Anda di halaman 1dari 20

http://repository.umy.ac.

id/handle/123456789/5822

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Pustaka 1. Sirkumsisi

a. Definisi Sirkumsisi

Di Indonesia sirkumsisi lebih dikenal dengan istilah khitan atau masyarakat sering

menyebutnya dengan kata sunat. Khitan ini menjadi suatu kewajiban bagi sebagian besar pria.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa khitan memiliki banyak manfaat untuk kesehatan mulai

dari mencegah penyakit mematikan seperti

AIDS hingga kanker. Masyarakat mengkhitan anaknya umumnya

pada usia antara 5-12 tahun. Namun sebagian besar dokter setuju
bahwa khitan dilakukan terbaik pada pertengahan usia 15 tahun,

hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu kepada jaringan

penis agar lebih kuat (Purnomo, 2011).

Menurut Mansjoer (2000), sirkumsisi adalah tindakan

pengangkatan sebagian / seluruh preputium penis dengan tujuan tertentu. Tindakan ini merupakan
tindakan bedah minor yang paling banyak dikerjakan di seluruh dunia, baik dikerjakan oleh
dokter, paramedis, ataupun olehdukun sunat (Purnomo, 2011)

Beberapa suku bangsa beranggapan hal ini merupakan bagian

dari budaya sedangkan darisisi medis sirkumsisi sangat

bermanfaat karena kebersihanpenis menjadi lebih terjaga.

7
8
Preputium dapat menjadi tempat berkumpulnya sisa–sisa air seni

dan kotoran lain yang membentuk zat berwarna putih disebut smegma, dimana sangat potensial

sebagai sumber infeksi, dengan membuang kulit / preputium maka resiko terkena infeksi dan

penyakit lain menjadi lebih kecil (Miller, 2007).

b.Indikasi Sirkumsisi

1)Agama
Sirkumsisi merupakan tuntunan syariat Islam yang

sangat mulia dan disyariatkan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Bahkan tidak hanya

orang islam, orang-orang Yahudi dan Nasrani pun juga melakukannya (Flinn, 2012).

2)Medis

a)Fimosis

Fimosis adalah keadaan dimana preputium tidak dapat ditarik ke belakang (proksimal) atau

membuka. Pada 95% bayi, kulup masih melekat pada glans penis sehingga tidak dapat ditarik

kebelakang dan hal ini tidak dikatakan fimosis. Pada umur 3 tahun, anak-anak yang menderita

fimosis terdapat sebanyak 10% (Purnomo, 2011).

b) Parafimosis

Suatu keadaan ketika preputium penis tertarik kearah pangkal penis tetapi preputium tidak
dapat kembali pada
9

kedudukan semula sehingga lama kelamaan preputium menjadi edema dan menekan urethra

sehingga buang air kecil menjadi susah dan terasa sakit (Syamsir, 2014).
c) Kondiloma Akuminata

Suatu penyakit kulit ketika terjadi vegetasi seperti jengger ayam (Syamsir, 2014).

d) Pencegahan Tumor Ganas

Pada penelitian didapatkan bahwa khitan dapat mencegah terjadinya akumulasi smegma

yang mempunyai hubungan dengan terjadinya tumor ganas penis, jenis tumor ganas terbanyak

squamous cell carcinoma (Hermana, 2000).

c.Kontraindikasi Sirkumsisi

1)Kontraindikasi Mutlak

a)Hipospadia

Pada hipospadia, ostium urethrae externum terletak lebih proximal daripada normal dan

terletak di ventral penis. Hipospadia dijumpai pada 22 dari 5882 kelahiran dan kelainan ini terjadi

pada 1 dari 300 kelahiran bayi laki-laki (Syamsir, 2014).

b) Epispadia

Epispadia merupakan kelainan kongenital berupa tidak adanya dinding uretra bagian atas.
Kelainan ini terjadi pada
10

laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering pada laki-laki.Kelainan ini ditandai dengan

terdapatnya lubang uretra di suatu tempat pada permukaan dorsum penis (Patricia, 2011).

2)Kontraindikasi Relatif
a)Diabetes mellitus karena akan mudah terinfeksi dan memperlambat penyembuhan

b)Penyakit pendarahan seperti hemofilia (Syamsir, 2014). d. Metode Sirkumsisi

Ada beberapa metode sirkumsisi menurut Purnomo (2011), antara lain :

1) Metode Klasik dan Dorsumsisi

Metode klasik sudah banyak ditinggalkan tetapi masih bisa kita temui di daerah pedalaman.

Alat yang digunakan adalah sebilah bamboo tajam / pusau / silet. Para bong supit alias mantri sunat

langsung memotong kulup dengan bambu tajam tersebut tanpa pembiusan. Bekas luka tidak dijahit

dan langsung tanpa pembiusan. Bekas luka tidak dijahit dan langsung dibungkus dengan kassa /

perban sehingga metode ini paling cepat dibandingkan metode lain. Cara ini memiliki resiko

terjadinya pendarahan dan infeksi, bila tidak dilakukan dengan benar dan steril. Metode klasik

kemudian disempurnakan dengan metode dorsumsisi, khitan metode ini sudah digunakan dengan

metode dorsumsisi, khitan metode ini sudah menggunakan peralatan medis


11

standar dan merupakan khitan klasik yang masih banyak dipakai sampai saat ini, umumnya bekas

luka tidak dijahit walaupun beberapa ahli sunat sudah memodifikasi dengan melakukan pembiusan

lokal dan jahitan minimal untuk mengurangi risiko perdarahan.

2) Metode Standar Sirkumsisi Konvensional

Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan hingga saat ini, cara ini merupakan

penyempurnaan dari metode dorsumsisi dan metode standar yang digunakan oleh banyak tenaga
dokter maupun mantri (perawat). Alat yang digunakan semuanya sesuai dengan standar medis dan

membutuhkan keahlian khusus untuk melakukan metode ini.

3) Metode Lonceng

Metode ini tidak dilakukan pemotongan kulup, ujung penis hanya diikat erat sehingga

bentuknya mirip lonceng, akibatnya peredaran darah tersumbat yang mengakibatkan ujung kulit

ini tidak mendapatkan suplai darah, sehingga menimbulkan nekrotik jaringan dan nantinya terlepas

sendiri. Metode ini memerlukan waktu yang cukup lama, sekitar dua minggu.
12

4) Metode Klamp

Metode klamp prinsipnya yakni kulup (preputium) dijepit dengan suatu alat (umumnya

sekali pakai) kemudian dipotong dengan pisau bedah tanpa harus dilakukan penjahitan.

5) Metode Laser Elektrokautery

Metode ini lebih dikenal dengan sebutan “Khitan Laser”.

Penamaan ini sesungguhnya kurang tepat karena alat yang digunakan sama sekali tidak

menggunakan laser akan tetapi menggunakan “elemen” yang dipanaskan. Alatnya berbentuk

seperti pistol dengan dua buah lempeng kawat di ujungnya yang saling berhubungan. Jika dialiri

listrik, ujung logam akan panas dan memerah. Elemen yang memerah tersebut digunakan untuk

memotong kulup. Khitan dengan solder panas ini kelebihannya adalah cepat, mudah menghentikan

perdarahan yang ringan, dan cocok untuk anak dibawah usia 3 tahun dimana pembuluh darahnya
kecil. Setelah preputium dipotong dilakukan penjahitan dan difiksasi dengan kasa steril. Untuk

proses penyembuhan dibandingkan dengan cara konvensional sifatnya relatif, karena tergantung

dari sterilisasi alat yang dipakai, proses pengerjaanya, dan kebersihan individu yang disunat.

6) Metode Flashcutter

Metode ini merupakan pengembangan dari metode


13

elektrokautery. Bedanya terletak pada pisaunya yang terbuat dari logam yang lurus (kencang) dan

tajam. Setelah preputium dipotong dilakukan penjahitan dan difiksasi dengan kasa steril.

2.Nyeri

a. Definisi Nyeri

Menurut The International Association For The Study Of Pain

(IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan

yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang akan menyebabkan kerusakan

jaringan (Sudoyo, et al., 2009). Persepsi yang disebabkan oleh rangsangan yang potensial dapat

menyebabkan kerusakan jaringan adalah nosisepsion. Nosisepsion merupakan langkah awal

proses nyeri. Reseptor neurologik yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan rangsang

lain adalah nosiseptor. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas. Impairment adalah

abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi anatomik, fisiologik, maupun psikologik.

Sedangkan disabilitas adalah hasil dari impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan

untuk melakukan aktifitas normal. Nosisepsi merupakan tahap awal proses terjadinya nyeri.
Reseptor yang dapat membedakan rangsang noksius dan non-noksiusadalah nosiseptor. Pada

manusia, nosiseptor merupakan terminal yang tidak terdiferensiasi serabut a-delta dan serabut c.

Serabut a-deltamerupakan serabut saraf yang dilapisi oleh mielin tipis dan berperan
14

menerima rangsang mekanik dengan intensitas menyakitkan, dan disebut juga high-

threshold mechanoreceptors. Sedangkan serabut c merupakan serabut yang tidak dilapisi mielin.

Intensitas rangsang terendah yang menimbulkan persepsi nyeri, disebut ambang nyeri.

Ambang nyeri biasanya bersifat tetap, misalnya rangsang panas lebih dari 50° C akan

menyebabkan nyeri. Berbeda dengan ambang nyeri, toleransi nyeri adalah tingkat nyeri tertinggi

yang dapat diterima seseorang. Toleransi nyeri berbeda-beda antara satu individu dengan individu

lain dan dapat dipengaruhi oleh pengobatan. Dalam praktek sehari-hari, toleransi nyeri lebih

penting dibandingkan dengan ambang nyeri.

b. Mekanisme Nyeri

Proses nyeri dimulai dengan stimulasi nosiseptor oleh stimulus noxious sampai terjadinya

pengalaman subjektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang bisa dikelompokkan

menjadi 4 proses, yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi (Sudoyo, et al., 2009).

Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh stimulus noxious pada

jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor dimana disini stimulus noxious

tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut dengan transduksi atau aktivasi
reseptor. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf

pusat yang
15

berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron ke aferen

primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen primer bersinaps

dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan akan naik keatas di

medulla spinalis menuju batang otak dan talamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara

thalamus denganpusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif

yang berhubungan dengan nyeri. Rangsangan nosiseptif tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri

dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif. Terdapat proses modulasi

sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling

diketahui adalah kornu dorsalis medulla spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan

nyeri di relai menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan (Sudoyo,

et al., 2009).

c. Klasifikasi Nyeri

Menurut Smeltzer (2001), berdasarkan lokasi, durasi, kualitas, dan karakternya nyeri ada
beberapa macam nyeri yaitu :

1) Nyeri Akut

Nyeri akut dalah suatu reaksi sensoris dari nosiseptif yang mendadak dan merupakan sinyal

alarm untuk mekanisme proteksi tubuh. Nyeri akut hampir selalu terjadi oleh adanya picu

kerusakan jaringan somatik maupun viseral, yang lama berlangsungnya


16

hampir bersamaan dengan lama sembuhnya perlukaan yang tidak disertai penyulit. Rasa nyeri akan

hilang pada saat perlukaan sembuh. Berdasarkan sifatnya nyeri akut ada 2 macam :

a) Nyeri Fisiologis

Nyeri fisiologis terjadi apabila intensitas rangsang mencapai ambang nosiseptor dan

mengakibatkan timbulnya refleks menghindar. Nyeri ini sifatnya sementara, hanya selama ada

rangsang nyeri, dan dapat dilokalisir.

b) Nyeri Klinis

Nyeri klinis timbul karena terjadinya perubahan kepekaan sistem syaraf terhadap rangsang

nyeri sebagai akibat adanya kerusakan jaringan yang disertai proses inflamasi. Nyeri ini sifatnya

terlokalisir dan baru hilang bila penyebabnya hilang / sembuh.

2) Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung satu bulan di luar lamanya perjalanan penyakit
akut atau nyeri yang tetap berlangsung walaupun perlukaan sudah sembuh.

3) Nyeri Somatik

Nyeri somatik adalah nyeri yang dipicu oleh adanya kerusakan jaringan yang terjadi pada

bagian permukaan tubuh (soma), meliputi kulit dan jaringan muskulo skeleta atau deep somatik,

yaitu otot sendi, ligamentum, dan tulang. Kualitas


17
nyerinya tajam dengan lokalisasi berbatas tegas. 4) Nyeri Visceral

Nyeri visceral adalah nyeri yang di picu oleh kerusakan pada bagian dalam tubuh, terutama

organ visceral yang disebabkan karena trauma atau nyeri punggung bawah karena jepitan /

benturan. Cirinya adalah sifat umumnya tumpul, sifat nyerinya difus, lokasinya tidak jelas, dan

selalu disertai reflek motorik dan otonom.

5) Nyeri Psikogenik

Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak ditimbulkan oleh stimulus, gangguan fungsi

tranmisi nyeri, atau gangguan modulasi neuron. Mekanisme nyeri psikogenik lebih mirip dengan

mimpi, halusinasi atau memori, dan sama sekali berbeda dengan nyeri atau sensasi yang datang

dari nosiseptor.

6) Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik disebut juga sebagai nyeri patologis dan disebabkan oleh kerusakan serabut
saraf perifer atau saraf sentral sendiri.

7) Nyeri Sentral

Nyeri sentral adalah nyeri yang dirasakan akibat adanya rangsangan dari sitem-sistem saraf

pusat nyeri yang disebabkan oleh karena rusaknya serabut perifer pada nyeri sentral yang rusak

adalah sistem saraf pusat sendiri (otak).

18
d. Visual Analogue Scale (VAS)

Metode ini paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri. Metode ini

menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang

sangat hebat. Pasien menandai angka pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang

dirasakan. Keuntungan menggunakan metode ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan

intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi

klinis. Kerugiannya adalah sukar diterapkan jika pasien sedang berada dalam nyeri hebat.

Walaupun VAS merupakan skala penentuan yang bersifat subjektif, VAS telah banyak diselidiki

dan dianggap sebagai salah satu suatu metode yang paling akurat untuk mengukur rasa nyeri

(Benzon, 2005)

Gambar 1. Visual Analogue Scale

3. Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cidera yang melibatkan banyak

mediator. Inflamasi merupakan respon fisiologis dan sebagai salah satu respon imun non-

spesifik. Inflamasi disebabkan oleh pelepasan berbagai mediator yang berasal dari jaringan rusak,

sel
19
mast, leukosit, dan komplemen. Mediator-mediator tersebut menyebabkan munculnya tanda-

tanda fisik inflamasi yaitu kalor, dolor, rubor, tumor, dan fungsiolisa (Patricia, 2011).

4.Analgesik, Antipiretik dan Antiinflamasia. Definisi Analgesik

Analgesik adalah bahan yang mengurangi nyeri tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran

(Patricia, 2011). Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri

dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita (Tjay, 2007).

Berdasarkan aksinya, menurut Gilang (2010) obat-abat analgesik dibagi menjadi 2 golongan
yaitu :

1) Analgesik Opioid

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau

morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada

fraktura dan kanker.

2) Analgesik Nonopioid

Analgesik perifer / non-narkotik / nonopioid, terdiri dari obat- obat yang tidak bersifat

narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan obat analgesik nonopioid atau obat analgesik

perifer mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem

susunan saraf pusat atau bahkan hingga


20

efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat nonopioid tidak mengakibatkan efek ketagihan pada
pengguna, berbeda halnya dengan penggunanaan obat analgetika jenis analgesik opioid.
Obat ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX).

Siklooksigenase berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin.

Mekanisme umum dari analgesik jenis ini adalah memblok pembentukan prostaglandin dengan

jalan menginhibisi enzim COX, pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi

pembentukan mediator nyeri.

b. Antipiretik

Antipiretik adalah golongan obat yang dipergunakan untuk menurunkan suhu tubuh bila

demam. Cara kerja antipiretik antara lain dengan melebarkan pembuluh darah di kulit dan

merangsang berkeringat (Latief , et al., 2001).

c. Antiinflamasi

Anti inflamasi adalah respon kompleks dari tubuh terhadap suatu yang tidak menyenangkan

atau merupakan respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik,

termal, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik penyebab infeksi (Latief, et al., 2001).
21

5.Parasetamola. Definisi

Parasetamol adalah golongan analgesik non-narkotik. Obat ini adalah penghambat

prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer atau efeknya kurang terhadap siklooksigenase

jaringan perifer dan mempunyai sedikit atau tidak mempunyai aktivitas anti-inflamasi(Mary, et

al., 2001).
b. Farmakokinetik

Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi

dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar

ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini

dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam

glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu, obat ini juga dapat

mengalami hidroksilasi dan menimbulkan methamoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini

diekskresikan melalui ginjal sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam

bentuk terkonjugasi (Sardjono , et al., 2007).

c. Farmakodinamik

Parasetamol merupakan penghambat COX-1 dan COX-2 yang lemah di jaringan perifer dan
hampir tidak memiliki efekanti-inflamasi / anti-radang. Hambatan biosintesis prostaglandin (PG)
hanya terjadi
22

bila lingkungan yang rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus sedangkan lokasi inflamasi

biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan leukosit, hal ini yang menjelaskan efek

antiinflamasi parasetamol tidak ada (Sardjono , et al., 2007).

d. Efek Parasetamol

Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang

menyebabkan parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan
panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer yang

mengakibatkan aktivitas antiinflamasinya lemah (Mary, et al.., 2001). Inilah yang menyebabkan

parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan. Parasetamol tidak

mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa

parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin

(Sardjon , et al., 2007).

e. Dosis

Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang

mengandung 120 mg/ 5 mL. selain itu parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap dalam

bentuk tablet maupun cairan. Dosis parasetamol untuk dewasa 300mg-1 g per kali, dengan

maksimum 4g per hari; untuk anak 6-12 tahun : 150-300 mg/kali dengan maksimum 1,2 g/hari.

Untuk anak 1-6 tahun : 60-120 mg/kali


23

dan bayi di bawah 1 tahun : 60 mg/kali; pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari
(Sardjono, et al., 2007).

6.Ibuprofena. Definisi

Ibuprofen merupakan golongan obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) dan turunan sederhana

asam fenil propionat. Pada dosis sekitar 2400 mg per hari, efek anti inflamasi ibuprofen setara

dengan 4 g aspirin. Obat-obat AINS termasuk ibuprofen mempunyai 3 efek terapi utama, yaitu

anti inflamasi, analgesik dan antipiretik (Mary, et al.

2001).
b. Farmakokinetik

Ibuprofen diabsorpsi dengan cepat melalui saluran pencernaan, dari lambung dan usus halus

bagian atas. Ibuprofen menunjukkan pengikatan (99%) yang menyeluruh dengan protein plasma

(Anderson & Truoutman, 2002). Sedangkan absorpsi ibuprofen berlangsung selama 1-2 jam dan

waktu paruhnya 2 jam.

c. Farmakodinamik

Efektivitas ibuprofen terutama disebabkan oleh kemampuannya menghambat biosintesis

prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim sikloolsigenase secara ireversibel (prostaglandin

sintetase), yang mengkatalis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida

(Katzung, 2002). Mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesa prostaglandin dan

menghambat siklooksigenase-I
24

(COX-I) dan siklooksigenase-II (COX-II). Namun tidak seperti aspirin hambatan yang

diakibatkan olehnya bersifat reversibel. Dalam pengobatan dengan ibuprofen, terjadi penurunan

pelepasan mediator dari granulosit, basofil dan sel mast, terjadi penurunan kepekaan terhadap

bradikinin dan histamin, mempengaruhi produksi limfokin dan limfosit T, melawan vasodilatasi

dan menghambat agregasi platelet (Stoelting & Hillier, 2006).

d. Efek Ibuprofen

Ibuprofen termasuk salah satu dari golongan obat antiinflamasi non steroid (AINS) yang

banyak digunakan sebagai analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik (Abraham, 2005). Ibuprofen
menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada

sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin seperti siklooksigenase sehingga

mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit seperti bradikinin,

histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion hidrogen, dan kalium yang dapat merangsang

rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono & Soekardjo, 2000).

Ibuprofen mempunyai tiga efek terapi utama menurut Mary, et al., (2001), yaitu

antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik berikut penjelasannya:


25

1) Efek Antiinflamasi

Ibuprofen menghambat aktivitas siklooksigenase, maka akan mengurangi pembentukan

prostaglandin dan juga memodulasi beberapa aspek inflamasi dan prostaglandin bertindak sebagai

mediator.

2) Efek Analgesik

Prostaglandin E2 (PGE2) diduga mensensitasi ujung saraf terhadap efek bradikinin,

histamin, dan mediator kimiawi lainnya yang dilepaskan secara lokal oleh proses inflamasi. Jadi,

dengan menurunkan sintesis PGE2, ibuprofen akan menekan sensasi rasa sakit. Ibuprofen

digunakan terutama untuk menanggulangi rasa sakit intensitas ringan sampai sedang yang timbul

dari struktur integumen daripada yang berasal dari visera. Obat-obat AINS lebih superior daripada

opioid dalam menanggulangi rasa sakit yang melibatkan inflamasi.


3) Efek Antipiretik

Demam terjadi jika “set-point” pada pusat pengatur panas di hipotalamus anterior

meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh sintesis PGE2, yang dirangsang bila suatu zat penghasil

demam endogen (pirogen) seperti sitokin dilepaskan dari sel darah putih yang diaktivasi oleh

infeksi, hipersensitivitas, keganasan, atau inflamasi. Ibuprofen menurunkan suhu tubuh penderita

demam dengan jalan menghalangi sintesis dan pelepasan PGE2. Ibuprofen mengembalikan

“termostat”
26

kembali ke normal dan cepat menurunkan suhu tubuh penderita demam dengan meningkatkan

pengeluaran panas sebagai akibat vasodilatasi perifer dan berkeringat.

Ibuprofen sangat efektif untuk meredakan nyeri. Ibuprofen menghilangkan nyeri dari

berbagai penyebab seperti yang berasal dari otot, pembuluh darah, gigi, keadaan pasca peralinan,

arthritis, dan bursitis. Ibuprofen bekerja secara perifer melalui efeknya terhadap peradangan, tetapi

juga menekan rangsang nyeri di tingkat subkorteks (Katzung, 2002).

e. Dosis

Dosis antiinflamasi rata-rata 1,2–1,8 g per hari dapat ditoleransi oleh kebanyakan orang

dewasa. Dosis maksimalnya adalah 2,4 g per hari terbagi dalam 3-4 dosis. Untuk analgesik pada

dewasa diberikan 0,6 – 1,2 g per hari yang terbagi dalam 3-4 dosis. Pada anak-anak dosis yang

digunakan adalah 15 mg/kgBB/hari. Ibuprofen tidak dianjurkan diberikan pada anak dengan berat

badan kurang dari 7 kg (Katzung, 2002). Dosis maksimal ibuprofen adalah 1200 mg/hari. Dosis
maksimal pada anak dengan berat badan <30 kg adalah 500 mg/hari. Ibuprofen lebih baik diminum

segera setelah makan.

7. Lidokain

Lidokain adalah derivat asetanilida yang merupakan obat pilihan utama untuk anestesi
permukaan maupun infiltrasi dan merupakan anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topikal

27

dan suntikan. Lidokain mampu melewati sawar darah otak dan diserap secara cepat dari tempat

injeksi. Lidokain di dalam hepar diubah menjadi metabolit yang lebih larut dalam air dan

disekresikan ke dalam urin. Absorbsi dari lidokain dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

tempat injeksi, dosis obat, adanya vasokonstriktor, ikatan obat – jaringan, dan karakter

fisikokimianya (Ganiswarna, 2005).

B. Kerangka Konsep

Pemberian ParasetamolC Sirkumsisi


Pemberian IbuprofenC
Sirkumsisi

Pengurangan Rasa Nyeri


Gambar 2. Kerangka Konsep

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah adanya perbedaan efektifitas dengan memberikan parasetamol

pre sirkumsisi dan ibuprofen post sirkumsisi terhadap nyeri setelah sirkumsisi, dimana pemberian

ibuprofen setelah sirkumsisi lebih efektif dibandingkan pemberian parasetamol sebelum

sirkumsisi.

Anda mungkin juga menyukai