Anda di halaman 1dari 17

Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

Melalui Pendekatan Sistem Dinamis 9


Irawan, Diah Setyorini, dan Sri Rochayati

Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor
16114, email: irawan1109@yahoo.com

Abstrak. Pupuk memiliki peranan yang penting dan strategis dalam peningkatan produksi
dan produktivitas pertanian. Oleh karena itu pemerintah mendorong penggunaan pupuk
yang efisien melalui berbagai kebijakan meliputi sistem penyediaan, distribusi, harga jual
dan aspek teknis lainnya. Selain aspek kualitas, penyediaan pupuk yang tepat dalam
jumlah, jenis, dan waktu pemberian, serta cara pemberian sangat diperlukan untuk
menjamin peningkatan produksi dan produktivitas pertanian. Produksi dan penyediaan
pupuk yang tepat hanya bisa dilakukan jika didasarkan pada informasi kebutuhan pupuk
yang tepat pula. Oleh karena itu diperlukan suatu hasil proyeksi mengenai kebutuhan
pupuk di masa yang akan datang untuk menjamin pencapaian swasembada dan
swasembada pangan berkelanjutan. Proyeksi kebutuhan pupuk nasional dapat dilakukan
dengan pendekatan permintaan potensial atau permintaan aktual. Permintaan potensial
adalah jumlah pupuk yang akan digunakan dalam kondisi optimal, yakni total luas areal
pertanian dikalikan dengan dosis rekomendasi pemupukan untuk setiap jenis tanaman
yang diusahakan pada suatu waktu. Permintaan aktual adalah jumlah pupuk yang benar-
benar digunakan dalam suatu waktu, yakni total luas areal pertanian dikalikan dengan
takaran pupuk aktual pada masing-masing jenis tanaman. Mengingat penggunaan pupuk
oleh petani di lapangan sangat bervariasi dan pada umumnya lebih rendah daripada dosis
pemupukan rekomendasi, maka jumlah permintaan pupuk aktual umumnya lebih rendah
daripada permintaan pupuk potensial. Makalah ini menyajikan hasil proyeksi kebutuhan
pupuk Sektor Pertanian dengan kombinasi kedua pendekatan tersebut menggunakan
simulasi sistem dinamik. Diharapkan hasil analisis dalam makalah ini akan dapat
dikembangkan secara lebih detil pada wilayah atau sub-sektor pertanian yang lebih
spesifik .
Kata kunci: Pangan, pupuk, simulasi, sistem dinamis

Abstract. Fertilizer has important and strategic roles in increasing agricultural


production and productivity. That is why the Government of Indonesia always supports
efficiency of fertilizers use through several of policies related to fertilizers procurement
systems, distribution and price systems, and other technical aspects. Besides quality
aspect, the accurate of fertilizer procurement in terms of quantity, type, timing and
method of application are needed to guarantee in increasing agricultural production and

123
Irawan et al.

productivity. The accuracy of fertilizer production and its availability depend on an


accurate of fertilizer requirement’s information. Projection of fertilizers requirement in
the future is needed to guarantee the achievement of food self sufficiency program.
Fertilizers requirement projection could be done by using potential or actual demand
approach. Potential demand of fertilizers is the quantity of fertilizers used in the optimal
condition, i.e. the acreage of land multiplied by recommended use of fertilizers for each
commodity in specified time. Actual demand of fertilizres is the quantity of fertilizers used
in the field, i.e. the acreage of land multiplied by farmers’ adoption rate of fertilizers used
for each commodity. Since the fertilizers application rate in the field are varied among
farmers and generally are less than recommedation rate of fertilizers application, so that
actual demand of fertilizers approach usually less than potential demand approach. This
paper presents projection results of fertilizers requirement in the future for agricultural
sector by combining the mentioned approaches throug dynamic system model. It is hoped
that the used approach in this paper could be more developed for fertilizers requirement
projection in specific area and commodity.
Keywords: Dynamic system, fertilizer, food, simulation

PENDAHULUAN

Pupuk memiliki peranan yang penting dan strategis dalam peningkatan produksi dan
produktivitas pertanian. Secara nasional kontribusi pupuk terhadap besaran biaya
usahatani padi mencapai 14-25% dan di sisi lain kontribusi pupuk terhadap peningkatan
produksi padi mencapai 20% (Irianto, 2012).
Pupuk adalah bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah yang menyediakan
unsur-unsur hara bagi tanaman. Pemupukan merupakan cara yang sangat efektif untuk
meningkatkan produksi dan kualitas hasil tanaman. Pupuk diperlukan bagi tanaman
pertanian agar tanaman tersebut dapat memberikan hasil yang tinggi sehingga secara
ekonomi usahatani tanaman yang dimaksud menguntungkan. Tujuan pemberian pupuk
adalah untuk (1) melengkapi penyediaan hara secara alami yang ada di dalam tanah untuk
memenuhi kebutuhan tanaman, (2) menggantikan unsur-unsur hara yang hilang karena
terangkut dengan hasil panen, pencucian dan sebagainya, dan (3) memperbaiki kondisi
tanah yang kurang baik atau mempertahankan kondisi tanah yang sudah baik untuk
pertumbuhan tanaman.
Produksi pupuk dalam negeri bervariatif tetapi dengan kecenderungan meningkat
dari tahun ke tahun. Sebagai contoh produksi pupuk urea pada periode tahun 1999-2006
sekitar 5,97-7,34 juta ton dengan rata-rata peningkatan 3,52% th-1. Produksi pupuk urea
tersebut pada tahun 2001 dan 2003 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, masing-
masing secara berurutan sebesar -16,1% dan -4,6% (Gunarto, 2007). Penggunaan pupuk
juga berfluktuasi sebagaimana disajikan pada (Gambar 1).

124
Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

6.00
5.00
4.00
Juta ton
Urea
3.00
SP36
2.00
KCl
1.00
0.00
1999 2000 2001 2002 2003

Gambar 1. Penggunaan pupuk Sektor Pertanian, Indonesia (Sudaryanto, 2008)

Fluktuasi penggunaan pupuk dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya


terkait dengan masalah ketersediaan dan penyaluran pupuk. Sebagai contoh dalam
sepuluh tahun terakhir proporsi penyaluran pupuk urea cukup rendah terjadi pada tahun
2009 (84,1%) dan 2010 (86,8%), penyaluran pupuk SP-36 yang cukup rendah terjadi pada
tahun 2003, 2008, dan 2009 (kurang dari 75%), penyaluran pupuk NPK yang rendah
terjadi pada tahun 2003 (36,1%), 2004 (47,4%) dan tahun 2010 (70,16).
Produksi dan penyediaan pupuk yang tepat hanya bisa dilakukan jika didasarkan
pada informasi kebutuhan pupuk yang tepat pula. Oleh karena itu diperlukan suatu hasil
proyeksi mengenai kebutuhan pupuk di masa yang akan datang untuk menjamin
pencapaian swasembada pangan dan swasembada berkelanjutan.
Makalah ini menyajikan hasil proyeksi kebutuhan pupuk Sektor Pertanian dengan
pendekatan simulasi sistem dinamik. Diharapkan pendekatan analisis dalam makalah ini
akan dapat dikembangkan secara lebih detil pada wilayah atau sub sektor pertanian yang
lebih spesifik.

PENDEKATAN

Sistem Dinamik

Sistem dinamik merupakan pemodelan dan simulasi komputer untuk mempelajari dan
mengelola sistem umpan balik, seperti sistem lingkungan, sistem sosial, ekonomi, dan lain
sebagainya (Djojomartono, 1993). Kemudian sistem merupakan kumpulan elemen atau
sub sistem yang saling berinteraksi, berfungsi bersama untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (Eriyatno, 1999). Umpan balik merupakan sesuatu hal yang sangat penting di
dalam analisis sistem. Masalah dinamik berkaitan dengan jumlah (kuantitas) yang selalu
bervariasi antar waktu dimana variasi tersebut dapat dijelaskan dalam hubungan sebab

125
Irawan et al.

akibat (Sofyan, 2010). Hubungan sebab akibat dapat terjadi dalam sistem tertutup yang
mengandung lingkaran umpan balik (feedback loops). Terkait dengan proyeksi kebutuhan
pupuk di masa depan secara sederhana dibuat diagram sebab akibat sebagaimana disajikan
pada (Gambar 2).
Proyeksi kebutuhan pupuk Sektor Pertanian dapat dipandang sebagai suatu sistem
yang terdiri atas beberapa sub sistem, misalnya sub sistem luas lahan, luas tanam, dan
kebutuhan pupuk. Sub sistem luas lahan terdiri atas elemen atau unsur-unsur yang lebih
spesifik, misalnya perluasan dan penciutan (konversi) lahan. Perubahan yang dinamis
kedua unsur tersebut akan mempengaruhi besaran luas lahan setiap waktu. Sebagai contoh
besaran luas baku lahan sawah akan fluktuatif setiap tahun tergantung pada besaran
perluasan areal atau upaya ekstensifikasi dengan konversi lahan. Luas baku lahan sawah
di Pulau Jawa secara dinamis akan menciut akibat konversi lahan sawah yang terjadi
tanpa adanya perluasan atau pembukaan lahan sawah baru, sedangkan luas baku lahan
sawah di luar Pulau Jawa mungkin bertambah atau menciut tergantung pada besaran
perluasan areal dan konversi lahan sawah tersebut. Jika konversi lahan sawah lebih tinggi
daripada perluasan areal/pencetakan sawah baru maka luas baku lahan sawah di luar Pulau
Jawa akan menciut tetapi senantiasa ada kemungkinan luas baku lahan sawah tersebut
meningkat pada suatu waktu. Berdasarkan penjelasan tersebut maka umpan balik pada sub
sistem luas lahan tersebut adalah negatif, yakni: (1) konversi lahan sawah meningkat
maka luas baku lahan sawah menurun dan luas baku lahan sawah meningkat maka
konversi lahan sawah juga akan meningkat, (2) perluasan areal meningkat maka luas baku
lahan sawah meningkat (bertambah) dan luas baku lahan sawah meningkat perluasan areal
akan berkurang.
Selanjutnya sub sistem luas tanam padi sawah dipengaruhi oleh luas baku sawah
dan indeks pertanaman (IP) dengan sifat umpan balik yang positif, yakni jika luas lahan
meningkat maka luas tanam juga akan meningkat. Demikian halnya jika IP meningkat
maka luas tanam juga meningkat. Sub sistem luas tanam tersebut secara langsung akan
mempengaruhi jumlah kebutuhan pupuk setelah memperhatikan tingkat adopsi
penggunaan pupuk oleh petani terhadap rekomendasi pemupukan untuk padi sawah. Sifat
umpan balik sub sistem kebutuhan pupuk juga bersifat positif, yakni jika luas tanam
meningkat maka kebutuhan pupuk akan meningkat, demikian juga peningkatan adopsi
penggunaan pupuk oleh petani dan tingkat rekomendasi pemupukan pada tanaman padi
akan meningkatkan kebutuhan pupuk. Tingkat adopsi penggunaan pupuk oleh petani
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keuntungan usahatani komoditas yang
diusahakan, pengalaman dan pengetahuan petani, daya beli petani, dan ketersediaan
pupuk saat diperlukan. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada umumnya takaran
penggunaan pupuk oleh petani masih lebih rendah daripada dosis rekomendasinya tetapi
kecenderungannya terus meningkat, artinya kebutuhan pupuk di masa depan akan
meningkat karena adopsi penggunaan pupuk oleh petani meningkat. Di dalam makalah ini

126
Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

sub sistem keuntungan usahatani atau unsur-unsur yang mempengaruhi adopsi


penggunaan pupuk oleh petani tidak dianalisis dan besaran tingkat adopsi penggunaan
pupuk oleh petani diperlakukan sebagai peubah yang besarannya diasumsikan atau dalam
makalah ini ditulis sebagai peubah kebijakan.

I
Perluasan Adopsi
IP
Luas
Laha
Luas Tanam
n +
tanam Kebutuhan
+ Pupuk

Konversi
Lahan
Dosis Rekomendasi

Gambar 2. Diagram sebab akibat kebutuhan pupuk Sektor Pertanian

Diagram Alir Sistem Dinamik

Diagram alir sistem dinamik merupakan terjemahan dari diagram sebab akibat
yang dapat disimulasikan atau dieksekusi oleh progam komputer atau perangkat lunak
yang mana pada makalah ini digunakan Program Powersim. Simulasi dapat dilakukan jika
dan hanya jika kuantifikasi terhadap peubah atau variabel yang digunakan telah ditetapkan,
baik berdasarkan data maupun asumsi.
Ada beberapa simbol yang umum digunakan dalam diagram alir sistem dinamik,
yakni: (1) level , , (2) rate , (3) auxilary (4) source atau sink
, (5) flow arc dan (6) konstanta (Sofyan, 2010).
Peubah Level merupakan peubah penyimpan akumulasi nilai hasil perhitungan
yang selalu berubah setiap saat sesuai dengan perubahan pada peubah Rate. Peubah Level
tersebut sering disebut juga Peubah Stock. Peubah Rate merupakan peubah aktivitas yang
mempengaruhi besaran Level dimana sifat nilai Peubah Rate tersebut tidak tergantung
pada nilai Rate sebelumnya, tetapi dipengaruhi oleh nilai Level suatu sistem yang
dipengaruhi oleh faktor eksternal (exogenous influences). Peubah Rate sering disebut juga
sebagai Peubah Flow. Selanjutnya Peubah Auxilary biasanya digunakan untuk formulasi
perhitungan antara yang mempengaruhi nilai Level dan Rate, penyederhanaan persamaan

127
Irawan et al.

yang kompleks, komunikasi antara peubah yang digunakan dalam sistem, dan nilai
peubah ini berubah mengikuti respon perubahan yang ada pada Level atau peubah
eksternal. Kemudian Peubah Source atau Sink menunjukkan bahwa Peubah Level dan
Rate berada di luar batas model atau akhir dari pengaruh Peubah Rate pada sistem
dinamik. Selanjutnya flow arc adalah simbol yang menunjukkan arah pengaruh suatu
peubah terhadap peubah lainnya, dan terakhir konstanta merupakan lambang peubah
dengan nilai yang tetap atau fixed dan tidak diperngaruhi oleh peubah lainnya ataupun
waktu.
Parameter yang dihitung dalam simulasi ini mencakup kebutuhan unsur hara makro
N, P2O5, K2O (selanjutnya ditulis unsur N, P, dan K), dan pupuk organik untuk komoditas
padi, palawija (kedelai, jagung, dan kacang tanah), sayuran (bawang merah, cabai, dan
kentang), dan tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, kopi, tebu, teh, dan
kelapa). Data luas baku lahan dan luas tanam komoditas diperoleh dari BPS on-line
(website www.bps.go.id), data rekomendasi pemupukan dan tingkat adopsi penggunaan
pupuk diperoleh dari berbagai sumber. Kemudian periode waktu simulasi adalah tahun
2015-2020. Secara ringkas ruang lingkup analisis simulasi disajikan pada (Tabel 1).

Tabel 1. Lingkup komoditas, unsur hara, dan pendekatan analisis


Komoditas Unsur hara atau pupuk yang Pendekatan wilayah
dihitung analisis
Padi N, P, K, dan pupuk organik Jawa dan luar Jawa
Palawija N, P, K Nasional
Sayuran N, P, K Nasional
Perkebunan N, P, K Nasional

Analisis kebutuhan pupuk untuk komoditas padi dihitung berdasarkan zona Jawa
dan luar Jawa karena pertimbangan tiga hal berikut: (1) perkembangan luas sawah pada
kedua zona tersebut sangat berbeda jika dikaitkan dengan upaya perluasan areal dan
dampak konversi lahan sawah, dimana lahan sawah di luar Jawa masih memungkinkan
untuk diperluas sekalipun konversi lahan sawah terus berlanjut, sedangkan lahan sawah di
Jawa akan terus menyusut akibat dampak konversi lahan, (2) tersedia data luas baku
sawah dan informasi lainnya untuk kedua zona tersebut, dan (3) karakteristik usahatani
padi sawah di kedua zona tersebut dikaitkan dengan kebutuhan pupuk relatif berbeda,
misalnya indeks pertanaman (IP) padi dan tingkat penerapan pupuk oleh petani. Secara
sederhana diagram alir sistem dinamik analisis kebutuhan unsur hara N (pupuk urea)
untuk komoditas padi sawah zona Jawa dan luar Jawa disajikan pada (Gambar 3).
Kebutuhan unsur hara N dihitung berdasarkan luas tanam padi, rekomendasi
pemupukan, dan adopsi pemupukan oleh petani. Variasi nilai luas tanam padi dipengaruhi

128
Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

oleh luas baku sawah dan indeks pertanaman padi, sedangkan luas baku sawah akan
bervariasi setiap tahun tergantung pada besaran konversi lahan sawah dan upaya
pencetakan sawah baru (di luar Jawa). Selanjutnya setelah kebutuhan unsur hara N
diketahui maka dihitung kebutuhan pupuk urea, sebagai salah satu bentuk pupuk tunggal
sumber unsur hara N. Selain bentuk urea, sumber pupuk N bisa berupa pupuk ZA atau
pupuk NPK majemuk. Selanjutnya diagram alir sistem dinamik proyeksi kebutuhan unsur
hara P dan K untuk pupuk padi sawah dapat dibuat dengan analogi yang serupa dan
demikian juga untuk pupuk organik. Bentuk persamaan dan data yang digunakan dalam
diagram alir tersebut disajikan pada Lampiran 1.
Pendekatan analisis proyeksi kebutuhan pupuk untuk komoditas lainnya didasarkan
pada perkembangan luas tanam dalam 5-10 tahun terakhir (www.bps.go.id), dosis
rekomendasi pemupukan dan adopsi penggunaan pupuk oleh petani. Sebagai contoh pada
Gambar 4 disajikan diagram alir sistem dinamik proyeksi kebutuhan unsur hara K (pupuk
KCl) untuk tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit, karet, dan kakao.

Gambar 3. Diagram alir sistem dinamik proyeksi kebutuhan unsur hara N untuk pupuk
padi sawah

129
Irawan et al.

Gambar 4. Diagram alir sistem dinamik proyeksi kebutuhan unsur hara K untuk pupuk
tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit, karet, dan kakao

Berdasarkan data historis luas perkebunan kelapa sawit dalam 5-10 tahun terakhir
meningkat terus dan oleh karena itu dalam analisis ini diasumsikan luas tanam kelapa
sawit tersebut akan terus meningkat hingga tahun 2020. Sebaliknya untuk tanaman karet
dan kakao luas tanamnya fluktuatif akibat adanya perluasan areal di suatu wilayah dan
konversi penggunaan lahan tanaman tersebut menjadi tanaman lain di wilayah lain di
Indonesia. Berdasarkan analogi serupa maka diagram alir sistem dinamik proyeksi
kebutuhan unsur hara N dan P untuk pupuk tanaman perkebunan tersebut dapat dibuat.
Demikian halnya untuk jenis tanaman perkebunan lainnya, termasuk kebutuhan unsur N,
P, dan K untuk tanaman palawija dan sayuran.

HASIL PROYEKSI

Uji Validasi Model

Salah satu tahapan penting dalam simulasi adalah uji validasi model. Tujuan validasi
model adalah untuk mengetahui apakah output atau keluaran model sudah sesuai dengan
yang diharapkan. Data pembanding yang menjadi rujukan adalah hasil proyeksi
kebutuhan pupuk tahun 2010-2015 (Sudaryanto, 2008). Hasil uji validasi model untuk
kebutuhan pupuk N disajikan pada Gambar 5 dan dengan nilai RMSE=0,093 model
analisis cukup valid untuk digunakan. Uji validasi model untuk kebutuhan pupuk P 2O5

130
Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

dan K2O menghasilkan nilai RMSE yang lebih besar dari 0,200 dengan kecenderungan
keluaran model selalu lebih tinggi daripada rujukan. Kondisi tersebut terjadi karena di
dalam model digunakan asumsi peningkatan adopsi penggunaan pupuk sumber unsur hara
P2O5 dan K2O masing-masing 5% per tiga tahun. Asumsi tersebut digunakan sejalan
dengan tujuan untuk mencapai swasembada pangan dan swasembada berkelanjutan,
khususnya padi, jagung, kedelai, dan tebu (gula) melalui peningkatan produktivitas
dengan pemupukan berimbang. Sebagaimana diketahui pada saat ini adopsi penggunaan
pupuk anorganik pada komoditas tersebut relatif masih rendah dibandingkan dengan dosis
rekomendasinya, yakni padi 68%, jagung 37%, kedelai 42%, dan tebu 67% (Anonim,
2008). Di sisi lain sebagian besar para petani masih belum menerapkan konsep
pemupukan berimbang sebagaimana mestinya.

Gambar 5. Perbedaan proyeksi kebutuhan pupuk N antara Rujukan (Sudaryanto, 2008)


dengan Hasil Simulasi Model

Kebutuhan Pupuk untuk Padi Sawah

Hasil simulasi kebutuhan pupuk untuk tanaman padi berupa unsur makro N, P 2O5,
dan K2O disajikan pada Tabel 2 dan berupa pupuk tunggal urea, SP-36, dan KCl disajikan
pada Gambar 5. Sekalipun luas baku lahan sawah di Jawa diprediksi akan terus menurun
sebagai akibat konversi lahan sawah menjadi lahan kering atau lahan non pertanian,
kebutuhan pupuk akan terus meningkat. Hal tersebut sebagai akibat adanya berbagai
upaya untuk meningkatkan produksi padi melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) dan
produktivitas padi melalui peningkatan adopsi pemupukan. Peningkatan IP akan
meningkatkan luas tanam dan adopsi pemupukan akan meningkatkan takaran pupuk.
Sebagaimana dilaporkan oleh Direktur Pupuk dan Pestisida, tingkat adopsi penggunaan
pupuk anorganik oleh petani padi sawah baru mencapai 67,7% (Anonim, 2010). Pada
kondisi pupuk tersedia diprediksi adopsi penggunaan pupuk oleh petani padi akan

131
Irawan et al.

meningkat dan mencapai sekitar 80-90% dari dosis rekomendasinya. Secara indikatif ada
kecenderungan adopsi penggunaan pupuk oleh petani di Jawa relatif lebih tinggi daripada
di luar Jawa.
Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal sebagaimana disajikan pada Gambar 6 tidak
bersifat mutlak karena bentuk kemasan pupuk yang mengandung unsur hara N, selain urea
bisa berupa ZA atau pupuk majemuk NPK, demikian juga untuk pupuk yang mengandung
unsur P dan K. Oleh karena itu jika pemerintah berencana untuk memproduksi pupuk
majemuk NPK sekitar 500 ribu sampai satu juta ton maka kebutuhan pupuk tunggal (urea,
SP36, dan KCl) tersebut akan berkurang.

Tabel 2. Proyeksi kebutuhan unsur N, P, K untuk pupuk padi sawah di Indonesia (ribu
ton)

Unsur Tahun
hara/zona 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Jawa
N 412,0 412,0 411,0 435,0 436,0 433,0 457,0 456,0
P2O5 96,8 96,7 84,7 90,4 90,5 90,0 95,6 95,5
K2O 89,3 89,2 89,1 95,5 95,4 95,8 102,0 102,0
Luar Jawa
N 401,0 400,0 400,0 425,0 424,0 422,0 446,0 446,0
P2O5 85,4 85,3 85,3 90,9 90,8 90,3 95,9 95,5
K2O 86,4 86,4 86,3 92,9 92,8 92,2 99,4 99,3

Sumber: hasil simulasi

Gambar 6. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal sumber N, P, dan K untuk komoditas padi
sawah

132
Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

Penggunaan pupuk organik oleh petani padi sawah saat ini masih sangat rendah.
Proporsi petani padi yang menggunakan pupuk organik dan anorganik secara bersamaan
baru mencapai 23,5%, sedangkan yang menggunakan pupuk organik saja ada 0,63%
(Anonim, 2010). Ada kecenderungan saat ini penggunaan pupuk organik oleh petani padi
mulai meningkat sehingga ketersediaan pupuk tersebut perlu mendapat perhatian.
Sebagaimana disajikan pada Gambar 7 kebutuhan pupuk organik untuk padi sawah secara
nasional cukup tinggi, yakni sekitar 9,8-13,4 juta t th-1. Proyeksi tersebut diperoleh
berdasarkan dosis rekomendasi pupuk organik pada padi sawah 2 t ha-1 dan peningkatan
adopsi penggunaan pupuk organik oleh petani di masa depan. Mengingat jumlah pupuk
organik yang diperlukan cukup banyak maka sebaiknya pemerintah tidak langsung terlibat
dalam hal pengadaan pupuk organik, tetapi lebih ke arah penyuluhan atau edukasi dan
pemberian insentif kepada petani untuk membuat pupuk organik tersebut.

Gambar 7. Proyeksi kebutuhan pupuk organik untuk padi sawah

Mengingat pentingnya peran pupuk organik untuk meningkatkan kualitas tanah,


khususnya kadar C-organik tanah maka diperlukan upaya-upaya penyuluhan untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemauan petani untuk membuat dan
menggunakan pupuk organik pada lahan sawahnya. Di beberapa daerah sudah banyak
petani yang dapat membuat pupuk organik berbahan baku lokal (setempat) seperti jerami
padi, pupuk kandang, dan sisa tanaman lainnya melalui proses dekomposisi atau
pengomposan dengan menggunakan dekomposer komersial atau dekomposer buatan
petani sendiri (MOL: mikroba organisme lokal).
Salah satu kebijakan pemerintah yang perlu ditempuh adalah pemberian insentif
pembuatan pupuk organik yang diberikan langsung kepada para petani padi sawah.
Sebagai ilustrasi para petani padi sawah yang memproses jerami menjadi kompos

133
Irawan et al.

mendapatkan insentif langsung tunai. Besaran indikatif insentif tersebut sekitar Rp 300-
500,-.kg-1 kompos, sehingga petani yang mengelola sawah seluas satu hektar dengan
bobot jerami yang dihasilkan 5-6 t ha-1 dan jerami tersebut diproses menjadi kompos
sekitar 1,5-2,0 t ha-1 akan memperoleh insentif sekitar Rp 450.000-Rp 1.000.000.
Kebijakan insentif tersebut akan meningkatkan adopsi petani dalam menggunakan pupuk
organik yang sekaligus akan meningkatkan kualitas dan produktivitas tanahnya. Dampak
akumulatif kebijakan insentif tersebut akan meningkatkan pendapatan petani dan
perekonomian wilayah perdesaan. Di sisi lain pemerintah tidak perlu terlibat terlalu jauh
dalam penyediaan pupuk organik.

Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Palawija Dan Sayuran

Luas tanam palawija utama seperti kedelai, jagung, dan kacang tanah fluktuatif
dalam 5-10 tahun terakhir dengan kecenderungannya meningkat, kecuali untuk kacang
tanah. Adopsi penggunaan pupuk oleh petani juga masih relatif rendah, misalnya proporsi
petani jagung dan kedelai yang menggunakan pupuk anorganik masing-masing baru
36,8% dan 42,3% (Anonim, 2010). Berdasarkan hasil simulasi kebutuhan pupuk untuk
tanaman palawija ke depan akan terus meningkat sebagaimana disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal untuk tanaman palawija

Fenomena tingginya harga kedelai baru-baru ini diprediksi akan berdampak pada
meningkatnya luas tanam kedelai dalam beberapa tahun ke depan. Demikian juga luas
tanam jagung akan meningkat seiring dengan program pemerintah untuk mempertahankan
swasembada jagung. Peningkatan luas tanam kedelai dan jagung pada periode tahun 2005-
2010 masing-masing mencapai 1,26% dan 2,79%.th-1 diprediksi akan tetap meningkat
pada tahun-tahun mendatang. Kemudian secara umum upaya peningkatan produksi

134
Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

kedelai, jagung, kacang tanah, dan palawija lainnya akan dilakukan melalui peningkatan
produktivitas yang salah satunya dengan cara penggunaan pupuk berimbang sehingga
diperlukan penyediaan pupuk yang lebih banyak daripada tahun-tahun sebelumnya.
Perkembangan luas tanam tanaman sayuran, khususnya bawang merah, kentang,
dan cabai fluktuatif dengan kecenderungannya menurun, kecuali untuk cabai. Pada
periode tahun 2009-2011 luas tanam bawang merah menurun 3,36%.th-1 dan kentang
menurun 7,68%.th-1, sedangkan luas tanam cabai meningkat 1,99%.th-1. Hasil simulasi
menunjukkan kebutuhan pupuk untuk tanaman sayuran tersebut meningkat (Gambar 9)
sebagai akibat peningkatan penggunaan pupuk oleh petani dan peningkatan luas areal
tanam yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan terhadap hasil tanaman sayuran.

Gambar 9. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal untuk tanaman sayuran

Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Perkebunan

Hasil proyeksi menunjukkan kebutuhan pupuk untuk tanaman perkebunan di masa


depan meningkat dengan pertumbuhan yang melandai (Gambar 10). Kondisi tersebut
tidak terlepas dari fluktuasi luas areal tanam tanaman perkebunan dan sifatnya “saling
menggantikan”. Sebagai contoh luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat cukup
pesat yang dalam 15 tahun terakhir (1995-2010) mencapai 27,14% th-1. Pada saat yang
bersamaan ada tiga komoditas perkebunan yang luasannya menurun lebih dari satu persen,
yakni tembakau (-3,59%.th-1), teh (-1,12%.th-1), dan kakao (-1,57% th-1).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebutuhan pupuk untuk tanaman
perkebunan masih meningkat di masa depan, yakni perluasan lahan perkebunan kelapa
sawit melalui pembukaan lahan baru dan peningkatan takaran pupuk oleh petani atau
pekebun untuk meningkatkan produktivitasnya. Sebagaimana diketahui budidaya tanaman

135
Irawan et al.

kelapa sawit memerlukan unsur hara yang cukup tinggi dan para petani/pekebunnya sudah
“melek” masalah pupuk. Pada tanaman perkebunan lainnya peningkatan adopsi
penggunaan pupuk masih cukup terbuka, misalnya pada usahatani tebu proporsi petani
yang sudah menggunakan pupuk anorganik baru mencapai 67,35% (Anonim, 2010).

Gambar 10. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal untuk tanaman perkebunan

Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan unsur hara untuk pemupukan beberapa jenis
komoditas di atas maka kebutuhan pupuk untuk Sektor Pertanian dapat dihitung
sebagaimana disajikan pada Tabel 3 (dalam bentuk unsur hara) dan Gambar 11 (dalam
bentuk pupuk tunggal). Berdasarkan data Tabel 3 pengambil kebijakan di bidang pupuk
dapat memutuskan apakah kebutuhan unsur hara tersebut akan dipenuhi dalam bentuk
pupuk tunggal atau pupuk majemuk atau kombinasinya. Sebagai contoh urea dan ZA
merupakan pupuk tunggal sumber N, sedangkan SP36 dan KCl masing-masing
merupakan pupuk tunggal sumber P2O5 dan K2O. Selain dalam bentuk pupuk tunggal
kebutuhan unsur hara tersebut dapat dipenuhi dalam bentuk pupuk majemuk seperti NPK
dengan rasio kandungan unsur haranya disesuaikan dengan kebutuhan, sebagai ilustrasi
disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 menyajikan informasi bahwa jika pemerintah akan
memproduksi pupuk majemuk, misalnya NPK 15-15-15 sebanyak 2 juta ton mulai tahun
2013 dan meningkat hingga menjadi 5,5 juta ton pada tahun 2020 maka pemenuhan
kebutuhan unsur hara N, P, dan K dalam bentuk pupuk tunggal dapat diturunkan,
sebagaimana ditunjukkan oleh garis simbol urea, SP-36, dan KCl pada (Gambar 12).

136
Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

Tabel 3. P royeksi kebutuhan unsur hara untuk pupuk Sektor Pertanian (juta ton)
Unsur hara 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
N 2,96 2,99 2,99 3,19 3,18 3,17 3,35 3,35
P2O5 1,17 1,20 1,19 1,26 1,27 1,27 1,32 1,36
K2O 2,60 2,68 2,66 2,77 2,72 2,71 2,83 2,82
Sumber: hasil simulasi

Gambar 11. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal Sektor Pertanian

Gambar 12. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal dan majemuk Sektor Pertanian

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kebutuhan pupuk Sektor Pertanian di masa depan akan meningkat sejalan dengan
upaya peningkatan produksi hasil-hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi dalam negeri atau swasembada pangan.

137
Irawan et al.

2. Pada tahun 2015 kebutuhan unsur hara untuk pupuk Sektor Pertanian mencapai 3 juta
ton N, 1,2 juta ton P2O5, dan 2,7 juta ton K2O. Jumlah kebutuhan unsur hara tersebut
pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 3,4 juta ton N, 1,4 juta ton P2O5, dan 2,8
juta ton K2O.
3. Apabila kebutuhan unsur hara di masa depan akan dipenuhi dengan pupuk tunggal
maka pada tahun 2015 Sektor Pertanian akan memerlukan pupuk urea 6,7 juta ton,
SP36 3,3 juta ton, dan KCl 4,5 juta ton. Kemudian pada tahun 2020 akan dibutuhkan
pupuk urea 7,5 juta ton, SP36 3,8 juta ton, dan KCl 4,7 juta ton.
4. Penyediaan unsur hara untuk Sektor Pertanian dapat dipenuhi juga dalam bentuk
pupuk majemuk yang mengandung unsur hara N, P, dan K. Penyediaan pupuk
majemuk tersebut akan mengurangi pembuatan pupuk tunggal.
5. Model simulasi sistem dinamik ini sebaiknya diterapkan pada ruang lingkup yang
lebih spesifik, baik ruang lingkup wilayah (provinsi atau kabupaten) maupun jenis
komoditasnya sehingga data dan asumsi kebijakan yang diperlukan untuk pemodelan
atau simulasi lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Arah Kebijakan Subsidi Pupuk. Bahan Sarasehan Nasional Pupuk dan
Pemupukan Menuju 2015. Ditjen Tanaman Pangan. Jakarta.
Anonim. 2010. Kebijakan Pemerintah di Bidang Perpupukan. Direktorat Pupuk dan
Pestisida. Makalah Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Bogor, 20 Juni 2010.
Badan Pusat Statistik On-line. http://www.bps.go.id (Mei 2012).
Djojomartono, M. 1993. Pengantar Umum Analisis Sistem. Bahan Pelatihan Analisis
Sistem dan Informasi Pertanian. Kampus IPB Dramaga, Bogor (tidak
dipublikasikan).
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press.
Bogor. 147 p.
Gunarto, L. 2007. Teknologi AGPI (Agricultural Growth Promoting Inoculants). Bahan
Presentasi pada Acara Diskusi Masalah Pertanian di Indonesia. Jakarta. 18 Juli
2007
Irianto, G. 2012. Kebijakan Pengelolaan Pupuk dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian.
Bahan Diskusi Terbatas Permasalahan Pupuk di Indonesia. Bogor, 15 Juni 2012.
Sudaryanto, T. 2008. Proyeksi Penawan dan Permintaan serta Kebijakan Pupuk Nasional
Tahun 2009-2015. Bahan Sarasehan Nasional Pupuk dan Pemupukan Menuju 2015.
PSEKP. Bogor.
Sofyan. 2010. Pengantar Sistem Dinamik. Bahan Pelatihan Bappenas. Teknik Lingkungan,
ITB. Bandung.

138
Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian

Lampiran 1. Persamaan (equation) diagram alir sistem dinamik untuk unsur hara

139

Anda mungkin juga menyukai