Acute Lymphoblastic Leukemia
Acute Lymphoblastic Leukemia
1. DEFINISI
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang,
yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan
jenis sel yang lain (Corwin, 2009).
Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia akut yang umumnya terjadi pada
anak-anak, namun juga dapat berkembang pada semua kelompok usia (Christopher N.
Frantz, MD, 2013)
2. ETIOLOGI
Leukimia akut pada anak-anak merupakan 20-40% dari keganasan insiden rata-
rata 4-4.5 kasus / 100.000 anak di bawah 15 tahun. Di negara berkembang 83% ALL,
12% AML, lebih tinggi pada anak kulit putih di bandingkan kulit hitam. Di Asia kejadian
Leukimia pada anak lebih tinggi .(Price, 2005). Di Jepang Mencapai 4/100.000 anak dan
di perkirakan tiap tahunterjadi 1000 kasus baru. Sedangkan di Jakarta, pada tahun 1994
insidennya mencapai 2.76/100.000 anak usia 1 – 4 tahun. Pada tahun 1996 di dapatkan 5
-6 pasien leukimia baru setiap bulan. ALL merupakan leukemia yang paling sering terjadi
pada anak-anak (usia antara 3-5 tahun) tetapi kadang juga terjadi pada usia remaja dan
dewasa. (Sudoyo, et al. 2009).
5. PATOFISIOLOGI
Leukemia limfoid, atau limfositik akut (acute lymphoid, lymphocytic, leukemia,
ALL) adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit). Dihasilkan
leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit-leukosit
tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke
dalam sumsum tulang, mengganti unsur-unsur sel yang normal. Akibatnya, timbul
anemia, dan dihasilkan sel darah merah dalam jumlah yang tidak mencukupi. Timbul
perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Infeksi juga terjadi
lebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi sel-sel leukemik ke
dalam organ-organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati.
6. TANDA DAN GEJALA
Umumnya gejala ALL biasanya terjadi 1-3 bulan yang ditandai dengan kelelahan
dan disapnea saat beraktifitas, kurangnya toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang
tidak enak. ALL membuat penederitanya mudah mengalami pendarahan yang jika
berlebihan mengakibatkan berkembangnya infeksi. Tanda-tanda ALL antara lain adalah:
penurunan berat badan; malaise; demam; pucat; menggigil; memar (perdarahan vagina
yang berlebihan, epistaksis, ekimosis dan petechiae); nyeri tulang dan sendi; kejang;
diplopia; dan lymphadenopathy pada leher, lengan bawah, paha.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Biopsi sumsum tulang dan aspirasi untuk pemeriksaan morfologi; cytochemical
pewarnaan; imunofenotipe; sitogenita analisis; tes darah yang termasuk CBC & platelete
count; dan akupuntur lumbalis untuk mengecek sel-sel leukemia pada cairan tulang
belakang.
8. PENATALAKSANAAN
9. PENCEGAHAN
Menurut Davey, cara pencegahan Acute Lymphoblastic Leukemia adalah
mengurangi resiko dengan menghindari kontak dengan:
Racun tertentu
Radiasi
Bahan kimia
10. KOMPLIKASI
Menurut Brunner & Suddarth, berikut merupakan komplikasi dari ALL :
Infeksi
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul
selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi
nosokomial.
Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID)
Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) adalah suatu sindrom yang ditandai
dengan aktivasi koagulasi intravaskuler sistemik berupa pembentukan dan
penyebaran deposit fibrin dalam sirkulasi sehingga menimbulkan trombus
mikrovaskuler pada berbagai organ yang dapat mengakibatkan kegagalan
multiorgan. Aktivasi koagulasi yang terus berlangsung menyebabkan konsumsi
faktor pembekuan dan trombosit secara berlebihan sehingga mengakibatkan
komplikasi perdarahan berat. KID bukanlah suatu penyakit tetapi terjadinya
sekunder terhadap penyakit lain yang mendasari.
Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa Limpa mengalami kongesti, menghitam
dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat
bertambah
Hepatomegali
Hepatomegali (Pembesaran Hati) adalah pembesaran organ hati yang disebabkan
oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam tifoid,
amoeba, penimbunan lemak (fatty liver), penyakit keganasan seperti leukemia,
kanker hati (hepatoma) dan penyebaran dari keganasan (metastasis). Keluhan dari
hepatomegali ini gangguan dari sistem pencernaan seperti mual dan muntah, nyeri
perut kanan atas, kuning bahkan buang air besar hitam.
Gagal sum-sum tulang
Kegagalan sumsum tulang merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum
tulang.
THALASEMIA
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
Mutasi Beta-zero (β0) ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin, yang
biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift, atau splicing.Sedangkan mutasi beta-
plus(β+) ditandai dengan adanya produksi beberapa beta-globin tetapi dengan sedikit
cacat splicing. Mutasi yang spesifik memiliki beberapa hubungan dengan faktor etnis
atau kelompok berbeda yang lazim di berbagai belahan dunia. Seringkali, sebagian besar
individu yang mewarisi penyakit ini mengikuti pola resesif autosomal, dengan individu
heterozigot memiliki kelainan gen tersebut, sedangkan pada individu heterozigot atau
individu compound homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai penyakit beta-
thalassemia mayor atau intermedia.
3. FAKTOR RESIKO
Thalassemia adalah penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif.
Seseorang memiliki gen yang berasal dari gen kedua orangtuanya. Bila salah satu
orangtuanya memiliki gen cacat (thalassemia) sementara orangtua yang lain sehat,
anaknya akan tetap sehat dan hanya mungkin menjadi pembawa (tidak memiliki gejala-
gejala thalassemia yang berat). Sementara itu, bila kedua orangtuanya memiliki gen
cacat, anaknya berpotensi menderita thalassemia mayor. Gen cacat inilah yang dapat
menyebabkan kegagalan pembentukan rantai asam amino pada hemoglobin.
Alpha thalassemia banyak terjadi di daerah Asia Tenggara, Timur Tengah, China
dan Afrika. Beta thalassemia umumnya terjadi di daerah China, beberapa tempat di Asia
dan Amerika. Kedua jenis thalassemia diatas memiliki bentuk thalassemia mayor dan
minor.
Thalassemia mayor terjadi jika gen thalassemia diturunkan dari kedua orang tua
sedangkan thalassemia minor bila gen hanya berasal dari salah satu orang tua. Penderita
thalassemia minor tidak mengalami gejala berarti namun bisa menurunkan penyakit
thalassemia kepada anak anaknya.
Faktor risiko thalassemia:
Ras Asia, China, Mediterania dan Afrika-Amerika.
Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
4. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, thalassemia adalah suatu penyakit yang umum terdapat pada
manusia. Thalassemia mengenai seluruh kelompok etnik di kebanyakan negara di seluruh
dunia. Sebagai contoh, di Siprus, satu dari tujuh individu adalah sebagai pembawa
genetik thalassemia, yang akan menyebabkan 49 pernikahan diantara pembawagenetik
thalassemia menghasilkan 158 kasus thalassemia mayor yang baru.15 Sebuah studi
longitudinal jangka panjang di German yang dijalankan oleh Elisabeth Konne dan Enno
Kleihauer dari 1971 sampai dengan 2007 telah mendapati daripada 34.228 orang, 34%
dari mereka yang diteliti ditemukan memiliki sebuah hemoglobinopati.Sebagian besar
kasus melibatkan thalassemia (25798 kasus, 25,6%) dan kelainan struktural hemoglobin
(8.430 kasus, 8,4%).39 Dari sebuah studi yang dilakukan oleh M. Sengupta pada
penduduk desa di India, daripada 4635 komunitas etnis, lima mutasi umum dan 12 mutasi
langka telah dilaporkan.45 Dari sebuah studi survei skala besar di Cina yang dilakukan
oleh Yi-Tao Zeng dan Shu-Zhen Huang, dalam dua dekade terakhir ini, dari satu juta
orang di 28 provinsi, kasus α-thalassemia yang dilaporkan adalah 2,64% dan untuk β-
thalassemia adalah 0,66%.46Dalam satu studi yang dilakukan di Inggris oleh Hickman
Met al, sekitar 3000 bayi yang lahir (0,47%) membawa sifat sickle cell dan 2800 (0,44%)
membawa sifat thalassemia pertahun. Sekitar 178 (0,28 per 1000 kelahiran) mempunyai
penyakit sickle cell(SCD) dan 43 (0,07 per 1000 kelahiran) mempunyai kelainan
thalassemia beta mayor / intermedia.47
Perubahan tengkorak lebih konsisten berat pada pasien dengan thalassemia mayor
dibandingkan pada mereka dengan kondisi lainnya yang menghasilkan hiperplasia
sumsum tulang. Dalam sebuah penelitian terhadap 60 pasien (usia 11-16 tahun) dengan
thalassemia, Wisetsin mengamati bahwa lima (8,3%) memiliki penampilan ’hair-on-
end’.2-3 Dalam satu penelitian yang dijalankan tentang kelainan yang terdapat pada
thalassemia, gambaran radiologi yang dijumpai adalah 83% merupakan perubahan pada
trabekular, 65% adalah penipisan dari lamina dura, dan 33% adalah penampilan hair-on-
end.
5. PATOFISIOLOGI
Thalasemia α Thalasemia β
Susah tidur
6. TANDA DAN GEJALA
Gejala thalasemia terjadi bervariasi tergantung dari jenis thalasemia yang diderita ,
selain itu dilihat pula dari segi derajat kerusakan gen yang terjadi ,awalnya penyakit
thalasemia menunjukkan gejala seperti anemia :
Wajah pucat
Insomnia atau susah tidur
Tubuh mudah terasa lemah
Berkurangnya nafsu makan
Tubuh mudah mengalami infeksi
Mengalami kerapuhan dan penipisan tulang
Hipermetabolisme akibat eritropoesis inefektif
Kelebihan zat besi,merupakan salah satu dari penyebab utama kematian pada
pasien dengan thalasemia berat.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang perlu untuk menegakkan diagnostik thalassemia ialah:
1. Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia
adalah :
Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,
peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila
terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada
gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear
drops sel dan target sel.
Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia
terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun,
sedangkan TIBC akan meningkat.
Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis,
obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat
dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan
berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah. (Levin MJ, 2007).
2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga
pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis
hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya
Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%,
sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif
sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal
biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.
4. Pemeriksaan rontgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak
mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi
berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari
korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai
rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.
5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan
jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor
efek terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent. (Mulyana, 2011)
8. PENATALAKSANAAN
10. KOMPLIKASI
Komplikasi pada Jantung
Kelainan jantung khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari setengah
terhadap kematian pada penderita thalasemia. Penyakit jantung pada penderita
thalasemia mungkin bermanifestasi sebagai kardiomiopati hemosiderrhosis, gagal
jantung, hipertensi pulmonal, arrithmia, disfungsi sistolik/diastolik, effusi pericardial,
miokarditis atau perikarditis. Penumpukan besi merupakan faktor utama yang
berkontribusi terjadinya kelainan pada jantung, adapun faktor-faktor lain yang
berpengaruh antara lain genetik,faktor imunologi, infeksi dan anemia kronik. Pada
pasien yang mendapatkan transfusi darah tetapi tidak mendapatkan terapi kelasi besi
penyakit jantung simtomatik dilaporkan 10 tahun setelah pemberian transfusi pertama
kali.
Komplikasi endokrin
Insiden yang tinggi pada disfungsi endokrin telah dilaporkan pada anak, remaja,
dan dewasa muda yang menderita thalasemia mayor. Umumnya komplikasi yang
terjadi yaitu hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas 75% pasien. Pituari
anterior adalah bagian yang sangat sensitif terhadap kelebihan besi yang akan
menggangu sekresi hormonal antara lain disfungsi gonad. Perkembangan seksual
mengalami keterlambatan dilaporkan 50% anak laki-laki dan perempuan mengalami
hal tersebut, biasanya pada anak perempuan akan mengalami amenorrhea. Selama
masa kanak-kanak pertumbuhan bisa dipengaruhi oleh kondisi anemia dan masalah
endokrin. Masalah tersebut mengurangi pertumbuhan yang harusnya cepat dan
progresif menjadi terhambat dan pada akhirnya biasanya anak dengan thalasemia
akan mengalami postur yang pendek. Faktor-faktor lain yang berkontribusi antara lain
yaitu infeksi, nutrisi kurang, malabsorbsi vitamin D, defisiensi kalsium, defisiensi
zinc dan tembaga, rendahnya level insulin seperti growth faktor-1(IGF-1) dan IGF-
binding protein-3(IGFBP-3).
Komplikasi endokrin yang lainnya adalah intoleransi glukosa yang disebabkan
penumpukan besi pada pancreas sehingga mengakibatkan diabetes. Disfungsi thyroid
dilaporkan terjadi pada pasien thalasemia di mana hypothyroid merupakan kasus yang
sering ditemui, biasanya terjadi peningkatan kadar TSH. Hypothyroid pada tahap
awal bisa bersifat reversibel dengan Analisis faktor kelasi besi secara intensif. Selain
Hypotyroid kasus lainnya dari kelainan endokrin yang ditemukan yaitu
hypoparathyroid. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar
serum kalsium, phosphate dan hormon parathyroid di mana kelainan ini biasanya
ditemukan pada dekade kedua kehidupan.
Komplikasi metabolik
Kelainan metabolik yang sering ditemukan pada penderita thalasemia yaitu
rendahnya masa tulang yang disebabkan oleh hilangnya pubertas spontan, malnutrisi,
disfungsi multiendokrin dan defisiensi dari vitamin D, kalsium dan zinc. Masa tulang
bisa diukur dengan melihat Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan dual
x-ray pada tiga tempat yaitu tulang belakang, femur dan lengan. Rendahnya BMD
sebagai manifestasi osteoporosis apabila T score <-2,5 dan osteopeni apabila T score-
1 sampai 2.
Komplikasi hepar
Setelah dua tahun dari pemberian transfusi yang pertama kali pembentukan
kolagen dan fibrosis terjadi sebagai dampak dari adanya penimbunan besi yang
berlebih. Penyakit hati yang lain yang sering muncul yaitu hepatomegali, penurunan
konsentrasi albumin, peningkatan aktivitas aspartat dan alanin transaminase. Adapun
dampak lain yang berkaitan dengan penyakit hati adalah timbulnya Hepatitis B dan
Hepatitis C akibat pemberian transfusi.
Komplikasi Neurologi
Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia beta mayor dikaitkan dengan beberapa faktor
antara lain adanya hipoksia kronis, ekspansi sumsum tulang, kelebihan zat besi dan adanya
dampak neurotoksik dari pemberian desferrioxamine. Temuan abnormal dalam fungsi
pendengaran, timbulnya potensi Analisis faktor somatosensori terutama disebabkan oleh
neurotoksisitas desferioxamin dan adanya kelainan dalam konduksi saraf. (Dini Mariani, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta :
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.
Davey, P. (2006). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Frantz, Christopher N., MD. 2013. Acute lymphoblastic leukemia (ALL).
http://kidshealth.org/parent/medical/cancer/all.html. Diakses pada 16 September 2014.
Jeha S, Pui CH. Clinical manifestations and treatment of acute lymphoblastic leukemia in
children. In: Hoffman R, Benz EJ Jr, Silberstein LE, et al., eds. Hematology: Basic
Principles and Practice. 6th ed.Philadelphia, Pa: Elsevier Saunders; 2012: chap 64.
Mariani, Dini. 2011. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Anak Thalasemia Beta
Mayor Di Rsu Kota Tasikmalaya Dan Ciamis.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20280658-T%20Dini%20Mariani.pdf. Diakses pada 16
September 2014.
Price, Sylvia A. & Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit (Ed. 6). Jakarta:EGC.
Sacher, Ronald A. & Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium (Ed. 11). Jakarta:EGC.
Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 Edisi 5. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi. Jakarta: EGC.
Yaish, Hassan M, MD. 2013. Pediatric Thalassemia.
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview#aw2aab6b2b2. Diakses pada 16
September 2014.