Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan pembuatan makalahini
dengan judul “Teori Agensi dan Manajemen Laba”.
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Akuntansi Keuangan.
Makalah ini membahas secara sederhana mengenai Teori Agensi dan Manajemen Laba yang
pembahasannya meliputi penjelasan-penjelasan berkaitan dengan Teori Agensi dan Manajemen
Laba.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada pembaca atas perhatiannya terhadap makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami sendiri serta pembaca pada
umumnya. kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mohon kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan
dimasa yang akan datang.

Bandung, 16 september 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................................................. 1
Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
Teori Agensi...................................................................................................................... 2
Hipotesis Pasar Efisien ..................................................................................................... 4
Manajemen Laba Perspektif Marjinal Akrual dan Revenue ............................................. 9
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................... 18
Kesimpulan ........................................................................................................................ 18
Saran .................................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih
(principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling,
1976). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan
prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh
karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi
perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak
simetris atau asimetri informasi (information asymmetric).
Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan
kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) (Richardson,
1998).Tindakan manajemen laba dapat memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi
yang mana kasus tersebut dapat berupa manipulasi laporan keuangan perusahaan oleh manajer
perusahaan yang tujuannya untuk kepentingan pribadi maupun perusahaannya agar terpandang
baik oleh pihak-pihak eksternal perusahaan. oleh karena itu makalah ini disusun untuk
mengenalkan ilmu yang berkaitan dengan teori keagenan dan manajemen laba.
1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan teori keagenan (agency theory) ?


b. Apakah yang dimaksud dengan hipotesis pasar efisien ?
c. Apakah perbedaan manajemen laba perpspektif marginal akrual dan revenue ?
1.3 Tujian Penulisan

a. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan teori keagenan.


b. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan hipotesis pasar efisien.
c. mengetahui apakah perbedaan manajemen laba perpspektif marginal akrual dan revenue.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Teori Agensi (Agency Theory)


Bagi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) terlebih untuk perusahaan yang telah
terdaftar di pasar modal, seringkali terjadi pemisahan antara pengelola perusahaan dengan pemilik
perusahaan. Disamping itu, untuk perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, tanggug jawab
pemilik hanya terbatas pada modal yang disetorkan. Artinya, apabila perusahaan mengalami
kebangkrutan, maka modal sendiri (ekuitas) yang telah disetorkan oleh para pemilik perusahaan
mungkin sekali akan hilang, tetapi kekayaan pribadi pemilik tidak akan diikutsertakan untuk
menutup kerugian tersebut (Husnan dan Pudjiastuti; 2006).
Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh
kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.
Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan
kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent
termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain
dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi (Sugiarto; 2009).
Sedangkan menurut Halim dkk (2005) masalah keagenan muncul karena adanya perilaku
oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya
sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk
memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik
untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal.
Teori agensi juga mengasumsikan bahwa manajer (agen) memiliki lebih banyak informasi dari
pada prinsipal. Hal ini dikarenakan prinsipal tidak dapat mengamati kegiatan yang dilakukan agen
secara terus-menerus dan berkala. Karena prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup mengenai
kinerja agen, maka prinsipal tidak pernah dapat merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan
kontribusi pada hasil aktual perusahaan, situasi inilah yang disebut asimetri informasi yang
kemudian dapat memicu timbulnya biaya agensi.

2
a. Komponen Agensi Teori
Jensen dan Meckling (1976) membagi biaya agensi/keagenan menjadi 3 komponen, yaitu:
1. Biaya monitoring (monitoring cost)
Pengeluaran biaya yang dirancang untuk mengawasi dan mengatur aktivitas- aktivitas yang
dilakukan oleh agen.
2. Biaya bonding (bonding cost)
Untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal, atau untuk
meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika agen benar-benar
melakukan tindakan yang tepat.
3. Kerugian Residual
Merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kemakmuran yang dialami oleh
prinsipal sebagai akibat dari perbedaan kepentingan atau nilai kerugian yang dialami
prinsipal akibat keputusan yang diambil oleh agen

b. Asumsi Agensi Teori


Eisenhardt dalam Siagian (2011:11) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi
sifat dasar manusia yaitu :
1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri ( self interest),
2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded
rationality), dan
3. Manusia selalu menghindari resiko (risk averse).

c. Bentuk Hubungan Keagenan


Bentuk hubungan keagenan menurut positive accounting theory (Hendriksen dan Breda, 2000:
228), ada tiga macam bentuk keagenan :
1) Antara pemilik dengan manajemen (bonus plan hypotesis)
Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap, para manajer perusahaan dengan
rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang
dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini.
Hipotesis ini tampaknya cukup beralasan. Para manajer perusahaan, seperti orang-orang
lain, menginginkan imbalan yang tinggi. Jika imbalan mereka bergantung, paling tidak

3
sebagian, pada bonus yang dilaporkan pada pendapatan bersih, maka kemungkinan mereka
bisa meningkatkan bonus mereka pada periode tersebut dengan melaporkan pendapatan
bersih setinggi mungkin. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memilih
kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut. Tentu
saja, sesuai dengan karakter dari proses akrual, hal ini akan cenderung menyebabkan
penurunan pada laba dan bonus-bonus yang dilaporkan pada masa yang akan datang,
dengan faktor-faktor lain tetap sama. Namun nilai masa kini (present value) dari kegunaan
manajer dari lini bonus masa depan yang dimilikinya akan meningkat dengan memberikan
perubahan menuju masa kini.
2) Antara kreditur dengan manajemen (debt/equity hypotesis)
Asumsi ini berpendapat bahwa semakin tinggi hutang/ekuitas perusahaan yaitu sama
dengan semakin dekatnya (semakin ketatnya) perusahaan terhadap batasan-batasan yang
terdapat di dalam perjanjian hutang dan semakin besar kesempatan atas pelanggaran
perjanjian dan terjadinya biaya kegagalan teknis, maka semakin besar kemungkinan bahwa
para manajer menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan laba.
3) Antara masyarakat dengan manajemen (political cost hypothesis)
Semakin besar political cost yang dihadapi suatu perusahaan, maka manajer cenderung
untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan reported earnings dari current ke
future period (menurunkan laba yang dilaporkan sekarang)
d. Permasalahan Keagenan
Hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu:
1) terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum
memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi
operasi entitas dari pemilik; dan
2) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana
manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.
2.2 Hipotesis Pasar Efisien
a. Konsep Dasar Pasar Efisien
Konsep pasar efisien pertama kali dikemukakan dan dipopulerkan oleh Fama (1970). Dalam
konteks ini yang dimaksud dengan pasar adalah pasar modal (capital market) dan pasar uang. Suatu
pasar dikatakan efisien apabila tidak seorangpun, baik investor individu maupun investor institusi,

4
akan mampu memperoleh return tidak normal (abnormal return), setelah disesuaikan dengan
resiko, dengan menggunakan strategi perdagangan yang ada. Artinya, harga-harga yang terbentuk
di pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada atau “stock prices reflect all available
information”. Ekspresi yang lain menyebutkan bahwa dalam pasar yang efisien harga-harga asset
atau sekuritas secara cepat dan utuh mencerminkan informasi yang tersedia tentang asset atau
sekuritas tersebut.
Menurut Brealey/Myers (2006) pasar modal dikatakan efisiensi apabila informasi dapat diperoleh
dengan mudah dan murah oleh pemakai modal, sehingga semua informasi yang relevan dan
terpercaya telah tercermin dalam harga – harga saham.

b. Karakteristik Pasar Efisien


Berikut adalah beberapa karaketristik pasar modal efisien secara umum:

1. Harga saham akan merefleksikan secara cepat dan akurat terhadap semua bentuk
informasi baru.
2. Harga saham bersifat random, jadi harga tidak mengikuti beberapa kecenderungan
informasi masa lalu dan tidak digunakan untuk menentukan kecenderungan harga.
3. Saham – saham yang menguntungkan (profitable) tidak mudah untuk diprediksi. Jadi,
para analis dan investor mempunyai kesiapan informasi penting dalam menentukan
harga saham. Disamping itu mereka tidak menggunakan informasi publikasi untuk
memprediksi return atau profit dari pasar modal.
c. Alasan Pasar diharapkan Efisien
Membahas pasar efisien, pasti menimbulkan pertanyaan mengapa harus ada konsep pasar efisien
dan memungkinkan pasar efisien ada dalam kehidupan nyata. Untuk menjawab pertanyaan
tersebur, kondisi-kondisi berikut idealnya harus terpenuhi.
1. banyak terdapat investor rasional dan berorientasi pada maksimisasi keuntungan yang
secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis, menilai, dan berdagang saham.
Investor-investor ini adalah price taker, artinya pelaku itu sendiri tidak akan dapat
mempengaruhi harga suatu sekuritas.
2. tidak diperlukan biaya untuk mendapatkan informasi dan informasi tersedia bebas bagi
pelaku pasar pada waktu yang hampir sama (tidak jauh berbeda).
3. informasi diperoleh dalam bentuk acak, dalam arti setiap pengumuman yang ada di pasar

5
adalah bebas atau tidak terpengaruh dari pengumuman yang lain.
4. investor bereaksi dengan cepat dan sepenuhnya terhadap informasi baru yang masuk di
pasar, yang menyebabkan harga saham segera melakukan penyesuaian.

Kondisi-kondisi di atas mungkin terkesan kaku atau akan sulit untuk dapat dipenuhi dalam
kehidupan sehari-hari. Harus diakui bahwa akan sulit sekali untuk mewujudkan kondisi
sebagaimana di atas. Walaupun demikian, perlu dipertimbangkan seberapa dekat kondisi-kondisi
tersebut dengan kenyataan yang ada di pasar satu persatu.
Investor pasti senantiasa memperhatikan pergerakan harga di pasar. Artinya, baik investor
individual maupun institusi mengikuti pergerakan pasar tiap saat secara seksama, dan selalu siap
untuk melakukan transaksi beli atau jual manakala menurut perhitungan akan didapat hasil yang
menguntungkan,. Dengan kata lain, investor yang secara cepat dapat mengetahui potensi adanya
nilai tambah akan dapat memperoleh keuntungan dengan menggunakan pilihan strategi yang tepat.
Walaupun untuk mndapatkan informasi diperlukan pengorbanan, untuk institusi di dunia bisnis,
pencarian berbagai jenis informasi sudah merupakan sesuatu yang biasa dan urusan biaya adalah
sesuatu yang wajar dan banyak pelaku lain yang memperolehnya secara gratis (walaupun mungkin
investor dikenai biaya broker atau jasa lainnya). Informasi yang ada dapat dengan mudah diperoleh
dan hampir setiap saat sama seperti halnya informasi yang disampaikan lewat radio, televisi, atau
alat komunikasi khusus yang tersedia bagi investor yang rela untuk membayar untuk
mendapatkannya. Fleksibilitas dan bervariasinya sumber dan jenis informasi memungkinkan
investor untuk mendapatkan informasi secara gratis.
Informasi diperoleh dalam bentuk acak dan bebas yang setiap saat dapat muncul. Artinya, hampir
semua investor tidak dapat memprediksi kapan perusahaan akan mengumumkan perkembangan
baru yang penting. Walaupun ada ketergantungan terhadap beberapa informasi sepanjang waktu,
tetap saja bahwa pengumuman suatu peristiwa, misalnya corporate actions, adalah independent
dan dapat muncul setiap saat, dengan kata lain acak.
Bila kondisi keempat terpenuhi, jelas bahwa hasil yang dapat diduga adalah investor akan dengan
segera melakukan penyesuaian setiap saat ada informasi baru yang masuk ke pasar. Perubahan
harga adalah independen dan tidak terpengaruh oleh harga yang lain dan harga bergerak dalam
bentuk acak (random walk). Artinya, harga hari ini tidak terpengaruh oleh harga kemarin, karena
harga yang terbentuk hari ini terjadi berdasarkan pada informasi baru yang masuk dan diterima di

6
pasar. Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa jika ke empat kondisi ideal yang disyaratkan
terpenuhi, maka terwujudlah suatu pasar efisien.
d. Bentuk Pasar Efisien
Menurut Fama (1970) bentuk pasar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yang dikenal sebagai
hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis). Ketiga bentuk efisien pasar dimaksud adalah
hipotesis pasar efisien bentuk lemah (weak form of the efficient market hypotesis), hipotesis pasar
efisien bentuk setengah kuat (semi strong form of the efficient market hypotesis, dan hipotesis
pasar efisien bentuk kuat (strong form of the efficient market hypotesis). Masing-masing bentuk
pasar efisien tersebut terkait erat dengan sejauh mana penyerapan informasi terjadi di pasar.
1. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah (Weak Form)
Dalam hipotesis ini harga saham diasumsikan mencerminkan semua informasi yang terkandung
dalam sejarah masa lalu tentang harga sekuritas yang bersangkutan. Artinya, harga yang terbentuk
atas suatu saham, misalnya merupakan cermin dari pergerakan harga saham yang bersangkutan di
masa lalu. Misalkan, ada bentuk musiman atas kinerja harga suatu saham yang menunjukkan
bahwa harga saham akan naik menjelang tutup tahun (akhir tahun) dan kemudian turun pada awal
tahun. Berdasarkan pada hipotesis pasar efisien bentuk lemah, pasar akan segera mengetahui dan
merevisi kebijakan harganya dengan melakukan perubahan terhadap strategi perdagangannya.
Mengantisipasi kemungkinan penurunan harga pada awal tahun, pedagang akan menjual saham
yang dimilikinya sesegera mungkin untuk menghindari kerugian sebagai akibat dari ”jatuhnya”
harga saham perusahaan yang diamati. Upaya yang dilakukan pedagang tersebut akan
menyebabkan harga saham perusahaan secara keseluruhan akan turun. Investor yang cerdik tentu
akan menjual saham yang dimilikinya pada akhir tahun untuk menghindari kerugian sebagai akibat
dari menurunnya harga saham di awal tahun.
Jika hipotesis pasar bentuk lemah terpenuhi, dan akibatnya harga adalah bebas (independen) dari
bentuk harga saham histories, maka dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan harga akan
mengikuti kaedah jalan acak (random walk) manakala pengujian hanya dilakukan terhadap
perubahan harga secara histories. Jalan acak adalah konsep statistic yang memprediksi bahwa
keluaran (output) berikutnya dalam suatu urutan tidak tergantung pada keluaran (output)
sebelumnya.
Karena sekuritas berisiko menawarkan return positif, kita dapat mengharapkan bahwa harga saham
akan senantiasa naik atau mengalami apresiasi sepanjang waktu. Tetapi tren atau kecenderungan

7
kenaikan tersebut tidak selamanya akan begitu, karena perubahan harga mengikuti kaedah acak.
Seandainya saat ini sekuritas yang dimilikiharganya adalah Rp. 1.000,- maka setiap periode
harganya akan naik sebesar 12% dengan kemungkinan 75% atau turun 10% dengan kemungkinan
25%. Dalam hal ini jelas bahwa tiga per-empat dari keluaran akan menghasilkan return 12%
sedangkan seperempatnya akan menghasilkan return 10%. Selanjutnya dapat dihitung return yang
diharapkan (expected return) adalah E(R) = 0,75 (12%) + 0,25 (-10%) = 6,5%.
Walaupun tingkat pengembalian yang diharapkan di sini adalah 6,5 % nilai yang sebenarnya tetap
saja merupakan nilai yang acak (tidak dapat diketahui dengan pasti). Sehingga, dalam hal ini kita
dapat mengatakan bahwa harga sekuritas mengikuti kaedah jalan acak. Strategi perdagangan yang
menggunakan data pasar histories (umumnya harga saham) dikenal dengan sebutan analis teknikal
(Technical Analysis).
2. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Semi-Kuat (Semi Strong Form)
Menurut hipotesis pasar efisisen bentuk semi kuat, dalam artikel yang lain Farma (1991)
menyebutnya sebagai studi peristiwa (event studies), harga mencerminkan semua informasi public
yang relevan. Di samping merupakan cerminan harga saham histories, harga yang tercipta juga
terjadi karena informasi yang ada di pasar., termasuk di dalamnya adalah laporan keuangan dan
informasi tambahan sebagaimana diwajibkan oleh peraturan akuntansi. Informasi yang tersedia di
public juga dapat berupa peraturan keuangan lain seperti pajak bangunan (property) atau suku
bunga dan/atau beta saham termasuk rating perusahaan.
Menurut konsep semi-kuat, investor tidak akan mampu untuk memperoleh abnormal returns
dengan menggunakan strategi yang dibangun berdasarkan informasi yang tersedia di public.
Dengan kata lain, analisis terhadap laporan keuangan tidak memberikan manfaat apa-apa. Ide dari
pandangan ini adalah bahwa sekali informasi tersebut menjadi informasi public (umum), artinya
tersebar di pasar, maka semua investor akan bereaksi dengan cepat dan mendorong harga naik
untuk mencerminkan semua informasi public yang ada.
Berlawanan dengan pendukung hipotesis pasar efisien bentuk lemah, pada pasar efisien bentuk
semi-kuat ada banyak investor yang berfikir bahwa mereka dapat memperoleh keuntungan dengan
melakukan analisis dengan menggunakan data atau informasi akuntansi (dari laporan keuangan)
dan dari sumber lain untuk mengidentifikasi saham yang salah harga (mispriced) disebut investor
tersebut melaukan analisis fundamental (Fndamental Analysis).
3. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Kuat (Strong Form)

8
Pasar efisien bentuk kuat menyatakan bahwa harga yang terjadi mencerminkan semua informasi
yang ada, baik informasi public (public information) maupun informasi pribadi (private
information). Jadi, dalam hal ini, bentuk kuat mencakup semua informasi historis yang relevan
dan juga informasi yang ada di public yang relevan, disamping juga informasi yang hanya
diketahui oleh beberapa pihak saja, misalnya manajemen perusahaan, dewan direksi, dan kreditor.
Bentuk pasar efisien kuat merupakan bentuk pasar efisien paling ketat. Hal ini terkait dengan
pengertiannya bahwa harga pasar mencerminkan semua informasi, baik public maupun nonpublic.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dalam konteks pasar efisien bentuk kuat tidak ada
seorangpun baik individu maupun institusi dapat memperoleh abnormal return, untuk suatu
periode tertentu, dengan menggunakan informasi yang tersedia di publik dalam konteks kelebihan
informasi, termasuk di dalamnya informasi yang hanya dapat diakses oleh orang-orang tertentu.
Beberapa bukti empiris mendukung adanya pasar efisien, khususnya di Amerika Serikat, tetapi
bukti-bukti yang tidak mendukung juga banyak. Sehingga, efisien tidaknya pasar modal, atau
tepatnya masuk dalam kelompok bentuk efisien mana sebuah pasar modal, tergantung dari ada
tidaknya bukti tentang abnormal return yang dapat diperoleh oleh investor.
Dalam perkembangannya, para peneliti sepertinya sepakat untuk menyebut bahwa pengujian
terhadap bentuk kuat hipotesis pasar efisien sering dikaitkan dengan keberhasilan dalam
penggunaan akses monopolistic terhadap informasi oleh pelaku pasar tertentu. Tentu saja efisiensi
bentuk kuat mengungguli baik pasar efisien bentuk lemah maupun bentuk semi kuat dan
merupakan bentuk efisiensi paling tinggi dan secara empiris paling sulit untuk diuji.
2.3 Manajemen Laba Perspektif Marjinal Akrual dan Revenue

a. Definisi Manajemen Laba

1. Manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang menaikkan
atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak
mempunyai hubungan dengan kenaikkan atau penurunan profitabilitas perusahaan untuk
jangka panjang.

2. Manajemen laba didefinisikan sebagai usaha manajer untuk melakukan manipulasi laporan
keuangan dengan sengaja dalam batasan yang dibolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi yang
bertujuan untuk memberikan informasi yang menyesatkan kepada para pengguna laporan
keuangan untuk kepentingan para manajer (Meutia, 2004).

9
3. Menurut Sulistyanto (2008) dalam Nuraini (2012), manajemen laba dilakukan dengan
mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab pada komponen
akrual dapat dilakukan permainan angka melalui metode akuntansi yang digunakan sesuai
dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan.

Definisi earnings management menjadi dua, yaitu:

1. Definisi sempit. Earnings management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan
metode akuntansi. Earnings management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai
perilaku manajemen untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam
menentukan besarnya earnings.
2. Definisi luas. Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab,
tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit
tersebut.
b. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Manajemen Laba

Ada tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan munculnya praktek manajemen laba yaitu:

1. Manajemen Akrual (accruals management). Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala
aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi
merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion).

2. Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib. Faktor ini berkaitan dengan
keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib
diterapkan oleh perusahaan yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang
ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.

3. Perubahan Aktiva Secara Sukarela. Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer
untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak
metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada
(Generally Accepted Accounting Principles).

10
c. Motivasi Manajemen Laba
Faktor-faktor yang memotivasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba adalah
sebagai berikut:
1. Alasan Bonus (bonus scheme). Adanya asimetri informasi mengenai keuangan perusahaan
menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur laba bersih untuk memaksimalkan bonus
mereka.
2. Kontrak Hutang Jangka Panjang. Semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggan hutang,
manajemen akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat ‘memindahkan’ laba
periode mendatang ke periode berjalan, yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan
perusahaan mengalami technical default (kegagalan dalam pelunasan hutang).
3. Motivasi Politis (political motivation). Perusahaan besar yang menguasai hajat hidup orang
banyak akan cenderung menurunkan labanya untuk mengurangi visibilitasnya, misalnya
dengan menggunakan praktik atau prosedur akuntansi, khususnya selama periode
kemakmuran tinggi.
4. Motivasi Pajak (taxation motivation). Salah satu insentif yang dapat memicu manajer untuk
melakukan rekayasa laba adalah keinginan untuk meminimalkan pajak atau total pajak
yang harus dibayarkan perusahaan. Hal ini karena laba sering dijadikan landasan untuk
mengambil keputusan, menyusun kontrak maupun penilaian kinerja suatu manajer.
5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer). Banyak motivasi yang timbul disekitar waktu
penggantian CEO. Contohnya, CEO yang mendekati masa pensiun (tugas akhirnya) akan
melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya.
6. IPO (Initial Public Offering). Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan sahamnya
dipasar modal belum memiliki harga pasar, sehingga terdapat masalah bagaimana
menetapkan nilai saham yang ditawarkan. Oleh karena itu, informasi seperti laba bersih
dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan, sehingga
manajemen perusahaan yang akan go public cenderung melakukan manajemen laba untuk
memperoleh harga lebih tinggi atas sahamnya.

11
d. Pola Manajemen Laba

Pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara:

1. Taking a Bath. Hal ini terjadi selama periode pada saat terjadinya reorgenerasi, termasuk
adanya pergantian CEO baru. Jika manajer merasa harus melaporkan kerugian, maka ia
akan melaporkan dalam jumlah yang besar. Dengan tindakan ini manajer berharap dapat
meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan atas kerugian perusahaan dapat
dilimpahkan kepada manajer lama.

2. Income Minimization. Cara ini mirip dengan taking a bath tetapi lebih halus. Cara ini
dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi, sehingga jika periode yang
akan datang diperkirakan laba turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode
sebelumnya.

3. Income Maximization. Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang
besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelaggaran perjanjian hutang.

4. Income Smoothing. Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya
investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.3.1 Manajemen Laba Perspektif Marjinal Akrual


Deteksi atas kemungkinan dilakukannya manajemen laba dalam laporan keuangan secara umum
diteliti melalui penggunaan akrual. Akrual, secara teknis, merupakan perbedaan antara kas dan
laba. Akrual merupakan komponen utama pembentuk laba dan akrual disusun berdasarkan
estimasi-estimasi tertentu. Misalnya saja biaya depresiasi, untuk mengetahui besarnya biaya ini
kita harus mengetahui biayanya, umur manfaat (estimation), dan metode depresiasi yang
digunakan. Nilai biaya memang sudah tetap (fixed) dan tidak bisa diubah-ubah namun umur
manfaat dan metode depresiasi bisa diubah sesuai dengan kebijakan atau pertimbangan atau
discretion manajemen. Secara umum, akrual, yang merupakan produk akuntansi, dapat dianggap
memiliki jumlah yang “relatif tetap” dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan aturan akuntansi
terkait juga tidak mengalami perubahan. Perubahan akrual yang terjadi, oleh karenanya, dapat

12
dianggap sebagai hal yang tidak normal (abnormal). Perubahan ini merupakan hasil penggunaan
kebijakan (discretion) managemen yang berlebihan dan bila pada saat yang sama managemen juga
memiliki insentif/motif untuk memanipulasi laba maka perubahaan akrual yang terjadi dianggap
sebagai bentuk manipulasi laba yang dilakukan managemen.
Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual
dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Nondiscretionary accruals
Bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut
normal accruals atau nondiscretionary accruals. Nondiscretionary accruals merupakan
komponen akrual yang terjadi seiring dengan perubahan dari aktivitas perusahaan.
2. Discretionary accruals
Bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal accruals
atau discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen akrual yang berasal
dari earnings management yang dilakukan manajer. Akrual diskresioner tidak bisa diobservasi
lansung dari laporan keuangan, maka hasus diestimasi melalui beberap model. Model tersebut
membentuk ekspektasi pada level akrual non diskresioner dan jumlah deviasi yang diobservasi
secara aktual, hal ini diasumsikan sebagai akrual nondiskresioner.Sehingga akrual diskresioner
didefinisikan sebagai akrual melalui model yang digunakan. Menurut Sulistyanto (2008:211)
model pemisahan akrual menjadi kelolaan dan non kelolaan yang dibandingkan oleh Dencow, dkk
adalah sebagai berikut:
3. The Healy Model (1985)
Pengujian Healy untuk manajemen laba dengan cara membandingkan rata-rata total akrual (dibagi
total aktiva periode sebelumnya).
Model untuk non discretionary accrual adalah sebagai berikut
NDA=0 sehingga TA=NDA
4. The De Angelo Model (1986)
Model Angelo menguji manajemen laba dengan menghitung perbedaan awal dalam total akrual
dan dengan asumsi bahwa perbedaan pertama tersebut diharapkan nol, yang berarti tidak ada
manajemen laba. Model ini menggunakan total akrual periode terakhir (dibagi total aktiva periode
sebelumnya) untuk mengukur non discretionary accrual.
NDAt = TAt -1

13
Keterangan:
NDAt : estimasi non discretionary accrual.
TAt -1 : total akrual diabgi total aktiva 1 tahun sebelum tahun t.
5. Modified De Angelo Model oleh Friedlan (1994)
Friedlan mengasumsikan akrual nondiskresioner adalah proporsional pada aktivitas operasi yang
diukur dengan sales (S). Manfaat utama dari model ini adalah tidak membutuhkan persyaratan
akan ketersediaan data yang tinggi dibandingkan dengan model simpel (1) yang membiarkan level
akrual diskresioner berfluktuasi antar periode yang berubah sesuai kondisi.
6. The Jones Model (1991)
Jones mengajukan model yang menolak asumsi bahwa non discretionary accrual adalah
konstan. Model ini mencoba mengontrol pengaruh perubahan keadaan ekonomi perusahaan pada
non discretionary accrual
Keterangan:
∆ REVt : Revenue pada tahun t dikurangi revenue pada tahun t-1 dibagi total aktiva tahun t-1.
PPEt : Gross property plan and equipment pada tahun t dibagi total akiva tahun t-1.
7. The Modified Jones Model
Model ini dianggap sebagai model yang paling numtbaik dalam mendeteksi manajemen laba
dibandingkan dengan model lain serta memberikan hasil yang paling kuat (Dechow et al., 1995;
Sutrisno, 2002). Model ini dibuat untuk mengeliminasi tendensi konjungtor yang terdapat dalam
The Jones Model.
Keterangan:
∆ RECt :Net receivable (piutang bersih) pada tahun t dikurangi piutang bersih pada tahun t-1 dibagi
total aktiva tahun t-1.
8. The Adjusted Model (1991)
The adjusted model (Dechow dan Sloan,1991) mengasumsikan bahwa variasi determinasi dari non
discretionary accrual adalah sama dalam jenis industri yang sama.
9. Akrual Khusus (Beaver dan Engel,1996)
Keterangan:
COit : Loan charge-off (pinjaman yang dihapus bukukan)
LOAN : Loans outstunding (pinjaman yang beredar)

14
NPAit : Non Performing assets (aktiva produktif yang bermasalah) terdiiri dari aktiva
produktif berdasarkan tingkatan kkolektibilitasnya yaitu:
a) Dalam Perhatian Khusus (DPK)
b) Kurang Lancar (KL)
c) Diragukan (D)
d) Macet (M)
∆NPAit+1 : Selisih nonperforming assets t+1 dengan nonperforming asset t.
Semua variabel dideflasi dengan nilai buku ekuitas ditambah cadangan kerugian pinjaman. Jadi
perhitungan akrual kelolaan yaitu
DAit = TAit + NDAit

10. The Cross-Sectional Models

Baik model Jones cross-sectional dan model Jones modifikasi cross-sectional adalah sama dengan
model Jones dan model Jones modifikasi, kecuali bahwa parameter model diestimasi dengan
menggunakan data cross-sectional bukan data time series. Model cross-sectional dan time series
berbeda asumsi. Model cross-sectional mengasumsikan bahwa korelasi antara akrual non kelolaan
dan penentuan akrual, seperti perubahan dalam pendapatan dan PPE (bruto), ditentukan oleh
kelompok industri dan situasi ekonomi sekarang sedangkan model time series mengasumsikan
bahwa korelasi ditentukan oleh karakteristik spesifik perusahaan.

2.3.2 Manajemen Laba Perspektif Marginal Revenue

Dalam upaya mengoptimalkan keuntungan perusahaan, dikenal suatu bentuk analisis untuk
menghitung biaya biaya yang akan dipergunakan dalam kegiatan produksi suatu produk. Analisis
ini dikenal dengan Analisis Optimisasi. Pada intinya, analisis Optimisasi adalah metode yang
dipergunakan manajer atau pimpinan perusahaan untuk memaksimumkan laba atau
meminimumkan biaya dengan kendala tertentu. Analisis Optimisasi ini adalah metode atau alat
dalam mengambil keputusan bagi pimpinan perusahaan dalam rangka menetapkan keputusan
dalam sistem produksi perusahaan.
Analsisis Optimisasi meliputi tahapan tahapan hubungan ekonomi dalam memperhitungkan hal
hal seperti, konsep dan ukuran total biaya, biaya rata rata, biaya marginal, pada sektor penerimaan,
produk, biaya atau laba perusahaan. untuk memudahkan memahami analasis di atas, beberapa
15
metode dapat digunakan seperti pemaparan secara grafik, atau menggunakan pendekatan
matematika seperti kalkulus dan lain lain. Namun penjelasan yang lebih simpel akan penulis
uraikan dalam tulisan ini.
Dalam teori mengoptimalkan laba perusahaan dikenal suatu kaidah bahwa, perusahaan dapat
memaksimumkan laba apabila pendapatan marginal sama dengan biaya marginal. Kaidah ini
dikenal dalam Optimisasi Analisis Marginal. Ada dua hal pokok yang menjadi sorotan dalam teori
ini, Pertama : Istilah Pendapatan Marginal, (Marginal Revenue) didefinisakan sebagai
Perubahan peneriamaan total per unit perubahan output. Kedua: Istilah Biaya
Marginal, (Marginal Cost) didefinisikan sebagai perubahan biaya total per unit perubahan output.
Istilah istilah ini sesungguhnya terdapat dalam analisis perhitungan biaya produksi suatu produk
dalam perusahaan.
Untuk memahami lebih rinci hal di atas, maka kita harus membahas suatu skema analisis biaya
produksi yang terdiri dari jumlah unit produksi, biaya total produksi, dan biaya rata-rata per unit.
Jika diasumsikan suatu perusahaan meubel memproduksi lemari, maka jika perusahaan tersebut
memproduksi 5 buah lemari, maka 5 buah lemari tersebut adalah jumlah unit output, dalam
memperoduksi 5 buah lemari tersebut akan ada biaya rata-rata setiap unit lemari, demikian pula
akan terdapat biaya total dari 5 buah lemari. Rangkaian penjelasan diatas adalah schedul dalam
sistem produksi seperti Total Unit Output (biasanya disimbolkan Q), Biaya total (Total Cost,
disingkat TC), biaya rata-rata (Avarage Cost disingkat AC).
Dengan memahami unsur unsur schedul produksi suatu produk seperti, Q, TC dan AC, maka
selanjutnya kita dapat memahami konsep Analisi Marginal dengan lebih mudah. Analisis marginal
adalah analisis yang mengkalkulasi dari sisi perubahan baik biaya maupun pendapatan per unit
produksi, sehingga kalkulasi selanjutnya adalah dari sektor Total pendapatan (Total Revenue) dan
Pendapatan Marginal (Marginal Revenue).
Dalam kaidah Optimisasi analisis marginal yang dimaksud dengan perusahaan dapat
memaksimumkan laba apabila pendapatan marginal sama dengan biaya marginal adalah saat
kuantitas unit produksi tertentu tercapai dengan perubahan pendapatan dan biaya pada titik yang
sama. Pada situasi ini, jika jumlah produksi ditingkatkan (ditambah) maka biaya sudah tidak
efisien lagi per unitnya, dengan sendirinya laba pada tiap unitnya juga akan berkurang. Demikian
pula ketika titik ini belum tercapai, maka biaya per unit juga belum efisien secara maksimum, atau
potensi keuntungan dengan menambah unit produksi masih dapat ditingkatkan.

16
Penggunaan metode analisis Marginal ini, bagi pimpinan perusaahaan dapat mengetahui titik
maksiumum dari segi Kuantitas, Biaya, waktu, dalam proses produksi suatu produk yang paling
menguntungkan perusahaan. Analisis Marginal merupakan methode bagi pimpinan perusahaan
dalam mengetahui pada saat kapan kuantitas produksi masih harus ditingkatkan dan pada saat
kapan kuantitas produksi harus dihentikan. Tentu saja hal ini dengan melihat visi dari perusahan
untuk mencapai keuntungan yang optimal dengan menghilangkan berbagai macam pemborosan,
baik dari segi biaya, tenaga kerja maupun waktu yang dipergunakan.
Dalam Optimisasi analisis Marginal ini, dimana Keuntungan Maksimum suatu perusahaan akan
dicapai jika Marginal Cost sama dengan Marginal Revenue adalah perhitungan dalam kegiatan
produksi suatu produk dengan menghitung efesiensi maksimum kegiatan produksi suatu produk.

17
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh
kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan
agent.Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku
manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan
kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode
akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari
principal. Oleh karenanya untuk mengawasi kinerja agen prinsipal membutuhkan informasi yang
cukup mengenai kinerjanya yang kemudian dapat memicu timbulnya biaya agensi.
Suatu pasar dikatakan efisiensi apabila informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh
pemakai modal, sehingga semua informasi yang relevan dan terpercaya telah tercermin dalam
harga – harga saham. Kondisi pasar dikatakan efisien bila terdapat 4 (empat) kondisi salah satunya
tidak diperlukan biaya untuk mendapatkan informasi dan informasi tersedia bebas bagi pelaku
pasar pada waktu yang hampir sama.
Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang
dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan
peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut. Banyak faktor
yang memotivasi dilakukannya manajemen laba antara lain karena alasan bonus, kontrak hutang
jangka panjang, motivasi politis, motivasi pajak, pergantian CEO, dan IPO. Adapun cara manajer
dalam melakukan manajem laba antara lain dapat dilakukan dengan cara taking a bath, income
minimization, income smoothing, dll.
3.2 SARAN
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil manfaat tentang Teori
Keagenan dan Manajemen Laba dan diharapkan ilmu yang sudah diperoleh agar dapat diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dominic Salvatore, Ekonomi Manajerial Dalam Ekonomi Global, Edisi Kelima 2005: Salemba
Empat.

Eldon S. Hendriksen, M. F. (2000). Accounting Theory. Tokyo: Richard D. Erwin, Inc.

Fandy Ciptono & Gregorius Chandra, Pemasaran Global; Konteks Offline dan Online. Edisi 2012.
UPP STIM YKPN

Halim, A. (2005). Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.

Karl. E. Case & Ray C. Fair, Prinsip-Prinsip Ekonomi, 2007 edisi ke 8 Jilid 2, Penerbit Erlangga.

Michael C. Jensen, W. H. (1976). Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs and
Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3, 305-360.

Philip Kotler & Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, Edisi Ketigabelas 2009, Penerbit
Erlangga.

Siagian, S. P. (2011). Manajemen Pengambilan Keputusan, Teori dan Aplikasi . Bandung: CV


Alfabeta.

Suad Husnan, E. P. (2006). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Vol. 5). Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.

Sugiarto. (2009). Struktur Modal, Struktur Kepemilikan Perusahaan, Permasalahan Keagenan


dan Informasi Asimetri. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Vincent Gasperzs, Ekonomi Manajerial: Landasan Analisis dan Strategi Bisnis untuk Manajemen
Perusahaan dan Industri. Edisi kedelapan/Edisi Revisi 2008; PT. Gramedia Pustaka Utama.

19

Anda mungkin juga menyukai