Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG

OLEH KELOMPOK X :

DARMAYASA I KOMANG(13060140032)
DWI WAHYUNI NI KADEK (13060140045)
EKAYANI NI WAYAN (13060140050)
ELSA GABRIELLA (13060140051)
GALUH OKTARINI (13060140054)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2016
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Ciri penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan relatif terhadap
kebutuhan metabolik tubuh dan penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi
pompa jantung secara keseluruhan. (Sylvia A. Price, 2006)
Gagal jantung (heart failure) adalah keadaan kegagalan jantung
dalam memompakan darah untuk memenuhi keperluan metabolisme jaringan
badan, dimana kompensasi mekanisme jantung telah dipergunakan atau daya
cadangan kerja jantung (cardiak reserve) telah terpakai. (Greenberg, 2008)
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat
mempertahankan sirkulasi atau tidak mampu memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh (Muttaqim, 2009)
2. Epidemiologi
Insiden penyakit gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia harapan hidup, salah satunya gagal jantung kronis sebagai
penyakit utama kematian di negara industri dan negara-negara berkembang.
Penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari l
% pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 Tahun dan 10%
pada usia 70 tahun ke atas.
Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika penyebab yang
mendasarinya tidak segera ditangani, hampir 50% penderita gagal jantung
meninggal dalam kurun waktu 4 Tahun. 50% penderita stadium akhir
meninggal dalam kurun waktu 1 tahun, di Indonesia prevalensi gagal jantung
secara nasional belum ada. Gagal jantung merupakan penyebab kematian
kardiovaskuler, dan kondisi seperti ini juga menurunkan kualitas hidup,
karena itu perburukan akut pada gagal jantung kronik harus di cegah secara
dini, pada lansia diperkirakan 10% pasien di atas 75 Tahun menderita gagal
jantung, angka kematian pada gagal jantung kronik mencapai 50% dalam 5
tahun setelah pertama kali penyakit itu terdiagnosis (Koes Irianto, 2013)
3. Etiologi
Penyebab gagal jantung mencakup apapun yang menyebabkan
peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume
diastolik akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang
optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang
memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung.
Akibat buruk dari menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi volume
darah di ventrikel. Penyebab gagal jantung yang terdapat di jantung antara
lain :
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
b.Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolik overload), beban
sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolik overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga
menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolik overload),
preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolik
overload) akan menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolik
dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling : curah jantung mula-
mula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi
bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah
jantung justru akan menurun kembali.
d.Peningkatan kebutuhan metabolik-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload), beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi
kemampuan daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal,
maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah
cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi
tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input), hambatan pada pengisian ventrikel
karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran balik
vena atau venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
f. Kelainan Otot Jantung, gagal jantung paling sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif
atau inflamasi.
g.Aterosklerosis Koroner, mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
h.Hipertensi Sistemik atau Pulmonal, meningkatkan beban kerja jantung dan
pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
i. Peradangan dan Penyakit Miokardium, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
j. Penyakit jantung, penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar,
temponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
k.Faktor sistemik, faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat
menurunkan kontraktilitas jantung. (Sylvia A.Price, 2006)
4. Patofisiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung.
Efek hipertrofi miokard dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk
alasan tidak jelas, otot jantung yang hipertrofi tadi tidak dapat berfungsi
secara normal, dan akhrinya terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Contoh,
hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan
menyebabkan ventrikel kanan mengalami hipertofi dan melemah. Letak suatu
infark miokardium akan menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena
setelah terjadi serangan jantung.
Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah
kembali ke atrium, lalu ke sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan,
maka jelaslah bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal
jantung kanan. Pada kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan
adalah gagal jantung kiri. Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari
sisi kanan jantung, maka darah mulai terkumpul di sistem vena perifer. Hasil
akhirnya adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan
menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus gagal jantung (Sylvia A.
Price, 2006)
Pathways
Aterosklerosis Faktor sistemik Penyakit Beban sistolik Beban tekanan Hipertensi sistemik Peradangan dan
koroner (anemi,hipoksia) Jantung berlebihan berlebihan pulmonal penyakit miokardium

Gangguan aliran Pasokan o2 ke Preload Beban Serabut otot jantung


darah ke otot jantung meningkat systole rusak
jantung menurun meningkat

Kontraktilitas
Disfungsi Kontraktilitas menurun
miokardium menurun

Beban jantung
meningkat

Atropi serabut
otot jantung

Gagal Jantung

Gagal pompa Gagal pompa


ventrikel kiri ventrikel kanan

Forward failure Back failure Tekanan diastole Tidak dapat


meningkat mengakomodasi
semua darah yang
Suplai O2 otak LVED naik secara normal
menurun Bendungan kembali dari
atrium kanan sirkulasi vena
Tekanan vena
Sinkop pulmonalis
meningkat Bendungan vena
sistemik
Retensi cairan
Resiko pada ektremitas
penurunan Tekanan kapiler bawah
perfusi jaringan paru meningkat Hepar Linen
jantung
Pitting Edema
Edema paru Hepatomegali Splenomegali

Mendesak Kerusakan
Nyeri
Gangguan Ronkhi basah difragma integritas kulit
pertukaran gas

Iritasi mukosa Ketidak


paru efektifan pola Kelebihan
nafas volume
cairan
Reflek batuk
menurun

Bersihan jalan Retensi Na


nafas tidak Penumpukan + H2O
efektif sekret
Rerenal
Aldosteron ADH
flow RAA meningkat
meningkat meningkat
menurun
Sumber: Amin Huda, 2015
5. Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung dapat dibedakan menurut derajat sakit dan
lokasi terjadinya gagal jantung :
1) Menurut derajat sakitnya
a. Derajat I (tanpa keluhan), masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-
hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas
b. Derajat II (ringan), aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan akan hilang
c. Derajat III (sedang), aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan
d. Derajat IV (berat), tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari,
bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika
melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan.
2) Menurut lokasi terjadinya
a. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong
kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk,
mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan,
anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki
basah paru dibagian basal.
b. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti
visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi : edema
akstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan
berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mual,
dan lemah (Amin Huda, 2015)
6. Manifestasi Klinis
1) Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viseral
dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adequat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali ke sirkulasi vena.
a. Odema Anasarka / Ascites
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran
vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan,
namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya
disebabkan retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.
Semua manifestasi yang dijelaskan disini awalnya ditandai
bertambahnya berat badan, yang jelas mencerminkan adanya rentensi
natrium dan air.
b. Odema Perifer
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang
interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang
tergantung.
c. Anoreksia dan Nausea
Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis
vena di dalam rongga abdomen. Rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan karena kongesti hati dan usus.
d. Tekanan Vena Jugularis dan Vena Central
Tekanan vena jugularis terjadi karena adanya pembendungan.
Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradox selama
inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan
terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
Meningkatnya CVP selama inspirasi dikenal dengan tanda Kussmaul.
e. Hepatomegali
Hepatomegali atau pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati
terjadi karena peregangan kapsula hati dan pembesaran vena di hepar.
Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
meningkat sehingga cairan keluar terdorong rongga abdomen, suatu
kondisi yang dinamakan ascites.
f. Nokturia
Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi oleh
karena perfusi renal di dukung oleh penderita pada saat berbaring.
Nokturia disebabkan karena redistribusi cairan dan reabsorbsi cairan
pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal
pada waktu istirahat.
2) Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel
kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan
paru.
a. Edema Paru
Edema paru di akibatkan karena bendungan sistemik sehingga
aliran darah ke atrium dan ventrikel kiri menurun atau terjadi gangguan
fungsi pompa ventrikel. Ini akan mengakibatkan curah jantung menurun
sedangkan tekanan akhir diastole ventrikel kiri meningkat sehingga
terjadi bendungan vena pulmonalis dan terjadi udem paru.
b. Dispneu
Dispnu terjadi akibat penimbunan cairan yang terdapat di
alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dipsnea disebabkan oleh
peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vascular paru yang
mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dypsnea. Seperti juga spectrum kongesti paru yang
berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya
menjadi edema alveolar, Dipsnea saat beraktifitas menunjukkan gejala
awal dari gagal jantung kiri.
c. Ortopneu
Ortopneu yaitu dispnea saat berbaring terutama disebabkan
oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawa ke
arah sirkulasi sentral. Reabsorbsi cairan interstisial dari ekstremitas
bawah juga akan menyebabkan kongesti vascular paru lebih lanjut.
d. Dispneu Nocturnal Paroksismal
Dispnea Nocturnal Paroksismal (Paroxysmal Nocturnal
Dypsnea, PND) atau mendadak terbangun karena dipsnea, dipicu oleh
timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan manifestasi yang
lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dipsnea atau
ortopnea.
e. Batuk
Batuk dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring. Timbulnya ronchi yang disebabkan oleh transudasi cairan
paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronkhi pada awalnya terdengar
dibagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi. Semua
gejala dan tanda ini dapat dikaitkan dengan gagal ke belakang pada
gagal jantung kiri. Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri
bisa kering atau tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk
basah, batuk yang menghasilkan sputum berbusa.
f. Hemoptisis
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronchial
yang terjadi akibat distensi vena.
g. Kelelahan atau Fatique
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang dan
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang di gunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi akibat distres pernafasan atau batuk.
h. Kegelisahan atau kecemasan
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik, kecemasan terjadi juga dispnu,
yang pada gilirannnya memperberat kecemasan.
7. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan GCS
2) Tekanan darah
3) Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam
keadaan berustirahat)
4) Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke
atrium yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi atau
stenosis katup.
5) Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah)
mungkin ada.
6) Pemeriksaan kulit : kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer sekunder)
dan sianosis (terjadi sebagai refraktori Gagal Jantung Kronis). Area yang
sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
8. Pemeriksaan Diagnosis
1) Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya di gunakan sebagai alat pemeriksaan
diagnostik yang pertama dan sebagai alat yang pertama untuk manajemen
gagal jantung: sifatnya tidak invasif dan segera dapat memberikan
diagnosis disfungsi jantung. Dengan adanya kombinasi M-Mode,
ekokardiografi 2D, dan Doppler, maka pemeriksaan infasif lain tidak lagi
di perlukan.
Gambaran yang paling sering di temukan pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa
kelainan katup adalah di latasi ventrikel kiri yang di sertai hipokinesis
seluruh dinding ventrikel.
2) Rontgen toraks
Foto rontgen toraks posterior-anterior dapat menunjukan adanya
hipertensi vena, edema paru atau kardiomegali. Bukti yang menunjukkan
adanya peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah
ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.
3) Elektrokardiografi
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) meskipun memberikan
informasi yang berkaitan dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan
gambaran yang spesifik. Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu
di curigai bahwa hasil diagnosis salah.
Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagal jantung dapat
di temukan kelainan EKG seperti berikut ini :
a. Left bundke branch block,kelainan segmen ST/T menunjukkan
disfungsi ventrikel kiri kronis
b. Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen
ST menunjukkan penyakit jantung iskemik
c. Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombamg T terbalik : menunjukkan
stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi
d. Aritmia
e. Deviasi aksis ke kanan, right bundle branc block dan hipertrofi
ventrikel kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.
4) Katerisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan atau gagal jantung kiri dan stenosis
katup.
9. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnose gagal jantung kongesif menurut Framingham yaitu:
1) Kriteria Mayor
a. Paroksismal nocturnal dypsnea
b. Ronchi paru
c. Kardiomegali
d. Edema paru akut
e. Gallop S3
f. Peninggian tekanan vena jugularis
2) Kriteria Minor
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c.Hepatomegali
d. Efusi pleura
e.Penurunan kapasitas vital dari normal
f. Takikardi (Sudoyo Aru, 2009)
10. Tindakan Penanganan
1) Therapy
a. Diuretik untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan
b. Penghambat ACE (ACE inhibitors) untuk menurunkan tekanan darah dan
mengurangi beban kerja jantung
c. Penyekat beta (beta blockers) untuk mengurangi denyut jantung dan
menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang
d. Digoksin untuk memperkuat denyut dan daya pompa jantung
e. Terapi nitrat dan vasodilator koroner menyebabkan vasodilatasi perifer dan
penurunan konsumsi oksigen miokard
f. Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat,
volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi dan
volume intravascular menurun
g. Inotropik positif, dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja beta
1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium
(efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik
positif)
h. Sedatif, pemberian sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan
mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien.
2) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan :
a. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga
cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan
volume intra vaskuler melalui induksi diuresis berbaring.
b. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan
membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
c. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung
minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah,
mengatur, atau mengurangi edema.
11. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi adalah :
1. Trombosis vena dalam, akibat pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung.
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
1) Pengkajian primer
a. Airway
Bersihan jalan nafas klien bisa terganggu karena produksi sputum pada
gagal jantung kiri
b. Breathing
Gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal adalah dispnea, ortopnea,
dispnea noktural paroksismal, batuk dan edema pulmonal akut
a) Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal dan
keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang
cukup, yang menyebabkan klien mengeluh adanya insomnia, gelisah
atau kelemahan yang di sebabkan oleh dispnea.
b) Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea
merupakan keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonal, perawat harus
menentukan apakah ortopnea benar-benar berhubungan dengan
penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah
kebiasaan klien. Sebagai contoh, bila klien menyatakan bahwa ia
terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur, tetapi perawat harus
menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila
klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena menyukai tidur
dengan ketinggian ini dan telah di lakukan sejak sebelum mempunyai
gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat di anggap sebagai
ortopnea.
c) Dispnea nokturnal paroksismal ( DNP ) adalah keluhan yang di kenal
baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam karena
mengalami nafas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksismal di
perkirakan di sebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam
kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari posisi telentang. Pada
siang hari saat klien melakukan aktivitas, tekanan hidrostatis vena
meningkat, khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya
gravitasi, peningkatan volume cairan dan peningkatan tonus
simpatetik. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini, sejumlah
cairan keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun, dengan
posisi telentang tekanan pada kapiler-kapiler dependen menurun dan
cairan di serap kembali ke dalam sirkulasi. Peningkatan volume cairan
dalam sirkulasi akan memberikan sejumlah tambahan darah yang di
alirkan ke jantung untuk di pompa tiap menit (peningkatan beban
awal) dan memberikan beban tambahan pada dasar vaskuler pulmonal
yang telah mengalami kongesti. Mengingat bahwa DNP terjadi bukan
hanya pada malam hari tetapi dapat terjadi kapan saja, klien harus di
berikan tirah baring selama perawatan akut di rumah sakit.
d) Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal
yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala
dominan, batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan batuk
pendek, gejala ini di hubungkan dengan kongesti mukosa bronchial
dan berhubungan dengan peningkatan produksi mucus.
e) Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi di
hubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal, edema pulmonal akut
ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang
cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskuler ( kurang
lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi transduksi cairan ke
dalam alveoli, namun sebaliknya tekanan ini akan menurunkan
tersedianya area untuk transport normal oksigen dan karbon dioksida
dari darah dalam kapiler pulmonal.
f) Edema pulmonal akut di cirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea,
ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan dan sangat
sering nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang
keluar dari mulut. Ini memerlukan penanganan kedaruratan medis dan
harus di tangani dengan cepat dan tepat.

c. Circulation
a) B2 ( Blood )
Inspeksi :Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan
kelemahan fisik dan adanya edema ekstremitas
Palpasi :Denyut nadi periver melemah
Auskultasi :Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup, bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasanya di temukan apabila penyebab gagal jantung
adalah kelainan katup.
Perkusi :Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan
adanya hipertrofi (kardiomegali)
b) Penuranan curah jantung
Selain gejala-gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan
kongesti vaskuler pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga di hubungkan
dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah
jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi,
kesulitan berkonsentrasi, deficit memori atau penurunan toleransi
latihan. Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah
kronis dan merupakan keluhan utama klien. Namun, gejala ini tidak
spesifik dan sering di anggap sebagai depresi, neurosis atau keluhan
fungsional.
c) Bunyi jantung dan crackle
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri
yang dapat di kenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ke tiga
dan keempat ( S3,S4 ) dan crackles pada paru-paru. S4 atau gallop
atrium, di hubungkan dengan dan mengikuti kontraksi atrium serta
terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang di tempelkan dengan
tepat pada apeks jantung.
Klien di minta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk
mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung
pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan
kongesti, tetapi dapat menunjukan adanya penurunan komplians
(peningkatan kekakuan) miokardium.
S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal
ventrikel kiri dan pada orang dewasa hampir tidak pernah di temukan
kecuali jika ada penyakit jantung signifikan. S3 terdengar pada awal
diastolik setelah bunyi jantung ke dua (S2) dan berkaitan dengan
periode pengisian ventrikel pasif yang cepat. Suara ini juga terkenal
paling baik dengan bell stetoskop yang di letakkan tepat di apeks, akan
lebih baik dengan posisi klien berbaring miring kiri, dan pada akhir
ekspirasi.
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada
dasar posterior paru dan sering di kenali sebagai bukti gagal ventrikel
kiri dan memang demikian sesungguhnya. Sebelum crackles di tetakan
sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus di instruksikan untuk
batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin
mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma.
d) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal
jantung terhadap stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan sering
di temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi
kontraksi atrium prematur, takikardia atrium paroksismal, dan denyut
ventrikel prematur.
e) Distensi vena jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap
kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi dilatasi dari ruang ventrikel,
peningkatan volume dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel kanan,
tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan
atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan di teruskan ke hulu vena
kava dan dapat di ketahui dengan peningkatan pada tekanan vena
jugularis. Klien di instruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan
kepala di tempat tidur di tinggikan antara 30-60 derajat, kolom darah di
vena-vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal,
hanya beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun, pada klien
dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar
antara 1-2 cm.
f) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel
kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi
ke organ-organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ nonvital ke
organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan
perfusinya, maka manifestasi paling awal dari gagal ke depan yang
lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan
otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh
darah perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang
tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
2) Pengkajian Sekunder
a. Pengumpulan data
a) Identitas
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit gagal jantung
adalah :
Umur :Gagal jantung adalah penyakit sistem
kardiovaskuler yang banyak terjadi pada orang
dewasa.
Pendidikan :Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi
terhadap pengetahuan klien tentang penyakit gagal
jantung.
Pekerjaan :Ekonomi yang rendah akan berpengaruh karena
dapat menyebabkan gizi yang kurang sehingga
daya tahan tubuh klien rendah dan mudah jatuh
sakit.
Identitas penanggung jawab meliputi :
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan
klien.
b) Riwayat Penyakit
(a) Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah saat beraktivitas
dan sesak nafas.
(b) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan
fisik klien secara PQRST, yaitu :
Provoking incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai
derajat gangguan pada jantung.
Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam
melakukan aktifitas yang di rasakan atau
di gambarkan klien biasanya tetap
beraktivitas klien merasakan sesak nafas
(dengan menggunakan alat atau otot bantu
pernafasan).
Region : radiation, relif :apakah kelemahan fisik
bersifat lokal atau memengaruhi
keseluruhan system otot rangka dan
apakah di sertai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
Severity (scale) of pain: kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya
kemampuan klien dalam beraktivitas
menurun sesuai derajat gangguan perfusi
yang di alami organ.
Time : sifat mula timbulnya (onset) keluhan
kelemahan beraktivitas biasanya timbul
perlahan. Lama timbulnya (durasi)
kelemahan saat beraktivitas biasanya
setiap saat, baik saat istirahat maupun saat
beraktifitas.
(c) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung di kaji dengan
menanyakan apakah sebelumya klien pernah menderita nyeri dada,
hipertensi, iskemia miokardium, infark miokardium, diabetes mellitus
dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh
klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini.
Obat-obatan ini meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta
antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu,
alergi obat dan reaksi alergi yang timbul.
(d) Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami
oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif dan penyebab kematianya. Penyakit jantung iskemik pada
orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko
utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
c) Pengkajian Pola Hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkunganya. kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola
hidup misalya minum alcohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok
dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama,
berapa batang perhari dan jenis rokok.
Saat mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya di
perhatikan kondisi klien, bila klien dalam keadaan kritis maka pertanyaan
yang di ajukan bukan pertanyaan terbuka tetapi pertanyaan tertutup yaitu
pertanyaan yang jawabanya adalah “ya” dan “tidak” atau pertanyaan yang
dapat di jawab dengan gerakan tubuh, yaitu mengangguk atau
menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energy yang besar.

d) Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang di temukan pada klien adalah
klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, kuatir tentang
keluarga, pekerjaan dan keuangan. Kondisi ini di tandai dengan sikap
menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, dan fokus
pada diri sendiri.
e) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal
jantung biasanya baik atau kompos mentis dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat.
1. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
2) Ketidak efektifan pola nafas
3) Gangguan pertukaran gas
4) Nyeri akut
5) Kelebihan volume cairan
6) Kerusakan integritas kulit
7) Resiko penurunan perfusi jaringan jantung

2. Rencana Asuhan Keperawatan


Dx. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO
Keperawatan NOC NIC RASIONAL
1 Ketidak efektifan a. Respiratory 1. Monitor 1. Untuk
bersihan jalan Status: Airway respirasi dan mengetahui
nafas Patency. status O2 pernafasan
Setelah dilakukan dan status2 O
asuhan 2. Pastikan 2. Agar tidak
keperawatan kebutuhan salah dalam
selama…x… jam suctioning melakukan
diharapkan tindakan
keefektifan jalan 3. Auskultasi 3. Untuk
nafas bagus. suara nafas mengetahui
Dengan K.H : sebelum dan apakah ada
1. Mendemons sesudah secret pada
trasikan batuk suctioning saluran
efektif. pernafasan
2. Menunjuk kan 4. Informasikan 4. Agar klien
jalan nafas yang pada klien dan dan keluarga
efektif keluarga tahu tindakan
3. Mampu tentang yang di
mengidentifi suctioning lakukan
kasikan dan perawat
mencegah 5. Kolaborasi 5. Untuk
factor yang dengan tim ketepatan
dapat medis lainnya. terapi yang di
menghambat berikan
jalan nafas.
2 Ketidak efektifan a. Respiratori 1. Monitor 1. Untuk
pola nafas status: respirasi dan mengetahui
ventilation dan status O2 status
airway patency pernafasan
b. Vital sign status 2. Observasi 2. Untuk
Setelah dilakukan tanda-tanda mengetahui
asuhan vital keadaan
keperawatan umum pasien
selama…x… jam 3. Posisikan klien 3. Untuk
diharapkan untuk mematenkan
keefektifan pola memaksimal jalan nafas
nafas bagus. kan ventilasi
Dengan K.H : 4. Pertahankan 4. Untuk
1. Mendemons kepatenan jalan kestabilan
trasikan batuk nafas pola nafas
efektif 5. Informasikan 5. Agar pasien
2. Menunjuk kan kepada pasien dan
jalan nafas yang dan keluarga keluaganya
paten tentang paham tentang
3. Tanda-tanda kondisinya keadaan
vital dalam sakitnya
rentang normal 6. Untuk
6. Kolaborsi ketepatan
dengan tim terapi yang di
medis lainnya berikan
kepada pasien

3 Gangguan a. Respiratory 1. Monitor 1. Untuk


pertukaran gas Status: Gas respirasi dan mengetahui
Exchange and status O2 status
ventilation pernafasan
b. Vital sign 2. Identifikasi 2. Untuk
status pasien perlunya membantu
Setelah dilakukan pemasangan pasien jika
asuhan alat jalan nafas memerlukan
keperawatan buatan alat bantuan
selama…x… jam 3. Posisikan 3. Agar tidak
diharapkan pasien untuk terjadi
gangguan memaksimal hipoventilasi
pertukaran gas kan ventilasi
membaik. Dengan 4. Pasang mayo 4. Untuk
K.H : bila perlu membuka
1. Mendemonstra- rongga mulut
sikan saat suction
peningkatan 5. Kolaborasi 5. Untuk
ventilasi dan dengan tim ketepatan
oksigenasi yang medis lainnya terapi yang di
adekuat berikan
2. Bebas dari kepada klien
tanda-tanda
distres
pernafasan
3. Tanda-tanda
vital dalam
rentang normal
4 Nyeri akut a. Pain level 1. Lakukan 1. Untuk
b. Pain Control pengkajian mengetahui
c. Comfort level nyeri secara nyeri secara
Setelah dilakukan komprehensif PQRSTi
asuhan 2. Observasi 2. Untuk
keperawatan reaksi mengetahui
selama…x… jam nonverbal dari tingkat nyeri
diharapkan nyeri ketidaknya pasien
berkurang atau manan
hilang. Dengan 3. Control 3. Untuk
K.H : lingkungan mengurangi
1. Mampu yang dapat ketidak
mengontrol mempengaruhi nyamanan
nyeri nyeri
2. Melaporkan 4. Ajarkan 4. Untuk
bahwa nyeri tentang teknik mengalihkan
berkurang non rasa nyeri
3. Mampu farmakologi yang di
mengenali nyeri rasakan pasien
4. Menyatakan 5. Kolaborasi 5. Untuk
rasa nyaman dengan tim
setelah nyeri kesehatan lain ketepatan
berkurang terapi yang di
berikan
5 Kelebihan a. Elektrolit and 1. Monitor 1. Untuk
volume cairan acid balance masukan mengetahui
b. Fluid balance makanan atau intake
c. Hydration cairan makanan dan
Setelah dilakukan minuman
asuhan pasien
keperawatan 2. Pertahankan 2. Untuk
selama…x… jam catatan intake megetahui
diharapkan dan output balance
kelebihan volume yang adequate cairan tubuh
cairan teratasi. pasien
Dengan K.H : 3. Pasang urin 3. Untuk
1. Terbebas dari kateter jika di menghitung
edema perlukan jumlah
2. Terbebas dari pengeluaran
distensi vena urin
jugularis 4. Informasikan 4. Agar pasien
3. Terbebas dari kepada klien mengetahui
kelelahan, tentang cirri- tanda-tanda
kecemasan atau ciri kelebihan kelebihan
kebingungan cairan cairan
4. Menjelaskan 5. Kolaborasi 5. Untuk
indicator dengan tim ketepatan
kelebihan cairan medis lain terapi yang
akan di
berikan
kepada klien
6 Kerusakan a. Tissue integrity: 1. Pantau kulit 1. Untuk
integritas kulit skin and akan adanya mengetahui
mucous kemerahan adanya tanda-
b. Membranes tanda infeksi
c. Hemodialisis 2. Agar tidak
akses 2. Jaga kebersihan terjadi luka
Setelah dilakukan kulit agar tetap atau infeksi
asuhan bersih dan baru
keperawatan kering 3. Agar kulit
selama…x… jam 3. Mandikan bersih dan
diharapkan pasien dengan peredaran
integritas kulit sabun dan air darah lancer
membaik. Dengan hangat 4. Agar tidak
K.H : 4. Oleskan terjadi luka
1. Integritas kulit minyak atau dekubitus
yang baik lotion pada
2. Perfusi daerah yang
jaringan baik tertekan 5. Agar tidak
3. Menunjukkan 5. Anjurkan terjadi iritasi
pemahaman pasien pada kulit
dalam proses menggunakan
perbaikan kulit pakaian yang
4. Mampu longgar 6. Untuk
melindungi 6. Kolaborasi ketepatan
kulit dan dengan tim terapi yang di
mempertahan medis lain berikan
kan terakait terapi
kelembaban
kulit
7 Resiko a. Cardiac pump 1. Catat adanya 1. Untuk
penurunan effectiveness penurunan mengontrol
perfusi jaringan b. Circulation cardiac output keadaan
jantung status jantung
c. Vital sign status 2. Observasi 2. Untuk
Setelah dilakukan tanda-tanda mengetahui
asuhan vital keadaan
keperawatan umum pasien
selama…x… jam 3. Evaluasi 3. Untuk
diharapkan tidak adanya nyeri mengontrol
terjadi penurunan dada keadaan
perfusi jaringan pasien
jantung. Dengan 4. Anjurkan pada 4. Agar tidak
K.H : klien untuk memicu
1. Tekanan systole menurunkan tekanan darah
dan diastole stress tinggi
dalam rentang 5. Kolaborasi 5. Untuk
normal dengan tim ketepatan
2. Tidak ada medis lainnya terapi yang di
edema perifer berikan
dan asites
3. Tidak ada suara
jantung
abnormal
4. Tidak ada nyeri
dada

DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA-NIC-NOC. Jogjakarta:


Medi Action
Greenberg.2008.Teks-Altlas Kedokteran Kedaruratan Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Koes Irianto.2013.Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular. Bandung:
Alfabeta
Muttaqim.2009.Gangguan Kardiovaskular Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medical Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo Aru.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi keempat. Jakarta: Internal
Publishing
Sylvia A Price.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai