Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat atau larutan obat, terdispersi dalam
cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi
merupakan termodinamika stabil, dimana suatu sistem heterogen yang terdiri dari paling
sedikit 2 cairan yang tidak saling bercampur, dimana salah satunya sebagai fase dalam fase
terdispersi (fase internal) terdispersi secara seragam dalam bentuk tetesan-tetesan kecil pada
medium pendispersi (fase eksternal) yang distabilkan dengan emulgator yang cocok.

Dalam praktikum ini, emulsi yang dibuat menggunakan paraffin liquid sebagai zat aktif.
Paraffin Liquidum termasuk salah satu jenis pencahar emolien. Obat yang termasuk golongan
ini memudahkan defekasi (buang air besar) dengan cara melunakkan tinja tanpa merangsang
peristaltik usus (sembelit), baik langsung maupun tidak langsung. Bekerja sebagai zat penurun
tegangan permukaan. Paraffin Liquid tidak dicerna dalam saluran lambung-usus dan hanya
bekerjasebagai zat pelican bagi isi usus dan tinja. Gunanya untuk melunakkan tinja,terutama
setelah pembedahan rectal atau pada penyakit wasir.

Paraffin liquid 30% sebagai zat aktif dalam sediaan ini dibuat dalam bentuk emulsi untuk
digunakan secara oral yang fungsinya sebagai laksativa (obat pencahar). Hal yang utama dalam
pembuatan emulsi dalam praktikum ini salah satunya adalah pemilihan emulgator, karena
emulgator berperan penting dalam menghasilkan dan menjaga stabilitas emulsi selama
penyimpanan dan pemakaian. Pada percobaan sediaan emulsi ini, emulgator yang digunakan
pada formula adalah gom arab yang digunakan sebanyak 10% dari total keseluruhan komposisi
bahan, dimana gom arab berfungsi sebagai zat pengemulsi serta berperan dalam
meningkatkan viskositas emulsi agar didapat sediaan dengan viskositas yang baik dan untuk
menstabilkan sediaan (emulsi). Kelebihan gom arab sebagai emulgator adalah bahan ini akan
membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak membentuk gel pada kepekatan yang
biasa digunakan (paling tinggi 50%). Selain itu, gom arab juga memiliki karakteristik bahan
berwarna putih, sehingga apabila digunakan dalam formula, akan menghasilkan emulsi yang
baik berwarna putih, sesuai dengan syarat emulsi yang baik adalah emulsi yang berwarna
seperti putih susu, dan jika dikocok atau diberi gaya dan tekanan, viskositasnya akan bertambah
kecil sehingga emulsi tersebut mudah dituang. Dalam pembuatan sediaan emulsi ini, selain zat
aktif dan emulgator, juga terdapat beberapa komponen lain yang digunakan seperti, natrium
benzoat yang berfungsi sebagai pengawet untuk menstabilkan sediaan emulsi dalam jangka
waktu yang lama dikarenakan adanya kemungkinan kontaminasi bakteri dan jamur, yang dapat
masuk selama penyimpanan. Ke dalam formula juga ditambahkan sirupus simplex sebanyak
20%. Ditambahkannya zat ini agar sediaannya mudah diterima pasien, khususnya untuk lansia
dan anak – anak. Selain itu, zat aktif Paraffin liquid mempunyai inkompabilitas dengan zat
oksidator yang akan membuat sediaan kurang stabil seperti : minyak menjadi mudah bebau
tengik. Oleh karena sifatnya yang mudah teroksidasi, ditambahkan zat antioksidan Butil
Hidroksi Toluen (BHT) sebanyak 1%. Syarat bahan antioksidan salah satunya adalah harus
efektif pada konsentrasi rendah, maka dari itu ditambahkan BHT dengan kadar 1%. Gliserin
digunakan sebagai pembasah. Penggunaan pembasah dimaksudkan untuk menghilangkan
udara pada permukaan partikel dari bahan berbentuk padat yang bersifat sedikit hidrofobik
sehingga menghasilkan disperse yang stabil. Ditambah lagi, dalam formula ini kami
menggunakan sirup simplex dalam jumlah yang cukup banyak sehingga dibutuhka
penambahan gliserin (zat pembasah) yang juga berfungsi sebagai anticaplocking agent yaitu
mencegah terjadinya kristalisasi gula di leher botol, terutama untuk pemakaian multiple dose.
Sedangkan untuk meningkatkan aroma dari emulsi agar lebih menarik dalam penggunaannya,
ditambahkan essence jeruk sebagai flavoring agent. Serta aquadest yang digunakan sebagai
pembawa.

Setelah semua bahan dalam formula disiapkan, dilanjutkan dengan pembuatan emulsi.
Setelah sediaan selesai dibuat, dilanjutkan dengan evaluasi sediaan emulsi yang bertujuan
untuk mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan memenuhi kriteria emulsi yang baik atau
tidak.

Adapun evaluasi sediaan emulsi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Uji Organoleptis

Uji organoleptis meliputi pengamatan warna, bau dan rasa terhadap sediaan yang
telah dibuat. Yang bertujuan untuk memastikan bahwa sediaan yang dihasilkan telah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh FI.
Alat :
- Kaca arloji
- Spatel
Bahan :
- Emulsi “Paraquid”
Prosedur :
- Ambil sampel sesuai kebutuhan
- Amati bentuk, bau, warna dan rasa
Dari uji organoleptis diperoleh hasil sebagai berikut :

Keterangan Yang diinginkan Hasil


Bentuk Emulsi Emulsi
Bau Bau jeruk Bau jeruk
Warna Putih Putih
Rasa Rasa jeruk Rasa Jeruk

Dari hasil uji organoleptis dapat disimpulkan bahwa sediaan yang dihasilkan
memenuhi kriteria emulsi yang berwarna putih yang merupakan warna dari bahan obat
yang digunakan, serta memiliki bau dan rasa seperti jeruk yang meningkatkan
kenyamanan bagi pasien yang menggunakan karena sediaan memiliki bau dan rasa
yang baik.
2. Uji Homogenitas
Uji ini dilakukan bertujuan untuk memastikan bahwa sediaan yang dihasilkan
homogen.

Alat :
- Kaca arloji
- Spatel
Bahan :
- Emulsi “Paraquid”
Prosedur :
- Sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau alat lain yang cocok untuk pengamatan
- Amati apakah sediaan homogen atau tidak
Dari uji homogenitas diperoleh hasil sebagai berikut :
Hasil sediaan homogen. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya partikel bahan
padat yang terlihat saat sediaan dituangkan dan diamati diatas kaca arloji.
3. Uji pH
Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa sediaan yang dihasilkan telah
memenuhi persyaratan pH yang ditetapkan dalam FI. Karena emulsi paraffin liquid
merupakan obat yang bekerja sebagai laksativ (obat pencahar), artinya obat ini bekerja
pada usus yang memiliki pH normal sampai sedikit basa (7 – 8), maka emulsi paraffin
liquid yang baik juga harus mempunyai pH mendekati pH usus yaitu 7 – 8.
Alat :
- Pipet tetes
- Kertas pH universal
Bahan :
- Emulsi “Paraquid”
Prosedur :
Ambil sampel 1 ml, celupkan pH universal dalam sampel tersebut, kemudian
lihat pH untuk emulsi tersebut. pH stabil pada 2 – 11. Untuk emulsi paraffin liquid pH
netral atau sedikit basa 7 – 8.
Dari uji pH diperoleh hasil sebagai berikut :
Emulsi paraffin liquid yang dihasilkan tidak sesuai spesifikasi persyaratan yang
seharusnya. Emulsi yang dihasilkan memiliki pH 5 yang berarti asam. Hal ini dapat
terjadi karena penggunaan berbagai bahan – bahan dalam formula yang mempengaruhi
pH sediaan. Misalnya gom arab, merupakan bahan yang digunakan sebagai emulgator
yang brsifat stabil dalam larutan asam dan memiliki pH alami berkisar 3,9 – 4,9.
Natrium benzoat yang juga bekerja efektif pada pH 2,5 – 4. Sehingga menyebabkan
sediaan yang dihasilkan menjadi asam.
4. Uji Tipe Emulsi
Untuk mengetahui jenis emulsi yang telah dibuat.
Alat :
- Kaca arloji
- Kertas saring
- Gelas ukur
- Pipet tetes
Bahan :
- Emulsi “Paraquid”
- Metilen blue
- Aquadest
Prosedur :
1. Metode pengenceran fase :
Jika ditambah dengan air akan segera di encerkan maka tipe emulsi M/A. Jika
tidak dapat di encerkan adalah tipe A/M.
2. Metode pemberian warna :
- Ditambah dengan sudan III (larut dalam minyak) hasilnya merah,
menunjukkan tipe emulsi A/M.
- Ditambah dengan metilen blue (larut dalam air) hasilnya biru, menunjukkan
tipe emulsi M/A.
3. Metode pembasahan kertas saring :
Jika emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring, menunjukkan emulsi M/A
apabila dalam waktu singkat menyebar dan membentuk cincin air di sekeliling
tetesan.
Dari uji tipe emulsi diperoleh hasil sebagai berikut :

Metode pengenceran fase : M/A

Metode pemberian warna : M/A


Metode pembasahan kertas saring : M/A

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. Modul Praktikum Farmasetik Sediaan Semi Solid & Liquid, 2011. ISTN. Jakarta.
2. Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
3. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta
4. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai