Anda di halaman 1dari 313

2018

PENDIDIKAN IPA SD
SEMESTER 4A

MATA KULIAH : PENDIDIKAN IPA SD


KODE MATA KULIAH : KPD612309
DOSEN PENGAMPU : DRS. SUPRIYADI, M. PD
IKA WULANDARI,UT, M. PD

Personal
[Type the company name]
PROGRAM S1 PENDIDIKAN
1/1/2018
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku ini sebagai
salah satu tugas akhir Mata Kuliah Pendidikan IPA SD.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya


kepada Bapak Drs. Supriyadi, M. Pd dan Ibu Ika Wulandari, UT, M. Pd, selaku
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan IPA SD.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya Mahasiswa Universitas
Lampung. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu, kepada dosen pengampu dan teman-teman serta pembaca
untuk memberikan kritik dan saran demi perbaikan dan evaluasi kedepannya.

Metro, Juni 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB 1 ........................................................................................................... 1
BAB 2 .......................................................................................................... 28
BAB 3 ........................................................................................................... 42
BAB 4 ........................................................................................................... 71
BAB 5 ........................................................................................................... 96
BAB 6 ........................................................................................................... 133
BAB 7 ........................................................................................................... 159
BAB 8 ........................................................................................................... 199
BAB 9 ............................................................................................................ 256

LAMPIRAN 1

iii
1

BAB 1
TEORI-TEORI BELAJAR

1.1 Teori Belajar


Teori adalah seperangkat asas tentang kejadian-kejadian yang
didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari,
dianalisis dan diuji kebenarannya. Menurut Drs. M. Ngalim Purwanto, MP
(dalam Umami, 2011) belajar merupakan perubahan tingkah laku yang
menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis. Seperti :
perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, berpikir,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap . Sedangkan teori belajar
merupakan sebuah konsep yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Ada tiga
perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan
Konstruktivisme (Fajar, 2010).

A. Behaviorisme
Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme
berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang
didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari
dan dijelaskan secara ilmiah (Fajar, 2010). Dalam melakukan penelitian,
behavioris tidak mempelajari keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial
dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman
terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku
seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam
diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai
tipe stimulus (Fajar, 2010). Para tokoh yang memberikan pengaruh kuat
pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical
conditioning, John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-
Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect),dan B.F.
Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning (Fajar, 2010).
2

B. Kognitivisme
Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak muncul kritik terhadap
behaviorisme. Banyak keterbatasan dari behaviorisme dalam menjelaskan
berbagai masalah yang berkaitan dengan belajar. Banyak pakar psikologi
waktu itu yang berpendapat behaviorisme terlalu fokus pada respons dari
suatu stimulus dan perubahan perilaku yang dapat diamati. Kognitivis
mengalihkan perhatiannya pada “otak” (Fajar, 2010). Mereka berpendapat
bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting
dalam proses belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang
menjadi fokus baru mereka. Kognitivisme tidak seluruhnya menolak
gagasan behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya
pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses
belajar (Fajar, 2010). Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa
belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori,
perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka
meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan membentuk
representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian (Fajar, 2010).

C. Konstruktivisme
Dalam perkembangan selanjutnya, arus utama kognitivisme bergeser
ke konstruktivisme. Para kognitivis pun mengikuti dinamika perubahan
menuju konstruktivis (Fajar, 2010).
1. Pengertian
Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana
pembelajaran secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-
gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang
telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu (Fajar, 2010). Dengan
kata lain, ”belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari
pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri”. Dengan demikian, belajar
menurut konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat personal,
sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum
sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia
3

nyata (Fajar, 2010). Guru bertindak sebagai fasilitator yang


meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan
mengkonstruksi pengetahuan dengan memecahkan problem-problem
yang realstis. Konstruktivisme dengan sendirinya memiliki banyak
variasi, seperti Generative Learning, Discovery Learning, dan
knowledge building. Mengabaikan variasi yang ada, konstruktivisme
membangkitkan kebebasan eksplorasi siswa dalam suatu kerangka atau
struktur (Fajar, 2010). Dalam sudut pandang lainya, konstruktivisme
merupakan seperangkat asumsi tentang keadaan alami belajar dari
manusia yang membimbing para konstruktivis mempelajari teori
metode mengajar dalam pendidikan (Fajar, 2010).

1.2 Teori Belajar Menurut Jean Piaget


A. Pendahuluan
Jean Piaget lahir di Swiss tepatnya di Neuchatel pada tahun 1896.
Semenjak kecil Piaget tertarik dengan masalah biologi terutama tentang
hewan (zoologi). Pada usia 11 tahun beliau telah menulis karya ilmiah
tentang burung pipit yang albino (mempunyai warna putih/tidak
mempunyai zat warna kulit pada seluruh badannya). Pada usia antara 15
sampai 18 tahun beliau banyak menulis tentang hewan berbadan lunak
(moluska) seperti siput terutama tentang perbedaan struktur susunan
tubuhnya yang dihubungkan dengan lingkungan di mana hewan tersebut
hidup (Rokayah dan Budiastra, 2013). Misalnya, binatang bertubuh lunak
yang hidup di darat mempunyai struktur tubuh yang berbeda dari yang
hidup di laut. Setelah selesai belajar tentang hewan, Piaget beralih ke
struktur yang lainnya, bukan struktur tubuh hewan melainkan struktur
mental yang menurut beliau sangat penting dalam proses penyesuaian diri
dengan lingkungannya seperti juga terjadi pada struktur tubuh hewan yang
beliau pelajari sebelumnya (Rokayah dan Budiastra, 2013).
4

B. Teori Belajar Piaget


Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah
memahami teori perkembangan kognitif dan teori pengetahuan Piaget.
1. Intelegensi
Claparade dan Stern mendefinisikan intelegensi sebagai suatu adaptasi
mental pada lingkungan baru (Piaget dalam Suparno, 1996). Garder
(1993) ( dalam Suparno, 1996) menjelaskan intelegensi sebagai
kemampuan untuk memecahkan persoalan-persoalan atau
menghasilkan produk. Pieget sendiri mengartikan intelegensi secara
lebih luat dan tidak mendefinisikannnya secara ketat. Ia memberikan
beberapa definisi yang umum yang lebih mengungkapkan orientasi
biologis.
Intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium ke arah mana semua
struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme,
sensormotorik diarahkan... (Piaget dalam Suparno, 1996)

Dalam beberapa definisi diatas, tampak menonjol unsur adaptasi dan


ekuilibrium (keseimbangan) antara seseorang atau organisme dengan
lingkungannya sehingga ia dapat hidup. Ada suatu keharmonisan
antara seseorang atau struktur kognitif dengan lingkungannya.
Intelegensi dalam arti ini merupakan alat atau cara yang
memungkinkan individu mencapai kesetimbangan atau beradaptasi
dengan lingkungannya. Menurut Piaget dalam (Suparno, 1996), tidak
ada intelegensi yang sudah jadi. Intelegensi mengalami perkembangan
dalam langkah-langkah intelektual. Bagi Piaget, intelegensi mencakup
adaptasi biologis, ekuilibrium antara individu dan lingkungan,
perkembangan yang gradual, kegiatan mental, dan kompetensi
(Suparno, 1996).
5

2. Organisasi
Organisasi merujuk pada tendensi semua spesies untuk mengadakan
sistematika dan mengorganisasi proses-proses mereka dalam suatu
sistem koheren, baik secara fisis maupun psikologis. Misalnya seekor
ikan mempunyai sejumlah struktur yang memungkinkan ia berfungsi
di air. Semua struktur itu berinteraksi dan berkoordinasi dalam suatu
sistem yang efisien. Dalam level psikologis, tendensi untuk organisasi
ini juga ada. Dalam berinteraksi dengan dunia, seseorang cenderung
untuk mengintegrasikan struktur psikologisnya dalam suatu sistem
koheren. Contoh : bayi yang masih sangat muda mempunyai
kemampuan untuk melihat benda atau menjamahnya. Pada awalnya ia
tidak menggabungkan kedua tindakan itu (melihat dan menjamah).
Setelah beberapa waktu, ia mengorganisasikan kedua tindakan itu
dalam suatu struktur yang lebih tinggi yang memungkinkan ia
menjamah sesuatu sewaktu melihatnya. Oleh karena itu, organisasi
adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna
mengintegrasikan struktur, baik psikis maupun psikologis, dalam suatu
sistem yang lebih tinggi.

3. Skema
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana seseorang
secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannya. Skema itu akan
beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
Skema bukanlah benda yang nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu
rangkaian proses dalam sistem kesadaran seseorang. Oleh karena itu
skema tidak mempunyai bentuk fisis dan tidak dapat dilihat (
Wadsworth, 1989 dalam Suparno, 1996). Skema juga dapat dipikirkan
sebagai suatu konsep atau kategori dalam pikiran seseorang. Skema
seseorang itu terus-menerus berkembang. Skema seorang anak
berkembang menjadi skema orang dewasa. Gambaran dalam pikiran
anak menjadi semakin berkembang dan lengkap. Misalnya, gambaran
anak tentang ayam. Pada walnya, gambaran anak itu sangat sederhana
6

karena didasarkan cerita orang tuanya atau pada pengalaman pertama


kali melihat ayam. Semakin banyak ia memiliki pengalaman dengan
bermacam-macam ayam , gambaran atau skemanya tentang ayam
semakin berkembang dan lengkap.
Orang dewasa mempunyai skema yang banyak karena pengalaman
hidupnya. Seorang anak biasanya hanya mempunyai skema terbatas.
Namun, dengan semakin banyak berpengalaman dalam hidup dan
berkontrak dengan lingkungannya, skema seorang anak akan
bertambah banyak. Jelas bahwa pengalaman seseorang berhadapan
dengan situasi dan lingkungan menjadi unsur yang penting dalam
memperluas dan memperluas dan memperbanyak skemanya.

4. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
presepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang
sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu
proses kognitif untuk mendapatkan dan mengklarifikasikan kejadian
atau rangsangan yang baru kedalam skema yang telah ada. Setiap
orang secara terus menerus mengembangkan proses ini. Menurut
Wadsworth dalam (Suparno, 1996) asimilasi tidak menyebabkan
perubahan skema, tetapi mengembangkan skema. Misalnya seorang
anak mempunyai konsepmengenai “lembu”. Dalam pikiran anak itu,
ada skema lembu. Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa lembu
itu binatang yang berkaki empat. Berwarna putih dan memakan
rumput. Skema itu terjadi ketika anak tersebut pertama kali melihat
lembu tetangganya yang memang berwarna putih, berkaki empat, dan
sedang memakan rumput. Dalam perjalanan hidupnya anak itu
bertemu dengan berbagai macam lembu yang lain, yang warnanya lain,
dan sedang tidak makan rumput, tetapi sedang menarik gerobak.
Berhadapan dengan pengalaman yang lain itu, anak
memperkembangkan skema awalnya. Skemanya menjadi : lembu itu
binatang berkaki empat, dapat berwarna putuh dan kelabu, makannya
7

rumput dan dapat menarik gerobak. Jelas bahwa skema lembu anak
tersebut menjadi bertambah lengkap. Skema awalnya. Skema awalnya
tidak hanya tetap dipakai, tetapi juga dikembangkan dan dilengkapi.
Asimilasi tersebut merupakan salah satu proses individu dalam
mengadaptasian dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan atau
tantangan baru sehingga pengertian orang itu berkembang.

5. Akomodasi
Akomodasi dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau
pengalaman baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman
yang baru itu dengan skema yang telah ia miliki. Hal ini terjadi karena
pengalaman baru itu sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah
ada. Dalam keadaan seperti ini, orang tersebut akan mengadakan
akomodasi. Seseorang tersebut dapat membuat dua hal : (1)
membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan baru, atau (2)
memodifikasi skema yang yang ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu. Kedua hal ini disebut akomodasi, yaitu pembentukan
skema baru atau mengubah skema yang lama. Misalnya seorang anak
mempunyai suatu skema bahwa bahwa semua benda padat akan
tenggelam dalam air. Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap
pengalaman akan benda-benda yang dimasukan ke dalam air. Suatu
hari ia melihat beberapa benda padat terapung di sungai. Ia merasakan
bahwa skema lamanya tidak cocok lagi. Ia mengalami konflik dalam
pikirannya. Ia harus mengadakan perubahan skema lama dengan
membentuk skema baru yang berisi : tidak semua benda padat
tenggelam dalam air.

Skema seseorang dibentuk oleh pengalaman sepanjang waktu. Skema


menunjukan taraf pengertian dan pengetahuan seseorang saat ini
tentang dunia sekitarnya. Skema ini suatu konstruksi, buka tiruan dari
kenyataan dunia yang ada. Menurut Piaget dalam (Suparno, 1996)
proses asimilasi dan akomodasi ini terus berlangsung.
8

6. Ekuilibrasi
Perkembangan kognitif memerlukan kesetimbangan antara asimilasi
dan akomodasi. Proses ini disebut ekuilibrium, yaitu pengaturan dari
mekanis (mechanical self-reguation) yang perlu untuk mengatur
kesetimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Disekuilibrium adalah
keadaan tidak setimbang antara asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi
adalah proses bergerak dari keadaan disekuilibrium ke ekuilibrium.
Proses tersebut berjalan terus dalam diri sesorang melalui asimilasi dan
akomodasi. Ekuilibrasi membuat seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skema). Menurut Piaget
dalam (Suparno, 1996) semua organisme punya tendensi bahwa untuk
menciptakan hubungan harmonis antara dirinya dengan
lingkungannya. Ekuilibrium (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan
untuk mengorganisasikan pengalaman agar mendapat adaptasi yang
maksimal. Ekuilibrasi ini diartikan juga sebbagai dorongan kearah
keseimbangan secara terus menerus.

Piaget (dalam Rokayah dan Budiastra, 2013) membagi perkembangan


mental anak menjdi empat tahapan. Secara ringkas dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tahap Perkiraan Usia Ciri-ciri Khusus

Sensori motor 0 - 2 tahun kecerdasan motorik


(gerak) dunia (benda)
yang ada adalah yang
tampak tidak ada
bahasa pada tahap
awal
Pre-operasional 2 - 7 tahun berpikir secara
egosentris alasan-
alasan didominasi
oleh persepsi lebih
9

banyak intuisi
daripada pemikiran
logis belum cepat
melakukan
konservasi
Konkret 7 - 11 atau 12 tahun Dapat melakukan
Operasional konservasi logika
tentang kelas dan
hubungan
pengetahuan tentang
angka berpikir terkait
dengan yang nyata
Formal Operasional 7 - 11 atau 12 tahun pemikiran yang sudah
14 tahun atau 15 lengkap pemikiran
tahun yang proporsional
kemampuan untuk
mengatasi hipotesis
perkembangan
idealisme yang kuat

Sumber : Isti Rokayah dan Ketut Budiastra. Teori Belajar Dalam


Pembelajaran IPA di SD
10

1.3 Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne


A. Pendahuluan
Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 – 28 April 2002), Gagne lahir
di Andover Utara, Massachusetts. Beliau mendapatkan gelar Ph.D dari
Universitas Brown pada tahun 1940. Dia adalah seorang Professor dalam
bidang psikologi dan psikologi pendidikan di Connecticut College khusus
wanita (1940-1949), Universitas Negara bagian Pensylvania (1945-1946),
Professor di Departemen penelitian pendidikan di Universitas Negara
bagian Florida di Tallahasse mulai tahun 1969 (Inoerofik, 2014). Gagne
juga menjabat sebagai direktur riset untuk angkatan udara (1949-1958) di
Lackland,Texas dan Lowry, Colorado. Ia pernah bekerja sebagai konsultan
dari departemen pertahanan (1958-1961) dan untuk dinas pendidikan
Amerika Serikat (1964-1966), selain itu ia juga bekerja sebagai direktur
riset pada Institut penelitian Amerika di Pittsburgh (1962-1965) (Inoerofik,
2014).

B. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne


1. Teori Belajar Gagne
Dalam mempelajari ilmu pendidikan, sering dikemukakan pertanyaan
berupa ”mengapa seseorang perlu belajar?” untuk menjawab
pertanyaan ini, sepertinya kita sependapat bahwa di dunia ini tak ada
makhluk hidup yang ketika baru dilahirkan dapat melakukan segala
sesuatu dengan sendirinya, begitu juga dengan manusia. Sejak ia bayi,
bahkan ketika dewasa pun, ia pasti membutuhkan bantuan orang lain
(Inoerofik, 2014).

Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari
manusia dewasa lainnya, tentu ia akan binasa. Ia tidak mampu hidup
sebagai manusia jika ia tidak dididik oleh manusia. Oleh karena itu,
manusia disebut sebagai makhluk sosial. Selain itu, manusia juga
makhluk berbudaya, sehingga belajar merupakan kebutuhan yang vital
sejak manusia dilahirkan. Manusia selalu memerlukan dan melakukan
11

perbuatan belajar kapan saja dan dimana saja ia berada. Sebagaimana


tokoh-tokoh dalam psikologi pembelajaran, Gagne (dalam Inoerofik,
2014) berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah
lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu seseorang
meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai
lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan
apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan
menentukan akan menjadi apa ia nantinya.

Bagi Gagne (dalam Inoerofik, 2014), belajar tidak dapat didefinisikan


dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan
tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan
perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan,
perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang.
Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara.

Menurut Gagne (dalam Inoerofik, 2014), ada tiga elemen belajar,


yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang
melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne
juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar,
sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam
pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
1) Sistematika ”Delapan Tipe Belajar”
Gagne membedakan delapan tipe belajar yang terurut secara
hirarki, mulai dari tipe belajar yang sederhana sampai dengan tipe
belajar yang lebih kompleks (Nurjanah, 2013). Kemampuan belajar
pada tingkat tertentu ditentukan oleh kemampuan belajar di tingkat
sebelumya. Kedelapan tipe belajar di atas dikemukakan berikut ini:
12

a. Belajar isyarat (signal learning)


Belajar isyarat adalah belajar sesuatu dengan tidak sengaja
yaitu sebagai akibat dari suatu rangsangan yang dapat
menimbulkan reaksi tertentu. Dari signal yang dilihat atau
didengarnya, anak akan memberi respon tertentu. Belajar
isyarat ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan
timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respons yang
timbul bersifat umum, kabur, dan emosional. Misalnya, siswa
menjadi senang belajar IPA karena gurunya bersikap ramah
dan humoris.

b. Belajar stimulus-respons (stimulus-response learning)


Belajar stimulus-respons adalah belajar yang disengaja dan
responsnya seringkali secara fisik (motoris). Respons atau
kemampuan yang timbul tidak diperoleh dengan tiba-tiba
melainkan melalui pelatihan-pelatihan. Respons itu dapat diatur
dan dikuasai. Misalnya, seorang siswa dapat menyelesaikan
suatu soal setelah memperhatikan contoh penyelesaian soal
yang serupa oleh gurunya.

c. Rantai atau rangkaian (chaining)


Belajar rantai atau rangkaian (gerak, tingkah laku) adalah
belajar yang menunjukkan kemampuan anak untuk
menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus–respon
secara berurutan. Chaining terbatas hanya pada serangkaian
gerak, bukan serangkaian produk bahasa lisan. Misalnya, siswa
belajar melukis garis melalui dua titik melalui rangkaian gerak:
mengambil pensil, membuat dua titik sembarang, memegang
penggaris, meletakkan penggaris tepat di samping kedua titik,
kemudian menarik ruas garis melalui kedua titik itu.
13

d. Asosiasi verbal (verbal association)


Belajar asosiasi verbal adalah tipe belajar yang menggabungkan
hasil belajar yang melibatkan unit bahasa (lisan) seperti
memberi nama sebuah objek/benda. Hubungan itu terbentuk
bila unsur-unsur itu terdapat dalam urutan tertentu, yang satu
segera mengikuti yang satu lagi (contiguity).

e. Belajar diskriminasi (discrimination learning)


Belajar diskriminasi atau memperbedakan adalah belajar untuk
membedakan hubungan stimulus-respons agar dapat memahami
berbagai objek fisik dan konsep. Ada dua macam belajar
diskriminasi, yaitu belajar disriminasi tunggal dan belajar
diskriminasi jamak. Sebagai contoh belajar diskriminasi
tunggal, siswa dapat membedakan tumbuhan dengan biji
berkeping satu dan tumbuhan dengan biji berkeping. Belajar
diskriminasi jamak, misalnya siswa dapat membedakan bentuk-
bentuk morfologi daun (sejajar, menyirip, menjari).

f. Belajar konsep (concept learning)


Belajar konsep adalah belajar memahami sifat-sifat bersama
dari benda-benda konkrit atau peristiwa-peristiwa untuk
dikelompokkan menjadi satu jenis. Untuk mempelajari suatu
konsep, anak harus mengalami berbagai situasi dan stimulus
tertentu. Pada tipe belajar ini, mereka dapat mengadakan
diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk atau tidak
termasuk dalam suatu konsep. Melalui pemahaman konsep
siswa mampu mengidentifikasikan benda lain yang berbeda
ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki
kararkteristik dari objek itu sendiri. Sebagai contoh, dengan
konsep dapat digolongkan binatang bertulang belakang menurut
ciri-ciri khusus (kelas), seperti kelas mamalia, reptilia,
amphibia, burung, ikan.
14

g. Belajar aturan (rule learning)


Belajar aturan adalah tipe belajar yang memungkinkan peserta
didik dapat menghubungkan dua konsep atau lebih untuk
membentuk suatu aturan. Hukum, dalil atau rumus adalah rule
(aturan). Tipe belajar ini banyak terdapat dalam semua
pelajaran di sekolah, seperti benda memuai jika dipanaskan,
besar sudut dalam segitiga sama dengan 180o. Setiap dalil atau
rumus yang dipelajari harus dipahami artinya.

h. Memecahkan masalah (problem solving)


Belajar memecahkan masalah merupakan tipe belajar yang
lebih tinggi dan lebih kompleks dibandingkan dengan tipe
belajar yang lain. Dalam belajar pemecahan masalah, ada empat
langkah penting dalam proses pemecahan masalah menurut
Polya yaitu (1) memahami masalahnya, dalam arti menentukan
apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, (2) merencanakan
cara penyelesaiannya, (3) melaksanakan rencana; dan (4)
menafsirkan atau mengecek hasilnya. Dalam belajar pemecahan
masalah, siswa harus memiliki pemahaman sejumlah konsep
dan aturan. Selain itu, siswa juga harus memiliki strategi yang
dapat memberikan arah pada pemikirannya untuk memecahkan
masalah itu.

2) Sistematika “Lima Jenis Belajar”


Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan sistematika delapan tipe
belajar, dimana isinya merupakan bentuk penyederhanaan dari
sistematika delapan tipe belajar (Said, 2013). Uraian tentang
sistematika lima jenis belajar ini memperhatikan pada hasil belajar
yang diperoleh siswa.
15

Hasil belajar ini merupakan kemampuan internal yang telah


menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang tersebut
melakukan sesuatu yang dapat memberikan ptrestasi tertentu.
Sistematika ini mencakup semua hasil belajar yang dapat diperoleh,
namun tidak menunjukkan setiap hasil belajar atau kemampuan
internal satu- persatu (Said, 2013). Akan tetapi memgelompokkan
hasil-hasil belajar yang memiliki ciri- ciri sama dalam satu kategori
dan berbeda sifatnya dari kategori lain. Maka dapat dikatakan,
bahwa sistematika Gagne meliputi lima kategori hasil belajar.
Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah informasi verbal
kemahiran, intelektual, pengaturan kegiatan kognitif,
keterampilan motorik.
a. Informasi verbal (Verbal information)
Merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat
diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan tertulis.
Pengetahuan tersebut diperoleh dari sumber yang juga
menggunakan bahasa, lisan maupun tertulis. Informasi verbal
meliputi ”cap verbal” dan ”data/fakta”. Cap verbal yaitu kata
yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyek-obyek
yang dihadapi, misalnya ‟kursi‟. Data/fakta adalah kenyataan
yang diketahui, misalnya ‟Ibukota negara Indonesia adalah
Jakarta‟.
b. Kemahiran intelektual (Intellectual skill)
Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan
lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu
representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol
(huruf, angka, kata, dan gambar).
c. Pengaturan kegiatan kognitif (Cognitive strategy)
Merupakan suatu cara seseorang untuk menangani aktivitas
belajar dan berpikirnya sendiri, sehingga ia menggunakan cara
yang sama apabila menemukan kesulitan yang sama.
16

d. Keterampilan motorik (Motor skill)


Keterampilan motorik adalah kemampuan seseorang dalam
melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan
tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik
berbagai anggota badan secara terpadu.
e. Sikap (Attitude)
Merupakan kemampuan seseorang yang sangat berperan sekali
dalam mengambil tindakan, apakah baik atau buruk bagi dirinya
sendiri.

2. Fase-Fase Belajar
Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne
dalam (Said, 2013), ada 4 buah fase dalam proses belajar, yaitu:
a. Fase penerimaan (Apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini
ada beberapa langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian
penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa
tentang apa yang sudah diterimanya).
b. Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar
atau belum. Orang yang telah belajar akan dapat dibuktikannya
dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan atau
sikapnya.
c. Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang
sehingga dapat digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan
dengan ingatan dan kenangan.
d. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan)
dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila
diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa yang disimpan, maka
kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut,
17

dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini


meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki,
serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah
dimiliki tidak berubah-ubah.

Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus,


dimana terjadinya proses belajar,sedangkan pada fase ketiga dan
keempat merupakan hasil belajar.

1.4 Teori Belajar Menurut David Ausubel


A. Pendahuluan
Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan
dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning) (Harefa, 2013).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep,
kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar
dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna.
Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu
yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya.
Pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting
dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan
informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk
mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh
siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan
gurunya. Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang
dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari
peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta
didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya
dengan struktur kognitif yang dimilikinya (Harefa, 2013)
18

B. Teori Belajar David Ausubel


Berdasarkan pada pandangan mengenai teori belajar bermakna,
David Ausubel mencetuskan empat tipe belajar menurut Ausubel
(Harefa, 2013), yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan
pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang
dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang
ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan
pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang
dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang
telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk
akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan
pengetahuan yang ia miliki.
4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi
pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa
sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan
tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.
.
Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel
dalam (Harefa, 2013), yaitu :
1. Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa
memiliki strategi belajar bermakna.
2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
3. Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap
perkembangan intelektual siswa.
19

Pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi


prasyarat, yaitu :
1. Materi yang dipelajari melaksanakan belajar bermakna secara potensial
2. Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.

Berdasarkan pandangan tentang belajar bermakna, maka David


Ausubel mengajukan 4 prinsip pembelajaran (Harefa, 2013), yaitu :
1. Pengaturan awal (adnvance organizers)
Pengaturan awal dapat digunakan guru dalam mengaitkan konsep
lama dengan konsep baru yang lebih tinggi.
2. Diferensiasi progresif
Proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi
konsep-konsep dengan cara unsur yang paling umum dan insklusif
dikenalkan lebih dulu
3. Belajar superordinat
Yaitu proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah
difrensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan
konsep dalam struktur kognitif tersebut.
4. Penyesuaian integratif
Konsep pembelajaran penyesuaian integratif dengan cara materi
pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga guru dapat menggunakan
hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi
disajikan.

Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni


pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi
yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu
terdiri dari tiga tahap (Harefa, 2013), yaitu:
1. Penyajian Advance Organizer.
Advance organizer merupakan pernyataan umumyang
memeperkenalkan bagian-bagian utama yang etrcakup dalam urutan
pengajaran. Advance organiberfungsi untuk menghubungakan
20

gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang


telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema
organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2. Penyajian Materi Atau Tugas Belajar.
Tahap ini guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan
menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikantugas-
tugas belajar kepada siswa. Ausable menekankan tentang pentingnaya
mempertahankan perhatian siswa, dan juaga pentingya
pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur
yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu
proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimna
pembelajaran berlangsung setahap demi setahap demi setahap, dimulai
dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh
ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep
baru.
3. Memperkuat Organisasi Kognitif.
Ausuble menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan
informasi baru ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam
permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa rincian
yang ebrsifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang
bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan
pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya
terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan
pengetahuan yang telah dimiliki dan pengorgnaisasian matyeri
pembelajaran sebagaiman yang dideskripsikan didalam advance
organizer samping itu juga memberikan pertanyanan kepada siswa
dalam rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa tentang isi
pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut
Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat
menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah
dimilikinya, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna
21

sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan


situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi
(Harefa, 2013).
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada
kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh
siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar
penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan
belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan
ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik,
apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik
(Harefa, 2013).

1.5 Teori Belajar Menurut Jerome S. Brunner


A. Pendahuluan
Dasar pemikiran teori Bruner (dalam Wardhina, 2013) memandang
bahwa manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner
menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan
kepada dirinya.
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses
perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang
diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Wardhina,
2013).

B. Teori Belajar Menurut Jerome S Brunner


Bila dikaji ketiga model penyajian yang dikenal dengan teori Belajar
Bruner (dalam Wardhina, 2013), dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Model Tahap Enaktif
Tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara
langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada
22

tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu


dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau
menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa
menggunakan imajinasinya atau kata-kata.
2. Model Tahap Ikonik
Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan
dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk
bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang
menggambarkan kegiatan kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada
pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian
gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan
mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya.
3. Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi
simbul-simbul atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap
simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-
simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang
dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang
bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-
kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun
lambang-lambang abstrak yang lain.

C. Metode Penemuan
Satu hal menjadikan Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap
proses belajar dari pada hasil belajar. Oleh karena itu, menurut Bruner
(dalam Wardhina, 2013) metode belajar merupakan faktor yang
menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan pemerolehan
khusus. Metode yang sangat didukungnya yaitu metode penemuan
(discovery). Discovery learning dari Buner (dalam Wardhina, 2013),
merupakan model pengajaran yang di-kembangkan berdasarkan pada
23

pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip


konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar
sendiri secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru
mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan
kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri
mereka sendiri, bukan memberi tahu tetapi memberkan kesempatan atau
dengan berdialog agar siswa menemukan sendiri. Pembelajaran ini
membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk bekerja
sampai menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan secara
mandiri dengan ketrampilan berpikir sebab mereka harus menganalisis dan
memanipulasi informasi.
Penemuan yang dimaksud disini bukan penemuan sungguh-sungguh,
sebab apa yang ditemukan itu sebenarnya sudah ditemukan orang. Jadi
penemuan di sini ialah penemuan pura-pura, atau penemuan bagi siswa
yang bersangkutan saja. Pula penemuannya itu mungkin hanya sebagian
saja, sebab sebagian lagi mungkin diberi tahu guru.
Metode penemuan adalah metoda mengajar yang mengatur
pengajaran sedemikan rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang
sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan; sebagian
atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dengan penemuan ini pada akhirnya
dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara
bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan
dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah
dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Pembelajaran menurut Bruner (dalam Wardhina, 2013) adalah siswa
belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip dalam memecahkan masalah dan guru berfungsi sebagai motivator
bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka
menemukan dan memecahkan masalah.
24

Nampaklah, bahwa Bruner (dalam Wardhina, 2013) sangat


menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh. Lebih
disukai lagi bila proses ini berlangsung di tempat yang khusus, yang
dilengkapi dengan objek-objek untuk dimanipulasi anak, misalnya
laboratorium. Dengan metode ini anak didorong untuk memahami suatu
fakta dan hubungannya yang belum dia paham sebelumnya, dan yang
belum diberikan kepadanya secara langsung oleh orang lain.

Manfaat belajar penemuan adalah sebagai berikut:


a. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar
sudah bermakna;
b. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah
diingat;
c. Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab
yang diinginkan dalam belajar adar siswa dapat mendemonstrasikan
pengetahuan yang diterima;
d. Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan
sendiri oleh siswa dari pada disajikan dalam bentuk jadi;
e. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam
menciptakan motivasi siswa;
f. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara
bebas.
Adapun tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan :
1. Stimulus (pemberian perangsang/simuli); kegiatan belajar di mulai
dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa,
menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas
belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah;
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah); memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan
merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah
tersebut);
25

3. Data collection (pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada


para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-
banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut;
4. Data Prosessing (pengolahan data); yakni mengolah data yang telah
diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian
data tersebut ditafsirkan;
5. Verifikasi, mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan
dihubungkan dengan hasil dan processing;
6. Generalisasi, mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.
26

Rangkuman
Teori belajar merupakan teori yang mendeskripsikan apa yang sedang
terjadi saat proses belajar berlangsung dan kapan proses belajar tersebut
berlangung. Ada empat teori belajar yang dapat mendukung pembelajaran IPA di
SD yaitu Teori belajar Piaget, teori belajar Gagne, teori belajar Ausubel dan teori
belajar Brunner.
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif disebut dengan skemata atau
struktur, yaitu kumpulan dari skema-skema. Artinya seorang individu dapat
mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan
karena bekerjanya skemata. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai
hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Gagne berpendapat bahwa
belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar
pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Bagi Gagne, belajar tidak
dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam
pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan
perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap,
perubahan minat atau nilai pada seseorang.

Sedangkan menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah


“bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses
mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu
pengetahuan atau kemampuan berlangsung secara optimal, dalam arti
pengetahuan taua kemampuan dapat diinternalisasi dalam struktur kognitif orang
yang bersangkutan.Kemampuan tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap
enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
27

DAFTAR PUSTAKA

Fajar. 2010. Teori Belajar. Diakses pada


http://fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf tanggal 20 Maret
2018
Harefa, Amin Otoni. 2013. Penerapan Teori Pembelajaran Ausubel dalam
Pembelajaran. Medan. Universitas Dharmawangsa
Inoefrik. 2014. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne. Diakses pada
https://inoerofik.files.wordpress.com/2014/11/teori-gagne.pdf tanggal 20
Maret 2018
Rokiyah Isti dan Ketut Budiastra. 2013. Teori Belajar Dalam Pembelajaran IPA
SD. Tanggerang. Universitas Terbuka
Saidang Said. 2013. Teori Belajar Gagne. Diakses pada
http://saidangsaid.blogspot.co.id/ tanggal 8 Maret 2018
Suparno Paul. 1996. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta.
Kansius
Nahdiatul Umami. 2011. Teori Belajar. Diakses pada
http://file.upi.edu/Direktori/KD-SUMEDANG/197212262005011002-
PRANA_DWIJA_ISWARA/Tugas%20Kuliah/Pendidikan%20Bahasa%20Indonesi
a%20di%20Kelas%20Rendah/2011/12%20Nahdiatul%20Umami.pdf
Wardhina Elvira. 2013. Dasar dan Konsep Teori Brunner. Diakses pada
http://elvirawardhina.blogspot.co.id/2013/03/teori-belajar-bruner.html
tanggal 13 Maret 2018
28

BAB 2
RANAH KOGNITIF

2.1 Pengertian Ranah Kognitif


Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom (dalam Hamid, 2009) “segala upaya yang menyangkut
aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.” Ranah Kognitif berisi
tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Indikator kognitif proses
merupakan perilaku (behavior) siswa yang diharapkan muncul setelah
melakukan serangkaian kegiatan untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan. Selain ranah afektif dan psikomotorik, hasil belajar yang perlu
diperhatikan dalam ranah kognitif (Rusmin, 2014).
Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar
sebagai produk dari proses belajar. Perilaku ini sejalan dengan keterampilan
proses sains, tetapi yang karakteristiknya untuk mengembangkan
kemampuan berfikir siswa. Indikator kognitif produk berkaitan dengan
perilaku siswa yang diharapkan tumbuh untuk mencapai kompetensi yang
telah ditetapkan. Indikator kognitif produk disusun dengan menggunakan kata
kerja operasional aspek kognitif (Rusmin, 2014).
Ranah kognitif adalah ranah yang berkaitan dengan hasil belajar
intelektual yang meliputi enam apsek yaitu: pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama
disebut kognitif tingkat rendah dan ke empat aspek berikutnya termasuk
kognitif tingkat tinggi ( Bloom dalam Prasetya, 2012:108).
Seiring perkembangan teori pendidikan, pada tahun 2001 revisi telah
dilakukan yaitu Revisi Taksonomi Bloom. Revisi yang dibuat hanya pada
ranah kognitif dengan menggunakan kata kerja dengan diterbitkannya sebuah
buku: A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educatioanl Objectives yang disusun oleh Lorin W.
Anderson dan David R. Krathwohl pada tahun 2001 (Gunawan dan Palupi,
2012:102).
29

Sehingga Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah direvisi


Anderson dan Krathwohl (dalam Gunawan dan Palupi, 2012:105) yakni:
mengingat (remember), memahami/mengerti (understand), menerapkan
(apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan
(create). kognitif juga dibagi menjadi 6 tingkatan yaitu: Mengingat
(remembering), memahami (understanding), mengaplikasikan (applying),
menganalisis (analyzing), Mengevaluasi (evaluating), dan mengkreasi
(creating). Enam tingkatan inilah yang sering digunakan dalam merumuskan
tujuan belajar yang di kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6.

Gambar Hieraki Ranah Kognitif Menurut Revisi Taksonomi Bloom


(Anderson dan Krathwohl dalam Rusmin, 2014)
30

2.2 Kategori-Kategori Ranah Kognitif


A. Mengingat (Remembering) / C1
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari
memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan
maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang
berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini
dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih
kompleks. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil
kembali (recalling). Mengenali berkaitan dengan mengetahui pengetahuan
masa lampau yang berkaitan dengan hal-hal yang konkret, misalnya
tanggal lahir, alamat rumah, dan usia, sedangkan memanggil kembali
(recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa
lampau secara cepat dan tepat (Gunawan dan Palupi, 2012:105).
Mengingat juga dapat diartikan proses kognitif paling rendah
tingkatannya. Untuk dapat menjadi bagian belajar bermakna, maka tugas
mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang
lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini
mencakup dua macam proses kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan
mengingat (Rusmin, 2014).
Beberapa kata kerja operasional yang berkaitan dengan mengingat
antara lain Mengetahui, Mengutip, Menjelaskan, Menggambar,
Menyebutkan, Membilang, Mengidentifikasi, Memasangkan, Menandai,
Menamai, Mengutip, Menyebutkan, Menggambar, Mendaftar,
Menunjukkan, Memberi label, Memberi indeks, Memasangkan, Membaca,
Menyadari, Menghafal, Meniru, Mencatat, Mengulang, Mereproduksi,
Meninjau, Memilih, Menyatakan, Mempelajari, Mentabulasi, Memberi
kode, Menelusuri, Menulis (Rusmin, 2014).
31

Contoh yang berkaitan dengan mengingat diantaranya:


(1) Dapat menyebutkan pencernaan makanan dilakukan pertama kali
oleh mulut.(dalam Ahmad, 2018).
(2) Menggambar jenis-jenis hewan, seperti ular, burung, tikus, kambing,
singa dan kelinci.
(3) Menyebutkan nama-nama planet yaitu Merkurius, Bumi, Venus,
Mars, Saturnus, Yupiter, Uranus, dan Neptunus.
(4) Peserta didik mengetahui ciri-ciri makhluk hidup.

B. Memahami atau Mengerti (Understanding) /C2


Memahami berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari
berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami
berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan (classification) dan
membandingkan (comparing). Mengklasifikasikan akan muncul ketika
seorang siswa berusaha mengenali pengetahuan yang merupakan anggota
dari kategori pengetahuan tertentu (Gunawan dan Palupi, 2012:105-106).
Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang
spesifik kemudian ditemukan konsep dan prinsip umumnya.
Membandingkan merujuk pada identifikasi persamaan dan perbedaan dari
dua atau lebih obyek, kejadian, ide, permasalahan, atau situasi.
Membandingkan berkaitan dengan proses kognitif menemukan satu
persatu ciri-ciri dari obyek yang diperbandingkan (Gunawan dan Palupi,
2012:106).
Pertanyaan pemahaman menuntut siswa agar dapat menunjukkan
bahwa mereka telah mempunyai pengertian yang memadai untuk
mengorganisasikan dan menyusun materi-materi yang telah diketahui.
Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab pertanyaan.
Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali informasi, namun harus
menunjukkan pengertian terhadap materi yang diketahuinya (Rusmin,
2014).
32

Kata kerja operasional yang berkaitan dengan memahami antara lain


Menafsirkan, Meringkas, Mengklasifikasikan, Membandingkan,
Menjelaskan, Membeberkan, Memperkirakan, Mengkategorikan,
Mencirikan, Merinci, Mengasosiasikan, Membandingkan, Menghitung,
Mengkontraskan, Mengubah, Mempertahankan, Menguraikan, Menjalin,
Membedakan, Mendiskusikan, Menggali, Mencontohkan, Menerangkan,
Mengemukakan, Mempolakan, Memperluas, Menyimpulkan,
Meramalkan, Merangkum, Menjabarkan (Rusmin, 2014).

Contoh yang berkaitan dengan memahami antara lain:


(1) Menjelaskan proses pencernaan makanan di dalam mulut (dalam
Ahmad, 2018).
(2) Mengklasifikasikan jenis-jenis hewan berdasarkan jenis makananya.
(3) Membandingkan antar planet satu dengan planet yang lainnya dalam
pelajaran IPA.
(4) Peserta didik mampu menjabarkan kebutuhan makhluk hidup.

C. Menerapkan atau Mengaplikasikan (Applying ) / C3


Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau
mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau
menyelesaikan permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan dimensi
pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi
kegiatan menjalankan prosedur (executing) dan mengimplementasikan
(implementing) (Gunawan dan Palupi, 2012:106).
Menjalankan prosedur merupakan proses kognitif siswa dalam
menyelesaikan masalah dan melaksanakan percobaan di mana siswa sudah
mengetahui informasi tersebut dan mampu menetapkan dengan pasti
prosedur apa saja yang harus dilakukan. Jika siswa tidak mengetahui
prosedur yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan permasalahan
maka siswa diperbolehkan melakukan modifikasi dari prosedur baku yang
sudah ditetapkan (Gunawan dan Palupi, 2012:106).
33

Mengimplementasikan muncul apabila siswa memilih dan


menggunakan prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih
asing. Karena siswa masih merasa asing dengan hal ini maka siswa perlu
mengenali dan memahami permasalahan terlebih dahulu kemudian baru
menetapkan prosedur yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
Mengimplementasikan berkaitan erat dengan dimensi proses kognitif yang
lain yaitu mengerti dan menciptakan (Gunawan dan Palupi, 2012:106).
Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari siswa
menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku/standar
yang sudah diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga siswa benar-
benar mampu melaksanakan prosedur ini dengan mudah, kemudian
berlanjut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru yang asing
bagi siswa, sehingga siswa dituntut untuk mengenal dengan baik
permasalahan tersebut dan memilih prosedur yang tepat untuk
menyelesaikan permasalahan (Gunawan dan Palupi, 2012:106).
Kata kerja oprasionalnya antara lain Melaksanakan, Menggunakan,
Menjalankan, Melakukan, Mempraktekan, Memilih, Menyusun, Memulai,
Menyelesaikan, Mendeteksi, Menugaskan, Mengurutkan, Menerapkan,
Menyesuaikan, Mengkalkulasi, Memodifikasi, Mengklasifikasi,
Menghitung, Membangun, Membiasakan, Mencegah, Menentukan,
Menggambarkan, Menggunakan, Menilai, Melatih, Menggali,
Mengemukakan, Mengadaptasi, Menyelidiki, Mengoperasikan,
Mempersoalkan, Mengkonsepkan, Melaksanakan, Meramalkan,
Memproduksi, Memproses, Mengaitkan, Menyusun, Mensimulasikan,
Memecahkan, Melakukan, Mentabulasi, Meramalkan (Rusmin, 2014).

Contoh yang berkaitan dengan menerapkan antara lain:


(1) Peserta didik melakukan percobaan memakan biskuit. Lalu merasakan
biskuit tersebut ketika proses pencernaan di dalam mulut Menjelaskan
proses pencernaan makanan di dalam mulut (dalam Ahmad, 2018).
(2) Dapat menggali perbedaan jenis-jenis hewan pada pelajaran IPA.
34

(3) Mampu mengurutkan planet yang terdekat dengan matahari dalam


pelajaran IPA.
(4) Peserta didik melakukan percobaan terhadap ikan yang memerlukan
air untuk kehidupannya.

D. Menganalisis (Analysing) / C4
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan
memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan
dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan
tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Kemampuan menganalisis
merupakan jenis kemampuan yang banyak dituntut dari kegiatan
pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran menuntut siswa
memiliki kemampuan menganalisis dengan baik. Tuntutan terhadap siswa
untuk memiliki kemampuan menganalisis sering kali cenderung lebih
penting daripada dimensi proses kognitif yang lain seperti mengevaluasi
dan menciptakan. Kegiatan pembelajaran sebagian besar mengarahkan
siswa untuk mampu membedakan fakta dan pendapat, menghasilkan
kesimpulan dari suatu informasi pendukung (Gunawan dan Palupi,
2012:106-107).
Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut
(attributeing) dan mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut akan
muncul apabila siswa menemukan permasalahan dan kemudian
memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi permasalahan.
Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil
komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana unsur-unsur
ini dapat menghasilkan hubungan yang baik. Mengorganisasikan
memungkinkan siswa membangun hubungan yang sistematis dan koheren
dari potongan-potongan informasi yang diberikan. Hal pertama yang harus
dilakukan oleh siswa adalah mengidentifikasi unsur yang paling penting
dan relevan dengan permasalahan, kemudian melanjutkan dengan
membangun hubungan yang sesuai dari informasi yang telah diberikan
(Gunawan dan Palupi, 2012:107).
35

Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke


unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-
unsur tersebut. Kata kerja oprasionalnya antara lain Menguraikan,
Membandingkan, Mengorganisir, Menyusun ulang, Mengubah struktur,
Mengkerangkakan, Menyusun outline, Mengintegrasikan, Membedakan,
Menyamakan, Membandingkan, Mengintegrasikan, Menganalisis,
Mengaudit, Memecahkan, Menegaskan, Mendeteksi, Mendiagnosis,
Menyeleksi, Merinci, Menominasikan, Mendiagramkan, Megkorelasikan,
Merasionalkan, Menguji, Mencerahkan, Menjelajah, Membagankan,
Menyimpulkan, Menemukan, Menelaah, Memaksimalkan,
Memerintahkan, Mengedit, Mengaitkan, Memilih, Mengukur, Melatih,
Mentransfer (Rusmin, 2014).

Contoh yang berkaitan dengan menganalisis sebagai berikut:


(1) Siswa mengamati contoh penyakit, lalu dikelompokkan penyakit
tersebut berdasarkan golongan penyakitnya yaitu antara penyakit
pencernaan dan penyakit pernafasan. Berikut nama-nama
penyakitnya: gondok, asma, polip, sembelit, katarak, bronkitis (dalam
Ahmad, 2018).
(2) Mengaitkan hubugan antar hewan dalam pelajaran IPA.
(3) Menyimpulkan planet yang terdekat dan terjauh dari matahari dalam
pelajaran IPA.
(4) Peserta didik mampu menyimpulkan bahwa ikan membutuhkan air
untuk kehidupannya karena apabila tidak ada air ikan akan kesusahan
dalam bernafas.

E. Mengevaluasi (Evaluating) / C5
Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian
berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya
digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria
atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa. Standar ini dapat
berupa kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh
36

siswa. Perlu diketahui bahwa tidak semua kegiatan penilaian merupakan


dimensi mengevaluasi, namun hampir semua dimensi proses kognitif
memerlukan penilaian. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan siswa
dengan penilaian yang merupakan evaluasi adalah pada standar dan
kriteria yang dibuat oleh siswa. Jika standar atau kriteria yang dibuat
mengarah pada keefektifan hasil yang didapatkan dibandingkan dengan
perencanaan dan keefektifan prosedur yang digunakan maka apa yang
dilakukan siswa merupakan kegiatan evaluasi (Gunawan dan Palupi,
2012:107).
Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi (critiquing).
Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten
atau kegagalan dari suatu operasi atau produk. Jika dikaitkan dengan
proses berpikir merencanakan dan mengimplementasikan maka mengecek
akan mengarah pada penetapan sejauh mana suatu rencana berjalan dengan
baik. Mengkritisi mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi
berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal. Mengkritisi berkaitan erat
dengan berpikir kritis. Siswa melakukan penilaian dengan melihat sisi
negatif dan positif dari suatu hal, kemudian melakukan penilaian
menggunakan standar ini (Gunawan dan Palupi, 2012:106-107). Kata
operasionalnya antara lain Menyusun hipotesis, Mengkritik, Memprediksi,
Menilai, Menguji, Membenarkan, Menyalahkan (Rusmin, 2014).
Contoh yang berkaitan dengan evaluasi diantarnya:
(1) Peserta didik mampu menilai tentang penyakit yang digolongkan
sebagai penyakit pencernaan sehingga tidak sembarangan mencerna
makanan yang masuk ke dalam mulut.
(2) Dapat menyalahkan suatu hubungan antar hewan apa bila
bertentangan dengan pemahaman yang dimilikinya pada pembelajaran
IPA.
(3) Mampu menyusun hipotesis bahwa tidak hanya bumi yang ada di tata
surya.
(4) Peserta didik membenarkan bahwa air itu memang berpengaruh pada
kehidupan ikan, bahkan tidak hanya ikan tapi makhluk lain juga.
37

F. Menciptakan (Creating) /C6


Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur
secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan
mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan
mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda
dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman
belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan
mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total
berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan (Gunawan dan
Palupi, 2012:107-108).
Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan
dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa. Perbedaan
menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada
dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis siswa
bekerja dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada
menciptakan siswa bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru (Gunawan
dan Palupi, 2012:108).
Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan
memproduksi (producing). Menggeneralisasikan merupakan kegiatan
merepresentasikan permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang
diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir divergen
yang merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi mengarah pada
perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
Memproduksi berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan yang lain yaitu
pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural,
dan pengetahuan metakognisi. Kata kerja oprasionalnya antara lain
Merancang, Membangun, Merencanakan, Memproduksi, Menemukan,
Membaharui, Menyempurnakan, Memperkuat, Memperindah, Menggubah
(Rusmin, 2014).
38

Contoh yang berkitan dengan menciptakan diantaranya:


(1) Adanya penyakit diare yang digolongkan dalam penyakit pencernaan,
membuat peserta didik membuat obat tradisional dengan bahan
tradisional (dalam Ahmad, 2018).
(2) Peserta didik dapat merancang gambaran dari rantai makanan yang
ada di alam.
(3) Peserta didik mampu membuat gambaran planet dan memperindahnya
dengan kreativitasnya.
(4) Perserta didik mampu memperindah akuarium untuk ditempati oleh
ikan.
Taksonomi Anderson dan Krathwohl (dalam Gusnawan dan Palupi,
2012:108) disajikan pada Tabel berikut:

Komunikasi
Berpikir Tingkat
Tingkatan (communication
Tinggi
spectrum)

Menciptakan Menggeneralisasikan Negosiasi (negotiating),


(Creating) (generating), memoderatori
merancang (designing), (moderating),
memproduksi kolaborasi
(producing), (collaborating)
merencanakan kembali
(devising)
Mengevaluasi Mengecek (checking), Bertemu dengan
(Evaluating) mengkritisi jaringan/mendiskusikan
(critiquing), hipotesa (net meeting),
(hypothesising), berkomentar
eksperimen (commenting), berdebat
(experimenting) (debating)
39

Menganalisis Memberi atribut Menanyakan


(Analyzing) (attributeing), (Questioning), meninjau
mengorganisasikan ulang (reviewing)
(organizing),
mengintegrasikan
(integrating),
mensahihkan
(validating)

Menerapkan Menjalankan prosedur Posting, blogging,


(Applying) (executing), menjawab (replying)
mengimplementasikan
(implementing),
menyebarkan
(sharing),

Memahami/mengerti Mengklasifikasikan Bercakap (chatting),


(Understanding) (classification), menyumbang
membandingkan (contributing),
(comparing), networking,
menginterpretasikan
(interpreting),
berpendapat (inferring)
Mengingat Mengenali Menulis teks (texting),
(Remembering) (recognition), mengirim pesan singkat
memanggil kembali (instant messaging),
(recalling), berbicara (twittering)
mendeskripsikan
(describing),
mengidentifikasi
(identifying)
Berpikir Tingkat
Rendah
40

Rangkuman
Pembelajaran merupakan proses menjadi lebih baik yang sebelumnya belum
tahu menjadi tahu. Terdapat kegiatan yang interaktif dan timbal balik antara
pendidik dan peserta didik. Agar kompotensi yang dituju dapat diharpkan maka
diperlukan timbal balik yang baik antara pendidik dan peserta didik. Hal itu pula
yang mengharuskan pendidik menyiapkan kebutuhan sebelum dan sesudah
pembelajaran.

Kemampuan berpikir merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran


siswa. Namun kemampuan berfikir atau ranah kognitif harus terus dikembangkan
agar kemampuan itu dapat bermanfaat bagi diri sendiri, lingkungan sekitar,
bangsa dan negara. Mencapai ranah kognitif harus berkala dulu, dari tingkat
rendah ke tingkat tinggi yaitu dari Mengingat (Remembering), Memahami/mengerti
(Understanding), Menerapkan (Applying), Menganalisis (Analyzing), Mengevaluasi
(Evaluating), dan diakhiri dengan Menciptakan (Creating).
41

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Falidan. 2018. TAKSONOMI BLOOM DAN APLIKASINYA DALAM


PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR. Diakses pada tanggal 25 Maret
2018 melalui https://www.scribd.com/doc/137267299/Taksonomi-Bloom-
Dan-Aplikasinya-Dalam-Pembelajaran-Di-Sd.

Gunawan, I., dan Palupi, A.R. 2012. TAKSONOMI BLOOM – REVISI RANAH
KOGNITIF: KERANGKA LANDASAN UNTUK PEMBELAJARAN,
PENGAJARAN, DAN PENILAIAN. E-Jurnal IKIP PGRI Madiun: IKIP
PGRI Madiun.

Hamid, Huzaifah. 2009.RANAH PENILAIAN KOGNITIF, AFEKTIF DAN


PSIKOMOTOR. Diakses pada tanggal 18 Maret 2018 melalui
https://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-
dan-psikomotorik/.

Prasetya, T. I. 2012. MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYUSUN


INSTRUMEN HASIL BELAJAR BERBASIS MODUL INTERAKTIF BAGI
GURU-GURU IPA SMPN KOTA MAGELANG. Journal of Educational
Research and Evaluation: Universitas Negeri Semarang.

Rusmin, Nurjadin. 2014. RANAH KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN


“TAKSONOMI BLOOM”. Diakses pada tanggal 18 Maret 2018 melalui
http://nurjadinrusmin.blogspot.co.id/2014/07/ranah-kognitif-dalam-
pembelajaran_8.html.
42

BAB 3
KETERAMPILAN PROSES SAINS

3.1 Keterampilan Proses Sains


A. Pengertian Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk
menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan
menemukan ilmu pengetahuan menurut Lestari (dalam Rahayu &
Anggraeni, 2017). Keterampilan proses sains juga bukanhanya dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas, namun juga menjadi
bekaldalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan analisis standar kompetensi mata pelajaran IPA terutama pada
kompetensi ilmiahnya, siswa SD perlumengetahui keterampilan proses
sains. Keterampilan proses sains adalah salah satu keterampilan berpikir
yang palingsering digunakan (Aydoğdu, Tatar, Yıldız-Feyzioğlu & Buldur,
2012; Gagne, 1965), selain itu menurut Rillero (dalam Rahayu dan
Anggraeni, 2017) menekankan bahwa individu yang tidak dapat
menggunakanKPS akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari,
karena keterampilan initidak hanya digunakan selama pendidikan, tapi
juga digunakan dalam kehidupan seharihari. menurut Kazeni ( dalam
Rahayu & Anggraeni, 2017) perkembangan keterampilan sains
memungkinkan siswamendapatkan keterampilan yang diperlukan untuk
memecahkan masalah sehari-hari.
Namun kenyataannya di lapangan ternyata keterampilan proses sains
siswa masih rendah. Masih lemahnya Keterampilan Proses Sains (KPS)
diperkuat hasil penelitian Anam ( dalam Rahayu & Anggraeni, 2017) yang
melakukan penelitian terhadap tiga puluh (30) siswa perwakilan dari 30
MI di Kabupaten Sumedang pada kegiatan Kompetensi Sains Madrasah
(KSM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat (4) jenis
keterampilanproses rata-rata siswa yakni mengamati, merencanakan
percobaan, mengklasifikasikan, dan membuat tabel berada pada kategori
43

kurang mahir, serta tidakmahir pada keterampilan menyimpulkan.


Demiakian juga hasil penelitian Sukarno, Permanasari dan Hamidah
(dalam Rahayu dan Anggraeni, 2017) menyatakan bahwa keterampilan
proses sains siswa SMP di Jambi pada keterampilanmembuat kesimpulan,
mengobservasi, memprediksi, mengukur dan mengklasifikasimasih
rendah.Berdasarkan paparan diatas mengenai pentingnya keterampilan
proses sains bagisiswa, dengan demikian dirasa perlu untuk melakukan
penelitian mengenai “Analisis Profil Keterampilan Proses Sains Siswa
Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang”.
Menurut Semiawan (Rahayu & Anggraeni, 2017) bahwa
keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait
kemampuan-kemanpuan dasar yang dimiliki, dikuasi dan diaplikasikan
dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga ilmuwan dapat menemukan sesuatu
yang baru (Devi, 2010). Toharudin, Hendrawati dan Rustaman (dalam
Rahayu dan Anggraeni, 2017) mendefinisikan keterampilan proses sains
sebagai seluruh keterampilan ilmiah yang digunakan untuk menemukan
konsep atau prinsip atau teori dalam rangka mengembangkan konsep yang
telah ada atau menyangkal penemuan sebelumnya. Menurut Rustaman
(dalam Rahayu & Anggraeni, 2017), keterampilan proses adalah
keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau
intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif terlibat karena
dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya,
sedangkan keterampilan manual jelas terlibat karena mereka melibatkan
penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat,
dan keterampilan sosial terlibat karena mereka berinteraksi dengan
sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar.
Jadi keterampilan proses sains merupakan keterampilan-
keterampilan ilmiah yang dapat digunakan dalam kegiatan ilmiah untuk
menemukan sesuatu, yang meliputi keterampilan proses sains dasar dan
keterampilan proses sains terpadu. Dalam penelitian ini keterampilan
proses yang digunakan meliputi mengamati, mengukur,
mengklasifikasikan, membuat hipotesis, menginterpretasi data,
44

mengidentifikasi variabel, memprediksikan, melakukan eksperimen,


menyimpulkan dan mengkomunikasikan menurut Devi ( dalam Rahayu &
Anggraeni, 2017)

B. Jenis-Jenis Keterampilan Proses Sains


1. Observasi dan inferensi
Keterampilan mengamati (observasi) dikembangkan dengan
menggunakan pancaindra yang kita miliki atau dengan menggunakan
alat bantu indera untuk memperoleh informasi serta mengidentifikasi
dan memberi nama karakteristik dari objek atau kejadian. Menurut
Esler dan Esler ( dalam Rustaman, 2014) keterampilan observasi
dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita miliki
untuk mengidentifikasi dan memberikan nama sifat-sifat dan objek-
objek atau kejadian. Abruscato ( dalam Rustaman, 2014) menyatakan
bahwa mengobservasi artinya menggunakan segenap pancaindra untuk
memperoleh informasi atau data mengenai benda atau kejadian. Adapun
keterampilan inferensi menurut Esler dan Esler ( dalam Rustaman,
2014) dapat dikatakan sebagai keterampilan untuk membuat
kesimpulan sementara. Sementara itu, Abruscato (dalam Rustaman,
2014) menyatakan bahwa ketika melakukan inferensi kita
menggunakan logika untuk membuat kesimpulan sementara dari apa
yang diobservasi.

Di jenjang pendidikan menengah mungkin kita pernah mendapat


informasi bahwa "observasi melibatkan penggunaan alat indera dan
pengumpulan fakta yang relevan". Mungkin kita pernah mendengar
bahwa observasi tidak persis sama dengan mengamati karena observasi
lebih luas daripada pengamatan dengan penglihatan. Dalam observasi
selain penglihatan, alat-alat indera yang lainnya seperti dengan indera
pendengaran, pengecap, pencium, dan peraba turut berperan (Rustaman,
2014).
45

Dengan observasi diperoleh fakta, tetapi tidak semua fakta digunakan.


Kadang-kadang fakta perlu diseleksi karena hanya fakta yang relevan
saja yang akan dan dapat dimanfaatkan. Jadi, mengumpulkan fakta
yang relevan juga termasuk ke dalam keterampilan proses observasi.
Pada kenyataannya, fakta yang relevan tersebut tidak selalu hanya
diperoleh dengan alat-alat indera khusus yang telah disebutkan di atas.
Seringkali dalam belajar sains fakta yang relevan diperoleh melalui
penggunaan alat bantu observasi. Penggunaan alat bantu tersebut
dimaksudkan untuk memperluas jangkauan observasi, atau untuk
meningkatkan kualitas fakta yang diperoleh dengan alat indera saja.
Umpamanya untuk memperjelas obyek-obyek yang berukuran kecil kita
melakukan pengamatan dengan bantuan suryakanta atau mikroskop
(binokuler dan monokuler), bahkan mikroskop elektron. Begitu pula
untuk memperjelas pendengaran kita menggunakan alat kedokteran
yang dikenal dengan stetoskop (Rustaman, 2014).

Dengan atau tanpa alat bantu hasil observasi yang berupa fakta
seyogianya diterima sama oleh beberapa orang yang berbeda karena
menghadapi obyek yang sama. Namun, pada kenyataannya seringkali
hasil observasi beberapa orang terhadap suatu obyek berbeda satu sama
lain. Kalau begitu, ada sesuatu di balik kegiatan observasi yang turut
mewarnai hasil observasi. Tampaknya, latar belakang pengetahuan
seseorang mempengaruhi aspek yang diobservasi sehingga menentukan
hasil observasinya. Umpamanya dua orang mengamati siput yang
sedang makan daun tanaman. Orang yang mempunyai latar belakang
kelakuan hewan lebih tertarik untuk mengamati perilaku siput ketika
sedang makan, sementara orang kedua yang ahli botani mengagumi
bagaimana siput memilih dan hanya memakan daun-daun dari
tumbuhan yang tidak beracun. Selain latar belakang pengetahuan,
tampaknya harapan si pengamat turut mempengaruhi hasil
observasinya.
46

Selain memperoleh fakta menggunakan alat indera yang beragam dan


mengumpulkan fakta yang relevan, observasi diperlukan untuk
peristiwa yang panjang atau peristiwa yang melibatkan proses.
Observasi tentang proses perlu dilakukan secara bertahap, yaitu
mengumpulkan informasi keadaan sebelum terjadi proses atau
peristiwa, informasi selama proses, informasi keadaan sesudahnya. Dari
keseluruhan informasi yang diperolehkita dapat menangkap suatu
perubahan atau perkembangan atau proses yang terjadi. Inferensi
menjelaskan hal-hal yang kita observasi. Sesungguhnya inferensi ini
sudah begitu menyatu dengan observasi sehingga seringkali sulit
dibedakan. Apa yang kita kemukakan acap kali hasil inferensi
berdasarkan sejumlah informasi yang kita peroleh melalui observasi.
Yang berbahaya adalah membuat inferensi dari hasil satu kali
observasi. Akibatnya penjelasan kita itu menjadi bersifat subyektif
(Rustaman, 2014).

2. Pengukuran dan estimasi


Selain memerlukan alat bantu berupa peralatan yang telah disebutkan di
atas, seringkali diperlukan alat bantu untuk memperoleh data
kuantitatif. Data kuantitatif biasanya diperoleh dengan melakukan
pengukuran dengan bantuan alat ukur yang sesuai. Sebagaimana
seorang tukang kayu perlu menggunakan meteran untuk mengukur
panjang, dalam belajar sains kita juga memerlukan alat ukur.
Umpamanya jika kita menyiapkan medium untuk tempat hidup
mikroorganisme tertentu, kita perlu mengukur suhunya sebelum
mikroorganismenya kita masukkan ke dalam wadah berisi medium
tersebut. Begitu juga jika melakukan pengamatan dengan mikroskop
kita perlu mengetahui seberapa besar obyek yang kita amati tersebut.

Jadi, pengukuran dalam sains dapat dilakukan secara langsung dengan


menggunakan alat ukur tertentu yang sesuai, dapat juga pengukuran
dilakukan secara tidak langsung. Hal yang sama dilakukan untuk
47

obyek-obyek yang terlalu besar seperti mengukur diameter planet Mars


sebagai salah satu benda langit. Kita memerlukan alat ukur diameter
dan mengalikannya dengan jarak Mars ke bumi. Selain pengukuran
keterampilan estimasi juga dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam belajar biologi. Apakah estimasi itu? Orang-orang tua
dulu sering memperkirakan ukuran dengan pelukan seperti mengukur
keliling batang dengan pemeluk, atau memperkirakan jarak dengan
lama terbakar habis sebuah dupa atau sebatang rokok yang sudah
"standar". Seorang ibu menimang-nimang buah kelapa atau semangka
sebelum menawar dan membelinya kepada tukang sayur. Itulah
estimasi. Keterampilan estimasi dibutuhkan seorang yang bekerja
ilmiah untuk membantu atau mempermudah menemukan hal-hal yang
tidak bisa dilakukan dengan pengukuran. Jadi, banyak hal-hal yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yang juga diperlukan dalam
kegiatan atau bekerja ilmiah, termasuk dalam belajar sains (Rustaman,
2014).

3. Prediksi dan berhipotesis


Prediksimerupakan keterampilan penting dalam belajar sains
(sciencing). Prediksi adalah dugaan atau ramalan terhadap peristiwa
yang belum terjadi. Untuk memahami prediksi perlu diingat bahwa
sains didasarkan pada beberapa asumsi atau keyakinan tentang alam.
Para pakar sains (scientists) yakin bahwa terdapat hubungan sebab
akibat di alam yang mengendalikan peristiwa-peristiwa alam dalam
suatu keteraturan. Umpamanya predator seperti singa dapat
menurunkan populasi mangsa (kelinci, misalnya). Hal itu merupakan
hubungan sebab akibat. Setiap kali buah apel terlepas dari cabang atau
ranting tempatnya menempel, apel tersebut akan jatuh menuju pusat
bumi, tidak peduli jenis apel apapun atau di lokasi manapun di bumi
akibat gaya yang bekerja secara teratur. Keyakinan akan hubungan
sebab akibat dan adanya keteraturan gaya mengarahkan kita pada
48

anggapan dasar bahwa seluruh peristiwa alam dapat diramalkan atau


diperkirakan (Rustaman, 2014).

Bagaimanapun juga beberapa peristiwa lebih akurat diramalkan


daripada peristiwa yang lainnya. Prediksi didasarkan pada hasil
observasi atau data yang sesuai. Jumlah data yang sesuai dan ketepatan
data dapat berakibat pada keakuratan prediksi. Umpamanya gerhana
dan posisi planet dapat diprediksi, tetapi prediksi tentang cuaca atau
perubahan populasi tidak dapat dibuat secara akurat. Asumsi atau
anggapan dasar bahwa alam berperilaku secara teratur membantu para
pakar sains menggunakan data yang sesuai untuk meramalkan peristiwa
yang akan datang.

Sebagai contoh, jika ada aneka biji kacang bermacam ukuran dan
berwarna-warni masing-masing dengan jumlah yang sama banyak dan
ditebarkan di halaman berumput. Menurut dugaan kita, kacang
manakah yang akan paling banyak ditemukan jika dicari sesudahnya?
Lakukanlah untuk membuktikan dugaan kita benar. Apakah artinya?
Pada contoh ini ukuran dan warna biji merupakan variabel yang
dikendalikan, sedangkan jumlah atau banyaknya biji yang ditemukan
merupakan variabel terikat (Rustaman, 2014).

Berhipotesis sangat penting dalam belajar sains (sciencing).


Berhipotesis berkaitan dengan variabel. Kita telah mempelajari
pentingnya variabel bukan hanya dalam merumuskan pertanyaan
penelitian, melainkan juga dalam membuat prediksi. Apabila prediksi
merupakan proses yang menggunakan observasi atau data sejalan
dengan jenis pengetahuan ilmiah untuk meramalkan peristiwa yang
belum terjadi, berhipotesis lebih melibatkan cara menjelaskannya
dengan jalan mengubah salah satu variabel agar variabel lain yang
diharapkan dapat terpengaruh. Walaupun sama-sama menjelaskan hal
yang belum terjadi, dalam prediksi tidak ditawarkan cara baru untuk
49

menguji penjelasan atau perkiraannya itu dapat diterima atau tidak.


Dalam berhipotesis justru penjelasan akan hal yang belum terjadi itu
menawarkan cara baru yang sama sekali berbeda dengan cara
sebelumnya (Rustaman, 2014).

Contoh prediksi: memperkirakan berapa lama dan berapa kali sebuah


biji mahoni berputar sebelum jatuh ke tanah. Contoh berhipotesis:
memperkirakan cara memperbaiki ukuran buah tomat yang ditanam
secara hidroponik. Dalam kegiatan ilmiah, khususnya dalam kegiatan
penelitian atau penyelidikan, hipotesis sering dinamakan jawaban
sementara atau dugaan terhadap rumusan masalah yang berupa
pertanyaan. Berhipotesis disebut jawaban sementara atau dugaan karena
memang jawaban tersebut masih perlu diuji kebenarannya untuk dapat
diterima karena didukung data, atau ditolak karena tidakdidukung data.

4. Menyajikan data, menyimpulkan, dan interpretasi


Sebelumnya sudah diperkenalkan istilah inferensi yang dibedakan
dengan observasi. Inferensi merupakan penjelasan tentang fakta yang
diperoleh dari pengamatan dengan menggunakan berbagai alat indera
(hasil observasi). Fakta yang relevan dinamakan data. Sangatlah
penting untuk mempelajari bagaimana mengorganisasi data yang telah
terkumpul dari hasil pengamatan. Dengan mengorganisasikan data,
seorang ilmuwan dapat dengan mudah menafsirkan hasil observasi.
Memaknai hasil observasi dinamakan interpretasi data. Karena para
ilmuwan mengumpulkan data secara kuantitatif, tabel data dan
cartabiasanya digunakan untuk mengorganisasi informasi. Grafik
disusun berdasarkan tabel data. Penyajian data semacam itu
memungkinkan pengamat mendapatkan gambaran penyederhanaan
interpretasi dan menarik kesimpulan. Kesimpulan yang valid
didasarkan pada organisasi data yang baik dan interpretasi data yang
jelas. Karena menarik kesimpulan merupakan langkah akhir dari
penyelidikan, maka tabel, cartadan interpretasi data sangatlah penting.
50

Data dapat disajikan dengan tiga cara. Pertama, data disajikan dalam
bentuk uraian. Kedua, data disajikan dalam bentuk carta. Ketiga, data
disajikan dalam bentuk tabel. Cobalah bandingkan cara mana yang
lebih komunikatif. Terdapat dua tipe grafik yang digunakan dalam
menyajikan data secara ilmiah, yakni grafik batang dan grafik garis.
Data deskriptif memerlukan grafik batang, sedang data yang kontinu
memerlukan grafik garis. Menyajikan data dalam bentuk kuantitatif
yang memudahkan menyimpulkan dan atau interpretasi termasuk
berkomunikasi ilmiah.

Selain itu ada yang menyatakan bahwa inferensi itu sebagai kesimpulan
sementara. Kesimpulan yang tidak sementara sering dinamakan
konklusi. Jadi menyimpulkan atau menarik kesimpulan sebenarnya
merupakan lanjutan dari inferensi, atau berbagai inferensi akan
menggiring kita pada kesimpulan. Sebagian pakar sains memasukkan
menyimpulkan atau menarik kesimpulan itu kepada interpretasi atau
menafsirkan. Interpretasi biasanya dilakukan apabila ada sejumlah data
yang dapat diartikan atau ditafsirkan berulang kali sehingga kita sampai
pada kesimpulan. Apabila ada informasi disajikan dalam bentuk tabel,
bagan, atau grafik maka kita akan lebih mudah melakukan interpretasi
atau menarik kesimpulan. Menyimpulkan merupakansalah satu bentuk
menafsirkan atau interpretasi (Rustaman, 2014).

5. Identifikasi dan pengendalian variabel


Dalam suatu kegiatan penyelidikan ilmiah kita kenal ada tiga jenis
variabel. Variabel yang dikendalikan (kadang-kadang dikenal sebagai
variabel independen atau variabel bebas) adalah suatu faktor atau
kondisi dalam sebuah eksperimen yang secara khusus diubah oleh
seorang peneliti. Variabel yang merespons atau variabel terikat adalah
suatu faktor atau kondisi yang mungkin dipengaruhi atau dikenai akibat
dari perubahan tersebut. Suatu variabel yang tidak diubah disebut
variabel kontrol.
51

Sekelompok siswa ingin menguji apakah warna cahaya mempengaruhi


hasil fotosintesis. Digunakan plastik transparan yang berbeda warnanya
(hijau, merah, kuning, biru) melalui percobaan Ingenhousz. Setiap kali
digunakan satu warna yang ditempatkan di antara sumber cahaya
(lampu) dengan perangkat percobaan diamati dan dicatat jumlah
gelembung yang dihasilkan dari tanaman air dalam percobaan. Warna
plastik transparan adalah variabel yang dikendalikan. Variabel
terikatnya adalah jumlah gelembung yang dihasilkan. Variabel kontrol
dalam eksperimen tersebut adalah kekuatan dan jarak sumber cahaya
terhadap perangkat percobaan, jenis dan kondisi tanaman air, jumlah
dan kualitas airnya, ketebalan dan kejernihan wadah yang digunakan
dalam percobaan tersebut (Rustaman, 2014).

6. Mengajukan pertanyaan dan rumusan masalah


Percobaan sains atau penyelidikan ilmiah memerlukan pemecahan
masalah atau jawaban terhadap masalah. Bagian yang paling penting
dalam setiap penyelidikan adalah variabel. Jika seorang penyelidik
mengidentifikasi variabel dari suatu peristiwa, maka suatu pertanyaan
yang penting dan menarik akan menjadi makin jelas. Pertanyaan
penelitian mendefinisikan suatu masalah yang diselidiki. Sekali
pertanyaan-pertanyaan penelitiannya telah dirumuskan, pertanyaan-
pertanyaan tersebut akan mempengaruhi keputusan yang akan
ditentukan berkenaan dengan fokus penelitian (Rustaman, 2014).

Terdapat dua tipe pertanyaan penelitian. Tipe pertama adalah


pertanyaan yang hanya terfokus pada satu variabel. Tipe kedua adalah
pertanyaan yang menyatakan hubungan antara dua variabel, atau
bagaimana variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lainnya.
Contoh pertanyaan tipe pertama: berapa banyak gelembung yang
dihasilkan perangkat percobaan A per menitnya? Contoh pertanyaan
tipe kedua: Seberapa jauh warna cahaya berpengaruh terhadap jumlah
gelembung udara yang dihasilkan?
52

Berikut ini disajikan beberapa aturan dalam merumuskan pertanyaan


penelitian.
1) Nyatakan dalam kalimat tanya.
2) Hindari pertanyaan yang dapat dijawab dengan ya atau tidak.
3) Mulailah pertanyaan dengan penggalan seperti: "seberapa jauh …",
atau "bukti apa yang menunjukkan bahwa …."
4) Libatkan informasi, seperti populasi, lokasi penyelidikan akan
dilakukan untuk mempersempit penyelidikan. Misalnya: seberapa
banyak jumlah gelembung dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya
fotosintesis apabila wadah perangkat Ingenhousz dalam keadaan
tertutup?

C. Komponen Keterampilan Proses Sains


Keterampilan proses dibagi menjadi dua yaitu basic skills atau
keterampilan dasar dan integrated skills atau keterampilan terpadu. Rezba,
et.al (dalam Lukmanasari, 2016) juga mengelompokan keterampilan
proses sains menjadi dua bagian, yaitu the basic process skill dan
theintegrated process skill.
Tabel 1. Pengelompokan Keterampilan Proses
No Keterampilan Dasar Keterampilan Terintegrasi

1. Mengamati Mengontrol variable

2. Menggunakan hubungan ruang Menafsirkan data

3. Menggunakan angka Menyusun hipotesis

4. Mengelompokan Menyusun definisi


operasional

5. Mengukur Melakukan percobaan

6. Mengkomunikasikan

7. Meramalkan

8. Menyimpulkan
53

D. Hasil Belajar Siswa


Menurut Uzer Usman, 2006: 34 ( dalam Lukmanasari, 2016), hasil
belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan
tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnya. Hal ini
dipengaruhi pula oleh kemampuan guru sebagai perancang kegiatan
belajar-mengajar. Hasil belajar siswa dapat diketahui dari tiga aspek, yakni
secara kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Aspek kuantitatif lebih
menekankan pada kemampuan kognitif atau pengetahuan. Aspek
institusional menekankan pada perolehan hasil belajar siswa yang
dinyatakan dalam bentuk angka. Aspek kualitatif menekankan pada
pemahaman dan penafsiran siswa terhadap lingkungan sehingga mampu
memecahkan masalah (Muhibbin Syah, 1997: 91-92). Tujuan instruksional
menurut Uzer Usman (2006: 34) dikelompokan ke dalam kategori ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Secara operasional telah dirinci
masing-masing aspek tersebut dengan menyusun taksonomi. Taksonomi
merupakan suatu rangka klasifikasi tujuan-tujuan pendidikan. Taksonomi
menurut Bloom dibagi menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor Slameto, 2001: 145-146 (Lukmanasari, 2016)

1. Ranah Pengetahuan (Kognitif)


Tujuan instruksional pendidikan yang paling umum ditemukan di
sekolah adalah kognitif. Hal ini karena ranah kognitif hanya fokus pada
transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Ranah kognitif
merupakan fokus dari perkembangan intelektual. Tujuan ranah ini ada
dua yaitu pengetahuan dan proses memanipulasi informasi yang
melibatkan belajar fakta, konsep, generalisasi dan teori. Menurut Eko
Putro (2014: 30) dalam pembelajaran konstuktif, belajar adalah
mengkontruksi pengetahuan. Siswa melakukan proses kognitif secara
aktif, yakni memperhatikan informasi yang relevan, menata informasi
menjadi gambaran yang koheren, dan memadukan informasi tersebut
dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Ranah kognitif berkenaan
dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni
54

pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan


evaluasi. Dua aspek yang pertama adalah kemampuan kognitif tingkat
rendah dan empat aspek berikutnya adalah kemampuan kognitif tinggi
(Nana Sudjana, 1987: 32). Proses kognitif menurut Anderson dan
Karthworl dalam Eko Putro (2014: 30-36) dibagi menjadi enam jenjang
yang paling rendah ke paling tinggi, yaitu mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Hal ini
serupa dengan taksonomi Bloom yang diperbaiki oleh Anderson dalam
ranah kognitif terdari dari aspek :
1) Mengingat (C1)
Mengingat merupakan proses berpikir tingkat awal yang
menjelaskan jawaban faktual, menguji ingatan, dan pengenalan.
2) Memahami (C2)
Kemampuan memahami merupakan kemampuan menerjemahkan,
menjabarkan, menafsirkan, menyederhanakan dan membuat
perhitungan.
3) Menerapkan (C3)
Menerapkan merupakan kemampuan yang mencakup penggunaan
pengetahuan, aturan, rumus, dan produk IPA.
4) Menganalisis (C4)
Menganalisis merupakan kemampuan untuk menguraikan materi ke
dalam bagian yang lebih mudah untuk dimengerti.
5) Menilai (C5)
Menilai merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan menguji
nilai suatu materi untuk tujuan tertentu.
6) Menciptakan (C6)
Menciptakan merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur
ke dalam bentuk atau pola yang sebelumnya kurang jelas.
(Lukmanasari, 2016)
55

Berdasarkan uraian dapat diketahui bahwa ranah pengetahuan


(kognitive domain) berkenaan dengan kemampuan intelektual siswa,
seperti keterampilan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah.
Hasil belajar intelektual yang dibagi kognitif dasar dan kognitif
tingkat tinggi. Kognitif dasar meliputi aspek mengingat (C1) dan
memahami (C2), sedangkan kognitif tingkat tinggi meliputi
menerapkan (C3), menganalisis (C4), menilai (C5), menciptakan (C6).
Dalam penelitian ini, peneliti mengukur kemampuan kognitif siswa
dari C1-C3. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan siswa SMP dan
materi yang digunakan dalampenelitian. (Lukmanasari, 2016)

2. Ranah Sikap (Afektif)


Menurut Eko Putro (2014: 40-44) hampir semua tujuan pembelajaran
aspek kognitif mengandung ranah afektif. Ranah afektif adalah ranah
yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afekif menurut
Krathwohl, Bloom, dan Maisa dibedakan menjadi 5 jenjang, dari
jenjang dasar atau sederhana sampai jenjang yang kompleks yaitu:
1) Receiving
Receiving (menerima) merupakan kepekaan seseorang dalam menerima
rangsangan/stimulus dari luar yang datang kepada dirinya baik dalam
bentuk masalah, situasi, gejala dll. Misalnya kesadaran dan keinginan
untuk menerima stimulus.
2) Responding
Responding (menanggapi) adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena
tertentu dan membuat reaksi terhadapnya.
3) Valuing
Valuing (menilai) artinya memberikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadap suatu kegiatan, sehingga apabila kegiatan itu
tidak dikerjakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
56

4) Organization
Organization (mengatur) artinya mempertemukan perbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada
perbaikan umum.
5) Characterization by value or value complex
Characterization by value or value complex (karakterisasi dengan suatu
nilai atau kompleks nilai) merupakan tingkat afektif tertinggi, siswa
memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya sehingga
membentuk karakteristik.

Hal ini serupa dengan pendapat Nana Sudjana (1987: 22) yang
mengungkapkan bahwa ranah afektif terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.
Bidang pelajaran IPA ranah afektif atau sikap yang dikembangkan dan
dinilai adalah sikap ilmiah (science attitude). Pengukuran sikap ilmiah
siswa didasarkan pada pengelompokan aspek sikap yang kemudian
dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator pada tiap aspeknya.
Pemilihan aspek sikap ilmiah ini mengintegrasikan beberapa aspek
yang ada pada Tabel 3 kemudian dijadikan satu aspek. Hal ini
disesuaikan pula dengan pendekatan science process and environment
dan tema yang diajarkan yaitu “Amankah Airku?”. Pada Tabel 3
diperlihatkan secara terperinci dimensi dan contoh indikator sikap
ilmiah menurut Patta Bundu. (Lukmanasari, 2016)
57

Tabel 3. Aspek dan Indikator Sikap Ilmiah


Aspek Indikator

Sikap ingin tahu 1. Antusias mencari jawaban

2. Perhatian pada obyek yang diamati

3. Antusias pada proses sains

4. Menanyakan setiap langkah


kegiatan

Sikap respek terhadap 1. Obyektif/jujur


data/fakta
2. Tidak memanipulasi data

3. Mengambil keputusan sesuai fakta

4. Tidak mencampur fakta


denganpendapat

Sikap berpikir kritis 1. Meragukan temuan teman

2. Menyanyakan setiap perubahan/hal


baru

3. Mengulangi kegiatan yang dilakukan

4. Tidak mengabaikan data meskipun


kecil

Sikap penemuan dan 1. Menggunakan fakta-fakta untuk


kreativitas dasar konklusi

2. Menunjukan laporan berbeda dengan


teman kelas

3. Merubah pendapat dalam


meresponterhadap data
58

4. Menyarankan percobaan-
percobaanbaru

Sikap berpikiran terbuka 1. Menghargai pendapat/temuan orang


dan kerjasama lain

2. Menerima saran dari teman

3. Menganggap setiap kesimpulan


adalah tentatif

4. Berpartisipasi aktif dalam kelompok

Sikap ketekunan 1. Melanjutkan meneliti sesudah

“kebaruannya” hilang

2. Mengulangi percobaan
meskipunberakibat gagal

3. Melengkapi satu kegitan


meskipunteman sekelas selesai lebih
awal

Sikap peka terhadap 1. Perhatian terhadap peristiwa sekitar


lingkungan sekitar
2. Partisipasi pada kegiatan sosial

3.Menjaga kebersihan lingkungan


sekolah

3. Ranah Keterampilan (Psikomotor)


Depdiknas (dalam Lukmanasari, 2016) menyatakan bahwa kemampuan
psikomotor adalah kemampuan yang berkaitan dengan gerak yang
terkoordinasi dalam susunan syaraf dalam otak dan pikiran. Ranah
psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya
melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan
59

fisik, sehingga ranah psikomotor dapat disebut juga sebagai ranah


keterampilan. Menurut Eko Putro (2014: 45-46), aspek keterampilan
atau psikomotor merupakan hasil belajar yang pencapaiannya
melibatkan otot dan kekuatan fisik. Hasil belajar dalam ranah
psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan-keterampilan (skills)
dan kemampuan bertindak individu. Suharsimi Arikunto (2006: 135)
juga mengungkapkan ranah psikomotorik berhubungan dengan kerja
otot sehingga menyebabkan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya.

Seorang ilmuwan (saintis) dalam melakukan serangkaian proses sains


atau metode ilmiah diperlukan keterampilan. Keterampilan ilmiah
dalam pembelajaran IPA salah satunya adalah keterampilan proses
(Insih Wilujeng, 2011: 5). Dalam hal ini, keterampilan ilmiah yang
peneliti nilai adalah keterampilan proses sains.
Aspek yang diukur adalah aspek mengamati, aspek melakukan
percobaan, aspek menyimpulkan, dan aspek mengkomunikasikan. Pada
Tabel 5, ditunjukan aspek dan indikator keterampilan ilmiah menurut
Patta Bundu.

Tabel 5. Aspek dan Indikator Keterampilan Ilmiah


Aspek yang dinilai Indikator

Kegiatan Observasi 1.Menggunakan panca indera untuk


melakukanpengamatan.

2. Mencatat hasil observasi.

3.Mengidentifikasi persamaan dan


perbedaan hasilobservasi kegiatan.

4.Menjawab pertanyaan
daripermasalahan yangdiberikan guru.

Melakukan percobaan 1.Menyiapkan alat dan bahan dengan


60

benar

2.Menggunakan alat dengan benar

3.Melakukan percobaan dengan hati-


hati.

4.Terlibat langsung dalam percobaan

Menyimpulkan 1.Menuliskan kesimpulan sesuai


dengan tujuankegiatan.

2. Menuliskan kesimpulan mengacu


padahasilpercobaan

3. Menuliskan kesimpulan berdasarkan


pada analisisdata

4. Menuliskan kesimpulan dengan


singkat, padat, jelas

Mengkomunika sikan hasil 1.Mendiskusikan hasil percobaan


dengan teman

2. Menuliskan hasil diskusi dengan


tepat.

3. Bahasa yang digunakan mudah


dipahami

4. Berperan aktif dalam presentasi/tanya


jawab
61

3.2 Keterampilan Proses Terintegrasi


Keterampilan terintegrasi merupakan perpaduan dua kemampuan
keterampilan proses dasar atau lebih. keterampilan proses terpadu/integrasi
meliputi mengenali variable, membuat table data, membuat grafik,
menggambarkan hubungan antar variable, mengumpulkan dan mengolah
data, menganalisis penelitian, menyususn hipoteis, mendefiniskan vasiabel,
merancang penelitian,dan bereksperimen. Keterampian proses merupakan
keterampilan yang harus diaplikasikan pada pendidikan di sekolah oleh guru.
Pembelajaran sains menekankan pada pembentukan keterampilan
memperoleh pengetahuan dan mengembangkan sikap ilmiah. Hal ini bisa
tercapai apabila dalam pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan
proses baik keterampilan proses dasar maupun keterampilan proses
terintegrasi (terpadu) seperti terungkap di atas (Trihastuti & Rimy, 2009).
Khusus untuk keterampilan proses terpadu/integrasi proses- prosesnya
meliputi :
1. Mengenali variable
Dimana variable diartikan sebagai konsep yang mempunyai variasi
nilai/konsep yang diberi lebih dari satu nilai/konsep yang mempunyai
variasi nilai/segala sesuatu yang dapat berubah/berganti dalam satu situasi.
Ada dua macam variable yang diketahui,yakni :
a. variabel termanipulasi /bebas diartikan sebagai variable yang dengan
sengaja diubah – ubah dalam suatu situasi dan diselidiki pengaruhnya.
b. Variable terikat / hasil diartikan sebagai variable yang diramalakan
akan timbul dalam hubungan yang fungsional(sebagai pengaruh dari
variable bebas) (Ghalsun, 2011).
2. Membuat table data
Dalam pengumpulan data,perlu adanya membuat table data,dimana dalam
keterampilan membuat table data perlu dibelajarkan kepada siswa karena
memiliki fungsi penting untuk mnyajikan data yang diperlukan untuk
penelitian.Dimana kegiatan dalam mengembangkan keterampilan
membuat table data seperti membuat table frekuansi,membuat table silang.
(Ghalsun, 2011)
62

3. Membuat grafik
Ketermapilam membuat grafik adalah kemampuan mengolah data untuk
disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variable
termanipulasi selau pada sumbu datar dan variable hasil selalu pada sumbu
vertical. Kegiatan – kegiatan yang dilakukan dalam keterampilan membuat
grafik antara lain adalah membaca data dalam table,membuat grafik
garis,membuat grafik balok,membuat grafik bidang lain. (Ghalsun, 2011)
4. Menggambarkan hubungan antar variable
Keterampilan menggambarkan hubungan antar variable diartikan sebagai
kemampuan mendeskripsikan hubungan antar variable termanipulasi
dengan variable hasil,yang menjadi salah satu kemampuan yang harus
dimiliki oleh setiap peneliti/onti dari penelitian ilmiah. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dalam mengembangkan keterampilan
menggambarkanhubungan antar variable seperti menggambarkan
hubungan variable simetris,menggambarkan hubungan variable timbal
balik,dan hubungan variable simetris. (Ghalsun, 2011)
5. Mengumpulkan dan mengolah data
keterampilan mengumpulkan dan mengolah data adalah kemampuan
memperoleh informasi/data dari sumber informasi, baik berupa lisan,
tertulis/pengamatan,dan mengkajinya lebih lanjut. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan adalah seperti membuat instrument pengumpulan
data,mentabulasi data, dan lain-lain.
6. Menganalisis penelitian
keterampilan menganalisis data merupakan kemampuan menelaah laporan
penelitian orang lainuntuk meningkatkan pengenalan terhadap unsur–unsur
penelitian. Kegiatan yang dilakukan seperti mengenali variable,mengenali
rumusan hipotesis.
7. Menyusun hipotesis
keterampilan menyusun hipotesis diartikan sebagai kemampuan
menyatakan “dugaan yang dianggap benar” menengenai adanya suatu
factor yang terdapat dalam suatu situasi maka akan ada akibat tertentu
yang dapat diduga akan timbul,sehingga menghasilkan rumusan dalam
63

bentuk kalimat pernyataan.Kegiatan yang dilakukan seperti menysusn


hipotesis kerja,menyusun hipotesis nol, memperbaiki suatu rumusan suatu
hipotesis, dan lain-lain.
8. Mendefiniskan vasiabel
ketererampilan mendefiniskan variabel diartikan sebagai kemampuan
mendeskripsikan variable beserta segala atribut sehingga tidak
menimbulkan penafsiran ganada.Kegiatan yang dilakukan seperti
mengenal atribut variabel bebas,membatasi lingkunagan variabel terikat,
dan lain-lain.
9. Merancang penelitian
Keterampilan merancang penelitian diartikan sebagai suatu kegiatan untuk
mendeskripsikan variabel-variabel yang dimanipulasi dan direspon dalam
penelitian secara operasional.Kegiatan yang dilakukan dalam merancang
peneliatian adalah seperti mengenali,menentukan,merumuskan masalaha
yang akan diteliti, dan lain-lain. (Ghalsun, 2011)
10. Bereksperimen
Bereksperimen diartikan sebagai keterampilan untuk mengadakan
pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip
ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima atau
menolak ide-ide itu. Kegiatan yang dilakukan dalah seperti menguji
kebenaran ketermpilan bereksperimen, dan lain-lain. (Ghalsun, 2011)

Keterampilan memperoleh pengetahuan yang ingin dibentuk adalah


daya pikir dan kreasi. Daya pikir dan daya kreasi merupakan indikator
perkembangan kognitif. Para ahli psikologi pendidikan menemukan bahwa
pekembangan kognitif bukan merupakan akumulasi kepingan informasi atau
kepingan perubahan informasi yang terpisah, tetapi merupakan pembentukan
oleh anak suatu kerangka atau jaringan mental untuk memahami lingkungan.
64

3.3 Sikap Ilmiah


Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah
attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan
siap secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Terdapat 3
Kompenen Sikap: Komponen kognitif, afektif dan tingkah laku.Secara umum
dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kesiapan yang senantiasa
cenderung untuk berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana
diperhadapkan dengan suatu masalah atau obyek. Menurut Baharuddin
(dalam Syarifah, 2015) mengemukakan bahwa :”Sikap ilmiah pada dasarnya
adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka melakukan
kegiatan sebagai seorang ilmuwan”.
Sikap Ilmiah: sikap-sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuwan
dalam melakukan tugasnya untuk mempelajari meneruskan, menolak atau
menerima serta merubah atau menambah suatu ilmu.
Lima macam sikap ilmiah menurut Prof Harsojo ( dalam Syarifah, 2015) :
1. Obyektivitas, dalam peninjauan yang penting adalah obyeknya.
2. Sikap serba relatif, ilmu tidak mempunyai maksud mencari kebenaran
mutlak ilmu berdasarkan kebenaran-kebenaran ilmiah atas beberapa
postulat, secara priori telah diterima sebagai suatu kebenaran. Malahan
teori-teori dalam ilmu sering untuk mematahkan teori yang lain.
3. Sikap skeptis, adalah sikap untuk selalu ragu-ragu terhadap pernyataan-
pernyataan yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya
4. Kesabaran intelektual, sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak
menyerah pada tekanan agar dinyatakan suatu pendirian ilmiah, karena
memang belum selesainya dan cukup lengkapnya hasil dari penelitian,
adalah sikap seorang ilmuwan.
5. Kesederhanaan, adalah sikap cara berfikir, menyatakan, dan membuktikan
sikap tidak memihak pada etik.
65

Diederich mengidentifikasikan 20 komponen sikap ilmiah sebagai berikut :


1. Selalu meragukan sesuatu.
2. Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
3. Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
4. Tekun.
5. Suka pada sesuatu yang baru.
6. Mudah mengubah pendapat atau opini.
7. Loyal terhadap kebenaran.
8. Objektif
9. Enggan mempercayai takhyul.
10. Menyukai penjelasan ilmiah.
11. Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
12. Tidak tergesa-gesa mengambil keputusan.
13. Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
14. Menyadari perlunya asumsi.
15. Pendapatnya bersifat fundamental.
16. Menghargai struktur teoritis
17. Menghargai kuantifikasi
18. Dapat menerima penegrtian kebolehjadian dan,

Sikap ilmiah harus dimiliki seorang peneliti, adalah sebagai berikut :


1. Rasa Ingin Tahu yang Tinggi
Seorang peneliti harus selalu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
terhadap objek yang terdapat di lingkungannya (peduli terhadap
lingkungannya).
2. Jujur
Seorang peneliti harus dapat menerima apa pun hasil penelitiannya, dan
tidak boleh mengubah data hasil penelitiannya.
3. Objektif
Seorang peneliti dalam mengemukakan hasil penelitiannya tidak boleh
dipengaruhi oleh perasaan pribadinya, tetapi harus berdasarkan kenyataan
(fakta) yang ada.
66

4. Berpikir secara Terbuka


Seorang peneliti mau menerima kritik dari orang lain, dan mendengarkan
pendapat orang lain.
5. Memiliki Kepedulian
Seorang peneliti mau mengubah pandangannya ketika menemukan bukti
yang baru.
6. Teliti
Seorang peneliti dalam melakukan penelitian harus teliti dan tidak boleh
melakukan kesalahan, karena dapat mempengaruhi hasil penelitiannya.
7. Tekun
Seorang peneliti harus tekun dan tidak mudah putus asa jika menghadapi
masalah dalam penelitiannya.
8. Berani dan Santun
Seorang peneliti harus berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan
dan berargumentasi.

A. Ciri-ciri Sikap Ilmiah


Beberapa sikap ilmiah dikemukakan oleh Mukayat Brotowidjoyo
(dalam Syarifah, 2015) yang biasa dilakukan para ahli dalam
menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah dan merupakan ciri-
ciri sikap Ilmiah, antara lain :
1) Sikap ingin tahu
Apabila menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya,maka ia
beruasaha mengetahuinya; senang mengajukan pertanyaan tentang
obyek dan peristiea; kebiasaan menggunakan alat indera sebanyak
mungkin untuk menyelidiki suatu masalah; memperlihatkan gairah
dan kesungguhan dalam menyelesaikan eksprimen.

2) Sikap kritis
Tidak langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti
yang kuat, kebiasaan menggunakan bukti – bukti pada waktu menarik
kesimpulan.
67

3) Sikap obyektif
Melihat sesuatu sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan bias
pribadi dan tidak dikuasai oleh pikirannya sendiri. Dengan kata lain
mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan
dirinya sebagai subjek.

4) Sikap ingin menemukan


Selalu memberikan saran-saran untuk eksprimen baru; kebiasaan
menggunakan eksprimen-eksprimen dengan cara yang baik dan
konstruktif; selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan
yang dilakukannya.

5) Sikap menghargai karya orang lain


Tidak akan mengakui dan memandang karya orang lain sebagai
karyanya, menerima kebenaran ilmiah walaupun ditemukan oleh
orang atau bangsa lain.

6) Sikap tekun
Tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi
eksprimen yang hasilnya meragukan tidak akan berhenti melakukan
kegiatan –kegiatan apabila belum selesai; terhadap hal-hal yang ingin
diketahuinya ia berusaha bekerja dengan teliti.

7) Sikap terbuka
Bersedia mendengarkan argumen orang lain sekalipun berbeda dengan
apa yang diketahuinya.buka menerima kritikan dan respon negatif
terhadap pendapatnya.
68

B. Contoh Sikap Ilmiah


Yang sudah dikenal guru-guru kelompok mata pelajaran IPA tapi
belum optimal dikembangkan antara lain meliputi: Sikap jujur,terbuka,
luwes, tekun, logis, kritis, kreatif. Selain itu beberapa sikap ilmiah yang
lebih khas dan nampaknya masih asing bagi guru antara lain meliputi :
curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap untuk senantiasa
mendahulukan bukti), Flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru),
Critical reflection (sikap merenung secara kritis), sensitivity to living
things and environment (sikap peka/peduli terhadap makhluk hidup dan
lingkungan). (Syarifah, 2015)
69

Rangkuman

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan ilmiah


yang dapat digunakan dalam kegiatan ilmiah untuk menemukan sesuatu, yang
meliputi keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terpadu.
Keterampilan terintegrasi merupakan perpaduan dua kemampuan
keterampilan proses dasar atau lebih. keterampilan proses terpadu/integrasi
meliputi mengenali variable, membuat table data, membuat grafik,
menggambarkan hubungan antar variable, mengumpulkan dan mengolah data,
menganalisis penelitian, menyususn hipoteis, mendefiniskan vasiabel, merancang
penelitian,dan bereksperimen.
Sikap ilmiah adalah suatu kesiapan yang senantiasa cenderung untuk
berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana diperhadapkan dengan
suatu masalah atau obyek ilmiah.
70

DAFTAR PUSTAKA

Aribowo, l. a. (2017). makalah lita keterampilan proses sains. Dipetik 2018, dari
makalah lita keterampilan proses sains:
https://www.scribd.com/document/359781750/MAKALAH-LITA-
KETERAMPILAN-PROSES-SAINS-docx
Ghalsun. (2011). Pendekatan Keterampilan Proses Pada Pembelajaran. Dipetik
2018, dari ghalsun-udipnganadas.blogspot.co.id: http://ghalsun-
udipnganadas.blogspot.co.id/2011/02/pendekatan-keterampilan-proses-
pada.html?m=1
Lukmanasari, D. (2016). Pembelajaran IPA. Dipetik 2018, dari Lumbung Pustaka
UNY: eprints.uny.ac.id>BAB II
Rahayu, A. H., & Anggraeni, P. (2017). Analisis Profil Keterampilan Proses Sains
Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang. Jurnal Pesona Dasar ,
23.
Rustaman, N. (2014). Bekerja Ilmiah . Dipetik 2018, dari Universitas Terbuka
Repository: repository.ut.ac.id>PDGK503-M1
Syarifah, E. (2015). Sikap-Ilmiah-Ciri-Ciri-Sikap-Ilmiah. Dipetik 2018, dari
evasyarifahajja.blogspot.com:
http://googleweblight.com/i?u=http://evasyarifahajja.blogspot.com/2015/
12/sikap-ilmiah-ciri-ciri-sikap-ilmiah.html?m%3D1&hl=id-ID
Trihastuti, S., & Rimy, Y. (2009). Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
Daerah. Dipetik 2018, dari umifatmawati.blog.uns.ac.id:
http://googleweblight.com/i?u=unifatmawati.blog.uns.ac.id/2009/07/17/8
/&hl=id-ID
71

BAB 4
METODE, STRATEGI, MODEL DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN
IPA DI SD

4.1 Definisi Metode, Strategi, Model dan Pendekatan Pembelajaran IPA


A. Definisi Metode Pembelajaran
Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efisien. Metode pembelajaran berate cara-cara yang digunakan
oleh guru agar tujuan pembelajaran yang disampaikan dapat tercapai seca
efektif dan efisien. Metode merupakan langkah operasional dari strategi
pembelajaran yang dipilih dalam mencapai tujuan belajar, sehingga bagi
sumber belajar dalam menggunakan suatu metode pembelajaran harus
disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan (Sapriati. 2014).
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode
dapat dianggap pula sebagai prosedur atau proses yang teratur. Metode
adalah cara yang digunakan oleh guru untuk mengaplikasikan strategi
belajar yang sudah ditentukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan (Poppy, 2010).
Berdasarkan hal tersebut maka kedudukan metode dalam
pembelajaran (menurut Poppy, 2010), mempunyai ruang lingkup sebagai
cara dalam:
1. Pemberian dorongan, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam
rangka memberikan dorongan kepada warga belajar untuk terus mau
belajar.
2. Pengungkap tumbuhnya minat belajar, yaitu cara dalam menumbuhkan
rangsangan untuk tumbuhnya minat belajar warga belajar yang
didasarkan pada kebutuhannya.
3. Penyampaian bahan belajar, yaitu cara yang digunakan sumber belajar
dalam menyampaikan bahan dalam kegiatan pembelajaran.
72

4. Pencipta iklim belajar yang kondusif, yaitu cara untuk menciptakan


suasana belajar yang menyenangkan bagi warga abelajar untuk belajar.
5. Tenaga untuk melahirkan kreativitas, yaitu cara untuk menumbuhkan
kreativitas warga belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

B. Definisi Strategi Pembelajaran


Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
dilakukan guru dengan tujuan proses pembelajaran yang berlangsung di
kelas dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Strategi juga
dapat dikatakan sebagai cara untuk mencapai tujuan yang berupa rencana.
Dengan kata lain , strategi merupakan “a plan for achieving goals”.
Menurut Margono (1995 dalam Sanjaya, 2011), strategi belajar mengajar
adalah kegiatan guru dalam proses belajar mengajar dapat memberikan
kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik agar dapat mencapai tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan (Sanjaya, 2011).

C. Definisi Model Pembelajaran


Menurut Joyce & Weil (1980), model pengajaran sebenarnya adalah
model pembelajaran, karena tujuan pengajaran adalah membantu siswa
memperoleh informasi, ide-ide, keterampilan-keterampilan, nilai-nilai,
cara-cara berpikir, alat-alat untuk mengekspresikan diri, serta cara-cara
belajar. Sesungguhnya tujuan jangka panjang pengajaran yang terpenting
adalah agar siswa nantinya mampu meningkatkan kemampuan belajar ke
arah lebih mudah dan efektif, karena pengetahuan, keterampilan, dan nilai-
nilai telah diperoleh di samping siswa telah menguasai proses-proses
belajar.
73

D. Definisi Pendekatan Pembelajaran


Pendekatan pembelajaran adalah titik tolak (guru) terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran (Hengky
2013).
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach)
(Sudrajat, 2008).

4.2 Berbagai Metode, Strategi, dan Model Pembelajaran IPA


A. Berbagai Metode Pembelajaran IPA
1. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan
tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.
Metode ceramah merupakan metode dimana guru lebih banyak
memberikan informasi kepada siswa, sehingga siswa menjadi pasif
dalam pembelajaran (Poppy, 2010).
Keunggulan dan kelemahan Metode Ceramah (menurut Poppy, 2010),
sebagai berikut:
Metode ceramah memiliki keunggulan sebagai berikut:
a. dapat menyampaikan materi lebih banyak dibandingkan dengan
metode - metode yang lain
b. pada pembelajaran IPA tidak banyak memerlukan peralatan
laboratorium
74

c. bila disiapkan dengan baik misalnya menggunakan model


pembelajaran “direct instruction” dapat membangkitkan aktivitas
siswa.

Metode ceramah memiliki kelemah sebagai berikut:


a. Kalau penyajian teacger center dan siswa sama sekali tidak
dilibatkan, maka materi yang disajikan mudah terlupakan karena
siswa hanya mendengar saja.
b. Akibat siswa tidak aktif dapat saja siswa menjadi mengantuk atau
memikirkan yang lain-lain

2. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk
membelajarkan siswa dengan cara menceritakan dan memperagakan
suatu langkah -langkah pengerjaan sesuatu . Demonstrasi Ceramah
(menurut Poppy, 2010), merupakan praktek yang diperagakan kepada
siswa. Berdasarkan tujuannya demonstrasi dapat dibagi menjadi dua :
1. demonstrasi proses yaitu metode yang mengajak sis wa memahami
langkah demi langkah suatu proses
2. demonstrasi hasil yaitu metode untuk memperlihatkan atau
memperagakan hasil dari sebuah proses.

Keunggulan dan kelemahan Metode Demonstrasi (menurut Poppy,


2010), sebagai berikut:
Metode demonstrasi memiliki keunggulan sebagai berikut:
1. Tidak banyak memerlukan peralatan laboratorium
2. Penggunaan bahan praktikum tidak boros
3. Pengembangan konsep terarah
4. Konsep yang dipelajari akan lebih mudah diingat karena siswa
melihat fakta - fakta secara langsung
Metode ceramah memiliki keunggulan sebagai berikut:
75

1. Kalau siswa sama sekali tidak diberikan pertanyaan -pertanyaan


tentang hal-hal yang akan terjadi pada kegiatan demonstrasi, materi
yang didemontrasikan hanya merupakan tontonan
2. Kalau sajian demonstrasi tidak dapat dilihat oleh semua siswa,
materi ajar tetap saja tidak terserap dengan baik
3. Siswa tidak terlatih dalam keterampilan penggunaan alat

3. Metode Eksperimen
Eksperimen dapat didefinisikan sebagai kegiatan terinci yang
direncanakan untuk menghasilkan data untuk menjawab suatu masalah
atau menguji suatu hipotesis. Suatu eksperimen akan berhasil jika
variabel yang dimanipulasi dan jenis respon yang diharapkan
dinyatakan secara jelas dalam suatu hipotesis, juga penentuan kondisi-
kondisi yang akan dikontrol sudah tepat. Untuk keberhasilan ini , maka
setiap eksperimen harus dirancang dulu kemudian diuji coba (Poppy,
2010).
Keunggulan dan kelemahan Metode Eksperimen (menurut Poppy,
2010), sebagai berikut:
Keunggulan Metode Eksperimen
1. Fakta atau data yang diperoleh siswa secara langsung mudah diingat
2. Guru dapat berkeliling kelas sambil melakukan penilaian terhadap si
kap dan psikomotorik
3. Melatih kerja sama pada diri siswa karena metode eksperimen di
sekolah biasanya dilakukan secara berkelompok
Kelemahan Metode Eksperimen
1. Memerlukan bahan dan alat praktik yang banyak
2. Kalau siswa tidak diawasi dengan baik kadang -kadang ada yang
main- main di kelompoknya
3. Memerlukan waktu belajar yang lebih lama dari pada metode
demonstrasi
76

4. Metode Diskusi
Diskusi merupakan situasi dimana diantara siswa, siswa dengan guru
terjadi tukar menukar informasi, idea tau pendapat untuk memecahkan
suatu masalah. Tujuan diskusi adalah untuk mereviev apa yang telah
siswa pelajari, mendorong siswa untuk merefleksikan ide mereka atau
pendapat mereka, menggali isu-isu, memecahkan masalah dan
meningkatkan keterampilan komunikasi secara langsung atau bertemu
muka. Metode diskusi ada yang berupa diskusi umum atau diskusi kelas
dan diskusi kelompok (Poppy, 2010).

5. Metode Bermain Peran (Role-Play)


Peran-peran yang ada dalam dunia nyata kedalam suatu pertunjukan
peran di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai
bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya:
menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut,
dan kemudian memberikan saran atau alternatif pendapat bagi
pengembangan pe ran-peran tersebut. Metode ini lebih kemampuan
pemain dalam melakukan permainan peran (Poppy, 2010).

6. Metode Simulasi
Metode simulasi adalah bentuk metode praktek yang sifatnya
untuk mengembangkan keterampilan peserta belajar (keterampilan
mental maupun fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi
yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya
kesulitan untuk melakukan pra ktek di dalam situasi yang
sesungguhnya. Ada beberapa contoh metode simulasi yang dapat
diterapkan pada materi IPA SD, contohnya pada saat menjelaskan
konsep gerhana. Simulasi gerhana bulan micalnya dengan menyorot
bola sebagai bumi dan bulan dimana lampu senter sebagai matahari
(Poppy, 2010).
77

7. Metode Permainan (games)


Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain
pemanasan (ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-
breaker adalah “pemecahan” jadi arti permainan juga dimaksudkan
membangun suasana belajar yang dinamis, pemanasan dalam proses
belajar adalah pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik peserta penuh
semangat, dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi
santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar
dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh
menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat
dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun
membahas hal - hal yang sulit atau berat (Poppy, 2010).

8. Metode Tanya Jawab


Metode tanya jawab adalah cara penyajian bahan ajar dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Pertanyaan yang diajukan pun harus
merangsang siswa untuk berpikir atau untuk memperoleh umpan balik.
Tanya jawab dapat membantu timbulnya perhatian murid kepada
pelajaran. Kelebihan dari metode ini (menurut Sapriati, 2014)., yaitu :
a. Suasana belajar yang lebih aktif.
b. Siswa memperoleh kesempatan untuk bertanya tentang materi yang
belum dipahami.
c. Guru dapat mengetahui tingkat penguasaan peserta didik secara
langsung .
d. Dapat melatih siswa untuk mengemukakan pendapat secara lisan.

Namun, ada beberapa kelemahan dari metode ini, yaitu :


a. Pertanyaan yang diberikan cenderung meminta jawaban yang
bersifat hafalan.
78

b. Guru sulit mengetahui secara pasti tentang siswa yang tidak


mengajukan pertanyaan, apakah sudah menguasai atau belum.

9. Metode Latihan
Metode latihan dalam pembelajaran IPA bertujuan pertama agar murid
memiliki keterampilan gerak, seperti menggunkan alat-alat IPA dalam
membuat atau menggunakan alat peraga. Kedua, mengembangkan
langkah kecakapan intelek, seperti mengenal rumus-rumus dan
menghitung dalam pelajaran fisika. Ketiga, memahami genetika,
proses-proses kehidupan, mengenal nama-nama latin dalam pelajaran
biologi. Dalam metode latihan IPA, guru harus mampu memhami
hambatan atau kesukaran yang ditemui oleh murid, agar dapt
memperbaikinya pada latihan selanjutnya (Sapriati, 2014).

10. Metode Proyek


Pada tingkat Sekolah Dasar metode proyek sedikit sukar dilaksanakan,
karena memerlukan perencanaan yang lebih rinci dan pandanga ke
depan. Dalam melaksanakan proyek, murid memerlukan peran aktif
guru dalam membantu dan membimbing, sehingga proyek berhasil
(Sapriati, 2014).

11. Metode Studi Lapangan


Metode ini adalah metode mengajar dengan mengajak peserta didik
mengunjungi suatu objek guna memperluas pengetahuan dan
selanjutnya peserta didik membuat laporan dan mendiskusikan serta
membukukan hasil kunjungan dengan didampingi oleh pendidik. Studi
lapangan tidak harus berkunjung ketempat yang jauh dan waktu yang
lama, dihalaman sekolah pun murid dapat melakukan studi lapangan
(Sapriati, 2014).
79

B. Berbagai Strategi Pembelajaran IPA


1. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Seringkali kita mengidentikkan kerja kelompok dengan pembelajaran
kooperatif. Walaupun pembelajaran kooperatif dilakukan dalam bentuk
kelompok, namun kerja kelompok tidak selalu bersifat kooperatif. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kerja kelompok bisa menjadi
pembelajaran yang kooperatif. Model pembelajaran kelompok adalah
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-
kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Ada empat unsur (menurut Sanjaya, 2011), penting dalam
Strategi pembelajaran koopratif, yaitu :
1. adanya peserta dalam kelompok;
2. adanya aturan kelompok;
3. adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan
4. adanya tujuan yang harus dicapai.

Strategi Pembelajaran Kooperatif mempunyai dua komponen utama,


yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen
struktur insentif kooperatif (cooperative incentive structure ( Sanjaya,
2011).
Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Kooperatif
(menurut Sanjaya, 2011), sebagai berikut:
Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi
pembelajaran di antaranya:
1. Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu
menguntungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi
dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2. Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
80

3. Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek


pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta
menerima segala perbedaan.
Disamping keunggulan, strategi pembelajaran kooperatif juga memiliki
kelemahan diantaranya :
1. Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran
kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita
mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami
filsafat cooperative learning.
2. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka
akan terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki
kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu
iklim kerja sama dalam kelompok.

2. Strategi Pembelajaran Inkuiri


Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai
proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah
yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat
mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan.
Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan
mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau
eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap
pertanyaan atau rumusan masalah (Sanjaya, 2011). Menurut Sanjaya
(2009), penggunaan inkuiri harus memperhatikan beberapa prinsip,
yaitu berorientasi pada pengembangan intelektual (pengembangan
kemampuan berfikir), prinsip interaksi (interaksi antara siswa maupun
interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan),
prinsip bertanya (guru sebagai penanya), prinsip belajar untuk berfikir
(learning how to think), prinsip keterbukaan (menyediakan ruang untuk
memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan
secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan).
81

Keunggulan Dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri (menurut


Sanjaya, 2011), sebagai berikut:
Keunggulan Strategi Pembelajaran Inkuiri
1. Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi
ini dianggap lebih bermakna.
2. Strategi Pembelajaran Inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa
untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri


1. Jika Strategi Pembelajaran Inkuiri digunakan sebagai strategi
pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan
siswa.
2. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena
terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

3. Strategi Pembelajaran Tematik


Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan
tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran
tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan
mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu
tema/topik pembahasan. menyatakan bahwa pembelajaran tematik
merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan,
keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang
kreatif dengan menggunakan tema. Tema adalah pokok pikiran; dasar
cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang,
mengarang sajak, dan sebagainya). Pembelajaran tematik adalah
pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu (Sanjaya,
2011).
82

Pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri atau karakteristik (menurut


Sanjaya, 2011), sebagaimana diungkapkan sebagai berikut :
1. Berpusat pada siswa
2. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa
3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses
pembelajaran
5. Bersifat fleksibel
6. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan
kebutuhan siswa.
Keunggulan dan kekurangan Pembelajaran Tematik (menurut Sanjaya,
2011), sebagai berikut:
Keuntungan-keuntungan Pembelajaran Tematik
1. Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa
2. Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan siswa.
3. Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan
bermakna.
Kekurangan-kekurangan Pembelajran Tematik
1. Guru dituntut memiliki keterampilan yang tinggi
2. Tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan
konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran secara tepat.

4. Strategi Pembelajaran Konstruktivis


Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, keduanya
menyatakan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi yang
telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan
dalam upaya memperoleh informasi baru. Lebih lanjut menurut Piaget
dan Vigotsky juga menekankan adanya hakikat sosial dalam belajar.
Keduanya menyarankan bahwa dalam belajar dibentuk kelompok kecil
yang anggota dalam kelompok tersebut hiterogen untuk mengupayakan
terjadinya perubahan pengertian atau belajar (Sanjaya, 2011).
83

5. Strategi Pembelajaran Salingtemas


Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat atau salingtemas
merupakan variasi dari “Science, technology, and society atau STS.
Penambahan kata “lingkungan” dimaksudkan agar aspek lingkungan
lebih diperhatikan dalam penerapan pendekatan STM. Pembelajaran
dengan strategi salingtemas merupakan perpaduan dari strategi
pembelajaran STS (Science,Technology, Society) dan EE
(Environmental Education) (Zuliani. 2014).

Dapat disimpulkan bahwa model Salingtemas adalah suatu


pembelajaran yang dimaksudkan untuk mengetahui, dimana ilmu (sains)
dapat menghasilkan teknologi untuk perbaikan lingkungan sehingga
bermanfaat bagi masyarakat, dan bagaimana situasi sosial atau isu yang
berkembang di masyarakat mengenai lingkungan dan teknologi
mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi, yang memberikan
sumbangan terbaru bagi ilmu pengetahuan. Pendidikan salingtemas
mempunyai makna pengajaran sains yang dikaitkan dengan unsur dalam
salingtemas. Sains tidak berdiri sendiri di masyarakat karena keterkaitan
dan ketergantungannya pada unsur-unsur tersebut (Zuliani. 2014).
Menurut Aisyah (menurut Zuliani. 2014) hambatan lain dalam
penerapan pendekatan ini adalah siswa belum terbiasa untuk berpikir kritis
dan belajar mengambil pengalaman di lapangan, sehingga dibutuhkan
kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan membimbing siswa
dalam pembelajaran. Untuk menerapkan pendekatan ini, peranan guru
dimulai dari perencanaan pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil
belajar, motivator dan pembimbing. Pendekatan STM menuntut
kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi sosial dan
kompetensi kepribadian yang baik
84

C. Berbagai Model Pembelajaran IPA


1. Model Pembelajaran Langsung
Inti dari model pembelajaran langsung adalah guru mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan
keterampilan tersebut selangkah demi selangkah kepada siswa.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori pemodelan
tingkah laku yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut
Bandura (menurut Kardi, 2000) belajar dapat dilakukan melalui
pemodelan (mencontoh, meniru) perilaku dan pengalaman orang lain.
Sebagai contoh untuk dapat mengukur panjang dengan jangka sorong,
siswa dapat belajar dengan menirukan cara mengukur panjang dengan
jangka sorong yang dicontohkan oleh guru (Depdiknas, 2002).

Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini terutama


adalah penguasaan pengetahuan prosedural (pengetahuan bagaimana
melakukan sesuatu misalnya mengukur panjang dengan jangka sorong,
mengerjakan soal-soal yang terkait dengan hukum kekekalan energi,
dan menimbang benda dengan neraca Ohauss), dan atau pengetahuan
deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu misal nama-nama bagian
jangka sorong, pembagian skala nonius pada micrometer sekrup, dan
fungsi bagian-bagian neraca Ohauss), serta keterampilan belajar siswa
(Depdiknas, 2002).

Model pembelajaran ini cenderung berpusat pada guru, sehingga


sebagian besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan
pelaksanaan hendaknya sangat hati-hati. Sistem pengelolaan
permbelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin keterlibatan
seluruh siswa khususnya dalam memperhatikan, mendengarkan, dan
resitasi (tanya jawab). Pengaturan lingkungan mengacu pada tugas dan
member harapan yang tinggi agar siswa dapat mencapa tujuan
pembelajaran (Depdiknas, 2002).
85

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan siswa pada
situasi masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi
siswa untuk memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan
kerjasama, memfasilitasi dialog dari berbagai segi, merangsang siswa
untuk menghasilkan karya pemecahan dan peragaan hasil. Rasional
teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Piaget
dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan dari Bruner.

Menurut teori konstruktivisme (menurut Wasis. 2002) pengetahuan


tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa seperti menuangkan air dalam
gelas, tetapi siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui
proses intra-individual asimilasi dan akomodasi menurut Piaget
(menurut Wasis. 2002) dan proses inter-individual atau sosial menurut
Vigotsky (menurut Wasis, 2002). Menurut Bruner (dalam Wasis, dkk.
2002). belajar yang sebenarnya terjadi melalui penemuan, sehingga
dalam proses pembelajaran hendaknya banyak menciptakan peluang-
peluang untuk aktivitas penemuan siswa (Ibrahim, 2000).

Tujuan yang dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini


adalah keterampilan berfikir dan pemecahan masalah, kinerja dalam
menghadapi situasi kehidupan nyata, membentuk pebelajar yang
otonom dan mandiri. Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada
model pembelajaran berbasis masalah ini dicirikan oleh adanya sifat
terbuka, proses demokrasi, dan peranan aktif siswa. Keseluruhan proses
diorientasikan untuk membantu siswa menjadi mandiri, otonom,
percaya pada keterampilan intelektual sendiri melalui keterlibatan aktif
dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan bebas
mengemukakan pendapat (Ibrahim, 2000).
86

3. Model Pembelajaran Koperatif


Model pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam kelompok-
kelompok kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat
kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam memahami suatu bahan
pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling
bekerjasama sampai seluruh anggota menguasai bahan pelajaran
tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak tipe pendekatan
pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student Teams Achievement
Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural,
namun tidak dikemukakan dalam materi diklat ini (Ibrahim, 2000)

Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori


konstruktivisme Vigotsky yang menekankan pentingnya sosiokultural
dalam proses belajar seperti tersebut di muka, dan teori pedagogi John
Dewey yang menyatakan bahwa kelas seharusnya merupakan miniatur
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar kehidupan
nyata. Guru seharusnya menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu
sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah (Ibrahim,
2000).
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini adalah
hasil belajar akademik yakni penguasaan konsep-konsep yang sulit, yang
melalui kelompok koperatif lebih mudah dipahami karena adanya tutor
teman sebaya, yang mempunya orientasi dan bahasa yang sama.
Disamping itu hasil belajar keterampilan sosial yang berupa keterampilan
koperatif (kerjasama dan kolaborasi) juga dapat dikembangkan melalui
model pembelajaran ini. Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada
model pembelajaran koperatif ini dicirikan oleh proses demokrasi dan
peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan
bagaimana mempelajarinya. Dalam pengaturan lingkungan diusahakan
agar materi pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat diakses setiap
siswa, serta guru menjauhi kesalahan tradisional yakni secara ketat
mengelola tingkah-laku siswa dalam kerja kelompok (Ibrahim, 2000).
87

D. Berbagai Pendekatan Pembelajaran IPA


1. Pendekatan Ekspositori
Pendekatan ini lebih bersifat “memberi tahu”. Artinya guru lebih
dominan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini siswa bersifat pasif,
hanya menerima pelajaran yang diberikan oleh guru. Yang dilakukan
guru pada pendekatan ini umumnya adalah memberi ceramah,
mendemonstrasikan sesuatu dan lain-lain. Keuntungan dengan
menggunakan pendekatan ini adalah bahwa bahan pelajaran dapat
diselesaikan dengan cepat dan dimengerti oleh siswa.
Pendekatan ini dapat digambarkan sebagai DDCH (Duduk, Dengar,
Catat, Hafal). Sehingga dalam pendekatan ini gurunya aktif sedangkan
siswanya pasif (Hengky, 2013).

2. Pendekatan Inkuiri
Pendekatan ini lebih bersifat “mencari tahu”. Artinya siswa sangat aktif
mencari sendiri informasi yang ia perlukan. Dalam pendekatan ini
dominasi guru lebih sedikit. Dari penjelasan tersebut, dapat kita ketahui
bahwa pendekatan inkuari bertolak belakang dengan pendekatan
ekspositori. Pendekatan ini menginginkan keaktifan siswa untuk
memperoleh informasi sampai menemukan konsep-konsep IPA. Dalam
pendekatan ini guru membimbing siswa menemukan sendiri konsep-
konsep itu melalui kegiatan belajarnya (Hengky, 2013).

Ditinjau dari kadar keterlibatan guru dalam pembelajaran (menurut


Hengky, 2013), pendekatan ini terdiri dari :
a. Pendekatan Free Discovery (Penemuan Bebas)
Dengan pendekatan ini siswa diberi kebebasan untuk memilih
sendiri masalah yang akan dipelajari maupun cara untuk
memecahkan masalah tersebut. Pendekatan ini cocok bagi mereka
yang sudah memiliki kemampuan untuk berfikir formal. Namun
menurut pengalaman piaget, ternyata tidak banyak anak usia SD
yang sudah mencapai tingkat pemikiran semacam itu.
88

b. Pendekatan Guide Discovery (Penemuan Terbimbing)


Pendekatan ini dapat dikatakan sebagai gabungan dari pendekatan
ekspositori dengan inkuari, tujuannya adalah untuk mendapatkan
efektivitas yang optimal khususnya bagi anak usia SD. Carin dan
Sund (1985) mengatakan anak-anak yang masih sangat muda, perlu
mendapat bimbingan guru yang relatif besar.
c. Pendekatan Eksploratory Discovery (Penemuan Eksploratorik)
Dalam pendekatan ini tugas guru antara lain:
1. Melontarkan masalah-masalah dan mengundang siswa untuk
memecahkan masalah tersebut.
2. Memberi motivasi belajar.
3. Membantu siswa yang benar-benar memerlukan agar tidak
mengalami jalan buntu atau frustasi.
4. Bila perlu, guru sebagai narasumber.

3. Pendekatan Proses
Pendekatan ini senada dengan pendekatan inkuari, karena pendidikan
ini menginginkan keaktifan siswa dan juga guru tidak dominan dalam
proses pembelajaran tetapi bertindak sebagai organisator dan fasilitator
saja (Hengky, 2013).
Pendekatan ini memiliki cirri-ciri khusus (menurut Hengky, 2013):
1. Ilmu pengetehuan tidak dipandang sebagai produk semata tetapi
sebagai proses.
2. Siswa dilatih untuk terampil dalam memperoleh dan memproses
informasi dalam pikirannya.

4. Pendekatan Konsep
Konsep adalah suatu ide yang menghubungkan beberapa fakta. Dalam
pencapaian atau pembentukan konsep biasanya peserta didik
memerlukan benda-benda konkrit untuk diotak-atik, eksplorasi fakta-
fakta dan ide-ide secara mental. Pendekatan konsep memerlukan lebih
89

dari sekedar menghafal, lebih menunjukkan gambaran yang lebih tepat


tentang IPA (Hengky, 2013).

5. Pendekatan STM
Pendekatan ini diyakini oleh para pakar pendidikan IPA di Amerika
sebagai pendidikan IPA yang paling tepat sebab mempersiapkan murid-
murid untuk menghadapi abad ke 21 yaitu abad ketergantungan
manusia kepada sains dan teknologi. Rasional dari pendekatan ini
adalah segala penemuan dalam bidang sains dan teknologi dapat untuk
kesejahteraan manusia. Didalam pendekatan IPA dengan pendekatan
STM, guru membantu murid-murid mempelajari sains dengan
menggunakan isu-isu dalam masyarakat yang merupakan dampak sains
dan teknologi sebagai piñata pembelajaran IPA (Hengky, 2013).

6. Pendekatan Factual
Pendekatan ini menekankan penemuan fakta-fakta dalam IPA . contoh
informasi yang didapatkan murid dengan pendekatan ini, misalnya ular
termasuk golongan reptil, merkurius adalah planet yang terdekat dengan
matahari. Metode yang digunakan dalam pendekatan ini adalah
membaca, mengulang, melatih dan lain-lain. Pada dasarnya
pembelajaran IPA dengan pendekatan ini akan menimbulkan kebosanan
pada diri murid-murid dan tidak memberikan gambaran yang benar
tentang IPA (Hengky, 2013).
90

4.3 Memilih Metode, Strategi, Model, dan Pendekatan dalam Pembelajaran


IPA SD
Untuk menentukan atau memilih pendekatan, metode, strategi, dan
model pembelajaran yang sesuai, maka guru harus memperhatikan dan
mempertimbangkan beberapa hal (menurut Mukhan, 2012), seperti:

1. Kesesuaian pendekatan, metode, strategi, dan model pembelajaran


dengan tujuan pembelajaran.
Tidak semua pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran
cocok dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap pendekatan, metode,
strategi, dan teknik pembelajaran seringkali punya kompatibilitas tertentu
dengan tujuan pembelajaran tertentu. Taruh contoh mudah, bila tujuan
pembelajaran adalah: Siswa dapat merakit sebuah PC, maka metode
ceramah atau diskusi tidak akan dapat mencapai tujuan pembelajaran ini,
sebaliknya mungkin metode pembelajaran aktif akan berhasil.

2. Kesesuaian pendekatan, metode, strategi, dan model pembelajaran


dengan materi pembelajaran
Sudah barang tentu materi pembelajaran yang akan diberikan kepada
siswa sangat mempengaruhi pemilihan pendekatan, metode, strategi, dan
teknik pembelajaran. Ada materi-materi yang hanya cocok diberikan
melalui pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran tertentu dan
tidak cocok jika diberikan melalui pendekatan, metode, strategi, dan teknik
pembelajaran yang lainnya.
Misalnya jika materi pembelajaran berupa fakta maka ceramah dapat
dipilih dan berfungsi dengan baik. Sedangkan materi seperti pengetahuan
prosedural seperti langkah-langkah membuat kue donat cocok diberikan
dengan pembelajaran langsung.
91

3. Ketersediaan media, alat, bahan, dan sumber belajar.


Beberapa pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran
mungkin sangat ideal untuk dipilih, tetapi sebelum benar-benar
memilihnya, guru kembali harus memperhatikan ketersedian media
pembelajaran, alat, bahan, dan sumber belajar. Apakah guru dapat
melaksanakan suatu pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran
bila alat, bahan, sumber, dan media yang diperlukan tidak tersedia?

4. Kemampuan Siswa.
Dalam menentukan pendekatan, metode, strategi, dan teknik
pembelajaran tertentu, seringkali guru juga harus memperhatikan tingkat
kemampuan siswa. Ada pendekatan, metode, strategi, dan teknik
pembelajaran yang mudah untuk diterapkan pada berbagai
kemampuan/jenjang pendidikan/tingkat/kelas siswa. Tetapi adapula
pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran yang sulit
diterapkan pada siswa di kemampuan/jenjang pendidikan/tingkat/kelas
tertentu
Contohnya: di suatu sekolah yang sering melakukan kegiatan
laboratorium, metode inkuiri atau penemuan terbimbing mungkin dapat
dengan mudah dilaksanakan, tetapi pada sekolah tertentu yang sama sekali
tidak pernah melakukan kegiatan di laboratorium dan berlatih
keterampilan proses sains, maka metode inkuiri dan penemuan terbimbing
mungkin akan sulit dilaksanakan.

5. Gaya belajar siswa.


Setiap siswa mempunyai gaya belajar masing-masing yang mungkin
berbeda satu sama lain. Oleh karena itu guru harus mempertimbangkan hal
ini agar pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran yang
dipilihnya dapat mengakomodasi semua siswa dengan gaya belajar yang
berbeda-beda.
92

6. Ketersediaan waktu.
Kadangkala waktu adalah faktor pembatas yang sangat penting
dalam pemilihan pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran
yang akan digunakan. Beberapa pendekatan, metode, strategi, dan teknik
pembelajaran kadangkala dalam penerapannya memerlukan waktu yang
banyak, sementara pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran
yang lain hanya membutuhkan sedikit waktu.

7. Jaminan adanya variasi.


Guru juga harus mempertimbangan bahwa ada jaminan variasi
dalam penggunaan pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran.
Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak bosan dan mengakomodasi berbagai
gaya belajar dan jenis kecerdasan yang dimiliki siswa.

8. Jaminan adanya interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-


siswa.
Interaksi antar anggota kelas, dalam hal ini antara guru dengan
siswa, siswa dengan guru, dan interaksi sesama siswa dalam pembelajaran
sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran yang dilaksanakan. Semakin
banyak interaksi yang terjadi, dan berlangsung dari berbagai arah, maka
akan semakin besar proses pembelajaran yang terjadi pada siswa.
Guru hendaknya mempertimbangkan aspek ini saat menentukan
pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran yang akan
digunakannya. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan guru dalam
memilih dan menentukan pendekatan, metode, strategi, dan teknik
pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran yang dilaksanakannya, ada
baiknya guru rajin untuk membaca berbagai literatur terkait berbagai
pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran yang sedang
berkembang dan banyak digunakan dewasa ini (Mukhan, 2012).
93

Rangkuman
Dari penjelasan bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pengertian
daripada metode, strategi, model dan pendekatan dalam proses belajar-mengajar
adalah berbeda. Namun dalam penerapannya keempat hal tersebut saling
berkaitan, sehingga banyak orang menganggap bahwa itu adalah sama.
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru untuk
mengaplikasikan strategi belajar yang sudah ditentukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Jadi jelaslah bahwa ketiganya memang
berbeda, seperti metode ceramah, demonstrasi, diskusi, bermain peran dan
sebagainnya. Strategi Pembelajaran adalah pola umum atau perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu, seperti kooperatif, inkuiri dan sebagainnya.
Model pembelajaran adalah bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran adalah bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas
oleh guru di kelas, seperti model pembelajaran lngsung, koperatif dan brbasis
masalah. Sedangkan Pendekatan pembelajaran itu sendiri dapat diartikan sebagai
titik tolak (guru) terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya
mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran,
seperti pendekatan proses, inkuri, konsep dan sebagainya.
Untuk menentukan atau memilih pendekatan, metode, strategi, dan model
pembelajaran yang sesuai, maka guru harus memperhatikan dan
mempertimbangkan beberapa hal (menurut Mukhan, 2012),:
1. Kesesuaian pendekatan, metode, strategi, dan model pembelajaran dengan
tujuan pembelajaran.
2. Kesesuaian pendekatan, metode, strategi, dan model pembelajaran dengan
materi pembelajaran
3. Ketersediaan media, alat, bahan, dan sumber belajar.
4. Kemampuan Siswa.
5. Ketersediaan waktu.
94

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas

Hengky. 2013. Pendekatan Pembelajaran IPA SD. Diakses


pada:http://pakguruhengky.blogspot.com/2013/06/Berbagai-
Pendekatan- Strategi –Metode- Pembelajaran- IPA –d-i SD.html. pada
tanggal 23 Maret. Pada Pukul 20:45 wib

Ibrahim, M. & Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah dan


Pembelajaran Kooperatif:Surabaya : Unesa-University Press

Joyce, B. & Weil, M. (1996). Models of Teaching, 5th Edition. Boston :


Allyn & Bacon.

Kardi, S. & Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya : Unesa-


University Press.

Lestari, Ayu. (20.16). Model Pembelajaran Ipa. diakses pada


:20http://jurnalesa.blogspot.co.id/2016/02/model-pembelajaran-ipa-di-
sd.html. pada tanggal 26 Maret 2018. Pada pukul 19:25 wib.

Mukhan, Suhadi. (2012). Penelitian tindakan kelas dan model


pembelajaran. Diakses pada:
http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2012/07/menentukan-
pendekatan-strategi-metode.html. pada tanggal 26 Maret 20:15 wib

Poppy. (2010). Metode-Metode Pembelajaran Ipa Untuk Guru Sd :pusat


pengembangan dan pemberdayaan dan tenaga kependidikan ilmu
pengetahuan alam

Sanjaya,Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta : Kencana

Sapriati, Amalia, dkk. 2014. Pembelajaran IPA di SD. Tanggerang Selatan


: Universitas Terbuka.
95

Sudrajat, Akhmad. 2013. Pengertian Pendekatan Pembelajaran. Dikases pada:


https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/02/pendektatan-strategi-
metode-teknik-dan-model-pembelajaran/amp/. Pada tanggal 26 Maret 2018
Pada pukul 20:55 wib.

Wasis, dkk. (2002). Beberapa Model Pengajaran dan Strategi


Pembelajaran IPA Fisika. Jakarta : Depdiknas.

Zuliani, Rizki. 2014. Pembelajaran IPA. Diakses pada http://bidadariq-


bidadariq.blogspot.com/2014/01/pembelajaran-salingtemas-bab-
i.html. pada tanggal 26 Maret 2018.pada pukul 20:30 wib
96

BAB 5
MEMILIH MEDIA dan ALAT PERAGA, BAHAN AJAR, dan SUMBER
BELAJAR dalam PEMBELAJARAN IPA SD

5.1 Media Pembelajaran


A. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah
berarti „tengah‟, „perantara‟ atau „pengantar‟. Dalam bahasa Arab, medai
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima
pesan (Arsyad, 2007). Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2007) mengatakan
bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi,
atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini,
guru,buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih
khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung
diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk
menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau
verbal. Dari kedua definisi tersebut maka dapat diartikan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim kepada penerima untuk menyampaikan
materi yang yang diajarkan serta sarana komunikasi dari guru kepada
siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat
yang menjurus kearah terjadinya proses belajar dengan tujuan untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
97

B. Landasan Penggunaan Media Pembelajaran


Menurut Arfors (dalam Daryanto, 2010) ada beberapa tinjauan tentang
landasan penggunaan media pembelajaran, antara lain landasan filosofis,
psikologis, teknologis, dan empiris.
1. Landasan Filosofis
Di dalam landasan filosofis ini terdapat suatu pandangan bahwa
“dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi baru di
dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang
manusiawi”. Tetapi pendapat tersebut mendapatkan suatu sanggahan
bahwa dengan adanya berbagai media pembelajaran, siswa dapat
mempunyai banyak pilihan untuk menggunakan media yang lebih
sesuai dengan karakteristik pribadinya. Dengan kata lain, siswa dihargai
harkat kemanusiaannya dan diberi kebebasan untuk menentukan
pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya.

Sebenarnya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang


terpenting adalah dilihat dari bagaimana pandangan guru sendiri
terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap
siswa sebagai anak manusia yang memiliki kepribadian, harga diri,
motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang
lain maka baik menggunakan media hasil teknologi baru maupun tidak,
proses pembelajaran yang dilakukan harus tetap menggunakan
pendekatan humanis.

2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis sangat penting dipertimbangkan dalam
penggunaan media pembelajaran, karena persepsi siswa juga sangat
mempengaruhi dalam menentukan hasil belajar. Oleh sebab itu, faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi, hendaknya di
upayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berjalan secara
efektif.
98

Dalam hal psikologis, anak akan lebih mudah mempelajari hal yang
bersifat konkrit, ada beberapa pendapat dari beberapa ahli, di antaranya:
a. Menurut Jerome Bruner (dalam Daryanto, 2010), ada tiga tingkatan
utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive),
pengalaman piktorial atau gambar (iconic), dan pengalaman abstrak
(symbolic). Menurut Bruner, hal tersebut berlaku tidak hanya untuk
anak tetapi juga untuk orang dewasa.
b. Menurut Edgar Dale (Daryanto, 2010), tingkatan pengalaman
pemerolehan hasil belajar digambarkan sebagai suatu proses
komunikasi. Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa
dapat menguasainya disebut sebagai pesan. Guru sebagai sumber
pesan menuangkan pesan ke dalam simbol-simbol tertentu
(encoding) dan siswa sebagai penerima menafsirkan simbol-simbol
tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding).
Menurut Arfors (dalam Daryanto, 2010) kemampuan daya serap
manusia dari pengguna alat indra adalah sebagai berikut:
Penglihatan 82%
Pendengaran 11%
Penciuman 1%
Pencecapan 2.5%
Perabaan 3.5%

3. Landasan Teknologis
Teknologi pembelajaran atau teknologi pendidikan (instructional
technology/educational technology) menurut Arfors (dalam Daryanto,
2010) adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, penerapan,
pengelolaan, serta penilaian proses dan sumber belajar. Jadi, teknologi
pembelajaran merupakan proses kompleks dan terpadu yang melibatkan
orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis
masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan
mengelola pemecahan masalah-masalah dalam situasi di mana kegiatan
belajar itu mempunyai tujuan dan terkontrol. Teknologi pendidikan
99

adalah proses yang kompleks dan terpadu (terintegrasi) yang


melibatkan manusia, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk
menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan,
mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut
semua aspek belajar manusia.

Landasan teknologi ini sangat dibutuhkan, terutama untuk memecahkan


persoalan belajar manusia atau dengan kata lain mengupayakan agar
manusia (peserta didik) dapat belajar dengan mudah dan mencapai hasil
secara optimal. Pemecahan masalah belajar tersebut terjelma dalam
bentuk semua sumber belajar atau sering dikenal dengan komponen
pendidikan yang meliputi: pesan, orang atau manusia, bahan, peralatan,
teknik, dan latar atau lingkungan. Dari komponen-komponen sumber
belajar dalam kawasan teknologi di atas, dua diantaranya adalah bahan
dan peralatan. Walaupun tidak secara langsung media tercantum
sebagai komponen sumber belajar, tetapi kedua komponen tersebut
sebenarnya adalah komponen media.

4. Landasan Empiris
Menurut Arfors (dalam Sukiman, 2012) agar proses belajar dapat
efektif perlu juga disesuaikan dengan tipe atau gaya belajar peserta
didik. Gaya belajar adalah kecenderungan orang untuk menggunakan
cara tertentu dalam belajar. Secara umum ada tiga macam gaya belajar,
yaitu:
a. Visual, yaitu belajar melalui apa yang dilihat. Ciri-ciri gaya visual
adalah teliti terhadap yang detail, mengingat dengan mudah apa yang
dilihat, mempunyai masalah dengan instruksi lisan, tidak mudah
terganggu dengan suara gaduh, pembaca cepat dan tekun, lebih suka
membaca dari pada dibacakan, lebih suka metode demonstrasi dari
pada ceramah, bila menyampaikan gagasan sulit memilih kata, rapih
dan teratur, dan penampilan sangat penting.
100

b. Auditorial, yaitu belajar melalui apa yang didengar. Ciri-ciri gaya


belajar auditorial adalah bicara pada diri sendiri saat bekerja,
konsentrasi mudah terganggu oleh suara ribut, senang bersuara keras
ketika membaca, sulit menulis tapi mudah bercerita, pembicara yang
fasih, sulit belajar dalam suasana bising, lebih suka musik dari pada
lukisan, bicara dalam irama yang terpola, lebih suka gurauan lisan
dari pada membaca buku humor, dan mudah menirukan nada, irama
dan warna suara.
c. Kinestetik, yaitu belajar lewat gerak dan sentuhan. Ciri-ciri gaya
belajar kinestetik adalah berbicara dengan perlahan, menanggapi
perhatian fisik, menyentuh orang untuk mendapat perhatian, banyak
bergerak dan selalu berorientasi pada fisik, menggunakan jari
sebagai penunjuk dalam membaca, banyak menggunakan isyarat
tubuh, tidak bisa diam dalam waktu lama, menyukai permainan yang
menyibukkan, selalu ingin melakukan sesuatu, dan tidak mudah
mengingat letak geografis.

C. Karakteristik Media Pembelajaran


Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2007) mengemukakan tiga ciri media
yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja
yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu
(kurang efisien) melakukannya.
1. Ciri Fiksatif (Fixative Property)
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan,
melestarikan, dan merekonstruksikan suatu peristiwa atau objek yang
dapat disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio
tape, disket komputer. Dan film. Suatu objek yang telah diambil
gambarnya dengan kamera atau video kamera dengan mudah dapat
direproduksi dengan mudah kapan saja diperlukan. Peristiwa yang
kejadiannya hanya sekali dapat diabadikan dan disusun kembali untuk
keperluan pembelajaran. Demikian pula kegiatan siswa dapat direkam
101

untuk kemudian dianalisis dan dikritik oleh siswa sejawat baik secara
perorangan maupun kelompok.

2. Ciri Manipulatif (Manipulatif Property)


Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinakan karena media
memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari
dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua hingga tiga menit saja
dengan teknik pengambilan gambar time lapse recording. Misalnya
bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-
kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut. Selain
dapat dipercepat, suatu kejadian dapat pula diperlambat pada saat
menayangkan kembali suatu rekaman video.

3. Ciri Distributif (Distriputif Property)


Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian
ditransformasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian
tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus
pengalaman yang relatif sama mengenai kejaidan itu. Sekali informaasi
direkam dalam format media apa saja, ia dapat direproduksi seberapa
kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau
digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi
yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan
aslinya.

D. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran


Istilah media mula-mula dikenal dengan alat peraga, kemudian
dikenal dengan istilah audio visual aids (alat bantu pandang/dengar).
Selanjutnya disebut instructional materials (materi pembelajaran), dan kini
istilah yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan nasional adalah
instructional media (media pendidikan atau media pembelajaran). Dalam
perkembangannya, sekarang muncul istilah e-Learning. Huruf “e”
merupakan singkatan dari “elektronik”. Artinya media pembelajaran
102

berupa alat elektronik, meliputi CD Multimedia Interaktif sebagai bahan


ajar offline dan Web sebagai bahan ajar Online (arfors, 2016).
Levie & Lents (dalam arfors, 2016) mengemukakan empat fungsi
media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu Fungsi atensi, Fungsi
afektif, Fungsi kognitif, Fungsi kompensatoris.

1. Fungsi Atensi
Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan
mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran
yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai
teks materi pelajaran. sering kali pada awal pelajaran siswa tidak
tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan
salah satu pelajaran yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka
tidak memperhatikan. Media gambar khususnya gambar yang
diproyeksikan melalui overhead projector dapat menenangkan dan
mengarahkan perhatian mereka kepada pelajaran yang akan mereka
terima. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan
mengingat isi pelajaran semakin besar.

2. Fungsi Afektif
Media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar
(atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual
dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang
menyangkut masalah sosial atau ras.

3. Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian
yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar
memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat
informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
103

4. Fungsi Kompensatoris
Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian
bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks
membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan
informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

5. Fungsi motivasi
Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat
direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil yang diharapkan
adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa atau pendengar
untuk bertindak (turut memikul tanggung jawab, melayani secara
sukarela, atau memberikan sumbangan material). Pencapaian tujuan ini
akan mempengaruhi sikap, nilai, dan emosi.

6. Fungsi Informasi
Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam
rangka penyajian informasi di hadapan sekelompok siswa. Isi dan
bentuk penyajian bersifat amat umum, berfungsi sebagai pengantar,
ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang. Penyajian dapat
pula berbentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi. Ketika mendengar
atau menonton bahan informasi, para siswa bersifat pasif. Partisipasi
yang diharapkan dari siswa hanya terbatas pada persetujuan atau
ketidaksetujuan mereka secara mental, atau terbatas pada perasaan
tidak/kurang senang, netral, atau senang.

7. Fungsi Instruksi
Media berfungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapat
dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental
maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran
dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan
psikologis dilihat dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat
menyiapkan instruksi yang efektif.
104

Adapun manfaat media pengajaran dalam proses pembelajaran siswa


adalah (arfors, 2016) :
1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menmbuhkan motivasi belajar.
2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami
oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan
pengajaran lebih baik
3. Metode pengajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga
siswa tidak bosan dan guru tidak kehabian tenaga, apalagi guru
mengajar untuk setiap jam pelajaran.
4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru tetapi juga aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dll.

Adapun kriteria-kriteria untuk kepentingan pembelajaran sebaiknya


memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut (arfors, 2016) :
1. Ketepatanya dengan tujuan pengajaran.
2. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran.
3. Kemudahan dalam memperoleh media.
4. Keterampilan guru dalam menggunakannya.
5. Tersedia waktu untuk menggunakannya.
6. Sesuai dengan taraf berfikir siswa.

E. Macam-macam Media Pembelajaran


Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam
penyampaian informasi dan pesan – pesan pembelajaran. Setiap jenis atau
bagian dapat pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat –
sifat media tersebut. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku
dalam mengelompokkan media. Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan
atau membuat klasifikasi media akan tergantung dari sudut mana mereka
memandang dan menilai media tersebut.
105

Klasifikasi media pembelajaran, antara lain menurut Arif, dkk (1986),


Gerlach, dkk (1980), Raharjo (1984), dan Wittich dan Schuller (1979)
(dalam Mimilyna, 2011)
1. Media Grafis
Merupakan media visual yang difokuskan pada indera penglihatan dan
Menyajikan simbol-simbol komunikasi visual.
2. Media Audio
Merupakan media pembelajaran yang difokuskan pada indera
pendengaran.
3. Media Proyeksi Diam
Merupakan media visual yang difokuskan pada indera penglihatan
memiliki fungsi umum untuk menyajikan pesan dalam bentuk simbol-
simbol visual (dan auditif),atau dapat serupa bahan-bahan grafis. Media
ini harus diproyeksikan dengan peralatan (proyektor)
4. Media Proyeksi Bergerak
Merupakan media visual (audio-visual) yang difokuskan pada indera
penglihatan (penglihatan-pendengaran) dan memiliki fungsi umum
untuk menyajikan pesan dalam bentuk simbol-komunikasi visual (dan
audio) yang harus diproyeksikan.
5. Media Tiga Dimensi: Benda, Model, dan Demonstrasi.
6. Permainan, Simulasi, dan Dramatisasi Informal

Menurut Bretz dan Briggs (dalam Darmojo,1991:24) (dalam


Mimilyna, 2011) mengemukakan bahwa klasifikasi media digolongkan
menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Audio Visual
Media audio berfungsi untuk menyalurkan pesan audio dari sumber
pesan ke penerima pesan. Media audio berkaitan erat dengan indra
pendengaran.contoh media yang dapat dikelompokkan dalam media
audio diantaranya: radio, tape recorder, telepon,laboratorium, bahasa
dll.
106

2. Media Visual
Media visual yaitu media yang mengandalkan indra penglihat. Media
visual menjadi dua yaitu :
a. Media visual diam
Contohnya: foto, ilustrasi, flashcard, gambar pilihan dan potongan
gambar, film bingkai, film rangkai,OHP, hrafik, bagan, diagram,
poster, peta dll.
b. Media visual gerak
c. Contohnya: gambar-gambar proyeksi bergerak seperti film bisu dan
sebagainya.

3. Media Audio Visual


Media Audio Visual merupakan media yang mampu menampilkan
suara dan gambar. Ditinjau dari karakteristiknya media audio visual
dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Media audio visual diam
Contohnya: TV diam, film rangkai bersuara, halaman bersuara dan
buku bersuara.
b. Media audio visual gerak.
Contohnya: film TV, TV, film bersuara.

4. Media Serbaneka
Media serbaneka adalah suatu media yang disesuaikan dengan potensi
di suatu daerah, di sekitar sekolah atau di lokasi lain atau di masyarakat
yang dapat dimanfaatkan sebagai media pengajaran. Contohnya: papan
tulis, media tiga dimensi, realita dan sumber belajar pada masyarakat.

Secara umum klasifikasi media pembelajaran digolongkan menjadi 3


unsur pokok yaitu suara, visual dan gerak (Mimilyna, 2011). Dari tiga
unsur pokok tersebut terbagi lagi menjadi 9 kelompok yaitu:
1. Media Audio (Siaran Radio).
2. Media Cetak (Modul, Buku).
107

3. Media Visual Diam (OHT).


4. Media Visual Gerak (Film Bisu ).
5. Media Audio-Visual (TV,VCD).
6. Media Objek Fisik (Benda nyata).
7. Manusia dan Lingkungan (Guru, Pustakawan, Laboran).
8. Komputer.
9. Internet

5.2 Alat Peraga


A. Pengertian Alat Peraga
Alat peraga merupakan alat yang digunakan untuk membntu proses
belajar mengajar yang berperan sebagai pendukung kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru. Penggunaan alat peraga bertujuan
untuk memberikan wujud riil terhadap bahan yang dibicarakan dalam
materi pembelajaran. Alat peraga yang digunakan dalam proses belajar
mengajar dalam garis besarnya memiliki faedah menambahkan kegiatan
belajar siswa, menghemat waktu belajar, memberikan alasan yang wajar
untuk belajar karena membangkitkan minat perhatian dan aktivitas siswa.
Menurut Nasution (dalam Mimilyna, 2011) “alat peraga adalah alat
pembantu dalam mengajar agar efektif”. Pendapat lain dari Suhardi (dalam
Mimilyna, 2011) pengertian alat peraga atau Audio-Visual Aids (AVA)
adalah media yang pengajarannya berhubungan dengan indera
pendengaran. Sejalan dengan itu Sumadi (dalam Mimilyna, 2011)
mengemukakan bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk
memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera.
Secara umum alat peraga adalah saluran komunikasi atau perantara
yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan suatu pesan guna
mencapai tujuan pengajaran . Alat peraga merupakan alat bantu atau
penunjang yang digunakan oleh guru untuk menunjang proses belajar
mengajar.
108

B. Fungsi Dan Manfaat Alat Peraga


Menurut Susanto (dalam Sanjaya, 2007) Fungsi utama dari alat
peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep, agar siswa
mampu menangkap arti sebenarnya konsep tersebut. Penyampaian
informasi yang hanya melalui bahasa verbal memungkinkan terjadinya
verbalisme, artinya siswa hanya mengetahui tentang kata tanpa memahami
dan mengerti makna yang terkandung dalam kata tersebut. Selain
menimbulkan verbalisme dan kesalahan persepsi, penyampaian dengan
bahasa verbal menyebabkan semangat siswa untuk menangkap pesan akan
semakin kurang, karena siswa kurang diajak berfikir dan menghayati pesan
yang disampaikan, padahal untuk memahami sesuatu perlu keterlibatan
siswa baik fisik maupun psikis.
(Amboro, 2013) Berikut ini beberapa tujuan dan manfaat alat peraga
disebutkan sebagai berikut:
1. Alat peraga pendidikan bertujuan agar proses pendidikan lebih efektif
dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa.
2. Alat peraga pendidikan memungkinkan lebih sesuai dengan perorangan,
dimana para siswa belajar dengan banyak kemungkinan sehingga
belajar berlangsung sangat menyenangkan bagi masing-masing
individu.
3. Alat peraga pendidikan memiliki manfaat agar belajar lebih cepat
segera bersesuaian antara kelas dan diluar kelas.
4. Alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis dan teratur.

Secara ringkas, Proses pembelajaran memerlukan media yang


penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi atau materi pelajaran
yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian suatu tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan. Fungsi media pendidikan atau alat
peraga pendidikan dimaksudkan agar komunikasi antara guru dan siswa
dalam hal penyampaian pesan, siswa lebih memahami dan mengerti
tentang konsep abstrak matematika yang diinformasikan kepadanya. Siswa
109

yang diajar lebih mudah memahami materi pelajaran jika ditunjang dengan
alat peraga pendidikan.
Secara jelas dan terperinci, berikut ini adalah faedah-faedah atau
manfaat dari penggunaan alat bantu/peraga pendidikan yaitu antara lain
sebagai berikut (Amboro, 2013)
1. Menimbulkan minat sasaranpendidikan.
2. Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3. Membantu dalam mengatasi berbagai hambatan dalam
prosespendidikan.
4. Merangsang masyarakat atau sasaran pendidikan untuk
mengimplementasikan atau melaksanakan pesan-pesan kesehatan atau
pesan pendidikan yang disampaikan.
5. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar dengan cepat dan belajar
lebih banyak materi/bahan yang disampaikan.
6. Merangsang sasaran pendidikan untuk dapat meneruskan pesan-pesan
yang disampaikan pemateri kepada orang lain.
7. Mempermudah penyampaian bahan/ materi pendidikan/informasi oleh
para pendidik atau pelakupendidikan.
8. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan. Seperti
diuraikan di atas, bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang diterima
melalui panca indera.

Dalam proses pembelajaran penggunaan alat peraga memiliki


kelebihan dan kekurangan. Kelebihan penggunaan alat peraga dalam
pengajaran antara lain yaitu (Sutanto, 2013):
1. Menumbuhkan minat belajar siswa karena pelajaran menjadi lebih
menarik.
2. Memperjelas makna bahan pelajaran sehingga siswa lebih mudah
memahaminya.
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi sehingga siswa tidak akan
mudah bosan.
110

4. Membuat lebih aktif melakukan kegiatan belajar seperti :mengamati,


melakukan dan mendemonstrasikan dan sebagainya.

Ada beberapa kelemahan sehubungan dengan gerakan pengajaran


alat peraga itu, antara lain terlalu menekankan bahan-bahan peraganya
sendiri dengan tidak menghiraukan kegiatan-kegiatan lain yang
berhubungan dengan desain, pengembangan, produksi, evaluasi, dan
pengelolaan bahan-bahan itu. Kelemahan lain adalah alat peraga
dipandang sebagai‟alat Bantu‟semata-mata bagi guru dalam melaksanakan
kegiatan mengajarnya sehingga keterpaduan antara bahan pelajaran dan
alat peraga tersebut diabaikan. Di samping itu terlalu menekankan
pentingnya materi ketimbang proses pengembangannya dan tetap
memandang materi audiovisual sebagai alat Bantu guru dalam mengajar.
Sedangkan ekurangan alat peraga yaitu (Sutanto, 2013):
1. Mengajar dengan memakai alat peraga lebih banyak menuntut guru.
2. Banyak waktu yang diperlukan untuk persiapan.
3. Perlu kesediaan berkorban secara materiil.

C. Karakteristik Alat Peraga


Alat peraga yang digunakan hendaknya memiliki karakteristik
tertentu. Ruseffendi (dalam Sutanto, 2013) menyatakan bahwa alat peraga
yang di gunakan harus memiliki sifat sebagai berikut:
1. Tahan lama (terbuat dari bahan yang cukup kuat).
2. Bentuk dan warnanya menarik.
3. Sederhana dan mudah di kelola (tidak rumit).
4. Ukurannya sesuai (seimbang)dengan ukuran fisik anak.
5. Dapat mengajikan konsep matematika (tidak mempersulit
pemahaman).
6. Sesuai dengan konsep pembelajaran.
7. Dapat memperjelas konsep (tidak mempersulit pemahaman)
8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir
yang abstrak bagi siswa.
111

9. Bila kita mengharap siswa belajar aktif (sendiri atau berkelompok)


alat peraga itu supaya dapat di manipulasikan , yaitu: dapat diraba,
dipegang, dipindahkan, dimainkan, dipasangkan, dicopot, (diambil
dari susunannya) dan lain-lain.
10. Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah lipat (banyak)

Adapun syarat-syarat Alat Peraga (Sutanto, 2013). Alat peraga yang


dapat digunakan terbagi dua jenis yaitu alat peraga benda asli dan benda
tiruan. Agar fungsi dan manfaat alat peraga sesuai dengan yang
diharapkan, perlu diperhatikan beberapa syarat yaitu :
1. Sederhana bentuknya dan tahan lama (terbuat dari bahan yang tidak
cepat rusak).
2. Kalau bisa dibuat dari bahan yang mudah diperoleh dan murah.
3. Mudah dalam penyimpanan dan penggunaannya.
4. Memperlancar pengajaran dan memperjelas konsep matematika bukan
sebaliknya.
5. Harus sesuai dengan usia anak.
6. Jika memungkinkan, dapat digunakan untuk beberapa topik misalnya
dadu untuk menghitung luas volume, peluang dan unsur-unsur bangun
ruang.
7. Bentuk dan warnanya menarik sehingga lebih menarik perhatian
siswa.

Alat peraga yang tidak memenuhi kriteria dapat menyebabkan


kegagalan dalam penggunaannya.untuk itu perlu diketahui kriteria yang
harus dipenuhi dalam penggunaan alat peraga: itu sendiri, apakah untuk
penanaman konsep, pemahaman konsep atau pembinaan ketrampilan
umumnya menggunakan pendekatan-pendekatan spiral. Sifat pendekatan
tersebut memungkinkan suatu materi diajarkan pada tingkat berikutnya
dengan ruang lingkup dan taraf kesukaran yang lebih. Ini menyebabkan
menjadi prasyarat bagi materi lainnya. digunakan dapat mendukung
strategi belajar mengajar, contohnya mencari volume balok akan lebih
112

dimengerti siswa jika ditampilkan dengan alat peraga balok. ruang kelas,
luar kelas, jumlah siswa untuk 1 materi, harus disesuaikan dengan
keinginan siswa.

D. Macam-macam Alat Peraga


Alat peraga dapat dibagi menjadi dua macam yaitu alat peraga jadi
dan alat peraga buatan sendiri. Alat peraga jadi yaitu alat peraga yang
dibuat oleh suatu perusahaan yang dapat dibeli oleh sekolah, siswa
maupun guru tinggal menggunakannya saja. Alat peraga buatan sendiri
adalah alat peraga yang dibuat sendiri oleh guru maupun siswa. Tidak
semua sekolah mampu menyediakan alat peraga karena harganya yang
mahal. Oleh karena itu dapat disiasati dengan membuat alat peraga sendiri,
dengan biaya yang sedikit gurupun mampu menggunakan alat bantu untuk
menyampaikan materi sehingga materi itu dapat diterima siswa dengan
baik. Regional Education Centre of Science and Mathematic (RECSAM)
(dalam Sutanto, 2013), mengelompokkan alat peraga sebagai berikut.
1. Alat praktik, adalah suatu alat atau set alat yang digunakan secara
langsung untuk membentuk suatu konsep. Contoh alat praktek IPA:
termometer. Termometer dapat digunakan untuk menanamkan konsep
suhu dan kalor. Alat praktik IPA digunakan untuk melakukan kegiatan
praktikum dan eksperimen.
2. Alat peraga, adalah alat yang digunakan untuk membantu memudahkan
memahami suatu konsep secara tidak langsung. Termasuk ke dalam
kelompok ini antara lain: model, karta, dan poster.
3. Alat pendukung, adalah alat yang sifatnya mendukung jalannya
percobaan/eksperimen atau kegiatan pembelajaran yang lainnya.
Contoh alat yang termasuk kelompok ini adalah pembakar spiritus,
papan flanel, OHP, dan sebagainya.
113

5.3 Bahan Ajar


A. Pengertian Bahan Ajar
Menurut Widodo & Jasmadi ,2008 (dalam kumala, 2016) Bahan
ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan
materi pembelajaran, metode, batasan-baatsan dan cara mengevaluasi yang
didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan
yang diharapkan. Bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari
suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sisitematis
sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara
utuh dan terpadu (kumala, 2016). Bahan ajar tidak hanya memuat materi
tentang pengetahuan tetapi juga berisi tentang keterampilan dan sikap yang
perlu dipelajari siswa untuk mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan Pemerintah.
Pengembangan buku ajar / bahan ajar dapat diadaptasikan dengan
pendidikan karakter. Adaptasi yang paling mungkin adalah dengan cara
menambahkan kegiatan pembelajaran yang sekaligus dapat
mengembangkan karakter. Contohnya adalah bahan ajar berbasis karakter.
Bahan ajar berbasis karakter adalah bahan ajar yang memungkinkan
seorang guru /tutor mampu menyajikan materi ajar sedemikian rupa
sehingga peserta didik mampu memahami, menentukan sikap, dan
berperilaku sesuai dengan bahan ajar tersebut. Dalam hal ini bahan ajar
berfungsi sebagai alat untuk membentuk karakter, alat ukur penilaian dan
pondasi bagi karakter peserta didik.
Diharapkan dari bahan ajar ini mampu menumbuhkan konsep
karakter pada diri peserta didik. Hal senada dikemukakan oleh penelitian
dari Wibawa dkk (2013) (dalam kumala, 2016) yang menyatakan bahwa
bahan ajar berbasis lingkungan yang dikembangkan mampu
menumbuhkan karakter pada siswa, hal ini dibuktikan dengan munculnya
karakter pada peserta didik setelah mendapatkan pembelajaran yang
menggunakan bahan ajar berbasis karakter. Selain pengembangan karakter
sosial, dan religius diharapkan akan muncul juga karakter terhadap diri
sendiri yang diisyaratkan dalam sikap ilmiah pada pembelajaran IPA.
114

B. Fungsi dan Manfaat Bahan Ajar


Media pembelajaran merupakan sebagai sumber belajar yang dapat
membantu pendidik sebagai alat bantu mengajar yang dapat
mempengaruhi tujuan belajar yang di tata pendidik.Terdapat tiga fungsi
utama bahan pembelajaran dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
proses belajar dan pembelajaran. Tiga fungsi tersebut adalah (kumala,
2016) :
1. Bahan ajar merupakan pedoman bagi guru yang akan mengarahkan
semua aktivitas dalam proses belajar dan pembelajaran, sekaligus
merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan/dilatihkan
kepada siswa.
2. Bahan ajar merupakan pedoman bagi peserta didik yang akan
mengarahkan aktivitas dalam proses belajar dan pembelajaran,
sekaligus merupakan substansi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya.
3. Bahan ajar merupakan alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil
pembelajaran. Sebagai alat evaluasi maka bahan ajar yang disampaikan
harus sesuai dengan indikator dan kompetensi dasar yang ingin dicapai
oleh guru. Indikator dan kompetensi dasar ini sudah dirumuskan dalam
silabus mata pelajaran.

Bahan ajar merupakan sarana, alat atau instrumen yang baik dan
memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan pencapaian tujuan
pembelajaran.
Manfaat dari bahan ajar itu adalah sebagai berikut (kumala, 2016) :
1. Manfaat Bagi Guru
a. Memperoleh bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum
dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
b. Tidak bergantung pada buku teks yang terkadang sulit didapat.
c. Memperkaya wawasan karena dikembangkan dengan
menggunakan berbagai referensi.
d. Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam
menyusun bahan ajar.
115

e. Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru


dan peserta didik, karena peserta didik akan merasa lebih percaya
kepada gurunya maupun kepada dirinya .
f. Dapat dikumpulkan menjadi buku dan dapat diterbitkan.

2. Manfaat Bagi Peserta Didik


a. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
b. Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi
ketergantungan terhadap kehadiran guru.
c. Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi
yang harus dikuasainya.

Gintings, 2008 (dalam kumala, 2016) menyatakan bahwa manfaat


utama dengan adanya bahan pembelajaran yang disusun bagi
penyelenggaraan peoses belajar dan pembelajaran ialah. Jika diberikan
kepada peserta didik sebelum proses belajar dan pembelajaran berlangsung
maka peserta didik dapat mempelajarinya terlebih dahulu sehingga peserta
didik dapat:
1. Memiliki kemampuan awal (entry behaviour) yang memadai untuk
mengikuti kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga dapat
mencapai keberhasilan belajar yang maksimal.
2. Berpartisipasi aktif dalam proses belajar dan pembelajaran , seperti,
dalam diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, dan lain-lain.
3. Proses belajar dan pembelajaran di kelas berjalan dengan lebih
efektif dan efisien karena waktu yang tersedia dapat digunakan
sebanyak-banyaknya untuk kegiatan belajar dan pembelajaran yang
intraktif seperti tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, dan lain-lain.
4. Mengembangkan kegiatan belajar mandiri dengan kecepatannya
sendiri.
116

C. Karakteristik Bahan Ajar


Sesuai dengan penulisan modul yang dikeluarkan oleh direktorat
Guruan Menengah Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003 (Rahayu, 2016),
bahan ajar memiliki beberapa karekteristik, yaitu self instructional, self
contained, stand alone, adaptive, dan user friendly.
1. Self Instructional yaitu bahan ajar dapat membuat siswa mampu
membelajarakan diri sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan.
Untuk memenuhi karakter ini, maka di dalam bahan ajar harus terdapat
tujuan yang dirumuskan dengan jelas, baik tujuan akhir maupun tujuan
anatara. Selain itu, dengan bahan ajar akan memudahkan siswa belajar
secara tuntas dengan memberikan materi pemebelajaran yang dikemas
ke dalam unit-unit atau kegiatan yang lebih spesifik.
2. Self Contained yaitu seluruh materi pelajaran dari satu unit kompetensi
atau subkompetensi yang dipelajari terdapat dalam satu bahan ajar
secara utuh. Jadi sebuah bahan ajar haruslah memuatseluruh bagian-
bagiannya dalam satu buku secara utuhuntuk memudahkan pembaca
mempelajari bahan ajar tersebut.
3. Stand alone (berdiri sendiri) yaitu bahan ajar yang dikembangkan tidak
tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-
sama dengan bahan ajar lain. Artinya sebuah bahan ajar dapat
digunakan sendiri tanpa tergantung dengan bahan ajar lain.
4. Adaptive yaitu bahan ajar hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi
terhadap perkembangan ilmu dan tekmologi. Bahan ajar harus memuat
materi-materi yang sekiranya dapat menambah pengetahuan pembaca
terkait perkembangan zaman atau lebih khususnya perkembangan ilmu
dan teknologi.
5. User friendly yaitu setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil
bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk
kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai keinginan.
Jadi bahan ajar selayaknya hadir untuk memudahkan pembaca untuk
mendapatkan informasi dengan sejelas-jelasnya.
117

D. Macam-macam Bahan Ajar


Bahan pembelajaran yang digunakan perlu didesain secara khusus
sehingga sesuai dengan karakteristik proses belajar dan pembelajaran.
Pengembangan bahan ajar dapat dilakukan dengan cara; pertama,
membuat atau menulis sendiri, ini merupakan pengembangan bahan ajar
yang paling ideal; kedua, memodifikasi atau kompilasi, yaitu
menggunakan bahan ajar yang telah ada namun dilakukan perubahan atau
penambahan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran; ketiga, mengadaptasi
yaitu menggunakan sebagian atau secara utuh dengan melengkapi panduan
belajar dalam menggunakan bahan ajar yang telah ada.
Berdasarkan pada sudut pandang yang dipegunakan untuk melihat
bahan pembelajaran yang dipegunakan dalam proses belajar dan
pembelajaran maka bahan pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu; menurut karakteristik materinya dan menurut cara
pengorganisasiannya Satori, dkk., 2007 (dalam kumala, 2016).
Berdasarkan karakteristik materi atau isinya, bahan pembelajaran
dapat digolongkan menjadi enam macam sebagaimana dijelaskan berikut
ini (kumala, 2016) :
1. Bahan Pembelajaran Fakta
Bahan pembelajaran fakta adalah bahan pembelajaran yang isinya
terdiri dari sejumlah fakta atau informasi yang secara umum diyakini
kebenarannya. Misalnya, tahun-tahun sejarah atau peristiwa-peristiwa.
2. Bahan Pembelajaran Konsep
Bahan pembelajaran yang isinya berupa gagasan, ide, pendapat, teori,
atau dalil. Konsep itu bersifat abstrak, namun akan menjadi nyata jika
diwujudkan dalam bentuk benda atau perbuatan. Misalnya konsep
tentang bilangan ganjil dan genap yang dlambangkan dalam bentuk
angka 1, 3, 5 dan 2, 4, 6, dan seterusnya.
3. Bahan Pembelajaran Prinsip
Prinsip adalah tuntutan praktis bagi terselenggaranya perbuatan
tertentu, seperti dalam proses belajar dan pembelajaran. Bahan
pembelajaran prinsip merupakan bahan pembelajaran yang memberikan
118

landasan bagi terwujudnya suatu perbuatan yang diharapkan sehingga


setiap tindakan yang dilakukan dapat dikontrol dengan baik. Contoh;
prinsip-prinsip proses belajar dan pembelajaran.
4. Bahan Pembelajaran Keterampilan
Bahan pembelajaran keterampilan terdiri dari keterampilan-
keterampilan tertentu yang harus dikuasai terutama yang menyangkut
keterampilan motorik, seperti keterampilan mengetik, memukul bola,
lari cepat, bermain bola kaki, dan sebagainya. Bahan pembelajaran
keterampilan ini banyak digunakan pada bidang pembelajaran kejuruan.
Cara mempelajarinya pada umumnya dengan melaksanakan tugas-tugas
dan latihan-latihan.
5. Bahan Pembelajaran Pemecahan Masalah
Bahan pembelajaran pemecahan masalah mengandung unsur
permasalahan yang harus diselesaikan/dipecahkan oleh peserta didik
baik secara perorangan maupun kelompok. Misalnya, guru memberikan
tugas kepada sekelompok siswa untuk mengatasi permasalahan yang
ditimbulkan oleh sampah dan bagaimana memanfaatkannya.
Pembelajaran ini dilaksanakan dengan menggunakan metode
pemecahan masalah. Peserta didik diberi tugas untuk berpikir, berbuat,
dan membuat kesimpulan.
6. Bahan Pembelajaran Proses
Bahan pembelajaran proses adalah bahan pembelajaran yang
melukiskan proses terjadinya sesuatu, sperti proses terjadinya
perubahan warna, proses terjadinya hujan, proses terjadinya
pengendapan, dan lain-lain. Bahan pembelajaran proses mengacu pada
pengamatan dan pengalaman. Cara mempelajarinya dengan praktik di
laboratorium atau studi lapangan.
119

Macam-macam Bahan Pembelajaran menurut Cara


Pengorganisasiannya. Macam-macam bahan pembelajaran ditinjau dari
cara pengorganisasiannya dapat digolongkan menjadi empat macam
sebagaimana dijelaskan berikut ini (kumala, 2016) :
1. Bahan Pembelajaran Mata pelajaran Linier Karakteristik
Bahan pembelajaran mata pelajaran linier disusun secara berurutan dari
yang mudah kepada yang sulit atau dari yang sederhana kepada yang
kompleks. Peran sistematika dalam bahan pembelajaran ini sangat
tinggi dan disampaikan secara berangsur-angsur sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Misalnya dalam pelajaran matematika,
bahan pembelajaran disusun mulai dari himpunan benda-benda nyata,
kemudian meningkat menjadi melambangkannya dalam bentuk
lambang bilangan, dan seterusnya.
2. Bahan Pembelajaran Mata Pelajaran Kumulatif
Bahan pembelajaran mata pelajaran ini tidak disusun dalam serangkaian
tingkatan yang berseri seperti pada bahan pembelajaran mata pelajaran
linier. Pendekatan metodologisnya adalah Child Centered, yaitu proses
belajar dan pembelajaran seluruhnya berpusat pada kebutuhan, minat,
dan perhatian peserta didik. Bahan pembelajaran mata pelajaran ini
disampaikan dari keseluruhan menuju kepada bagian-bagian. Metoda
pembelajaran unit sangat cocok dipergunakan untuk menyajikan bahan
pembelajaran ini.
3. Bahan Pembelajaran Mata Pelajaran Praktikal
Bahan pembelajaran ini dapat disajikan dengan pendekatan dan metode
drill atau pelatihan, demonstrasi, tugas, dan presentasi. Peran metode
demonstrasi dalam penyajian bahan pembelajaran mata pelajaran
praktikal ini sangan besar. Pelajaran oleh raga dan kesehatan, kesenian,
dan kejuruan banyak mengandung bahan pembelajaran praktikal.
4. Bahan Pembelajaran Mata Pelajaran Eksperensial
Bahan pembelajaran mata pelajaran ini sangat erat kaitannya dengan
bahan pembelajaran mata pelajaran praktikal, hanya saja di sini lebih
menekankan pada unsur kreativitas. Dalam penyajian bahan
120

pembelajaran mata pelajaran ini peserta didik diharapkan dapat


mengembangkan kegiatannya dalam bentuk kreativitas, tidak terlalu
terikat oleh kebiasaan-kebiasaan tertentu. Bahan pembelajaran
eksperensial tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan atau
kejuruan saja, melainkan juga terdapat pada mata pelajaran IPA.
Pendekatan dalam penyajian bahan pembelajaran ini bersifar child
centered melalui prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA).

Jenis Bahan Ajar terbagi atas empat jenis yaitu (kumala, 2016) :
1. Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan cetak (printed) seperti
antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet,
wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti
model/maket.
2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan
compact disk audio.
3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk,
film.
4. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti
CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia.

5.4 Sumber Belajar


A. Pengertian Sumber Belajar
Pada hakikatnya, seluruh isi alam semesta merupakan sumber belajar
yang digunakan sepanjang hidup manusia, jadi sumber belajar merupakan
segala sesuatu yang mencakup konsep yang sangat luas. Pengertian sumber
belajar Menurut Abdul Majid (dalam Wati, 2015) “sumber belajar
merupakan informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk
media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari
kurikulum”. Selaras dengan pendapat di atas, Association For educational
Communications and Technology (AECT) dan Banks.
121

Kokom Komalasari (dalam Wati, 2015) “Sumber belajar adalah segala


sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah
maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar
dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran”.
Sumber belajar juga diartikan sebagai tempat atau lingkungan sekitar,
benda, dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai
wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.
Menurut Suharjo (dalam Wati, 2015)“segala sumber (data, manusia, dan
benda) yang dapat digunakan oleh siswa baik secara sendiri maupun
bersama-sama, biasanya di dalam suatu cara yang informal, untuk
membantu belajar. sementara itu sumber belajar menurut Fathurrohman 12
dan Wuri Wuryandani (dalam Wati, 2015) sumber belajar tidaklah harus
berbentuk bahan cetak atau buku saja tetapi bisa pula dalam bentuk yang
lain. Yang jelas bahwa sesuatu yang dapat dikatakan sebagai sumber belajar
jika keberadaannya dapat dimanfaatkan baik oleh guru maupun siswa untuk
mempermudah jalannya proses pembelajaran.
Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar
merupakan segala sesuatu yang dijadikan sebagai sumber informasi yang
disajikan berbagai bentuk yang tidak terbatas dan bertujuan untuk
membantu manusia pada saat proses belajar serta mendukung proses dan
pencapaian tujuan pembelajaran, serta dapat membangkitkan motivasi dan
minat belajar siswa (Wati, 2015).

B. Fungsi dan Manfaat Sumber Belajar


Dalam suatu proses belajar mengajar media pembelajaran merupakan
unsur yang sangat penting, media pembelajaran merupakan sebagai sumber
belajar yang dapat membantu pendidik sebagai alat bantu mengajar yang
dapat mempengaruhi tujuan belajar yang di tata pendidik. Menurut Kokom
Komalasari (dalam Wati, 2015) penyediaan sumber belajar cukup
menunjang terhadap pelaksanaan pembelajaran, berfungsi sebagai perantara
untuk menyampaikan bahan-bahan sehingga memudahkan pencapaian
tujuan pembelajaran. Merujuk pada perlunya guru menggunakan berbagai
122

sumber belajar. 13 Menurut Depdikbud (1981) yang dikutip oleh Ari K.


Gunawan (dalam Wati, 2015) secara umum sumber belajar mempunyai
fungsi dan manfaat sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan:
a. Mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan
waktu agar lebih baik.
b. Mengurangi beban guru dalam menyajikan materi, sehingga guru bisa
lebih banyak mengembangkan gairah.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang bersifat individual dengan
cara:
a. Mengurangi cara belajar guru yang kaku dan masih gaya lama.
b. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berkembang sesuai
dengan kemampuannya.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara:
a. Perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis.
b. Pengembangan bahan pembelajaran yang dilandasi dengan penelitian.
4. Agar lebih memantapkan pembelajaran dengan jalan Meningkatkan
kemampuan sumber belajar Penyajian informasi dan bahannya lebih
nyata.
5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu:
a. Mengurangi ketidakseimbangan antara pembelajaran yang bersifat
verbal, abstrak dengan realitas yang sifatnya nyata.
b. Memberikan pengetahuan langsung.
6. Memungkinkan penyajian bahan pembelajaran yang lebih luas, dengan
penyajian informasi yang mampu menembus batas geografis.

Menurut C. Asri Budiningsih (dalam Wati, 2015) mengemukakan


bahwa sumber belajar dapat membantu memecahkan masalah belajar dan
memfasilitasi kegiatan instruksional serta memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan pengalam belajar yang kongkrit dan langsung pada materi
pembelajaran.
123

2. Menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi atau


dilihat secara lansung dan konkrit.
3. Menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas.
4. Memberi informasi yang akurat dan terbaru.
5. Membantu memecahkan masalah pendidikan/pengajaran baik dalam
lingkup makro maupun mikro.
6. Meningkatkan motivasi belajar yang positif.
7. Merangsang untuk berfikir, menganalisis, bersikap dan berkembang lebih
lanjut.

C. Karakteristik Sumber Belajar


Kegiatan belajar mengajar yang berlaku, media pembelajaran dan
sumber belajar mempunyai kesamaan di sisi lain juga memiliki perbedaan.
Adapun penyebab orang memilih media pembelajaran sebagai sumber
belajar adalah untuk memenuhi kebutuhan serta tercapainya suatu tujuan
pembelajaran. Memilih sumber belajar harus mempertimbangkan agar
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dick dan Carey (dalam Wati,
2015) menyebutkan beberapa patokan yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih sumber belajar, yaitu:
1. ketersediaan sumber.
2. menarik dan terampil.
3. ketersediaan dana.
4. keluwesan, kepraktisan dan daya tahan (umur) sumber belajar.
5. efektivitas sumber belajar untuk waktu yang panjang.
Nana Sudjana dan Ahmad Rifai (dalam Wati, 2015) menyebutkan
bahwa memilih sumber belajar didasarkan atas kriteria umum dan kriteria
berdasarkan atas tujuan, secara rinci kriteria pemilihan sumber belajar
tersebut adalah:
1. Kriteria umum
Merupakan dasar memilih berbagai sumber belajar, mencakup ekonomis,
praktis dan sederhana, mudah diperoleh, bersifat fleksibel, komponen-
komponen sesuai dengan tujuan pengajaran.
124

2. Kriteria berdasarkan tujuan, antara lain mencakup sumber belajar untuk


memotivasi, tujuan pengajaran, penelitian, memecahkan masalah dan
presentasi.

D. Macam-macam Sumber Belajar


Agar kita dapat memanfaatkan dengan maksimal yang tersedia di
sekitar kita, oleh karena itu hal yang harus kita lakukan adalah kita harus
mengenali berbagai macam sumber belajar. Adapun yang dimaksud dengan
macam-macam sumber belajar dapat dijelaskan secara rincinya sumber
belajar berikut. Menurut AECT dan Banks dalam Arief S. Sadiman (dalam
Wati, 2015) sumber belajar dibedakan menjadi:
1. Pesan: ajaran/informasi yang disampaikan komponen lain berupa ide,
fakta, ajaran, nilai dan data.
2. Orang: manusia yang berperan sebagai penyimpan, pengolah dan penyaji
pesan.
3. Bahan: perangkat lunak yang mengandung pesan yang disajikan dengan
menggunakan alat tertentu.
4. Alat: perangkat keras yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang
tersimpan di dalamnya.
5. teknik: prosedur/langkah-langkah yang disiapkan untuk menggunakan
alat, bahan, lingkungan dan orang untuk menyampaikan pesan.
6. Lingkungan: ruangan/tempat yang digunakan sebagai tempat proses
belajar mengajar dan dapat memberikan pesan.
Menurut Jarolimek (dalam Wati, 2015). sumber belajar dikelompokkan
menjadi 2 kategori, yaitu: (1) reading material and resources (materi dan
sumber bacaan) dan (2) non reading materials and resources (materi dan
sumber bukan bacaan).
1. Materi Bahan Bacaan (Reading Materials)
a. Buku Teks
Buku adalah sumber belajar serta media yang berisi teks dan berbagai
informasi yang digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran. Buku
125

adalah sebagai jendela kehidupan yang dapat memberikan informasi


yang belum kita ketahui menjadi diketahui.
b. Lembar Kerja siswa (LKS)
Lembar kerja siswa adalah bentuk buku latihan atau pekerjaan rumah
yang berisikan soal-soal yang sesuai dengan materi pembelajaran.
LKS dapat dijadikan sebagai alat evaluasi sekaligus sumber
pembelajaran karena dalam LKS disajikan rangkuman rangkuman
materi. LKS dalam pembelajaran IPA biasanya sering digunakan,
contohnya mempraktekkan tentang perambatan panas,cahaya.
c. Ensiklopedia
Kegunaan ensiklopedia adalah memberikan kemudahan bagi siswa
atau guru untuk mendapatkan informasi mengenai materi atau fakta
dari berbagai topik yang diperlukan dalam persiapan mengajar.
d. Buku Referensi Lain
Buku referensi merupakan buku yang dapat memberikan keterangan
atau topik, peristiwa, serta berbagai data.
e. Internet
Media internet merupakan sebagai sumber belajar melalui media
eletronik. Internet dapat dijadikan sebagai sumber belajar ketika ada
kesulitan dalam mendapatkan bahan ajar. Internet merupakan tempat
dimana kita dapat mempermudah segala kegiatan pembelajaran
dengan memanfaatkan konsep teknologi, kelebihan dari internet itu
sendiri yaitu dapat mempermudah segala hal terutama dalam mencari
berbagai info yang diinginkan.
f. Majalah
Majalah dapat memberikan pengetahuan sekaligus sumber belajar
bagi siswa. Dengan adanya majalah, siswa diharapkan memiliki
kebiasaan membaca dan mempelajari hal-hal yang bersifat umum
sesuai dengan kemampuan mereka.
g. Kliping
126

Kliping merupakan guntingan artikel atau berita yang dimuat


dimajalah dan Koran yang memiliki topik atau informasi yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran.

2. Materi Bukan Bacaan (Non Reading Materials)


Materi bukan bacaan adalah bahan-bahan (materi) yang bukan
mempunyai pengertian yang luas mengacu kepada materi yang
sebagian tergantung pada penglihatan (visual) dan pendengaran
(audio) untuk menjelaskan arti dari penafsiran atau kata-kata yang
tercetak seperti pada buku-buku. Berikut beberapa materi bukan
bacaan yang dapat digunakan dalam pembelajaran.
a. Gambar-gambar, Foto, Ilustrasi
Gambar atau foto adalah media pembelajaran yang umum di
gunakan. Kelebihan media ini bersifat konkret, gambar juga dapat
mengatasi batasan ruang dan waktu. Fungsi materi atau media ini
untuk mendapatkan gambaran yang nyata, menjelaskan ide dan
menunjukkan objek benda yang sesungguhnya, dengan gambar
akan memberikan makna pembelajaran lebih hidup, tepat
dibanding dengan kata-kata. Hal ini akan lebih menarik dan
merangsang kemampuan berpikirnya. Dalam pembelajaran IPA
gambar sering digunakan agar peserta didik dapat melihat secara
kongkrit tentang materi yang di ajarkan oleh guru, gambar tersebut
misalnya gambar tentang jenis-jenis daun.
b. Film
Media film akan membantu proses pembelajaran yang memiliki
daya tarik dan menyenangkan bagi siswa. Film dapat menampilkan
waktu berabad-abad yang lalu atau peristiwa masa lalu dan saat ini
siswa dapat melihatnya secara langsung dan menambahkan
pengetahuan serta pengalaman belajarnya. Film dapat menarik
perhatian anak, film juga dapat merangsan dan memotivasi
kegiatan anak didik. Meskipun demikian film juga memiliki
kelemahan-kelemahan.
127

c. Filmstrips
Filmstrips merupakan rangkaian film statis (tidak bergerak).
Filmstrips umumnya sudah dalam teratur, misalnya
menggambarkan sejarah, perkembangan suatu permukiman. Isi
filmstrips dapat didiskusikan secara bertahap dan dapat
dipertunjukkan secara per strip.
d. Rekaman (recording)
Rekaman atau materi audio ini dapat menampilkan sumber
pembelajaran seperti pidato-pidato asli pemimpin Negara atau
tokoh masyarakat. Contoh pidato yang dapat digunakan adalah
pidato proklamasi Ir. Soekarno, jenis-jenis suara hewan. Rekaman
dapat merangsang pikiran dan memusatkan perhatian anak serta
dapat didengarkan berulang-ulang.
e. Grafik
Grafik adalah representasi dari gejala dalam kehidupan di
masyrakat. Bentuk dari grafik yaitu grafik garis, grafik batang dan
histogram. Grafik berfungsi untuk menggambarkan data kuantitatif
secara teliti, serta dapat menerangkan perbandingan suatu objek
atau peristiwa yang saling berhubungan secara jelas.
f. Kartun
Kartun adalah suatu gambar interpretatif yang menggunakan
simbol-simbol untuk menyampaikan pesan atau sikap terhadap
sesuatu, biasanya anak-anak usia sekolah dasar sangat senang
dengan kartun. Kartun hanya memuat pesan yang harus
disampaikan dan dituangkan dalam gambar sederhana dan tidak
rinci
g. Poster
Poster umumnya bersifat simbolik, dirancang untuk memberi pesan
dengan ringkas. Media ini digunakan untuk memulai,
mengembangkan dan menyimpulkan suatu bahasan tertentu.
h. Papan Buletin
128

Papan buletin adalah alat yang sesuai untuk memamerkan gagasan


gagasan tertentu sesuai dengan topik materi. Menurut Basuki
Wibawa dan Farida Mukti (dalam Wati, 2015) adapun tujuan
penggunaan papan buletin yaitu :
1) Untuk memberi rangsangan pada kondisi kelas hingga
menarik.
2) Menciptakan kesiapan terutama untuk unit kerja yang baru.
3) Memberikan jalan keluar bagi siswa berbakat.
4) Membangkitkan semangat dan moral kelas, dan
5) Mengembangkan rasa memiliki dan tanggung jawab diantara
sesama siswa.
i. Karyawisata (field trip)
Karyawisata merupakan sebagai alat dan sumber belajar dapat
dilakukan dengan mengunjungi kantor pemerintahan, mengunjugi
kebun binatang atau taman. Oleh karena itu siswa dapat melihat
langsung jenis-jenis hewan dan jenis-jenis bunga.
j. Museum
Museum adalah tempat penyimpanan barang-barang yang memiliki
nilai sejarah yang diabadikan dalam tempat tertentu untuk dapat
dilihat oleh masyarakat yang akan datang. Museum memiliki arti
penting sebagai sumber belajar karena dalam museum memiliki
nilai informasi yang sangat tinggi. Biasanya dalam pembelajaran
IPA museum dapat dimanfaatkan untuk meilihat-lihat contoh
patung, misalnya patung hewan langka.
k. Lingkungan Alam
Lingkungan alam atau lingkungan fisik yang mencangkup aspek
alamiah seperti air, tanah, udara, matahari, flora, fauna dan
sebagainya. Pemanfaatan lingkungan fisik (alam) sebagai sumber
belajar dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi
siswa, serta mencari hubungan fakta-fakta yang ada di lingkungan
fisiknya, melalui lingkungan alam siswa dapat diajarkan cara-cara
melestarikan dan menjaga linkungannya. Oleh karena itu siswa
129

tidak hanya mendapatkan pembelajaran di buku saja melainkan


mereka dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannnya.
l. Sumber Masyarakat (community Resources)
Manusia sebagai individu, masyarakat, dan warga Negara beserta
lingkungan kehidupannya merupakan sumber belajar yang baik.
Selain itu masyarakat juga berfungsi sebagai upaya sosialisasi dini
siswa pada masyarakat sekaligus sebagai laboratorium pendidikan.
Sumber belajar ini dapat dimanfaatkan ketika materi ajar
membutuhkan tokoh-tokoh tertentu untuk mrnjelaskan materi yang
akan di bahas.
130

Rangkuman
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim kepada penerima untuk menyampaikan
materi yang yang diajarkan serta sarana komunikasi dari guru kepada siswa
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat yang
menjurus kearah terjadinya proses belajar dengan tujuan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Beberapa tinjauan tentang landasan penggunaan media
pembelajaran, antara lain landasan filosofis, psikologis, teknologis, dan
empiris. tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan
dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak
mampu (kurang efisien) melakukannya yaitu ciri fiksatif, ciri manipulatif dan
ciri distributif. Media pembelajaran mempunyai empat fungsi khususnya
media visual, yaitu Fungsi atensi, Fungsi afektif, Fungsi kognitif, Fungsi
kompensatoris. Salah satu manfaat pengguanaan media pembelajaran dalam
adalah Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
Alat peraga adalah saluran komunikasi atau perantara yang digunakan untuk
membawa atau menyampaikan suatu pesan guna mencapai tujuan pengajaran
. Alat peraga merupakan alat bantu atau penunjang yang digunakan oleh guru
untuk menunjang proses belajar mengajar. Fungsi utama dari alat peraga
adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep, agar siswa mampu
menangkap arti sebenarnya konsep tersebut. Tahan lama merupakan salah
satu karakteristik yang hendaknya dimiliki oleh alat peraga yang akan
digunakan. Alat peraga dapat dibagi menjadi dua macam yaitu alat peraga
jadi dan alat peraga buatan sendiri.
Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan
materi pembelajaran, metode, batasan-baatsan dan cara mengevaluasi yang
didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan. Manfaat utama dengan adanya bahan pembelajaran yang disusun
bagi penyelenggaraan peoses belajar dan pembelajaran ialah. Jika diberikan
kepada peserta didik sebelum proses belajar dan pembelajaran berlangsung
maka peserta didik dapat mempelajarinya terlebih dahulu. Berdasarkan pada
131

sudut pandang yang dipegunakan untuk melihat bahan pembelajaran yang


dipegunakan dalam proses belajar dan pembelajaran maka bahan
pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu; menurut
karakteristik materinya dan menurut cara pengorganisasiannya.
sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dijadikan sebagai sumber
informasi yang disajikan berbagai bentuk yang tidak terbatas dan bertujuan
untuk membantu manusia pada saat proses belajar serta mendukung proses
dan pencapaian tujuan pembelajaran, serta dapat membangkitkan motivasi
dan minat belajar siswa. Penyediaan sumber belajar cukup menunjang
terhadap pelaksanaan pembelajaran, berfungsi sebagai perantara untuk
menyampaikan bahan-bahan sehingga memudahkan pencapaian tujuan
pembelajaran.
132

DAFTAR PUSTAKA

Amboro, P. (2013, 05 17). Pengertian Tujuan dan Manfaat Alat Peraga. dikutip dalam
https://panjiamboro.wordpress.com/2013/05/17/pengertian-tujuan-dan manfaat-
alat-peraga/ pada 27 Maret 2018 pukul 19.15 WIB
arfors. (2016, 02). Alat peraga dan media pembelajaran. dikutip dalam
arfors.blogspot.com/2016/02/alat-peraga-dan-media-pembelajaran.html?m=1
pada 27 Maret 2018 pukul 19.30 WIB
Arsyad, A. (2007). Media Pembelajaran (hal. 3). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Daryanto. (2010). Media Pembelajaran. Bandung: Satu Nusa.
kumala, F. N. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah IPA SD Berbasis
Karakter.
Mimilyna. (2011, 10). Perbedaan Media Pembelajaran Dan Alat Peraga. dikutip dalam
mimilyna.blogspot.co.id/2012/10/perbedaan-media-pembelajaran-dan-
alat.html?m=1 pada 27 Maret 2018 pukul 20.00 WIB
Rahayu, S. (2016, 3 11). Pengertian dan Karakteristik Bahan Ajar. Pengertian dan
Karakteristik Bahan Ajar.
Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media.
Sukiman. (2012). Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta : Pedagogia.
Sutanto, H. (2013, 06 28). Alat Peraga. Alat Peraga. dikutip dalam
https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/06/28/alat-peraga/
Wati, S. N. (2015). Pemanfaatan Sumber Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas Tiga
Sekolah Dasar Negeri Jarakan Sewon Bantul Yogyakarta. Pemanfaatan Sumber
Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas Tiga Sekolah Dasar Negeri Jarakan
Sewon Bantul Yogyakarta.
133

BAB 6
LEMBAR KERJA SISWA

6.1 Pengertian Lembar Kerja Siswa


Lembar Kerja Siswa adalah sumber belajar penunjang yang dapat
meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi yang harus mereka kuasai
menurut Senam (dalam Busrial, 2014). LKS merupakan alat bantu untuk
menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran menurut Sriyono, 1992 (dalam Busrial, 2014). Melalui LKS ini
akan memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan
mengefektifkan waktu, serta akan menimbulkan interaksi antara guru dengan
siswa dalam proses pembelajaran. Tugas-tugas sebuah lembar kegiatan tidak
akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secara baik apabila tidak dilengkapi
dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan materi tugasnya
(Madjid, 2007). Dengan demikian, Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah
lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik.
LKS biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu
tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kerja harus jelas
kompetensi dasar yang akan dicapainya. LKS dapat digunakan untuk mata
pelajaran apa saja.
Dalam proses belajar mengajar, LKS sering dimanfaatkan sebagai buku
latihan siswa (dalam Busrial, 2014 ), yang didalamnya memuat:
A. Ringkasan Materi
Dengan adanya ringkasan materi ini, siswa akan lebih mudah memahami
materi
B. Soal-soal latihan
Bentuk-bentuk soal latihan yang dimuat dalam lembar kerja siswa
umumnya berisi:
1. Soal-soal subyektif (uraian)
Soal-soal subyektif disebut juga soal uraian yang memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk memilih dan menentukan
134

jawaban. Kebebasan ini berakibat data jawaban bervariasi, sehingga


tingkat kebenaran dan tingkat kesalahan juga menjadi variasi, hal inilah
yang mengundang subyektivitas penilai ikut berperan menentukan
(Thoha, 1994).
Beberapa kelebihan soal bentuk subyektif ini diantaranya:
a. Peserta didik dapat menorganisasikan jawaban dengan fikiran sendiri
b. Dapat menghindarkan sifat tertekan dalam menjawab soal
c. Melatih peserta didik untuk memilih fakta relevan dengan persoalan,
serta mengorganisasikannya sehingga dapat diungkapkan menjadi
satu hasil pemikiran terintegrasi secara utuh.
d. Jawaban yang diberikan diungkapkan dalam kata-kata dan kalimat
yang disusun sendiri, sehingga melatih untuk menyusun kalimat
dengan bahasa yang baik, benar dan cepat.
e. Soal bentuk uraian tepat untuk mengukur kemampuan analitik,
sintetik dan evaluative.

Sedangkan kelemahan soal bentuk ini antara lain:


a. Membutuhkan waktu banyak untuk memeriksa hasilnya
b. Pemberian skor jawaban kadang-kadang tidak konsisten sebab ada
faktor- faktor lain yang berpengaruh, seperti tulisan, peserta didik,
kelelahan penilaian, situasi, dll.
c. Variasi jawaban terlalu banyak dan tingkat kebenarannya menjadi
bertingkat-tingkat, sehingga dalam menetukan kriteria benar-salah
menjadi agak kabur.

2. Soal-soal obyektif (Fixed response item)


Pada tipe ini, butir-butir soal yang diberikan kepada peserta didik
disertai dengan alternatif jawaban, sehingga peserta didik tinggal
memilih satu diantara alternatif jawaban yang tersedia. Jawaban
tersebut hanya ada satu yang paling benar atau yang paling benar,
sedangkan yang lainnya salah (Thoha, 1994). Soal bentuk obyektif ini
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
135

a. Peserta didik menampilkan keseragaman data, baik bagi yang


menjawab benar, maupun yang menjawab salah.
b. Subyektivitas pendidik rendah.
c. Memudahkan pendidik dalam memberikan penilaian.
d. Tidak membutuhkan waktu yang lama dalam mengoreksi
Sedangkan kelemahannya, diantaranya:
a. Memberikan kemungkinan adanya siswa menebak jawaban.
b. Membutuhkan waktu yang lama dalam penyusunnya, karena harus
membuat alternatif jawabannya.

Menurut Azhar (dalam Pranata, 2014) , ada dua macam LKS yang
dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah.
1. LKS Tak Berstruktur
Lembar kerja siswa tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana
untuk materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang
dipakai untuk menyampaikan pelajaran. LKS merupakan alat bantu
mengajar yang dapat dipakai untuk mempercepat pembelajaran,
memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk,
tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.
Contoh:
a. Lembaran yang memuat suatu kelompok data dan sajiannya berupa
grafik yang dikutip dari media masa dan dapat dimanfaatkan guru
dalam membahas materi yang relevan dalam statistik.
b. Lembaran berupa kertas bertitik, kertas berpetak atau kertas
milimeter.

2. LKS Berstruktur
Lembar kerja siswa berstruktur memuat informasi, contoh dan
tugas-tugas. LKS ini dirancang untuk membimbing peserta didik
dalam satu program kerja atau mata pelajaran, dengan sedikit atau
sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk mencapai sasaran
136

pembelajaran. Pada LKS telah disusun petunjuk dan pengarahannya,


LKS ini tidak dapat menggantikan peran guru dalam kelas.
LKS yang baik harus memenuhi persyaratan konstruksi dan
didaktik. Persyaratan konstruksi tersebut meliputi syarat-syarat yang
berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata,
tingkat kesukaran dan kejelasan yang pada hakekatnya haruslah tepat
guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak pengguna LKS yaitu
peserta didik sedangkan syarat didaktif artinya bahwa LKS tersebut
haruslah memenuhi asas-asas yang efektif. Lembar kerja dapat
digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa untuk mandiri,
percaya diri, disiplin, bertanggung jawab dan dapat mengambil
keputusan. LKS dalam kegiatan pembelajaran dapat dimanfaatkan pada
tahap penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap
penemuan konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep).
Menurut Dewiana (dalam Pranata, 2014), LKS dapat digunakan
dalam penyajian mata pelajaran secara eksperimen maupun non-
eksperimen, sehingga berdasarkan penggunaan metode dikenal dua
jenis LKS, yaitu LKS eksperimen yang dijadikan pedoman dalam
melaksanakan kegiatan eksperimen, dan LKS non-eksperimen yang
dijadikan pedoman dalam memahami konsep atau prinsip tanpa
eksperimen. Kedua macam LKS tersebut dapat mengembangkan
keterampilan proses sains siswa.
137

6.2 Ciri-ciri Lembar Kerja Siswa


Menurut Pranata (2014), adapun ciri-ciri LKS adalah sebagai berikut :
a. LKS terdiri dari beberapa halaman, tidak sampai seratus halaman.
b. LKS dicetak sebagai bahan ajar yang spesifik untuk dipergunakan oleh
satuan tingkat pendidikan tertentu
c. Didalamnya terdiri uraian singkat tentang pokok bahasan secara umum,
rangkuman pokok bahasan, puluhan soal-soal pilihan ganda dan soal-soal
isian (Azhar, 1993).
d. LKS memiliki soal-soal yang harus dikerjakan siswa, dan kegiatan-
kegiatan seperti percobaan atau terjun ke lapangan yang harus siswa
lakukan.
e. Merupakan bahan ajar cetak.
f. Materi yang disajikan merupakan rangkuman yang tidak terlalu luas
pembahasannya tetapi sudah mencakup apa yang akan dikerjakan atau
dilakukan oleh peserta didik.
g. Memiliki komponen-komponen seperti kata pengantar, pendahuluan,
daftar , dan lain-lain.

6.3 Manfaat Lembar Kerja Siswa


LKS memiliki beberapa manfaat dalam pembelajaran diantaranya
mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, membantu siswa dalam
mengembangkan konsep, melatih siswa untuk menemukan dan
mengembangkan proses belajar mengajar, sebagai alat bantu guru dan siswa
dalam melaksanakan proses belajar mengajar, membantu siswa untuk
menambah info tentang konsep, membantu siswa memperoleh catatan materi
yang dipelajari dalam melakukan kegiatan pembelajaran, membantu guru
dalam menyusun perangkat pembelajaran, oleh karena itu pembelajaran di
sekolah juga perlu pengembangan perangkat pembelajaran, salah satunya
LKS yang dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dan pedoman
138

pembelajaran, supaya siswa dapat ikut berperan aktif dalam kegiatan belajar
mengajar (dalam Yunitasari, 2013).
Peran LKS sangat besar dalam proses pembelajaran karena dapat
meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar dan penggunaannya dalam
pembelajaran dapat membantu guru untuk mengarahkan siswanya
menemukan konsep-konsep melalui aktifitasnya sendiri. Disamping itu LKS
juga dapat mengembangkan ketrampilan proses, meningkatkan aktifitas siswa
dan dapat mengoptimalkan hasil belajar.
1. Manfaat lembar kerja siswa secara umum menurut Sungkono (2009)
adalah sebagai berikut :
a. Membantu guru dalam menyusun rencana pembelajaran
b. Mengaktifkan peserta didik dalam proses belajar mengajar
c. Sebagai pedoman guru dan peserta didik untuk menambah informasi
tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistimatis
d. Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang akan
dipelajari melalui kegiatan belajar
e. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep
yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
f. Melatih peserta didik untuk menemukan dan mengembangka
keterampilan proses, dan
g. Mengaktifkan peserta didik dalam mengembangkan konsep

2. Manfaat lembar kerja siswa secara khusus menurut Sungkono (2009)


adalah sebagai berikut :
a. Untuk tujuan latihan
Siswa diberikan serangkaian tugas/aktivitas latihan. Lembar kerja
seperti ini sering digunakan untuk memotivasi siswa ketika sedang
melakukan tugas latihan.
b. Untuk menerangkan penerapan (aplikasi)
Siswa dibimbing untuk menuju suatu metode penyelesaian soal dengan
kerangka penyelesaian dari serangkaian soal-soal tertentu. Hal ini
bermanfaat ketika kita menerangkan penyelesaian soal aplikasi yang
139

memerlukan banyak langkah. Lembaran kerja ini dapat digunakan


sebagai pilihan lain dari metode tanya jawab, dimana siswa dapat
memeriksa sendiri jawaban pertanyaan itu.
c. Untuk kegiatan penelitian
Siswa ditugaskan untuk mengumpulkan data tertentu, kemudian
menganalisis data tersebut. Misalnya dalam penelitian statistika.
d. Untuk penemuan
Dalam lembaran kerja ini siswa dibimbing untuk menyelidiki suatu
keadaan tertentu, agar menemukan pola dari situasi itu dan kemudian
menggunakan bentuk umum untuk membuat suatu perkiraan. Hasilnya
dapat diperiksa dengan observasi dari contoh yang sederhana.
e. Untuk penelitian hal yang bersifat terbuka
Penggunaan lembaran kerja siswa ini mengikutsertakan sejumlah siswa
dalam penelitian dalam suatu bidang tertentu.

Mengajar dengan menggunakan LKS ternyata semakin populer


terutama pada masa dekade terakhir ini. Manfaat yang diperoleh dengan
menggunakan LKS menurut Darmodjo dan Kaligis (1992) antara lain :
a. Memudahkan guru dalam mengelola proses belajar, misalnya mengubah
kondisi belajar dari suasana “guru sentris” menjadi “siswa sentris”.
b. Membantu guru mengarahkan siswanya untuk dapat menemukan konsep-
konsep melalui aktivitasnya sendiri atau dalam kelompok kerja.
c. Dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses,
mengembangkan sikap ilmiah serta membangkitkan minat siswa terhadap
alam sekitarnya.
d. Memudahkan guru memantau keberhasilan siswa untuk mencapai sasaran
belajar.

Penggunaan media LKS ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam


proses pembelajaran, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Arsyad, 2005
(dalam Yunitasari, 2013) antara lain yaitu :
140

a. Memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga proses belajar


semakin lancar dan dapat meningkatkan hasil belajar.
b. Meningkatkan motivasi siswa dengan mengarahkan perhatian siswa,
sehingga memungkinkan siswa belajar sendiri sesuai dengan kemampuan
dan minatnya. Penggunaan media dapat mengatasi keterbatasan indera,
ruang, dan waktu.
c. Siswa akan mendapatkan pengalaman yang sama mengenai suatu peristiwa
dan memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan lingkungan
sekitar.

6.4 Fungsi Lembar Kerja Siswa


Fungsi Lembar kerja siswa ( LKS ) dalam proses belajar mengajar ada
dua sudut pandang (dalam Iierr, 2012) yaitu :
a. Dari sudut pandang peserta didik, fungsi LKS sebagai sarana belajar baik
di kelas, di ruang praktek, maupun di luar kelas. Sehingga siswa
berpeluang besar untuk mengambangkan kemampuan, menerapkan
pengetahuan, melatih ketrampilan, memproses sendiri dengan bimbingan
guru untuk mendapat perolehannya.
b. Dari sudut pandang guru, melalui lembar kerja siswa dalam
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sudah menerapkan metode
membelajarkan siswa, dengan kadar keaktifan peserta didik yang tinggi.
LKS merupana salah satu dari sekian banyak media yang digunakan dalam
proses belajar mengajar di sekolah. Dalam pengajaran mata pelajaran,
media LKS banyak digunakan untuk memancing aktivitas belajar siswa.
Karena dengan LKS siswa akan merasa diberi tanggung jawab moril untuk
menyelesaikan suatu tugas dan merasa harus mengerjakannya, terlebih lagi
apabila guru memberikan perhatian penuh terhadap hasil pekerjaan siswa
dalam LKS tersebut. Guru tidak memberi jawaban akan tetapi siswa
diharapkan dapat menyelesaikan dan memecahkan masalah yang ada
dalam LKS tersebut dengan bimbingan atau petunjuk dari guru.
141

Adapun fungsi lembar kerja siswa (dalam Pranata, 2014) sebagai berikut:
a. Bagi siswa LKS berfungsi untuk memudahkan pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran yang didapat.
b. Bagi guru LKS berfungsi untuk menuntun siswa akan berbagai kegiatan
yang perlu diberikannya serta mempertimbangkan proses berfikir yang
bagaimana yang akan ditumbuhkan pada diri siswa.

Selain itu dengan adanya LKS siswa tidak perlu mencatat atau membuat
ikhtisar atau resume pada buku catatannya lagi, sebab dalam tiap LKS
biasanya sudah terdapat ringkasan seluruh materi pelajaran. Berdasarkan
fungsi lembar kerja di atas, maka guru sebagai pengelola proses belajar,
kedudukannya tidak dapat digantikan oleh adanya lembar kerja. Karena
keberadaan lembar kerja siswa ini adalah hanya membantu kemudahan dan
kelancaran aktivitas pada saat proses belajar mengajar serta interaksi antara
guru dan murid. Sehingga tujuan utama proses belajar dapat tercapai atau
berhasil (Azhar, 1993).

Menurut Sudjana (dalam Djamarah, 2000), fungsi LKS adalah :


a. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang
efektif.
b. Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih
menarik perhatian siswa.
c. Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam
menangkap pengertian pengertian yang diberikan guru.
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran.
e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada siswa.
f. Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang
dicapai siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.
Menurut Prianto, 1997 (dalam Pranata, 2014), fungsi LKS antara lain:
a. Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar.
b. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.
142

c. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar


mengajar.
d. Membantu guru dalam menyusun pelajaran.
e. Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
f. Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajarai
melalui kegiatan belajar.
g. Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang
dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.

6.5 Persyaratan Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)


Menyusun sebuah LKS seringkali menjadi hal yang rumit bagi sebagian
orang. Hal yang paling sering ditemui adalah LKS yang disusun bukanlah
LKS yang bertujuan untuk memudahkan atau mengkonstruk pemahaman,
akan tetapi lebih kepada kumpulan latihan soal. Keberadaan LKS memberi
pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar mengajar sehingga
penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan. Kriteria lembar kerja
siswa (LKS) yang baik menurut Darmodjo (1992) dalam penulisan LKS
harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Syarat didaktik
Syarat didaktik berhubungan dengan asas-asas pembelajaran efektif, yaitu:
a) Memperhatikan adanya perbedaan individu sehingga dapat digunakan
oleh seluruh siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda. LKS
dapat digunakan oleh siswa lamban, sedang maupun pandai. Kekeliruan
yang umum adalah kelas yang dianggap homogen.
b) Menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga
berfungsi sebagai penunjuk bagi siswa untuk mencari informasi bukan
alat pemberitahu informasi.
c) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa
sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menulis,
bereksperimen, praktikum, dan lain sebagainya.
143

d) Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan


estetika pada diri anak, sehingga tidak hanya ditunjukkan untuk
mengenal fakta-fakta dan konsep-konsep akademis maupun juga
kemampuan sosial dan psikologis.Menentukan pengalaman belajar
dengan tujuan pengembangan pribadi siswa bukan materi pelajaran.

2. Syarat konstruksi
Syarat konstruksi adalah syarat- syarat yang berkenaan dengan
penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan
kejelasan dalam LKS. Adapun syarat-syarat konstruksi tersebut, yaitu:
a) LKS menggunakan bahasa yang sesuai tingkat kedewasaan anak.
b) LKS menggunakan struktur kalimat yang jelas.
c) LKS Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat
kemampuan siswa, artinya dalam hal-hal yang sederhana menuju hal
yang lebih kompleks.
d) LKS menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka.
e) LKS mengacu pada buku standar dalam kemampuan keterbatasan
siswa.
f) LKS menyediakan ruang yang cukup untuk memberi keluasan pada
siswa untuk menulis maupun menggambarkan hal-hal yang siswa ingin
sampaikan.
g) LKS menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek.
h) LKS menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata.
i) LKS dapat digunakan untuk anak-anak baik yang lamban maupun yang
cepat.
j) LKS memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari itu sebagai
sumber motivasi. LKS mempunyai identitas untuk memudahkan
administrasinya.
144

3. Syarat teknik
Syarat teknis berkaitan dengan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan,
gambar danpenampilan.
a) Tulisan
Tulisan dalam LKS diharapkan memperhatikan hal-hal berikut:
1. LKS menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin
atau romawi.
2. LKS menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik.
LKS menggunakan minimal 10 kata dalam 10 baris.
3. LKS menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah
dengan jawabansiswa.
4. LKS menggunakan memperbandingkan antara huruf dan gambar
dengan serasi.
b) Gambar
Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat
menyampaikan pesan atau isi dari gambar tersebut secara efektif kepada
pengguna LKS
c) Penampilan
Aspek penampilan sangat penting dalam LKS. Siswa pada awalnya
akan tertarik pada penampilan bukan pada isinya. Oleh karena itu, LKS
harus dibuat menarik agar siswa termotivasi untuk menggunakan LKS.

6.6 Kriteria Kelayakan Lembar Kerja Siswa


Agar LKS dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi maka setelah
penyusunan LKS dilakukan, hendaknya dilanjutkan dengan pengeditan yang
memenuhi standar atau kriteria validitas LKS. Menurut Ulum (2016) lembar
kerja siswa harus memiliki kriteria yang berhubungan dengan materi, bahasa,
penyajian dan penunjang inovasi serta peningkatan mutu proses
pembelajaran.
145

a. Materi
Materi dalam LKS harus meliputi:
1. kebenaran konten (fakta, konsep, prinsip, dan proses ilmiah)
2. kemutakhiran konten
3. memperhatikan keterkaitan sains, teknologi, dan masyarakat
4. sistematis, sesuai dengan keilmuan.
b. Bahasa
Kualitas suatu LKS dapat dilihat dari bahasa dan cara penulisan. Berikut
adalah kriteria bahasa yang digunakan dalam LKS :
1. bahasa yang digunakan sesuai dengan usia siswa
2. menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar
3. istilah yang digunakan mudah dipahami
4. menggunakan istilah dan simbol secara kontinyu.
c. Cara penyajian
Sementara itu kriteria cara penyajian LKS juga memiliki kriteria, yaitu :
1. membangkitkan motivasi, minat dan rasa ingin tahu siswa
2. sesuai dengan taraf berpikir siswa dan kemampuan membca siswa
3. mendorong siswa terlihat aktif dalam pembalajaran
4. menarik dan menyenangkan.
d. Penunjang inovasi dan peningkatan mutu proses pembelajaran
Adapun penunjang inovasi dan peningkatan mutu proses pembelajaran
meliputi:
1. kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku
2. menekankan pada penerapan-penerapan dunia nyata
3. menunjang terlaksananya proses pembelajaran yang lebih diwarnai
student centered dari pada teacher centered
4. memberikan kemudahan dalam menggembangkan di dalam
keterampilan proses
5. menunjang terlaksananya proses pembelajaran yang lebih diwarnai oleh
belajar mengetahui, belajar melakukan, belajar diri sendiri, dan belajar
hidup dalam kebersamaan
6. menunjang terlaksananya proses pembelajaran yang bervariasi
146

7. memberikan kemudahan dalam melaksanakan penilaian yang


menyeluruh dan berkelanjutan (peneliti berbasis kelas)
8. mampu mengundang keingintahuan siswa lebih lanjut.

6.7 Merancang Lembar Kerja Siswa Dalam Pembelajaran IPA SD


Dasar dalam membelajarkan siswa SD dalam pelajaran IPA adalah
melalui pendekatan konstruktivisme. Dalam pendekatan konstruktivisme
siswa diajak untuk menemukan sendiri pengetahuan atau konsep yang ingin
diketahui. Agar siswa secara aktif dapat membangun pengetahuannya sendiri,
guru hendaknya menyediakan segala sesuatu seperti alat, media, dan bahan
yang dapat mengaktifkan dan memudahkan siswa dalam melakukan
eksplorasi.
Salah satu media yang dapat membimbing atau memandu siswa secara
aktif untuk menemukan informasi adalah lembar kerja siswa (LKS). LKS
berisi tuntunan bagi siswa cara membangun pengetahuannya tanpa
menggantungkan sepenuhnya kepada guru. Guru hanya terlibat dalam
eksplorasi bilamana diperlukan seperti kurang jelasnya pedoman pada LKS
atau bila ada pertanyaan yang kurang dipahami oleh siswa. Jadi LKS bukan
berisi lembar kerja yang berisi pertanyaan-pertanyaan dengan memindahkan
isi buku pada LKS. LKS yang baik dapat digunakan oleh siswa yang kurang
dalam kemampuan akademis juga siswa yang kemampuan akademisnya
tinggi karena berisi anak-anak yang heterogen dalam kemampuan akademis.
LKS adalah suatu cara bagi guru untuk berkomunikasi dengan siswa
secara aktif. Oleh karena itu LKS yang dapat menunjang komunikasi dengan
siswa SD haruslah sederhana. Dalam LKS guru perlu menggunakan kalimat-
kalimat yang tidak terlalu panjang, tidak rumit, dengan kata-kata sederhana
yang mudah dipahami oleh siswa. Bila perlu sertakan gambar pada petunjuk
atau alat dan bahan yang akan digunakan. Terutama LKS yang akan
diperuntukan untuk kelas 1 dan 2. Bagi siswa kelas 3 hingga kelas 6 yang
sudah terampil baca, gambar dapat meningkatkan motivasi siswa untuk
melakukan eksplorasi.
147

Dalam satu kelas sering dijumpai siswa yang belum pandai membaca.
Bagi kelas yang dimikian, kelompokkanlah siswa ini dengan siswa yang
sudah terampil membaca, atau bila LKS dikerjakan secara individual, maka
pasangkanlah dengan teman yang terampil membaca. Siswa yang terampil
membaca akan sangat membantu baik bagi siswa yang belum terampil
membaca dengan menjadi satu kelompok, kemudian guru membantu
membaca aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa dalam kelompok
tersebut, sehingga tidak mengganggu siswa yang sudah terampil membaca.
Umumnya siswa SD tidak terlalu suka untuk mengisi LKS yang
menuntut siswa untuk menjawab dalam bentuk uraian atau jawaban yang
sebanyak-banyaknya, apalagi bila pelajaran dimulai setelah mempelajari
beberapa mata pelajaran sebelumnya. Anak-anak mudah bosan dan merasa
lelah bila dalam setiap mata pelajaran dituntut untuk menulis. Bila keadaan
ini terjadi di ruangan kelas anda, sebaiknya data hasil pengamatan
dimasukkan dalam tabel data yang meminta siswa memberi tanda centang
pada yang benar dan tanda silang pada bagian tabel yang kosong. Pemberian
tanda silang pada bagian yang kosong dimaksudkan agar bagian ini tidak diisi
lagi oleh siswa, karena kadang-kadang siswa SD kurang teliti. LKS dapat
juga berisi perintah untuk menggambar.
Pertanyaan yang diajukan di LKS sebaiknya adalah pertanyaan satu
kalimat saja, serta tersedianya tempat untuk mengisi jawaban disebelah
pertanyaan tersebut. Siswa dikelas rendah atau tinggi yang tidak pernah
bekerja dengan menggunakan LKS, biasanya mengalami kesulitan dalam
menarik kesimpulan dari hasil percobaan atau pengamatannya. Untuk itu guru
perlu melatih siswa untuk menarik kesimpulan atau dapat juga dibimbing
melalui kalimat dalam kesimpulan.

Menurut Widodo, (2010) langkah-langkah dalam membuat LKS adalah


1) Analisis terlebih dahulu kurikulum yang sedang berlaku.
2) Analisislah standar kompetensi dan kompetensi dasar, kemudian buatlah
indikator pembelajaran yang diharapkan akan dimiliki siswa setelah
pembelajaran usai.
148

3) Tuliskan judul atau sub konsep yang akan dipelajari pada siswa. Tuliskan
juga tujuan aktivitas yang akan dilakukan. Cantumkan alat dan bahan yang
diperlukan beserta jumlahnya.
4) Tuliskan langkah-langkah kerja yang harus dilakukan siswa secara jelas.
5) Mintalah siswa memasukkan data yang diperoleh pada tabel yang tersedia.
Dapat pula data itu berupa gambar.
6) Setelah pengisian data selesai, buatlah beberapa pertanyaan yang
berhubungan dengan data yang diperoleh. Jawaban pertanyaan itu
sebaiknya berupa kalimat yang pendek atau hanya berupa kata saja.
7) Hal terakhir yang harus ditulis oleh siswa adalah menarik kesimpulan dari
hasil eksplorasi. Dalam menarik kesimpulan bisa dituntun dengan kata-
kata atau siswa menarik kesimpulan sendiri.

LKS yang telah selesai dikerjakan oleh siswa secara berkelompok


dipersentasikan didepan kelas perkelompok atau sendiri untuk didiskusikan
secara klasikal dan untuk menyamakan persepsi. Guru dapat meluruskan
jawaban siswa atau pertanyaan siswa tetapi tidak menjelaskan konsep kepada
kelas. Siswa tetap yang harus menarik kesimpulan, yang kemudian dituliskan
oleh guru pada papan tulis sebagai catatan siswa.
Menurut Ulum, (2016) berikut adalah langkah-langkah yang harus
diperhatikan dalam menyiapkan lembar kegiatan siswa:
149

a. Analisis kurikulum
Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana
yang memerlukan bahan ajar LKS. Biasanya dalam menentukan materi
dianalisis dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar dari
materi yang akan diajarkan, kemudian kompetesi yang harus dimiliki oleh
siswa.
b. Menyusun peta kebutuhan LKS
Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang
harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKS-nya juga dapat dilihat. Sekuens
LKS ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali
dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.
c. Menentukan judul-judul LKS
Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi pokok atau
pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat
dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu besar,
sedangkan besarnya KD dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila
diuraikan ke dalam materi pokok (MP) mendapatkan maksimal 4 MP,
150

maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Namun
apabila diuraikan menjadi lebih dari 4 MP, maka perlu dipikirkan kembali
apakah perlu dipecah misalnya menjadi 2 judul LKS.
d. Penulisan LKS
Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebaga berikut:
1) Perumusan KD yang harus dikuasai
Rumusan KD pada suatu LKS langsung diturunkan dari dokumen Sandar
Isi.
2) Menentukan alat Penilaian
Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta
didik. Karena pendekatan pembelajar-an yang digunakan adalah
kompetensi, dimana penilaiannya didasarkan pada penguasaan kompeten-
si, maka alat penilaian yang cocok adalah menggunakan pendekatan
Panilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced Assesment.
Dengan demikian guru dapat menilainya melalui proses dan hasil kerjanya.
3) Penyusunan Materi
Materi LKS sangat tergantung pada KD yang akan dicapai. Materi LKS
dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang
lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai
sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian. Agar
pemahaman siswa terhadap materi lebih kuat, maka dapat saja dalam LKS
ditunjukkan referensi yang digunakan agar siswa membaca lebih jauh
tentang materi itu. Tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi
pertanyaan dari siswa tentang hal-hal yang seharusnya siswa dapat
melakukannya, misalnya tentang tugas diskusi. Judul diskusi diberikan
secara jelas dan didiskusikan dengan siapa, berapa orang dalam kelompok
diskusi dan berapa lama.
4) Struktur LKS
Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:
a) Judul
b) Petunjuk belajar (Petunjuk siswa)
c) Kompetensi yang akan dicapai
151

d) Informasi pendukung
e) Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja
f) Penilaian

Menurut Suyanto (2006) mengatakan komponen LKS adalah sebagai berikut:


1. Nomor LKS
Nomor Lembar Kerja Siswa ( LKS) hal ini dimaksudkan untuk mempermu
dah
guru mengenal dan menggunakannya. Misalnya untuk kelas 1, KD 1 dan
Kegiatan
1, nomor LKSnya adalah LKS 1.1.1 Dengan nomor tersebut guru,
langsung tahu kelas, KD, dan kegiatannya.
2. Judul Kegiatan
Judul kegiatan berisi topik kegiatan sesuai dengan KD, seperti perubahan
wujud benda.
3. Tujuan
Tujuan adalah tujuan belajar sesuai dengan Kompetensi Dasar ( KD).
4. Alat dan Bahan
Jika kegiatan belajar memerlukan alat dan bahan, maka dituliskan alat dan
bahan yang diperlukan.
5. Prosedur Kerja
Prosedur kerja berisi petunjuk kerja untuk siswa yang berfungsi
mempermudah siswa melakukan kegiatan belajar.
6. Tabel Data
Tabel data berisi tabel di mana siswa dapat mencatat hasil pengamatan ata
u
pengukuran. Untuk kegiatan yang tidak memerlukan data, maka bisa digan
ti dengan kotak kosong di mana siswa dapat menulis, menggambar, atau
berhitung.
7. Bahan Diskusi
Bahan diskusi berisi beberapapertanyaan yang menuntun siswa melakukan
analisis data dan melakukan konseptualisasi. Untuk beberapa mata pelajara
152

n,seperti bahasa, bahan diskusi bisa berupa pertanyaanpertanyaan yang ber


sifatreflek

a. Contoh I
Berikut ini merupakan contoh cara membuat LKS untuk kelas IV SD,
semester 2 pada materi pelajaran Energi dan Perubahannya pada
kurikulum KTSP 2006. (Kumala 2015)

Lembar Kerja Siswa

Materi : Energi dan Perubahannya


Standar Kompetensi :
7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/ atau bentuk suatu benda.
Kompetensi Dasar :
7.1. Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan)
dapat mengubah gerak suatu benda
Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas buatlah
indikator
pembelajaran yang Anda inginkan dapat dicapai oleh siswa Anda.
Contoh :
Indikator Pembelajaran : Setelah melakukan pengamatan hasil percobaan,
siswa
dapat menyebutkan 3 faktor yang mempengaruhi kecepatan gerak jatuh
benda.
153

LEMBAR KERJA SISWA

Kelompok : …………………. Kelas :


………………..
Nama anggota : 1………………
2………………
3………………
4………………
5………………
Tanggal kegiatan : ………………
Judul kegiatan : gaya gravitasi bumi dan gerak jatuh benda
A. Tujuan : untuk mengetahui yang mempengaryhu kecepatan gerak jatuh
benda
B. Alat dan bahan : 1. kapas
2. batu
3. lembar kertas
4. bola tenis
C. Cara kerja
Kegiatan 1
1. Ambilah dan peganglah kapas dan batu
2. Manakah yang lebih berat?
3. Berdirilah pada kursi kecil
4. Kemudian jatuhkanlah batu dan kapas pada waktu bersamaan dari
ketinggian yang sama
5. Amatilah gerak jatuh kedua benda tersebut
6. Manakah yang gerakannya lebih cepat?
Kegiatan 2
1. Ambilah 2 buah lembar kertas
2. Remaslah salah satu lembar kertas tersebut!
3. Manakah dari kedua lembar kertas tersebut yang lebih berat?
4. Manakah dari kedua lembar itu yang permukaannya lebih sempit?
5. Berdirilah diatas kursi
154

6. Jatuhkalah kedua kertas itu secara bersamaan


7. Manakah yang gerakannya lebih cepat?
Kegiatan 3
1. Ambilah 2 buah bola tenis
2. Mintalah 2 orang temanmu untuk memegang bola tenis, masing-masing
satu buah
3. Satu orang berdiri diatas kursi sambil mengagkat tinggi tangan yang
sedang menggenggam bola
4. Teman yang lainnnya jongkok dilantai, juga menggenggam bola tenis
yang satunya lagi
5. Bola manakah yang posisinya lebih tinggi?
6. Secara bersamaan, jatuhkanlah kedua bola tersebut!
7. Bola manakah yang gerak jatuhnya lebih cepat?
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kecepatan gerak jatuh
benda tergantung pada.........,……,dan..............benda yang jatuh.
Semakin.............., ........dan............suatu benda, maka gerakan jatuhnya
akan makin.............

Komentar Guru

b. Contoh II
Berikut ini merupakan contoh LKS untuk kelas IV SD semester 2 pada
materi
pelajaran Saling Ketergantungan antara makhluk hidup pada kurikulum
2013. (Kumala 2015)
155

LEMBAR KERJA SISWA (LKS)

JUDUL : Mengetahui bentuk saling ketergantungan


TUJUAN : Untuk mengetahui saling ketergantungan antara makhluk
hidup.
ALAT DAN BAHAN :
1) Alat tulis
2) Kaca pembesar (bila perlu)
CARA KERJA
1) Perhatikan dan amatilah ekosistem sawah, kolam ikan, lapangan
rumput, atau ekosistem lain di sekitar sekolahmu.
2) Dapatkah kamu menentukan bentuk saling ketergantungan antara
komponen – komponen dalam ekosistem?
3) Catat hasil pengamatanmu pada tabel berikut.

No Makhluk Makhluk Bentuk Saling Keterangan


Hidup Hidup
Ketergantungan
I II

7
156

4) Buatlah kesimpulan dari hasil pengamatanmu...


a. Bentuk saling ketergantungan organisme –organisme yang kamu
temukan adalah...
b. Contoh saling ketergantungan adalah...
5) Presentasikan hasil pengamatanmu di depan kelas.
157

Rangkuman
Menurut Majid (2011) menyatakan Lembar Kerja Siswa (student work
sheet) adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh
siswa. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar
kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapainya. LKS berperan
sebagai media pembelajaran, karena dapat digunakan secara bersama dengan
sumber belajar atau media pembelajaran yang lain. Manfaat LKS adalah sebagai
alternatif guru untuk me ngarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu
kegiatan tertentu dan dapat mempercepat proses belajar mengajar dan hemat
waktu mengajar. Salah satu kriteria menulis LKS menurut Hendro Darmodjo dan
Jenny R.E. Kaligis, memiliki 3 syarat yaitu :
1. syarat didaktik yaitu sebuah LKS hendaknya memberi kesempatan pada
siswa misalnya untuk menulis, menggambar, berdiskusi dan sebagainya.
2. syarat konstruksi aspek yang berhubungan dengan penggunaan bahasa,
susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang pada
hakekatnya harus dapat dimengerti oleh pihak pemakai atau siswa.
3. syarat Teknis yaitu berhubungan dengan tulisan yang harus menggunakan
huruf cetak, huruf tebal yang agak besar untuk topik, dan mengusahakan
perbandingan besar huruf dengan gambar harus serasi, gambar dapat
menyampaikan pesan secara efektif kepada siswa serta adanya kombinasi
antar gambar dan tulisan, bahwa tulisan tidak boleh lebih besar dari
gambar.
Oleh karena itu dengan merancang LKS dapat menjadi komunikasi dengan
siswa SD. Dalam LKS guru perlu merancang menggunakan kalimat-kalimat yang
tidak terlalu panjang, tidak rumit, dengan kata-kata sederhana yang mudah
dipahami oleh siswa. Bila perlu sertakan gambar pada petunjuk atau alat dan
bahan yang akan digunakan. Terutama LKS yang akan diperuntukan untuk kelas 1
dan 2. Bagi siswa kelas 3 hingga kelas 6 yang sudah terampil baca, gambar dapat
meningkatkan motivasi siswa untuk melakukan eksplorasi.
158

DAFTAR PUSTAKA

Bahkrul ulum. (2016). LEMBAR KEGIATAN SISWA. Diakses melalui


http://blogeulum.blogspot.co.id/2016/04/lembar-kegiatan-siswa.html. pada
tanggal 18 April 2018. Pukul 20.00
Busrial, Ade. (2014). Lembar Kerja Siswa. Diakses melalui
http://digilib.unila.ac.id/1753/8/BAB20II.pdf. Pada tanggal 1 april 2018.
Pukul 13.08 WIB
Dr. ari widodo dkk. (2010). Pendidikan ipa di sekolah dasar. Bandung : UPI
Press
Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis. (1992). Pendidikan IPA II. Jakarta :
Depdikbud
Iier. (2012). Pembuatan Lembar Kerja Siswa. Diakses melalui
http://iierrrr.blogspot.co.id/2012/05/pembuatan-lks-lembar-kerja-siswa.html.
Pada tanggal 3 April 2018. Pukul 20.28 WIB
Majid, A. 2011. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pranata, S. (2014). LKS. Diakses melalui
http://digilib.unila.ac.id/2413/7/BAB20II.pdf . Pada tanggal 1 april 2018.
Pukul.13.30 WIB
Sungkono. (2009). Tinjauan Pustaka Lembar Kerja Siswa. Diakses melalui
http://digilib.unila.ac.id/5570/14/Bab20II.pdf. Pada tanggal 1 april 2018.
Pukul.14.00 WIB
Suyanto, Slamet. 2006. Pengenalan Sains untuk Anak SD dengan Pendekatan “O
pen Inquiry”. Jurnal EduKid, vol 1. No.1. April 2006.
Vivi may kumala. (2015). Merancang LKS pembelajaran IPA SD. Jakarta :
Universitas Esa Unggul
Yunitasari, Hanna Ully. (2013). Pengembangan Lembar Kerja Ssiswa (LKS) IPA
Terpadu Berpendaketan SETS Dengan Tema Pemanasan Global untuk Siswa
SMP. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang
159

BAB 7
EVALUASI, ASESMEN DAN PENILAIAN

7.1 Pengertian Evaluasi


Evaluasi merupakan penilaian keseluruhan program pendidikan mulai
perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk kurikulum
dan penilaian (asesmen) serta pelaksanaannya, pengadaan dan
peningkatan kemampuan guru, manajemen pendidikan, dan reformasi
pendidikan secara keseluruhan. Evaluasi bertujuan untuk meningkatkan
kualitas, kinerja, atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan
programnya. Agar dapat meningkatkan kualitas, kinerja, dan produktivitas
maka kegiatan evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan
asesmen. Tyler seperti dikutip oleh Mardapi, D. (2004) menyatakan bahwa
evaluasi merupakan proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan
telah tercapai (Suryanto, 2014).
Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu
program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau
tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi
berhubungan dengan keputusan nilai (value judgement). Di bidang
pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu
kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru. Dengan
berdasarkan batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan
nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun
objek) berdasarkan kriteria tertentu.
Dalam hal ini yang dievaluasi adalah karakteristik siswa dengan
menggunakan suatu tolak ukur tertentu. Karakteristik-karakteristik tersebut
dalam ruang lingkup kegiatan belajar-mengajar adalah tampilan siswa dalam
bidang kognitif (pengetahuan dan intelektual), afektif (sikap, minat, dan
motivasi), dan psikomotor (keterampilan, gerak, dan tindakan). Tampilan
tersebut dapat dievaluasi secara lisan, tertulis, maupun perbuatan.
160

7.2 Pengertian Asesmen dan Contohnya


1. Pengertian Asesmen
Menurut Hanna (1993): “Assessment is the process of collecting,
interpreting, and synthesizing information to aid in decision making.
Assessment synonymous with measurement plus observation. It concerns
drawing inferences from these data sources. The primary purpose of
assessment is to increase student’s learning and development rather than
simply to grade or rank student performance (Morgan & O’Reilly,
1999).
Jadi asesmen merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi
hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan
mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan
perkembangan belajar siswa. Berbagai jenis tagihan yang digunakan
dalam asesmen antara lain: kuis, ulangan harian, tugas individu, tugas
kelompok, ulangan akhir semester, laporan kerja dan lain sebagainya.
Contoh: guru memberi tugas kepada siswa untuk mengarang yang harus
dikumpulkan pada tanggal yang telah ditetapkan. Setelah siswa
mengumpulkan karangan, guru memeriksa dan memberi umpan balik
kepada siswa untuk diperbaiki lagi. Hasil pemeriksaan dikembalikan
kepada siswa untuk diperbaiki. Siswa kemudian memperbaiki
karangannya sesuai dengan masukan guru. Setelah memperbaiki
karangannya, siswa mengumpulkan kembali karangannya kepada guru
untuk dinilai. Dari kegiatan seperti ini, guru dapat menilai hasil dan
perkembangan belajar siswa (Suryanto, 2014).

2. Contoh Assesmen IPA di SD


A. Asesmen dalam ranah Kognitif
Cara–cara pelaksanaan asesmen dalam ranah kognitif :
a. Mempergunakan tes tertulis atau tes pensil dan kertas.
b. Mempergunakan opservasi guru atas kinerja murid.
c. Mempergunakan tes gambar–gambar yang dibubuhi sedikit
tulisan atau kata–kata.
161

d. Mempergunakan jurnal murid–murid.


e. Mempergunakan peta konsep dan yang penting tidak umum
dilakukan tetapi ada baiknya dicoba adalah portofolio (Solikhin,
2014).

B. Asesmen untuk Kategori Berpikir Tingkat Tinggi


Yang termasuk kategori tingkat tinggi menurut Bloom adalah aspek–
aspek penerapan, analisa, sintesa, dan evaluasi. Dalam aspek
penerapan, murid mempergunakan ilmu pengetahuan yang sudah di
milikinya untuk diterapkan dalam situasi baru yang berbeda dengan
situasi yang dikenalnya. Pada dasarnya kita meminta/memeriksa
apakah murid–murid benar memahami suatu konsep sehingga dapat
menerapkan dalam konteks yang lain.

Contoh: Kamu sudah mempelajari bahwa antara makluk hidup ada


saling ketergantungan.
Terapkanlah pengetahuanmu pada situasi berikut ini :
a. Pernyataan berikut ini adalah salah “menembak burung–burung
kecil adalah suatu cara untuk olahraga yang menyenangkan”
b. Bagaimanakah yang benar?
c. Apa yang kamu lakukan bila ada orang–orang yang menembaki
burung–burung dihalamanmu?
Asesmen keterampilan menganalisis melibatkan pemecahan ide atau
pemenggalan ide, kemudian murid ditanya apakah mereka memahami
hubungan antara pengalaman. Gambar–gambar kartun, grafik,
gambar–gambar dapat dipakai untuk menjadi keterampilan
menganalisis (Solikhin, 2014).

C. Asesmen Dalam Ranah Afektif


Ranah koknitif meliputi pengetahuan-pengetahuan dan pemahaman
secara intelektual. Menurut Bloom ranah afektif mencakup perasaan,
emosi, minat, sikap, nilai, dan apresiasi. Hal ini erat hubungannya
162

dengan perasaan murid terhadap pelajaran IPA dan bagaimana


perasaan ini mempengaruhi prestasi belajar siswa. Cara lain untuk
mengetahui perasaan murid adalah dengan menggunakan daftar
pilihan. Contoh :
Berilah tanda V di antara kata yang berlawanan di bawah ini!
IPA
Menyenangkan................................................. membosankan
Baik ................................................................. buruk
Berguna............................................................ tidak berguna
Mudah ............................................................. sulit
Rumit .............................................................. sederhana
Diperlukan....................................................... tidak diperlukan
(Solikhin, 2014).

D. Asesmen Dalam Ranah Psikomotor


Ranah psikomotor menekankan keterampilan–keterampilan motorik
atau keterampilan menangani benda–benda atau alat–alat pada waktu
melakukan kegiatan percobaan IPA. Untuk ranah psikomotor kita
dapat membuat bagan untuk mengklasifikasi tujuan pembelajaran.
Contoh pengamatan kinerja murid dan skala penilaian.
Tujuan tingkah laku Selalu Kadang Tak
pembelajaran pernah
Berhati–hati mengenai mikroskop
Membersikan lensa dengan benar
Menfokuskan lensa dengan benar
Menyediakan dan meletakan
selinder dengan benar
Mengatur kaca agar mendapatkan
sinar dengan cepat
163

Hal–hal berikut yang dipakai dalam penilaian dalam ranah


psikomotor:
a. Belajar dengan alat–alat IPA sederhana misalnya thermometer,
timbangan, mistar ukur , gelas ukur, stop watch.
b. Untuk kinerja keterampilan laboratorium dan prosedur misalnya:
menyaring sat, memakai mikroskop.
c. Mengumpulkan dan merekam data dalam tabel, charta dan grafik
yang dibuat sendiri–sendiri oleh murid.
d. Mendesain suatu percobaan dan melaksanakanya misalnya:
bagaimana caranya membuat tablet ini melarut dengan cepat?
e. Mengajukan pertanyaan–pertanyaan yang dapat dites.
f. Unjuk kinerja dengan alat-alat atau bahan-bahan untuk
mendemonstrasikan pemahaman konsep-knsep dan hubungan
antara konsep misalnya pemahaman hubungan sirkuit listrik, atau
pemahaman hubungan antara masa, volume dan kerapatan suatu
obyek.
g. Membuat model yang menunjukan gejala alam misalnya sel,
system tata surya atau struktur geologi.
h. Mengkomunikasikan proses percobaan baik berupa tulisan
induvidual maupun kerja kelompok.

Kelemahan dari asesmen: 1) Perlu alat–alat atau bahan–bahan untuk


diotak atik, 2) Perlu tempat khusus untuk pelaksanaan, 3) Persiapan
dan pembersihan sesudah pelaksanaan asesmen, 4) Waktu yang
diperlukan untuk pelaksanaannya relatif lama, 5) Hanya sedikit dari
materi pembelajaran yang dapat dites, 6) Hanya sedikit dari murid–
murid yang dapat ditentukan waktunya menyelesaikan asesmen
(Solikhin, 2014).
164

E. Teknik Asesmen Proses dan Hasil Belajar


Untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar siswa dapat
dilakukan dengan teknik tes maupun non tes, baik untuk mengases
proses belajar maupun hasil belajar. Teknik mengumpulkan informasi
tersebut pada prinsipnya adalah cara asesmen kemajuan belajar
peserta didik terhadap pencapaian standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Asesmen suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan
indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Setidaknya ada tujuh ragam
teknik yang dapat digunakan, yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian
sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk,
penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
a. Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja (Performance assessment atau performance-
based assessment) merupakan jenis penilaian yang memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk mendemonstrasikan
pengetahuan, dan keterampilan yang mereka miliki dalam
berbagai konteks. Seperti berbicara, berpidato, membaca puisi,
dan berdiskusi; kemampuan peserta didik dalam memecahkan
masalah dalam kelompok; partisipasi peserta didik dalam diskusi;
keterampilan menari; keterampilan memainkan alat musik;
kemampuan berolah raga; keterampilan menggunakan peralatan
laboratorium; praktek sholat, bermain peran, bernyanyi, dan
ketrampilan mengoperasikan suatu alat (Solikhin, 2014).
b. Penugasan
Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang
mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam
waktu tertentu. Penyelidikan tersebut dilaksanakan secara bertahap
yakni perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, dan
penyajian data. Penilaian penugasan ini bermanfaat untuk menilai
keterampilan menyelidiki secara umum, pemahaman dan
pengetahuan dalam bidang tertentu, kemampuan mengaplikasi
165

pengetahuan dalam suatu penyelidikan, dan kemampuan


menginformasikan subjek secara jelas. Penugasan dapat dilakukan
secara individual maupun kelompok (Solikhin, 2014).
c. Portofolio
Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan
pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi
tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik oleh peserta didik, pekerjaan-pekerjaan
yang sedang dilakukan, beberapa contoh tes yang telah selesai
dilakukan, berbagai keterangan-keterangan yang diperoleh peserta
didik, keselarasan antara pembelajaran dan tujuan spesifik yang
telah dirumuskan, contoh-contoh hasil pekerjaannya sehari-hari,
evaluasi diri terhadap perkembangan pembelajaran dan hasil
observasi guru.
Contoh Instrumen penilaian unjuk kerja dalam mengukur volume
air dengan menggunakan gelas ukur
No. Aspek yang dinilai Skor
4 3 2 1
1 Gelas ukur diletakkan di atas tempat yang
datar, skala menghadap pengamat
2 Menuang air ke dalam gelas ukur sampai
hampir mencapai 100 ml, penuangan
dihentikan.
3 Volume air ditambah setetes demi setetes
menggunakan pipet sampai mencapai 100
ml.
4 Permukaan air didalam gelas dibaca
dengan posisi sejajar mata.
5 Hasil pengukuran dicatat dengan benar.
166

Berilah skor:
4 bila aspek tersebut dilakukan dengan benar dan cepat
3 bila aspek tersebut dilakukan dengan benar tapi lama
2 bila aspek tersebut dilakukan selesai tapi salah
1 bila dilakukan tapi tidak selesai
(Solikhin, 2014).
d. Penilaian Sikap
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait
dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek.
Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadinya perilaku atau tindakan
yang diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif,
kognitif, dan konatif . Komponen afektif adalah perasaan yang
dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu objek.
Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang
mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan
untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu
berkenaan dengan kehadiran objek sikap. Secara umum, objek
sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata
pelajaran adalah sebagai berikut. Sikap terhadap materi pelajaran,
sikap terhadap guru/pengajar, sikap terhadap proses pembelajaran,
sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan
suatu materi pelajaran. Asesmen sikap dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung,
dan laporan pribadi, daftar chek, skala sikap, buku harian, angket,
ungkapan perasaan, catatan anekdot, dan lain lain (Solikhin,
2014).
e. Teknik Tes
Teknik tes meliputi tes lisan, tes tertulis dan tes perbuatan. Khusus
tes tertulis, ragamnya meliputi : tes essay atau disebut juga tes
subyektif dan tes obyektif, yang terdiri dari tes isian, salah-benar,
menjodohkan dan pilihan ganda. Tes essay atau tes uraian adalah
bentuk tes berupa soal-soal yang masing-masing mengandung
167

permasalahan dan menuntut penguaraian sebagai jawabannya.


Materi tes yang dipilih adalah materi yang sekiranya cocok untuk
tes essay. Tes ini dibedakan menjadi 2 yaitu: tes uraian jawaban
singkat yaitu tes yang meminta jawaban panjangnya sekitar satu
dua kalimat dan tes uraian jawaban luas/panjang. Tes obyektif
terdiri dari pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan
yang harus dijawab atau dipilih dari beberapa alternatif jawaban
dengan cara menulisnya, atau mengisi jawaban pendek tanpa
menguraikan. Tes ini disebut obyektif karena skor yang
diberikan relatif tidak dipengaruhi oleh faktor subyektif penilai.
Ragam tes obyektif meliputi tes isian (Completion Test), Tes
Salah-Benar (True False Test), Tes Menjodohkan (Matching
Test), dan Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test).
f. Asesmen Produk
Asesmen produk merupakan ragam penilaian untuk menilai
kemampuan siswa dalam membuat produk tertentu, seperti :
teknologi tepat guna, karya seni, keramik, lukisan dan lain-lain.
Asesmen produk dapat digunakan untuk menilai proses maupun
hasil belajar siswa. Pengembangan produk meliputi tiga tahap,
yaitu tahap persiapan, tahap pembuatan produk dan tahap
penilaian produk (Solikhin, 2014).
g. Asesmen Diri (self assessment)
Asesmen diri adalah suatu teknik penilaian dimana siswa diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan
tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata
pelajaran tertentu didasarkan atas kriteria yang telah ditetapkan.
Tujuan utama asesmen diri adalah untuk mendukung atau
memperbaiki proses pembelajaran. Ada beberapa jenis asesmen
diri, diantaranya adalah : a) penilaian langsung dan spesifik, yaitu
penilaian langsung pada saat atau setelah siswa melakukan tugas
tertentu, b) penilaian tidak langsung dan holistik, yaitu penilaian
yang dilakukan dalam kurun waktu yang panjang, misalnya satu
168

semester untuk memberikan penilaian secara keseluruhan, dan c)


penilaian sosia-afektif, yaitu penilaian terhadap unsur-unsur
afektif atau emosional. Misalnya siswa diminta untuk membuat
tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap obyek tertentu
(Solikhin, 2014).

7.3 Pengertian Penilaian, Teknik Menilai, dan Prinsip Penilaian


1. Pengertian Penilaian
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar
baik yang menggunakan instrumen test maupun non-test. Penilian
dimaksudkan untuk memberi nilai tentang kualitas hasil belajar (LPP,
2007). Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan
pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan
bagian yang penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan penilaian,
pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui
kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode mengajar yang
digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang
telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil
keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan
selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada
peserta didik untuk berprestasi lebih baik. Berbagai macam teknik
penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi)
sesuai dengan kompetensi yang dinilai (Iqbalzonecoolz, 2014).

2. Teknik Menilai
Penilaian hasil belajar dapat menggunakan berbagai teknik penilaian
sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Ditinjau dari
tekniknya, penilaian dibagi menjadi dua yaitu tes dan non tes.
A. Teknik Tes
Teknik tes merupakan teknik yang digunakan dengan cara
melaksanakan tes berupa pertanyaan yang harus dijawab, pertanyaan
169

yang harus ditanggapi atau tugas yang harus dilaksanakan oleh orang
yang di tes. Dalam hal tes hasil belajar yang hendak diukur adalah
kemampuan peserta didik dalam menguasai pelajaran yang
disampaikan meliputi aspek pengetahuan dan keterampilan.
Berdasarkan alat pelaksanaannya secara garis besar alat penilaian
dengan teknik tes dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah suatu teknik penilaian yang menuntut jawaban
secara tertulis, baik berupa pilihan maupun isian.
b. Tes Lisan
Tes lisan adalah teknik penilaian hasil belajar yang pertanyaan dan
jawabannya atau pernyataannya atau tanggapannya disampaikan
dalam bentuk lisan dan spontan. Tes jenis ini memerlukan daftar
pertanyaan dan pedoman pensekoran.
c. Tes Praktik/Perbuatan
Tes praktik/perbuatan adalah teknik penilaian hasil belajar yang
menuntut peserta didik mendemontrasikan kemahirannya atau
menampilkan hasil belajarnya dalam bentuk unjuk kerja
(Iqbalzonecoolz, 2014).

B. Teknik Nontes
Teknik nontes merupakan teknik penilaian untuk memperoleh
gambaran terutama mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian.
Teknik penilaian nontes dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pengamatan/Observasi
Pengamatan/observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan
oleh pendidik dengan menggunakan indera secara langsung.
Observasi dilakukan dengan cara menggunakan instrumen yang
sudah dirancang sebelumnya.
b. Penugasan
Penilaian dengan penugasan adalah suatu teknik penilaian yang
menuntut peserta didik melakukan kegiatan tertentu di luar
170

kegiatan pembelajaran di kelas. Penilaian dengan penugasan dapat


diberikan dalam bentuk individual atau kelompok. Penilaian
dengan penugasan dapat berupa tugas atau proyek.
c. Produk
Penilaian produk adalah suatu penilaian terhadap keterampilan
menghasilkan suatu produk dalam waktu tertentu sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan baik dari segi proses maupun hasil
akhir.
d. Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan karya siswa yang tersusun secara
sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses
pembelajaran. Portofolio digunakan oleh pendidik dan siswa untuk
memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap
siswa dalam mata pelajaran tertentu. Portofolio menggambarkan
perkembangan prestasi, kelebihan dan kekurangan kinerja siswa,
seperti kreasi kerja dan karya siswa lainnya. Adapun bagian-
bagian dari portofolio adalah halaman Judul ,daftar isi, dokumen,
dokumen portofolio, pengelompokan dokumen, catatan pendidik
dan orangtua (Iqbalzonecoolz, 2014).

3. Prinsip-Prinsip Penilaian
Agar penilaian yang pendidik lakukan benar-benar dapat memberi
gambaran yang sebenarnya tentang pencapaian hasil belajar siswa, maka
dalam melakukan penilaian pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip
penilaian berikut.
a. Berorientasi pada pencapaian kompetensi.
Penilaian yang pendidik lakukan harus berfungsi untuk mengukur
ketercapaian siswa dalam pencapaian kompetensi seperti yang telah
ditetapkan dalam kurikulum (Suryanto, 2014).
b. Valid
Penilaian yang pendidik lakukan harus dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Untuk itu pendidik memerlukan alat ukur yang
171

dapat menghasilkan hasil pengukuran yang valid dan reliabel.


Contoh: pada akhir pembelajaran IPA siswa diharapkan dapat
mempraktekkan cara mencangkok yang baik dan benar. Untuk
mencapai kompetensi tersebut pendidik tidak dapat menilainya hanya
dengan menggunakan tes tertulis (paper and pencil test). Jika hanya
itu yang pendidik lakukan, pendidik hanya akan dapat mengukur
pengetahuan siswa tentang mencangkok. Agar pendidik dapat
mengetahui keterampilan siswa dalam mencangkok, pendidik perlu
menilai unjuk kerja siswa. Untuk keperluan tersebut, pendidik dapat
memberi tugas (task) kepada siswa untuk mempraktekkan cara
mencangkok. Untuk menilai keterampilan siswa dalam mencangkok,
pendidik harus membuat pedoman pengamatan yang dilengkapi
dengan kriteria penskorannya (rubric). Kemudian gunakanlah rubrik
tersebut untuk menilai kemampuan siswa dalam mencangkok. Dengan
cara seperti itulah kompetensi siswa dalam mencangkok dapat terukur
dengan tepat (Suryanto, 2014).
c. Adil
Penilaian yang pendidik lakukan harus adil untuk seluruh siswa.
Siswa harus memperoleh kesempatan dan perlakuan yang sama.
Contoh penilaian tidak adil yang sering kita temukan di lapangan,
misalnya dalam tes tertulis guru menyediakan 10 butir soal. Semua
siswa diwajibkan mengerjakan butir soal nomor 1 – 5 dan setiap siswa
diberi kebebasan untuk memilih 2 dari 5 butir soal nomor 6 – 10. Dari
contoh tersebut tampak bahwa semua siswa mendapat perlakuan yang
sama hanya untuk mengerjakan butir soal nomor 1 – 5 tetapi tidak
mendapat perlakuan yang sama untuk 2 butir soal pilihan yang
diambil dari butir soal nomor 6 – 10 (Suryanto, 2014).
d. Objektif
Dalam menilai hasil belajar siswa, pendidik harus dapat menjaga
objektivitas proses dan hasil penilaian. Objektivitas penilaian
dipengaruhi oleh unsur subjektivitas penilai. Unsur subjektivitas dapat
mempengaruhi penilaian pada saat pelaksanaan, penskoran, dan
172

pengambilan keputusan hasil belajar siswa. Hallo effect, carry over


effect, order effect, serta mechanic effect dapat menjadi penyebab
tingginya unsur subjektivitas hasil penskoran (Suryanto, 2014).
e. Berkesinambungan
Penilaian yang pendidik lakukan harus terencana, bertahap, teratur,
terus menerus dan berkesinambungan untuk memperoleh informasi
hasil belajar dan perkembangan belajar siswa. Pengambilan keputusan
pencapaian hasil belajar siswa tidak boleh dilakukan hanya berdasar
informasi hasil belajar siswa pada tes akhir semester saja tetapi harus
diputuskan berdasar informasi hasil belajar siswa dari berbagai
sumber yang diperoleh secara berkesinambungan. Hasil belajar harus
dianalisis dan ditindaklanjuti dengan pemberian umpan balik sehingga
dapat diperoleh catatan tentang perkembangan belajar siswa.
Informasi tersebut juga harus dapat dimanfaatkan untuk perbaikan
pembelajaran pada semester berikutnya. Dengan demikian penilaian
harus merupakan bagian integral dari pembelajaran. Dengan
melakukan penilaian secara berkelanjutan, pendidik tidak hanya
melakukan penilaian dalam arti asesmen tetapi pendidik juga dapat
melakukan evaluasi terhadap program pembelajaran yang telah
pendidik laksanakan (Suryanto, 2014).
f. Menyeluruh
Prinsip menyeluruh dalam penilaian mengandung arti bahwa penilaian
yang pendidik lakukan harus mampu menilai keseluruhan kompetensi
yang terdapat dalam kurikulum yang mungkin meliputi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor.
g. Terbuka
Kriteria penilaian harus terbuka bagi berbagai kalangan sehingga
keputusan hasil belajar siswa jelas bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
h. Bermakna
Hasil penilaian hendaknya mempunyai makna bagi siswa dan juga
pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya dapat
173

memberikan gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil belajar


siswa, keunggulan dan kelemahan siswa, minat, serta potensi siswa
dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan (Suryanto, 2014).

7.4 Pengertian, Prinsip, serta Kelebihan dan Kekurangan Penilaian


Portofolio
1. Pengertian Penilaian Portofolio
Penilaian Portofolio saat ini mulai banyak diperkenalkan dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Di beberapa negara maju, metode ini telah
banyak digunakan baik sebagai metode penilaian di kelas, daerah,
maupun nasional. Secara umum portofolio adalah suatu kumpulan atau
berkas pilihan yang dapat memberikan informasi bagi suatu penilaian.
Kumpulan atau hasil kerja tersebut berisi pekerjaan siswa selama waktu
tertentu yang dapat memberi informasi bagi suatu penilaian yang objektif,
yang menunjukkan apa yang dapat dilakukan siswa dalam lingkungan dan
suasana belajar yang alami. Hasil kerja dimaksud menjadi ukuran tentang
seberapa baik tugas yang diberikan kepada siswa telah dilaksanakan
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum (Jailani,
2012).
Penilaian portofolio didasarkan pada koleksi atau kumpulan
pekerjaan yang diberikan guru kepada siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Melalui penilaian portofolio siswa dapat menunjukkan
perbedaan kemampuan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
guru dari waktu ke waktu dan atau dibandingkan dengan hasil karya siswa
lain. Dalam penilaian portofolio siswa memiliki kesempatan yang lebih
banyak untuk menilai diri sendiri dari waktu ke waktu (Jailani, 2012).
174

2. Prinsip Penilaian Portofolio


A. Penilaian proses dan hasil
Keberhasilan siswa dalam belajar tidak hanya ditentukan oleh hasil
belajarnya saja, namun juga proses belajar. Oleh karena itu proses
belajar dan hasil belajar siswa harus menjadi objek penilaian. Proses
belajar yang dinilai, misalnya diperoleh dari catatan perilaku harian
atau catatan anekdot mengenai sikapnya dalam belajar, antusias
tidaknya dalam mengikuti pelajaran, dan sebagainya. Penilaian proses
dapat juga dilakukan melalui tugas-tugas terstruktur yang diberikan
guru, laporan aktivitas siswa di luar sekolah, apakah siswa memiliki
aktivitas yang menunjang kegiatan belajar atau malah sebaliknya
hampir seluruh waktunya dibuang percuma atau hanya dipergunakan
untuk bermain-main saja. Penilaian hasil belajar dapat dilakukan,
antara lain melalui ulangan atau tes formatif maupun sumatif. Dengan
demikian penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa merupakan
salah satu prinsip penting dalam melaksanakan asesmen portofolio
(Jaenudin, 2009).

B. Penilaian berkala dan sinambung


Asesmen portofolio merupakan model penilaian proses dan hasil
belajar siswa yang dilakukan secara berkala dan sinambung. Penilaian
berkala artinya tidak dilakukan sesaat atau sekali saja melainkan
beberapa kali sesuai waktunya. Misalnya: penilaian proses dilakukan
melalui hasil penyelesaikan tugas-tugas terstruktur setiap satu materi
pokok pelajaran, catatan perilaku harian secara berkala direkap setiap
satu minggu atau setiap selesai satu materi pokok pelajaran, dan
laporan aktivitas siswa di luar sekolah secara berkala direkap setiap
bulan. Penilaian hasil juga secara berkala dilakukan setiap selesai satu
materi pokok atau satu satuan pelajaran melalui tes formatif dan setiap
akhir semester melalui tes sumatif atau ulangan umum. Penilaian
sinambung artinya ada kontinuitas penilaian, baik penilaian hasil
maupun proses tidak boleh ada yang terputus, dilakukan secara terus
175

menerus dan berkelanjutan. Tujuan dilakukan secara berkala adalah


untuk memudahkan mengorganisasikan hasil-hasil penilaian,
sedangkan tujuan dilakukan secara sinambung adalah untuk
memantau pertumbuhan dan perkembangan pengalaman belajar siswa
(Jaenudin, 2009).

C. Penilaian yang adil


Model asesmen portofolio sangat memperhatikan kondisi dan
perbedaanperbedaan individual. Hal ini berkaitan dengan prinsip
keadilan dalam penilaian. Semua indikator penilaian, baik dalam
menilai proses maupun hasil diperhitungkan bobotnya, sehingga hasil
akan menggambarkan prosesnya. Dengan demikian jika seorang siswa
memiliki pengalaman belajar yang baik, maka ia akan memiliki
harapan yang besar untuk berhasil dengan baik (Jaenudin, 2009).

D. Penilaian Implikasi Sosial Belajar


Proses pembelajaran hendaknya tidak hanya menjadikan siswa
mampu menguasai aspek kognitif, afektif (nilai dan sikap), dan
keterampilan, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan
mengaplikasikan aspek-aspek tersebut dalam kehidupan
bermasyarakat. Ini berarti bahwa belajar hendaknya menghasilkan
implikasi sosial, yakni pengaruh proses dan hasil belajar bagi
kehidupan di masyarakat. Dengan demikian belajar bukan hanya
sekedar memperoleh nilai yang baik ataupun lulus ujian, melainkan
harus berimplikasi lebih luas pada ranah sikap dan keterampilan. Oleh
karena itu model asesmen portofolio tidak terbatas pada menilai
kemampuan kognitif semata, tetapi menilai kemampuan-kemampuan
yang lain termasuk di dalamnya menilai implikasi sosial belajar
(Jaenudin, 2009).
176

E. Saling percaya
Asesmen portofolio merupakan proses penilaian yang berlangsung
dua arah antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa
lainnya harus dibina secara sinergis. Dalam asesmen portofolio guru
dan siswa atau antara siswa dengan siswa lainnya harus memiliki rasa
saling mempercayai, saling terbuka dan jujur. Guru hendaknya dapat
menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, proses yang wajar
dan alami, serta menyenangkan sehingga siswa dapat menunjukkan
kemampuannya seoptimal mungkin (Jaenudin, 2009).

F. Milik bersama
Asesmen portofolio merupakan model penilaian yang didasarkan pada
seluruh bukti hasil karya, kinerja, dan aktivitas belajar siswa. Seluruh
bukti-bukti tersebut harus menjadi milik bersama antara guru dan
siswa. Hal ini akan mem-permudah siswa untuk menyimpan atau
mengambil portofolionya. Karena siswa merasa memiliki maka akan
tumbuh rasa tanggung jawab pada dirinya (Jaenudin, 2009).

G. Kerahasiaan bersama
Bukti-bukti hasil pekerjaan siswa secara individu maupun secara
kelompok dalam portofolio sebaiknya tidak diperlihatkan terlebih
dulu kepada siswa atau kelompok lain, sebelum diadakan eksibisi
(pameran). Kerahasiaan bukti hasil pekerjaan siswa merupakan hal
yang sangat penting dalam portofolio. Sehingga jika ada bukti hasil
pekerjaan siswa kurang baik (memiliki kelemahan), siswa tersebut
tidak merasa dipermalukan atau sebaliknya jika hasil siswa sudah
baik, ia tidak sombong. Kerahasiaan bukti hasil pekerjaan siswa dan
hasil penilaiannya perlu dijaga, tidak disampaikan kepada pihak-pihak
yang tidak berkepentingan supaya tidak berdampak negatif kepada
proses pendidikan (Jaenudin, 2009).
177

H. Kepuasan dan kesesuaian


Dalam asesmen portofolio, kepuasan semua pihak terletak pada
ketercapaian tujuan pembelajaran yang dimanifestasikan melalui
bukti-bukti hasil pekerjaan siswa. Kesesuaian bukti hasil pekerjaan
dengan tujuan pembelajaran akan menjamin keberhasilan belajar
siswa (Jaenudin, 2009).

I. Penciptaan budaya mengajar


Asesmen portofolio dapat dilakukan jika proses pembelajarannyapun
menggunakan pendekatan portofolio. Dengan demikian guru harus
melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan portofolio
(portfolio based learning) agar pelaksaaan penilaiannya dapat
dilakukan dengan asesmen portofolio (portofolio bases assessment).
Dalam pembelajaran, siswa dituntut untuk menunjukkan kemampuan
yang menggambarkan pengembangan aspek kognitif, afektif, dan
keterampilan, sedangkan guru harus membina berbagai paket kegiatan
belajar siswa (KBS) kelas, luar kelas, bermasyarakat dengan
memberdayakan berbagai media dan sumber belajar (Jaenudin, 2009).

J. Refleksi bersama
Asesmen portofolio memberikan kesempatan untuk melakukan
refleksi bersama, di mana siswa dapat merefleksi (tentang proses
berfikirnya, pemahaman-nya, pemecahan masalah atau pengambilan
keputusannya) terhadap hasil-hasil pekerjaan yang telah dihasilkannya
dalam jangka waktu tertentu (Jaenudin, 2009).

3. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Portofolio


A. Kekuatan asesmen portofolio antara lain adalah:
a. Memungkinkan pendidik mengases kemampuan siswa untuk
membuat, menulis, menghasilkan berbagai tipe tugas akademik.
b. Memungkinkan guru menilai keterampilan atau kecakapan siswa.
178

c. Mendorong kolaborasi (komunikasi dan hubungan) antara siswa


dan guru.
d. Memungkinkan guru mengintervensi proses dan menentukan di
mana dan bilamana guru perlu membantu (Nuryani Y. Rustaman,
2010).
B. Kelemahan asesmen portofolio di antaranya adalah:
1) memerlukan waktu yang relatif panjang dan segera.
2) guru harus tekun, sabar, dan terampil.
3) tidak ada kriteria yang standar (Nuryani Y. Rustaman, 2010).

7.5 Alat Evaluasi dan Cara Menyusun Alat Evaluasi pada Pembelajaran
IPA di SD
1. Alat Evaluasi Proses Belajar IPA di SD
Untuk menentukan keberhasilan suatu proses memerlukan alat ukur.
Seharusnya alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang baku agar
hasil pengukurannya dapat dipercaya. Namun karena alat ukur yang baku
tersebut belum banyak dikembangkan di Indonesia, maka guru yang
berpengalaman dalam mengajar diharapkan dapat membuat alat ukur
pengganti yang baku. Alat evaluasi proses pembelajaran IPA yang
diperlukan terdiri dari alat evaluasi untuk mengukur kognitif, alat evaluasi
untuk membentuk kualitas hati nurani dan alat evaluasi untuk mengukur
kemampuan keterampilan (Sapriati, 2009).
A. Alat evaluasi untuk mengukur kognitif
Penguasaan ilmu pengetahuan yang disampaikan melalui
pembelajaran dapat ditentukan dengan menggunakan pertanyaan (tes)
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tes tersebut bentuknya objektif
ata bentuk uraian (esai). Untuk memilih yang mana di antara kedua
bentuk ini yang paling cocok untuk digunakan sangat tergantung pada
berbagai hal diantaranya, waktu yang tersedia, proses berpikir yang
diukur sifat materi yang akan ditanyakan dan banyaknya peserta didik
dalam satu kelas (Sapriati, 2009).
179

Dalam praktiknya waktu khusus untuk keperluan Evaluasi Proses


tidak disediakan oleh sekolah jadi pelaksanaannya tidak sama dengan
evaluasi hasil belajar pada pertengahan caturwulan atau pada akhir
caturwulan. Penilaian proses diatur sendiri oleh guru pada proses
pembelajaran berlangsung. Ada guru yang menyediakan waktu
beberapa menit sebelum jam pelajaran selesai untuk mengerjakan tes
yang menanyakan materi yang baru saja diajarkan, adayang
memberikan pertanyaan lisan sepanjang proses pembelajaran
berlangsung. Contoh:
a. Seorang guru IPA kelas IV, pada caturwulan pertama baru saja
menyelesaikan 70 menit dari jatah waktu mengajar yang lamanya
80 menit. Guru tersebut memutuskan bahwa 10 menit terakhir
digunakan untuk mengerjakan tes mengenai evaluasi proses
pembelajaran, bentuk pertanyaan adalah objektif yaitu
melengkapi pilihan yang jumlah pertanyaan 8 butir (Sapriati,
2009).
b. Guru IPA kelas IV, pada caturwulan pertama mendapat jatah
waktu 3 pertemuan setiap minggu. Tiap pertemuan lamanya 2 x
40 menit. Kebiasaan guru ini adalah setiap 35 menit digunakan
untuk pembelajaran dan 5 menit berikutnya dipindahkan untuk
mengukur penguasaan peserta didik mengenai apa yang telah
dibicarakan pada waktu 35 menit sebelumnya. Guru menyediakan
4 butir tes objektif melengkapi pilihan, untuk dijawab peserta
didik (Sapriati, 2009).
c. Guru IPA SD kelas IV sesuai dengan jadwal mendapat jatah
mengajar 3 kali seminggu. Tiap pertemuan waktunya 2 x 40
menit. Guru ini tidak menyediakan waktu khusus untuk
mengerjakan tes, namun di sela-sela pembelajaran ia menyelipkan
pertanyaan singkat yang harus segera dijawab oleh peserta didik.
Rata-rata menurut pengalaman guru tersebut jumlah pertanyaan
yang dapat ditanyakan adalah 12 butir pertanyaan (Sapriati,
2009).
180

Ketiga contoh di atas dapat dilakukan, walaupun masing-masing


contoh ada kekurangannya dan ada kebaikannya. Karena singkatnya
waktu bertanya, biasanya untuk pertanyaan yang digunakan adalah
jawaban singkat dalam pertanyaan lisan (catatan: teknik bertanya lisan
supaya menggunakan teknik yang benar jangan pertanyaan tersebut
dijawab sendiri oleh guru, atau dijawab bersama seluruh kelas, atau
ditujukan kepada anak yang pandai), sedangkan untuk pertanyaan
tertulis boleh dengan melengkapi pilihan atau bentuk tes objektif yang
lain.

B. Alat evaluasi untuk menentukan kualitas hati nurani


Ranah menurut taksonomi Bloom masing-masing ada jenjang yang
harus dilalui untuk mencapai jenjang tertinggi. Pengembangan afektif
dimulai dari jenjang terendah yaitu dapat menerima suatu sikap hidup
misalnya: disiplin diperlukan dalam hidup dan kehidupan, contoh
operasional adalah disiplin diperlukan dalam lalu lintas.

Apakah semua pemakai jalan dapat menerima (A1) pernyataan ini?


Mereka yang tidak dapat menerima persyaratan atau konsep ini, harus
ada upaya untuk menyadarkan mereka agar menerima konsep tersebut
karena konsep itu adalah bagian dari hidup dan kehidupan. Setelah
mereka menerima konsep tersebut harus diupayakan lagi agar mereka
tanggap (A2) terhadap konsep itu, begitu seterusnya sampai pada
jenjang paling tinggi yaitu disiplin menjadi pola hidupnya (jenjang
A5). Latihan atau upaya untuk setiap jenjang memerlukan waktu
yang lebih lama dibandingkan upaya pada jenjang kognitif. Dengan
kata lain lebih mudah melatih anak didik untuk menhafal,memahami
menerapkan hukum, peraturan dan sebagainya yang sifatnya kognitif,
daripada melatih anak didik supaya berdisiplin, menghargai pendapat
orang lain, tenggang rasa, tepat waktu, mau bekerja sama, dan
sebagainya. Karena hal terahir ini menyangkut sikap atau kebiasaan
(Sapriati, 2009).
181

Selama proses pembelajaran, latihan tentang ranah afektif ini terus-


menerus dilaksanakan. Agar latihan ini pada suatu saat memberi hasil
yang baik maka guru perlu mengembangkan alat evaluasi untuk
mengamati sikap hidup peserta didik. Contoh: upaya melatih peserta
didik memiliki disiplin adalah dengan mengamati atau mengobservasi
apakah mereka tepat waktu daalam hal-ha berikut:
1. Datang disekolah/kelas;
2. Membayar SPP;
3. Mengikuti upacara sekolah:
4. Mengerjakan pekerjaan rumah;
5. Mengerjakan tugas praktikum;
6. Mengerjakan kebun sekolah;
7. Mengerjakan sholat pada waktunya;
8. Menepati janji;
9. Mengembalikan pinjaman pada waktu yang dijanjikan dan
sebagainya.
Sekiranya 9 indikasi di atas diterapkan pada setiap peserta didik, akan
diperoleh hasilnya bahwa belum semua peserta didik melakukan ke-9
indikator tersebut.kalu ada yang melaksanakannya belum tentu semua
melaksanakan dengan kualitas yang sama. Contoh kualitas pada
indikator disiplin antara lain: datang di sekolah ada yang beberapa
puluh menit sebelum waktu belajar, ada yang tepat pada waktu
belajar, ada terlambat beberapa menit, ada yang terlambat lebih dari 5
menit. Ini menuntukkan ada perbedaan kualitas (Sapriati, 2009).
Ketidakadaan disiplindan bervariasinya kualitas disipin adalah tugas
guru untuk mengarahkan disiplin pada jenjang tertinggi (A5, menjadi
pola hidup) kalau mungkin, kalu tidak ada jenjang yang lebih rendah
seperti dapat diatur untuk berdisiplin atau menghargai orang-orang
yang berdisiplin. Sikap hidup lainnya dapat dikembangkan seperti
dicontohkan dengan disiplin. Yang penting lagi setelah guru
menemukan kekurangan pada diri peserta didik kemudian guru
memberikan nasihat (bantuan, pengobatan, atau contoh yang baik),
182

ternyata obat yang paling mujarab adalah diri pribadi Anda sebagai
guru merupakan conoh yang riil dan nyata bagi peserta didik. Alat
yang digunakan untuk menentukan adanya perubahan selama
pelatihan adalah melalui observasi. Semua hasil observasi di atas
secara sistematis sesuai dengan indikator yang sudah ditentukan
(Sapriati, 2009).

C. Alat evaluasi yang akan mengukur keterampilan


Seperti pada proses pembelajaran kognitif atau afektif, juga proses
pembelajaran keterampilan pada dasarnya sama yaitu melatihkan agar
peserta didik terampil menggunakan pancainderanya dalam
pembelajaran IPA di SD, melalui demonstrasi, percobaan, kunjungan
lapangan dan sebagainya. Pelajaran IPA melatih peserta didik
mengggunakan tangan, indera penglihatan, indera pendengaran,
inderapengecap, dan indera pencium, serta peraba, tetapi tidak terlalu
banyak melatih kaki (Sapriati, 2009).

Pada bagian ini akan dibicarakan jenis keterampilan apa yang harus
dikembangkan dalam pelajaran IPA sehingga guru dapat memusatkan
latihannya pada keterampilan tersebut pada waktu guru melatihkaan
demonstrasi ataupun peserta didik melakuan percobaan.
a. Keterampilan menggunakan tangan
Pendidikan IPA melatih peserta didik terampi menggunakan
tangannya dengan menggunakan bermacam-macam alat. Alat IPA
ada yang harus dipegang seperti memegang gelas minum, tidak
memiiki keterampilan khusus. Tetapi ada alat yang harus dipegang
dengan teknik tertentu, harus hati-hati agar tidak terjadi kerusakan
ataupun tidak kotor atau terganggu atau merusak ketepatan oleh
tangan yang memegang
183

Gelas beker cara memegangnya dan menggunakan mudah dan


sederhana, biasa digunakan sebagai wadah untuk zat cair seperti
air, larutan, minyak, alkohol, ataupun tempat untuk air raksa.
Kalau digunakan, gelas beker tersebut dipegang seperti memegang
gelas minum, jadi dengan cara melatih beker tersebut diatas
telapak tangan ataupun memegang dinding gelas dengan dua jari.
Bedanya dengan gelas minum adalah karena cairan akan
dituangkan dan dalam beker ke tempat lain, harus diupayakan
cairan ke luar dari bibir yang sengaja di buat. Jadi cairan tidak
sembarang keluar seperti pada geas minum. Dengan kata lain
memegang dan menggunakan gelas beker ada caranya dan supaya
terampil menggunakan harus ada latihan.

Termometer dipegang dengan dua jari kanan, yaitu ibu jari dan
telunjuk. Tempat memegangnya di tengah termometer. Yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana cara agar termometer masuk dalam
sumbat tanpa patah dan aman dari kecelakaan. Kecelakaan dapat
terjadi apabila kurang terampil memasukkan termometer ke dalam
gabus, atau ada yang dapat memasukkan tetapi termometer patah
serta diiringi dengan kecelakaan yaitu tangan atau bagian lain dari
tubuh luka. Pekerjaan dengan menggunakan termometer
memerlukan keterampilan yang lebih rumit dari pada
menggunakan gelas beker.

Anak timbangan terbuat dari logam beratnya 5 mg; jadi kecil dan
tipis. Anak timbangan semacam ini diperlukan dalam
percobaan,kadang-kadang ada anak timbangan yang lebih ringan
dari 5 mg, misalnya 3 mg; 2 mg dan 1 mg. Untuk
menggunakannnya pada waktu menimbang tidak dapat langsung
dipegang karena sukar memegangnya karena kecil, tambahanpula
kalau angsung dipegang akan membawa pengaruh pada berat anak
timbangan tersebut. Untuk memegang anak timbangan biasanya
184

digunakan pinset. Pengalaman menunjukkan dengan bantuan


pinset pun tidak mudah mengambil anak timbangan tanpa latihan
(Sapriati, 2009).

b. Keterampilan menggunakan indera penglihatan


Observasi atau pengamatan adalah kegiatan yang sering dilakukan
dalam proses pebelajaran IPA. Hasil pengamatan yang tepat hanya
dapat diperoleh dengan cara melihat yang sudah baku. Contoh:
1. Terdapat percobaan yang mengukur suhu air yang baru saja
dipanaskan. Untuk mengetahui dengan tepat berapa suhu air
tersebut, si pembaca harus meletakkan matanya sama tinggi
dengan permukaan air raksa dalam termometer. Kalau mata
lebih rendah atau lebih tinggi, hasil pembacaan akan keliru,
pengaatan berarti tidak tepat. Untuk pengamatan semacam ini
diperlukan latihan.
2. Warna memegang peranan dalam proses pembelajaran
misalnya warna putih adalah gabungan dari bermacam-
macam warna, terjadi tepung pada proses fotosistensis
dibuktikan dengan adanya warna biru oleh amilum dengan
larutan yudium, warna merah jambu (jambon), menentukan
titik netral dari suatu larutan asam setelah ditambahkan basa.
Bilamana kelebihan basa setenga tetes saja titik netral sudah
dilewati, artinya larutan bersifat basa, dan lain-lain percobaan
memerlukan keterampilan mata untuk mengamatinya. Pada
penentuan titik netralisasi ini sebenarnya sudah bergabung 2
jenis keterampilan, yaitu keterampilan tangan untuk
meneteskan dengan berhati-hati sehingga tepat pada titik
netralisasi dan keterampilan mata untuk melihat warna
jambon. Sering juga terjadi warna jambon muncul persis pada
waktu basa menetes, namun beberapa detik kemusian warna
itu hilang, lalu dengan hati-hati tambahkan tetesan berikutnya
dan seterusnya sampai pada titik netral (Sapriati, 2009).
185

c. Keterampilan menggunakan indera pengecap


Dalam proses pembelajaran IPA di SD indera pengecap ini tidak
sering digunakan mengingat dengan cara mengecap membawa
risiko pada kesehatan. Yang dilatihkan di SD untuk mengecap rasa
manis, pahit, asam adalah bagian-bagian tertentu dari lidah.
Namun ditingkat pendidikan yang lebih tinggi indera pengecap ini
banyak dilatih (Sapriati, 2009).

d. Keterampilan menggunakan indera penciuman


Merasakan bau dalam proses pendidikan IPA di SD lebih banyak
dilatih dari pada mengecap rasa. Bau yang bermacam-macam di
alam adalah peristiwa IPA. Melalui bau yang tercium peserta didik
dapat mengenal bahan, karena banyak di antara bahan tersebut
memiliki bau khas. Contoh:
1. Cobalah kenali bau cuka yang digunakan ibu di dapur.
2. Pernakah anda menghisap bau tempe? Samakah baunya
dengan asam cuka.
3. Pernahkan anda mendatangi bengkel las? Terciumkah bau
khas yang dikeluarkan oleh gas yang dipakai tukang las?
4. Bukankan tempat penimbunan sampah memiliki bau yang
menusuk hidung.
Semua contoh di atas tercium baunya karena adanya gas tertentu
bercampur dengan udara yang kemudian merangsang penciuman
kita. Mengenal sesuatu berdasarkan baunya tidak mudah, tetap
kalau sudah melalui latihan seseorang akan terampil mengenal
sesuatu berdasarkan baunya.
Dalam proses pendidikan IPA kelima indera yang disebutkan di
atas dalam hal ini hanya diberikan 4, selalu dilatih agar peka
terhadap karekteristik sesuatu benda. Banyak proses pendidikan
IPA menggunakan berbagai indera secara bersama-sama dalam
melaksanakan percobaan, demonstrasi, atau kunjungan lapangan.
Waktu latihan untuk keterampilan tidak terlalu menyita waktu
186

dibandingkan dengan latihan untuk menumbuhkan prilaku positif.


Namun latihan untuk perilaku dapat diperoleh dari semua
pendidik atau anggota masyarakat tetapi latihan untuk
keterampilan IPA hanya diperoleh dari guru IPA bukan dari guru
bahasa ataupun guru menggambar. Tingkat keterampilan yang
telah dicapai dari satu tahap pelatihan ke tahap berikutnya dapat
diketahui melalui pengamatan (observasi). Hasil observasi secara
terus-menerus dicatat dan direncanakan sesuai dengan
kompleksitas keterampilan tersebut. Untuk mencatat hasil
observasi diperlukan pedoman observasi (Sapriati, 2009).

2. Cara Menyusun Alat Evaluasi Proses Pembelajaran IPA


Telah diuraikan bahwa untuk menilai proses pembelajaran yang
berkenaan dengan ranah kognitif digunakan alat ukur berbentuk test
objektif dan atau test bentuk uraian objektif. Dengan menggunakan kedua
bentuk ini dapat diketahui materi yang telah dan belum dikuasai begitu
juga dapat diketahui, jenjang berpikir yang sudah atau yang belum
dikuasai. Sedangkan untuk mengevaluasi pembelajaran IPA dari segi
afektif dan keterampilan digunakan pedoman observasi. Dibawah ini akan
dikemukakan cara-cara menyusun alat evaluasi tersebut.
Cara Menyusun Alat Evaluasi untuk Mengukur Kemampuan
Kognitif Selama proses pembelajaran. Bilamana hasil pengukuran sudah
baik berarti kualitas pembelajaran sebagaimana yang telah dilaksanakan
membawa dampak positif pada peserta didik. Sebaliknya kalau hasil
pengukuran kurang baik berarti proses pembelajaran harus diulangi dengan
metode yang lebih cocok atau sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Kaitan langsung antara hasil evaluasi proses dengan pembelajaran dapat
langsung dibuat dengan asumsi bahwa alat evaluasinya sudah disusun atau
dikembangkan dengan baik dan juga diasumsikan bahwa tujuan
pembelajaran sudah sesuai dengan tujuan latar belakang pengetahuan
peserta. Untuk membenarkan asumsi pertama, pendidik harus menyusun
alat evaluasi proses sesuai dengan cara-cara yang telah dikembangkan
187

dalam modul yang berjudul Evaluasi Pengajaran. Pelajari dengan baik


modul tersebut sebelum mengerjakan uraian dan contoh berikut ini
(Sapriati, 2009).
Untuk meningkatkan kualitas pemahaman anda terhadap modul
Evaluasi Pengajaran dibawah ini dicantumkan sejumlah contoh dan
komentar terhadap Evaluasi Proses Pembelajaran yang pernah
dilaksanakan selama ini.
Contoh:
Guru kelas IV pada pelajaran IPA akan mengajar dengan pokok bahasan:
udara mempunyai sifat tertentu dan kegunaannya bagi kehidupan, dengan
subpokok bahasan: Udara terdiri dari gas nitrogen, oksigen,
karbondioksida, uap air, gas-gas dan zat-zat halus/partikel.
Tujuan pembelajaran berbunyi:
Siswa kelas IV memahami susunan udara
Kata kerja memahami pada tujuan diatas dapat diartikan misalnya:
menyebutkan, menjelaskan, membuktikan.
Kata kerja menyebutkan dan menjelaskan termasuk dalam ranah kognitif
sedangkan kata kerja membuktikan termasuk ranah psikomotor. Pelajaran
IPA sedapat mungkin didasarkan pada percobaan atau pengamatan dan
meminta guru IPA untuk mengembangkan keterampilan peserta didik.
Oleh karena itu guru memilih metode demonstrasi atau metode eksperimen
untuk mencapai tujuan tersebut. Melalui demonstrasi dan eksperimen
peserta didik akan melihat bukti bahwa udara terdiri dari campuran gas,
karena percobaan memunjukkan 1/5 (20%) volume udara adalah oksigen,
sisanya sekitar 79% adalah nitrogen. Dengan percobaan dapat pula
dibuktikan bahwa diudara ada uap air (bagaimana membuktikannya?),
tetapi jumlahnya sangat sedikit. Selanjutnya pernahkah kalian berdiri
ditempat tumpukan sampah, atau ditempat bakaran sampah ? Udara
ditempat pertama ada baunya berarti udara ditempat tersebut tercampus
dengan gas yang berbau. Ditempat yang kedua udara berwarna abu-abu
atau gelap, berarti udara tercampur dengan benda padat yang sangat kecil
yang ada warnanya (Sapriati, 2009).
188

Akhirnya dengan tujuan pembelajaran seperti disebutkan diatas


dapat disimpulkan bahwa setelah pembelajaran dengan metode
demomstrasi atau eksprementasi peserta didik telah dapat :
1. Menyebutkan bahwa udara adalah campuran bermacam gas.
2. Menyebutkan bahwa bagian terbesar dari udara adalah nitrogen dan
oksigen.
3. Menjelaskan bahwa gas yang bercampur di udara dapat berubah
komposisinya sesuai dengan lingkungan dimana udara tersebut
terdapat.
4. Menjelaskan kadar uap air di udara tidak selalu tetap.
5. Menunjukkan cara untuk menentukan ada tidaknya oksigen di udara.
6. Menyebutkan bahwa udara tidak ada baunya, tidak ada rasanya dan
tidak ada warnanya (Sapriati, 2009).
Semua yang telah diketahui anak didik, mulai dari nomor (1) sampai
dengan nomor (6) adalah peningkatan kemampuan dalam ranah kognitif.
Namun diluar itu peserta didik juga kemampuannya dalam ranah
psikomotor antara lain peserta didik dapat:
1. Menelungkupkan gelas pada lilin yang sedang terbakar dan terapung
diatas air.
2. Mengukur perbandingan volume udara yang digunakan lilin yang
terbakar.
3. Melakukan beberapa kali pengamatan yang hasilnya relatif sama.
4. Melakukan percobaan yang membuktikan adanya uap air di udara.
5. Melakukan percobaan yang membuktikan kadar oksigen di udara
(Sapriati, 2009).
Sedangkan peningkatan kualitas kepribadian juga akan dapat dilaksanakan
melalui percobaan tersebut antara lain:
1. Sifat tenggang rasa (penghargaan pendapat teman) akan
dikembangkan.
2. Meningkatkan kebersihan, kerapian, dan ketelitian.
3. Meningkatkan disiplin kerja, karena dalam waktu yang telah
ditentukan percobaan harus selesai.
189

4. Sifat kerja sama antara peserta didik dapat dibina dalam percobaan
tersebut dilakukan oleh kelompok yang terdiri dari 2 sampai dengan 4
orang.
5. Menumbuhkan kreativitas untuk mencapai jalan agar percobaan
berlangsung lebih baik, cepat, tepat (Sapriati, 2009).

Permasalahannya adalah bagaimana membuktikannya bahwa


kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif diatas ada peningkatannya?
Dibawah ini akan diberi beberapa contoh upaya pengukuran yang
menunjukkan bahwa dengan pembelajaran tersebut telah terjadi
perubahan.
A. Ranah kognitif
Sebagaimana telah diuraikan peserta didik paling tidak tetap
menguasai 6 kemampuan kognitif satu diantaranya dapat mengetahui
nama-nama gas yang ada diudara. Untuk mengetahui bahwa
kemampuan ini benar-benar telah dikuasai oleh peserta didik, guru
dapat bertanya secara lisan atau tertulis. Pertanyaan lisan yang
dikemukakan antara lain:
a. Campurkan gas apa saja yang terdapat di udara?
b. Gas apakah yang volumenya paling banyak di udara?
c. Berapakah perbandingan gas oksigen terhadap gas nitrogen di
udara?
d. Samakah perbandingan volume oksigen terhadap volume nitrogen
di sembaranf tempat? (Sapriati, 2009).

Keempat pertanyaan diatas mengukur kemampuan ingatan (C1).


Berdasarkan keempat pertanyaan tersebut telah dapat dijawab oleh
anak yang kurang mampu di kelas, berarti anak didik lainnya dapat
diasumsikan telah menguasainya juga. Kalau tidak bertanya dalam
bentuk lisan, anda dapat memberi pertanyaan secara tertulis. Keempat
pertanyaan diatas ditulis diats kertas dibagi-bagikan kepada peserta
didik.
190

Mereka akan memberi jawaban masing-masing. Jawaban yang sudah


ada diperiksa, dihitung berapa banyak yang menjawab benar dan
berapa banyak yang menjawab salah untuk setiap butir pertanyaan.
Dari jawaban ini anda dapat membuat keputusan apakah semua peserta
sudah menguasai setiap pertanyaan, atau sebaliknya belum
menguasainya. Jika belum menguasainya maka anda harus membuat
penjelasan ulang atau mendemonstrasikan kembali. Pertanyaan bentuk
uraian tertulis seperti yang dicontohkan menyita waktu baik dalam
menjawab maupun dalam memeriksa, oleh karena itu pertanyaan di
atas dapat dibuat dalam bentuk tes objektif, misalnya:
1) Udara adalah campuran gas...
a. Nitrogen, helium, karbondioksida, dan natrium
b. Oksigen, uap air, helium, alkohol
c. Uap air, helium, nitrogen, dan oksigen
d. Alkohol, oksigen metana, dan amonia

2) Gas yang paling banyak volumenya di udara adalah...


a. Hidrogen
b. Helium
c. Oksigen
d. Nitrogen

3) Volume nitrogen terhadap oksigen di udara adalah...


a. 4 : 1
b. 5 : 1
c. 1 : 4
d. 1 : 5 (Sapriati, 2009).
Ketiga butir soal objektif diatas masih mengukur C1. Menjawab butir
soal ini tidak banyak menyita waktu mudah diperiksa, dan objektif
dalam cara memeriksanya. Sekiranya waktu dapat diatur (atau waktu
cukup) pertanyaan tertulis lebih baik daripada pertanyaan lisan.
191

Untuk mengukur kemampuan berpikir lebih tinggi misalnya


kemampuan memahami C2 guru dapat membuat pertanyaan sebagai
berikut :
1. Jelaskan mengapa perbandingan volume oksigen dengan volume
nitrogen diudara selalu tetap, walaupun udara tersebut diambil dari
tempat A ataupun dari tempat B !
2. Jelaskan mengapa perbandingan volume oksigen terhadap volume
nitrogen tidak berubah walaupun ditempat sampah yang berbau
busuk !
Jika pertanyaan semacam ini disampaikan dengan cara tertulis, guru
harus memiliki waktu yang cukup untuk memeriksa jawaban peserta
didik. Biasanya waktu tidak tersedia cukup, karena guru harus
membuat keputusan apakah pembelajar harus pindah ke bagian lain
atau guru harus mengulangi memberi penjelasan. Dalam kondisi
seperti ini sebaiknya guru memberi pertanyaan cara lisan kepada
beberapa peserta didik yang dianggap mewakili kemampuan kelas.
Sekiranya guru mempunyai butir soal objektif yang dapat mengukur
kemampuan C2 mengenal hal diatas sebaiknyalah pertanyaan objektif
tersebut diberikan kepada semua peserta didik, dan jawabannya
dengan cepat dapat diketahui oleh guru, seperti dikemukakan pada
contoh mengukur C1 diatas.
1. Perbandingan volume oksigen dan volume nitrogen di udara yang
diambil dari berbagai tempat akan selalu sama karena...
a. Udara merupakan campuran dari berbagai jenis gas
b. Adanya angin yang selalu bergerak campuran gas dalam udara
menjadi homogen
c. Proses fotosintesis menyebabkan volume oksigen di udara
menjadi tetap
d. Bernapas artinya mengambil oksigen dari udara, sedangkan
fotosintesis mengeluarkan oksigen ke udara
192

2. Udara ditempat sampah berbau busuk, namun volume oksigen


terhadap volume nitrogen hampir tidak berubah jika dibandingkan
dengan tempat lain hal ini disebabkan...
a. Volume gas yg berbau busuk sebenarnya kecil, tetapi baunya
yang menusuk hidung
b. Gas yang memberi bau busuk tersebut tidak ada volumenya
c. Yang berbau busuk tersebut adalah sampahnya bukan udara
disekitarnya
d. Bau busuk terjadi karena tidak angin, begitu angin berhembus
bau tersebut akan sirna (Sapriati, 2009).
Kedua pertanyaan objektif diatas masing-masing diberi skor 1, jika
memiliki jawaban yang benar. Dengan pertanyaan bentuk uraian (esai)
seperti dua contoh diatas skornya akan lebih dari 1, karena kita
mengharapkan penjelasan tersebut ada berbagai konsep berupa
ingatan (C1) yang disampaikannya sebelum sampai pada jawaban
perbandingan volume gas oksigen dan gas nitrogen tidak berubah.
Dalam jawaban peserta didik tercantum hal-hal berikut :
a. Udara adalah campuran gas yang homogen (C1)
b. Perbandingan volume oksigen dengan nitrogen adalah 1 : 4 (C1)
c. Udara selalu bergerak, tidak diam (C1)
d. Bergeraknya udara memungkinkan perbandingan volume oksigen
terhadap volume nitrogen tidak berubah (C2)
Dengan kata lain skor maksimum untuk tes bentuk uraian bisa saja 4,
sedangkan untuk tes objektif hanya 1, karena tes objektif hanya
menanyakan tujuan pembelajaran yang keempat pada contoh diatas.
Seterusnya anda dapat kembangkan sendiri untuk tes uraian kedua,
coba diskusikan hasil anda dengan para peserta lainnya (Sapriati,
2009).
193

B. Ranah Psikimotor
Percobaan diatas mencantumkan 5 kemampuan psikimotor yang dapat
dikembangkan melalui kegiatan ini. Kemampuan yang pertama,
sebagaimana tertulis diatas, adalah : menelungkupkan gelas pada lilin
yang sedang terbakar dan terapung diatas air. Kemampuan
keterampilan pertama ini dapat dirinci menjadi berbagai keterampilan.
a. Memilih alat dan bahan yang diperlukan (seperti memilih lilin yang
cocok untuk ditutup dengan gelas, memilih bejana tempat air
memilih tempat tumpuan untuk gelas yang ditelungkupkan,
memiliki tempat lilin yang harus terapung diatas air).
b. Cara menyalakan lilin.
c. Cara meletakkan batang penyangga gelas.
d. Cara menuangkan air ke dalam bejana.
e. Cara menelungkupkan gelas kosong diatas lilin .
f. Cara memberi tanda permukaan air pada gelas sebelum dan
sesudah percobaan.
g. Membersihkan kembali alat dan bahan yang digunakan.
h. Menyimpan kembali alat dan bahan yang digunakan (Sapriati,
2009).
Semua keterampilan yang dilatihkan melalui percobaan diatas
hendaknya selalu diamati oleh guru agar setiap peserta didik yang
melaksanakannya. Agar pengamatan dapat dicatat dengan baik dan
dapat ditindak lanjuti, guru harus mempersiapkan pedoman observasi
seperti dicontohkan dibawah ini. Format 7.1 dapat digunakan untuk
semua percobaan atau demonstrasi yang dikerjakan sendiri oleh peserta
didik dengan catatan bahwa setiap jenis percobaan akan melatihkan
keterampilan tertentu, sehingga kolom kegiatan yang dilatihkan diisi
dengan jenis kegiatan yang menonjol pada percobaan tersebut. Tanda
cek (V) dipergunakan untuk menilai kualitas pekerjaan yang dilakukan
oleh peserta didik. Dalam format Observasi 7.1 baru 3 jenis kegiatan
yang sudah baik, masih ada 6 kegiatan yang harus dilatihkan agar
kualitasnya menjadi baik atau baik sekali. Enam jenis kegiatan ini
194

sebaiknya diulang kembali karena kualitas percobaan secara


keseluruhan (9 kegiatan) belum memenuhi syarat. Ada jenis kegiatan
yang kualitasnya belum baik, dapat ditangguhkan dalam percobaan
lain yang akan dilaksanakan kemudian, jika secara menyeluruh
percobaan sudah dilaksanakan dengan baik (Sapriati, 2009).
Format Observasi 7.1: Kualitas Keterampilan
No Kegiatan yang dilakukan Kualitas Kegiatan

Baik Baik Kurang Sangat


sekali baik kurang
baik

1. Memilih alat dan bahan yang v


sesuai

Cara menyalakan lilin


2. v v
Cara meletakkan batang
3.
penyangga

Cara menuangkan air ke


4. dalam bejana v

Cara menelungkupkan gelas


kosong di atas lilin
5. v v
Cara memberi tanda
permukaan air sebelum
6. percobaan v

Cara memberi tanda


permukaan air sesudah
percobaan
7.
Membersihkan alat yang
sudah digunakan
195

Menyiapkan alat yang sudah


digunakan
8. v
Menyipan alat dan bahan
yang sudah digunakan

9. v

C. Ranah Afektif
Diantara kualitas kepribadian yang dapat dikembangkan melalui
percobaan ini sebagai mana dicontohkan diatas seperti: Sifat tenggang
rasa (menghargai pendapat orang lain) akan dapat dibina dan
dikembangkan terus. Bahwa dengan adanya kerja kelompok pada
waktu melakukan percobaan telah mebuahkan sifat tenggang rasa yang
makin tinggi dapat dicatat melalui pengamatan atau observasi
mengenai sikap setiap peserta didik. Untuk mendapatkan hasil
observasi yang akurat dari satu periode ke periode selanjutnya, guru
harus menggunakan pedoman observasi. Tanda-tanda atau indikator
mengenai tenggang rasa yang dimiliki seseorang dapat dilihat dari
sikap atau pribadinya:
a. Tidak memaksakan kehendak sendiri atau tidak otoriter
b. Mau menerima pendapat orang lain
c. Tidak mudah tersinggung
d. Adanya kesediaan untuk menjalin persahabatan tanpa pamrih
e. Dan seterusnya (Sapriati, 2009).
Tingkat tenggang rasa (toleransi) dari orang perorang tidak sama
kuatnya. Ada yang tenggang rasanya sangat rendah namun ada yang
sangat tinggi. Melalui berbagai latihan, kadar tenggang rasa dapat
ditingkatkan, supaya peningkatan dapat diikuti secara berkesinambungan
196

pencatatan yang teratur harus dilaksanakan dengan menggunakan format


observasi dibawah ini.
Setelah mengisi format Observasi 7.2 untuk setiap peserta didik dapatlah
ditentukan siapa diantara mereka atau peserta didik harus dibina secara
intensif, siapa yang perlu pembinaan cara mengisi Format Observasi 7.2
sama dengan cara mengisi Format Observasi 7.1 seperti dicantumkan
pada format tersebut ada 4 indikator untuk melihat kualitas tenggang rasa
seseorang, besar kemungkinan bahwa kalau pada indikator pertama
seseorang berada pada kualitas kurang maka pada kualitas yang lain juga
akan disekitar kurang. Tidak mustahil bahwa penyebaran kualitas
tersebut menyebar pada 4 indikator tersebut seperti dicontohkan dalam
format tersebut. Yang mana pun yang terjadi, bagi pendidik merupakan
alat bantu untuk meningkatkan kualitas tersebut (Sapriati, 2009).

Format Observasi 7.2: Kualitas pribadi


No Kegiatan yang dilakukan Kualitas Kegiatan

Baik Baik Kurang Sangat


sekali baik kurang
baik

Tenggang rasa (Toleransi)

1. Tidak memaksakan
kehendak sendiri
v
Mau menerima pendapat
2.
orang lain
v
Tidak mudah tersinggung
3. v
Bersedia menjalin
4. persahabatan tanpa pamrih v
197

Rangkuman
Evaluasi merupakan penilaian keseluruhan program pendidikan mulai
perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk kurikulum
dan penilaian (asesmen) serta pelaksanaannya, pengadaan dan
peningkatan kemampuan guru, manajemen pendidikan, dan reformasi
pendidikan secara keseluruhan. Asesmen merupakan kegiatan untuk
mengumpulkan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis
tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan
perkembangan belajar siswa. Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil
keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran
hasil belajar baik yang menggunakan instrumen test maupun non-test.
Secara umum portofolio adalah suatu kumpulan atau berkas pilihan yang
dapat memberikan informasi bagi suatu penilaian. Kumpulan atau hasil kerja
tersebut berisi pekerjaan siswa selama waktu tertentu yang dapat memberi
informasi bagi suatu penilaian yang objektif, yang menunjukkan apa yang dapat
dilakukan siswa dalam lingkungan dan suasana belajar yang alami. Alat evaluasi
proses pembelajaran IPA yang diperlukan terdiri dari alat evaluasi untuk
mengukur kognitif, alat evaluasi untuk membentuk kualitas hati nurani dan alat
evaluasi untuk mengukur kemampuan keterampilan.
198

DAFTAR PUSTAKA

Iqbalzonecoolz. (2014, Mei Sabtu). Teknik Penilaian Hasil Belajar. Dipetik Maret
Minggu, 2018, dari Evaluasi dan proses Pembelajaran:
https://iqbalzonecoolz.wordpress.com/tag/teknik-penilaian-hasil-belajar-
evaluasi-dan-proses-pembelajaran/
Jaenudin, R. (2009). Inovasi Model Penilaian Berbasis Portofolio dalam
Pembelajaran. Jurnal, 7-10.
Jailani. (2012). Rancangan Model Penilaian Portofolio di Sekolah. Jurnal Ilmiah
Didaktika, 234.
LPP, T. P.-A. (2007). Panduan Evaluasi Pembelajaran . Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Mardapi, D. (2004). Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta: Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Nuryani Y. Rustaman, A. Y. (2010). Asesmen Portofolio dalam Pembelajaran
(IPA) di Sekolah Dasar. Balitbangdiknas: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Sapriati, A. (2009). Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sasmita, N. A. (2016, April 15). Makalah Evaluasi Pembelajaran. Dipetik Maret
29, 2018, dari Tugas Kuliah:
http://nurazmisasmita.blogspot.co.id/2016/04/makalah-evaluasi-
pembelajaran.html
Solikhin, R. (2014). Asesmen Pembelajaran. Dipetik Maret Sabtu, 2018, dari
Pendekatan Pembelajaran:
http://riyadsangpetualang.blogspot.co.id/2014/01/assesmen-
pembelajaran.html
Suryanto, A. (2014). Evaluasi Pembelajaran di SD. Tanggerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Yuliani, L. (2008). Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Malang: Universitar
Negeri Malang.
199

BAB 8
MENGANALISIS KTSP DAN KURIKULUM 2013

8.1 Pengertian KTSP dan K13


Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kekhasan, kondisi, dan potensi daerah, satuan pendidikan dan pelajar
(Isjoni, 2009).
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan
dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan BSNP. KTSP juga
dikenal dengan Kurikulum 2006 yang merupakan penyempurnaan dari
Kurikulum 2004 (Isjoni, 2009).
Implementasi KTSP di sekolah didasarkan pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006 yang mengharuskan
satuan pendidikan mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. KTSP memberikan keleluasaan penuh setiap sekolah
mengembangkan kurikulum dengan tetap memperhatikan potensi sekolah dan
potensi daerah sekitar (Sapriati dkk, 2009).
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan
dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan
kurikulum (Mubarak, 2013).
Mubarak (2013) mengemukakan bahwa secara khusus tujuan
diterapkannya KTSP adalah untuk:
200

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif


sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang akan dicapai.

Seiring dengan perkembangan zaman, KTSP disempurnakan dengan


dibentuknya Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 pada dasarnya merupakan
upaya penyederhanaan dan tematik-integratif yang disiapkan untuk mencetak
generasi yang siap menghadapi masa depan. Sasaran pembelajaran dalam
kurikulum 2013 mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan (Krissandi dan
Rusmawan, 2015).
Kurikulum Nasional 2013 menuntut guru untuk melaksanakan
pembelajaran yang berbasis tematik integratif. Guru juga dituntut untuk tidak
hanya memiliki kompetensi profesional, tetapi juga harus memiliki
kompetensi pedagogik, sosial, dan kepribadian. Kompetensi pedagogik
menuntut guru untuk memahami karakteristik peserta didik, sehingga guru
dapat menerapkan pendidikan karakter secara spontan dalam setiap proses
pembelajaran agar peserta didik dapat memenuhi kompetensi sikap (Ruja dan
Sukamto, 2015).
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Arif, 2017)
menjelaskan beberapa kompetensi yang perlu dimiliki guru dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013 yaitu:
1. Memahami secara utuh rasional dan elemen perubahan Kurikulum 2013.
2. Memahami SKL, KI, dan KD serta strategi implementasi Kurikulum
2013.
3. Mendeskripsikan konsep pendekatan scientific dalam pembelajaran
matematika SMP/MTs.
4. Mendeskripsikan konsep penilaian autentik pada proses dan hasil belajar.
201

Menurut Shafa (2014), beberapa hal yang baru secara konsep dari
kurikulum 2013 adalah karakter tujuan atau kompetensi lulusan yang dikemas
dalam bentuk integrasi dengan menekankan pada pendidikan karakter,
karakter pembelajaran yang menekankan pada pendekatan scientifik dan
kerakter penilaian yang lebih detail dengan menekankan pada penilaian
proses. Proses pembelajaran kurikulum 2013 lebih menekankan pada
pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa belajar secara mandiri.
Peserta didik diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuan mereka
sendiri.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu penggunaan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah
(scientific approach) dalam pembelajaran meliputi kegiatan mengamati,
bertanya, mengumpulkan informasi atau mencoba, mengasosiasi atau menalar
atau mengolah informasi, dan menyajikan atau mengkomunikasikan. Model-
model pembelajaran yang disarankan dalam kurikulum 2013 meliputi project
based learning, problem based learning, dan discovery learning dan model
model pembelajarn lain yang relevan (Zainuddin, 2015).
202

8.2 Perbedaan KTSP dan K13


No Kategori KTSP K13

1. Landasan .a Undang-undang a. Undang-undang No 20


implementasi Republik Indonesia tahun 2003 tentang
No 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan
tentang Sistem Nasional
Pendidikan Nasional b. PP No 19 tahun 2005
dan Peraturan tentang Standar Nasional
Pemerintah Republik Pendidikan
Indonesia No 19 c. PP No 23 tahun 2013
Tahun 2005 tentang tentang Perubahan
Standar Nasional Standar Nasional
Pendidikan Pendidikan
b. Peraturan Menteri d. Permendikbud No 54
Pendidikan Nasional tahun 2013 tentang
No 24 Tahun 2006 Standar Kompetensi
tentang Pelaksanaan Lulusan
Permen Diknas No e. Permendikbud No 64
22 Tahun 2006 tahun 2013 tentang
(Standar Isi) dan Standar Isi
Permen Diknas No f. Permendikbud No 65
23 Tahun 2006 tahun 2013 tentang
(Standar Kompetensi Standar Proses
Lulusan). g. Permendikbud No 66
.c UU No 20 Tahun tahun 2013 tentang
2003 tentang Standar Penilaian
Sisdiknas, Pasal 36 h. Permendikbud No 67
s.d 38, PP No 19 tahun 2013 tentang
Tahun 2005 Pasal 17 Kerangka Dasar
Ayat (2) Kurikulum Kompetensi
Permendiknas No 24 SD
203

tentang Pelaksanaan i. Permendikbud No 68


Permen Diknas No tahun 2013 tentang
22 (SI) dan Permen Kerangka Dasar
Diknas No 23 (SKL) Kurikulum Kompetensi
SMP

No Kategori KTSP K13

j. Permendikbud No 69 tahun
2013 tentang Kerangka
Dasar Kurikulum
Kompetensi SMA
k. Permendikbud No 70 tahun
2013 tentang Kerangka
Dasar Kurikulum
Kompetensi SMK
l. Permendikbud No 71 tahun
2013 tentang Buku Teks
Pelajaran Layak.

2. Pengembangan a. Satuan a. Pemerintah pusat dan daerah


oleh/ pendidikan memiliki kendali kualitas
mekanisme mempunyai dalam pelaksanaan
penyusunan kebebasan dalam kurikulum di tingkat satuan
pengelolaan pendidikan
kurikulum b. Satuan pendidikan mampu
b. Masih terdapat menyusun kurikulum
kecenderungan dengan mempertimbangkan
satuan pendidikan kondisi satuan pendidikan,
menyusun kebutuhan peserta didik dan
kurikulum tanpa potensi daerah
memepertimbang c. Pemerintah menyiapakan
204

kan kondisi semua komponen kurikulum


satuan sampai buku teks dan
pendidikan,kebut pedoman.
uhan peserta
didik, dan potensi
daerah
c. Pemerintah hanya
menyiapkan
sampai standar isi
mata pelajaran

No Kategori KTSP K13

3. Orientasi Berorientasi pada hasil Terjadinya peningkatan


belajar (learning dan keseimbangan antara
outcomes) dan kompetensi sikap,
keberagaman. keterampilan, dan
pengetahuan.

4. Pendekatan Pendekatan behaviorisme Pendekatan


pembelajaran dan kognitifisme konstrutivisme

5. Standar isi a. Standar isi KTSP a. Standar isi


diatur dalam Kurikulum 2013
Permendiknas No 22 diatur dalam
Tahun 2006 Permendikbud
b. Kontent kurikulum No 64 Tahun
terlalu padat. KTSP 2013
2006 memuat banyak b. Semua mata
mata pelajaran, yakni pelajaran terikat
SD 10 mata pelajaran, satu sama lain
SMP 12 mata dengan
pelajaran, dan SMA mendukung
(kelas X) 17 mata
205

pelajaran. kompetensi inti.

No Kategori KTSP K13

6. SKL/ Hasil Standar Isi ditentukan SKL (Standar


Pendidikan terlebih dahulu melaui Kompetensi Lulusan)
Permendiknas No 22 ditentukan terlebih
Tahun 2006. Setelah itu dahulu, melalui
ditentukan SKL (Standar Permendikbud No 54
Kompetensi Lulusan) Tahun 2013. Setelah itu
melalui Permendiknas No baru ditentukan standar
23 Tahun 2006. Standar isi, yang berbentuk
Kompetensi Lulusan Kerangka Dasar
diturunkan dari Standar Kurikulum, yang
Isi, dituangkan dalam
Permendikbud No 67,
68, 69, dan 70 Tahun
2013. Standar
Kompetensi Lulusan
diturunkan dari
kebutuhan masyarakat.

No Kategori KTSP K13

7. Perangkat a. Pada identitas RPP, a. Pada identitas RPP,


Pembelajaran tidak memasukkan tidak memasukkan
Standar Kompetensi Standar Kompetensi
(SK). (SK).
206

b. Tidak ada tema. b. Adanya tambahan


c. Kompetensi dasar item tema dan
(KD) dan indicator subtema pada
berdiri sendiri. identitas RPP.
d. Kegiatan inti terdiri c. KD digabung dengan
dari eksplorasi, indicator
elaborasi, dan d. Kegiatan inti terdiri
konfirmasi. dari mengamati,
e. Pada lembar penilaian menanya, menalar,
tidak dicantumkan mencoba, dan
item lembar membentuk jejaring
pengamatan sikap yang bermula dari
pada bentuk pedekatan saintifik
instrumen. (ilmiah) dan
kontekstual sebagai
sarana untuk
memeroleh
kemampuan
kreatifitas siswa.
e. Pada lembar
penilaian
dicantumkan item
lembar pengamatan
sikap pada bentuk
instrumen,

No Kategori KTSP K13

8. Jenjang Di jenjang SD tematik Di jenjang SD tematik


pelaksanaan terpadu untuk kelas 1-3 terpadu untuk kela 1-6
207

tematik
terpadu

9. Pendekatan Penilaian yang dilakukan Standar penilaian


penilaian cenderung menggunakan menggunakan penilaian
penilaian akhir tanpa ada otentik, yaitu mengukur
penilaian pada proses semua kompetensi sikap,
pembelajaran. Penilaian keterampilan, dan
lebih dominan pada aspek pengetahuan berdasarkan
pengetahuan. Tes menjadi proses dan hasil.
cara penilaian yang Penilaian tes dan
dominan. portopolio saling
melengkapi.

10 Jumlah jam Jumlah jam pelajaran Jumlah mata pelajaran


pelajaran dan lebih sedikit dan jumlah per minggu lebih banyak
mata pelajaran mata pelajaran lebih dan jumlah mata
banyak dibanding K13. pelajaran lebih sedikit
dibanding KTSP.

11 Penggunaan TIK sebagai mata TIK bukan sebagai mata


TIK pelajaran. pelajaran, melainkan
sebagai media
pembelajaran.

12 Peran pendidik Guru sebagai pusat Guru sebagai fasilitator


dalam pembelajaran yang dalam arti pembelajaran
pembelajaran membuat siswa pasif. berpusat pada siswa
Guru sebagai pengajar, sehingga siswa aktif dan
pembimbing, pelatih dan kritis.
pengembang kurikulum
208

Urutan (sequency) KTSP dan Kurikulum 2013


KTSP Kurikulum 2013
Kompetensi lulusan
a Sikap belum mencerminkan a. Berkarakter mulia
karakter mulia b. Keteterampilan yang relevan
b Keterampilan belum sesuai c. Pengetahuan-pengetahuan
kebutuhan terkait
c Pengetahuan-pengetahuan lepas
Materi pembelajaran
a. Belum relevan dengan a. Relevan dengan kompetensi
kompetensi yang dibutuhkan yang dibutuhkan
b. Beban belajar terlalu berat b. Materi esensial
c. Terlalu luas, kurang mendalam c. Sesuai dengan tingkat
perkembangan anak
Proses pembelajaran
a. Berpusat pada guru (teacher a Berpusat pada peserta didik
centered learning) (student centered active
b. Sifat pembelajaran yang learning)
berorientasi pada buku teks b Sifat pembelajaran yang
c. Buku teks hanya memuat materi kontekstual
bahasan c Buku teks memuat materi dan
proses pembelajaran, sistem
penilaian serta kompetensi yang
diharapkan.
Penilaian
a Menekankan aspek kognitif a Menekankan aspek kognitif,
b Tes menjadi cara penilaian yang afektif, psikomotorik secara
dominan proposional
b Penilaian tes dan portofolio
saling melengkapi
209

Pendidik dan tenaga kependidikan


a Memenuhi kompetensi profesi a. Memenuhi kompetensi profesi,
saja pedagogi, sosial, dan personal
b Fokus pada ukuran kinerja PTK b. Motivasi mengajar
Pengolahan kurikulum
a. Satuan pendidikan mempunyai a Pemerintah pusat dan daerah
kebebasan dalam pengelolaan memiliki kendali kualitas dalam
kurikulum pelaksanaan kurikulum di
b. Masih terdapat kecendrungan tingkat satuan pendidikan
satuan pendidikanmenyusun b Satuan pendidikan mampu
kurikulum tanpa menyusun kurikulum dengan
memepertimbangkan kondisi mempertimbangkan kondisi
satuan pendidikan,kebutuhan satuan pendidikan, kebutuhan
peserta didik, dan potensi daerah peserta didik dan potensi daerah
c. Pemerintah hanya menyiapkan c Pemerintah menyiapakan semua
sampai standar isi mata pelajaran komponen kurikulum sampai
buku teks dan pedoman.

Susunan stuktur dan muatan kurikulum


1. Mata pelajaran
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran
sebagai berikut :
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Kelompok mata pelajaran estetika
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
210

Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan


dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005
Pasal 7. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan
dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada 10
satuan pendidikan. Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-
masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum
yang tercantum dalam SI (Ristiawan, 2016).
Mata pelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP sejajar dengan mata
pelajaran lain dan diperlakukan sebagai pengetahuan. Sedangkan dalam
Kurikulum 2013, Bahasa Indonesia menjadi alat komunikasi dan pembawa
pengetahuan (Nurfuadah, 2014) .

2. Muatan lokal
Muatan lokal KTSP merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai
menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga
harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan
oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus
mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap
jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat
menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini
berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat
menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal (Ristiawan, 2016).
Untuk struktur k13 SD Muatan lokal menjadi materi pembahasan
Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan. Sedangkan, untuk SMP Muatan lokal menjadi materi
pembahasan Seni Budaya dan Prakarya (Ristiawan, 2016).

3. Kegiatan pengembangan diri


211

Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan


kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap
peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri
difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan
kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta
kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja
(Ristiawan, 2016). Kurikulum 2013 menetapkan Pramuka sebagai
ekstrakurikuler yang wajib sedangkan dalam KTSP pramuka bukanlah
ekstrakurikuler yang wajib. Kurikulum 2013 Mata pelajaran
Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran

4. Pengaturan beban belajar


Pengaturan beban belajar KTSP meliputi:
a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan
pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar
maupun mandiri, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh
SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar. Beban belajar dalam
sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri (Ristiawan, 2016)
b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket
dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum.
Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat
pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan
secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan
pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam
pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam
212

pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik


dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata
pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam
struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi (Ristiawan,
2016).
c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%,
SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% -
60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan.
Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi (Ristiawan, 2016).
d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik disekolah setara
dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara
dengan satu jam tatap muka (Ristiawan, 2016).
e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK
yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut:
1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit
kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap
muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur.

Dikutip dari Sudrajat (2013) pengaturan beban belajar k13 meliputi:


a. Beban belajar di SD/MI
Kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk kelas IV,
V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu, dengan lama belajar
untuk setiap jam belajarnya yaitu 35 menit.
b. Beban belajar di SMP/MTs
Dari semula 32 menjadi 38 jam untuk masing-masing kelas VII, VIII,
dan IX, dengan lama belajar untuk setiap jam belajarnya yaitu 40 menit.
213

c. Beban belajar di SMA/MA


Kelas X bertambah dari 38 jam menjadi 42 jam belajar, dan untuk kelas
XI dan XII bertambah dari 38 jam menjadi 44 jam belajar, dengan lama
belajar untuk setiap jam belajarnya yaitu 45 menit.

5. Ketuntasan belajar
Pada KTSP Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan
dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal
ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus
menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan
tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta
kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan
pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria
ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan
ideal. Pelaporan hasil belajar (raport) peserta didik diserahkan pada satuan
pendidikan dengan memperhatikan rambu-rambu yang disusun oleh
direktorat teknis terkait (Ristiawan, 2016).
Dikutip dari Yusup (2016), beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam melaksanakan penilaian Kurikulum 2013:
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian Kompetensi Dasar
(KD) pada Kompetensi Inti (KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4).
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu penilaian yang dilakukan
dengan membandingkan capaian siswa dengan kriteria kompetensi yang
ditetapkan. Hasil penilaian baik yang formatif maupun sumatif seorang
siswa tidak dibandingkan dengan skor siswa lainnya namun
dibandingkan dengan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan.
Panduan Penilaian Kurikulum 2013 SMP Dan SMA Dasar
Permendikbud 53 Tahun 2015
c. Penilaian dilakukan secara terencana dan berkelanjutan. Artinya semua
indikator diukur, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan
kompetensi dasar (KD) yang telah dikuasai dan yang belum, serta
untuk mengetahui kesulitan belajar siswa
214

d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut, berupa


program peningkatan kualitas pembelajaran, program remedial bagi
siswa yang pencapaian kompetensinya di bawah KBM/KKM, dan
program pengayaan bagi siswa yang telah memenuhi KBM/KKM.
Hasil penilaian juga digunakan sebagai umpan balik bagi orang tua/wali
siswa dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa.

6. Kenaikan kelas
Kenaikan kelas pada KTSP dilaksanakan pada setiap akhir tahun
ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis
terkait. Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah
diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri berdasarkan usulan
(Ristiawan, 2016).Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1),
peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan
dasar dan menengah setelah:
a) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh
mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga,
dan kesehatan;
c) Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
d) Lulus Ujian Nasional.

Beberapa istilah dalam kurikulum 2013 (Suriyadi, 2017), meliputi:


a. Istilah “KKM” menjadi “KBM” (Ketuntasan Belajar Minimal)
b. Istilah “UH” menjadi “PH” (Penilaian Harian)
c. Istilah “UTS” menjadi “PTS” (Penilaian Tengah Semester)
d. Istilah “UAS” menjadi “PAS” (Penilaian Akhir Semester)
e. Istilah “UKK” menjadi “PAT” (Penilaian Akhir Tahun)
215

Penentuan kenaikan kelas pada Kurikulum 2013 (Suriyadi, 2017),


meliputi:
a. Maksimal hanya 3 Mapel yang KBM-nya tidak TUNTAS.
b. Nilai Pengetahuan KI.3 harus Tuntas.
c. Nilai Ketrampilan KI.4 harus Tuntas.
d. KI.1 dan KI.2 harus BAIK.

7. Penjurusan
Penjurusan KTSP dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA.
Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait. Penjurusan pada
SMK/MAK didasarkan pada spektrum pendidikan kejuruan yang diatur
oleh direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (Ristiawan,
2016).
Sistem peminatan Kurikulum 2013 telah menjadi pilihan untuk siswa
pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Sistem peminatan yang
mulai dilakukan pada kelas X ini tentu membutuhkan peran dari guru
Bimbingan Konseling (BK) untuk mengarahkan anak ke minatnya
(Sudrajat, 2013).

8. Pendidikan kecakapan hidup


Pendidikan kecakapan hidup KTSP meliputi:
a. Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/
SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup,
yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan
akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari
pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang
direncanakan secara khusus.
c. Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal
lain dan/atau nonformal.
216

Pendidikan kecakapan hidup sudah lebih operasional dalam


Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan
manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan
warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta
mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut,
dirumuskan empat kompetensi inti untuk seluruh mata pelajaran yang
terdiri dari: KI-1 untuk kompetensi inti sikap spiritual; KI-2 untuk
kompetensi inti sikap sosial; KI-3 untuk kompetensi inti pengetahuan; dan
KI-4 untuk kompetensi inti keterampilan (Bobi, 2017).
Masing-masing KI secara berurutan menekankan pada kecakapan
personal, sosial akademik dan vokasional. KI-1 dan KI-2 wajib menjadi
tagihan setiap proses pembelajaran, sementara KI-3 dan KI-4 tergantung
pada karakteristik materi pembelajaran yang akan diberikan sesuai dengan
standar kompetensi mata pelajaran tertentu. Dengan demikian, keempat KI
ini menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills
(KI-3 dan KI-4) dan soft skills (KI-1 dan KI-2) (Bobi, 2017).

9. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global


Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan
yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global
dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan
komunikasi, ekologi, dan lainlain, yang semuanya bermanfaat bagi
pengembangan kompetensi peserta didik. KTSP untuk semua tingkat
satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan
lokal dan global. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat
merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata
pelajaran muatan lokal. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat
diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau satuan
pendidikan nonformal (Ristiawan, 2016).
Pada kurikulum 2013 tantangan masa depan yang dihadapi yaitu arus
globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi,
217

konfergensi ilmu dan teknologi, dan ekonomi berbasis pengetahuan.


Kompetensi masa depan yaitu meliputi kemampuan berkomunikasi,
kemapuan berfikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi
moral suatu permasalahan kemampuan menjadi warga negara yang efektif,
dan kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan
yang berbeda.

8.3 Pelaksanaan Penyusunan KTSP dan K13


Dikutip dari Muslich (2007), KTSP disusun dengan memperhatikan
acuan operasional sebagai berikut:
1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar
pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun
yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan
iman dan takwa serta akhlak mulia.
2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik
Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman
potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik
peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan
keragaman karakteristik lingkungan. Oleh karena itu, kurikulum harus
memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Pengembangan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan
tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
5. Tuntutan dunia kerja
Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta
didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangannya dan
218

kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang melanjutkan ke


jenjang yang lebih tinggi.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan
berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
7. Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan
kerukunan umat beragama, serta memperhatikan norma agama yang
berlaku di lingkungan sekolah.
8. Dinamika perkembangan global
Kurikulum harus dikembangakan agar peserta didik mampu bersaing
secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain.
9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan
persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan
karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang
kelestarian keragaman budaya.
11. Kesetaraan gender
Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan
mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan gender.
12. Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan,
kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan. Dikutip dari Sapriati dkk (2009),
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan KTSP adalah
melakukan Analisis konteks. Analisis konteks dilakukan dalam beberapa
tahap yaitu:
219

1. Mengidentifikasi Standar Isi (SI) dan Standar kompetensi Lulusan


(SKL) sebagai acuan.
2. Menganalisis kondisi yang ada di satuan pendidiakn yang meliputi
peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, sarana prasarana,
biaya, dan program-program.
3. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan
lingkungan sekitar: komite sekolah, dewan pendidikan, dinas
pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber
daya alam dan sosial budaya.

Dikutip dari Zainuddin (2015), Kurikulum 2013 dikembangkan


berdasarkan faktor-faktor berikut ini:
1. Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan
dalam hubungannya dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada
delapan Standar Nasional Pendidikan: standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga ke pendidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,
dan standar penilaian pendidikan. Tantangan internal lainnya adalah
perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk
usia produktif.

2. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi
dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup,
kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan
budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional.
Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi
dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi dan
transformasi bidang pendidikan.
220

3. Penyempurnaan Pola Pikir


Menurut Permendikbud Nomor 103 tahun 2014 (dalam Zainuddin,
2015), Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola
pikir berikut:
a. Penguatan pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang
dipelajari dan gaya belajarnya (learning style) untuk memiliki
kompetensi yang sama;
b. Penguatan pola pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta
didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber atau media lainnya);
c. Penguatan pola pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat
menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat
dihubungi serta diperoleh melalui internet);
d. Penguatan pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif
mencari semakin diperkuat dengan pendekatan pembelajaran
saintifik);
e. Penguatan pola belajar sendiri dan kelompok (berbasis tim);
f. Penguatan pembelajaran berbasis multimedia;
g. Penguatan pola pembelajaran berbasis klasikal-massal dengan tetap
memperhatikan pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap
peserta didik;
h. Penguatan pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak
(multidisciplines);
i. Penguatan pola pembelajaran kritis.

4. Penguatan Tata Kelola Kurikulum


Penguatan Kurikulum 2013 dilakukan melalui tata kelola sebagai
berikut:
a. Penguatan tata kerja guru lebih bersifat kolaboratif;
b. Penguatan manajeman sekolah melalui penguatan kemampuan
manajemen kepala sekolah sebagai pimpinan kependidikan
(educational leader);
221

c. Penguatan sarana dan prasarana untuk kepentingan manajemen dan


proses pembelajaran.

5. Penguatan Materi
Penguatan materi dilakukan dengan cara pengurangan materi
yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan
bagi peserta didik.

6. Karakteristik Kurikulum 2013


Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial,
pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya dalam
berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
b. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang
memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu
menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan
memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
c. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
d. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk
Kompetensi Inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi
Dasar mata pelajaran;
e. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur
pengorganisasi (organizing elements) Kompetensi Dasar. Semua
Kompetensi Dasar dan proses pembelajaran;
f. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya
(enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi
horizontal dan vertikal).
222

7. Standar Kompetensi Lulusan


Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 (dalam Zainuddin, 2015)
tentang Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan
utama pengembangan Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian
Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar
Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan.
Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan
peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan
masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang Pendidikan Dasar
dan Menengah.

8. Standar Penilaian
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan untuk memantau
proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik
secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
memiliki peran antara lain untuk membantu peserta didik mengetahui
capaian pembelajaran (learning outcomes). Berdasarkan penilaian hasil
belajar oleh pendidik, pendidik dan peserta didik dapat memperoleh
informasi tentang kelemahan dan kekuatan pembelajaran dan belajar.

8.4 Mekanisme Penyusunan KTSP dan K13


Sapriati dkk (2009) mengemukakan bahwa penyusunan KTSP
dilakukan oleh Tim Penyusun yang terdiri dari:
1. Tim penyusun KTSP pada SD, SMP, SMA, dan SMK terdiri atas guru,
konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Kegiatan
tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan narasumber, serta pihak lain
yang terkait. Supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan tingkat kabupaten atau kota untuk SD dan SMP dan
tingkat provinsi untuk SMA dan SMK.
223

2. Tim penyusun KTSP pada MI, MTs, MA, dan MAK terdiri atas guru,
konselor, dan kepala madrasah sehingga ketua merangkap anggota.
Kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan narasumber, seta
pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh departemen yang
menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
3. Tim penyusun KTSP pada pendidikan khusus (SDLB, SMPLB, dan
SMALB) terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua
merangkap anggota. Kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah,
dan narasumber, serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh
dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Dokumen KTSP SD, SMP, SMA, dan SMK dinyatakan berlaku oleh
kepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan
diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan tingkat provinsi untuk SMA dan
SMK. Dokumen KTSP pada MI, MTs, MA, dan MAK dinyatakan berlaku
oleh kepala Madrasah setelah pertimbangan dari komite sekolah dan
diketahui oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang
agama (Sapriati dkk, 2009).
Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan
sekolah atau madrasah. Kegiatan ini berbentuk rapat kerja, lokakarya, dan
atau kelompok sekolah atau madrasah yang diselenggarakan dalam jangka
waktu sebelum tahun pelajaran baru. Tahap kegiatan penyusunan KTSP
secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draft, review, dan
revisi serta finalisasi. Langkah yang lebih rinci masing-masing kegiatan
diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun (Sapriati dkk, 2009).
Dikutip dari situs resmi SD Negeri Pangkatrejo bahwa dalam
penyusunan kurikulum selain menyusun kurikulum itu sendiri, menyusun
pula perangkat pembelajaran, baik dari kelas 1 (satu) sampai dengan kelas 6
(enam) yang terpilah-pilah sesuai dengan tuntutan, yakni :
224

1. Menganalisis kompetensi dasar dan penyusunan indikator setiap


kompetensi dasar.
2. Membuat pemetaan jaringan indikator bagi guru kelas pengampu KTSP
maupun K13.
3. Penyusunan jaringan indikator bagi guru kelas pengampu KTSP maupun
K13.
4. Penyusunan program silabus bagi guru kelas pengampu KTSP maupun
K13.
5. Penyusunan program semester dan tahunan bagi guru kelas maupun guru
mata pelajaran.
6. Penyusunan silabus bagi guru kelas maupun guru mata pelajaran.

8.5 Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP dan K13


KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok
atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan
atau kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota untuk pendidikan dasar
dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu
pada SI dan SKL, dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum
yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah
atau madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan
disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL
serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP (Sapriati dkk,
2009).
Dikutip dari Sapriati dkk (2009), KTSP dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip berikut:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan


peserta didik dan lingkungannya
Peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
225

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung


jawab.

2. Beragam dan terpadu


Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peseta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan,
seta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. Kurikulum
meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan
pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan
kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan


seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh
karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar
peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan hidupnya


Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (takeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan,
dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan
pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan
akademik, dan keterampilan vokasional maupun keniscayaan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan


Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi,
bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan
disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
226

6. Belajar sepanjang hayat


Kurikulum diarahlan kepada proses pengembangan, pembudayaan,
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan
formal, noformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan
tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah perkembangan
manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah


Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan
kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdaya sejalan dengan
motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka NKRI.

Dikutip dari Gatutkoco (2016), pengembangan kurikulum 2013


didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan
daftar mata pelajaran. Atas dasar prinsip tersebut maka kurikulum
sebagai rencana adalah rancangan untuk konten pendidikan yang harus
dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya
di satu satuan atau jenjang pendidikan tertentu.
2. Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan,
jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan
Pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi
Lulusan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum adalah
kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses
pendidikan selama 12 tahun. Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan
jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta fungsi dan
tujuan dari masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenjang
pendidikan maka pengembangan kurikulum didasarkan pula atas Standar
227

Kompetensi Lulusan pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta


Standar Kompetensi satuan pendidikan.
3. Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan
kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan
keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran.
Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam
satu mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan
dikemas dalam setiap mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran
dan diorganisasikan dengan memperhatikan prinsip penguatan
(organisasi horizontal) dan keberlanjutan (organisasi vertikal) sehingga
memenuhi prinsip akumulasi dalam pembelajaran.
4. Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan
pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan
Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery
learning) sesuai dengan kaidah kurikulum berbasis kompetensi.
5. Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan
minat. Kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
memiliki tingkat penguasaan di atas standar yang telah ditentukan (dalam
sikap, keterampilan dan pengetahuan). Oleh karena itu beragam program
dan pengalaman belajar disediakan sesuai dengan minat dan kemampuan
awal peserta didik.
6. Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum
dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada
posisi sentral dan aktif dalam belajar.
7. Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
budaya, teknologi, dan seni. Konten kurikulum harus selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni;
membangun rasa ingin tahu dan kemampuan bagi peserta didik untuk
mengikuti dan memanfaatkan secara tepat hasil-hasil ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
228

8. Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pendidikan tidak


boleh memisahkan peserta didik dari lingkungannya dan pengembangan
kurikulum didasarkan kepada prinsip relevansi pendidikan dengan
kebutuhan dan lingkungan hidup. Artinya, kurikulum memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari permasalahan di
lingkungan masyarakatnya sebagai konten kurikulum dan kesempatan
untuk mengaplikasikan yang dipelajari di kelas dalam kehidupan di
masyarakat.
9. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Pemberdayaan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat dirumuskan
dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan dasar yang dapat digunakan
untuk mengembangkan budaya belajar.
10. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional
dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dikembangkan melalui
penentuan struktur kurikulum, Standar Kemampuan dan Kemampuan
Dasar serta silabus. Kepentingan daerah dikembangkan untuk
membangun manusia yang tidak tercabut dari akar budayanya dan
mampu berkontribusi langsung kepada masyarakat di sekitarnya. Kedua
kepentingan ini saling mengisi dan memberdayakan keragaman dan
kebersatuan yang dinyatakan dalam Bhinneka Tunggal Ika untuk
membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
11. Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki
pencapaian kompetensi. Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat
untuk mengetahui kekurangan yang dimiliki setiap peserta didik atau
sekelompok peserta didik. Kekurangan tersebut harus segera diikuti
dengan proses perbaikan terhadap kekurangan dalam aspek hasil belajar
yang dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.
229

8.6 Komponen KTSP dan K13


Mubarak (2013) mengemukakan bahwa secara garis besarnya KTSP
memiliki enam komponen penting sebagai berikut:
1. Visi dan Misi Satuan Pendidikan
2. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
3. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
4. Kalender Pendidikan
5. Silabus
6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Sapriati dkk (2009) mengemukakan penyusunan Kompenen KTSP


sebagai berikut:
1. Mengisi Kolom Identitas KTSP
Contoh:
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Nama Sekolah : SD Masa Depan
Alamat : Jl. Berduri 3/11 Pondok Pinang, Jakarta
2. Merumuskan Visi Sekolah
Visi adalah imajinasi moral yang menggambarkan profil sekolah
yang diinginkan di masa datang. Contoh:
“Disiplin Unggul Berlandaskan Iman dan Taqwa”
“Beriman, Terdidik, dan berbudaya”
3. Merumuskan Misi Sekolah
Misi adalah tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Misi
merupakan penjabaran dari visi dalam bentuk rumusan tugas,
kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan dalam
mewujudkan visi. Contoh:
“Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga
setiap siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi
yang dimiliki”
“Meningkatkan sarana dan prasarana demi mewujudkan pembelajaran
yang efektif dan efisien”
230

4. Merumuskan Tujuan Satuan Pendidikan (Sekolah)


Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan
pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan pendidikan menengah
kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kemampuan atau bakat yang
dimiliki.
5. Menyusun Struktur dan Muatan Kurikulum
a. Mata Pelajaran
Sejumlah mata pelajaran yang diajarkan di sekolah di
deskripsikan mulai dari tujuan mata pelajaran, standar kompetensi
dan standar isinya.
b. Muatan Lokal
Menyajikan mata pelajaran muatan lokal apa saja yang
disajikan di sekolah lengkap dengan tujuan, standar kompetensi,
dan kompetensi dasarnya.
c. Kegiatan Pengembangan Diri
Sekolah mencantumkan dalam KTSP jenis-jenis kegiatan
pengembangan diri mulai dari kegiatan yang berkaitan dengan
pembentukan dan pembinaan sikap mental sampai pada kegiatan-
kegiatan pengembangan bakat dan potensi siswa, misalnya
kegiatan keagamaan, pramuka, seni tari, bela diri, dan sejenisnya
lengkap dengan tujuan dan alokasi waktu kegiatannya.
d. Pengaturan Beban Belajar
Sekolah mendeskripsikan beban belajar yang harus dilakukan
siswa mulai dari hari belajar efektif, jam efektif, jumlah jam
sampai durasi waktu belajar dalam satu minggu, semester dan
231

tahun. Antar satu sekolah dengan sekolah lain dapat berbeda


tentang beban belajar.
e. Ketuntasan Belajar
Aspek ketuntasan belajar mendeskripsikan batas- batas
ketuntasan belajar dari setiap mata pelajaran di sekolah.
Ketuntasan belajar mata pelajaran mencerminkan ketuntasan
kompetensi siswa dan mata pelajaran tersebut. Sekolah dapat
menentukan ketuntasan belajar sendiri sesuai dengan kemampuan
rata-rata siswa, kemampuan guru, sarana dan prasarana yang
tersedia di sekolah. Ketuntasan belajar ideal yang ditetapkan Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Ketuntasan belajar ideal
yang yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar
antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing
indikator 75% sekolah hendaknya menyusun standar ketuntasan
belajar minimal (SKBM) secara bertahap sampai mendekati
standar ketuntasan belajar ideal.
f. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Dalam memgembangkan KTSP, sekolah dapat menentukan
hal-hal yang berkaitan dengan kenaikan kelas seperti waktu dan
kriteria. Misalnya:
a. Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran
b. Kriteria kenaikan kelas
1) Siswa dinyatakan naik kelas setelah menyelesaikan seluruh
program pembelajaran pada dua semster di kelas yang
diikuti.
2) Tidak terdapat nilai di bawah SKBM maksimal 3 mata
pelajaran yang meliputi Pendidikan Agama Islam,
Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia
c. Memiliki nilai minimal Baik untuk aspek kepribadian pada
semester yang diikuti.
232

Selain kenaikan kelas, sekolah juga dapat merumuskan


ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kelulusan. Melalui
rapat dewan guru standar kelulusan dapat ditentukan sesuai dengan
kondisi dan kemampuan sekolah, misalnya:
1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran
2) Memperoleh nilai minimal Baik untuk seluruh kelompok Mata
Pelajaran; Agama dan Akhlaq Mulia, Kewarganegaraan dan
Kepribadian, Estetika, Jasmani Olahraga dan Kesehatan
3) Lulus Ujian Sekolah untuk kelompok mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
4) Lulus Ujian Nasional
g. Penjurusan
Bila di sekolah tersebut terjadi penjurusan maka dicantumkan
pada komponen ini. Umumnya penjurusan terjadi di SMA dan
SMK, sedangkan di SD tidak ada penjurusan.
h. Pendidikan Kecakapan Hidup
Sekolah yang memiliki program pendidikan kecakapan
hidup, maka dideskripsikan pada bagian ini, umumnya pendidikan
kecakapan hidup mulai dikembangkan di SMP, SMA, dan SMK
i. PendidikanBerbasis Keunggulan Lokal dan Global
Untuk mengembangkan dan mengakomodir keunggulan
lokal, maka sekolah dapat mengembangkan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan keunggulan lokal di lingkungan sekolah,
misalnya pertanian, komoditas tertentu, kerajinan, pariwisata atau
industri tertentu yang dikemas dalam kegiatan siswa di sekolah.
Jika memungkinkan sekolah juga dapat mengembangkan program
keunggulan yang telah mengglobal, seperti pariwisata atau industri
rumah tangga komoditas tertentu. Dapat dideskripsikan kegiatan-
kegiatan tersebut dalam KTSP yang dikembangkan.
233

6. Menyusun Kalender Pendidikan


Kalender pendidikan merupakan acuan kegiatan akademik dan
non akademik di sekolah. Sekolah dapat menyusun kalender
pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
No Kegiatan Alokasi Waktu Keterangan

1. Minggu efektif Maksimum 34 Digunakan untuk kegiatan


belajar minggu dan pembelajaran efektif pada
maksimum 38 setiap satuan pendidikan
minggu
2. Jeda tengah Maksimum 2 Satu minggu setiap
semester minggu semester

3. Jeda Maksimum 2 Antara semester I dan II


antarsemester minggu
4. Libur akhir tahun Maksimum 3 Digunakan untuk penyiapan
pelajaran minggu kegiatan dan administrasi
akhir dan awal tahun
pelajaran

5. Hari libur 2-4 minggu Daerah khusus yang


keagamaan memerlukan libur
keagamaan lebih panjang
dapat mengaturnya sendiri
tanpa mengurangi jumlah
minggu efektif belajar dan
waktu pembelajaran efektif

6. Hari libur Maksimum 2 Disesuaikan dengan


umum/nasional minggu Peraturan Pemerintah

7. Hari Libur Maksimum 1 Untuk satuan pendidikan


khusus minggu sesuai dengan ciri
234

kekhususan masing-masing

8. Kegiatan khusus Maksimum 3 Digunakan untuk kegiatan


sekolah/madrasah minggu yang diprogramkan secara
khusus oleh
sekolah/madrasah tanpa
mengurangi jumlah minggu
efektif belajar dan waktu
pembelajaran efektif

Kurikulum 2013 memiliki 4 (empat) komponen utama, yaitu : (1)


tujuan; (2) materi/isi; (3) Metode atau strategi pembelajaran; dan (4)
evaluasi. Keempat komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan
tidak bisa dipisahkan.
1. Tujuan
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga
Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta
mampu berkonstribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia (Bahri, 2016).
Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu :
a. Tujuan Pendidikan Nasional
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan
nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa “
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
235

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga


negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Bahri, 2016).
b. Tujuan Institusional
Tujuan Institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setiap lembaga pendidikan, sebagai kualifikasi yang harus dimiliki
oleh setiap siswa setelah menempuh atau menyelesaikan program di
lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional juga merupakan
cerminan dari standar kompetensi lulusan yang diharapkan dari
setiap tingkat satuan pendidikan. Standar kompetensi lulusan
terbagi menjadi tiga domain, yakni domain kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan) (Bahri, 2016).
c. Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap
bidang studi atau mata pelajaran, sebagai kualifikasi yang harus
dimiliki siswa setelah menyelesaikan bidang studi tertentu di
lembaga pendidikan (Bahri, 2016).

d. Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran


Kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mempelajari
materi tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali
pertemuan (Bahri, 2016).

2. Komponen Isi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada
anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai
tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan
isi program masing-masing bidang studi tersebut. Bidang-bidang studi
tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang
ada (Bahri, 2016).
Dikutip dari Bahri (2016), kriteria yang dapat membantu pada
perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum. Kriteria itu
antara lain:
236

a. Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan


siswa.
b. Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
c. Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji.
d. Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas.
e. Isi kurikulum dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
3. Komponen Metode atau Strategi
Komponen metode itu meliputi rencana, metode, dan perangkat yang
direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Para tenaga pendidik
memiliki ruang untuk mengembangkan meode pembelajaran yang kreaif
dan iniatif dalam menyampaikan mata pelajaran yang
memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara
aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
Pemilihan atau pembuatan metode atau strategi dalam menjalankan
kurikulum yang telah dibuat haruslah sesuai dengan materi yang akan
diberikan dan tujuan yang ingin dicapai (Bahri, 2016).
4. Komponen Evaluasi
Penilaian (Evaluasi) kurikulum meliputi semua aspek batas belajar.
Menurut Schwartz dan kawan – kawannya, penilaian adalah suatu program
untuk memberikan pendapat dan penentuan arti atau faedah suatu
pengalaman (Bahri, 2016).
Dikutip dari Bahri (2016), syarat–syarat umum evaluasi adalah
penilaian yang harus dilaksanakan harus memenuhi persyaratan atau
kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki validitas, artinya evaluasi harus benar–benar mengukur apa
yang hendak diukur.
b. Mempunyai realibiltas, menunjukkan ketetapan hasilnya. Orang yang
akan dites itu akan mendapat skor yang sama bila dites kembali dengan
alat uji yang sama
c. Efisiensi, suatu alat evaluasi sedapat mungkin dipergunkan tanpa
membuang waktu dan uang banyak.
d. Kegunaaan atau kepraktisan, alat evaluasi harus berguna.
237

8.7 Pengembangan Silabus KTSP dan K13


Seorang guru sebelum awal tahun ajaran berlangsung akan membuat
silabus mata belajaran. Biasanya, guru, kelompok guru kelas atau mata
pelajaran, atau kelompok kerja guru (PKG/MGMP), atau Dinas
Pendidikan secara bersama-sama membuat silabus untuk setiap mata
pelajaran, dan diharapkan dapat di implementasi secar tepat saat
pembelajaran berlangsung. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan
seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama
penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan (Sapriati dkk,
2009).
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok
mata pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi
dasar, materi pokok atau pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus
merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian (Sapriati dkk, 2009).
Dikutip dari Sapriati dkk (2009) bahwa prinsip Pengembangan Silabus
meliputi:
a. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus
harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
b. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi
dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual,
sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
c. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional
dalam mencapai kompetensi.
d. Konsisten
238

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg dan taat asas) antara


kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar,
sumber belajar, dan sistem penilaian.
e. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi
dasar.
f. Aktual dan kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi,
dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
g. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman
peseta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di
sekolah dan tuntutan masyarakat.
h. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif,
afektif, dan psikomotor).

Dikutip dari Sapriati dkk (2009), langkah-langkah Pengembangan


Silabus meliputi:
1) Mengisi kolom identifikasi
Contoh:
Nama Sekolah : SD Pelita Jaya
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Kelas/Semester : V/2
Alokasi Waktu : 12 x 35 menit

2) Mengkaji Standar Kompetensi


a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat
kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada
di SI;
239

b. Keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam


mata pelajaran;
c. Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata
pelajaran.

3) Mengkaji Kompetensi Dasar


a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat
kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada
di SI;
b. Keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam
mata pelajaran;
c. Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata
pelajaran.

4) Mengidentifikasi Materi Pokok


Mengidentifikasi materi pokok mempertimbangkan:
a. Potensi peserta didik
b. Relevansi dengan karakteristik daerah
c. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
spiritual peserta didik
d. Kebermanfaatan bagi peserta didik
e. Struktur keilmuan
f. Aktualitas, kedalaman dan keluasan materi pembelajaran
g. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan
h. Alokasi waktu

5) Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran


a. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman
belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi
antarpeserta didik, peseta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi.
240

b. Pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan


peserta didik.
c. Memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Dikutip dari Sapriati dkk (2009), hal-hal yang harus


diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran:
a. Memberikan bantuan guru agar dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara profesional.
b. Memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta didik
secara beruntutan untuk mencapai kompetensi dasar
c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan
hierarki konsep materi pelajaran.
d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsur penciri

6) Merumuskan Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar
yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator
dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan
pendidikan, dan potensi daerah. Rumusannya menggunakan kerja
opersional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Digunakan
sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

7) Menentukan Jenis Penilaian


Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam
bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian
hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio dan
penilaian diri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan penilaian:
a. Dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
b. Menggunakan acuan kriteria
241

c. Menggunakan sistem penilaian berkelanjutan


d. Hasil penilaian dianalisi untuk menentukan tindak lanjut
e. Sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam kegiatan
pembelajaran.

8) Menentukan Alokasi Waktu


Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar
didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata
pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi
dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan
kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus
merupakan perkiraan rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang
dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

9) Menentukan Sumber Belajar


Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa
media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam,
sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi.

Dalam KTSP, kegiatan pengembangan silabus merupakan


kewenangan satuan pendidikan, namun dalam Kurikulum 2013 kegiatan
pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali
untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan
pendidikan yang bersangkutan. Meskipun silabus sudah dikembangkan
oleh pemerintah pusat, namun guru tetap dituntut untuk dapat memahami
seluruh pesan dan makna yang terkandung dalam silabus, terutama untuk
kepentingan operasionalisasi pembelajaran. Oleh karena itu, kajian silabus
tampak menjadi penting, baik dilakukan secara mandiri maupun kelompok
242

sehingga diharapkan para guru dapat memperoleh perspektif yang lebih


tajam, utuh dan komprehensif dalam memahami seluruh isi silabus yang
telah disiapkan tersebut (Zaini, 2015).

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 22


Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Dan Menengah
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap
bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat:
a. Identitas mata pelajaran (khusus SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/ Paket C Kejuruan);
b. Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
c. Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan
mata pelajaran;
d. Kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata
pelajaran;
e. Tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A);
f. Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi;
g. Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta
didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
h. Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
i. Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur
kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan
j. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
243

8.8 Kelebihan dan Kekurangan KTSP


Rohman (2015) mengemukakan beberapa kelebihan dari Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan sebagai berikut:
1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan
pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman
kurikulum diseluruh Indonesia yang sentralistik, tidak melihat kepada
situasi nyata di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan
lokal. Sekolah dan satuan pendidikan hampir tidak diberi kewenangan
untuk menentukan kurikulum sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
peserta didik secara aktual.
2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen
sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam
penyelenggaraan program-program pendidikan.
Sekolah diberi kebebasan untuk merancang, mengembangkan,
dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi,
kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh
sekolah. Sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah, kebutuhan
dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar
sekolah, karena masing-masing sekolah lebih tahu tentang situasi dan
kondisi satuan pendidikannya.
3. KTSP memungkinkan bagi setiap sekolah untuk mengembangkan
dan menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.
KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan
individu serta mengakses kepentingan daerah. Hal ini berdasarkan salah
satu prinsip KTSP, yaitu berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
4. KTSP menekankan pada aspek kompetensi yang diharapkan akan
menghasilkan lulusan yang lebih baik dan siap menghadapi
kehidupan dalam masyarakat.
244

KTSP lebih fokus pada pengembangan seluruh kompetensi


peserta didik yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Mereka dibantu agar kompetensinya muncul dan berkembang secara
maksimal. Peserta didik berada dalam proses perkembangan yang
berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai perkembangan
potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan
diberikan oleh lingkungan.

Rohman (2015) mengemukakan beberapa kekurangan dari Kurikulum


Tingkat Satuan Pendidikan sebagai berikut:
1. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang
ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi
yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat
perkembangan usia anak.
Secara psikologis jumlah mata pelajaran yang begitu banyak
mengakibatkan peserta didik terbebani karena mereka harus membagi
pikirannya kepada banyak mata pelajaran. Akibatnya peserta didik tidak
dapat secara maksimal menyerap materi dalam satu mata pelajaran.
Melihat dari Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
22 Tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa banyaknya pelajaran di SD
adalah 10 mata pelajaran, SMP 12 mata pelajaran, dan SMA memuat 17
mata pelajaran.
2. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek
pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta
didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi,
dalam hal tertentu memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain
mungkin biasa-biasa saja, bahkan bisa rendah. Peserta didik juga
memiliki tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi yang baru.
245

Sehingga, guru harus dapat membantu menghubungkan kemampuan dan


pengalaman yang sudah dimiliki dengan penerapannya kedalam
kehidupan sehari-hari.
3. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masih belum
optimal dalam pelaksanaan, karena dalam pembelajaran guru lebih
mendominasi dalam pembelajaran di kelas.
Guru berpusat pada penyelesaian materi, sehingga peserta didik
tidak bisa mengembangkan apa yang ada dalam dirinya. Guru
seharusnya lebih kreatif dalam memberikan pembelajaran di kelas,
mengajak peserta didik untuk lebih aktif. Oleh karena itu, pembelajaran
harus melibatkan peserta didik agar mereka mampu bereksplorasi untuk
membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi di dalam diri
peserta didik.
4. Evaluasi yang digunakan masih terfokus pada ranah kognitif saja,
sementara untuk ranah afektif dan psikomotorik masih belum
terlaksana dengan sempurna.
5. Beban belajar mata pelajaran PAI hanya sedikit, dalam waktu satu
minggu hanya 2 jam pembelajaran.
Waktu pembelajaran tersebut dirasa kurang, karena banyaknya
materi yang harus diberikan kepada peserta didik. Sehingga guru lebih
banyak berfokus pada penyelesaian materi dan kurang berfokus pada
penghayatan atau pendalaman materi pada peserta didik.
246

8.9 Kelebihan dan Kekurangan K13


Rohman (2015) mengemukakan beberapa kelebihan Kurikulum 2013
ini antara lain:
1. Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik secara holistik
(menyeluruh).
Ketiga kompetensi tersebut ditagih dalam rapor dan merupakan
penentu kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik sehingga guru wajib
mengimplementasikannya dalam pembelajaran dan penilaian. Kehadiran
kurikulum 2013 ini tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi
(pengetahuan, keterampilan, sikap) dan dirancang terkait satu sama lain
dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti setiap
kelas.
2. Menjadikan peserta didik lebih aktif dan kreatif.
Peserta didik harus aktif dan kreatif tidak seperti kurikulum
sebelumya, materi dalam kurikulum terbaru ini lebih ke pemecahan
masalah. Jadi peserta didik untuk aktif mencari informasi agar tidak
ketinggalan mengikuti materi pembelajaran. Pembelajaran yang dulunya
“diberi tahu” sekarang bergeser dengan pembelajaran peserta didik “aktif
mencari tahu”.
3. Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang
telah diintegrasikan kedalam semua program studi.
Melalui pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan
kompetensi diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud
dalam perilaku sehari-hari. Sehingga, pembentukan karakter tidak hanya
dilakukan pada ranah kognitif saja tetapi, menyentuh pendalaman dan
pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
4. Penambahan pada jumlah jam pembelajaran Agama
Adanya penambahan jam belajar dalam Kurikulum 2013 bagi
peserta didik pada semua mata pelajaran tak terkecuali pada mata
247

pelajaran pendidikan agama Islam. Adanya penambahan jam belajar,


diharapkan pembentukan karakter dan moral peserta didik menjadi lebih
baik.

Rohman (2015) mengemukakan beberapa kelemahan dalam Kurikulum


2013, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam
pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku
pendidikan.
2. Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific.
Pendekatan scientific approach (pendekatan ilmiah) merupakan
pendekatan yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran kurikulum
2013.
Permendikbud No. 65 Tahun 2013 (dalam Rohman, 2015) tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan
tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah
pendekatan saintifik atau ilmiah. Pendekatan ilmiah atau scientific
approach mencakup komponen diantaranya yaitu: mengamati, menanya,
mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
3. Masih banyak guru yang belum memahami Kurikulum 2013 secara
komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya
di lapangan.
Hal ini disebabkan karena sosialisasi Kurikulum 2013 masih belum
terlaksana secara menyeluruh. Sosialisasi perlu dilakukan secara matang
kepada berbagai pihak agar kurikulum baru yang ditawarkan dapat
dipahami dan diterapkan secara optimal. Karena sosialisasi merupakan
langkah penting yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan
kurikulum.
4. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan Kurikulum
2013 pada satuan pendidikan yang ada dan Masih rendahnya kualitas
guru dan sekolah.
248

Guru yang diharapkan maupun memahami dan menguasai


Kurikulum 2013 dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih
belum terlaksana secara menyeluruh, maka pemberlakuan Kurikulum 2013
secara nasional tidak memungkinkan untuk dapat dicapai. Padahal kunci
suksesnya implementasi kurikulum 2013 adalah guru. Karena guru adalah
faktor penting yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan
berhasiltidaknya peserta didik dalam belajar. Ketidaksiapan guru itu tidak
hanya terkait dengan urusan kompetensinya, tetapi juga berkaitan dengan
masalah kreativitasnya, yang juga disebabkan oleh rumusan kurikulum
yang lambat disosialisasikan oleh Pemerintah. Sehingga, guru-guru yang
mengajar di daerah dan di pedalaman akan sulit mengikuti kurikulum baru
dalam waktu singkat.

8.10 Struktur Kurikulum Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk


Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematus, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapt menjadi wahana bagi peserta
didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan
untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar
(Sapriati, 2009).
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia melalui pemecahan maslah-maslah yang dapat
249

diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar


tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan
ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi,
dan masyarakat) suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan
kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana (Sapriati, 2009).
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
(scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan
bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah
(Sapriati, 2009).

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dara di SD/MI merupakan


standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik
dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan
peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru (Sapriati, 2009).
Seperti yang tercantum dalam KTSP (Sapriati, 2009), ruang lingkup
bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan sera kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputiL cair, padat, dan
gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
250

Dikutip dari Sapriati (2009) bahwa materi IPA yang disajikan di SD


dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA di SD secara
umum yaitu:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungn alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Peran guru dalam pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)


menggunakan kurikulum 2013 adalah memberikan tugas menantang
berupa permasalahan yang harus dipecahkan peserta didik. Pada saat tugas
itu diberikan, peserta didik belum menguasai cara pemecahannya, namun
dengan berdiskusi dengan temannya dan bantuan guru, tugas tersebut
dapat diselesaikan. Dengan menyelesaikan tugas tersebut,
kemampuankemampuan dasar untuk menyelesaikan tugas itu akan
dikuasai peserta didik (Sukamti dan Untari, 2018).

Guru IPA harus memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk


berdiskusi dari berbagai bentuk kerja sama untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan. Selain itu, guru memberikan sejumlah besar bantuan
kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran, selanjutnya
251

peserta didik mengambil alih tanggung-jawab yang semakin besar segera


setelah dapat melakukannya. Guru memberikan bantuandalam proses
pembelajaran dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan
masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, atau
apapun yang lain yang memungkinkan peserta didik tumbuh mandiri,tetapi
bantuan tersebut tidak bersifat “memberitahu secara langsung” tetapi
“mendorong peserta didik untuk mencari tahu” (Sukamti dan Untari,
2018).
Dikutip dari Sukamti dan Untari (2018) Guru memfasilitasi peserta
didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok dalam
bentuk presentasi lisan atau tertulis, pameran, turnamen, festival, atau
ragam penyajian lainnya yang dapat menumbuhkan kebanggaan dan rasa
percaya diri peserta didik.Dalam kurikulum 2013 KD (Kompetensi Dasar)
IPA diorganisasikan ke dalam empat Kompetensi Inti (KI) yaitu :
1. Berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial.
3. Berisi tentang pengetahuan terhadap materi ajar.
4. Berisi tentang penyajian pengetahuan.

Kompetensi Inti pertama, Kompetensi Inti kedua, dan Kompetensi


Inti keempat harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses
pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam Kompetensi Inti
yang ketiga. Kompetensi Inti pertama dan Kompetensi Inti kedua tidak
diajarkan langsung (direct teaching), tetapi indirect teaching pada setiap
kegiatan pembelajaran. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari (Sukamti dan Untari, 2018).
Materi Pembelajaran IPA SD Kurikulum 2013 Kelas Atas untuk
kelas IV mempelajari tentang bentuk dan fungsi bagian tubuh pada hewan
dan tumbuhan, siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup serta
mengaitkan dengan upaya pelestariannya, macam-macam gaya, antara
252

lain: gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya
gesekan, gaya dengan gerak pada peristiwa di lingkungan sekitar, berbagai
sumber energi, perubahan bentuk energi, dan sumber energi alternatif
(angin, air, matahari, panas bumi, bahan bakar organik, dan nuklir) dalam
kehidupan sehari-hari, sifat-sifat bunyi dan keterkaitannya dengan indera
pendengaran, sifat-sifat cahaya dan keterkaitannya dengan indera
penglihatan, upaya keseimbangan dan pelestarian sumber daya alam di
lingkungannya (Sukamti dan Untari, 2018).
Kelas V mempelajari tentang materi IPA meliputi alat gerak dan
fungsinya pada hewan dan manusia, organ pernafasan dan fungsinya pada
hewan dan manusia, organ pencernaan dan fungsinya pada hewan dan
manusia, organ peredaran darah dan fungsinya pada hewan dan manusia,
hubungan antar komponen ekosistem dan jaringjaring makanan di
lingkungan sekitar (Sukamti dan Untari, 2018).
Kelas VI meliputi Energi listrik, Sistem tata surya, Rotasi bumi,
revolusi bumi dan bulan, gerhana bulan dan matahari, Campuran dan
larutan (pengamatan), Hubungan suhu, sifat, hantaran, perubahan benda
akibat perubahan suhu, Perkembangbiakan makhluk hidup dan Adaptasi
(Sukamti dan Untari, 2018).
253

Rangkuman
Berdasarkan yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa Kurikulum 2013 adalah penyempurnaan dari KTSP.
Kurikulum 2013 pada dasarnya merupakan upaya penyederhanaan dan
tematik-integratif yang disiapkan untuk mencetak generasi yang siap
menghadapi masa depan.
Kelebihan dari KTSP adalah mendorong terwujudnya otonomi sekolah;
dan KTSP menekankan pada aspek kompetensi yang diharapkan akan
menghasilkan lulusan yang lebih baik dan siap menghadapi kehidupan
dalam masyarakat. Sedangkan kekurangan dari KTSP adalah isi dan pesan-
pesan kurikulum masih terlalu padat; dan Evaluasi yang digunakan masih
terfokus pada ranah kognitif saja, sementara untuk ranah afektif dan
psikomotorik masih belum terlaksana dengan sempurna.
Kelebihan Kurikulum 2013 adalah: lebih menekankan pengembangan
kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik secara
holistik (menyeluruh); dan menjadikan peserta didik lebih aktif dan kreatif.
Sedangkan, kelemahan dalam Kurikulum 2013 adalah Kurangnya
pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific; dan masih banyak
guru yang belum memahami Kurikulum 2013 secara komprehensif baik
konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
(scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan
bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI menekankan
pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan
dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
254

DAFTAR PUSTAKA

Arif, W. 2017. The Profile Of Knowledge, Skill, And Attitude Of Mathematics


Teachers In Implementing 2013 Curriculum Based On The Teachers
Working Period In Public Junior High Schools In Bulukumba District.
Jurnal Daya Matematis, , 72-73.
Bahri, J. 2016. Komponen–Komponen Kurikulum. Dipetik April 15, 2018, dari
juharti.wordpress.com: https://juharti.wordpress.com/kajian-kurikulum-
bsap/komponen-komponen-kurikulum/
Bobi. 2017. Kecakapan Hidup dan Kurikulum 2013. Dipetik April 19, 2018, dari
www.tipsbelajarmatematika.com: Gatutkoco, R. M. 2016. Sejarah,
Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum 2013. Dipetik April 15,
2018, dari amal-ikhlas.blogspot.co.id: https://amal-
ikhlas.blogspot.co.id/2016/01/sejarah-landasan-dan-prinsip.html
Isjoni. 2009. KTSP Sebagai Pembelajaran Visioner. Pekanbaru: ALFABETA.
Krissandi dan Rusmawan. 2015. Kendala Guru Sekolah Dasar dalam
Implementasi Kurikulum 2013. Cakrawala Pendidikan , 458.
Mubarak, R. 2013. Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar. Madrasah, 33-34.
Muslich, M. 2007. KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Malang:
Bumi Aksara.
Nurfuadah, R. N. 2014. Perbedaan KTSP dan Kurikulum 2013. Dipetik April
19, 2018, dari news.okezone.com: https://news.okezone.com/read
/2014/12/08/65/1076314/perbedaan-ktsp-dan-kurikulum-2013
Ristiawan, H. 2016. makalah perkembangan ktsp 2006 dan kurikulum 2013
( hendri ristiawan) . Dipetik April 18, 2018, dari henawan.blogspot.co.id:
https://henawan.blogspot.co.id/2014/11/makalah-perkembangan-ktsp-
2006-dan.html
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 Tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah
Rohman, A. 2015. Perbandingan Konsep Kurikulum KTSP 2006 dan
255

Kurikulum 2013 (Kajian Standar Isi pada Mata Pelajaran Pendidikan


Agama Islam Jenjang SMP). Semarang: Universitas Islam Negeri
Walisongo.
Ruja dan Sukamto. 2015. Survey Permasalahan Implementasi Kurikulum
Nasional 2013 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah
Menengah Pertama di Jawa Timur. Sejarah dan Budaya , 194-195.
Sapriati, A, dkk. 2009. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Shafa. 2014. Karakteristik Proses Pembelajaran Kurikulum 2013. Dinamika
Ilmu , 83-88.
SK Tim Pengembang Kurikulum Tahun 2017 Lengkap dengan Undangan, Berita
Acara, dan Notulen Rapat . 2017. Dipetik April 15, 2018, dari
www.sdnegeripangkatrejo.sch.id:http://www.sdnegeripangkatrejo.sch.id/2
017/07/sk-tim-pengembang-kurikulum-tahun-2017.html
Sudrajat, A. 2013. Beban Belajar dalam Kurikulum 2013. Dipetik April 19,
2018, dari akhmadsudrajat.wordpress.com: https://akhmadsudrajat.
wordpress.com/2013/03/17/beban-belajar-dalam-kurikulum-2013/
Sudrajat, A. 2013. Peminatan Siswa dalam Kurikulum 2013. Dipetik April
19, 2018, dari akhmadsudrajat.wordpress.com: https://akhmadsudrajat.
wordpress.com/2013/02/17/peminatan-siswa-dalam-kurikulum-2013
Suriyadi. (2017). Kriteria dan Contoh Penentuan Kenaikan Kelas dalam K13.
Dipetik April 19, 2018, dari smaga.sch.id: http://smaga.sch.id/2017/06/03/
kriteria-dan-contoh-penentuan-kenaikan-kelas-dalam-k13/
Sukamti dan Untari. 2018. Pelaksanaan Pembelajaran IPA SD Kurikulum 2013
pada Kelas Atas di Sekolah Dasar Kota Blitar. 13-15.
Yusup, A. 2016. Ketuntasan Belajar Minimum (Kkm) Pada Kurikulum 2013.
Dipetik April 19, 2018, dari kempelkumpul.blogspot.co.id:
http://kempelkumpul.blogspot.co.id/2016/02/ketuntasan-belajar-minimum-
kkm-pada.html
Zaini, H. 2015. Karakteristik Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jurnal Idaroh , 27.
256

BAB 9
PEMETAAN, SILABUS DAN RPP

9.1 PEMETAAN
1. Pengertian Pemetaan
Pemetaan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran secara
menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi atau konpetensi inti,
kompetensi dasar dan indikator mata pelajaran. Sedangkan Pemetaan
Tema adalah suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran secara
menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan
indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang
di pilih (Abdullah, 2015).

2. Manfaat Pemetaan
Pemetaan sangatlah penting untuk dilakukan, agar rencana
pelaksanaan pembelajaran mudah dibuat setelah dirumuskan indikatornya
terlebih dahulu . Beberapa manfaat pemetaan (menurut Saadah, 2012)
yaitu sebagai berikut :
a. Menentukan analisis materi pembelajaran
Penjabaran indikator dapat menentukan materi yang akan dibahas
dalam pembelajaran yang dapat mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran yang telah dijabarkan dalam indikator, dan
memudahkan menentukan kedalaman materi dengan memperhatikan
ranah berfikir SK, KD dan IPK-nya.

b. Menentukan kegiatan pembelajaran


Penjabaran indikator yang memudahkan penentuan materi tentu akan
berdampak pada penentuan kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan. Kegiatan ini meliputi 3 bagian, yaitu kegiatan Tatap Muka,
Penugasan Terstruktur dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur untuk
masing KD dan IPK. Kegiatan tatap muka adalah kegiatan
257

pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik, materi


pembelajaran, guru, dan lingkungan. Penugasan terstruktur
merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi
pembelajaran oleh peserta didik yang didesain oleh pendidik untuk
menunjang pencapaian tingkat kompetensi dan atau kemampuan
lainnya pada kegiatan tatap muka.

Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik.


Penugasan terstruktur termasuk kegiatan perbaikan, pengayaan, dan
percepatan. Selanjutnya adalah kegiatan mandiri tidak terstruktur yang
merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi
pembelajaran oleh peserta didik yang didesain oleh pendidik untuk
menunjang pencapaian tingkat kompetensi mata pelajaran atau lintas
mata pelajaran atau kemampuan lainnya yang waktu penyelesaiannya
diatur sendiri oleh peserta didik yang akan dilakukan untuk mencapai
indikator berdasarkan materi yang harus diberikan.

c. Menentukan teknik penilaian


Indikator-indikator pencapaian hasil belajar dari setiap kompetensi
dasar merupakan acuan yang digunakan untuk melakukan penilaian
sehingga dengan demikian penilaian yang akan dilakukan akan sesuai
dan memenuhi aspek yang ingin dicapai oleh SK dan KD.

3. Langkah-langkah Pemetaan
Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi dua atau lebih
indikator pencapaian hasil belajar, hal ini disesuaikan dengan keluasan
dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Berikut adalah langkah-
langkah yang dapat dilakukan sampai tahapan penentuan dan pemetaan
standar kompetensi, dan kompetensi dasar, serta indicator (menurut
Saadah, 2012) yaitu sebagai berikut:
258

a. Mengidentifikasi karakteristik dan bekal kemampuan siswa


Karakter dan bekal kemampuan siswa harus terlebih dahulu
diidentifikaasi oleh guru. Hal ini dilakukan untuk menentukan garis
batas antara perilaku yang tidak perlu dan perlu ditetapkan sebagai
indikator keberhasilan siswa dalam menguasai kompetensi.
b. Menentukan tahapan berpikir dari SK, KD dan Indikator Pencapaian
Kompetensi (IPK) yang ingin dicapai.
Pemetaan SK, KD dan IPK diperlukan untuk melihat secara
keseluruhan bagaimana SK dan KD bisa dicapai. Sebagai contoh jika
tahapan berpikir SK ada di C3 maka tahapan berpikir KD biasanya
mulai C1, C2 sampai C3. Apabila akan mengembangkan IPK untuk
KD dengan ranah berpikir C2 maka dimulai dengan membuat IPK
dari C1 sampai akhirnya C2 yang merupakan ranah berpikir KD.
c. Menentukan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) masing-masing
KD dengan memperhatikan tahapan berpikir SK dan KD.

4. Format pemetaan
Pemetaan pada umumnya memiliki format (menurut Saadah, 2012)
sebagai berikut:
No. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
259

9.2 Silabus
1. Pengertian Silabus
Silabus berasal dari bahasa Latin “syllabus” yang berarti daftar,
tulisan, ikhtisar, ringkasan, isi buku (Komaruddin, 2000). Menurut BNSP
(dalam Sagala, 2008) silabus kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah
rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema
tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokas waktu, dan sumber belajar.
Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah menyebutkan bahwa:
“Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata
pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu,
dan sumber belajar” (Sagala,2008). Silabus dikembangkan oleh satuan
pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
Menurut Purmono (2013) silabus kurikulum 2013 adalah rencana
pembelajaran di kelas atau satu tema tertentu yang terdiri atas beberapa
materi pokok yang mencakup kompetensi inti, kompetensi dasar, materi
pokok, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu dan sumber
belajar. Silabus dapat didefinisikan sebagai garis besar, ringkasan atau
pokok-pokok isi atau materi pelajaran. Silabus diartikan pula sebagai
rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema
tertentu yang mencakup standar kompetensi (SK) atau kompetensi inti
(KI), kompetensi dasar (KD), materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu
dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan
(Burhan, 2002).
260

Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk


pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari Standar
Kompetensi (KTSP) dan Kompetensi Inti (Kurikulum 2013) dan
Kompetensi Dasar (KD) yang ingin dicapai dan pokok-pokok serta uraian
materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian Standar
Kompetensi (KTSP), Kompetensi Inti (Kurikulum 2013) dan Kompetensi
Dasar (Burhan, 2002).
Silabus pada dasarnya menjawab permasalahan-permasalahan
sebagai berikut (menurut Sagala, 2008) :
1. Kompetensi apa saja yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang
dirumuskan oleh Standar Isi (Standar Kompetensi/Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar).
2. Materi Pokok/Pembelajaran apa saja yang perlu dibahas dan dipelajari
peserta didik untuk mencapai Standar Isi.
3. Kegiatan Pembelajaran apa saja yang seharusnya diskenariokan oleh
guru sehingga peserta didik mampu berinteraksi dengan sumber-
sumber belajar.
4. Indikator apa saja yang harus dirumuskan untuk mengetahui
ketercapaian KD dan SK/KI.
5. Bagaimanakah cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan
Indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan
dinilai.
6. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai Standar Isi
tertentu.
7. Sumber Belajar apa yang dapat diberdayakan untuk mencapai Standar
Isi tertentu.

Silabus merupakan produk utama dari pengembangan kurikulum


sebagai suatu rencana tertulis pada suatu satuan pendidikan yang harus
memiliki keterkaitan dengan produk pengembangan kurikulum lainnya,
yaitu proses pembelajaran. Silabus dapat dikatakan sebagai kurikulum
ideal (ideal/potential curriculum), sedangkan proses pembelajaran
261

merupakan kurikulum actual (actual/real curriculum) (Niron, 2009).


Silabus merupakan suatu rencana pembelajaran yang harus memenuhi
ketentuan dan mengikuti atau mengacu pada kurikulum yang berlaku.
Silabus sebagai guide line untuk menyusun rencana pembelajaran,
implementasi pembelajaran, dan tindaklanjut pembelajaran terdiri atas
komponen standar kompetensi/kompetensi inti, kompetensi dasar, materi
pokok, strategi pembelajaran, alokasi waktu, dan sumber bahan dan alat
yang digunaan untuk pembelajaran. Komponen-komponen silabus
dianalisis dan dinilai agar dapat ditentukan alokasi waktu, materi
pelajaran, dan sumber-sumber belajar yang akan mengukur pencapaian
standar kompetensi/kompetensi inti dan kompetensi dasar bagi peserta
didik (Sagala, 2008).

2. Manfaat Silabus
Menurut Sagala (2008) Silabus memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut,
seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan
pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian.
b. Sebagai sumber pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik
rencana pembelajaran untuk satu SK maupun satu KD.
c. Sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan
pembelajaran, misalnya kegiatan belajar secara klasikal, kelompok
kecil, atau pembelajaran secara individual.
d. Sebagai rancangan yang menjadi dasar dalam merancang RPP yang
sesuai dengan kondisi sekolah, peserta didik, masyarakat yang
dilayani oleh satuan pendidikan.

3. Komponen-Komponen Silabus
Komponen silabus KTSP dan Kurikulum 2013 mempunyai
perbedaan. Menurut Suryati (2013) komponen Silabus KTSP memiliki
komponen sebagai berikut:
a. Standar Kompetensi
262

Merupakan seperangkat kompetensi yang dibakukan dan harus


dicapai siswa sebagai hasil belajarnya dalam setiap satuan pendidikan
(SKL). Digunakan untuk memandu penjabaran kompetensi dasar
menjadi pengalaman belajar.
b. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal pada tiap mata
pelajaran yang harus dicapai siswa. Kompetensi dasar dalam silabus
berfungsi untuk mengarahkan guru mengenai target yang harus
dicapai dalam pembelajaran.
c. Materi Pokok/Pembelajaran
Materi pokok adalah pokok-pokok materi yang harus dipelajari siswa
sebagai sarana pencapaian kompetensi dasar dan yang akan dinilai
dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasarkan
indikator pencapaian belajar.
d. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran adalah bentuk atau pola umum kegiatan
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Strategi pembelajaran meliputi
kegiatan tatap muka dan non tatap muka.
e. Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator digunakan sebagai
dasar untuk menyusun alat penilaian.
f. Penilaian
Alat penilaian dapat berupa Tes dan Non Tes. Pada pembelajaran
penilaian dilakukan untuk mengkaji ketercapaian Kompetensi Dasar
dan Indikator pada tiap-tiap mata pelajaran.
g. Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan
pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per
minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar,
263

keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan


kompetensi dasar.

h. Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media
cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial,
dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Menurut Suryati (2013) komponen silabus Kurikulum 2013 sebagai


berikut:
a. Identitas sekolah, meliputi nama satuan pendidikan dan kelas.
b. Kompetensi Inti
Kompetensi Inti merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan
mata pelajaran. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok
yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan
(kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan
(kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi
4).Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan
harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara
integrative (Aryani,2015).
c. Kompetensi Dasar
Merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap, keterampilan
dan pengetahuan yang terkait muatan atau mata pelajaran. Kompetensi
dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta
didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran.
d. Indikator
264

Indikator adalah perilaku yang menunjukkan ketercapaian kompetensi


dasar tertentu. Kata-kata yang digunakan untuk merumuskan indikator
harus dapat diukur dan/atau diobservasi pada akhir pelajaran. Oleh
sebab itu indikator pencapaian kompetensi dalam sebuah RPP akan
menjadi acuan pada saat guru menilaihasil belajar (Purmono, 2013).
e. Materi pembelajaran
Memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan dan ditulis
dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi.
f. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik yang
dilakukan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
g. Penilaian
Proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk melakukan
pencapaian hasil belajar peserta didik.
h. Alokasi Waktu
Sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum untuk
satu semester atau satu tahun.
i. Sumber Beajar
Dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar atau
sumber belajar lain yang relevan.
Komponen-komponen silabus di atas, selanjutnya dapat disajikan dalam
contoh format silabus secara horizontal atau vertikal sebagai berikut:

Format Horizontal silabus KTSP


SILABUS
Sekolah :………………….
Mata Pelajaran :………………….
Kelas/Semester :………………….
Standar Kompetensi :………………….
Kompet Materi Pengala Indica Penilaian Alok Sumb
ensi Pokok/Pembel man tor Tekni Bentuk Contoh asi er
265

Dasar ajaran Belajar k instru Instru wakt Belaj


penilai men men u ar
an

Sumber: Ahmad (2015) Perbedaan silabus KBK, KTSP, dan Kurikulum


2013

Format 2 Vertikal silabus KTSP


SILABUS
Nama Sekolah :....................................
Mata Pelajaran :....................................
Kelas/Semester :....................................
1. Standar Kompetensi : .......................
2. Kompetensi Dasar : .......................
3. Materi Pokok/Pembelajaran : .......................
4. Kegiatan Pembelajaran : .......................
5. Indikator : .......................
6. Penilaian : .......................
7. Alokasi Waktu : .......................
8. Sumber Belajar : .......................
Catatan:
* Kegiatan Pembelajaran: kegiatan-kegiatan yang spesifik yang dilakukan
siswa, tetapi diskenariokan oleh guru untuk mencapai SK dan KD
* Alokasi waktu: termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dengan
pembelajaran (n x 40 menit)
* Sumber belajar: buku teks, alat, bahan, nara sumber,atau lainnya.
266

Format 3 silabus kurikulum 2013


SILABUS
Nama Pelajaran :
Nama Sekolah :
Kelas/Semester :
Kompetensi Inti :
Kompetensi Materi pembelajaran Penilaian Alokasi Sumber
dasar pokok waktu belajar

Sumber: Ahmad (2015) Perbedaan silabus KBK, KTSP, dan Kurikulum


2013

4. Unit Waktu Silabus


Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang
disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan.
Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan
persemester, pertahun, dan alokasi mata pelajaran lain yang sekelompok.
Implementasi pembelajaran persemester menggunakan silabus sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran
dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum
(Khaeruddin,2007)

Dilihat dari unit waktu silabus meliputi hal-hal penting yang perlu
diperhatikan oleh para pengembang kurikulum, yaitu sebagai berikut:
(Menurut Sudrajat, 2008)
a. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu
yang disediakan untuk setiap mata pelajaran selama penyelenggaraan
pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
267

b. Penyusunan silabus suatu mata pelajaran memperhatikan alokasi


waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu
mata pelajaran lain yang sekelompok.
c. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan
silabus sesuai dengan SK dan KD (KTSP), KI dan KD (Kurikulum
2013) untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada
struktur kurikulum.
5. Pengembang atau Penyusun Silabus
Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah menyebutkan bahwa:
“Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri
atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa
sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau
Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan
silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas
provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan
SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang
agama untuk Ml, MTs, MA, dan MAK” (Suradjat, 2009).

Menurut Sagala (2008) Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para


guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau
beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
dan Dinas Pendidikan.
a. Sekolah dan Komite Sekolah
Pengembang silabus adalah sekolah bersama komite sekolah. Untuk
menghasilkan silabus yang bermutu, sekolah bersama komite sekolah
dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan
lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas.
b. Kelompok Sekolah
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum
dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka
268

pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru


kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang
akan dipergunakan oleh sekolah tersebut
c. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Beberapa sekolah dan atau sekolah-sekolah dalam sebuah yayasan
dapat bergabung untuk menyusun silabus. Hal ini dimungkinkan
sebab sekolah dan komite sekolah karena sesuatu hal belum dapat
melaksanakan penyusunan silabus. Kelompok sekolah ini juga dapat
meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga
terkait seperti Balitbang Depdiknas dalam menyusun silabus.
d. Dinas Pendidikan
Dinas pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus
dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru yang
berpengalaman di bidangnya masing-masing.

6. Landasan Pengembangan Silabus


Pengembangan silabus berlandaskan pada pasal 17 ayat (2) dan pasal 20
peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan yang menyatakan:
“Sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite madrasah
mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas
kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD,
SMP, SMA dan SMK dan Departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, MAK” (Muslich,
2007).

Selanjutnya dalam pasal 20 ditegaskan:


“Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurangkurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajaran dan
penilaian hasil belajar” (Muslich, 2007).
269

7. Prinsip-Prinsip Pengembangan Silabus


Silabus merupakan salah satu produk pengembangan kurikulum dan
pembelajaran yang berisikan garis-garis besar materi pembelajaran.
Menurut Sudrajat (2008) Untuk memperoleh silabus yang baik, dalam
penyusunan silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus
harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Di
samping itu, strategi pembelajaran yang dirancang dalam silabus perlu
memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori belajar.
b. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi
dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik. Prinsip ini
mendasari pengembangan silabus, baik dalam pemilihan materi
pembelajaran, strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran,
penetapan waktu, strategi penilaian maupun dalam
mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran.
Kesesuaian antara isi dan pendekatan pembelajaran yang tercermin
dalam materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pada silabus
dengan tingkat perkembangan peserta didik akan mempengaruhi
kebermaknaan pembelajaran.
c. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional
dalam mencapai kompetensi. SK dan KD merupakan acuan utama
dalam pengembangan silabus. Dari kedua komponen ini, ditentukan
indicator pencapaian, dipilih materi pembelajaran yang diperlukan,
strategi pembelajaran yang sesuai, kebutuhan waktu dan media, serta
teknik dan instrumen penilaian yang tepat untuk mengetahui
pencapaian kompetensi tersebut.
d. Konsisten
270

Adanya hubungan yang konsisten antara KD, indikator, materi


pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan
instrumen penilaian. Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi
pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan dalam kegiatan
pembelajaran, penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta
penetapan teknik dan penyusunan instrumen penilaian semata-mata
diarahkan pada pencapaian KD dalam rangka pencapaian SK.
e. Memadai
Cakupan indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang
pencapaian KD. Dengan prinsip ini, maka tuntutan kompetensi harus
dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pembelajaran dan
kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika SK
dan KD menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek belajar,
maka indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus secara
memadai mendukung kemampuan untuk menganalisis.
f. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman belajar, sumber
belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu,
teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa
yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan materi dan dapat mendukung kemudahan dalam
menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan
pembelajaran. Di samping itu, penggunaan media dan sumber belajar
berbasis teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu
dioptimalkan, tidak hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan
juga untuk menanamkan kebiasaan mencari informasi yang lebih luas
kepada peserta didik.
271

g. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman
peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di
sekolah dan kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas silabus ini
memungkinkan pengembangan dan penyesuaian silabus dengan
kondisi dan kebutuhan masyarakat.
h. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Prinsip ini hendaknya
dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya. Kegiatan pembelajaran
dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan
hanya kemampuan kognitif saja, melainkan juga dapat mempertajam
kemampuan afektif dan psikomotoriknya serta dapat secara optimal
melatih kecakapan hidup (life skill).

8. Tahapan Pengembangan Silabus


Untuk memperoleh silabus yang berkualitas dan sesuai dengan prinsip-
prinsip sebagaimana telah diuraikan di atas, diperlukan prosedur
pengembangan silabus yang tepat. Prosedur pengembangan silabus yang
disarankan yaitu sebagai berikut (menurut Niron, 2009) :
1. Perancangan
Tahap ini diawali dengan kegiatan menganalisis standar kompetensi
atau kompetensi inti dan kompetensi dasar (KTSP), Kompetensi Inti
dan Kompetensi dasar (Kurikulum 2013) yang terdapat dalam standar
isi, dilanjutkan dengan menetapkan materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, jenis
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang diperlukan. Produk
dari tahap ini yaitu berupa draf awal silabus untuk setiap mata
pelajaran (disarankan dalam bentuk matriks agar memudahkan dalam
melihat hubungan antar komponen).
272

2. Validasi
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah draf awal silabus yang
telah disusun itu sudah tepat atau masih memerlukan perbaikan dan
penyempurnaan lebih lanjut, baik berkenaan dengan ruang lingkup,
urutan penyajian, substansi materi pokok, maupun cakupan isi dalam
komponen-komponen silabus yang lainnya. Tahap validasi bisa
dilakukan dengan cara meminta tang-gapan dari pihak-pihak yang
dianggap memiliki keahlian untuk itu, seperti ahli disiplin keilmuan
mata pelajaran. Apabila setelah dilakukan validasi ternyata masih
banyak hal yang perlu diperbaiki, maka sebaiknya secepatnya
dilakukan penyempurnaan atau perancangan ulang sampai diperoleh
silabus yang siap diimplementasikan. Hal ini terutama sekali apabila
silabus itu dikembangkan oleh suatu tim yang dibentuk dari
perwakilan beberapa sekolah yang hasilnya akan dijadikan acuan oleh
guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
3. Sosialisasi
Tahap ini dilakukan terutama apabila silabus dikembangkan pada
level yang lebih luas dan dilakukan oleh tim yang secara khusus
dibentuk dan dipercaya untuk mengembangkannya. Silabus final yang
dihasilkan dan telah disahkan perlu disosialisasikan secara benar dan
tepat kepada guru sebagai pelaksana kurikulum.
4. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan kulminasi dari tahap-tahap sebelumnya yang
diawali dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran sampai dengan pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.
5. Evaluasi
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah silabus yang telah
dikembangkan itu mencapai sasarannya atau sebaliknya. Dari hasil
evaluasi ini dapat diketahui sampai dimana tingkat ketercapaian
standar kompetensi dan kompetensi dasar (KTSP), kompetensi inti
dan kompetensi dasar (Kurikulum 2013) yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, silabus dapat segera diperbaiki dan disempurnakan.
273

9. Langkah-Langkah Pengembangan Silabus


Menurut Niron (2009) Secara umum mekanisme pengembangan silabus
dapat digambarkan sebagai berikut:

Materi pokok atau Kegiatan


pembelajaran pembelajaran

Analisis Si/SK/KD
Alokasi
(KTSP), Si/KI/KD Indikator waktu
(K13)

Penilaian Sumber
Belajar

Langkah-langkah pengembangan silabus (menurut Niron, 2009) sebagai


berikut:
1. Mengisi Identitas Silabus
Identitas silabus terdiri atas: nama sekolah, mata pelajaran, kelas dan
semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks silabus.
Contoh:
SILABUS
Nama Sekolah : SD Permata IbuMata
Pelajaran : Ipa
Kelas Semester : IV/2
Alokasi Waktu : 12 x 35 menit
Standar Kompetensi/KI : ...

2. Mengkaji SK dan KD (KTSP), KI dan KD (Kurikulum 2013)


Standar kompetensi pada dasarnya merupakan kualifikasi
kemampuan minimal siswa yang menggambarkan penguasaan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap
274

tingkat dan/atau semester untuk mata pelajaran tertentu (Niron,


2009). Kompetensi Inti merupakan gambaran secara kategorial
mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang
sekolah, kelas dan mata pelajaran (Suryati, 2013).

Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus


dikuasai siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan
penyusunan indikator kompetensi. Kompetensi Dasar merupakan
pengembangan potensi-potensi perkembangan pada anak yang
diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan
usianya berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikator yang dapat
diukur dan diamati (Niron, 2009). Indikator merupakan hasil belajar
yang lebih spesifik dan terukur dalam satu kompetensi dasar (Niron,
2009). Apabila serangkaian indikator dalam satu kompetensi dasar
sudah tercapai, berarti target kompetensi dasar tersebut sudah
terpenuhi.

Para pengembang silabus perlu mengkaji secara teliti standar


kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan
memperhatikan hal-hal berikut (menurut Niron, 2009):
a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat
kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada
dalam standar isi.
b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar
dalam mata pelajaran.
c. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar
mata pelajaran.
275

Contoh mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar yang di


buat dalam pemetaan standar isi yaitu sebagai berikut:
Materi Ruang Lingkup Alokasi
Pokok Waktu
SK KD TB Indikator TB 1 2 3 4 5

Sumber: Niron (2009) Pengembangan Silabus dan Rencana


Pelaksanaan Pembelajaran Dalam KTSP

3. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran


Materi pokok/pembelajaran ini merupakan pokok-pokok materi
pembelajaran yang harus dipelajari siswa untuk mencapai kompetensi
dasar dan indikator. Jenis materi pokok bisa berupa fakta, konsep,
prinsip, prosedur, atau keterampilan (Niron, 2009). Untuk
mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang
pencapaian kompetensi dasar dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa hal sebagai berikut (menurut Niron, 2009):
a. Potensi peserta didik
b. Relevansi dengan karakteristik daerah
c. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
spiritual peserta didik
a) Kebermanfaatan bagi peserta didik
b) Struktur keilmuan
c) Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
d) Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan
lingkungan; dan
e) Alokasi waktu.
276

4. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran


Kegiatan pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk/pola umum
kegiatan yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran ini dapat berupa kegiatan tatap muka maupun
bukan tatap muka. Kegiatan tatap muka, berupa kegiatan
pembelajaran dalam bentuk interaksi langsung antara guru dengan
siswa (ceramah, tanya jawab, diskusi, kuis, tes). Kegiatan non tatap
muka, berupa kegiatan pembelajaran yang bukan interaksi langsung
guru-siswa (mendemonstrasikan, mempraktikkan, mengukur,
mensimulasikan, mengadakan eksperimen, mengaplikasikan,
menganalisis, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah), kegiatan
pembelajaran kontekstual, dan kegiatan pembelajaran kecakapan
hidup (Niron, 2009).

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman


belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi
antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.
Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui
penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat
pada peserta didik. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar
baik di dalam maupun di luar kelas. Pengalaman belajar memuat
kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik (Niron, 2009).

Hal-hal yang perlu diperhatikan (menurut Niron, 2009) dalam


mengembangkan kegiatan pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan
kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan
proses pembelajaran secara profesional.
b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus
dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai
kompetensi dasar.
277

c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan


hierarki konsep materi pembelajaran.
d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan
pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

5. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi


Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik,
mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan
dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian
dengan menggunakan kata kerja operasional (Niron, 2009). Indikator
merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh
perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Tahapan berpikir dalam
pengembangan indikator pencapaian kompetensi dapat digambarkan
sebagai berikut:
TAHAPAN BERFIKIR
Evaluasi
Sintesis C6
Analisis C 5 Mengkriti
Penerapa C 4 Merangk k,
Pemaham n Memila ai,
C3 Menilai,
an h, Meranca
Pengetahua Menghitu Membe ng, Menafsir
C2
n kan
C1 Menerang ng, dakan, Mengatur
Mengingat, kan, Membukt Memba
menghafal, Menjelas ikan, gi
menyebut kan Menerap

Sumber: Niron (2009) Pengembangan Silabus dan Rpp dalam KTSP


278

RANAH AFEKTIF

Menerima Menangga Menilai Mengelola Menghayat


A1 pi A 2 A3 A4 iA 5
Memilih, Menjawab Mengasum Menganut, Melayani,
Mempertan ,Membant sikan, Mengubah, Mempenga
yakan, u,Mengaju Meyakini, Menata ruhi,
Mengikuti kan Melengkap Mendengar
i kan
Sumber: Niron (2009) Pengembangan Silabus dan Rpp dalam KTSP

RANAH PSIKOMOTOR

Peniruan P 1 Manipulasi Pengalamiaha Artikulasi


Mengaktifkan, P2 nP3 P4
Menyesuaikan, Mengoreksi, Mengalihkan, Mempertajam,
Menggabungkan Merancang, Menggantikan Membentuk,
Memilah , Memutar Memadankan

Sumber: Niron (2009) Pengembangan Silabus dan Rpp dalam KTSP

6. Penentuan Jenis Penilaian


Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan
berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes
dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja,
pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau
produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Penilaian
merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis,
dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik
yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian:
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu berdasarkan apa yang
bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses
pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang
terhadap kelompoknya.
279

c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang


berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih,
kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar
yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui
kesulitan siswa.
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak
lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program
remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di
bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta
didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar
yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika
pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan
maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan
proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil
melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang
dibutuhkan.

7. Menentukan Alokasi Waktu


Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan
pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per
minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar,
keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan
kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus
merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar
yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. Silabus mata
pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan
untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat
satuan pendidikan. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu
yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata
pelajaran lain yang sekelompok. Implementasi pembelajaran per
semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar
280

Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan


alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk
SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan
kompetensi.

8. Menentukan Sumber Belajar


Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik,
nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

9.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


1. Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Menurut Smith & Ragan (dalam Zakaria, 2016 ) bahwa Perencanaan
pembelajaran merupakan proses sistematis dan berfikir dalam
mengartikan prinsip belajar dan pembelajaran kedalam rancangan untuk
bahan dan aktifitas pembelajaran, sumber informasi dan evaluasi.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur, dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan. Dalam standar isi yang
telah dijabarkan dalam silabus (Inayah, 2013).

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 19 tahun 2005 pasal 20 yang


berbunyi bahwa:
“Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pemebelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber
belajar dan penilaian hasil belajar” (Inayah, 2013). Menurut Mulyasa
281

(dalam Zakaria, 2016) mengungkapkan bahwa rencana pelaksanaan


pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan
manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi
dasar yang diterapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.

Menurut Muslich (dalam Zakaria, 2016) yang menyatakan bahwa RPP


adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan
diterapkan guru dalam pembelajaran dikelas. RPP menjadi pegangan yang
sangat membantu guru untuk melakukan proses pembelajaran secara
tertata. Tanpa perencanaan yang dibuat dengan baik, maka proses dan
hasil akan sulit tercapai secara maksimal. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang disusun
oleh guru atau yang bersangkutan yang disusun secara sistematis dengan
mengacu pada silabus yang berfungsi membantu guru dalam
melaksanakan serta merencanakan proses pembelajaran.

2. Fungsi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Beberapa fungsi dari perencanaan pembelajaran menurut Oemar (dalam
Zakaria, 2016) adalah sebagai berikut:
a. Memberi guru pemahaman yang lebih jelas tentang tujuan pendidikan
sekolah dan hubungannya dengan pembelajaran yang dilakukan.
b. Membantu guru memperjelas pemikiran tentang sumbangan
pembelajarannya terhadap tujuan pendidikan.
c. Menambah keyakinan guru atas nilai-nilai pembelajaran yang
diberikan dan prosedur yang digunakan.
d. Membantu guru dakam rangka mengenal kebutuhan-kebutuhan siswa,
minat-minat dan mendorong motivasi belajar.
e. Mengurangi kegiatan yang bersifat trial dan error dalam mengajar
dengan adanya organisasi yang baik dan metode yang tepat.
f. Membantu guru memelihara kegairahan mengajar dan senantiasa
memberikan bahan-bahan yang terbaru pada siswa.
282

Fungsi rencana pelaksanaan pembelajaran menurut Mulyasa (dalam


Zakaria, 2016) bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran hendaknya
dapat mendorong guru lebih siap melakukan kegiatan pembelajaran
dengan perencanaan yang matang.

3. Landasan Pengembangan Rencana pelaksana Pembelajaran


Pengembangan RPP memiliki landasan dalam hukum, yaitu sebagaimana
dalam PP No.19/2005 tentang SNP pasal 20 yang berbunyi:
“Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar (Fatih, 2016)”.
Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang standar proses menyebutkan
bahwa:
“RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis
agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik” (Sudrajat, 2009).

4. Prinsip-Prinsip Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


Prinsip-prinsip penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran KTSP
harus mempertimbangkan beberapa aspek seperti yang sudah diatur pada
Permendiknas no 41 tahun 2007 tentang standar proses (dalam Zakaria,
2016) yaitu sebagai berikut:
a. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik, seperti
memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat
intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial,
283

emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar


belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
b. Mendorong partisipasi aktif yang berpusat pada peserta didik untuk
mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi,
kemandirian, dan semangat belajar.
c. Mengembangkan budaya membaca dan menulis, dengan
mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan,
dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
d. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut dengan memuat rancangan
program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan
remedi.
e. Keterkaitan dan keterpaduan, rencana pelaksanaan pembelajaran
disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara
standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, pencapaian kompetensi, penilaian, dan
sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. Rencana
pelaksanaan pembelajaran disusun dengan mengakomodasikan
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek
belajar dan keragaman budaya.
f. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. Disusun dengan
mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi
secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan
kondisi.

Menurut Mulyasa (dalam Zakaria, 2016) menyatakan bahwa terdapat


beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan rencana
pelaksanaan pembelajaran dalam menyukseskan implementasi KTSP,
sebagai berikut:
a. Kompetensi yang dirumuskan dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran harus jelas, makin konkrit kompetensi makin mudah
diamati, dan makin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
untuk membentuk kompetensi tersebut.
284

b. Rencana pelaksanaan pembelajaran harus sederhana dan fleksibel,


serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, dan
pembentukan kompetensi peserta didik.
c. Kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam merencana
pelaksanaan pembelajaran harus menunjang, dan sesuai dengan
kompetensi dasar yang akan diwujudkan.
d. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan harus utuh
dan menyeluruh, serta jelas pencapaiannya.
e. Harus ada kordinasi antar komponen pelaksana program di sekolah,
terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim (team
teaching) atau dilaksanakan diluar kelas, agar tidak mengganggu jam-
jam pelajaran yang lain.

Prinsip penyusunan RPP dalam kurikulum 2013 dalam Permendikbud No


22 tahun 2016 tentang standar proses (menurut Heru, 2016) yaitu sebagai
berikut:
a. Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal,
tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar,
kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan
belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan
peserta didik.
b. Partisipasi aktif peserta didik.
c. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar,
motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan
kemandirian.
d. Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk
mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan,
dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
e. Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan
program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan
remedi.
285

f. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi


pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian
kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan
pengalaman belajar.
g. Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas
mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
h. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

5. Komponen-Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


Guru merancang RPP untuk setiap pertemuan yang akan diajarkan di
dalam proses pembelajaran. RPP disusun untuk setiap KD yang akan di
laksanakan satu kali pertemuan atau lebih. Komponen RPP dalam KTSP
dan Kurikulum 2013 memiliki perbedaan. Permendiknas No 41 tahun
2007 tentang standar proses menyebutkan komponen-komponen RPP
dalam KTSP (menurut Suradjat, 2009) yaitu sebagai berikut:
a. Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester,
program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran,
jumlah pertemuan.
b. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal
peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau
semester pada suatu mata pelajaran.
c. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan
penyusunan indicator kompetensi dalam suatu pelajaran.
d. Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar
286

tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator


pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
e. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
f. Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan,
dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi.
g. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian
KD dan beban belajar.
h. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai
kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan.
Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan
kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan
kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.
Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas
1 sampai kelas 3 SD/MI.Kegiatan pembelajaran
i. Kegiatan Pembelajaran
1) Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran. Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran;
287

b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan


sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai.
d. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuai silabus.
2) Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti
menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi,
elaborasi dan konfirmasi.
a. Eksplorasi, dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan
dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan
menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari
aneka sumber;
2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar lain.
3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta
antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya;
4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran; dan
5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
laboratorium, studio, atau lapangan.
b. Elaborasi, dalam kegiatan elaborasi, guru:
288

1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang


beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.
2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi,
dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara
lisan maupun tertulis;
3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan
kolaboratif;
5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk
meningkatkan prestasi belajar;
6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang
dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
maupun kelompok;
7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja
individual maupun kelompok;
8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen,
festival, serta produk yang dihasilkan;
9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
c. Konfirmasi, dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk
lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan
peserta didik,
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,
3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman
yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
289

a) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab


pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengar
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
b) Membantu menyelesaikan masalah;
c) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan
pengecekan hasil eksplorasi;
d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
e) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau
belum berpartisipasi aktif.
3) Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman
atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak
lanjut. Dalam kegiatan penutup, guru:
a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau
memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai
dengan hasil belajar peserta didik;
e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
j. Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar
Penilaian. Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran
untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta
digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar,
dan memperbaiki proses pembelajaran.
290

Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram


dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan,
pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa
tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian
Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.

k. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi.

RPP dalam kurikulum 2013 disusun berdasarkan KD atau subtema yang


dilaksanakan kali pertemuan atau lebih. Komponen RPP kurikulum 2013
dalam Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang standar proses (menurut
Fatih, 2016) yaitu sebagai berikut:
a. Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
b. Identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
c. Kelas/semester;
d. Materi pokok;
e. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian
KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam
pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
f. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur,
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
g. Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
h. Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
i. Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai
291

KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang


akan dicapai;
j. Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran;
k. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;
l. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan, yaitu
sebagai berikut:
1) Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru wajib:
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran;
b. Memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari,
dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan
internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang
peserta didik;
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai; dan
e. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuai silabus.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran.
Pemilihan pendekatan tematik dan /atau tematik terpadu dan/atau
saintifik dan/atau inkuiri dan penyingkapan (discovery) dan/atau
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah
(project based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi
dan jenjang pendidikan.
292

a. Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang
dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas
pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang
mendorong peserta didik untuk melakuan aktivitas tersebut.
b. Pengetahuan
Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta.
Karakteritik aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini
memiliki perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam
domain keterampilan. Untuk memperkuat pendekatan saintifik,
tematik terpadu, dan tematik sangat disarankan untuk menerapkan
belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry
learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya
kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok,
disarankan yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah
(project based learning).
c. Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi
(topik dan sub topik) mata pelajaran yang diturunkan dari
keterampilan harus mendorong peserta didik untuk melakukan
proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan
keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang
menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan
karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
3) Penutupan
Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara
individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
293

a. Seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang


diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat
langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang
telah berlangsung;
b. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
c. Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas,
baik tugas individual maupun kelompok; dan
d. Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk
pertemuan berikutnya.
4) Penilaian hasil pembelajaran.
Evaluasi hasil pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dan
di akhir satuan pelajaran dengan menggunakan metode dan alat: tes
lisan/perbuatan, dan tes tulis. Hasil evaluasi akhir diperoleh dari
gabungan evaluasi proses dan evaluasi hasil pembelajaran.

CONTOH RPP KTSP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


( RPP )

Sekolah : ..................................
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : IV / I
Waktu : 2 x 35 menit

A. Standar Kompetensi
1. Mendengarkan penjelasan tentang petunjuk denah.

B. Kompetensi Dasar
1.1. Membuat gambar / denah berdasarkan penjelasan yang didengar.
294

C. Tujuan Pembelajaran:
 Siswa dapat Mendengarkan petunjuk arah yang dibacakan guru tentang
Petunjuk Arah ke Bumi Perkemahan dengan Rasa hormat dan perhatian
(respect), Tekun (diligence), Tanggung jawab (responsibility) serta Berani
(courage)
 Siswa dapat Membuat denah berdasarkan penjelasan yang didengar
 Siswa dapat Menjawab pertanyaan sesuai dengan denah
 Siswa dapat Menjelaskan secara lisan mengenai denah yang dibuat

 Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya (Trustworthines), Rasa


hormat dan perhatian (respect), Tekun
(diligence), Tanggung jawab
(responsibility) Berani (courage) dan
Ketulusan (Honesty)

D. Materi Pokok
 Gambar / Denah

E. Kegiatan Pembelajaran
 Membuat denah berdasarkan penjelasan yang didengar.
 Menjawab pertanyaan sesuai dengan denah.
 Menjelaskan secara lisan mengenai denah yang dibuat.
295

F. Langkah-langkah Pembelajaran
 Kegiatan Awal
Apersepsi dan Motivasi :
- Siswa diajak mengamati denah lokasi suatu tempat.
- Bertanya jawab seputar denah yang diamati.
 Kegiatan Inti
 Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
 Siswa diminta mendengarkan petunjuk arah yang dibacakan
gurusecara perhatian ( respect ).
 Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
 Sambil mendengarkan guru membacakan petunjuk arah, siwa
diminta menggambar denah sendiri dengan cara Tanggung jawab (
responsibility ) Berani ( courage ) dan Ketulusan ( Honesty )
Petunjuk Arah ke Bumi Perkemahan
Ikuti petunjuk untuk mencapai Bumi Perkemahan. SD
YPBK berada di jalan Cip Bes-ut. Keluarlah dari SD YPBK , lalu
ambil arah ke kiri. Susuri pasar sampai mencapai jalan raya. Lalu,
naik mobil 06 A turut di UKI Naik mobil jurusan cibubur turut Di
sebelah kiri Bumi Perkemahan cibubur ada pos polisi.
 Siswa bertanya kepada teman di sebelahnya
apakah denah buatannya sudah benar!
 Bertanya jawab tentang petunjuk arah yang dibacakan guru
 Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
 Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa
 Guru bersama siswa bertanya jawab
meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan
penguatan dan penyimpulan
 Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
296

 Siswa diminta menjelaskan secara lisan di depan kelas tentang


denah yang dibuat sendiri.

G. Penilaian
Teknik Bentuk
Indikator Pencapaian Contoh Instrumen
Penilaian Instrumen
 Membuat gambar / Tertulis dan Uraian dan  Buatlah denah
denah penam-pilan Lembar berdasarkan
observasi penjelasan yang
didengar!
 Jelaskan secara lisan
mengenai denah yang
dibuat!

 Gambar denah buatan sendiri


Aspek Penilaian Hasil / Nilai Keterangan
1. Kesesuaian gambar
dengan petunjuk
yang dibacakan.
2. Tanda penunjuk arah
ke sebuah lokasi Bu-
mi Perkemahan

 Penampilan
Penampilan siswa saat menjelaskan petunjuk denah di depan kelas.
Aspek Penilaian Hasil / Nilai Keterangan
1. Kejelasan ucapan
2. Kewajaran intonasi
3. Keberanian
297

H. Sumber / Alat
 Buku paket Bina Bahasa Indonesia 4A
 Gambar Denah

FORMAT KRITERIA PENILAIAN


 PRODUK ( HASIL DISKUSI )

No. Aspek Kriteria Skor

1. Konsep * semua benar 4


* sebagian besar benar 3
* sebagian kecil benar 2
* semua salah 1

 PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1. Pengetahuan * Pengetahuan 4
* kadang-kadang Pengetahuan 2
* tidak Pengetahuan 1

2. Praktek * aktif Praktek 4


* kadang-kadang aktif 2
* tidak aktif 1

3. Sikap * Sikap 4
* kadang-kadang Sikap 2
* tidak Sikap 1
298

 LEMBAR PENILAIAN
Nama Performan Jumlah
No Produk Nilai
Siswa Pengetahuan Praktek Sikap Skor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
CATATAN :
Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10.
 Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan
Remedial.

............, ..................... 20 ...


Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Mapel Bahasa Indonesia

.................................. ..................................
NIP: NIP:
299

CONTOH RPP KURIKULUM 2013

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

Satuan Pendidikan :
Kelas / Semester : IV (Empat) / 1
Tema 1 : Indahnya Kebersamaan
Sub Tema 1 : Keberagaman Budaya Bangsaku
Pembelajaran 1
Alokasi Waktu : 1 x Pertemuan (6 x 35 menit)

A. KOMPETENSI INTI (KI)


KI1 : Menerima, menjalankan dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
KI2 : Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan
percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan
tetangganya.
KI3 : Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar,
melihat, membaca dan menanya) dan menanya berdasarkan rasa ingin
tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat
bermain.
KI4 : Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis,
dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan
peri-laku anak beriman dan berakhlak mulia.
300

B. KOMPETENSI DASAR (KD) & INDIKATOR


Kompetensi Dasar
Bahasa Indonesia
3.1 Menggali informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang gaya,
gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dengan bantuan guru dan teman
dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah
kosakata baku
4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan
tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dalam bahasa
Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku
Indikator :
Mengolah informasi dari teks “Mengenal Suku Minang” dalam bentuk
peta pikiran

Kompetensi Dasar
PPKn
3.4 Memahami arti bersatu dalam keberagaman di rumah, sekolah dan
masyarakat
4.3 Bekerja sama dengan teman dalam keberagaman di lingkungan rumah,
sekolah, dan masyarakat.
4.4 Mengelompokkan kesamaan identitas suku bangsa (pakaian tradisional,
bahasa, rumah adat, makanan khas, dan upacara adat), sosial ekonomi
(jenis pekerjaan orang tua) di lingkungan rumah, sekolah dan
masyarakat sekitar
3.4 Memahami arti bersatu dalam keberagaman di rumah, sekolah dan
masyarakat
Indikator :
Menjelaskan keberagaman yang ada di Indonesia dalam bentuk tulisan
Menjelaskan ciri khas suku Minang dalam bentuk peta pikiran
Menuliskan contoh perilaku sebagai bentuk kebanggaan menjadi anak
Indonesia
301

Kompetensi Dasar
IPS
3.5 Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam,
sosial, budaya, dan ekonomi
4.5 Menceritakan manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan
alam, sosial, budaya, dan ekonomi
Indikator :
Menjelaskan sikap yang harus ditunjukkan untuk menghormati
keberagaman dalam bentuk tulisan

Kompetensi Dasar
SBdP
3.2 Membedakan panjang-pendek bunyi, dan tinggi-rendah nada dengan
gerak tangan
4.5 Menyanyikan lagu dengan gerak tangan dan badan sesuai dengan tinggi
rendah nada
Indikator :
Menyanyikan lagu “Aku Anak Indonesia “ dengan tinggi rendah nada
yang sesuai

F. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
waktu
Pendahuluan Guru memberikan salam dan mengajak 10 menit
semua siswa berdo‟a menurut agama dan
keyakinan masing-masing.
Guru mengecek kesiapan diri dengan
mengisi lembar kehadiran dan memeriksa
kerapihan pakaian, posisi dan tempat duduk
disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran.
Menginformasikan tema yang akan
dibelajarkan yaitu tentang ”Indahnya
302

Kebersamaan”.
Guru menyampaikan tahapan kegiatan
yang meliputi kegiatan mengamati,
menanya, mengeksplorasi,
mengomunikasikan dan menyimpulkan.

Inti Siswa mengamati peta budaya perbedaan 150 menit


pakaian adat, rumah adat, tarian adat, dan
alat music tradisional. (Mengamati)
Siswa menjawab pertanyaan yang ada pada
buku siswa. (Menanya)
Guru berkeliling untuk mengetahui apakah
ada siswa yang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan tugas.
Siswa mendiskusikan jawaban secara
berkelompok (satu kelompok terdiri atas 5
siswa). (Mengekplorasi)
Setiap kelompok mempresentasikan hasil
diskusinya. (Mengkomunikasikan)
Siswa membaca teks “Mengenal Suku
Minang”. (Mengamati)
Siswa mengambil informasi penting dari
teks yang dibacanya dan menuliskannya
dalam bentuk peta pikiran.
Siswa berpasangan mendiskusikan jawaban
dengan temannya. Guru dan siswa
mendiskusikan hasil jawaban tersebut di
depan kelas. (Mengekplorasi)
Setelah membuat peta pikiran dan
mendiskusikannya, siswa secara individu
menjawab pertanyaan yang ada pada buku
siswa. (Mengasosiasi)
303

Untuk menggiring siswa pada pelajaran


selanjutnya, guru secara klasikal
mengajukan pertanyaan berikut: (Menanya)
- Dari manakah asal daerah kalian?
- Apakah ciri khas daerah asalmu?
Siswa mencari asal-usul daerah teman-
temannya di kelas melalui kegiatan
bertanya-jawab tentang suku, agama, dan
ciri khas daerah masing-masing. Ciri khas
daerah dapat dilihat dari berbagai sisi
(bangunan, pakaian, rumah adat, bahasa,
upacara adat, dan lain-lain).
(Mengekplorasi)

Penutup Bersama-sama siswa membuat kesimpulan 15 menit


/ rangkuman hasil belajar selama sehari
Bertanya jawab tentang materi yang telah
dipelajari (untuk mengetahui hasil
ketercapaian materi)
Guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk menyampaikan pendapatnya tentang
pembelajaran yang telah diikuti.
Melakukan penilaian hasil belajar
Mengajak semua siswa berdo‟a menurut
agama dan keyakinan masing-masing
(untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran)
304

G. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN


Buku Pedoman Guru Tema : Indahnya Kebersamaan Kelas 4 (Buku
Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Jakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, 2013).
Buku Siswa Tema : Indahnya Kebersamaan Kelas 4 (Buku Tematik
Terpadu Kurikulum 2013, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2013).
Peta budaya (ada pada buku siswa), teks lagu “Aku Anak Indonesia”.

H. PENILAIAN
1. Daftar periksa untuk peta pikiran (Bahasa Indonesia)
Keterangan
Kriteria Penilaian
Sudah Belum
Peta pikiran memuat rumah adat.
Peta pikiran memuat bahasa.
Peta pikiran memuat alat musik tradisional.
Peta pikiran memuat makanan tradisional.
Peta pikiran memuat tarian tradisional.

2. Daftar periksa untuk sikap menunjukkan keberagaman (IPS dan


PPKn)
Keterangan
Kriteria Penilaian
Sudah Belum
Menuliskan 5 sikap menghargai keberagaman.
Menuliskan 5 sikap yang tidak menghargai
keberagaman.

3. Daftar periksa untuk menyanyi. (SBdP)


Keterangan
Kriteria Penilaian
Sudah Belum
Bernyanyi sesuai dengan intonasi yang benar.
Bernyanyi sesuai dengan tinggi rendah nada.
305

........, ...................... 20....


Mengetahui
Kepala Sekolah, Guru Kelas IV

( ) ( )
NIP .................................. NIP ..................................
306

Rangkuman
Pemetaan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran secara
menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi atau konpetensi inti, kompetensi
dasar dan indikator mata pelajaran. Silabus adalah rencana pebelajaran yang
memuat beberapa komponen yang telah diatur dalam Permendiknas No 41 Tahun
2007 tentang standar proses (KTSP), dan Permendikbud No 22 Tahun 2016
tentang standar proses (Kurikulum 2013). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) adalah rencana yang disusun oleh guru yang bersangkutan yang
berlandaskan pada silabus yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Penyusunan rencana belajar ini dapat membantu guru dalam menyiapkan
pembelajara sehingga guru dapat memberikan atau menganalisi masalah atau
hambatan yang akan terjadi dalam proses pembelajaran.
307

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah.(2015). Pemetaan dalam pembelajaran tematik. Diakses pada:


http://adulabdullah.blogspot.co.id/2015/11/pemetaan-dalam-pembelajaran-
tematik-pt.html tanggal 22 April 2018 pukul 18.30 WIB
Aryani.(2015). Pengertian KI, KD, Indikator, Tujuan Pembelajaran. Diakses pada:
http://fitriaryanifitri.blogspot.co.id/2015/06/pengertian-ki-kd-indikator-
tujuan.html pada tanggal 22 April 2018 Pukul 14.02 WIB
Burhan.(2002). Analisis data penelitian kualitatif. Remaja Rosdakarya: Bandung
Fatih.(2016). Komponen RPP Permendikbud No 22 Tahun 2016. Diakses pada:
http://rpprevisi.fatih.co.id/2016/10/komponen-rpp-permendikbud-no-22-
tahun-2016.html tanggal 22 April 2018 puku 14.30 WIB
Heru.(2016). Prinsip penyusunan RPP Kurikulum 2013. Diakses pada: http://heru-
id.blogspot.co.id/2016/09/prinsip-penyusunan-rpp-kurikulum-2013.html
tanggal 22 April 2018 pukul 14.23 WIB
Inayah.(2013). Recana Pelaksanaan Pembelajaran. Diakses pada:
http://digilib.uinsby.ac.id/10366/5/bab%202.pdf tanggal 16 April 2018
pukul 19.07 WIB
Khaeruddin.(2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Nuamsa Aksara:
Jogjakarta
Komaruddin, dkk .2000. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.
Muslich.(2007). KTSP Dasar Pemahaman Dan Pengembangan. Jakarta: Bumi
Aksara
Niron.(2009). Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam KTSP:UNY
Permono.(2013). Panduan Penyusunan Silabus. Diakses pada:
http://novyekopermono.blogspot.co.id/2013/11/panduan-penyusunan-
silabus-kurikulum.html tanggal 22 April 2018 pukul 14.35 WIB
Saadah.(2012). Pemetaan SK, KD, Indikator, dan Tujuan Pembelajaran. Diakses
pada: http://siti-lailatus.blogspot.co.id/2012/12/pemetaan-sk-kd-indikator-
dan-teknik.html tanggal 22 April 2018 pukul 18.35 WIB
308

Sagala.(2008). Silabus Sebagai Landasan Pelaksanaan Dan Pengembangan


Pembelajaran Bagi Guru Yang Profesional. Jurnal Tabularasa Pps Unimed.
Vol.5 No.1
Sudrajat.(2008). Panduan Pengembangan Silabus. Diakses pada:
https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/09/panduan-
pengembangan-silabus.pdf tanggal 15 April 2018 pukul 11.41 WIB
Sudrajat.(2009). Standar Proses Permendiknas No 41 tahun 2007. Diakses pada:
https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/standar-proses-
_permen-41-2007_.pdf tanggal 22 April 2018 pukul 14.20 WIB
Suryati.(2013). Komponen Silabus. Diakses pada:
https://ceritabersamatati.blogspot.co.id/2013/10/komponen-silabus.html
tanggal 22 April 2018 pukul 13.32 WIB
Zakaria.(2016). Bab II Landasan Teori. Diakses pada:
http://repository.unpas.ac.id/13565/4/BAB%202.pdf tanggal 16 April 2018
pukul 19.35 WIB
309

LAMPIRAN

DAFTAR NAMA KELOMPOK

KELOMPOK 1 KELOMPOK 2
1) IGA PUTRI SANDRIYANI 1) AGUSTIN ENDAH SARI
2) NOVIA DWI TIARA 2) EFTI ELSIYANA
3) NOVITA SARI 3) RENDI NURDAGIDSU
4) SISI SEPTIANA 4) SUCY WIDHYA S

KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
1) DESTI MARLIANI 1) APRILIA ANWAR
2) DIAN PRATIWI 2) MENTARI DIAN T
3) GOGOT FITRIANTO 3) RATNAWATI
4) RIMA AZIZA ARUNANDA 4) VEERISA CARELA PR

KELOMPOK 5 KELOMPOK 6
1) LUFIA NUZULIKA 1) DENI LILIS NUNGKI A
2) PRATIWI 2) FIBRIA RAHMALINGGAR
3) RIO RUSTANDI 3) MAWARNI LETARE CH
4) NOVALIA FADILAH

KELOMPOK 7 KELOMPOK 8
1) ANDRO CATUR M 1) DEWI KARTINI NINGSIH
2) DIAN RETNOWATI A 2) NABILA AYU
3) MIRA LIANTI 3) SANTI INDRA BULAN
4) YOLANDA ALIF T 4) SITI MAY MUNAH
310

KELOMPOK 9
1) AYU AMELISYA PUTRI
2) DIAN NATASYA
3) SOPIAH

Anda mungkin juga menyukai