Anda di halaman 1dari 2

Fikrah Nahdliyah

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ULAMA


NOMOR: 02/Munas/VII/2006
TENTANG BAHTSUL MASAIL MAUDLU’IYYAH

FIKRAH NAHDLIYAH

A. Mukaddimah

Pembentukan Jam'iyah Nahdlatul Ulama dilatarbelakangai oleh dua faktor dominan;


pertama, adanya kekhawatiran dari sebagian umat Islam yang berbasis pesanten
terhadap gerakan kaum modernis yang meminggirkan mereka. Kedua, sebagai
respons ulama-ulama berbasis pesantren terhadap pertarungan ideologis yang terjadi
di dunia Islam pasca penghapusan kekhilafahan Turki, munculnya gagasan Pan-
Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin Al Afghani dan gerakan kaum Wahabi di
Hijaz. Gerakan kaum reformis yang mengusung isu-isu pembaruan dan purifikasi
membuat ulama-ulama yang berbasis pesantren melakukan konsolidasi untuk
melindungi dan memelihara nilai-nilai tradisonal yang telah menjadi karakteristik
kehidupan mereka.

Gerakan ulama yang berbasis pesantren semakin kental dan nyata terlihat mulai
terbentuknya organisasi pendidikan dan dakwah, seperti Nahdlatul Wathan dan
Tashwirul Afkar. Puncaknya adalah munculnya Komite Hijaz. Kemudian pada tanggal 31
Januari 1926 M (16 Rajab 1344 H.) para ulama yang berbasis pesantren memutuskan
untuk membentuk organisasi kemasyarakatan Islam ‘ala Ahlussunnah wal Jama'ah
yang bernama Nahdlotoel Oelama' yang bertujuan untuk mengimbangi gerakan kaum
reformis yang seringkali tidak meperhatikan tradisi-tradisi yang sudah tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat.

Perjalanan waktu membawa Nahdlatul Ulama berinteraksi dengan organisasi-


organiasai lain yang memiliki karakter dan cara berpikir berbeda. Akibatnya, warga
NU sendiri banyak yang kehilangan identitas ke-NU-annya. Banyak orang yang secara
formal masih mengatasnamakan warga Nahdliyyin, tetapi cara berpikirnya tidak lagi
mencerminkan karakteristik Nahdlatul ‘Ulama. Hal ini salah satunya disebabkan oleh
belum adanya ‘fikrah nahdyiyah’ yang seharusnya menjadi landasan bagi setiap
nahdliyyin di dalam bersikap dan bertindak.

Oleh karena itu, untuk menjaga nilai-nilai historis dan tetap meneguhkan Nahdlatul
Ulama pada garis-garis perjuangannya (khiththah) serta menjaga konsistensi warga
nahdliyiin berada pada koridor yang telah ditetapkan, Nahdlatul Ulama perlu
membuat ‘fikrah nahdliyah’.

B. Definisi,

Nahdlatul ‘Ulama memiliki metode berpikir sebagai berikut:


Yang dimaksud dengan Fikrah Nahdliyah adalah kerangka berpikir yang didasarkan
pada ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah yang dijadikan landasan berpikir Nahdlatul
Ulama (khiththah nahdliyah) untuk menentukan arah perjuangan dalam rangka islah al-
ummah (perbaikan umat).
Fikrah Nahdliyah

C. Manhaj Fikrah Nahdliyah (Metode berpikir ke-NU-an)

Dalam merespon persoalan, baik yang berkenaan dengan persaoalan keagamaan


maupun kemasyarakatan, Nahdlatul Ulama memiliki manhaj Ahli sunnah wal Jama’ah
sebagai berikut:
1. Dalam bidang Aqidah/teologi, Nahdlatul Ulama mengikuti manhaj dan
pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.
2. Dalam Bidang Fiqih/Hukum Islam, Nahdlatul Ulama bermazhab secara qauli dan
manhaji kepada salah satu Al-Madzahib Al-‘Arba’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hanbali)
3. Dalam bidang Tasawuf, Nahdlatul Ulama mengikuti Imam al Junaid al Baghdadi
(w.297H.) dan Abu Hamid al Ghazali (450-505 H./1058-1111 M.).

D. Khashaish (Ciri-ciri) Fikrah Nahdliyah

1. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa


bersikap tawazun (seimbang) dan i’tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai
persoalan. Nahdlatul Ulama tidak tafrith atau ifrath.
2. Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya Nahdlatul Ulama dapat hidup
berdampingan secara damai dengan pihak lain walaupun aqidah, cara pikir, dan
budayanya berbeda.
3. Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
mengupayakan perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa
al-ashlah).
4. Fikrah Tathowwuriyah (pola pikir dinamis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
5. Fikrah Manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
menggunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah
ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama.

Anda mungkin juga menyukai