Anda di halaman 1dari 31

MODUL 1

OBAT SISTEM SARAF DAN OTOT

Banyak obat-obat yang dapat merangsang system saraf pusat (ssp),


tetapi yang pemakaiannya disetujui secara medis terbatas hanya pada
pengobatan narkolepsi , gangguan penurunan perhatian (GPP) pada anak-
anak, obesitas dan pemulihan distress pernafasan. Kelompok utama dari
perangsang SSP adalah amfetamin dan kafein yang merangsang korteks
serebri dari otak, analeptic dan kafein yang bekerja pada batang otak dan
medulla untuk merangsang pernapasan dan obat-obat yang menimbulkan
anoreksia yang bekerja pada tingkat tertentu pada korteks serebri dan
hipotalamus untuk menekan napsu makan. Pemakaian amfetamin jangka
panjang dapat menimbulkan ketergantungan psikologis dan toleransi,
suatu keadaan dimana semakin tinggi dosis obat yang diperlukan untuk
menghasilkan respon awal. Peningkatan dosis obat yang bertahapdan
kemudian tiba-tiba dihentikan dapat menimbulkan depresi dan gejala-
gejala putus obat.
Amfethamin merangsang pelepasan neuro-transmitter,
norepinefrin, dan dopamin, dari otak dan sistem saraf simpatis (terminal
saraf tepi). Amfethamion menyebabkan euphoria dan kesiagaan; tetapi
juga mengakibatkan tidak dapat tidur, gelisah, tremor, dan iritabilitas.
Waktu paruh dari amfetamin bervariasi dari 4-30 jam. Amfetamin
disekresikan lebih cepat pada urin asam daripada urin yang basa. Jika
dicurigai terjadi toksisitas SSP atau toksisitas jantung, maka dengan
menurunkan pH urin akan membantu eksresi obat.
AMFETAMIN DAN OBAT OBAT YANG SEPRTI AMFETAMIN
Obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan
Amfetamin
Amfetamin D : 5-20 mg, q.d Untuk narkolepsi, gangguan
sulfat sampai t.i.d penurunan perhatian (GPP). Dosis
(Benzedrin A>6 th: 2,5-5 mg, harus minimal untuk mengendalikan
e) sehari untuk GPP; gejala-gejala pada GPP.

1
naikkan dosis jika Toksisitas SSP dan jantung dapat
perlu terjadi.
Dekstroamf Sama seperti Sama seperti Benzedrine. Telah
etamin Benzedrine dipakai untuk obesitas dan narkolepsi.
sulfat
(Dexedrine)
Metamfeta A : 2,5-5 mg, Untuk GPP. Dapat menimbulkan
toksisitas SSP dan jantung
min hidro- sehari; naikkan
klorida sampai 20 mg, jika
(Desoxyn) perlu
Obat-obat
yang
seperti
amfetamin
Metilfenida A : 5 mg, b.i.d Untuk GPP pada anak-anak. Dosis
t (Ritalin) naikkan jika perlu dinaikkan tiap minggu sampai gejala-
tidak >60mg gejala berkurang. Absorpsi
dipengarihi oleh makanan.
D : 10-60 mg, Untuk narkolepsi
sehari
Pemolin A > 6 th : 37,5 mg, Untuk GPP pada anak-anak. Kurang
(Cylert) sehari dinaikkan kuat dan efek samping lebih sedikit
setiap minggu dibandingkan dengan desoxyn dan
Rata-rata 50-75 Ritalin.
mg per hari
Keterangan : A : anak-anak; D: dewasa
Metifenidat (Ritalin) dan Pemolin (Cylert)
Farmakokinetik
Metifenidat dan pemolin diabsorpsi dengan baik melalui mukosa
gastrointestinal meskipin pemolin mempunyai waktu paruh yang lebih
panjang daripada metilfenidat, obat-obat ini bisa diberikan kepada anak-
anak sekali sehari sebelum sarapan pagi. Tetapi metilfenidat dapat

2
diberikan dua kali sehari, sebelum sarapan pagi dan makan siang. Karena
makanan mempengaruhi laju absorpsi, maka obat harus diberikan 30-45
menit sebelum makan. Obat-obat ini tidak boleh diberikan dalam 6 jam
sebelum tidur karena dapat menimbulkan insomnia. Kedua opbat ini
diekskresikan kedalam urin; 40% dari metilfenidat dieksresikan tanpa
mengalami poerubahan.

Farmakodinamik
Metifenidat sedikit lebih efektif daripada pemolin untuk GPP, tetapi efek
samping dan reaksi yang merugikan dari pemolin juga tidak seberat
metilfenidat. Lama kerja metilfenidat 4-8 jam dan pada 1-3 jam mencapai
kadar puncaknya. Pemolin lama kerjanya 8 jam dan 2-4 jam pertama
mencapai kadar puncaknya.

Farmakoterapeutik
Metilfenidat dan pemolin membantu memperbaiki GPP dengan
mengurangi hiperaktivitas dan memperbaiki lamanya perhatian.

Interaksi
Obat-obat simpatomimetik seperti dekongestan, akan menambah kerja
metilfenidatdan pemolin. Sedangkan antihipertensi dan barbiturate dapat
menurunkan kerja obat metilfenidat dan pemolin. Makanan yang
mengandung kafein juga harus dihindari karena menambah kerja obat.

Efek samping
 Gelisah
 Insomnia
 Mulut tersa kering
 Anoreksia
 Gugup
 Sakit kepala
 Pusing

3
 Muntah
 Diare
 Iritabilitas

Kontaindikasi
 Hipertiroidisme
 Penyakit ginjal

Reaksi yang merugikan


 Takikardia
 Palpitasi jantung
 Meningkatkan hiperaktivitas

4
BAGAN REAKSI OBAT

Kalium Klorida (KCL)


Metilfenidat (Ritalin)
Pemolin (Cylert)

Kontraindikasi Interaksi
Hipertiroidisme Obat-obat : dekongestan,
Penyakit ginjal antihipertensi, barbiturate,
penghambat MAO
Makanan-obat : kafein (kopi, teh,
cola, coklat)

Farmakokinetik Farmakodinamik
Absorpsi : P.O : (M) : mula : 0,5-1 jam,
(M), (P) diabsorpsi P : 1-3 jam, L: 4-8 jam
dengan baik. (P) : mula : 0,5-1 jam,
Distribusi : PP : P : 2-4 jam, L: 8 jam
(P) : 50%
Metabolisme : t1/2 : Farmakoterapeutik
(M) :1-3 jam (M)&(P) : Memperbaiki
(P) : 10-14 jam hiperaktivitas yang
Eliminasi : disebabkan oleh GPP,
(M) : ginjal (40% tidak Meningkatkan rentang
diubah) perhatian, mengobati
(P) : ginjal keletihan
Efek samping
(M) : Mengendalikan
Anoreksia, gelisah, gugup
Reaksi yang merugikan narkolepsi
sakit kepala, pusing,
Takikardia, palpitasi,
iritabilitas, insomnia,
meningkatkan hiperaktivitas
OBAT muntah, diare

5
Obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan
Benzefetamin 25-50 mg, q.d. Mirip amfetamin. Tidak boleh
hidro-klorida sampai t.i.d diminum selama kehamilan.
(Didrex) Potensial untuk disalahgunakan.
Dietilpropion 25 mg, t.i.d; 75 mg Tidak mengubah denyut jantung,
(Dospan, Tanuate, kapsul yang dilepas dan tekanan darah. Harus diminum
Tepanil) lambat, 1/hari 1 jam sebelum makan. Kategori
kehamilan B
Fenfluramin 20 mg, t.i.d. Harus diminum 1 jam sebelum
hidro-klorida makan. Dapat menekan suasana hati
(Pondimin, dan aktivitas motorik, dan mungkin
Ponderal) meningkatkan tekanan darah.
Mazindol 1 mg, t.i.d., a.c. atau Diminum 1 jam sebelum makan atau
(Mazanor, 2 mg, setiap hari sekali sehari sebelum makan. Dapat
Sanorex) meningkatkan denyut jantung. TD
biasanya tidak berubah. Obat ini
biasanya potensial untuk
disalahgunakan.
Fendimetrazin 17,5-35 mg, b.i.d. Harus diminum 1 jam sebelum
tartrat (Anorex, atau t.i.d. makan. Biasanya tidak ada
Adipost, Bacarate) perubahan dalam denyut jantung
atau tekanan darah. Perangsang SSP
(suasana dan aktivitas motorik).
Fenmetrazin 25 mg, b.i.d. atau Harus diminum 1 jam sebelum
hidroklorida t.i.d.; sampai 75 mg, makan. Meningkatkan SSP, jantung,
(Preludin) setiap hari dan tekanan darah. Sangat potensial
untuk disalahgunakan.
Fentermin 8 mg, t.i.d.; 15-30 Harus diminum sebelum makan.
(Adipex-P, Fastin, mg/hari Meningkatkan denyut jantung,
Ionamin ) tekanan darah. Kecil
kemungkinannya untuk
disalahgunakan.

6
Fenilpropanolamin 25 mg, t.i.d.; 50-75 Harus diminum sebelum makan.
hidroklorida mg/hari Obat bebas. Dpt meningkatkan
denyut jantung & TD.

7
DAFTAR PUSTAKA

Kee, Joyce L, dan Evelyn R. Hayes.1996. Farmakologi. Jakarta: EGC

8
MODUL 2
OBAT SISTEM GASTROINTESTINAL

Bila mukosa lambung sering kali atau dalam waktu yang cukup
lama bersentuhan dengan aliran balik getah duodenum yang bersifat
alkalis, peradangan (gastritis) sangat mungkin terjadi dan akhirnya malah
berubah menjadi tukak lambung. Hal ini disebabkan karena mekanisme
penutupan pylorus tidak bekerja dengan sempurna, sehingga terjadi refluks
tersebut. Mukosa lambung yang dikikis oleh garam-garam empedu dan
lysolesitin (dengan kerja detergens), berakibat timbul luka-luka mikro,
sehingga getah lambung dapat meresap ke jaringan-jaringan dalam.
Penyebab lainnya adalah hipersekresi asam sehingga dinding lambung
dirangsang secara kontinu dan akhirnya dapat terjadi gastritis dan tukak.
Sekresi yang berlebihan bisa merupakan efek samping dari suatu tukak
usus yang agak jarang disebabkan oleh suatu tumor di pancreas (gastrinom
atau Sindrom Zolinger-Ellison) dengan pembentukan gastrin dan yang
menstimulasi produksi asam.
Gastritis juga dapat dipicu oleh turunnya daya tangkis mukosa,
yang dalam keadaan sehat sangat tahan terhadap sifat agresif HCl-pepsin.
Selain sekresi HCl berlebihan keutuhan dan daya regenerasi sel-sel
mukosa dapat diperlemah oleh obat NSAIDs, analgetik antiradang,
kortikosteroid, dan alcohol kadar tinggi.
Selain gastritis masih banyak factor lain memegang peranan pada
terjadinya tukak lambung-usus. Hanya ±20% dari semua tukak terjadi di
lambung (ulcus ventriculi), bagian terbesar (2-3 kali) terjadi di usus dua
belas jari (ulcus duodeni). Tukak lambung-usus sering menghinggapi
orang berusia 20-50 tahun (terutama lansia); empat kali lebih banyak
terjadi pada pria daripada wanita serta 90% tukak lambung dan 100%
tukak usus disebabkan oleh infeksi kuman H. pillory.
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat tukak lambung dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Penurun konsentrasi asam: antasida dan penghambat sekresi asam.

9
b. Zat protektif: analog prostaglandin (misoprostol) dan sukralfat.
c. Antibiotika.
d.Zat pembantu: dimethicon, alginate, obat penguat motilitas (prokinetika)
dan sedativa.

Antasida
Antasida adalah sebutan untuk golongan obat yang diindikasikan
mengobati sakit maag. Pada penderita sakit maag, terjadi peningkatan
asam lambung dan luka pada lambung. Hal tersebut yang sering kali
menyebabkan rasa nyeri ulu hati, rasa terbakan di dada, perut terasa penuh,
mual, banyak bersendawa ataupun buang gas.
Di dalam lambung, antasida akan bereaksi dengan asam lambung
dan menetralisasi asam tersebut. Antasida sebaiknya diminum sebelum
makan sehingga saat makan, keluhan mual penderita telah berkurang. Dua
obat antasida yang sering digunakan ialah aluminium hidroksida dan
magnesium hidroksida. Kedua obat ini dapat berdiri sendiri atau sering
ditemukan dalam bentuk campuran keduanya.
Antasida sistemik
Antasida sistemik diabsorbsi di usus halus sehingga dapat menyebabkan
alkalosis metabolik.
Natrium Bikarbonat
- Cepat menetralkan HCl lambung
Rx : NaHCO3 + HCl ↔ NaCl + H2O + CO2
- Efek samping : Alkalosis metabolic, retensi natrium dan udema.
- Interaksi obat : bila diberikan bersama susu dapat menyebabkan
sindroma alkali susu.
- Dosis: 1-4 gram/hari, 2-8 kali sehari.
- Penggunaan: asidosis sistemik, meng’alkaliskan’ urin dan obat pruritus
lokal.
Antasida nonsistemik
a) Alumunium Hidroksida contoh: Gelusil, Maalox, Polysilane
Reaksi: Al(OH)3 + 3 HCl ↔ AlCl3 + 3 H2O

10
- Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerja panjang
- Efek samping: konstipasi ( kombinasi dengan Mg(OH)2), mual,
muntah, gangguan absorbsi (fosfat, vitamin, dan tetrasiklin).
- Dosis tunggal 3dd 0.5-1 g
- Sukralfat: aluminiumsukrosasulfat, berdaya protektif (kompleks protein
pada permukaan tukak)
b) Magnesium Hidroksida [Mg(OH)2]: Maalox, Polysilane
- Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartika dan antasid.
- Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare
- Dosis 1- 4 dd 500 – 750 mg.
c) Magnesium Trisilikat: Gelusil
Rx : [Mg2Si3O8 (n) H2O] + 4H+ ↔ Mg++ + 3SiO2 + (n+2) H2O
- Didalam lambung membentuk silikon dioksid yang berfungsi
menutup tukak.
- Silika gel dan Mg Trisilikat merupakan adsorben yang dapat menyerap
pepsin, protein dan besi dalam makanan.
- Onset lama.
- Dosis besar menyebabkan diare.
- Dosis tab 500 mg 1-4 g/hari.

Farmakokinetik
Antasida diabsorbsi di usus halus sehingga dapat menyebabkan
alkalosis metabolik. Tiap kandungan obat antasida berbeda daya
absorpsinya. Untuk kandungan magnesium hitunganya adalah secara
inversi proporsional terhadap dosis. Yaitu 50% dengan diet
terkontrol,dibandingkan dengan 15-30% pada pemberian dosis tinggi.
Untuk kandungan kalsium, bioavailabilitas 25-35%. Makanan akan
meningkatkan absorpsi obat 10-30%. Setiap kandungan antasida berbeda
distribusi obatnya. Untuk kandungan magnesium sekitar 50-60% pada
tulang, 1-2% kedalam cairan ekstraseluler. Ikatan protein 30% dengan
albumin. Untuk kandungan kalsium ikatan protein 45%. Eliminasi, obat

11
antasida yang dapat diabsorpsi akan diekskresikan ke urin. Sedangkan obat
antasida yang tidak dapat diabsorpsi akan diekskresikan ke feses.

Farmakodinamik
Onset kerja obat tergantung pada lamanya pengosongan lambung.
Waktu puncak obat dalam plasma 20-60 menit, dalam keadaan puasa.
Apabila obat dikonsumsi satu jam setelah makan maka kadar puncak
dicapai hingga 3 jam kemudian.

Farmakoterapeutik
Antasida menekan asam lambung yang berlebihan atau menetralisir
asam lambung. Antasida cair biasanya bekerja lebih cepat dan lebih baik
daripada tablet. Antasida hanya bekerja pada asam yng ada dilambung dan
tidak memiliki peran mencegah produksi asam.

Indikasi
Obat ini digunakan untuk mengobati gejala tingginya kadar asam lambung
seperti :
 Sakit perut (uluhati)
 Mulas
 Gangguan pencernaan
Antasida juga digunakan untuk meredakan gejala gas yang berlebihan
dalam saluran pencernaan seperti :
 Bersendawa
 Kembung
 Rasa penuh pada perut/begah
Juga sebagai obat yang digunakan untuk menurunkan asam lambung untuk
membantu penyembuhan tukak lambung, ataupun tukak usus dua belas jari
(duodenum).

Kontraindikasi
Pada beberapa kondisi berikut antasida sebaiknya tidak diberikan, yakni :

12
 Gagal ginjal
 Ketidakseimbangan elektrolit/ion tubuh
 Adanya gejala radang usus buntu
 Pada pasien pasca operasi perut
 Gangguan listrik jantung yang berat
 Nyeri perut tanpa sebab yang jelas

Dosis
Antasida adalah obat maag yang paling sering dikonsumsi di
Indonesia. Antasida tersedia dalam sediaan sirup maupun tablet.
Magnesium hidroksida dalam bentuk tablet tersedia dalam ukuran dosis
311mg. sedangkan dalam bentuk sirup tersedia dalam ukuran dosis
400mg/5ml, 800mg/5ml, dan 2400mg/10ml. Antasida lainnya, yakni
aluminium hidroksida, dalam bentuk tablet tersedia dalam ukuran dosis
80mg, sedangkan dalam bentuk sirup tersedia dalam ukuran 320mg/5ml.
Mangnesium hidroksida dan aluminium hidroksida tersebut sering
ditemukan dalam bentuk tablet maupun sirup campuran keduanya.
Dosis untuk sakit maag ialah 2-4 tablet magnesium hidroksida sehari, atau
5-15 ml sirup magnesium hidroksida sehari terbagi dalam 3-4 kali minum,
atau 5-30 ml aluminium hidroksida sehari terbagi dalam 3 kali minum.
Untuk anak-anak dosis setengah dosis orang dewasa.
Dikonsumsi satu jam sebelum makan, atau dua jam setelah makan, dan
sebelum tidur. Hentikan penggunaan obat apabila gejala sudah sembuh.
Perubahan gaya hidup seperti program pengurangan stress, berhenti
merokok, membatasi alkohol, dan perubahan diet (misalnya, makan
teratur, menghindari kafein, menghindari makanan berlemak, dan rempah-
rempah tertentu) dapat meningkatkan efektivitas obat obat.

Efek samping
a) Sindrom susu alkali
sindrom susu alkali akan terjadi pada penggunaan antasida sistemik dan
Ca Carbonat bersama susu dalam jumlah besar. Hal ini bisa terjadi karena,

13
protein susu  hiperkalsemia, alkalosis ringan  paratiroid menurun 
ekskresi Ca-urin meningkat  batu ginjal. Gejala yang dialami yaitu :
sakit kepala, lemah, mual dan muntah.
b) Batu ginjal, osteomalaise, dan osteoporosis. Disebabkan oleh
Alumunium hidroksida yang terkandung didalamnya.
c) Neurotoksisitas karena alumunium hidroksida yang diabsorbsi  otak
 alzeimer.
d) Tekanan darah rendah
e) Saluran cerna :
1) Mg menyebabkan diare, dapat diminimalisir dengan kandungan
aluminium didalamnya.
2) Al menyebabkan obstruksi usus, sembelit. Untuk meminimalisir
sembelit, dengan minum banyak cairan dan berolahraga.
3) Aluminium dalam obat ini dapat mengikat fosfat didalam usus. Hal
ini dapat menyebabkan kadar fosfat tubuh menjadi rendah,
terutama jika menggunakan obat ini dalam dosis yang besar dan
untuk jangka waktu yang lama.

Interaksi obat
Antasida dapat bereaksi dengan obat :
a. INH
b. Penisilin
c. Tetrasiklin
d. Nitrofurantoin
e. Asam nalidiksat
f. Sulfonamid
g. Fenil butazon
h. Digoksin
i. Klorpromazin
Jika antasida bereaksi dengan obat-obat diatas maka akan mengurangi
absorpsi oleh tubuh.

14
DAFTAR PUSTAKA

Indijah WS, Fajri P,. 2016. Farmakologi . Jakarta Selatan : Pusdik SDM
Kesehatan.

https://mediskus.com/antasida-doen/amp diakses pada tanggal 20 Mei


2018 pukul 19.00 WIB

15
MODUL 3
OBAT SISTEM INDRA MATA & TELINGA
A. OBAT MATA
Mata dapat terkena berbagai kondisi, beberapa diantaranya bersifat
primer sedangkan yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada
sistem organ tubuh. Kondisi tersebut bisa dicegah bila terdeteksi awal,
dapat dikontrol dan penglihatan dapat dipertahankan. (Brunner dan
Suddarth, 2001)
Obat untuk gangguan mata dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :
a. Anestesi topikal : digunakan dalam aspek tertentu dari pemeriksaan
mata lengkap dan pada pengangkatan benda asing dari mata. Ada
dua anestesi topikal yang sering dipakai, proparakain hidroklorida
(oftain, oftetik) dan tetrakain hidroklorida (pontokain).
b. Antiinfeksi : digunakan dalam pengobatan infeksi mata, contohnya
conjungtivitis. Antiinfeksi dibedakan menjadi 3 :
1) Antibiotik (gentamisin sulfat, eritromisin, polimiksin B sulfat ),
2) Antijamur (natamisin), dan
3) Antivirus (idoksuridin, vidarabin).
c. Lubrikan : digunakan untuk mata kering dan membasahi lensa
kontak. Contoh lubrikan yaitu, isopto tears, taerisol, ultra tears.
Infeksi karena bakteri biasanya diobati secara topikal dengan obat tetes
dan salep mata. Saat mengalami infeksi dimata anda perlu
menggunakan antibiotik yang diresepkan oleh dokter untuk
mengatasinya. Infeksi yang terjadi lebih dari sekedar mata memerah
karena debu, namun biasanya infeksi yang terjadisangat parah, yang
membuat mata menjadi gatal dan perih secara terus menerus tanpa
henti. Salah satu antibiotik yang paling sering diresepkan untuk
mengatasi infeksi mata adalah gentamicin.
Gentamicin adalah antibiotik golongan aminoglikosida berspektrum
luas sehingga mampu membunuh bakteri gram positif maupun negatif.
Antibiotik ini hanya mengobati atau mencegah infeksi bakteri saja.
Obat ini tidak bekerja untuk infeksi virus. Gentamicin disa digunakan

16
oleh anak anak dan orang dewasa. Gentamicin tersedia dalam bentuk
suntik, infus, tetes, dan oles.

Farmakodinamik
Aktivitas antibakteri terutama tertuju pada basil gram negatif yang
aerobik. Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri
fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali. Hal ini dapat
dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa transpor gentamisin
(golongan aminoglikosida) membutuhkan oksigen (trasnpor aktif).
Aktivitas terhadap bakteri Gram-positif sangat terbatas. Gentamisin
aktif terhadap enterokokus dan streptokokus lain tetapi efektivitas
klinis hanya dicapai bila digabung dengan penisilin. Walaupun in vitro
95% galur S. aureus sensitif terhadap gentamisin tetapi manfaat klinik
belum terbukti sehingga sebaiknya obat ini jangan digunakan tersendiri
untuk indikasi tersebut. Galur resisten gentamisin cepat timbul selama
pajanan tersebut.
Mekanisme kerja aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang
dibentuk oleh porin protein pada membran luar dari bakteri gram
negatif masuk ke ruang periplasmik. Sedangkan transpor melalui
membran dalam sitoplasma membutuhkan energi. Fase transpor yang
tergantung energi ini bersifat rate limitting, dapat di blok oleh Ca2+
dan Mg2+, hiperosmolaritas, penurunan pH dan anaerobik suatu abses
yang bersifat hiperosmolar. Setelah masuk sel, aminoglikosid terikat
pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya
aminoglikosid pada ribosom ini mempercepat transpor aminoglikosid
ke dalam sel, diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma, dan
disusul kematian sel. Yang diduga terjadi adalah miss reading kode
genetik yang mengakibatkan terganggunya sintesis protein.
Aminoglikosida bersifat bakterisidal cepat. Pengaruh aminoglikosida
menghambat sintesis protein dan menyebabkan miss reading dalam
penerjemahan mRNA, tidak menjelaskan efek letalnya yang cepat.

17
Farmakokinetik
Setelah pemberian gentasimin melalui mata, absorpsi obat melalui
kornea dan konjungtiva, selanjutnya menuju humor aquos. Absorpsi
terjadi lebih cepat bila kornea mengalami infeksi atau trauma.
Gentamisin sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga sangat
sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Gentamisin dalam bentuk
garam sulfat yang diberikan IM baik sekali absorpsinya. Kadar puncak
dicapai dalam waktu ½ sampai 2 jam. Sifat polarnya menyebabkan
aminoglikosid sukar masuk sel. Kadar dalam sekret dan jaringan
rendah, kadar tinggi dalam korteks ginjal, endolimfe dan perilimf
telinga, menerangkan toksisitasnya terhadap alat tersebut.
Ekskresi gentamisin berlangsung melalui ginjal terutama dengan
filtrasi glomerulus. Gentamisin diberikan dalam dosis tunggal
menunjukkan jumlah ekskresi renal yang kurang dari dosis yang
diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya berlangsung melalui
ginjal, maka keadaan ini menunjukkan adanya sekuestrasi ke dalam
jaringan. Walaupun demikian kadar dalam urin mencapai 50-200
mg/mL, sebagian besar ekskresi terjadi dalam 12 jam setelah obat
diberikan.
Gangguan fungsi ginjal akan menghambat ekskresi gentamisin,
menyebabkan terjadinya akumulasi dan kadar dalam darah lebih cepat
mencapai kadar toksik. Keadaan ini tidak saja menimbulkan masalah
pada penyakit ginjal, tetapi perlu diperhatikan pula pada bayi terutama
yang baru lahir atau prematur, pada pasien yang usia lanjut dan pada
berbagai keadaan, yang disertai dengan kurang sempurnanya fungsi
ginjal. Pada gangguan faal ginjal t ½ gentamisin cepat meningkat.
Karena kekerapannya terjadi nefrotoksisitas dan ototoksitas akibat
akumulasi gentamisin, maka perlu penyesuaian dosis pada pasien
gangguan ginjal.

Farmakoterapeutik
Mengobati dan mencegah infeksi akibat bakteri.

18
Indikasi
Kegunaan gentamicin tetes mata adalah untuk pengobatan terhadap
manifestasi inflamasi atau radang yang disertai oleh infeksi bakteri
yang peka terhadap antibiotik gentamicin, seperti :
 Konjungtivitis
 Blefaritis
 Keratitis
 Keratokonjungtivitis
 Dakriosistitis
 Ulkus Kornea
 Meibomianitis akut
 Episkleritis akut
 Blefarokonjunctivitis

Kontraindikasi
a. Jangan gunakan untuk penderita yang mengalami reaksi
hipersensitivitas (alergi) gentamicin.
b. Hindarkan juga pemakaian antibiotik ini untuk bayi prematur
ataupun bayi baru lahir.
c. Harap hati-hati bagi lansia pengguna lensa kontak
d. Serta klien yang memiliki riwayat penyakit :
1) gangguan ginjal
2) gangguan hati
3) myastenia gravis
4) asma
5) alergi terhadap sulfit
6) gangguan otot saraf
7) serta memiliki kadar kalsium, kalium, atau magnesium yang
rendah dalam darah

19
Interaksi obat
Tidak direkomendasikan digunakan bersamaan dengan obat golongan
penghambat karbonik anhidrase oral.
Gentamisin mengalami inaktivasi jika dicampur dengan karbenisilin.

Efek samping
 Pandangan kabur
 Timbul rasa yang tidak biasa seprti kecut, pahit dimulut
 Sakit kepala
 Mual
 Muntah
 Iritasi

Dosis
Tetes mata 1-2 tetes setiap 2-4 jam, dinaikkan 2 tetes setiap jam untuk
infeksi berat.

B. OBAT TELINGA
Obat–obat yang dipakai untuk mengobati gangguan otik (yang
berhubungan dengan telinga) adalah sama dengan yang dipakai untuk
mengobati masalah yang sama pada bagian tubuh lainnya yaitu
antiinfeksi.
Contoh obat antiinfeksi telinga :
 Eksternal : polimiksin B (bacitracin), tetrasiklin (akromisin),
asam asetat (domeboro otik)
 Internal : penisilin, amoksilin, ampisilin, sulfonamid,
eritromisin, sefaklor.
Mikroorganisme yang didapat dari pasien otitis media kronis sering
disebabkan oleh kuman oportunis yang hidup dalam debris, keratin,
dan tulang nekrotik yang ada dalam telinga tengah dan mastoid.
Pengobatan utama adalah pembersihan dengan aural suction tube yang
dapat mengendalikan infeksi yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

20
Pembersihan secara lokal dari meatus dan telinga tengah dapat
dilanjutkan dengan pengobatan dengan kain kasa yang dibasahi tetes
telinga kortikosteroid atau dengan astringent seperti larutan aluminium
asetat, yang bermanfaat untuk pengobatan telinga pada infeksi caviti
mastoid. Salep antibakteri telinga juga dapat digunakan.
Eksaserbasi akut infeksi kronis mungkin memerlukan pengobatan
sistemik dengan amoksisilin (atau eritromisin jika alergi terhadap
penicillin) dan metronidazol. Pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
sensitivitas. Anti bakteri injeksi diperlukan jika disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa dan Proteus spp.
Penggunaan secara topikal dari antibakteri yang menyebabkan
ototoksik dikontraindikasikan pada kasus yang disertai perforasi.
Namun, bila ada perforasi, banyak spesialis menggunakan tetes telinga
yang mengandung aminoglikosida (seperti neomisin dan polimiksin)
ketika otitis media gagal diobati dengan antibiotik sistemik; hal ini
karena pus dalam telinga tengah pada otitis media menyebabkan risiko
ototoksisitas yang lebih tinggi daripada obat tetesnya sendiri.

Ampisilin

Farmadinamik
Mekanisme kerja : derivat penicilin yang menginhibisi sintesis dinding
sel pada mikroorganisme yang sensitif

Farmakokinetik
Absorbsi : diabsorbsi di gastrointestinal
Distribusi : ikatan protein 28-38%, didistribusi luas
Metabolisme : sebagian dimetabolisme di hepar
Ekskresi : diekskresi melalui urine

Farmakoterapeutik
Mengobati infeksi akibat bakteri

21
Indikasi
 Untuk infeksi saluran urine, misal : pielonefritis karena E.coli
 Infeksi gonorrhoe
 Infeksi saluran pernafasan oleh streptococcus pneumonia
 Sinusitis
 Otitis media
 Infeksi saluran empedu

Kontraindikasi
 Hipersensitif terhadap penisilin
 Infeksi mononukleus

Efek samping
 mual
 muntah
 diare
 ruam (hentikan penggunaan)
 gangguan gastrointestinal
 anafilaksis
 gangguan hematologi
 demam
 kejang perut
 rasa nyeri

Interaksi obat
Berikuit adalah beberapa interaksi yang mungkin saja dapat terjadi jika
menggunakan ampicilin bersama dengan obat lain. Diantaranya
adalah:
 Mengurangi khasiat vaksin tifus
 Meningkatkan risiko perdarahan yang dimiliki obat warfarin

22
 Mengurangi pembuangan obat methotrexate, yang dapat
meningkatkan resiko keracunan
 Meningkatkan risiko gangguan pada kulit jika digunakan
bersama dengan allopurinol
 Menurunkan efektivitas ampicilin jika digunakan bersama
dengan chloroquine
 Chloramphenicol, erythromycin, dan tetracycline

Dosis
Oral: 0,25-1 gram tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum makan.
Anak di bawah 10 tahun, ½ dosis dewasa. Infeksi saluran kemih, 500
mg tiap 8 jam; anak di bawah 10 tahun, setengah dosis dewasa. Injeksi
intramuskular atau injeksi intravena atau infus, 500 mg setiap 4-6 jam;
anak di bawah 10 tahun, ½ dosis dewasa; Endokarditis (dalam
kombinasi dengan antibiotik lain jika diperlukan), infus intravena, 2 g
setiap 6 jam, ditingkatkan hingga 2 g setiap 4 jam, dalam endokarditis
enterokokus atau jika ampisilin digunakan tunggal; Listerial meningitis
(dalam kombinasi dengan antibiotik lain), infus intravena, 2 g setiap 4
jam selama 10–14 hari; neonatal 50 mg/kg bb setiap 6 jam; bayi 1-3
bulan, 50-100 mg/kg bb setiap 6 jam; anak 3 bulan – 12 tahun, 100
mg/kg bb setiap 6 jam (maksimal 12 g sehari).

23
DAFTAR PUSTAKA

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-12-telinga-hidung-dan-tenggorok,
Diakses pada 24 Mei 2018 pukul 15.00 WIB

http://pionas.pom.go.id/monografi/gentamisin-0. Diakses pada 24 Mei


2018 pukul 15.00 WIB

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/511-
penisilin/5113-penisilin-spektrum-luas&hl=id-ID Diakses pada 24
Mei 2018 pukul 15.00 WIB

24
MODUL 4
OBAT SISTEM INTEGUMEN

Farmakoterapeutik
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan
disebabkan oleh infeksi, khususnya penyakit eksim, dermatitis kontak,
gigitan serangga dan eksim skabies bersama-sama dengan obat skabies.

Farmakokinetik
Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan
saja; kortikosteroid sama sekali tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan
dihentikan kondisi semula mungkin muncul kembali. Obat-obat ini
diindikasikan untuk menghilangkan gejala dan penekanan tanda-tanda
penyakit bila cara lain seperti pemberian emolien tidak efektif.

Farmakodinamik
Cukup meresepkan kortikosteroid yang lebih lemah untuk jangka waktu
singkat (2-4 minggu) untuk psoriasis fleksural dan wajah (penting: pada
wajah jangan gunakan yang lebih kuat dari hidrokortison 1%). Pada kasus
psoriasis kulit kepala boleh menggunakan kortikosteroid yang lebih kuat
seperti betametason atau fluosinonid.
Secara umum kortikosteroid topikal yang paling kuat hanya dicadangkan
untuk dermatosis yang sukar diatasi seperti diskoid kronis lupus
eritematosus, lichen simplex chronicus, hypertrophic lichen planus dan
palmoplantar pustulosis. Kortikosteroid yang kuat tidak boleh digunakan
pada wajah dan fleksur kulit, tetapi kadang-kadang pada keadaan tertentu
dokter spesialis meresepkannya untuk daerah tersebut dengan pengawasan
khusus. Bila pengobatan topikal gagal, injeksi kortikosteroid intralesi
khusus digunakan hanya pada kasus-kasus tertentu saja dengan lesi
setempat (seperti parut keloid, lichen planus hypertrofik atau alopecia
localised areata).

25
Indikasi
Lesi perioral. Krim hidrokortison 1% dapat digunakan dalam waktu tidak
lebih dari 7 hari untuk mengatasi lesi radang yang tidak terinfeksi pada
bibir dan kulit disekitar mulut. Salep atau krim hidrokortison dan
mikonazol bermanfaat pada inflamasi yang disertai infeksi oleh organisme
yang peka, terutama pada awal pengobatan (sampai sekitar 7 hari)
misalnya pada keilitis angular. Organisme yang rentan terhadap mikonazol
adalah Candida spp, dan beberapa bakteri Gram positif termasuk
strepkokus dan stapilokokus.
Pemakaian pada anak. Anak-anak khususnya bayi sangat rentan terhadap
efek samping. Namun, jangan karena profil keamanan kortikosteroid
topikal, maka anak-anak menjadi tidak diobati. Tujuannya adalah untuk
mengatasi kondisi sebaik mungkin; pengobatan yang tidak memadai akan
memperparah kondisi. Kortikosteroid lemah seperti salep atau krim
hidrokortison 1% bermanfaat untuk mengobati ruam popok dan untuk
eksim atopik pada masa kanak-kanak. Kortikosteroid sedang sampai kuat
cocok untuk eksim atopik parah pada anggota badan, digunakan hanya 1-2
minggu, bila kondisi membaik ganti ke sediaan yang kurang kuat. Pada
keadaan kambuhan akut eksim atopik cocok menggunakan sediaan
kortikosteroid kuat dalam jangka pendek untuk mengendalikan kondisi
penyakit. Penggunaan harian terus menerus tidak dianjurkan meskipun
kortikosteroid ringan seperti hidrokortison 1% sebanding dengan
betametason 0,1% yang digunakan sesekali. Untuk bayi di bawah 1 tahun,
hidrokortison merupakan satu-satunya kortikosteroid yang
direkomendasikan penggunaannya. Kortikosteroid lain dengan potensi
lebih kuat dikontraindikasikan. Untuk anak usia di atas 1 tahun,
kortikosteroid topikal dengan potensi kuat dan kuat-sedang sebaiknya
digunakan dengan sangat hati-hati dan hanya digunakan dalam jangka
pendek (1-2 minggu). Kortikosteroid yang sangat poten hanya dapat
digunakan berdasarkan konsultasi dengan dokter spesialis kulit.
Kortikosteroid topikal untuk anak dapat digunakan pada kondisi berikut:

26
 Gigitan dan sengatan serangga: kortikosteroid dengan potensi ringan
seperti krim hidrokortison 1 %.
 Ruam kulit yang disertai inflamasi berat akibat penggunaan popok pada
bayi di atas 1 bulan: kortikosteroid dengan potensi ringan seperti
hidrokortison 0,5 atau 1% selama 5-7 hari (dikombinasikan dengan
antimikroba jika terjadi infeksi).
 Eksim ringan hingga sedang, flexural dan eksim wajah atau psoriasis:
kortikosteroid ringan seperti hidrokortison 1%.
 Eksim berat di sekitar badan dan lengan pada anak usia di atas 1 tahun:
kortikosteroid dengan potensi kuat atau kuat; sedang selama hanya 1-2
minggu; segera ganti ke sediaan dengan potensi lebih ringan pada saat
kondisi membaik.
 Eksim di sekitar area kulit yang mengeras (misal: telapak kaki):
kortikosteroid topikal dengan potensi kuat dalam kombinasi dengan
urea atau asama salisilat (untuk meningkatkan penetrasi kortikosteroid).

Sediaan
Pilihan formulasi. Krim larut air untuk lesi yang lembab atau eksudatif dan
salep umumnya dipilih untuk lesi yang kering, lichenified atau bersisik
atau bila efek oklusif diperlukan. Losion mungkin berguna bila aplikasi
minimal dibutuhkan untuk daerah yang luas atau untuk pengobatan luka
eksudatif. Perban oklusif polythene meningkatkan absorpsi, tetapi juga
meningkatkan efek samping. Oleh karena itu dipakai hanya di bawah
pengawasan dalam jangka waktu pendek untuk daerah kulit yang sangat
tebal (seperti telapak tangan dan kaki). Penambahan urea atau asam
salisilat meningkatkan penetrasi dari kortikosteroid.
KEKUATAN KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Potensi Contoh
Ringan Hidrokortison 1%
Kuat-sedang Klobetason butirat 0.05%
Kuat Betametason 0,1% (sebagai valerat)
Hidrokortison butirat

27
Sangat Kuat Klobetasol propionat 0,05%
Sediaan yang mengandung kortikosteroid paling ringan dengan dosis
efektif terendah merupakan salah satu pilihan. Sedapat mungkin
pengenceran harus dihindari.

Peringatan: hindari penggunaan jangka panjang kortikosteroid topikal pada


wajah karena dapat meninggalkan bekas yang tidak hilang (dan hindarkan
dari mata). Pada anak-anak hindari penggunaan jangka panjang dan
penggunaan kortikosteroid kuat atau sangat kuat harus di bawah
pengawasan dokter spesialis. Peringatan keras juga ditujukan pada
dermatosis pada bayi termasuk ruam popok, pengobatan sebaiknya
dibatasi 5-7 hari. Psoriasis. Penggunaan kortikosteroid kuat dan sangat
kuat pada psoriasis dapat menyebabkan penyakit muncul lagi, timbulnya
psoriasis pustular yang merata dan toksisitas lokal dan sistemik.

Kontraindikasi
Kortikosteroid topikal tidak berguna dalam pengobatan urtikaria dan
dikontraindikasikan untuk rosasea dan kondisi ulseratif, karena
kortikosteroid memperburuk keadaan. Kortikosteroid tidak boleh
digunakan untuk sembarang gatal dan tidak direkomendasikan untuk akne
vulgaris.
Kortikosteroid sistemik atau topikal yang kuat sebaiknya dihindari atau
diberikan pada psoriasis hanya di bawah pengawasan dokter spesialis
karena walaupun obat ini dapat menekan psoriasis dalam jangka pendek,
bisa timbul kekambuhan karena penghentian obat bahkan kadang memicu
psoriasis pustuler yang hebat. Pemakaian topikal kortikosteroid yang kuat
pada psoriasis yang luas dapat menimbulkan efek samping sistemik dan
lokal.
Lesi kulit akibat bakteri, jamur atau virus yang tidak diobati; rosasea
(jerawat rosasea) dan perioral dermatitis; kortikosteroid kuat
dikontraindikasikan untuk plak psoriasis dengan sebaran yang luas.

28
Efek samping
Berbeda dengan golongan yang kuat dan sangat kuat, kelompok
kortikosteroid sedang dan lemah jarang menyebabkan efek samping.
Semakin kuat sediaannya, semakin perlu untuk berhati-hati, karena
absorpsi dari kulit dapat menyebabkan penekanan adrenal dan Cushing
syndrome (lihat 8.3.2) tergantung dari daerah tubuh yang diobati dan
lamanya pengobatan. Perlu diingat bahwa absorpsi terbanyak terjadi dari
kulit yang tipis, permukaan kasar serta daerah lipatan kulit dan absorpsi
ditingkatkan oleh adanya oklusi.
Efek samping lokal meliputi:
 Penyebaran dan perburukan infeksi yang tidak diobati;
 Penipisan kulit yang belum tentu pulih setelah pengobatan dihentikan
karena struktur asli mungkin tak akan kembali;
 Striae atrofis yang menetap;
 Dermatitis kontak;
 Dermatitis perioral;
 Jerawat, perburukan jerawat atau rosasea;
 Depigmentasi ringan; yang mungkin hanya sementara tetapi bisa
menetap sebagai bercak-bercak putih;
 Hipertrikosis.
Untuk meminimalkan efek samping kortikosteroid topikal, pemakaian
sediaan ini hendaknya dioleskan secara tipis saja pada daerah yang akan
diobati dan gunakan kortikosteroid yang paling kecil kekuatannya tapi
efektif.

Dosis
Bagian tubuh Krim dan Salep
Wajah dan leher 15 hingga 30 g
Tangan 15 hingga 30 g
Kulit kepala 15 hingga 30 g
Lengan 30 hingga 60 g
Kaki 100 g

29
Badan 100 g
Selangkangan dan alat kelamin 15 hingga 30 g
Jumlah ini biasanya cocok untuk dewasa dengan penggunaan dua kali
sehari selama semingu. Mencampur sediaan topikal pada kulit se-dapat
mungkin sebaiknya dihindari, sekurang-kurangnya sebaiknya berselang 30
menit antara pemakaian sediaan yang berbeda.
Sediaan kortikosteroid sebaiknya diberikan sekali atau dua kali sehari saja.
Tidak perlu mengoleskan obat ini lebih sering. Kortikosteroid topikal
diratakan secara tipis pada kulit. Panjang/banyaknya salep/krim yang
dikeluarkan dari tube dapat digunakan untuk menentukan banyaknya obat
yang dioleskan pada kulit. Berikut ini adalah besar kemasan sediaan
kortikosteroid yang tepat untuk peresepan bagi daerah tubuh tertentu.

Interaksi obat
Penggunaan emolien sesaat sebelum pemakaian kortikosteroid adalah
tidak tepat.

30
DAFTAR PUSTAKA

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-13-kulit/134-kortikosteroid-topikal.
Diakses pada tanggal 24 Mei 2018 pukul 20.00 WIB

31

Anda mungkin juga menyukai