Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

UJI BIOEKIVALENSI OBAT

Rabu, 7 Maret 2018

Kelas C

Pukul 10.00 – 13.00 WIB

Maryam Nur Afifah

260110150121

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2018
UJI BIOEKIVALENSI OBAT

I. Tujuan
1.1 Menentukan status bioekivalensi dari suatu produk obat uji
1.2 Merancang penelitian uji bioavailabilitas dan bioekivalensi dari suatu
produk
II. Prinsip
2.1 Bioekivalensi
Bioekivalensi merupakan tidak adanya perbedaan signifikan dalam
kecepatan dan jumlah bahan aktif atau senyawa aktif dari produk ekivalen
farmasetik atau alternative farmasetik yang tersedia di tempat kerja obat jika
diberikan pada dosis molar yang sama di bawah kondisi yang sama dalam
penelitian yang didesain dengan tepat (FDA, 2014).
III. Teori Dasar
Uji Bioekivalensi (BE) merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan
sifat dan kerja obat didalam tubuh suatu obat “copy” dibandingkan dengan obat
innovator sebagai pembanding. Dua produk obat disebut bioekivalen jika
keduanya mempunyai bioekivalensi farmaseutik dan alternatif farmaseutik dan
pada pemberian dengan dosis yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas
yang sebanding sehingga efek dalam efikasi maupun keamanan akan sama.
Bioavailabilitas (BA) adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh /
aktif, setelah pemberian obat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu
atau dari ekskresinya dalam urin. (BPOM, 2004., BPOM, 2006).
Uji bioavailabilitas dan bioekivalensi (BABE) mensyaratkan pelaksanaan
sesuai dengan pedoman praktek laboratorium yang benar (Good Laboratory
Practice) dan pedoman cara uji klinik yang baik (Good Clinical Practice).
Setiap laboratorium pengujian, untuk menyusun proposal uji BABE diharuskan
melakukan penelitian dan kajian pustaka, karena dalam pedoman uji
bioekivalensi tidak menentukan produk yang harus diuji maupun inovator atau
komparatornya demikian pula dengan metode yang digunakan. (BPOM, 2004.,
BPOM, 2006).
Bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik,
dan aktivitas toksik obat, maka biofarmasetika menjadi sangat penting.
Biofarmasetika bertujuan mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke
sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik
tertentu (Shargel dan Andrew, 2005).
Analisis konsentrasi obat terhadap waktu atau data konsentrasi terhadap
efek obat merupakan hal yang penting dalam penelitian farmakodinamik dan
farmakokinetik. Untuk menyederhanakan analisis tersebut, berbagai paket
perangkat lunak telah dikembangkan dan dipasarkan. Aplikasi seperti
WinNonlin dan Kinetica mahal sehingga dibuatlah alternative hemat biaya dan
mudah digunakan yaitu analisis PK/PD menggunakan Microsoft Exce (Zhang,
2010).
PK Solver merupakan program add-in berbasis menu yang tersedia secara
bebas untuk Microsoft Excel yang ditulis dalam Visual Basic for Appications.
Program ini menyediakan berbagai modul untuk analisis data farmakokinetik
dan farmakodinamik termasuk analisis nonkompartemen, analisis kompartmen
dan pemodelan farmakodinamik (Brown, 2006).

IV. Alat dan Bahan


Alat
Laptop 1 buah/praktikan dengan spesifikasi:
a. Windows XP/ Vista/ 7
b. Microsoft Office 2003/2007/2010
V. Prosedur
1. Siapkan laptop dan charger laptop dengan spesifikasi alat di atas
2. Jawab soal pada modul praktikum 8 dengan baik dan teliti
3. Lakukan analisis data pada soal dengan menggunakan PK solver dan
Microsoft excel.
VI. Soal
Ekstravaskuler non-kompartemen
Ekstravaskuler kompartemen 1
Ekstravaskuler kompartemen 2
Iv nonkompartemen
IV kompartemen 1
IV Kompartemen 2
Perhitungan bioavailabilitas absolut
(𝐴𝑈𝐶 𝑜𝑟𝑎𝑙)/(𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑟𝑎𝑙)
𝐹 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 = 𝑥 100%
(𝐴𝑈𝐶 𝐼𝑉)/(𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐼𝑉)
(23.02)
𝐹 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 = 500 𝑥 100%
(11.25)
200
𝐹 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 = 81.83%

Nomor 2

Sukarelawan AUC (µg/ml.jam) (%)


Kapsul Kapsul Kapsul Kapsul STD FA FB FC
A B C
1 14.1 19.1 9.6 15.8 89.24051 120.8861 60.75949
2 20.2 20 10.6 19 106.3158 105.2632 55.78947
3 19 17.5 14.6 19.3 98.4456 90.67358 75.64767
4 13.2 20.3 13.1 18.4 71.73913 110.3261 71.19565
5 13.5 17.3 10.4 17.2 78.48837 100.5814 60.46512
6 17.9 17.4 8.3 16.5 108.4848 105.4545 50.30303
7 12.4 17.2 14.5 17.9 69.27374 96.08939 81.00559
8 15.8 16.9 11.4 17.5 90.28571 96.57143 65.14286
rata-rata F 89.03421 103.2307 65.03861
SD 14.9665 9.495696 10.33253
rata-rata SF 5.291459 3.357235 3.6531
t alfa 1.86
Cli atas 98.87633 109.4752 71.83338
Cli bawah 79.1921 96.98625 58.24384
Batas atas 98.90574 109.4938 71.85368
Batas 79.16269 96.96759 58.22354
Bawah
[𝐴𝑈𝐶 𝑘𝑎𝑝𝑠𝑢𝑙]
𝐵𝑖𝑜𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 (𝐹 𝑟𝑒𝑙) = 𝑥 100%
[𝐴𝑈𝐶 𝑆𝑇𝐷]
Rumus untuk menentukan bioekivalensi:
Cl= F ± SF.t.α
Cl (-) = F rata-rata – SF.t. α
Cl (+) = F rata-rata – SF.t. α
Dimana
F= bioavailabilitas rata-rata
SF= standar deviasi F
t. α= nilai pada table t-student dengan confidence interval 90% (untuk 8
sampel atau df=7) yaitu 1.895
Kapsul A memiliki confidence interval pada kisaran 79.16-98.9,
kapsul B memiliki confidence interval pada kisaran 96.97-109.49 dan
kapsul C memiliki confidence interval pada kisaran 58.22-71.85. Pada
kapsul A memiliki batas bawah di bawah syarat bioekivalen Cl yaitu pada
80-125% sehinga kapsul A dan kapsul C tidak bioekivalen karena tidak
mencapai syarat bioekivalen, sementara kapsul B mencapai syarat
bioekivalen semua sehingga bioekivalen.
VII. Pembahasan Soal
Pada praktikum kali ini, dilakukan uji bioekivalensi obat. Dua
produk obat dinyatakan bioekivalen jika keduanya, yaitu obat copy dan obat
innovator memiliki bioekivalensi farmasetik dan alternative farmasetik
pada pemberian dengan dosis yang sama akan menghasilkan
bioavailabilitas yang sebanding sehingga efek dalam efikasi maupun
keamanan akan sama. Jika kedua obat ekivalen maka dapat memberikan
kesempatan baik kepada dokter maupun pasien untuk memilih berbagai
merek obat dengan jaminan bahwa setiap produk akan memberikan efek
klinis dan keamanan yang sebanding,
Uji bioekivalen bertujuan untuk memastikan obat generic memiliki
efek yang sama atau kurang lebih sama dengan produk atau obat patennya.
Uji ini juga dilakukan untuk memastikan khasiat yang sesuai dengan yang
diharapkan, aman untuk digunakan, dan tidak menimbulkan efek negative
yang tidak diinginkan dengan proses produksi yang telah distandarisasi.
Produk innovator dijadikan sebagai standar karna obat tersebut telah
mendapat persetujuan dari pihak berwenang untuk dipasarkan, atau dengan
kata lain obat tersebut telah terstandar.
Pada praktikum kali ini dilakukan analisis bioekivalensi suatu obat
uji terhadap standar menggunakan data konsentrasi AUC menggunakan
aplikasi PK Solver dan Ms. Excel. Parameter farmakokinetik lain yang
digunakan untuk evaluasi status bioekivalen suatu produk yaitu Cmax
(konsentrasi maksimum) dan Tmax (waktu konsentrasi untuk mencapai
konsentrasi maksimum). Cara lainnya menghitung BA yaitu menggunakan
gambar di kertas millimeter blok ataupun menggunakan rumus.
Uji bioekivalensi dapat dilakukan dengan menghitung perbedaan
bioavailabilitas produk uji dan produk pembanding. Pada soal no.1, suatu
sediaan suspense oral akan dibandingkan dengan sediaan injeksi intravena.
Dalam membandingkan sediaan suspense oran dan injeksi intravena
menggunakan bioavailabilitas absolut. Data yang diperlukan yaitu nilai
AUC sediaan oral, nilai AUC sediaan intravena, dosis sediaan oral dan dosis
sediaan intravena. Untuk memperoleh data yng diinginkan, maka dapat
dilakukan analisis data menggunakan PK Solver pada Ms. Excel.
PK solver yaitu sebuah program untuk mengetahui data
farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Pada aplikasi ini dapat dipilih
rute pemberian dan kompartemen yang akan dipilih. Jika belum mengetahui
pengujian tersebut masuk ke kompartemen berapa maka digunakan pilihan
non kompartemen, kemudian dapat dianalisis pada grafik yang dihasilkan.
Sedangkan jenis kompartemen ada dua yaitu kompartemen satu dan
kompartemen dua. Pada kompartemen satu, tubuh dianggap satu bagian
sehingga ketika obat masuk ke dalam tubuh langsung menyebar ke seluruh
tubuh tanpa ada proses absorpsi dan distribusi sedangkan pada
kompartemen dua tubuh dianggap memiliki dua bagian yaitu kompartemen
sentral dan perifer sehingga terjadi proses absorpsi, distribusi dan lain-lain.
Kompartemen satu biasanya merupakan rute pemberian iv dan
kompartemen dua merupakan rute pemberian secara oral.
Pada analisis data soal nomor 1, digunakan oral kompartemen dua
dan intravena kompartemen satu. Alasan penggunaan oral kompartemen
dua karena oral merupakan rute enteral sehingga obat akan melalui berbagai
organ terlebih dahulu hingga akhirnya sampai ke system peredaran darah
sehingga dalam proses perjalanan tersebut terjadi banyak proses seperti
absorpsi, ditribusi dan lain-lain. Sedangkan intravena kompartemen satu
karena obat langsung masuk ke dalam aliran sistemik. Setelah dianalisis,
diambil data pada t 0 dan pada t infinity kemudian dibandingkan dengan
AUC total maka didapat nilai F. Nilai AUC tak hingga dan AUC maksimal
tersebut merupakan parameter paling relevan pada penilaian bioekivalensi.
Nilai AUC paling dapat dipercaya untuk menggambarkan besarnya
absorpsi. Nilai F yang didapat yaitu sebesar 81.83 %. Semakin nilai F relarif
mendekati 100% maka konsentrasi obat yang masuk ke sistemik semakin
banyak sehingga akan menimbulkan efek terapeutik dalam jumlah semakin
tinggi.
Pada penyelesaian soal nomor dua dilakukan penetapan status
bioekivalensi dari tiga kapsul uji terhadap standar. Dalam pengujian jika
produk uji memiliki nilai Confidence Internal pada rentang 80%-125%
maka termasuk dalam kategori bioekivalen. Dari ketiga kapsul tersebut
terdapat satu kapsul yang memiliki nilai Frel melebihi 100%. Nilai Frel
dapat melebihi 100% karena mungkin kapsul tersebut memiliki
bioavailabilitas lebih tinggi dibandingkan dibandingkan bioavailabilitas
kapsul standar. Hasil yang didapat yaitu kapsul A dan kapsul C tidak
bioekivalen dan kapsul B bioekivalen dengan standar.
VIII. Simpulan
8.1 Dapat ditentukan nilai F absolut dari suatu produk dengan
membandingkan AUC oral dan AUC intravena, dengan hasil diperoleh
sebesar 81.83% dan memenuhi syarat bioavailabilitas absolut
8.2 Dapat ditentukan status bioekivalensi dari suatu produk obat dengan
membandingkan Frel obat uji (Kapsul A, B, C) dengan Frel obat standar
dengan hasil yang diperoleh 79.16-98.9 %, 96.97-109.49% dan 58.22-
71.85%. dapat dinyatakan bahwa obat yang bioekivalensi dengan
standar yaitu kapsul B. sedangkan kapsul A dan kapsul C merupakan
obat yang bioinekivalen dengan standar.
Daftar Pustaka

A.M. Brown, A Non-Linear Regression Analysis Program For Describing


Electrophysiological Data With Multiple Functions Using Microsoft Excel,
Comput. Methods Programs Biomed.82 (2006) 51–57.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM). 2004. Pedoman
Uji Bioekivalensi. cetakan I. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM). 2006. Pedoman
Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan
FDA. 2014. Draft Guidance for Industry: Bioavailability and Bioequivalence
Studies Submitted in NDAs or INDs – General Considerations. Tersedia
online di
http://www.fda.gov/downloads/Drugs/GuidanceComplianceRegulatoryInf
ormation/Guidances/UCM389370.pdf [ diakses pada 7 Mei 2018]

Shargel, L. dan B.C. Andrew. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan.


Surabaya:Airlangga University Press

Zhang,Y., Hou, M., Zhou, J., Xie, S. 2010. Pksolver: An Add-In Program For
Pharmacokinetic And Pharmacodynamic Data Analysis In Microsoft Excel.
Comput Methods Programs Biomed 99(3):306-14
Lampiran
Sebutkan dan jelaskan secara lengkap factor-faktor yang dapat mempengaruhi
ketersediaan hayati suatu obat/produk obat
Jawab:
1. Pelarutan
Pelarutan merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam suatu obat pelarut. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh
dikenal sebagai stagnant layer, berdifusi ke pelarut dari daerah konsentrasi
tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah. Laju pelarutan adalah jumlah
obat yang terlarut per satuan luar per wakttu. Laju pelarutan dipengaruhi
oleh sifat fisikokimia obat, pelarut, suhu media dan kecepatan pengadukan
2. Sifat fisikokimia obat
sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat memiliki pengaruh yang
besar pada kinetika pelarutan. Sifat-sifat ini terdiri atas: luas permukaan,
bentuk geometric partikel, derajat kelarutan obat dalam air, dan bentuk obat
yang polimorf
3. Disintegrasi
Suatu produk obat padat harus mengalami disintegrasi ke dalam partikel-
partikel kecil dan melepaskan obat sebelum absorpsi
4. Factor formulasi yang mempengaruhi uji pelarutan obat
Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga mempengaruhi kinetika
pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau bereaksi
dengan obat itu sendiri. Natrium bikarbonat dapat mengubah pH media.
Aspirin dalam media alkali akan menyebabkan obat tersebut melarut cepat.
Bahan tambahan yang berinteraksi dengan obat membentuk kompleks yang
larut atau tidak larut dalam air.
(Shargel dan Andrew, 2005).

Anda mungkin juga menyukai