penyakit di mana sel-sel (kanker) yang ganas terdeteksi dalam
jaringan payudara. Sel-sel kanker ini kemudian bisa menyebar di dalam jaringan atau organ
tubuh dan juga bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Faktor pemicu kanker jenis ini masih belum diketahui. Kanker ini bisa terkait dengan riwayat
kanker payudara dalam keluarga, menstruasi dini atau kemungkinan faktor risiko lainnya.
Karena sukar dipastikan, maka semua orang berisiko, khususnya ketika berusia 40 tahun ke
atas. Meskipun faktor-faktor penyebabnya masih belum diketahui, penyembuhan sempurna
sudah mungkin terjadi berkat deteksi dini melalui pemeriksaan payudara yang teratur.

Tanda-Tanda Peringatan Kanker Payudara:

 Benjolan yang tidak menyakitkan di payudara.


 Rasa gatal dan ruam merah yang tidak kunjung sembuh di putting.
 Perdarahan atau lendir yang tidak normal dari putting.
 Kulit payudara membengkak dan menebal.
 Cekungan atau kerutan pada kulit payudara.
 Puting tertarik masuk.

Pengobatan

Sebagian besar adalah pembedahan untuk mengangkat kanker. Bentuk pembedahannya antara
lain:

a. Bedah yang mempertahankan payudara:


 Lumpektomi; pengangkatan kanker dan sedikit jaringan di sekitarnya.
 Mastektomi; pengangkatan seluruh payudara dengan atau tanpa kelenjar getah bening
di bawah ketiak
b. Pengobatan lain
Biasanya pembedahan diikuti dengan terapi sistematis, yang bisa mencakup
rehabilitasi, kemoterapi, radioterapi dan/atau terapi hormon untuk meningkatkan
peluang kesembuhan.

Langkah-Langkah Untuk Rehabilitasi

a. Rehabilitasi fisik; mencakup:


 Latihan bahu setelah pembedahan.
 Perawatan lengan atas untuk mencegah pembekakan kerusakan getah bening.
 Gizi seimbang dan perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kesembuhan.

b. Rehabilitasi mental; mencakup:


 Dukungan yang kuat dari pasangan, keluarga, teman & kelompok pendukung.
 Wanita bisa merasa aman jika dia tahu kemungkinannya untuk sembuh.
 Memeriksakan diri ke dokter secara teratur.

4. Pusat Rehabilitasi Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang,
sehingga tulang menjadi rapuh dan resiko terjadinya patah tulang meningkat. Dalam keadaan
Fisiologis/normal, tulang kita juga mengalami pengeroposan yang diikuti dengan
pembentukan sel-sel tulang baru di bagian tulang yang keropos, sedangkan pada penyakit
tulang osteoporosis, pengeroposan tulang terjadi berlebihan dan tidak diikuti proses
pembentukan yang cukup sehingga tulang jadi lebih tipis dan rapuh.

Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda
yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen
setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.

Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang
wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini
dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun,
penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.

Penderita osteoporosis rentan mengalami patah tulang. Karena itu, jika sudah mengalami
gejala seperti nyeri di pinggang, ada baiknya langsung melakukan pemeriksaan tulang. Dan
kalau terdeteksi osteoporosis, terang dia lagi, harus dilakuan kombinasi pengobatan dengan
perubahan gaya hidup termasuk memperbaiki asupan nutrisi, melakukan olahraga seperti
senam rehabilitasi osteoporosis, menggunakan obatan-obatan untuk osteoporosis, serta
mengurangi risiko patah tulang dengan mencegah kejatuhan.

Rehabilitasi untuk penyakit osteoporosis dapat dilakukan dengan cara senam osteoporosis
yang bisa membantu penderita osteoporosis dengan meningkatkan kepadatan tulang,
menguatkan otot, memperbaiki kelenturan, serta mengurangi rasa sakit. Para penderita
osteoporosis disarankan untuk melakukan senam 3 kali per minggu.

Selain senam, penderita sebaiknya menghindari risiko jatuh. Patah tulang seringkali terjadi
akibat jatuh. Dan untuk mencegah jatuh, penderita sebaiknya memperhatikan semua hal
termasuk hal-hal yang sederhana di rumah. Jika rumah dilengkapi tangga, sebaiknya dipasang
pegangan, hindari alas kaki yang licin, hindari kabel-kabel atau sepatu berserakan, serta
jangan naik ke atas kursi saat hendak meletakkan atau menjangkau sesuatu dari tempat yang
tinggi. Perawatan ketiga, adalah mengikuti terapi dengan obat-obatan osteoporosis.

Ketiga cara ini, bukanlah pilihan. Tetapi, sebaiknya dikombinasikan untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Sebuah studi di tahun 2008 menunjukan, hasil kombinasi olahraga dengan
terapi obat jauh lebih baik. Selain itu untuk mendapatkan hasil masksimal, penggunaan obat
osteoporosis ini paling tidak harus dilakukan selama 1 tahun.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian materi di atas, penulis menyimpulkan tidak sedikit wanita yang berada di
pusat rehabilitasi. Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan orang yang
memilki penyakit kronis baik dari fisik ataupun psikologisnya, sedangkan pusat rehabilitasi
sendiri yaitu tempat atau sarana yg digunakan untuk proses pemulihan atau perbaikan untuk
kembali seperti semula misal ketergantungan narkoba, penyandang cacat baik fisik atau
mental dan masalah yg lain.

Rehabilitasi ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, namun pada dasarnya terdapat dua
jenis rehabilitasi yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pusat rehabiliasi sendiri meliputi subjek rehabilitasi, sarana dan prasarana rehabilitasi, pola
dasar rancangan rehabilitasi dan jenjang proses kesembuhan.
Utuk macam-macam pusat rehabilitasi wanita terdapat pusat rehabilitasi pengguna
NAPZA/Narkoba, pusat rehabilitasi PSK, pusat rehabilitasi kanker payudara dan pusat
rehabilitasi osteoporosis.

B. Saran

Wanita di pusat rehabilitasi merupakan wanita yang memerlukan perhatian khusus. Karena
wanita-wanita tersebut mempunyai maslah-masalah serius. Perhatian ini ditunjukkan guna
berhasilnya pengobatan pada wanita tersebut.

Rehabilitasi jangan hanya dilakukan secara medis, melainkan juga secara sosial karena peran
sosial juga sangat berpengaruh dan berperan penting.

Sarana dan prasarana serta pola dasar rangcangan untuk pusat rehabilitasi wanita disiapkan
secara tepat dan sesuai dengan permasalahan yang dialami wanita tersebut agar wanita
tersebut mendapatkan pelayanan rehabilitasi yang sesuai dengan kebutuhannya.

Dengan terciptanya pelayanan rehabilitasi yang baik dan benar sesuai dengan kebutuhan akan
penanganan masalah yang dihadapi oleh seorang wanita diharapkan tujuan-tujuan yang
direncanakan pada awal dilakukannya rehabilitasi tercapai secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Aji Binuko, 2011. Wanita di tempat kerja dan rehabilitasi

Endah Purnasari, 2010. Permasalahan kesehatan dalam dimensi sosial dan upaya
mengatasnya

Nos Magna Obstetrix, 2011. Kesehatan reprosukdi wanita dipusat rehabilitasi

Anda mungkin juga menyukai