Anda di halaman 1dari 7

Sunat

Sunat atau khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) adalah tindakan memo-
tong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis.
Frenulum dari penis dapat juga dipotong secara bersamaan dalam prosedur yang
dinamakan frenektomi. Kata sirkumsisi berasal dari bahasa Latin circum (berarti
"memutar") dan caedere (berarti "memotong").
Sunat telah dilakukan sejak zaman prasejarah, diamati dari gambar-gambar di gua
yang berasal dari Zaman Batu dan makam Mesir purba.[1] Alasan tindakan ini
masih belum jelas pada masa itu tetapi teori-teori memperkirakan bahwa tindakan
ini merupakan bagian dari ritual pengorbanan atau persembahan, tanda penyera-
han pada Yang Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau
perbudakan, atau upaya untuk mengubah estetika atau seksualitas.[2] Sunat pada
laki-laki diwajibkan pada agama Islam dan Yahudi.[3][4] Praktik ini juga terdapat di
kalangan mayoritas penduduk Korea Selatan,[5] Amerika, dan Filipina[6]
Sunat pada bayi telah didiskusikan pada beberapa dekade terakhir. American Med-
ical Association atau Asoiasi Dokter Amerika menyatakan bahwa perhimpunan ke-
sehatan di Amerika Serikat, Australia, Kanada, serta negara-negara di Eropa san-
gat tidak merekomendasikan sunat pada bayi laki-laki.[7]
Menurut literatur AMA tahun 1999, orang tua di AS memilih untuk melakukan sunat
pada anaknya terutama disebabkan alasan sosial atau budaya dibandingkan
karena alasan kesehatan.[7] Akan tetapi, survey tahun 2001 menunjukkan bahwa
23,5% orang tua melakukannya dengan alasan kesehatan.[8]
Para pendukung integritas genital mengecam semua tindakan sunat pada bayi
karena menurut mereka itu adalah bentuk mutilasi genital pria yang dapat
disamakan dengan sunat pada wanita yang dilarang di AS.[9]
Beberapa ahli berargumen bahwa sunat bermanfaat bagi kesehatan, namun hal ini
hanya berlaku jika pasien terbukti secara klinis mengidap penyakit yang berhubun-
gan dengan kelamin. Beberapa penyakit yang kemungkinan besar memerlukan
sunat untuk mempercepat penyembuhan seperti pendarahan dan kanker penis, na-
mun, kedua hal ini jarang terjadi. [7][10] Penyakit fimosis juga bisa diatasi dengan
sunat, walaupun sekarang juga telah berkembang tekhnik yang lainnya.[11]

Khitan dalam Islam


Khitan dalam Islam tidak hanya dilakukan pada laki-laki, tetapi juga kepada wanita.
Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulup (kulit) yang menutupi ujung zakar atau
kepala penis, sedangkan bagi wanita adalah memotong bagian kulit yang menonjol
atau yang menutupi vaginanya saja.

Manfaat khitan [12]

Bagi laki-Laki
Manfaat khitan atau sirkumsis bagi laki-laki adalah menghilangkan kotoran beserta
tempat kotoran itu berada yang biasanya terletak dibagian dalam dari kulit terluar
penis. Serta untuk menandakan bahwa seorang muslim telah memasuki kondisi
dewasa.

Bagi wanita
Cukup banyak masyarakat meyakini bahwa sirkumsisi pada wanita bisa menu-
runkan hasrat dan menjauhkannya dari perzinaan. Namun, pada kasus nyatanya,
tidak ada hal tersebut yang terbukti benar, karena pada dasarnya hal tersebut di-
atas hanya merupakan karangan semata. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut,
hampir semua dokter menyatakan bahwa wanita tidak boleh melakukan sirkumsisi
apapun alasannya.
Namun, praktek sirkumsisi pada wanita telah ada pada Islam seperti yang dit-
erangkan pada hadith Rasulullah SAW seperti yang telah dijelaskan di hadith
berikut ini:
Maka Rasulullah SAW bersabda kepada ahli khitan wanita (Ummu A'Thiyyah),
yang artinya: "Janganlah kau potong habis, karena (tidak dipotong habis) itu lebih
menguntungkan bagi perempuan dan lebih disenangi suami." (HR: Abu Dawud).

Yang membedakan antara khitan pria dan wanita, secara umum yaitu dari segi
pembelajarn di bidang kedokteran terdapat materi tentang tekhnik khitan pria. Na-
mun, tidak demikian untuk khitan wanita.
Sementara di sisi lain, bila juru khitannya adalah seorang ahli bedah atau profe-
sional medis, diharapkan tidak akan ada kesulitan untuk melakukan kedua khitan,
baik pada pria maupun pada wanita.
Metode-metode
Khitan atau sunat bisa dilakukan menggunakan berbagai metode yang berbeda.
Banyaknya metode ini disebabkan oleh kemampuan ahli sunat yang terlibat pada
masa itu. Metode yang akan dijelaskan disini mencakup 7 metode yang umum,
yaitu:

1. Klasik atau Dorsumsisi

Metode ini sebenarnya sudah lama ditinggalkan, namun prakteknya masih dapat
dilihat di sekitar pedesaan. Alat yang umumnya digunakan dalam metode ini adalah
bambu yang telah ditajamkan, skalpel atau pisau bedah, dan silet. Peralatan yang
akan dipakai ini sebelumnya disterilkan dengan alkohol tepat sebelum penggu-
naan. Tata cara yang umunya dilakukan oleh para ahli sunat dengan metode ini
adalah:
1. Membersihkan peralatan yang akan dipakai
2. Mengukur atau memperkirakan panjang kulit yang akan dipotong, relatif ter-
hadap ukuran penis
3. Menarik bagian depan dari kulit dan meregangkannya dengan semacam pen-
jepit
4. Memotong kulit yang sudah diregangkan dengan sekali iris
5. Mengaplikasikan obat anti-infeksi atau betadine
Bekas luka yang ditinggalkan dari metode ini tidak dijahit dan langsung dibalut (se-
cara agak longgar tergantung kenyamanan) dengan kain kassa. Dengan cara
sekali iris, metode ini memang menjadi metode tercepat dari semua metode yang
ada. Namun, metode ini memberikan dampak yang sangat luas. Dampak tersebut
adalah:
■ Terpotongnya pembuluh darah yang berperan mengalirkan darah ke sebagian
kepala penis
■ Terpotongnya susunan syaraf yang diduga memengaruhi kenikmatan saat
hubungan seksual
■ Pendarahan yang hebat jika pasien mengalami hemofilia yang belum terde-
teksi
■ Lecet yang disebabkan karena masih adanya perlengketan kulit dengan kepala
penis saat pemotongan
■ Rasa sakit yang amat sangat bisa menyebabkan pasien bergerak dan menye-
babkan alur pemotongan tidak rata
Metode ini kemudian disempurnakan seiring dengan perkembangan medis di dunia
internasional menggunakan obat bius lokal dan sedikit jahitan untuk memperbagus
hasil yang didapat dan mengurangi rasa sakit, yang umumnya membuat pasien
menjadi trauma.

2. Kovensional atau umum


Metode ini telah berevolusi dari metode sebelumnya, yaitu metode klasik. Pada
metode ini, semua prosedur telah mengacu kepada aturan atau standar medis, se-
hingga meningkatkan keberhasilan sirkumsisi. Hal yang umumnya ada atau di-
lakukan saat melaksanakan metode ini adalah:
■ Pembiusan lokal
■ Penggunaan pisau bedah yang lebih akurat
■ Tenaga medis yang professional
■ Teknologi benang jahit yang bisa menyatu dengan jaringan disekitarnya, se-
hingga meniadakan keperluan untuk melepas benang jahit
Dengan adanya kelengkapan ini, kemungkinan terjadinya infeksi pasca operasi da-
pat diminimalkan sampai tidak ada infeksi.

3. Lonceng atau ikat


Metode ini pada dasarnya unik. Pada metode ini, tidak ada sama sekali pemoton-
gan atau operasi, sehingga dimungkinkan sirkumsisi tanpa operasi dan tanpa rasa
sakit. Namun, metode ini memerlukan waktu yang relatif lama, maksimal selama 2
minggu. Banyak kontroversi terjadi atas metode ini, karena kemungkinan terjadi in-
feksi tinggi sekali. Dibawah ini adalah proses sirkumsisi dengan metode lonceng:
1. Seluruh bagian penis dibersihkan
2. Bagian kulit yang akan dihilangkan diukur
3. Kulit yang telah diukur kemudian diikat menggunakan seutas benang operasi
4. Ikatan dibiarkan hingga menjadi nekrosis
5. Nekrosis kemudian menjadi lunak sehingga mudah dilepaskan
6. Proses sirkumsisi selesai dengan mengaplikasikan obat anti-infeksi
Dapat dilihat bahwa pada metode ini terdapat langkah nekrosis, dimana kulit men-
jadi mati karena tidak mendapat aliran darah sama sekali. Hal ini sangat dikecam
dan dilarang di dunia kedokteran karena nekrosis mengandung bakteri yang
mematikan, yaitu Clostridium perfringens.
4. Clamp atau Klamp
Metode ini memiliki banyak merek dagang terdaftar, namun, pada prinsipnya
adalah kulit yang akan dihilangkan dijepit kemudia dipotong saat itu juga. Secara
sekilas, proses penjepitan terlihat seperti metode lonceng, namun, sangat berbeda
di tahap selanjutnya, yaitu pemotongan. Pada metode ini, penjepitan hanya di-
lakukan sebentar saja selama operasi berlangsung dan segera dilepas lalu penjepit
kemudian langsung dibuang (sekali pakai) sehingga tidak terjadi nekrosis. Merek
dagang yang umumnya dipromosikan adalah:
■ Gomco
■ Ismail Clamp
■ Q-Tan
■ Sunathrone Clamp
■ Ali’s Clamp
■ Tara Clamp
■ Smart Clamp
Di Indonesia, 2 metode yang terkenal adalah Tara Clamp dan Smart Clamp.

Tara Clamp
Ditemukan dan dipatenkan oleh seorang professor, dr. Tara Gurcharan Singh pada
awal tahun 1990, alat ini hampir seluruhnya terbuat dari plastik dan digunakan
hanya sekali saja.
Pada metode ini, kulit yang akan dihilangkan dilebarkan, kemudian ditahan dengan
Tara Clamp itu sendiri. Setelah 3-5 menit, kulit akan terlepas dengan sendirinya
dikarenakan tekanan.
Walaupun metode ini menggunakan tekanan, nyatanya metode ini tidak menim-
bulkan rasa sakit, tanpa pendarahan, tanpa jahitan, dan bisa langsung melakukan
aktivitas yang relatif ringan.

5. Electrocautery
Metode ini menggunakan tekhnik yang berbeda sekali dengan metode yang lain-
nya, dimana umumnya menggunakan pemotongan dengan pisau bedah atau alat
lain, sementara metode ini menggunakan panas yang tinggi tetapi dalam waktu
yang sangat singkat.
Metode ini memiliki kelebihan dalam hal mengatur pendarahan, dimana umum ter-
jadi pada anak berumur dibawah 8 tahun, yang dimana memiliki pembuluh darah
yang kecil dan halus.
6. Flash Cutter
Metode ini merupakan pengembangan secara tidak langsung dari metode electro-
cautery yang dimana perbedaan mendasarnya adalah menggunakan sebilah logam
yang sangat tipis dan diregangkan sehingga terlihat seperti benang logam. Logam
tersebut kemudian dipanaskan sedikit menggunakan battery. Hal ini dimaksudkan
untuk membunuh bakteri yang kemungkinan masih ada, dan juga untuk memper-
cepat pemotongan. Karena alat ini menggunakan battery, alat ini cenderung lebih
mudah dibawa sehingga beberapa dokter yang memiliki alat ini bisa melakukan
proses sirkumsisi dirumah pasien sampai selesai.

7. Laser Carbon Dioxide


Metode inilah yang menggunakan murni laser selama proses sirkumsisi. Metode ini
adalah metode tercepat selain menggunakan metode klasik karena didukung oleh
tekhnologi medis yang telah maju. Berikut ini adalah urutan proses sirkumsisi pada
umumnya menggunakan laser:
1. Pasien diberikan anethesi lokal disekitar pangkal penis
2. Kulit yang akan dipotong kemudian diukur dan ditahan dengan menggunakan
klem sekali pakai
3. Laser kemudian disinarkan persis di klem tersebut
4. Langsung setelah pemotongan selesai, klem dibuka, dan hasil sirkuksisi diberi
obat anti-infeksi dan di perban
5. Tim dokter juga menyarankan untuk diberikan sedikit jahitan agar hasil poton-
gannya tidak terlalu terlihat setelah sembuh, dan juga untuk mencegah luka
berpindah posisi.
Semua proses ini memakan waktu maksimal 15 menit jika tanpa hambatan. Pemo-
tongannya sendiri memerlukan waktu kurang dari 1 menit karena laser yang digu-
nakan. Metode ini bisanya disarankan dokter jika yang akan di sirkumsisi masih
berusia dibawah 12 tahun. Namun, pada dasarnya, usia berapa saja diperbolehkan
untuk menggunakan metode ini.
Referensi
1. Wrana, P. (1939). "Historical review: Circumcision". Archives of Pediatrics 56: 385–392. as quoted in:
Zoske, Joseph (Winter 1998). "Male Circumcision: A Gender Perspective" . Journal of Men’s Studies
6 (2): 189–208.
2. Gollaher, David L. (February 2000). Circumcision: a history of the world’s most controversial surgery.
New York, NY: Basic Books. hlm. 53–72. ISBN 978-0-465-04397-2.
3. "Circumcision" . American-Israeli Cooperative Enterprise. Diakses pada 3 Oktober 2006.
4. Beidelman, T. (1987). "CIRCUMCISION" . di dalam Mircea Eliade. New York, NY: Macmillan Publish-
ers. pp. 511–514. Diakses pada 3 Oktober 2006.
5. Ku, J.H. (2003). "Circumcision practice patterns in South Korea: community based survey" . Sexually
Transmitted Infections 79 (1): 65–67. doi:10.1136/sti.79.1.65 . PMID 12576619 . Diakses pada 3 Ok-
tober 2006.
6. Lee, R.B. (2005). "Circumcision practice in the Philippines: community based study" . Sexually Trans-
mitted Infections 81 (1): 91. doi:10.1136/sti.2004.009993 . PMID 15681733 .
7. a b c
"Report 10 of the Council on Scientific Affairs (I-99):Neonatal Circumcision" . 1999 AMA Interim
Meeting: Summaries and Recommendations of Council on Scientific Affairs Reports. American Medi-
cal Association. 1 Desember 1999. pp. 17.
8. ^ Adler, R (Feb 2001). "Circumcision: we have heard from the experts; now let's hear from the par-
ents" . Pediatrics 107 (2): E20.
9. ^ Milos, Marilyn F (1992). "Circumcision: A Medical or a Human Rights Issue?" . Journal of Nurse-Mid-
wifery 37 (2): 87S-96S.
10. ^ Schoen, Edgar J. (September 1997). "Benefits of newborn circumcision: is Europe ignoring medi-
cal evidence?"  (PDF). Archives of Disease in Childhood 77 (3): pp. 258–260. PMID 9370910 . Diak-
ses pada 13 Juni 2006.
11. ^ Dewan, P.A. (August 1996). "Phimosis: Is circumcision necessary?" . Journal of Paediatrics and
Child Health 32 (4): 285–289. Diakses pada 14 Juni 2006.
12. ^ "Artikel Berjudul: Sekilas Tentang Khitan (Bagi Pria dan Wanita)" .

Anda mungkin juga menyukai