Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun 1948 Beserta Sejarahnya

Semenjak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, perjuangan


pemerolehan kemerdekaan Indonesia tidak berhenti begitu saja. Masih ada banyak perjuangan yang
dilakukan oleh para pahlawan yang telah gugur mendahului kita untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Banyak tantangan yang dihadapi oleh para pendahulu kita dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam mata pelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah-
sekolah, proses pemerolehan dan mempertahankan kemerdekaan tidak berjalan dengan mulus.
Bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia masih tidak rela jika Indonesia memperoleh
kemerdekaan. (baca juga: Perbedaan Kolonialisme dan Imperialisme Barat)

Oleh karena itu, bangsa-bangsa tersebut masih melakukan intervensi di wilayah negara Indonesia
baik melalui intervensi secara militer maupun intervensi secara politik. Selama masa perjuangan
kemerdekaan Indonesia, Indonesia juga mendapatkan tantangan dari dalam negeri sendiri.
Tantangan yang dihadapi oleh negara Indonesia adalah pemberontakan-pemberontakan yang terjadi
di dalam negeri sebagai bentuk dari ketidakpuasan kelompok masyarakat kepada pemerintah
Indonesia pada saat itu. Dari beberapa pemberontakan yang pernah terjadi di Indonesia,
pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun pada tahun 1948 adalah salah satu
pemberontakan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Melalui artikel ini, dibahas secara lebih
lanjut mengenai latar belakang dan sejarah pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948.
Latar Belakang Terjadinya Pemberontakan
Terjadinya pemberontakan dalam PKI Madiun pada tahun 1948 merupakan dampak yang
ditimbulkan dari adanya kejatuhan sistem pemerintahan dalam kabinet yang dipimpin oleh seorang
tokoh yang bernama Amir Syarifuddin. Jatuhnya kabinet yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin
setelah perkembangan pergerakan kebangsaan Indonesia di masa radikal setelah tahun 1908
merupakan salah satu bentuk kegagalan pemerintah pada masa itu untuk mempersatukan Indonesia.

Masa Turunnya Kabinet


Perlu kita ketahui, sistem pemerintahan pada masa kabinet yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin
disebabkan oleh pemerintah pada masa kemerdekaan Indonesia dimana pada saat itu
terjadi perkembangan wilayah Indonesiaberdasarkan perjanjian Renville yang dilakukan oleh
pemerintah Belanda dan pemerintah Indonesia. Perjanjian Renville yang disepakati oleh pihak
Belanda dan Indonesia membuat kerugian yang sangat besar bagi pihak Indonesia dan menimbulkan
kegagalan dalam berbagai aspek dan bidang sehingga dengan sangat terpaksa, sistem pemerintahan
kabinet yang dipimpin oleh Arif Syarifuddin harus selesai atau dengan kata lain kabinet tersebut
harus turun dari sistem pemerintahan yang ada. Berikut hal yang melatarbelakangi dari masa
turunnya kabinet:

 Turunnya kabinet yang dipimpin oleh Arif Syarifuddin sebagai akibat dari adanya perjanjian
Renville memberikan dampak tersendiri bagi pribadi Arif Syarifuddin sendiri. (baca juga: Faktor
Perubahan Sosial)
 Diberhentikannya kabinet pimpinan Arif Syarifuddin yang kemudian digantikan dengan
kabinet baru yaitu kabinet Hatta membuat Arif Syarifuddin merasa kecewa terhadap keputusan
pemerintah pada saat itu yang dirasa sepihak tanpa adanya perundingan terlebih dahulu dengan
kabinet Arif Syarifuddin.
 Bagi pihak kabinet Amir Syarifuddin, keputusan sepihak yang dilakukan oleh pemerintah saat
itu dirasa tidak sesuai dengan kondisi penduduk Indonesia.
 Kekecewaan yang timbul dari pihak kabinet Amir Syarifuddin berbuntut panjang. Amir
Syarifuddin bersama dengan kelompok-kelompok masyarakat yang sepaham dan sepemikiran
dengannya mengutarakan ketidak setujuan mereka terhadap pergantian kabinet yang dilakukan
pemerintah karena dampak dari adanya perjanjian Renville yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia dengan pemerintah Belanda. (baca juga: Proses Interaksi Sosial)
Masa Mulai Pemberontakan Tahun 1928
Rasa kekecewaan yang dimiliki oleh Amir Syarifuddin bersama dengan kelompoknya menumbuhkan
rasa ingin merebut kembali dudukannya dalam kabinet seperti sebelum kabinet Hatta naik
menggantikan kabinet Amir Syarifuddin. Sebagai bentuk pemenuhan dari macam-macam kebutuhan
manusia yaitu membentuk interaksi antar sesama manusia, Amir Syarifuddin kemudian membentuk
sebuah perkumpulan atau suatu kelompok di dalam masyarakat Indonesia yang disebut dengan
Front Demokrasi Rakyat (FDR). Front Demokrasi Rakyat ini dibentuk oleh Amir Syarifuddin pada 28
Juni 1948 sebagai upaya untuk merebut kembali kabinet pemerintahan dari kabinet yang sedang
berjalan dan berkerja pada saat itu. FDR yang dibentuk oleh Amir Syarifuddin tidak hanya terdiri dari
sekelompok masyarakat yang tergabung dalam FDR tetapi juga melibatkan beberapa partai yang ada
di Indonesia seperti:

 Partai Sosialis Indonesia


 Partai Komunis Indonesia
 Pemuda Sosialis Indonesia
 Partai Buruh Indonesia
 Sarekat Buruh Perkebunan Republik Indonesia

Beberapa partai yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat menjadi memperkuat aksi yang
dilakukan oleh Amir Syarifuddin dan kelompoknya untuk merebut kekuasaan kabinet pada sistem
pemerintahan yang sedang berjalan pada waktu itu. Selanjutnya, Amir Syarifuddin bersama-sama
dengan Front Demokrasi Rakyat membentuk suatu organisasi yang anggotanya mayoritas terdiri atas
kaum buruh dan kaum petani. Alasan Amir Syarifuddin mendekati kaum buruh dan kaum petani
untuk melancarkan aksinya adalah kurangnya pendidikan dari kedua kaum tersebut yang menjadikan
kedua kaum tersebut mudah diberikan doktrin-doktrin baru sehingga dapat mendukung aksi yang
dilakukan oleh Amir Syarifuddin bersama dengan kelompoknya. Secara garis besar, kekecewaan yang
dialami oleh Amir Syarifuddin beserta kelompoknya adalah alasan yang melatar belakangi terjadinya
pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948.

Baca juga:

 Bentuk Hubungan Sosial – Permasalahan Lingkungan Hidup

Tujuan Pemberontakan Dalam PKI Madiun 1948


Pemberontakan yang dilakukan oleh Arif Syarifuddin berserta kelompoknya yang selanjutnya disebut
sebagai pemberontakan PKI Madiun merupakan bentuk kekecewaan yang dimiliki oleh Artif
Syarifuddin bersama dengan kelompoknya kepada pemerintah saat itu. Dalam menjalankan aksinya,
pemberontakan ini mempunyai beberapa tujuan, diantaranya:

1. Menggulingkan Pemerintahan
Tujuan utama pemberontakan yang dilakukan oleh Arif Syarifuddin berserta dengan Front Demokrasi
Rakyat adalah menggulingkan pemerintahan pada saat itu. Sistem pemerintahan kabinet yang
dipimpin oleh Hatta dirasa tidak sesuai dengan pemikiran dan pemahaman yang dimiliki oleh Arif
Syarifuddin. Selain itu, rasa kekecewaan yang dimiliki oleh Arif Syarifuddin ketika kabinetnya
diberhentikan dan digantikan oleh kabinet Hatta membuat Arif Syarifuddin ingin melakukan balas
dendam dengan menggulingka pemerintahan yang ada sehingga Arif Syarifuddin bersama dengan
kelompoknya dapat menduduki kabinet kembali.
Tujuan penggulingan pemerintahan yang akan dilakukan oleh Amir Syarifuddin mendapatkan
dukungan dari Front Demokrasi Rakyat sehingga dalam aksinya, Amir Syarifuddin mendapatkan
bantuan dari FDR ini. Tujuan penggulingan pemerintahan yang dilakukan oleh Amir Syarifuddin dan
kelompoknya tentu saja bukan merupakan contoh hidup rukunyang terjadi baik di dalam masyarakat
maupun di dalam kehidupan bernegara. (baca juga: Pengertian Mediasi)

2. Menggantikan Ideologi
Semenjak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan bangsa lain, Indonesia
telah memiliki ideologi bangsa sebagai landasan hidup bangsa Indonesia dalam bertanah air dan
berbangsa Indonesia. Ideologi tersebut adalah ideologi Pancasila yang sampai sekarang kita akui
sebagai dasar negara kita Indonesia. Pada tahun 1948, Amir Syarifuddin bersama dengan
kelompokknya mempunyai keinginan untuk mengganti ideologi negara yaitu Pancasila menjadi
ideologi negara komunis.

Penggantian ini dikarenakan Amir Syarifuddin beserta kelompoknya merasa bahwa ideologi Pancasila
tidak pas dengan kondisi dan situasi bangsa Indonesia pada saat itu. Oleh karena itu, adanya
pemberontakan PKI merupakan bentuk upaya yang dilakukan oleh Amir Syarifuddin bersama dengan
kelompoknya dalam rangka untuk mengganti ideologi nasional Indonesia yaitu Pancasila dengan
ideologi komunis. (baca juga: Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya)
3. Membentuk Negara Komunis
Tujuan akhir dari pemberontakan dalam PKI Madiun 1948 adalah menjadikan negara kesatuan
republik Indonesia menjadi negara komunis. Hal ini merupakan tindak lanjut yang dilakukan oleh
Amir Syarifuddin beserta kelompoknya setelah berhasil mengganti ideologi Pancasila. Negara
komunis yang ingin dibentuk melalui negara Indonesia merupakan negara komunis yang berkiblat
pada Uni Soviet pada saat itu yang menganut paham komunisme. Rencana penamaan negara juga
sudah dilakukan pada masa pemberontakan dalam PKI Madiun ini. Jika pemberontakan berhasil
dilakukan, maka nama negara Indonesia akan dirubah menjadi Negara Republik Soviet Indonesia.
Pembentukan Indonesia menjadi negara komunis dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi
bangsa Indonesia khususnya pada keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia pada saat itu.
Aksi Perjalanan Pemberontakan Dalam PKI Madiun 1948
ads
Setelah Arif Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat sebagai bentuk kekecewaan yang
timbul karena diberhentikannya kabinet yang dipimpinnya secara sepihak, Arif Syarifuddin kemudian
menyusun beberapa strategi untuk merebut kembali kekuasaan kabinet Hatta yang sedang berjalan.
Strategi yang direncanakan dan dilakukan oleh Front Demokrasi Rakyat untuk melancarkan rencana
Arif Syarifuddin lebih cenderung pada pendekatan kepada masyarakat melalui hasutan-hasutan agar
masyarakat Indonesia menjadi terpengaruh. (baca juga: Alat Komunikasi Zaman Sekarang)

Tentu saja, aksi yang dilakukan oleh Arif Syarifuddin berserta dengan Front Demokrasi Rakyat
menimbulkan permasalahan hukum di Indonesia yang serius karena berpengaruh pada stabilitas
nasional apalagi pada saat itu, Indonesia sendiri masih berada di bawah tekanan bangsa lain dalam
mempertahankan kemerdekaannya. Adapun beberapa aksi yang dilancarkan oleh Front Demokrasi
Indonesia untuk melancarkan rencana Amir Syarifuddin dalam merebut kembali posisi kabinet
diantaranya:

 Menumbuhkan Rasa Tidak Percaya di Dalam Masyarakat.

Front Demokrasi Rakyat terjun di tengah-tengah kehidupan masyarakat melalui pendekatan-


pendakatan secara halus maupun frontal untuk menumbuhkan rasa ketidak percayaan masyarakat
kepada jalannya pemerintahan saat itu. FDR melakukan berbagai macam penghasutan kepada
masyarakat agar terjadi gejolak yang dapat mengganggu stabilitas nasional negara Indonesia. (baca
juga: Kegiatan Ekspor Impor)

Selain itu, aksi FDR juga menyasar kepada jaringan-jaringan kaum buruh dan kaum petani dengan
melakukan aksi pemogokan kerja secara besar-besaran yang dapat membuat kondisi ekonomi di
Indonesia menjadi terganggu. Cara-cara kotor yang dilakukan oleh FDR tentu saja menggeser nilai-
nilai manusia sebagai makhluk ekonomi yang bermoral karena hasutan-hasutan yang dilakukan oleh
FDR kepada kaum buruh dan kaum petani membuat kedua kaum tersebut menjadi merasa tidak
percaya kepada pemerintah walupun hasutan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di
Indonesia.
 Membentuk Front Nasional

Dalam melancarkan aksinya, Front Demokrasi Rakyat juga tidak hanya terjun di dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. FDR juga melakukan penetrasi kepada pihak pemerintahan Indonesia dengan
mengirimkan wakil-wakilnya untuk duduk di dalam sistem pemeritahan saat itu. Melalui wakil-wakil
FDR yang ada di dalam sistem pemerintahan, FDR melakukan penghasutan kepada anggota-anggota
sistem pemerintahan untuk membentuk sebuah poros atau front yang dinamakan dengan Front
Nasional. (baca juga: Batas Wilayah Laut Di Indonesia)

Front Nasional ini dibentuk dengan mempersatukan berbagai macam bentuk kekuasaan dalam aspek
sosial maupun politik terutama yang memiliki rasa kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah
untuk bergabung dan bersama-sama melakukan intrik dalam pemerintahan. Intrik yang dilakukan
oleh Front Nasional ini ditujukan untuk memberikan goncangan atau masalah pada sistem
pemerintahan yang sedang berjalan pada saat itu, yaitu kabinet yang dipimpin oleh Hatta.

 Menjadikan Madiun Sebagai Basis Pemerintah

Front Demokrasi Rakyat yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin menjadikan kota Madiun yang terletak
di provinsi Jawa Timur sebagai basis atau markas pemerintahan. Dengan kata lain, basis
pemerintahan yang didirikan oleh FDR merupakan basis pemerintahan tandingan dari pemerintahan
pusat Indonesia. Untuk melancarkan pembuatan basis pemerintahan di kota Madiun, FDR melakukan
pendekatan-pendekatan secara khusus kepada masyarakat kota Madiun dan sekitarnya melalui
fungsi bahasa daerah setempat serta melakukan penghasutan kepada masyarakat yang ada di kota
terssebut. (baca juga:Jenis-jenis Akomodasi)
Selain menjadikan kota Madiun sebagai basis pemerintahan, FDR juga menjadikan kota Madiun
sebagai tempat pemasok kebutuhan FDR yang tersebar di daerah-daerah Indonesia. FDR juga
memilih kota Surakarta untuk melakukan aksi pemberontakannya. Namun khusus untuk kota
Surakarta, FDR hanya melakukan kekacauan sebagai alat pengalihan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
agar aksi FDR di kota-kota Indonesia lainnya dapat berjalan dengan lancar.

 Penarikan Pasukan

Selama menjalankan asksinya, Front Demokrasi Rakyat telah memiliki pasukan yang tersebar di
daerah-daerah. Pasukan ini tadinya ikut membantu Indonesia dalam rangka mempertahanan
kemerdekaan Indonesia. Namun dengan adanya propaganda dan hasutan yang dilakukan oleh FDR,
beberapa pasukan pejuang kemerdekaan dapat dikendalikan oleh FDR. FDR kemudian menarik
semua pasukan yang dimilikinya dari medan perang untuk menyebar ke beberapa wilayah binaan
FDR yang ada di Indonesia, sebagai berikut tujuannya:

1. Penyebaran pasukan FDR ke wilayah-wilayah binaan FDR ditujukan untuk memperkuat


pertahanan dan keamanan di dalam wilayah binaan tersebut. (baca juga: Ciri-Ciri Kapitalisme)
2. Pasukan yang tersebar di berbagai wilayah binaan FDR membuat posisi FDR menjadi semakin
kuat sehingga Amir Syarifuddin menjadi semakin yakin untuk menjalankan aksinya dalam merebut
kekuasaan kabinet yang sedang berjalan di dalam sistem pemerintahan saat itu.
3. Bergabungnya tokoh bermana Muso yang kembali dari kota Moskow pada 11 Agustus 1948
membuat posisi Amir Syarifuddin menjadi semakin menguntungkan. Amir Syarifuddin bersama
dengan kelompoknya yaitu
4. Front Demokrasi Rakyat segera melakukan tindakan pendekatan kepada Muso yang
membuahkan hasil yaitu terjadi penggabungan kekuatan diantara Muso dan Amir Syarifuddin. (baca
juga: Pengertian Solidaritas)
5. Penggabungan kekuatan ini terjadi diantara Partai Komunis Indonesia dengan Front
Demokrasi Rakyat yang memperkuat usaha Amir Syarifuddin dalam menggulingkan pemerintahan
kabinet Hatta yang sedang berjalan pada saat itu.
6. Kondisi ini makin memperparah keadaan karena pendekatan dan hasutan-hasutan yang
dilakukan oleh kedua kelompok ini makin gencar, terutama dalam menumbuhkan rasa ketidak
percayaan masyarakat kepada pemerintah melalui aksi propaganda.
7. Propaganda yang dilakukan oleh kedua kelompok tersebut dapat menjadi salah satu faktor
perubahan sosial di dalam masyarakat karena terdapat pembentukan opini di dalam masyarakat
yang membuat kehidupan bermasyarakat menjadi bergejolak.

Gejolak yang timbul di dalam masyarakat karena adanya gerakan pemberontakan yang dilakukan
oleh PKI dan FDR didasari oleh pemerintah pada waktu itu. Pemerintah kemudian melakukan
tindakan yang tegas melalui TNI untuk memulihkan keadaan yang terjadi. Upaya-upaya diplomasi
juga dilakukan oleh pemerintah untuk meredam gerakan pemberontakan ini namun tidak
membuahkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, pada pertengahan bulan September 1948,
tejadi pertempuran diantara pemerintah Indonesia melalui TNI dengan kelompok pemberontak yaitu
PKI dan FDR yang terpusat di kota Madiun yang terletak di provinsi Jawa Timur.

Kondisi ini makin diperparah dengan adanya proklamasi pendirian negara Republik Soviet Indonesia
yang dilakukan oleh Muso pada 18 September 1948. Mendengar hal tersebut, pemerintah Indonesia
melalui TNI melalukan gerakan cepat untuk menumpas pemberontakan PKI dan FDR yang terjadi
dengan berujung pada kematian Muso dan penangkapan Amir Syarifuddin beserta dengan
pendukungnya yang kemudian dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Indonesia sehingga
perkembangan awal politik pada awal kemerdekaan secara berangsur-angsur membaik.

Demikianlah penjelasan mengenai latar belakang pemberontakan dalam PKI Madiun 1948 beserta
sejarahnya. Pemberontakan yang terjadi pada saat itu merupakan bentuk pelampiasan rasa
ketidakpuasan dan kekecewaan suatu kelompok terhadap pemerintah. Di era sekarang, bisa saja
pemberontakan kembali terjadi. Oleh karena itu kita sebagai warga negara Indonesia wajib menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa agar pemberontakan-pemberontakan di masa lalu tidak terulang
kembali. Kiranya artikel ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Pemberontakan PKI 1948 atau yang juga disebut Peristiwa Madiun adalah pemberontakan komunis
yang terjadi pada tanggal 18 September 1948 di kota Madiun. Pemberontakan ini dilakukan oleh
anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan partai-partai kiri lainnya yang tergabung dalam
organisasi bernama "Front Demokrasi Rakyat" (FDR).

Daftar isi

Latar Belakang
Pemberontakan ini diawali dengan jatuhnya kabinet RI yang pada waktu itu dipimpin oleh Amir
Sjarifuddin karena kabinetnya tidak mendapat dukungan lagi sejak disepakatinya Perjanjian Renville.
Lalu dibentuklah kabinet baru dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri, namun Amir
beserta kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut.
Dalam sidang Politbiro PKI pada tanggal 13-14 Agustus 1948, Musso, seorang tokoh komunis
Indonesia yang lama tinggal di Uni Soviet (sekarang Rusia) ini menjelasan tentang “pekerjaan dan
kesalahan partai dalam dasar organisasi dan politik” dan menawarkan gagasan yang disebutnya
“Jalan Baru untuk Republik Indonesia”. Musso menghendaki satu partai kelas buruh dengan memakai
nama yang bersejarah, yakni PKI. Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxsisme-
Leninisme: PKI ilegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PKI hasil fusi ini
akan memimpin revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite
Front Nasional".
Selanjutnya, Musso menggelar rapat raksasa di Yogya. Di sini dia melontarkan pentingnya kabinet
presidensial diganti jadi kabinet front persatuan. Musso juga menyerukan kerjasama internasional,
terutama dengan Uni Soviet, untuk mematahkan blokade Belanda. Untuk menyebarkan gagasannya,
Musso beserta Amir dan kelompok-kelompok kiri lainnya berencana untuk menguasai daerah-daerah
yang dianggap strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Solo, Madiun, Kediri, Jombang,
Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, dan Wonosobo. Penguasaan itu dilakukan dengan agitasi,
demonstrasi, dan aksi-aksi pengacauan lainnya.[1]
Rencana itu diawali dengan penculikan dan pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap musuh di
kota Surakarta, serta mengadudomba kesatuan-kesatuan TNI setempat, termasuk kesatuan Siliwangi
yang ada di sana.
Mengetahui hal itu, pemerintah langsung memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat
adudomba untuk memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh
kolonel Gatot Subroto.

Pemberontakan
Sementara perhatian semua pihak pro-pemerintah terkonsentrasi pada pemulihan Surakarta, pada
18 September 1948, PKI/FDR menuju ke arah timur dan menguasai Kota Madiun, Jawa Timur, dan
pada hari itu juga diproklamasikan berdirinya "Republik Soviet Indonesia". Hari berikutnya, PKI/FDR
mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI juga mengumumkan hal
yang sama pula di Pati, Jawa Tengah.[2] Pemberontakan ini menewaskan Gubernur Jawa Timur RM
Suryo, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta beberapa petugas polisi dan tokoh agama.

Akhir
Untuk memulihkan keamanan secara menyeluruh di Madiun, pemerintah bertindak cepat. Provinsi
Jawa Timur dijadikan daerah istimewa, selanjutnya Kolonel Sungkono diangkat sebagai gubernur
militer. Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A. H.
Nasution.[3]

September 1949, Proses introgasi terhadap simpatisan PKI.

September 1948, nampak TNI bersenjata dan masyarakat yang menangkap terduga simatisan PKI.

Introgasi yang dilakukan oleh seorang prajurit TNI kepada simpatisan PKI.

Sementara sebagian besar pasukan TNI di Jawa Timur berkonsentrasi menghadapi Belanda, namun
dengan menggunakan 2 brigade dari cadangan Divisi 3 Siliwangi serta kesatuan-kesatuan lainnya
yang mendukung Republik, semua kekuatan pembetontak akhirnya dapat dimusnahkan.[4]

Kondisi korban sebelum dieksekusi.

Korban eksekusi

September 1948, Kondisi korban setelah eksekusi.


September 1948, Foto setelah dilakukannya eksekusi terbuka kepada terduga simpatisan PKI.

September 1948, proses eksekusi massal terhadap terduga simpatisan PKI.

Eksekusi dilakukan dengan cara ditembak.

Eksekusi dilakukan dengan cara ditembak.

Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto,
sebelah barat Ponorogo. Dalam peristiwa itu, Musso berhasil ditembak mati. Sedangkan Amir
Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri
tertangkap di daerah Grobogan, Jawa Tengah. Sedangkan sisa-sisa pemberontak yang tidak
tertangkap melarikan diri ke arah Kediri, Jawa Timur.[5]

Kronologi Peristiwa Madiun (Pemberontakan PKI 1948)


Peristiwa 20:56

0
SHARES

Share on Facebook

Share on Twitter
PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan atau chaos yang terjadi di Jawa
Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya negara
Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh
Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.

Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan
tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru
peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.

Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun, baik itu tokoh
sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama.

Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang
mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku
Orde Lama).

Tawaran bantuan dari Belanda

Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk
menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik
Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera
memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata
Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun
kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.

Latar belakang

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yang
membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan sosialis. Selain tergabung dalam
Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-
kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di
Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N.
Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan
beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III,
Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan
Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan
Kapten Untung Samsuri.

Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow,
Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di
pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung
dengan Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.

Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan, bahwa
pihak lainlah yang memulai. Banyak perwira TNI, perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren
di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh.

Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2
perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan mayatnya
dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik dan dibunuh. Tuduhan
langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang melakukannya. Di antara yang menjadi korban juga
adalah Kol. Marhadi yang namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah
alun-alun Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk Wakil Presiden/Perdana
Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai
Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS yang mengeluarkan
gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah
pengaruh komunis, maka negara-negara tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis,
seperti layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam memerangi
komunis di seluruh dunia.

Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel “Huisje Hansje” Sarangan,
dekat Madiun yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri, Mohamad Roem
(anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak Amerika hadir Gerald Hopkins
(penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran (pengganti Graham yang mewakili Amerika
dalam Komisi Jasa Baik PBB). Dalam pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai
“Perundingan Sarangan”, diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive
Proposal (proposal pembasmian kelompok merah). Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto
berangkat ke Amerika guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang menyandang
gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta, sesungguhnya adalah anggota
Central Intelligence Agency – CIA.

Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan
kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau Soekarno-Hatta. Maka
pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun),
dan di zaman Orde Baru terutama di buku-buku pelajaran sejarah kemudian dinyatakan sebagai
pemberontakan PKI Madiun.

Akhir konflik

Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II di
bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II
(Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari Divisi Siliwangi, sedangkan dari
timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di bawah pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat
menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan Mobiele Brigade
Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin.

Panglima Besar Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat menumpas pasukan-
pasukan pendukung Musso dalam waktu 2 minggu. Memang benar, kekuatan inti pasukan-pasukan
pendukung Musso dapat dihancurkan dalam waktu singkat.

Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik yang datang
dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di Hotel Merdeka di Madiun.
Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan melarikan
diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap.

Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Musso tewas atau
dapat ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan
Perdana Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948, atas perintah Kol. Gatot Subroto.

Anda mungkin juga menyukai