Anda di halaman 1dari 14

a sih inteligensi itu???

Istilah lain dari inteligensi adalah kecerdasan. Intelegensi menurut pemikiran saya yaitu kemampuan
seseorang dalam berfikir dan belajar, memecahkan masalah, memproses sesuatu, dan kemampuan
untuk menyesuaikan diri pada lingkungan.

Setiap individu mempunyai inteligensi yang berbeda – beda. Sebagai contoh, seorang dokter dan
seorang supir angkot. Sang dokter pandai dalam mengobati pasien, dan sang supir angkot pandai dalam
mengemudikan angkotnya. Mungkinkah mereka mempunya kecerdasan yang sama? Mungkin orang –
orang beranggapan bahwa sang dokterlah yang lebih pandai daripada sang supir angkot tersebut. Orang
– orang beranggapan seperti itu mungkin karena mereka melihat kecerdasan seseorang dari tingkat
pendidikannya.

Banyak para ahli yang memandang hakikat intelegensi. Apakah inteligensi itu merupakan bawaan dari
lahir ataukah karena pengaruh lingkungan. Para tokoh yang berpendapat bahwa inteligensi merupakan
bawaan dari lahir yaitu Arthut R Jensen, Sir Cyril Burt, Woodrow dan David Wechsler. Tokoh yang
beranggapan bahwa inteligensi ditentukan oleh lingkungan yaitu Jerome S Kegan. Dan tokoh – tokoh
yang beranggapan bahwa inteligensi merupakan hasil dari keturunan, lingkungan dan interaksi antara
keduanya adalah Crow, Hilgard, dan Clark.

« Distress Spiritual

Konsep Meta Analysis »

Konsep Dasar Psikososial

May 13, 2008 by mirzal tawi

1. Pengertian Kebutuhan Psikososial:


Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling
berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan
yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan
ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan
keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasana dalam
kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif .

2. Status Emosi

Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk kebutuhan akan cinta, kepercayaan,
otonomi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa aman. Schultz (1966) Merangkum kebutuhan
tersebut sebagai kebutuhan interpersonal untuk inklusi, control dan afeksi. Bila kebutuhan tersebut
tidak terpenuhi, akibatnya dapt berupa perasaan atau prilaku yang tidak diharapkan, seperti ansietas,
kemarahan, kesepian dan rasa tidak pasti.

Kebutuhan interpersonal akan inklusi, control dan afeksi kadang saling tumpang tindih dan
berkesinambungan.

Kebutuhan akan inklusi :

Merupakan kebutuhan untuk menetapkan dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan orang.
Dalam lingkungan perawatan kesehatan, kebutuhan inklusi dapat dipenuhi dengan memberi informasi
dan menjawab semua pertanyaan, menjelaskan tanggung jawab perawat dalm memberi perawatan dan
mengenali kebutuhan serta kesukaan pasien.
Kebutuhan akan kontrol :

Berhubungan dengan kebutuhan untuk menentukan dan memelihara hubungan yang memuaskan
dengan orang lain dengan memperhatikan kekuasaan, pembuatan keputusan dan otoritas.

Contoh: Saat orang melepaskan tanggung jawab pribadinya dan menjadi pasien yang sangat terikat dan
tidak berdaya yang selalu meminta petunjuk dari semua orang mengenai apa yang harus dilakukan dan
bagaimana melakukannya. Dibalik prilaku itu tersembunyi ansietas, bermusuhan dan kurang percaya
terhadap orang lain atau diri sendiri. Intervensi keperawatan yang membantu pasien menerima
tanggung jawab untum membuat keputusan mengenai perawatan pasien yang menunjang pemulihan
control.

Kebutuhan Afeksi :

Seseorang membangun hubungan saling memberi dan saling menerima berdasarkan saling menyukai.
Afeksi diungkapkan dengan kata-kata cinta, suka, akrab secara emosional, pribadi, sahabat, dan intimasi.

Rentang Respon Emosional :


RENTANG RESPONS EMOSIONAL

Respons Adaptif Respons Maladaptif

Kepekaan emosional

Reaksi berduka takterkomplikasi

Supresi emosi

Penundaan reaksi berduka

Depresi/mania
Pengertian:

a. Kepekaan emosiaonal

adalah Respons emosional termasuk dipengaruhi oleh dan berperan aktif dalam dunia internal dan
eksternal sesorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka dan sadar akan perasaannya sendiri.

b. Reaksi berduka takterkomplikasi

Terjadi sebagai respons terhadap kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang menghadapi suatu
kehilngan yang nyata serta terbenam dalam proses berdukanya.
c. Supresi emosi

Mungkin tampak sebagai penyangkalan (denial) terhadap perasaan sendiri, pelepasan dari
keterikatandengan emosi atau penalaran terhadap semua aspek dari dunia afektif seseorang.

d. Penundaan reaksi berkabung

Ketidakadaan yang persisten respons emosional terhadap kehilangan . ini dapat terjadi pada awal proses
berkabung dan menjadi nyata pada kemunduran proses, mulai terjadi atau keduanya. Penundaan dan
penolakan proses berduka kadang terjadi bertahun-tahun.

e. Depresi atau melankolia

Suatu kesedihan atau perasaan berduka berkepanjangan. Dapat digunakan untuk menunjukkan
berbagai fenomena, tanda, gejala, sindrom, keadaan emosional, reaksi, penyakit atau klinik.

f. Mania

Ditandai dengan elevasi alam perasaan berkepanjangan dan mudah tersinggung.

3. Konsep Diri

Pendahuluan :
§ KD adalah Semua perasaan, kepercayaan dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan
mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.

§ Berkembang secara bertahap, saat bayi mulai mengenal dan membedakan diri dengan orang lain.

§ Pembentukan KD dipengaruhi asuhan orang tua dan lingkungan.

§ Tercapai aktualisasi diri ( Hirarkhi maslow) → Perlu KD yang sehat.

Komponen KD :

1. Body Image ( Citra tubuh)

§ Sikap terhadap tubuh secara sadar dan tidak sadar

§ Mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh dulu dan
sekarang

2. Ideal diri
§ Persepsi individu → bagaimana harus berprilaku sesuai standar prilaku.

§ Akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.

3. Harga diri (HD)

§ Penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis → sejauh mana prilaku memenuhi ideal diri.

§ Sukses → HD tinggi, gagal → HD rendah

§ HD diperolah dari diri sendiri dan orang lain.

4. Peran diri (PD).

§ Pola sikap, prilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.

5. Identitas Diri

§ Kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan
sintesis dari semua aspek dari KD sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Faktor yang mempengaruhi KD :


1. Tingkat perkembangan dan kematangan

Dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan anak

2. Budaya

Usia anak → nilai diadopsi dari orang tua.

3. Sumber eksternal dan internal

Eksternal → Dukungan masyarakat, ekonomi yang bagus.

Internal → humoris, agamis, berpendidikan

4. Pengalaman sukses dan gagal → meningkatkan/menurunkan KD.

5. Stresor

Stresor (perkawinan, pekerjaan baru, ujian, ketakutan, PHK, dll), jika koping tidak efektif → depresi,
menarik diri dan kecemasan.

6. Usia, keadaan sakit dan trauma → mempengaruhi persepsi diri

Kriteria Kepribadian sehat :


1. Citra tubuh yang positif dan kuat

2. ideal dan realitas

3. Konsep diri yang positif

4. Harga diri yang tinggi

5. Kepuasan penampilan peran

6. Identitas jelas.

Ciri konsep diri rendah (carpenito, 1995)

1. Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu.

2. Tidak mau berkaca

3. Menghindari diskusi tentan topic dirinya.

4. Menolak usaha rehabilitasi.

5. Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat

6. Menginglari perubahan pada dirinya.


7. Peningkatan ketergantungan pada orang lain.

8. Adanya tanda keresahan seperti marah, putus asa, menangis.

9. Menolak berpartisipasi dalam perawatan diri.

10. Tingkah laku merusak, seperti penggunaan narkoba.

11. Menghindari kontak social.

12. Kurang percaya diri. Pengertian Lupa dan Kejenuhan

psychology education

Psychology Education: Pengertian Lupa dan Kejenuhan

Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-
apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai
ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Jadi lupa
bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.

1. Faktor-faktor Penyebab Lupa


Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam
sistem memori siswa. Gangguan konflik ini terbagi menjadi dua yaitu:

Gangguan proaktif (Proactive interference) yaitu apabila materi pelajaran lama yang sudah tersimpan
dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Ini terjadi jika siswa
mempelajari materi yang mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu
yang pendek. (Psychology Education, 2002)

Ganguan retroaktif (retroactive interference) yaitu apabila materi pelajaran baru membawa konflik
dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan
dalam subsistem akal permanen siswa. Jadi materi pelajaran lama akan sangat sulit diingat atau
diproduksi kembali, sehingga siswa tersebut lupa. (Psychology Education, 2002)

Lupa dapat terjadi pada seseorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik
sengaja ataupun tidak. Penekanan ini dapat terjadi karena item informasi yang berupa pengetahuan
tanggapan atau kesan dan sebagainya yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan
sengaja menekannya sehingga ke alam ketidaksadaran.

Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan
waktu mengingat kembali (Andreson 1990). Jika siswa belajar hanya dengan mengenal melalui
keterangan atau gambar saja, maka jika siswa menemui yang telah dipelajarinya, mereka akan lupa.

Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar
tertentu. Jadi, jika siswa telah mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, karena hanya
tidak suka dengan gurunya maka materi pelajarannya akan terlupakan.

Lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau
dihafalkan siswa (Hilgard & Bower 1975)

Lupa tentu saja dapat tejadi karena perubahan urat syaraf otak.

2. Kiat Mengurangi Lupa

Menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990), kiat untuk mengurangi lupa yaitu :
Overlearning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi
pelajaran tertentu. Ini terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan
pembelajaran atas respon tersebut dengan cara diluar kebiasaan

Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau
penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar.

Mnemonic device (muslihat memori) berarti kiat khusus yang diterjadikan “alat pengait” mental untuk
memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa.

Clustering (pengelompokan) ialah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil
yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama
atau sangat mirip. Misalnya daftar I mengelompokkan daftar nama-nama negara, daftar II singkatan
lembaga negara, dan daftar III singkatan nama-nama lembaga internasional.

Distributed practive (latihan terbagi) adalah latihan terkumpul yang sudah dianggap tidak efektif
karena mendorong siswa melakukan cramming, yakni belajar banyak meteri secara tergesa-gesa dalam
waktu yan singkat.

The serial position effect (pengaruh letak bersambung) untuk memperoleh efek yang positif siswa
dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah dsb) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata
yang harus diingat.

3. Kejenuhan Belajarby Fika Syam

Kejenuhan ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Jadi kejenuhan belajar
ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber
1988). Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu :

Siswa yang telah kehilangan motivasi dan kehilangan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan
tertentu sebelum siswa tertentu sampai pada tingkat keterampilan berikutnya (Chaplin, 1972).

Kejenuhan dapat juga terjadi karena proses belajar siswa telah sampai pada batas kemampuan
jasmaniahnya karena bosan (borring) dan keletihan (fatigue).
Menurut Cross (1974) dalam bukunya The Psycology of Learning, keletihan siswa dapat diketegorikan
menjadi : 1) keletihan indra siswa, 2) keletihan fisik siswa, 3) keletihan mental siswa. Keletihan indra dan
fisik siswa dapat dihilangkan dengan mudah dengan beristirahat dengan cukup. Tetapi keletihan mental
tidak mudah mengatasinya. (Cross, The Psycology of Learning, 1974)

Kiat-kiat untuk mengatasi keletihan mental yang menyebabkan kejenuhan belajar, yaitu :

Melakukan istirahat dan mengonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang
cukup banyak.

Pengubahan atau penjadwalan kembal jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih
memungkinkan siswa belajar lebih giat.

Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa

Memberikan motivasi dan stimulus baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat
daripada sebelumnya.

Siswa harus berbuat nyata (tidak menyerah atau tinggal diam) dengan cara mencoba belajar dan belajar
lagi.

sumber : www.infoskripsi.com/article/psychology-education.html

Anda mungkin juga menyukai