Makalah tentang salah satu topik pembahasan yang dipelajari dalam Geodesi
Kelautan
pada Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika
Oleh
Ramadhan Hidayaturrahman
15110094
Pendahuluan
Sistem penentuan posisi telah lama ditemukan dan dikembangkan. Dimulai dari
perkembangan sistem penentuan posisi menggunakan Global Positioning System
(GPS) lalu muncul berbagai sistem penentuan posisi lainnya seperti GLONASS,
GALILEO, COMPASS, dan lain-lain. Sistem penentuan posisi tersebut
memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satelit ke receiver
yang ada di permukaan bumi. Penentuan posisi menggunakan satelit sangat
membantu dalam melakukan survei atau navigasi di darat, laut, dan udara. Namun
karena perkembangan teknologi semakin cepat dan kebutuhan manusia semakin
banyak, sistem penentuan posisi sekarang tidak hanya dilakukan dari satelit ke
permukaan bumi tapi bisa juga dilakukan di bawah air terutama di bawah laut.
Sistem penentuan posisi di bawah air ini sangat berguna untuk kegiatan-kegiatan di
lepas pantai, seperti pengeboran, pemasangan pipa bawah laut, investigasi dasar laut
menggunakan ROV, dan lain-lain. Penentuan posisi bawah air ini memanfaatkan
gelombang akustik dalam penggunaannya karena gelombang elektromagnetik tidak
bagus ketika merambat di dalam air yang nantinya akan menyebabkan akurasi posisi
yang dihasilkan akan jelek. Penentuan posisi bawah air prinsipnya sama dengan
penentuan posisi dari satelit ke permukaan, yang membedakan hanyalah jenis
gelombang yang digunakan.
1
Bab 2
Pembahasan
2
Gambar 2.1 Ilustrasi Penentuan Posisi Dengan Metode USBL (Macleod, 2003)
Dalam memperoleh posisi beacon yang ada di dasar laut dengan metode USBL
menggunakan prinsip pengukuran jarak secara akustik dan arah. Dalam memperoleh
jarak secara akustik, prinsipnya adalah menghitung waktu perjalanan gelombang
akustik yang ditembakan dari transduser yang ada di permukaan laut ke beacon yang
ada di dasar laut dan kembali lagi ke transduser yang ada di permukaan laut. Dalam
menghitung waktu perjalanan sangatlah mudah, karena suda ada alat yang dapat
mengukur kecepatan gelombang akustik di dalam air seperti Sound Velocity Profiler
(SVP).
3
Gambar 2.2 Ilustrasi Metode Penentuan Posisi Bawah Laut Dengan SBL (Macleod,
2003)
4
Gambar 2.3 Ilustrasi Penentuan Posisi Bawah Laut Dengan Metode LBL (Macleod,
2003)
Ada 2 elemen dalam metode penentuan posisi bawah laut dengan LBL, yang pertama
adalah jumlah transponder yang dipasang pada permukaan dasar laut. Posisi dari
tiap-tiap transponder dideskripsikan dalam kerangka koordinat fiks baik itu secara
absolut atau relatif di dasar laut. Dan yang kedua adalah transceiver akustik yang
biasanya dipasang pada kapal atau peralatan bawah laut seperti ROV yang terhubung
dengan transduser yang dikendalikan dari kapal.
5
Gambar 2.4 Ilustrasi Penggunaan Metode LUSBL (Macleod, 2003)
Gambar 2.5 Contoh Transducer Yang Digunakan Dalam Metode USBL (Macleod,
2003)
6
2.2.2 Beacon
Ada berbagai macam beacon yang dipakai dalam penentuan posisi bawah air, yaitu :
1. Pingers
Pingers adalah beacon yang dipasang di permukaan dasar laut yang
diprogram untuk mengirimkan sinyal (ping) dengan frekuensi dan perulangan
tertentu. Beberapa pinger dapat dimatikan dengan sistem mekanik atau
dengan perintah melalui gelombang akustik. Sistem USBL dan SBL yang
lama sering memakai pinger dalam pengoperasiannya.
2. Transponder
Transponder adalah alat yang dapat mengirimkan sinyal akustik ketika proses
penentuan posisi bawah air berlangsung. Transponder yang bagus memiliki
microprocessor sehingga dapat berkomunikasi melalui telemetri akustik.
Transponder yang bagus tersebut dapat mengatur akustik dari transponder
tersebut dan biasanya terdapat sensor-sensor tambahan, seperti sensor
kedalaman, suhu, dan salinitas.
7
3. Responder
Responder adalah suatu beacon yang terhubung melalui kabel terhadap suatu
unit pengontrol. Beacon ini diatur secara elektrik dan mengirimkan sinyal
akustik dalam merespon pemicu akustik lainnya.
8
2.4 Kalibrasi
2.4.1 Ultra Short BaseLine (USBL)
Pada sistem USBL memerlukan data masukan dari gyrocompass dan VRU. Sensor-
sensor tersebut memungkinkan sistem USBL memproses nilai suatu posisi secara
absolut pada transponder yang ada di permukaan dasar laut. Gyrocompass dan
vertical reference unit akan dipasang pada lokasi yang berbeda dengan transceiver
USBL. Proses kalibrasi USBL dilakukan agar mendapatkan nilai error dari orientasi
pitch, roll, dan heading.
9
Gambar 2.8 Ilustrasi Kalibrasi LBL Secara Relatif (Macleod, 2003)
Dan yang kedua adalah kalibras LBL secara absolut. Transponder yang ada di
permukaan dasar laut dikalibrasi dengan koordinat absolut melalui pengukuran
DGPS fiks dan jarak akustik ke transponder lain secara bersama-sama. Cara yang
paling mudah dalam menentukan posisi transponder secara absolut adalah dengan
meletakannya pada sumur (wellhead) atau manifold. Pada Gambar 2.9 berikut
mengilustrasikan tentang kalibrasi LBL secara absolut.
10
Bab 3
Kesimpulan
Dari penjelasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sistem penentuan
posisi bawah air secara akustik ada 4 metode, yaitu USBL, SBL, LBL, dan metode
kombinasi. Penggunaan dari keempat metode tersebut harus disesuaikan dengan
kebutuhan karena setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Akurasi dan
peralatan yang digunakan pun berbeda-beda dari tiap metode.
11
Daftar Pustaka
12
I