Anda di halaman 1dari 5

MENANAM SERIBU POHON

Pagi itu, suara Ibu membuatku terbangun dari tidurku. Tak tahunya, ibu ingin
mengajakku pergi ke taman untuk menghadiri acara menanam seribu pohon di desaku jam 08.00
nanti. Aku pun bergegas bangun, merapikan tempat tidurku, dan pergi ke kamar mandi untuk
Wudhu.

Cress!
Air mengalir keluar dari keran. Aku membasuh tanganku, berkumur, membasuh hidung,
membasuh muka, membasuh tangan sampai siku-siku, mengusap kening, membasuh
telinga, mengusap kaki sampai telapak dan mata kaki. Lalu aku keluar dari kamar mandi
dan membaca doa setelah wudhu.

Kalian sudah tahu aku? Pasti belum. Aku adalah Fatimah Azzahra. Aku biasa di panggil
Fatimah. Aku suka dan sangat mencintai lingkungan. Ok teman-teman mau tahu kelanjutan
kisahku dan bagaimana aku menjaga lingkungan sekitarku? Ok cekidot!

Aku segera mengambil mukena dan sholat shubuh. Aku sholat dengan sangat khusyuk.
Selesai sholat, aku pergi ke kamar mandi dan mandi pagi. Byurr! Aku mengguyur tubuhku
dengan segayung air. Hmm… segar! Aku pun menggosokkan sabun ke badanku dan sehabis itu
mengguyur badanku lagi. Brr… dingin juga ya air pada pagi ini!!! O ya, aku juga menggosok
gigiku dengan pasta gigi dan sikatnya. Lalu aku menyikat gigiku. Segar sekali mulutku!

Tak lama, aku keluar dari kamar mandi dan berbalut handuk Island Princess. Setelah
mengeringkan tubuh, aku bergegas pergi ke kamar dan memakai kaus berwarna merah bergaris
hitam bergambar anak yang berdiri dan tersenyum sambil membentuk kata peace dengan tudung
kepalanya. Aku memakai celana panjang berwarna hitam training bergaris putih. O ya aku juga
membawa alat kebersihan, yaitu cangkul untuk menanam tanaman.

Setelah berdandan dan bersiap-siap, aku pergi ke ruang makan dan sarapan pagi. Aku
sarapan dengan ayah, ibu, dan Kak Tya (kakakku). Kami sarapan dengan telur dadar, kecap, dan
ikan teri. Hmm.. yummy!

Setelah sarapan, aku dan keluargaku pergi ke balai desa (warga memang di suruh
berkumpul di balai desa) yang lumayan jauh dari rumah kami. Dan kami juga memilih berjalan
kaki daripada naik motor. Kenapa kami memilih berjalan kaki daripada naik motor? Pertama kita
bisa mempersedikit polusi udara. karena kalau naik motor, kita dapat memperbanyak asap yang
dapat memperbanyak polusi dan dapat merusak lingkungan. Kedua, kita bisa berolahraga dengan
jalan kaki. Walaupun tempatnya jauh, tapi dengan berolahraga kita sehat dan bugar bukan? Dan
kita juga terhindar dari segala macam penyakit. Ok balik lagi ke Fatimah ya!

Sampai di balai desa, kami dan semua warga di bagikan dua kantong biji pohon mangga
oleh Pak RT. 1 kantong di tanam di taman Panca Indah dan yang satu lagi di tanam di rumah dan
pekarangan masing-masing. O ya, setelah seluruh warga berkumpul di balai desa, semua warga
pergi ke taman Panca Indah yang tidak jauh dari desa. Kami dan semua warga pergi ke taman
bersama, termasuk juga pak RT. Ada yang membawa alat kebersihan seperti cangkul, pupuk, dan
air. Semua tampak bersemangat untuk menanam seribu pohon.

Sesampainya di taman Panca Indah, semua warga pun mengeluarkan cangkul dan
mencangkuli tanah. Mereka memasukkan bibit pohon mangga ke dalam tanah yang telah di
cangkul. Begitu juga denganku. Aku mencangkuli tanah. Dan aku mencangkuli tanah sampai
bagian tanah yang terdalam. Lalu aku menaruh satu-dua bibit pohon mangga di dalamnya. Dan,
aku menguburnya lagi dengan tanah yang sudah kucangkul tadi. Aku melakukannya terus
menerus sampai sekitar 10 kali. Jadi aku menanam 10 pohon. Aku juga menyiraminya dengan air
yang kudapat dari keran air. Huhh! capai, tapi nikmat kok!
Setelah melakukan kegiatan menanam seribu pohon, kami di beri segelas jus mangga oleh Pak
RT. Hmm.. enak! Segar sekali! Setiap tegukannya membuat tenggorokan tenang dan
menghilangkan haus dan dahaga. Sepertinya tenaga yang telah terkuras sudah kembali lagi.
Sungguh senang sekali menanam seribu pohon bersama. Coba seandainya kami tidak bekerja
bakti dan melakukannya sendiri. Pasti sekarang belum selesai! Makanya, kita perlu kebersamaan
agar bisa meciptakan suatu kebaikan bersama. Ok sekarang waktunya pulang ke rumah masing-
masing!

Keesokan harinya…
Sehabis pulang sekolah, aku mengayuh sepedaku ke Taman Panca Indah. Sebelum
pulang ke rumah, aku ingin melewati taman Panca Indah. Aku ingin melihat pohon
mangga yang kutanam kemarin di sana. Aku ingin mengetahui apakah pohon manggaku
sudah tumbuh atau belum. Saatku melewatinya, batang pohon manggaku sudah tumbuh.
Sungguh senang hatiku. Aku merasa senang dan bahagia sekali, karena bisa menanam
pohon. Dengan menanam pohon, kita dapat mengurangi polusi udara bukan? Kita dapat
menebarkan kebaikan kepada semua orang. Manusia dapat merasakan suasana sejuk dan
udara segar karena kita menanam pohon yang menghasilkan oksigen bagi manusia. Buah
yang nantinya tumbuh juga bisa di makan banyak orang. Dengan begitu, hidup akan sehat
dan gembira. Dan kita juga melakukan sesuatu yang mulia bagi semua umat. Bukankah
itu menyenangkan?
INDAHNYA CIPTAAN TUHAN

Manusia ialah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna. Memiliki akal dari pikirannya,
memiliki hati untuk merasa. Semua ciptaan alam dari Tuhan diserahkan kepada manusia sebagai
pewarisnya. Pikiran dan hati manusia merupakan modal yang diberikan Tuhan selain dari
sebagai penyempurnanya dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Terbersit suatu kata yaitu
keindahan. Dimana Tuhan menciptakan segala kebutuhan manusia di dunia ini. Dari akal dan
rasa yang peka bagi setiap manusia, akan muncul gagasan kata untuk menggambarkan perasaan
atau apa yang dinikmati indranya bagi sekitarnya.
Keindahan, arti keindahan bagiku adalah semua yang menyenangkan hatiku. Semua yang
membuat panca indraku ini nyaman dan damai. Sebenarnya keindahan merupakan hasil cipta
manusia dari apa yang ia rasa. Aku tak mengatakan bahwa manusia pencipta keindahan, tetapi
manusia yang memunculkan keindahan itu. Dari apa yang ia lihat, dari apa yang ia sentuh, dari
apa yang ia rasa, dari apa yang ia raba, dan dari apa yang ia cium. Menyenangkan semua itu
yang disebut keindahan. Bagiku manusia dan keindahan merupakan pencipta dan yang dicipta.
Walau aku mengatakan bahwa manusia bukanlah pencipta keindahan melainkan yang
menafsirkan keindahan atau memunculkan keindahaan itu. Mungkin tak tepat kalau aku
mengatakan keindahan dan manusia ialah seperti pencipta dan ciptaannya, namun hal ini hampir
dapat disamakan (aku tidak mengatakan hal ini sama).
Aku telah mengatakan makna keindahan yang aku pahami. Mungkin hampir sama
dengan pendapat manusia lain. Aku ingin mengemas keindahan yang ku maksudkan. Semua
sama dengan arti keindahan yang ditangkap setiap insan. Bermula dari penyakit yang ku derita
selama ini. Aku sangat sulit untuk menilai sesuatu. Aku sangat sulit untuk bisa merasa sesuatu.
Umur yang sempit ini hampir – hampir membuatku mati rasa akan semua ciptaan Tuhan yang
dapat kita ekspresikan dengan kata – kata, termasuk keindahan. Aku hanya duduk termenung
dalam kamarku yang tidak terlalu luas. Aku pikir buat apa aku memperhatikan semua itu, jika
aku akan menghilang dari semua itu, dan hanya berteman gelap. Warna – warni indah bunga,
birunya langit, ukiran indah seniman, semua yang dipandang indah bagiku hanya sebatas
pelengkap kehidupan ini. Aku selalu merasa sunyi akan hal yang kuperbuat sendiri. Alunan
musik yang begitu banyak terdapat dilayar kaca tak ada pengaruhnya bagiku.
Liputan indahnya alam hanya biasa bagiku. Keputus asaan akan fonis umurku benar –
benar merenggut semua harapan hidupkku. Bahkan untuk menghargai ciptaan Tuhan untuk kita.
Aku, aku........ aku sempat marah kepada Tuhan mengapa ia mengijinkan aku untuk hidup di
bumi-Nya yang indah ini jika hanya sebentar waktu yang Ia beri padaku? Mengapa Ia harus
memberitahuku akan umurku? Aku ingin seperti yang lain, merasa bahagia karena umur mereka
terahasia. Tidak sepertiku terfonis mati yang pasti. Ibukku sering mengatakan bahwa semua ada
ditangan Tuhan, tapi apa yang dikatakan dokter merupakan kehendak Tuhan juga khan? Itu juga
merupakan pertanda jika Ia ingin memberikan aku kesempatan hanya sedikit untuk mengenal
dunia-Nya.
Warna – warni pelangi sudah tak pernah kukagumi lagi. Cerahnya langit biru, yang
tersusupi sinar matahari disela – sela awan setalah hujan tak membuatku takjub lagi. Toh itu
akan menghilang beberapa saat lagi. Rasa hidupku penuh derita, mungkin itu yang kalian dapat
pikirkan. Bayangkan hidup dalam kamar, sepi, dan sesekali dengan keluargaku. Melihat dari
jendela anak – anak seumurku riang berangkat sekolah bersama, pulang sekolah bersama,
bermain diluar bersama. Serasa keindahan membayangi mereka selalu. Aku sangat – sangat –
sangat ingin mendapat kemampuan mereka walau sedikit. Tapi dayaku hanya bisa berdiam
dengan kursi roda temanku. Buat apa aku merasa sedih, semua ilusi ini akan hilang juga pada
saatnya? *** Pagi, serasa celah sinar masuk terlalu cepat menembus jendela. Ini tak bisa, ibu
membuka jendelaku secepat ini.
Ia membangunkanku dengan sapaan lembut seorang ibu dan senyum yang selalu
menghiasi wajahnya dikala memulai rutinitasnya untuk merawatku. Tetapi, tunggu dulu. Ini
bukan yang biasa, pakaianku lebih rapi, tatanan rambut tersisir resmi. Ibu memakaikan sepatu
padaku. Aku bertanya adaapa ini. Beliau hanya menjawab dengan senyum lembutnya yang khas
membuatku tenang. Beliau mendudukanku diatas teman sejatiku, ya kursi roda. Rodanya mulai
bergerak, aku heran. Aku sama sekali tidak pernah sarapan diruang keluarga. Ibu selalu
mengantarkan sarapan kekamar.
Aku lihat ayah dan adikku sedang duduk asik menikmati jatah mereka dengan senyum
menyambutku keluar dari gua persembunyianku. Aku menikmati sarapan bersama, untuk
pertama kalinya setelah umurku divonis. Aku menyelesaikan sarapanku. Ibu langsung
mendorong kursi rodaku menuju luar rumah. Ya ampun! Ini pertama kalinya aku keluar rumah.
Sinar matahari langsung menerpa kulit, begitu terasa hangat. Kulihat bunga – bunga yang selama
ini dirawat ibu semakin berwarna. Kagum? Kalian kira aku kagum, itu biasa saja hanya tempat
kumelihat yang berbeda.
Itu semua akan hilang dalam beberapa waktu atau beberapa saat lagi. Kulihat lagi ibu
tersenyum padaku. Ia menyetop taksi yang memang telah dipesan. Aku mau dibawa kemana?
Ibu menunjukkan jalan – jalan yang sering aku lewati dahulu. “Itu dulu jalan kamu ke sekolah.”
“Aku ingat bu.” Ibu tak henti – hentinya menunjukkan jalan – jalan penting dalam hidupku. Aku
menyeringai sesekali ketika mengingat aku dan teman – teman sering berlarian dan bermain
dijalan saat akan berangkat sekolah. Aku rindu. Taksi berhenti, lampu menunjukkan warna
merah. “Kakak mobil orang itu bagus y?” “Iya, kamu masih ingatkan, kalau kamu mau semua itu
kamu harus jadi orang yang baik dan rajin berdoa.” “Aku ingat kakak, biar masuk surga khan?
Biar aku bisa makan yang enak – enak.” “Dasar kamu ini.” Percakapan itu, percakapan anak
jalanan itu.... Aku, aku terlalu realistis akan semua. Sakit ini membuatku jauh dari-Nya.
Alangkah menyenangkan percakapan mereka.
Optimis menjalani hidup di tengah keterbatasan mereka. Membuat semua senyum di
wajah mereka tak pudar. Aku, menemukan keindahan dari mereka, sesuatu yang membuat semua
panca indraku senang. Aku tahu, aku akan mati. Semua orang juga. Tetapi keindahan tak akan
pernah meninggalkan kita walau sampai kita mati. Surga, ya surga adalah keindahan terahkhir
yang kita bisa usahakan di dunia. Aku, akal, dan rasaku mulai peka kembali akan segala
keindahan bumi yang sangat – sangat indah ini. Langit berwana biru cerah yang selalu aku
anggap mendung, sangat cerah hari ini. Taksiku berhenti disebuah taman kecil yang tak asing
bagiku. Taman itu tempatku dulu sering menghabiskan waktu bersama keluargaku dikala akhir
pekan. Bunga – bunga disana masih saja terawat. Pandanganku masih saja biasa, walau peka
telah rasaku. Satu yang membawaku kepada arti keindahan yang selama ini aku tinggalkan.
Keceriaan anak – anak panti yang bermain bersama dengan riang.
Entah kekuatan apa yang membuatku senang, pengaruh apa yang membuatku senang
akan semua ini. Aku memang sering mengunjungi panti ini dahulu, untuk memberikan sedikit
berkah. Mereka tetap saja ceria, aku melihat seorang anak dengan kursi roda juga sepertiku.
Tetapi wajahnya tetap ceria sangat – sangat ceria. Menikmati semua, semua yang ada
disekitarnya. “Dia sama seperti kamu, tetapi dia menikmati sisanya dengan keceriaan dan
keoptimisan.” Hah, sama sepertiku? Dia begitu tampak seperti orang yang tak memiliki masalah.
Raut mukanya begitu segar. Dia yang membuka mataku tentang bagaimana seharusnya
menghabiskan hidupku. Menikmati segala keindahan warna – warni alam, cipta manusia, dan
semua yang membuatku senang. Satu lagi keindahan bagiku adalah merasa tenang dan tak
terbebani. Huh, mengingat itu semua aku jadi malu dan kangen.
Yah sudahlah, toh aku sudah disini bersama anak itu. Dia menjadi teman baikku. Jika
tidak karena dia, aku mungkin masih tersesat dalam keburukan yang kubuat sendiri. Ehm, senang
rasanya bisa berjalan kemana pun dengan kaki yang sehat dan tanpa kursi roda juga penyakit
kanker tulang yang menganggu. Aku ingin menengok ibu, aku hanya bisa melihatnya selalu
tersenyum tanpa bisa memegang tangannya yang lembut. Yah alam kami sudah berbeda. Tuhan,
terimakasih telah memberiku segala keindahan yang selama ini aku abaikan. Manusia dan
keindahan ialah sesuatu yang tak terpisahkan. Keindahan merupakan istilah manusia untuk
menggambarkan segala yang membuat panca indra dan hatinya menjadi senang. Semua yang
berada dimuka bumi ini memiliki keindahan masing – masing, dan keindahan itu muncul dari
akal dan rasa manusia.

Anda mungkin juga menyukai