Anda di halaman 1dari 8

Enteropati Diabetikum

1. Definisi Enteropati Diabetikum

Komplikasi gastrointestinal (GI) dari diabetes telah menjadi sering dan


meningkat angka prevalensinya seiring dengan peningkatan jumlah diabetes.
Manifestasi traktus GI diabetes termasuk gatroparesis dan enteropati, dan gejala-
gejala mereka secara klasik disebabkan oleh abnormalitas motilitas GI, dimana
konsekuensi dari meuropati autonomik diabetes melibatkan traktus GI . Hampir
75% orang dengan diabetes akan mengalami gejala-gejala GI, mengarah pada
baik penurunan signifikan pada kualitas hidup pasien dan peningkatan biaya
perawatan kesehatan pasien. Gejala klasik GI diabetes termasuk post-prandial
fullness dengan nausea, rasa mual, nyeri abdomen, diare, dan/atau konstipasi.

Gastroparesis merupakan manifestasi GI diabetes yang mudah dikenali


dan sering terjadi pada wanita. Perlambatan pengosongan lambung telah
didemonstrasikan diantara 27% dan 65% pasien dnegan diabetes mellitus tipe 1
(T1DM) dan hampir pada 30% pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (T2DM).
Sebagai catatan, obesitas muncul sebagai prediktor gejala independen dari
pasien gastroparesis dengan T2DM dengan komorbid neuropati motor sensorik5.

Terdapat beberapa gambaran klinis yang disebabkan gastroparesis,


termasuk mual dan muntah begitu juga rasa kenyang lebih awal, biasanya
dikombinasikan dengan kembung dan nyeri abdomen atas. Kontrol glikemik yang
buruk ditambah dengan peningkatan variabilitas glukosa akibat kerja insulin yang
tidak serasi dan penyerapan nutrisi juga dapat mendasari munculnya
gastroparesis. Hampir 53% pasien mungkin mengalami penurunan berat badan,
sementara sebanyak 24% pasien mungkin benar-benar menambah berat badan.
Presentasi gejala dapat berupa akut atau tidak terlihat, dengan sepertiga kasus
memiliki gejala kronis dengan eksaserbasi periodik, sementara sepertiga lainnya
akan mengalami gejala progresif kronis 4

Diagnosis gastroparesis biasanya merupakan salah satu pengecualian,


ketika penyebab potensial lainnya dari gejala presentasi telah dievaluasi dan
stasis lambung postprandial dikonfirmasi [6]. Kapan pun memungkinkan, pasien
harus menghentikan obat yang memperburuk dismotilitas lambung, khususnya
agonis reseptor glukon-seperti peptida-1 (GLP-1), dipeptidil peptidase-4 (DPP-4)
inhibitor, dan metformin. Pendekatan terapeutik sederhana lainnya termasuk
meningkatkan kontrol glukosa darah, meningkatkan kandungan cairan makanan,
mengkonsumsi makanan dengan porsi lebih kecil dan menghentikan
penggunaan rokok dan alkohol. Perubahan diet kualitatif juga harus dilakukan,
yaitu mengurangi asupan serat makanan yang tidak larut, makanan tinggi lemak,
dan alkohol. Agen prokinetik (mis., Metoclopramide, erythromycin) juga dapat
membantu dalam mengelola gejala gastroparesis 6

Enteropati merupakan manifestasi GI diabetes yang jarang dikenali dan


dapat dipertimbangkan sebagai gejala yang mempengaruhi usus besar.
Presentasi klinis termasuk diare, konstipasi, dan inkontinensia fekal, yang
seringkali nokturnal. sedangkan steatorrhea yang jelas telah dilaporkan pada
sejumlah kecil pasien 7 .Sifat gejala yang terkait dengan diabetik enteropati dapat
didefinisikan sebagai distres dan sering beraneka ragam. Selain itu, banyak obat
yang biasa digunakan dalam diabetes, seperti metformin, statin, dan terapi
9
berbasis inkretin Berhubungan dengan efek samping usus, yang dapat
membingungkan masalah sehubungan dengan mengidentifikasi dan mengelola
enteropati diabetes.

Patofisiologi Enteropati Diabetikum

Disfungsi saraf autonomik GI merupakan faktor patologis kunci dengan


artian terhadap enteropati pada orang-orang dengan diabetes, termasuk
10
abnormalitas dari fungsi motorik dan hipersensitivitas visceral Faktor tambahan
yang diperkirakan memainkan peran pada patogenesis diabetes enteropati
termasuk gangguan sekresi hormon GI dan sebuah diathesis pro-inflamasi
dikombinasikan dengan sebuah predisposisi genetik. Semua ini ditingkatkan
dengan adanya hiperglikemia akut atau kronis, yang terakhir mengerahkan efek
sangat berbahaya pada sel Cajal interstisial, yang akhirnya menyebabkan
gangguan motilitas usus. Sementara enteropati dapat mempengaruhi orang
dengan T1DM dan T2DM, tetapi terjadi lebih sering pada orang dengan T1DM.
Namun, tidak ada mekanisme yang berbeda, dengan risiko yang relatif lebih
tinggi pada T1DM yang berpotensi disebabkan oleh durasi hiperglikemia yang
lebih lama, yang, pada waktunya, memperburuk motilitas usus.

Baik pada T1DM dan T2DM, insulin-growth factor I (IGF-I) menurun, yang dapat
menyebabkan atrofi otot polos, yang berkontribusi didalam gangguan fungsi GI
10
. Durasi diabetes dan tingkat dari kontrol glukosa merupakan dua faktor yang
berhubungan dengan penurunan ekspresi IGF-1 pada diabetes, dan proses ini
dapat menjelaskan sebagian hubungan epidemiologis antara durasi diabetes dan
kontrol glikemia dengan diabetes enteropati.

Kandidat mekanisme lain yang terlibat didalam patogenesis dari


enteropati pada diabetes termasuk gangguan sintesis dari nitrit oksida neuronal,
yang merupakan sebuah neurotransmitter penting didalam pencernaan.
Meningkatkan stress oksidatif, sebuah diathesis autoimun, dan ketidak
seimbangan antara rasio neuropeptida inhibitorik dan eksitatorik enterik juga
terlibat sebagai faktor kontributor yang berpotensi 10.

Diare pada diabetes enteropati menggambarkan gangguan pada motilitas usus


kecil dan seringkali berkaitan dengan pertumbuhan bakteri10.Hiperglikemia dan
variabilitas glukosa khusus lainnya dapat mempengaruhi fungsi sphincter.
Pastinya, hiperglikemia akut menghambat fungsi sphincter anal eksternal dan
menurunkan pemenuhan rektal, yang berpotensi mengarah pada inkontinensia
12.
fekal Selain itu, depresi daripada kontrol glikemik juga dapat dikaitkan dengan
perkembangan gejala GI pada diabetes, menunjukkan bahwa status emosional
dapat menjadi faktor predisposisi, yang banyak dokter mungkin kurang
mengenali, dalam perkembangan penyakit diabetes enteropati 10.

Epidemiologi, Gambaran Klinis dan Diagnosa Enteropati Diabetikum

Epidemiologi dan Gambaran Klinis

Konstipasi adalah gambaran umum dari diabetes enteropati, yang


13
mempengaruhi hampir 60% orang dengan diabetes yang sudah lama .
Komplikasi yang timbul dari konstipasi yang parah seperti perforasi dan diare
terus-menerus, akan tetapi, relatif jarang terjadi. Berdasarkan penelitian dengan
marker radio-opak, terdapat bukti untuk perlambatan yang luas dalam transit
konstipasi pada populasi diabetes . Namun, tampaknya tidak ada perbedaan
antara subjek dengan dan tanpa neuropati autonom 15.

Diare adalah gambaran yang penting dan sering melemahkan diabetes


enteropati yang terjadi pada hampir 20% pasien . Ini bisa terjadi kapan saja,
tetapi biasanya saat nokturnal. Secara karakteristik, terlihat pada pasien dengan
diabetes yang tidak terkontrol dengan adanya neuropati perifer dan autonom.
Inkontinensia fekal, terutama saat nokturnal, berhubungan dengan disfungsi
sphincter internal dan eksternal merupakan gejala yang sangat mengganggu.
Hiperglikemia akut dan beredarnya glukosa telah terbukti menghambat fungsi
sphincter rektal, mengurangi fungsi normal rektal dan dengan pun menyebabkan
inkontinensia fekal

Gejala enteropathic, khususnya diare dan konstipasi, terjadi dengan


banyaknya obat yang biasa digunakan pada diabetes. Metformin adalah obat
yang paling sering diketahui dalam hal efek samping GI, termasuk rasa tidak
nyaman di perut, kembung, mual, anoreksia, diare, dan konstipasi. Hingga 10%
orang yang mengkonsumsi metformin telah dilaporkan mengalami satu atau lebih
dari gejala-gejala ini; Namun, insidensi dan keparahan gejala tersebut dapat
dikurangi dengan titrasi dosis yang lebih lambat, sementara pengurangan dosis
juga mungkin diperlukan pada beberapa individu untuk mengurangi gejala-gejala
tersebut dan memastikan persistensi terapi. Terapi penurun glukosa darah
lainnya dengan mekanisme kerja yang melibatkan modulasi fisiologi usus, seperti
terapi berbasis inkretin dan penghambat alpha-glucosidase17, berhubungan
dengan berbagai efek samping GI, dengan gangguan fungsi usus (baik diare
atau konstipasi) terjadi pada hampir 20% orang yang menerima terapi agonis
reseptor GLP-1 dan pada 1-10% orang yang memakai terapi inhibitor DPP-4.

Efek samping GI juga muncul pada hampir 5% orang yang


mengkonsumsi statin, sedangkan terapi fibrat juga dapat berkaitan dengan efek
sampign GI, termasuk diare dan konstipasi sebanyak 10% pasien . Karena sifat
yang sering mengganggu dari gejala diabetes enteropati, pasien sering dapat
mengalami isolasi sosial, kesulitan hubungan komunikasi, dan masalah
pekerjaan dan dalam bekerja. Akibatnya, banyak pasien - terutama mereka
dengan gejala berat - dapat menjadi depresi dan memerlukan dukungan
psikologis.

Pemeriksaan dan Diagnosis

Mengingat tingginya prevalensi gejala enteropati, terutama dalam


kaitannya dengan banyak obat yang sering diresepkan untuk diabetes, sebelum
memulai setiap penyelidikan (lihat Tabel 1) atau membuat diagnosis dugaan
diabetes enteropati, perhatian harus difokuskan pada perubahan pengobatan
potensial. Ini mungkin termasuk penghentian, mengurangi dosis metformin, atau
beralih ke persiapan pengobatan yang dimodifikasi, yang telah disarankan
menginduksi lebih sedikit efek samping GI7. Agonis reseptor GLP-1 umumnya
berkaitan dengan efek samping GI, dan perubahan antar agen dalam hal kelas,
pengurangan dosis, atau menghentikan terapi adalah semua pertimbangan yang
dapat dilakukan. Lebih lanjutnya, uji coba di mana obat-obatan lain yang
biasanya berkaitan dengan efek samping GI harus dihentikan dan perlu
dipertimbangkan. Selain itu, beberapa makanan diabetes dapat memberi efek
laksatif, dan dengan demikian harus dihentikan dalam setting keadaan diare
persisten.

Dalam kadaan gejala yang persisten, disamping modifikasi terapi yang


sesuai seperti yang dibahas diatas, pemeriksaan seperti endoskopi, kutur feses,
dan computed tomography harus dilakukan untuk mengeksklusikan penyebab
lain (lihat Tabel 1). Insufisiensi eksokrin pankreas juga harus dieksklusikan
sebagai penyebab yang berpotensi dari enteropati pada diabetes. Hal ini sangat
relevan karena pankreatitis terjadi 2-4 kali lebih sering pada orang dengan
diabetes dibandingkan pada populasi nondiabetes. Faktor risiko pankreatitis
cenderung mengelompok dalam diabetes, termasuk peningkatan penyakit batu
empedu akibat pada disfungsi berkemih kandung kemih, obesitas, dan
penggunaan banyak obat seperti angiotensin-converting enzyme inhibitor dan
diuretik berkaitan dengan peningkatan risiko pankreatitis. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, pengukuran fecal elastase harus menjadi salah satu
pemeriksaan awal yang dilakukan ketika mengevaluasi pasien dengan diabetes
enteropati yang berpotensial (lihat Tabel 1).

Penyebab lain diare juga perlu di eksklusikan, misalnya, diare infeksi,


penyakit celiac, diare garam empedu, dan penggunaan obat secara bersamaan
yang dapat menyebabkan diare seperti metformin, agonis reseptor GLP-1, DPP-
4 inhibitor, proton pump inhibitor, dan statin (lihat Tabel 2). Pemeriksaan waktu
transit kolon mungkin berguna dalam hal mengkonfirmasikan diagnosis
enteropati, menggunakan metode marker radio-opak non-invasif. Gambaran
penurunan tonus sphincter anal, dengan barostat atau manometri, mungkin juga
berguna berhubungan dengan konfirmasi diagnosis enteropati .Kuesioner
pasien, seperti Diabetes Bowel Symptom Questionnaire (DBSQ), memberikan
ukuran spesifik gejala GI dan kontrol glikemik pada pasien dengan diabetes [23]
dan dengan demikian mungkin berguna dalam mengukur dampak pada kualitas
hidup atau gejala enteropati pada penderita diabetes
Tatalaksana Diabetik Enteropati

Tatalaksana dari enteropati pada diabetes menggambarkan tantangan


dan umumnya suboptimal, Jadi, tidak diragukan lagi pencegahan lebih baik
daripada mengobati. Tujuan mendasar dari tatalaksana diabetik enteropati
berkisar seputar peringanan gejala dan kontrol glikemik.

Penting untuk menilai status gizi pasien, terutama dalam kasus


gastroparesis gabungan dan diare. Diagnosis dehidrasi, penurunan berat badan,
dan ketidakseimbangan elektrolit sangat penting dan mungkin memerlukan rawat
inap akut dan makan enteral, terutama pada pasien dengan 5% penurunan berat
badan dalam 3 bulan.

Konseling nutrisi dengan input dietetik khusus merupakan komponen


penting dari manajemen enteropati diabetik, dengan manipulasi diet (rendah
lemak / serat, makanan porsi kecil) sering memberikan manfaat simptomatik10.
Pertumbuhan bakteri berlebih ditemukan pada hingga 40% pasien diabetes
dengan diare11. Akibatnya, pengobatan gejala enteropathi harus mencakup
pemberian antibiotik selektif yang intermiten dan bahkan berpotensi jangka
panjang. Rifaximin adalah agen yang paling banyak dipelajari dalam konteks ini,
meningkatkan gejala di antara 33% dan 92% pasien saat membasmi
pertumbuhan bakteri yang berlebihan pada hingga 80% pasien.

Manfaat simtomatik juga dapat dicapai dengan penggunaan agen


berbasis opioid dan, dalam hal diare refraktori yang berat, analog somatostatin
mungkin berguna, sementara loperamide dapat memberikan manfaat dalam
manajemen inkontinensia fecal. Dalam hal terapi analog somatostatin, oktreotid
dan lanreotide berguna dalam berbagai keadaan diare, sementara itu terdapat
rekomendasi bahwa semakin lama paruh lanreotide dapat menghasilkan manfaat
simtomatik yang lebih besar .

Tatalaksana konstipasi berkisar pada penggunaan obat laxative


tradisional, dan masih terutama ditujukan untuk meredakan gejala. Pada pasien
di mana nyeri perut merupakan manifestasi gejala utama enteropati, obat-obatan
seperti antidepresan trisiklik dan tetracyclic, gabapentin, dan pregabalin dapat
digunakan dengan berbagai manfaat. Meningkatkan kontrol glukosa secara
keseluruhan dan, khususnya, membatasi variabilitas glukosa adalah
pertimbangan penting dalam manajemen pasien yang menunjukkan diabetik
enteropati, terutama pada mereka yang mengalami diare sebagai manifestasi
gejala utama. Penggunaan regimen insulin dosis harian, terapi pompa insulin,
dan pemantauan glukosa berkelanjutan dapat dianggap sebagai pilihan
terapeutik dalam kasus yang seperti itu.
.

Anda mungkin juga menyukai