LP Abses Scrotum Di Ruang 14 Rssa
LP Abses Scrotum Di Ruang 14 Rssa
OLEH :
NI KOMANG PURNAYUNI TRIYANTI
2015.01.024
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Abses Scrotum Di Ruang 14
Mahasiswa
Mengetahui,
( ) ( )
Kepala Ruangan
( )
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan Abses Scrotum pada Tn.H di Ruang 14
Mahasiswa
Mengetahui,
( ) ( )
Kepala Ruangan
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang
telahmati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses
infeksi(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan
oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang
lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong
berisinanah. (Siregar, 2010)
Abses Skrotum merupakan salah satu kasus dalam bidang urologi yang harus
segera ditangani untuk mencegah terjadinya kerusakan pada testis dan terjadinya
Fournier’s gangrene. Abses Srotum adalah kumpulan purulen pada ruang diantara
tunika vaginalis parietalis dan viseralis yang berada mengelilingi Testis, Abses
skrotum,terjadi apabila terjadi infeksi bakteri dalam skrotum (burner et all, 2013)
abses skrotum adalah terbentuknya kantong berisi nanah pada jaringan kutis
dan subkutis akibat infeksi kulit skrotum yang disebabkan oleh bakteri/parasit atau
karena adanya benda asing (Smeltzer & Bare,2009)
B. ETIOLOGI
Menurut Siregar (2010) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara :
a) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
tidak steril
b) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
a) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c) Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
C. MANIFESTASI KLINIS
Dalam kasus ini abses yang terjadi adalah pada skrotum, tanda dan gejala abses
biasanya Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang
berwarna merah, hangat pada permukaan abses, dan lembut. Hingga terjadi nekrosis
pada jaringan permukaan skrotum.
Menurut Smeltzer & Bare (2011), gejala dari abses tergantung kepada lokasi
dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
a) Nyeri
b) Nyeri tekan
c) Teraba hangat
d) Pembengkakan
e) Kemerahan
f) Demam
D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya abses dikarenakan masuknya bakteri melalui luka atau infeksi di
bagian tubuh lain maupun bakteri dalam tubuh yang tidak menimbulkan gangguan,
lama kelamaan bagian yang terkena terjadi infeksi. Infeksi ini menyebabkan sebagian
sel mati dan hancur sehingga bagian tersebut berongga berisi bakteri, sedangkan
sebagian sel darah putih melakukan perlawanan dan akhirnya mati, karena jumlah sel
tersebut sedikit. Sel tersebut menjadi pus dan akhirnya terdorong seperti benjolan
yang disebut abses lalu terjadi peradangan yang menimbulkan nyeri, membuat tidak
nafsu makan. Peradangan tersebut akhirnya pecah terjadi perdarahan sehingga
menimbulkan kecemasan.
E. KOMPLIKASI
Apabila abses skrotum tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan
Fournier’s gangrene,yaitu: nekrosis pada kulit skrotum, dan merupakan kasus
kegawatdaruratan Fournier gangren (necrotizing fasciitis) dapat menyebabkan
kehilangan jaringan yang signifikan memerlukan pencangkokan kulit berikutnya
untuk skrotum,serta hilangnya kulit perut dan perineum. Individu mungkin
memerlukan penempatan tabung suprapubik untuk pengalihan cara berkemih serta
kolostomi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan peningkatan sel darah
putih(leukosit) yang diakibatkan oleh terjadinnya inflamasi atau infeksi pada
skrotum.
b. Selain itu dapat dilakukan Kultur urin dan pewarnaan gram untuk mengetahui
kuman penyebab infeksi.
c. Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
d. Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.
e. Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita
2. Ultrasonografi
Pada pemeriksaan Ultrasonografi pyocele akan memberikan gambaran yang
lebih parah, Hal itu membedakan dari hidrocele. Septa atau lokulasi, level cairan
menggambarkan permukaan dari hidrocele /pyocele,dan gas pada pembentukan
organisme. Pemeriksaan USG biasanya menunjukankan akumulasi cairan ringan
dengan gambaran internal atau lesi hypoechoic yang diserai dengan isi skrotum
normal atau bengkak.
USG skrotum sangat membantu dalam mendiagnosis abses intraskrotal
terutama jika ada massa inflamasi. USG skrotum dapat menggambarkan
perluasan abses ke dinding skrotum, epididimis, dan atau testis. USG skrotum
adalah tambahan yang berguna untuk mendiagnosis dan pemeriksaan fisik dalam
penilaian abses skrotum. Hal ini memungkinkan untuk lokalisasi abses skrotum
serta evaluasi vaskularisasi dari epididimis dan testis, yang mungkin terlibat.
3. CT-Scan
CT Scan juga dapat digunakan untuk melihat adanya penyebaran abses.
Pemeriksaan Real-time ultrasound harus dilakukan jika terjadi fraktur,dan harus
ditangani dengan eksplorasi skrotal. Testis yang mengalami kontusio biasanya
memberikan respon yang baik terhadap istirahat dan analgesia.
G. PENATALAKSANAAN
Manajemen abses intrascrotal, terlepas dari penyebabnya, memerlukan drainase
bedah dimana rongga abses harus dibuka dan dikeringkan, termasuk testis jika
terlibat. Rongga harus dibiarkan terbuka. Fournier gangren (necrotizing fasciitis)
membutuhkan resusitasi cepat dan eksplorasi bedah dan debridemen serta antibiotik
yang agresif. Abses Superficial juga memerlukan insisi dan drainase.[3] Untuk
mengobati abses skrotum, diagnosis yang tepat dari penyebab infeksi diperlukan
untuk menentukan pengobatan yang cocok.
Dapat dilakukan drainase dan pertimbangan untuk orkidoctomy yang diikuti
dengan pemberian agen antimicrobial untuk abses intratestikular. Abses skrotum yang
terjadi superficial dapat ditangani dengan insisi dan drainase. Tidak ada kontraindikasi
terhadap drainase abses intrascrotal,selain pada pasien yang terlalu sakit untuk
menahan operasi. Pasien dengan gangren Fournier (necrotizing fasciitis)
membutuhkan penanganan yang cepat.
Abses skrotum Superfisial, yang terbatas pada dinding skrotum, sering dapat
diobati dengan infiltrasi kulit sekitar abses dan kemudian menggores diatas abses
dengan pisau sampai rongga dibuka dan dikeringkan. Rongga tersebut kemudian
dibiarkan untuk tetap terbuka dan dikeringkan.
Sayatan dan drainase abses intrascrotal biasanya dilakukan dengan anestesi
umum. Kulit yang, melapisi area fluktuasi massa.Pada Jaringan subkutan digunakan
elektrokauter sampai ditemui tunika vagina. Jaringan devitalized, termasuk epididimis
dan testis dilakukan debridement. Luka skrotum dibiarkan terbuka dan dikeringkan
untuk mencegah berulangnya abses.
PATHWAY
Jaringan rusak/mati/nekrosis
Media bakteri yang baik
Jaringan terinfeksi
Peradangan
Sel darah putih mati
Demam
Jaringan menjadi abses
& berisi PUS Pembedahan
Gangguan
Pecah
Thermoregulator
(Pre Operasi)
Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)
Luka Insisi
Nyeri
Nyeri
ResikoASUHAN
KONSEP Penyebaran Infeksi
KEPERAWATAN
(Pre Operasi)
(Pre dan Post Operasi) (Post Operasi)
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Pengkajian meliputi : nama, umur, alamat, suku/bangsa, pekerjaan, No RM,
tanggal MRS, tanggal Pengkajian
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses
dalam seringkali sulit ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru,
dll.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan
rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.
c. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Biasanya Konjungtiva : Anemis (-) Sklera : Ikterus (-) Bibir : Sianosis (-)
2. Leher
Biasanya Massa tumor (-) Nyeri tekan (-) Deviasi trakea (-) Pembesaran Kelenjar
getah bening (-)
3. Thoraks
Biasanya Inspeksi : Simetris kiri = kanan, sikatriks (-) Palpasi : Massa (-), NT
(-), vocal fremitus normal Perkusi : Sonor; Batas paru-hepar setinggi ICS VI
Auskultasi : BP: vesikuler BT: Rh -/- Wh -/- JANTUNG Inspeksi : Ictus cordis
tidak tampak Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : pekak, batas jantung
kesan normal Auskultasi : Bunyi jantung I/II, murni, reguler
4. Abdomen
Biasanya Inspeksi : cembung, ikut gerak napas Auskultasi : peristaltik (+) kesan
normal Perkusi : timpani Palpasi : Massa (-), NT (-), defans muskular (-)
5. Genitalia
Biasanya Inspeksi : abses (+), eritema (+), ulkus(+), pus(+), darah (+), jaringan
nekrotik (+) Palpasi : NT (+) Ukuran ulkus 10 x 5 cm, berongga
6. EKSTREMITAS
Biasanya Edema (-) Akral teraba hangat (+|+)
2. DIAGNOSA
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi pembedahan
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
c. Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.
d. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3. INTERVENSI
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kemampuannya, TTV dalam batas normal; TD
: 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20 x /
menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat keadaan
2) Kaji skala, lokasi, dan karakteristik umum klien
nyeri. 2) Sebagai data dasar mengetahui seberapa hebat
3) Observasi reaksi non verbal dari nyeri yang dirasakan klien sehingga
ketidaknyamanan. mempermudah intervensi selanjutnya
4) Dorong menggunakan teknik 3) Reaksi non verba menandakan nyeri yang
manajemen relaksasi. dirasakan klien hebat
5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang dirasakan
indikasi. klien dengan non farmakologis
5) Mempercepat penyembuhan terhadap nyeri
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama suhu tubuh 1) Untuk data awal dan memudahkan intervensi
klien. 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan
2) Anjurkan klien untuk banyak tubuh dari demam
minum, minimal 8 gelas / hari. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh darah
3) Lakukan kompres hangat. sehingga mempercepat hilangnya demam
4) Kolaborasi dalam pemberian 4) Mempercepat penurunan demam
antipiretik.
Intervensi Rasional
1) Kaji luas dan keadaan luka serta 1) Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
proses penyembuhan. penyembuhan akan membantu dalam
2) Rawat luka dengan baik dan benar menentukan tindakan selanjutnya.
dengan teknik aseptik 2) Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat
3) Kolaborasi dengan dokter untuk menjaga kontaminasi luka.
pemberian anti biotik.
3) Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan
jaringan.
Intervensi Rasional
1) Observasi tanda-tanda infeksi 1) Deteksi dini terhadap infeksi
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik 2) Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan
aseptik dan antiseptik penyebaran bakteri
3) Kolaborasi dengan dokter untuk 3) Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan
pemberian antibiotik jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2010.
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and
Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica Ester.
Edisi 8 jakarta : EGC,2011.
Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis
,Missouri ; Mosby.
LEMBAR KONSUL