Anda di halaman 1dari 15

Definisi

Penyakit kulit adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan jaringan penutup permukaan
tubuh dan bersifat relatif ringan. Meskipun bersifat relatif ringan, apabila tidak ditangani
secara serius, maka hal tersebut dapat memperburuk kondisi kesehatan (Surapsari, 2006).

Penyakit kulit menurut Ganong (2006), merupakan peradangan kulit epidermis dan dermis
sebagai respons terhadap faktor endogen berupa alergi atau eksogen berasal dari bakteri dan
jamur. Gambarannya polimorfi, dalam artian berbagai macam bentuk, dari bentol-bentol,
bercak-bercak merah, basah, keropeng kering, penebalan kulit disertai lipatan kulit yang
semakin jelas, serta gejala utama adalah gatal.

Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada orang-orang dari
segala usia. Sebagian besar pengobatan infeksi penyakit kulit membutuhkan waktu lama
untuk menunjukkan efek (Indrayatna, 2010).

2. Jenis-Jenis Penyakit Kulit

a. Penyakit kulit karena infeksi bakteri adalah skrofuloderma, tuberkolosis kutis verukosa,
kusta (lepra), patek.

b. Penyakit kulit karena parasit dan insekta adalah scabies, pedikulosis

kapitis, pedikulosis korporis, pedikulosis pubis, creeping eruption,

amebiasis kutis, gigitan serangga, trikomoniasis.

c. Penyakit kulit karena jamur adalah Pitariasis Versikolor (panu), tinea

nigra palmaris, tinea kapitis, tinea barbae, tinea korporis, tinea

imbrikata, tinea pedis, tinea manus, tinea kruris, kandidiasis,

sporotrikosis, aktinomikosis, kromomikosis, fikomikosis, misetoma.

d. Gangguan kulit karena infeksi jamur pada kulit yang paling sering

adalah Pitariasis Versikolor (panu), penyebab Pitariasis Versikolor

(panu) adalah Malazessia furfur ini akan terlihat sebagai spora yang

bundar dengan dinding yang tebal atau dua lapis dinding, ditemukan

dalam kelompok bersama pseudohifa yang biasanya pendek seperti

gambaran spaghetti dan meatballs.

Pitariasis Versikolor (panu) terjadi bila terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara
hospes dengan ragi sebagai flora normal kulit. Keadaan yang mempengaruhi keseimbangan
antara hospes dengan ragi tersebut diduga adalah faktor lingkungan atau faktor suseptibilitas
individual. Faktor lingkungan di antaranya adalah lingkungan mikro pada kulit misalnya
kelembaban kulit. Sedangkan faktor individual antara lain adanya kecenderungan genetik
atau adanya penyakit yang mendasari misalnya sindrom chusing atau malnutrisi. Lesi
Pitariasis Versikolor dijumpai di bagian atas dada dan meluas ke lengan atas, leher dan perut
atau tungkai atas/bawah. Lesi khususnya dijumpai pada bagian yang tertutup atau mendapat
tekanan pakaian, misalnya pada bagian yang tertutup pakaian dalam. Keluhan Pitariasis
Versikolor yang di alami penderita adalah adanya bercak/ macula berwarna putih
(hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal ringan yang munculnya
saat berkeringat. Pada kulit hitam atau coklat umumnya berwarna putih sedang pada kulit
putih atau terang cenderung berwarna coklat atau kemerahan (Robin, 2006).

e. Gangguan kulit karena infeksi bakteri pada kulit yang paling sering adalah dermatofitosis
(kurap). Dermatofitosis (kurap) yang terdiri atas tinea kapitis menyerang kulit kepala, tinea
korporis pada permukaan kulit, tinea kruris pada lipatan kulit, tinea pedis pada sela jari kaki
(athlete's foot), tinea manus pada kulit telapak tangan, tinea imbrikata berupa sisik pada kulit
di daerah tertentu, dan tinea ungium (pada

kuku). Umumnya berbentuk sisik kemerahan pada kulit atau sisik putih. Pada kuku, terjadi
peradangan di sekitar kuku, dan bisa menyebabkan bentuk kuku tak rata permukaannya,
berwarna kusam, atau membiru. Keluhan yang dialami penderita tinea kapitis, tinea korporis,
tinea imbrikata, tinea pedis dan tinea kruris adalah rasa gatal (Surapsari, 2006).

f. Penyakit kulit alergi adalah dermatitis kontak toksik, dermatitis kontak alergik, dermatitis
okupasional, dermatitis atopic, dermatitis stasis, dermatitis numularis, dermatitis solaris,
pompliks, eritema nodosum dan lain-lain (Surapsari, 2006).

Gambar 2.3. Penyakit Kulit Alergi

Pada umumnya keluhan gangguan pada kulit adalah rasa gatal-gatal (saat pagi, siang, malam,
ataupun sepanjang hari), muncul bintik-bintik merah/ bentol-bentol/ bula-bula yang berisi
cairan bening ataupun nanah pada kulit permukaan tubuh timbul ruam-ruam (Robin, 2006).
Pada infeksi jamur superfisial, yang terinfeksi adalah kulit (epidermis), selaput lendir mulut
dan genitalia, kuku, dan rambut.

Seseorang mendapat penyakit ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1) Predisposisi

2) Pekerjaan

3) Perubahan pH kulit atau metabolisme kulit

4) Daya tahan tubuh seseorang yang menurun

5) Menderita penyakit kronik atau tumor ganas

6) Kebersihan perorangan yang kurang baik

7) Gangguan hormonal
8) Sumber penularan bisa dari tanah (geophilic), hewan (zoophilic), atau manusia
(antrophilic).

3. Penyebab Penyakit Kulit

Menurut Fregert (1988) dalam Sajida (2012), jumlah agen yang menjadi penyebab penyakit
kulit sangat banyak antara lain:

a. Agen-agen fisik, antara lain disebabkan oleh tekanan atau gesekan, kondisi cuaca, panas,
radiasi dan serat-serat mineral. Agen-agen fisik menyebabkan trauma mekanik, termal atau
radiasi langsung pada kulit. Kebanyakan iritan kulit langsung merusak kulit dengan jalan:

1) Mengubah pHnya

2) Bereaksi dengan protein-proteinnya (denaturasi)

3) Mengekstrasi lemak dari lapisan luarnya

4) Merendahkan daya tahan kulit.

b. Agen-agen kimia, terbagi menjadi 4 kategori yaitu:

1) Iritan primer berupa asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garam-garam logam.

2) Sensitizer berupa logam dan garam-garamnya, senyawa-senyawa yang berasal dari anilin,
derivat nitro aromatik, resin, bahan-bahan

kimia karet, obat-obatan, antibiotik, kosmetik, tanam-tanaman, dan lain-lain.

3) Agen-agen aknegenik berupa nafialen dan bifenil klor, minyak mineral, dll.

4) Photosensitizer berupa antrasen, pitch, derivat asam amni benzoat, hidrokarbon aromatik
klor, pewarna akridin, dll.

c. Agen-agen biologis seperti mikroorganisme, parasit kulit dan produk-produknya. Jenis


agen biologis ini umumnya merupakan zat pemicu terjadinya penyakit kulit. Zat kimia dapat
menyebabkan penyakit kulit. Zat kimia tersbut anatar lain adalah kromium, nikel, cobalt, dan
merkuri.

4. Patofisiologi Penyakit Kulit

Personal Hygiene yang kurang dan menurunnya daya tahan tubuh menyebabkan bakteri,
virus, jamur dan parasit mudah masuk ke dalam tubuh. Pada penyakit kulit yang disebabkan
oleh bakteri dan virus, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Sedangkan pada penyakit kulit akibat infestasi parasit seperti sarcoptes scabiei yang hidup
dirambut dan bertelur disana. Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa dan
dewasa. Kelainan kulit yang timbul akibat dari garukan gatal akibat sensitisasi terhadap
sekret dan exkret sarcoptes kurang lebih sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika. Garukan dapat
menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Ganong, 2006).
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum (lapisan kulit yang paling luar)
yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler, hipoproteinemia dan keseimbangan
nitrogen yang negatif. Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas, sejumlah besar panas
akan hilang jadi dermatitis eksfoliatif memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama yaitu pelepasan lapisan tanduk dari permukaan
kulit sel-sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel-sel yang baru
terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik/plak
jaringan epidermis yang profus.

Menurut Ganong (2006), mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non
imunologik dan imunologik (alergik), tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik.
Pada mekanisme imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang
sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya
berperan sebagai antigen yang tidak lengkap (hapten). Obat/metaboliknya yang berupa
hapten ini harus berkonjugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan, serum/protein dari
membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat
berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.

5. Tanda dan Gejala Penyakit Kulit

Tanda dan gejala penyakit kulit berupa :

a. Gatal-gatal (saat pagi, siang, malam, ataupun sepanjang hari).

b. Muncul bintik-bintik merah/ bentol-bentol/ bula-bula yang berisi cairan bening ataupun
nanah pada kulit permukaan tubuh.

c. Timbul ruam-ruam kadang disertai demam.

Kemungkinan cara penularan secara langsung yaitu sentuhan atau bersinggungan langsung
dengan penderita, dan melalui perantara yaitu melalui pakaian, selimut, handuk, sabun mandi
yang dipakai oleh penderitanya (Muammar, 2006).

6. Upaya Pencegahan Terjadinya Penularan Penyakit Kulit

Adapun upaya pencegahan terjadinya penularan penyakit kulit adalah

a. Tingkatkan kebersihan diri

b. Tingkatkan kekebalan tubuh dengan cara banyak mengkonsumsi makanan bergizi


(multivitamin) dan istirahat yang cukup

c. Hindari kontak langsung dengan penderita, bila bersinggungan/bersentuhan dengan


penderita segera cuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir bila perlu menggunakan
sabun

d. Hindari penggunaan perlengkapan pribadi secara bersamaan (selimut, pakaian, handuk,


sabun mandi, dll)
e. Lakukan perawatan dan pengobatan pada anggota keluarga yang menderita penyakit kulit
yang cenderung menular (Muammar, 2006).

7. Dampak Penyakit Kulit

Adapun dampak yang ditimbulkan oleh penyakit kulit adalah

a. Gangguan rasa nyaman, gatal meningkat berlarut-larut

b. Meningkatkan resiko penularan kepada anggota keluarga yang lain

c. Kerusakan jaringan kulit

d. Gangguan/hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

e. Masalah kesehatan kemungkinan (gangguan kebutuhan istirahat bertambah)

8. Cara Perawatan Penyakit Kulit

Ada beberapa perawatan penyakit kulit yaitu :

a. Hindari menggaruk area yang gatal-gatal, bila gatal lebih baik diusap-usap atau bisa juga
direndam dengan air hangat (tetapi harus dipastikan tidak ada luka/ bula-bula yang berisi
cairan/nanah tidak pecah).

b. Pada area yang gatal dan terdapat luka/ bekas bula yang pecah hindari terkena air (bila
dipermukaan tubuh terdapat luka/ bekas bula yang pecah untuk sementara waktu jangan
mandi).

c. Bila terdapat bula yang berisi nanah/cairan yang pecah, segera keringkan menggunakan
kapas, dan buang pada tempat sampah.

d. Jaga kebersihan diri dan ganti pakaian sehari minimal sekali.

e. Tingkatkan kekebalan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan istirahat yang
cukup.

f. Lakukan kompres menggunakan rivanol pada daerah bekas bula yang pecah atau daerah
yang bernanah (Muammar, 2006).

9. Penyakit-Penyakit Yang Disebabkan Oleh Mikroorganisme

a. Pitiriasis Versikolor (Jamur)

1) Definisi

Pitiriasis versikolor adalah suatu penyakit jamur kulit yang kronik dan asimtomatik serta
ditandai dengan bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang
badan dan kadang-kadang terlihat di ketiak, sela paha, tungkai atas, leher, muka dan kulit
kepala.
2) Epidemiologi

Pitiriasis versikolor distibusi seluruh dunia, tetapi pada daerah tropis dan daerah subtropis.
Didaerah tropis insiden dilaporkan sebanyak 40%, sedangkan pada daerah yang lebih dingin
angka insiden lebih rendah, sekitar 3% pasien mengunjungi dermatologis. Di Inggris, insiden
dilaporkan sekitar 0,5% sampai 1% diantara penyakit kulit. Pitiriasis versikolor kebanyakan
menyerang orang muda. Grup umur yang terkena 25-30 tahun pada pria dan 20-25 pada
wanita.

3) Patofisiologi

Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh organisme dimorfik, lipofilik yaitu Malassezia furfur,
yang dibiakkan hanya pada media kaya asam lemak rantai C12-C14. Pityrosporon orbiculare,
pityrosporon ovale, dan Malassezia furfur merupakan sinonim dari M. Furfur. M. Furfur
merupakan flora normal kutaneus manusia, dan ditemukan

pada 18% bayi dan 90-100% dewasa. Pada pasien dengan stadium klinis jamur tersebut dapat
ditemukan dalam bentuk spora dan dalam bentuk filamen (hifa). Faktor-faktor yang
menyebabkan berkembang menjadi parasit sebagai berikut:

a) Endogen: kulit berminyak, hiperhidrosis, genetika, imunodefisiensi, sindrom Cushing,


malnutrisi.

b) Eksogen: kelembaban dan suhu tinggi, higiene, oklusi pakaian, penggunaan emolien yang
berminyak.

Beberapa faktor menyumbang peranan penting dalam perkembangan dan manifestasi klinik
dari Pitiriasis versikolor. Lemak kulit memiliki pengaruh, pityrosporum merupakan jamur
yang lipofilik dan bergantung kepada lemak sehingga memiliki kaitan erat dengan dengan
trigliserida dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea. Ketergantungan terhadap
lemak menjelaskan bahwa pitiriasis versikolor memiliki predileksi pada kulit secara
fisiologik kaya akan kelenjar sebasea, dan tidak muncul pada tangan dan tapak kaki. Pitiriasis
versikolor jarang pada anak-anak dan orang tua karena kulit mereka rendah akan konsentrasi
lemak, berbeda dengan orang muda. Sekresi keringat, pada daerah tropikal endemik pitiriasis
versikolor, suhu akan mengakibatkan peningkatan sekresi keringat yang mempengaruhi
komposis lapisan lemak kulit dan berhubungan dengan inisiasi pitiriasis versikolor. Faktor
hormonal, dilaporkan bahwa kasus pitiriasis versikolor

meningkat pada iatrogenik Cushing’s syndrome yang diakibatkan perubahan-perubahan


stratum kulit, juga pada kehamilan dan akne vulgaris.

Proses depigmentasi kulit pada pitiriasis versikolor bersifat subjektif yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, ras, paparan matahari, inflamasi kulit dan efek langsung Pityrosporum pada
melanocytes. Studi histologi, menunjukkan kehadiran sejumlah melanocytes pada daerah
noda lesi degeneratif dari pitiriasis versikolor. Hal ini memberikan petunjuk terjadinya
penurunan produksi melanin, penghambatan transfer melanin pada keratinocytes, kedua hal
tersebut menimbulkan kekurangan melanin pada kulit. Pendapat lain bahwa lesi
hipopigmentasi terjadi karena mekanisme penyaringan sinar matahari oleh jamur, sehingga
lesi kulit menjadi lebih terang dibanding dengan kulit sekitar lesi yang lebih gelap. Namun
pendapat ini kurang tepat untuk menjelaskan hipopigmentasi pada pitiriasis versikolor karena
beberapa kasus hipopigmentasi pada pitiriasis versikolor tanpa terpapar oleh sinar matahari.

4) Manifestasi Klinis

Kelainan kulit Pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan.
Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai
teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat

dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan
biasanya asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit
tersebut. Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan
berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh
toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita. Penyakit ini sering
dilihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit
kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan nutrisi.

Pitiriasis versikolor muncul dengan 3 bentuk:

a) Papulosquamous

(1) Paling sering bermanifestasi dalam gambaran bersisik, batas jelas, banyak, makulabulat
sampai oval yang tersebar pada batang tubuh, dada, leher, ekstrimitas dan kadang pada
bagian bawah perut.

(2) Makula cenderung untuk menyatu, membentuk area pigmentasi irreguler. Area yang
terinfeksi dapat menjadi gelap atau menjadi lebih terang dari kulit sekitar.

(3) Kondisi ini akan lebih terlihat pada musim panas dimana perbedaan warna akan lebih
menonjol.

b) Inverse Pityriasis versicolor

(1) Bentuk kebalikan dari Pitiriasis versikolor pada keadaan distribusi yang berbeda, kelainan
pada regio flexural, wajah atau area tertentu pada ekstrimitas. Bentuk ini lebih sering terlihat
pada pasien yang mengalami gangguan imunodefisiensi.

(2) Bentuk ini dapat dibingungkan dengan kandidiasis, dermatitis seborrhoik, psoriasis,
erythrasma dan infeksi dermatophyte.

c) Folliculitis

(1) Bentuk ketiga dari infeksi M. furfur pada kulit melibatkan folikel rambut. Kondisi ini
biasanya terjadi pada area punggung, dada dan ekstrimitas.
(2) Bentuk ini secara klinik sulit dibedakan dengan folikulitis bakterial. Infeksi akibat
Pityrosporum folliculitis berupa papula kemerahan atau pustula.

(3) Faktor predisposis diantaranya diabetes, kelembapan tinggi, terapi steroid atau antibiotika
dan terapi immunosupresan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa M. furfur memiliki peran
dalam dermatitis seborhoik.

5) Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan mikologis kerokan kulit

Pengambilan bahan dapat dengan kerokan biasa atau dengan menggunakan cellotape yang
ditempel pada lesi. Setelah diambil, bahan diletakkan di atas gelas obyek lalu diteteskan
larutan KOH 20% atau campuran 9 bagian KOH 20% dengan 1 bagian tinta parker blueback
superchrome X akan lebih memperjelas pembacaan karena memberi tampilan warna biru
yang cerah pada elemen-elemen jamur.

Hasil positif : Hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf i, v, j) dan gerombolan spora
budding yeast yang berbentuk bulat mirip seperti sphagetti with meatballs.

Hasil negatif : Bila tidak ada lagi hifa, maka berarti bukan pitiriasis versikolor walaupun ada
spora.

b) Lampu Wood

Untuk membantu menegakkan diagnosis dan untuk menentukan luasnya lesi dapat dilakukan
pemeriksaan dengan penyinaran lampu Wood pada seluruh tubuh penderita dalam kamar
gelap. Hasilnya positif apabila terlihat fluoresensi berwarna kuning emas pada lesi tersebut.

b. Selulitis (bakteri)

1) Pengertian

Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan
biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit, meskipun
demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada ekstrimitas
bawah. Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian jaringan subkutan.
Selulitis adalah infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan. Jadi selulitis adalah
infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri stapilokokus aureus, streptokokus grup A dan
streptokokus piogenes.

2) Etiologi

Penyebab dari selulitis adalah bakteri streptokokus grup. A, streptokokus piogenes dan
stapilokokus aureus.

3) Patofisiologi
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau
menimbulkan peradangan, penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi,
kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang kencing manis yang pengobatannya tidak
adekuat. Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan system vena dan limfatik pada kedua
ektrimitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristik
hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia. Selulitis yang tidak

berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A, sterptokokus lain atau
staphilokokus aureus, kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi
mikrobial yang pasti sulit ditentukan, untuk absses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai
lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya
adalah stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob
yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme
campuran. Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi dan
dapat mengalami super infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil
perubahan peradangan benda asing, nekrosis, dan infeksi derajat rendah.

4) Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis selulitis adalah Kerusakan kronik pada kulit sistem vena dan limfatik pada
kedua ekstrimitas, kelainan kulit berupa infiltrat difus subkutan, eritema local, nyeri yang
cepat menyebar dan infitratif ke jaringan dibawahnya, Bengkak, merah dan hangat nyeri
tekan, supurasi dan lekositosis.

5) Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih, eosinofil dan
peningkatan laju sedimentasi eritrosit.

b) Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan, menunjukkan
adanya organisme campuran.

c) Rontgen Sinus-sinus para nasal (selulitis perioribital).

c. Varicella Zoster (virus)

1) Definisi Varisella Zoster (Cacar Air)

Varicella (cacar air) adalah penyakit yang ringan, sangat mudah menular, khususnya pada
anak-anak, ditandai dengan erupsi vesikuler pada kulit yang merata juga pada membrane
mukosa. Penyakit ini bisa berat pada orang dewasa dan anak-anak dengan imunokompromis.

Zoster (ruam kulit) bersifat sporadis, melamahkan pada orang dewasa atau individu dengan
imunokompromis yang ditandai dengan ruam yang terbatas penyebarannya pada kulit yang
dipersarafi oleh ganglion sensorik tunggal. Lesinya sama dengan yang ada pada varisela.
Kedua penyakit disebabkan oleh virus yang sama. Varisela merupakan penyakit akut yang
mengikuti kontak primer dengan virus, sementara zoster adalah respon sebagian imunitas
inang terhadap reaktivasi varisela yang terdapat dalam bentuk laten dalam ganglion sensorik.

2) Etiologi

Varicella Zoster (Cacar Air) disebabkan oleh virus Varicella Zoster. Virus ini termasuk
dalam famili Herpesvirus, yang merupakan

kelompok dari virus DNA untai ganda yang berukuran medium (diameter 100-200 nm). Pada
apus Tzanck didapatkan sel Datia dengan 2-15 nuklei.

3) Epidemiologi

Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis kelamin.
Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama usia 3 – 6
tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, varicella sering terjadi
pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun dan
di Jepang, umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun sebanyak 81,4 %.

4) Patofisiologi

Varicella primer disebabkan oleh virus varicella-zoster, yang merupakan herpes virus.
Penyebaran dapat melalui sekresi lendir pernafasan ke saluran nafas, ataupun kontak dengan
kulit penderita langsung. Infeksi paling awal terjadi pada konjungtiva atau mukosa saluran
pernafasan bagian atas . Virus bereplikasi di kelenjar getah bening selama 2–4 hari dan
disertai dengan penyebaran virus melalui darah setelah 4–6 hari inokulasi. Virus akan
bereplikasi di hati, limpa, dan organ lainnnya. Penyebaran virus kedua melalui darah akan
berakhir di kulit setelah 14–16 hari pemaparan virus, dan menyebabkan kelainan kulit.
Beberapa kondisi berat yang mungkin terjadi adalah infeksi di otak, hati dan paru-paru. Masa

inkubasi virus selama 10–21 hari, penderita dapat menularkan sejak 1–2 hari sebelum
kelainan kulit timbul sampai lesi kulit mengering (5–6 hari dari awal lesi kulit pertama timbul
). Walaupun imunitas akan terbentuk setelah infeksi ini, dari beberapa laporan ditemukan
adanya infeksi kembali dari virus yang sama.

5) Patogenesis

Varisela dapat diidentifikasikan dari kumpulan vesikel-vesikel yang berkembang menjadi


papul dan kemudian menjadi koreng (scab/crust). Masa inkubasi berlangsung 14-21 hari.
Terdapat gejala prodromal berupa demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, dan nyeri kepala,
disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam
berubah menjadi vesikel dengan bentuk khas berupa tetesan embun (tear drops). Sementara
proses ini berlangsung, timbul vesikel baru sehingga timbul gambaran polimorfi. Mula-mula
timbul di badan, menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta dapat
menyerang selaput lendir mata (konjungtiva), mulut, dan saluran nafas atas. Pada infeksi
sekunder kelenjar getah bening regional membesar. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.
Jalan infeksi Varicella adalah melalui mukosa saluran pernapasan atas atau konjungtiva.
Virus beredar dalam darah, mengalami banyak siklus replikasi, dan akhirnya terlokalosir di
kulit. Lesi fokal kulit dan mukosa dimulai oleh infeksi virus pada sel-sel epitel

kapiler. Pembengkakan sel epitel, degenerasi balon, dan terkumpulnya cairan jaringan
menghasilkan bentuk vesikel. Badan inklusi eosinofilik ditemukan pada inti sel yang
terinfeksi.

Lesi varisela yang bisa berkembang di organ lain pada penyakit neonatal dengan infeksi virus
varicella zoster yang disertai komplikasi pada orang dewasa adalah sama. Paru-paru biasanya
terjangkit paling parah, umum dijumpai adanya giant cell berinti banyak. Replikasi dan
penyebaran virus varicella zoster dibatasi oleh respon imun seluler dan humoral inang.
Interferon bisa juga terlibat. Lesi kulit zoster secara histopatologis identik dengan varicella.
Juga ada inflamasi akut ganglion dan saraf sensorik. Seringkali hanya satu ganglion yang
terkena. Sebagai aturan, distribusi lesi kulit berkaitan erat dengan daerah persarafan dari
radiks dorsal individu.

Belum jelas apa yang menjadi pemicu reaktivasi infeksi virus varicella zoster laten pada
ganglion. Diyakini bahwa imunitas yang menurun memungkinkan replikasi virus yang terjadi
di ganglion, dan menyebabkan peradangan dan rasa nyeri yang hebat. Virus pindah dari saraf
ke kulit dan menimbulkan bentuk vesikel. Imunitas yang diperantarai sel bisa menjadi
pertahanan inang yang terpenting dalam menahan virus varicella zoster. Reaktivasi bersifat
sporadis dan jarang berulang.

6) Gejala Klinis

Gejala mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi pada anak-anak yang berusia
diatas 10 tahun, gejala awalnya berupa sakit kepala demam sedang dan rasa tidak enak badan,
gejala tersebut biasanya tidak ditemukan pada anak-anak yang lebih musa. Pada
permulaannya, penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan
lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa
didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbulah
kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan
perut atau punggung lalu diikuti timbul di anggota gerak dan wajah. Kemerahan pada kulit ini
lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin
terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan
maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan
meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan
akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.

Lain halnya jika lenting cacar air tersebut dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk lebih
dalam sehingga akan mengering lebih lama. Kondisi ini memudahkan infeksi bakteri terjadi
pada bekas luka garukan tadi. setelah mengering bekas cacar air tadi akan

menghilangkan bekas yang dalam. Terlebih lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa
muda, bekas cacar air akan lebih sulit menghilang.
Papula di mulut cepat pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus), yang sering menyebabkan
gangguan menelan. Ulkus juga dapat ditemukan di kelopak mata, saluran pernapasan bagian
atas, rectum dan vagina.

Papula pada pita suara dan saluran pernapasan atas kadang menyebabkan gangguan pada
pernapasan. Bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening dileher bagian samping.

Cacar air jarang menyebabkan pembentukan jaringan parut, kalaupun ada hanya berupa
lekukan kecil di sekitar mata. Luka cacar air bisa terinfeksi akibat garukan dan biasanya
disebabkan oleh staphylococcus.

Anak-anak biasanya sembuh dari cacar air tanpa masalah. Tetapi pada orang dewasa maupun
penderita gangguan sistem kekebalan, infeksi ini bisa berat atau bahkan berakibat fatal.

Pada zoster, penyakit ini biasanya dimulai dengan nyeri hebat pada daerah kulit atau mukosa
yang disuplai oleh satu atau lebih kelompok saraf dan ganglion sensorik. Dalam beberapa
hari setelah onset, gerombolan vesikel tampak diatas kulit yang disuplai oleh saraf yang
terjangkit. Erupsi biasanya unilateral; badan, kepala, dan leher adalah yang paling sering
terjangkit.

Pada pasien dengan zoster yang terlokalisir dan tidak ada penyakit yang mendasari, level
interveron vesikel memuncak di awal selama infeksi (pada hari ke 6). Puncak level interveron
diikuti oleh perbaikan klinis dalam 48 jam. Adapun Gejala dan Tandanya yaitu:

a) Gejala Prodromal

(1) Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodromal yang dapat berlangsung selama 1-4
hari berupa nyeri pada daerah dermatom yang akan timbul lesi. Nyeri bersifat segmental dan
dapat berlangsung terus-menerus atau sebagai serangan yang hilang timbul. Keluhan
bervariasi dari rasa gatal, kesemutan, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi sampai rasa
ditusuk-tusuk.

(2) Gejala konstitusi juga merupakan gejala prodromal berupa malaise, sefalgia, rangsang
meningeal dan nausea, yang biasanya akan menghilang setelah erupsi kulit timbul. Kadang-
kadang terjadi limfadenopati regional.

b) Erupsi kulit

(1) Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi
oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di
daerah ganglion torakalis.

(2) Lesi dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul-papul dan dalam
waktu 12-24 jam lesi

berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pustul yang akan mengering
menjadi krusta dalam 7- 10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2-3 minggu kemudian
mengelupas. Pada saat ini biasanya nyeri segmental juga menghilang.
(3) Lesi baru dapat terus muncul sampai hari keempat dan kadang-kadang sampai hari
ketujuh.

(4) Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan makula hiperpigmentasi dan jaringan parut
(pitted scar).

Variasi Klinis :

(1) Pada beberapa kasus nyeri segmental tidak diikuti erupsi kulit, kemudian ini disebut
zoster sine herpete.

(2) Herpes zoster abortif , bila perjalanan penyakit berlangsung singkat dan kelainan kulit
hanya berupa vesikel dan eritema.

(3) Herpes zoster oftalmikus : HZ yang menyerang cabang pertama nervus trigeminus. Erupsi
kulit sebatas mata sampai verteks, tetapi tidak melalui garis tengah dahi. Bila mengenai anak
cabang nasosiliaris (adanya vesikel pada puncak hidung yang dikenal sebagai tanda
Hutchinson), maka akan timbul kelainan mata.

(4) Sindrom Ramsay-Hunt : HZ di liang telinga luar atau membrana timpani disertai paresis,
gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinnitus, vertigo

dan tuli. Kelainan tersebut sebagai akibat virus menyerang nervus fasialis dan nervus
auditorius.

(5) Herpes zoster aberans : HZ disertai vesikel < 10 buah yang melalui garis tengah

7) Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah tidak memberikan gambaran yang spesifik. Untuk pemeriksaan
varicella bahan diambil dari dasar vesikel dengan cara kerokan atau apusan dan dicat dengan
Giemsa dan Hematoksilin Eosin, maka akan terlihat sel-sel raksasa (giant cell) yang
mempunyai inti banyak dan epitel sel berisi Acidophilic Inclusion Bodies atau dapat juga
dilakukan pengecatan dengan pewarnaan imunofluoresen, sehingga terlihat antigen virus
intrasel Isolasi virus dapat dilakukan dengan menggunakan fibroblast pada embrio manusia.
Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel, kadang-kadang ada darah.

Antibodi terhadap varicella dapat dideteksi dengan pemeriksaan Complemen Fixation Test,
Neurailization Test, FAMA, IAHA, dan ELISA.

8) Pemeriksaan Penunjang

a) Tzank smear

Tujuan : melihat multinucleated giant cell untuk virus dan vesikobulosa. Cara pemeriksaan :
bahan pemeriksaan diambil

dari dasar vesikel dengan cara dikerok, oleskan pada kaca objek lalu fiksasi, warnai dengan
giemsa, lihat dengan mikroskop.
Hasil pemeriksaan : Herpes zostersel datia dengan inti akantolisis ,Vesikubulosasel Tzank

b) Kultur virus dari apusan dasar vesikel, spesimen biopsi, skraping kornea.

c) Histopatologis

Histopatologi lesi kulit varisela zoster sama sel epidermis (pada lapisan germinal dan bagian
dalam stratum spinosum) menunjukkan ballooning degeneration dengan hilangnya
intercellular bridges (akantholisis) yang nantinya akan dipisahkan oleh edema interselular.

d) Pemerikasaan antigen dan antibodi

d. Pediculosis Kapitis (parasit)

1) Definisi

Infeksi kulit atau rambut pada manusia yang disebabkan parasit obligat pediculus humanis.

2) Etiologi

Penyakit pedikulosis kapitis disebabkan oleh parasit subspecies Pediculus humanus var.
capitis. Parasit ini termasuk dalam golongan filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo
Phthiraptera, subordo Anoplura, family Pediculidae dan species Pediculus humanus. Siklus
hidup Pediculus humanus capitis melalui stadium

telur, larva, nimfa dan dewasa. Satu kutu kepala betina dapat hidup selama 16 hari dan
menghasilkan 50-150 telur. Telur berbentuk oval dan umumnya berwarna putih atau kuning.
13 Telur diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti
makin ke ujung makin terdapat telur yang lebih matang. Telur kutu membutuhkan 8-9 hari
untuk menetas. Telur yang menetas akan menjadi nimfa. Bentuknya menyerupai kutu
dewasa, namun dalam ukuran kecil. Nimfa akan menjadi dewasa 9-12 hari sesudah menetas.

Untuk hidup, nimfa harus memperoleh makanan berupa darah. Pediculus humanus capitis
berbentuk seperti biji wijen dengan panjang sekitar 1-2 mm, tidak bersayap, memipih di
bagian dorsoventral dan memanjang. Parasit ini memiliki 3 pasang kaki yang disesuaikan
sebagai pengepit rambut dan mulut pengisap kecil di bagian anterior yang menjadi bagian
untuk mendapatkan darah. Kutu kepala dapat merayap dengan cepat, di atas 23 cm/menit.
Kutu dewasa dapat bertahan hidup sekitar 30 hari di kepala manusia. Kutu dapat mati dalam
1-2 hari setelah jatuh dari rambut. Kutu kepala terdiri atas kutu jantan dan betina. Kutu betina
dibedakan dengan kutu jantan berdasarkan ukuran tubuh yang lebih besar dan adanya
penonjolan daerah posterior yang membentuk huruf V yang digunakan untuk menjepit
sekeliling batang rambut ketika bertelur.

Kutu jantan memiliki pita berwarna coklat gelap yang terbentang di punggungnya.

3) Epidemiologi

Penyakit pedikulosis kapitis dapat ditemukan di seluruh dunia pada semua usia terutama pada
anak-anak dan dewasa muda. Insiden tertinggi pada usia sekitar 3-12 tahun. Pedikulosis
kapitis lebih sering timbul pada wanita dibandingkan pria. Penularan penyakit ini lebih sering
melalui kontak kepala dengan kepala, namun dapat juga melalui benda-benda seperti sisir,
topi, bantal, dan asesoris rambut yang dipakai secara bergantian. Higienitas yang buruk juga
dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit ini, misalnya jarang membersihkan rambut
atau rambut yang panjang pada wanita.

4) Gejala klinis

Gejala awal yang dominan adalah rasa gatal pada kulit kepala. Rasa gatal dimulai dari yang
ringan sampai rasa gatal yang tidak dapat ditoleransi. Lesi papul yang gatal biasanya terdapat
pada daerah belakang telinga dan bagian tengkuk leher, akibat garukan pada kulit kepala akan
terjadi erosi dan ekskoriasi. Adanya infeksi sekunder yang berat menyebabkan terbentuknya
pustul, abses.

5) Laboratorium Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis :

(1) Pemeriksaan mikroskop dapat mengkonfirmasi diagnosis. Dengan pemeriksaan


mikroskop dapat terlihat kutu dewasa dengan 6 kaki, yang tebalnya 1-4 mm, tidak bersayap,
berwarna abu-abu berkilat sampai merah jika menghisap darah.

(2) Pemeriksaan dengan lampu wood pada daerah yang terinfestasi memperlihatkan
fluoresensi kuning-hijau dari kutu dan telur. Pemeriksaan histologi: Pemeriksaan histologi
jarang dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Hasil dari biopsi memperlihatkan perdarahan
intradermal dan infiltrat yang dalam berbentuk baji dengan banyak eosinofil dan limfosit.

Seseorang dikatakan memiliki penyakit kulit apabila memiliki salah satu dari penyakit kulit
seperti panu, kadas, kurap, kutu air, cantengan, alergi dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai