Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Sumberdaya alam (baik
renewable dan non renewable) merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia.
Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi
kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi (Fauzi, 2004). Kekayaan sumberdaya alam Indonesia
ini pula yang menyebabkan negara kita dijajah selama berabad-abad oleh negara Belanda dan juga
selama tiga setengah tahun oleh negara Jepang.

Salah satu sumberdaya alam yang kita miliki adalah tambang minyak dan gas (MIGAS), yang
termasuk dalam golongan sumberdaya non renewable. Sektor migas merupakan salah satu andalan
untuk mendapatkan devisa dalam rangka kelangsungan pembangunan negara. Penerimaan migas pada
tahun 1996 mencapai 43 persen dari APBN, dan pada tahun 2003 menurun menjadi 22,9 persen.
Penurunan ini tampaknya akan terus terjadi. Cadangan minyak bumi kita dewasa ini sekitar 5,8 miliar
barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per tahun. Apabila cadangan baru tidak ditemukan dan
tingkat pengurasan (recovery rate) tidak bertambah, maka sebelas tahun lagi cadangan minyak kita akan
habis. (Anonim, 2005)

Minyak bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin: petrus), dijuluki juga sebagai emas
hitam adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan
atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi dan gas alam berasal dari jasad renik lautan,
tumbuhan dan hewan yang mati sekitar 150 juta tahun yang lalu. Sisa-sisa organisme tersebut
mengendap di dasar lautan, kemudian ditutupi oleh lumpur. Lapisan lumpur tersebut lambat laun
berubah menjadi batuan karena pengaruh tekanan lapisan di atasnya. Sementara itu, dengan
meningkatnya tekanan dan suhu, bakteri anaerob menguraikan sisa-sisa jasad renik tersebut dan
mengubahnya menjadi minyak dan gas. (Anonim, 2012)

Gambar 1. Pori batuan (abu-


abu; pasir, biru; air, hitam;
minyak)

Sumber: Anonim, 2012

Migas (oil dan gas) atau dengan satu istilah ilmiah secara umum disebut petroleum merupakan
komplek hidrokarbon (senyawa dari unsur kimia hidrogen dan karbon) yang terjadi secara ilmiah di
dalam bumi yang terperangkap dalam batuan kerak bumi. Wujudnya dalam bentuk bermacam-macam
dari padat, cair, atau gas. Bentuk padat dikenal sebagai aspal, bitumen, tar, dsb. Bentuk cair dikenal
sebagai minyak mentah dan dalam bentuk gas adalah gas alam. (Nandi, 2006)
Proses pembentukan Minyak dan Gas dihasilkan dari pembusukan organisme, kebanyakan
tumbuhan laut (terutama ganggang dan tumbuhan sejenis) dan juga binatang kecil seperti ikan, yang
terkubur dalam lumpur yang berubah menjadi bebatuan. Proses pemanasan dan tekanan di lapisan-
lapisan bumi membantu proses terjadinya minyak dan gas bumi. (Nandi, 2006)

Pada zaman purba, di darat dan di laut hidup beraneka ragam binatang dan tumbuh- tumbuhan.
Binatang serta tumbuh- tumbuhan yang mati ataupun punah itu akhirnya tertimbun di bawah endapan
Lumpur. Endapan Lumpur ini kemudian di hanyutkan oleh arus sungai menuju lautan, bersama bahan
organik lainnya dari daratan. Akibat pengaruh waktu, temperatur tinggi, dan tekanan beban lapisan
batuan di atasnya binatang serta tumbuh- tumbuhan yang mati tadi berubah menjadi bintik - bintik dan
gelembung minyak atau gas. (Anonim, 2012)

Akibat pengaruh yang sama, maka endapan Lumpur berubah menjadi batuan sediment. Batuan
lunak yang berasal dari Lumpur yang mengandung bintik-bintik minyak dikenal sebagai batuan induk.
Selanjutnya minyak dan gas ini akan bermigrasi menuju tempat yang bertekanan lebih rendah dan
akhirnya terakumulasi di tempat yang di sebutperangkap (trap). Suatu perangkap dapat mengandung
(Anonim, 2012):

 Minyak, gas, dan air


 Minyak dan air
 Gas dan air

Cairan (minyak bumi) dan gas yang membusuk berpindah dari lokasi awal dan terperangkap
pada struktur tertentu. Lokasi awalnya sendiri telah mengeras, setelah lumpur itu berubah menjadi
bebatuan. Minyak dan gas berpindah dari lokasi yang lebih dalam menuju bebatuan yang cocok. Tempat
ini biasanya berupa bebatuan-pasir yang berporus (berlubang-lubang kecil) atau juga batu kapur dan
patahan yang terbentuk dari aktifitas gunung berapi bisa berpeluang menyimpan minyak. Hal yang
terpenting adalah bebatuan tempat tersimpannya minyak ini, paling tidak bagian atasnya tertutup
lapisan batuan kedap. Minyak dan gas ini biasanya berada dalam tekanan dan akan keluar ke permukaan
bumi. Hal ini dapat dikarenakan pergerakan alami sebagian lapisan permukaan bumi atau dengan
penetrasi pengeboran. Bila tekanan cukup tinggi, minyak dan gas akan keluar ke permukaan dengan
sendirinya. Tetapi jika tekanan tak cukup, maka diperlukan pompa untuk mengeluarkannya. (Nandi,
2006)

Menurut Nandi (2006), tidak semua tempat di dalam bumi dapat terperangkap migas, akan
tetapi memiliki aturan dan tatanan geologi tertentu sehingga dapat terjadi migas. Begitupun posisi
kedalamannya mulai dekat sekali dengan permukaan bumi bahkan sebagian dapat diperlihatkan adanya
rembesannya secara langsung di permukaan sampai kedalaman ratusan bahkan ribuan kilometer di
dalam bumi. Menurut Anonim (2012), karena perbedaan berat jenis, apabila ketiga-tiganya berada
dalam suatu perangkap dan berada dalam keadaan stabil, gas senantiasa berada di atas, minyak di
tengah dan air di bagian bawah. Gas yang terdapat bersama-sama minyak bumi disebut associated gas
sedangkan yang terdapat sendiri dalam suatu perangkap disebut non- associated gas.
Masalah utama dalam usaha pertambangan (termasuk penambangan minyak) adalah
menemukan atau menaksir jumlah kandungan sumberdaya alam yang kita miliki dan menurunkan
tingkat kesulitan (pemanfaatan) yang akan dihadapi. Menurut Sahat (1997) dalam Nahib (2006),
informasi mengenai letak dan jumlah kandungan sumberdaya alam merupakan suatu hal yang sangat
berharga dan vital, baik bagi pemilik sumberdaya (pemerintah) maupun kontraktor (penambang). Jika
pemilik tidak mengetahui berapa jumlah dan nilai sumberdaya yang dimiliki, maka perusahaan
pertambangan akan menekan harga sewa atau bagi hasil tambang tersebut. Bisa juga dengan menaikan
nilai tambang melebihi nilai sebenarnya, sehingga pemilik atau orang lain mau menanamkan modalnya
pada usaha patungan yang akan dibuat. Kasus pendugaan stok tambang tembaga (yang sebenarnya
lebih banyak kandungan emasnya) di Tembagapura Timika merupakan salah satu contoh
ketidakmampuan kita untuk mengetahui jumlah dan jenis kandungan tambang yang ada secara tepat.

Perkembangan teknologi saat ini, telah mampu menekan biaya dan waktu untuk pendugaan
besar kandungan. Dengan bantuan teknologi pengeinderaan jauh (citra satelit dan foto udara)
menjadikan kegiatan lebih mudah, namun survei lapangan atau eksplorasi permukaan (ground survey)
dan pengujian contoh masih tetap sangat diperlukan. Sementara itu, tingkat ketidakpastian dari
ekplorasi masih tinggi. Hasil penelitian di AS mengenai minyak bumi dan gas menunjukkan bahwa nilai
kiraan eksplorasi berada diantara sepersepuluh sampai sepuluh kali dari jumlah deposit sebenarnya
yang diperoleh pada saat/ sesudah produksi berjalan. Artinya kiraan eksplorasi deposit bisa melesat
sepuluh kali dari nilai sebenarnya. (M. Uman et.al, 1979 dalam Nahib, 2006).

Pengelolaan sumberdaya alam seharusnya dilakukan dengan pendekatan ekonomi sumberdaya


alam. Sumberdaya alam yang merupakan anugerah dari pencipta alam semestanya haruslah
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan generasi sekarang dan generasi yang akan
datang. Ekonomi Sumberdaya (Resources Economics), dimulai tahun 1970an (dikenal dengan ilmu
dewa), tujuan yang diinginkan adalah : Efesiensi (antar penduduk), Optimality (antar sumberdaya) dan
Sustainablelity (antar generasi). Ekonomi sumberdaya dilandasi suatu sistem etika yang termasuk dalam
teleological ethic yakni utilytarianism bahwa sumber daya alam haruslah memberikan kesejahteraan
(utilitas) untuk sebagian besar masyarakat (Sahat, 2006 dalam Nahib, 2006).

Sumber kesalahan berikutnya dalam pengelolaan sumberdaya (termasuk non renewable) yang
terjadi di negara kita selama ini adalah pemerintah kurang mengawasi dampak yang ditimbulkan oleh
adanya kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan. Disamping itu peta yang merekam kondisi
sumberdaya pada periode tertentu tidak/ belum tersedia dengan lengkap. Peta-peta yang ada untuk
memenuhi kewajiban dan tidak sesuai dengan skala yang dipersyaratkan. Peta belum dijadikan sebagai
bahan untuk menentukan kebijakan. Padahal informasi yang disajikan pada peta merupakan bukti yang
penting dalam hal penilai kerusakan lingkungan (Damage Assesment). (Nahib, 2006)

Sumber :

Anonim. 2005. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menegah Nasional tahun 2004-2009. Jakarta; Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor
11.
Anonim. 2012. Pembentukan Minyak Bumi. Universitas Sumatra Utara: Medan.

Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.

Nahib. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Tidak Pulih Berbasis Ekonomi Sumberdaya – Jurnal Ilmiah
Geomatika. BAKOSURTANAL: Jakarta.

Nandi. 2006. Minyak Bumi dan Gas. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, UPI: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai