Anda di halaman 1dari 28

4

Laporan Kasus

Hipotiroid Kongenital

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik


di Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala/Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

disusun oleh:

Nadiatul Aidila Haridhy

1707101030087

Pembimbing:

dr. Rusdi Andid, Sp. A

SMF/ BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA/
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2018
5

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul “Hipotiroid
Kongenital”. Shalawat dan salam ke junjungan Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa perubahan besar diseluruh aspek kehidupan manusia salah
satunya ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr.
Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghormatan penulis sampaikan kepada dr.
Rusdi Andid, Sp. Ayang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis
dalam penulisan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil
sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Banda Aceh, 20 Mei 2018

Penulis
6

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 2
1.1. Identitas Pasien........................................................................................ 2
1.2. Anamnesis ............................................................................................... 2
1.3. Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 3
1.4. Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 8
1.5. Diagnosis ................................................................................................. 9
1.6. Terapi................................................................................................. 9
1.7. Planning.................................................................................................. 9
1.8. Prognosis................................................................................................ 10
1.9. Follow up harian........................................... ......................................... 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................12


3.1 Anatomi Kelenjar Tiroid .........................................................................12
3.2. Fisiologi Kelenjar Tiroid .........................................................................13
3.3 Hipotiroid Kongenital .............................................................................14
3.3.1 Definisi........ ...................................................................................14
3.3.2 Epidemiologi........ ..........................................................................14
3.3.3 Etiologi........ ...................................................................................14
3.3.4 Patofisiologi........ ...........................................................................15
3.3.5 Diagnosis........ ................................................................................17
3.3.6 Penatalaksanaan........ .....................................................................19

BAB IV ANALISA KASUS ..............................................................................20


BAB V KESIMPULAN ....................................................................................25
BAB V DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................26
1

BAB I
PENDAHULUAN

Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3
danT4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat.
Kelainan ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan
kecacatan fisik pada anak-anak. Produksi hormon tiroid yang berkurang
disebabkan karena berbagai hal antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari,
hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan proses metabolism karbohidrat di
dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah diketahui bahwa hormon tiroid
merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme
yang berperan pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk perkembangan
otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid pada segala tingkat
usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi dan anak- anak
yaitu masa dimana tumbuh kembang sedang terjadi pada diri seseorang.1
Hipotiroid kongenital di dapat 1:2500 sampai 4000 bayi baru lahir dan
merupakan salah satu penyebab gangguan pertumbuhan fisik maupun psikis dan
bila tidak diobati secara dini akan menjadi kelainan yang menetap. Kelainan ini
dapat berupa kretinism atau cebol yang disertai dengan gangguan keterbelakangan
mental. Pengobatan dini pada kasus hipotiroid kongenital, sampai usia bayi
mencapai 3 bulan, dapat meningkatkan nilai IQ diatas 85% pada saat anak sudah
mencapai dewasa.1
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi
di daerah non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000
hipotiroid kongenital endemis di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah
Yogyakarta menunjukkan angka kejadian 1 : 1500 hipotiroid kongenital sporadik
dan 1 : 1300 bayi menderita hipotiroid transien karena kekurangan iodium
(endemis). Kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid pada awal masa kehidupan
anak, baik permanen maupun transien akan mngakibatkan hambatan pertumbuhan
dan retardasi mental. Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia belum
diketahui, namun apabila mengacu pada angka kejadian di Asia dan di
Yogyakarta, maka di Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun,
diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan
2

966 sampai 3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital transien karena kekurangan
iodium, lahir setiap tahunnya.2
3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Muhammad Hafiz Alfarisi
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. CM : 1-17-01-87
Tanggal Lahir : 20 Februari 2018
Umur : 2 bulan 5 hari
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Aceh Timur
Tanggal Masuk RS : 25 April 2018
Tanggal Pemeriksaan : 29 April 2018

2.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Mencret
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan Aceh Timur dengan keluhan mencret lebih dari 10 kali dialami
sejak 5 hari yang lalu. Sekali BAB sekitar ½ gelas air mineral dan tidak
berampas. Air lebih banyak dari ampas.
Pasien juga dikeluhkan demam setelah mencret. Pasien diberi obat penurun
panas namun naik lagi. Pasien juga dikeluhkan muntah sebanyak 3 kali dan
tidak kuat menghisap, tidak ada riwayat tersedak, tidak ada batuk.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
e. Riwayat Pemakaian Obat :
Pasien sebelumnya sudah mendapat obat cefotaxime, Nystatin, Zinc.
4

f. Riwayat makan :
Pasien sudah mulai makan pisang sejak usia 30 hari dan minum susu formula.
f. Riwayat Tumbuh Kembang
- Prenatal
Selama hamil ibu pasien melakukan ANC teratur ke puskesmas. Riwayat
hipertensi dan diabetes melitus selama hamil disangkal.Riwayat perdarahan
dan trauma saat hamil disangkal.
- Natal
Pasien merupakan anak pertama, lahir cukup bulan dengan usia gestasi 38
minggu dan pasien lahir tunggal secara pervaginam di bidan. Berat badan
lahir 2800 gram. Saat lahir pasien segera menangis, riwayat badan dan
ektremitas biru saat lahir disangkal.
- Post natal
Riwayat demam disangkal, riwayat kuning disangkal.

g. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien tidak mengetahui riwayat imunisasi pasien

h. Riwayat Pemberian Makanan :


0 – sekarang : ASI dan susu formula

2.3. Pemeriksaan Fisik


a. Vital Sign
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : E4M6V5
Tekanan Darah : tidak diperiksa
Denyut nadi : 120 x/menit, regular, T/V cukup
Frekuensi Napas : 31 x/menit
Suhu tubuh : 37,60C (axila)
5

b. Data Antropometri
Berat badan : 2100 gram
Berat badan ideal : 3800 gram
Panjang badan : 45 cm
LILA : 7 cm
LK : 30 cm

c. Status Gizi
BB/U : < -3 SD
PB/U : < -3 SD
BB/PB : < -3 SD
Status Gizi : Gizi Buruk

Kebutuhan cairan : 100 ml/kgBB


= 380 ml/hari
Kebutuhan Kalori : kkal x BBI
= (95-107) kkal/kg x 3,8 kg
= 361 - 407 kkal/hari
Kebutuhan Protein : 1,0 g/kgbb/ hari
= 1,0 x 3,8 kg
= 3,8 g/hari

d. Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
 Kulit
Turgor : kembali cepat
Lesi : tidak dijumpai
Parut/skar : tidak dijumpai
Sianosis : tidak dijumpai
Ikterus : tidak dijumpai
Pucat : tidak dijumpai
 Kepala
6

Bentuk : Normocephali, UUB terbuka rata.


Rambut : berwarna hitam, sulit dicabut, distribusi merata
Wajah : Simetris, gambaran dismorfik.
Mata : mata tampak cekung, konjungtiva palpebra inferior
pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor  3
mm/3 mm, mata cekung (-/-), RCL(+/+), RTCL (+/+)
Telinga : Normotia, sekret (-/-),
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
 Mulut
Bibir : bibir kering (-), mukosa bibir lembab (), sianosis (-),
pucat (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)

 Leher
Trakea : Terletak ditengah
KGB : pembesaran KGB tidak dijumpai
Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran
TRM : kaku kuduk (-)
 Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : nyeri tekan (-/-),
Auskultasi : suara napas dasar vesikular (/), suara napas tambahan
rhonki (-/-) dan wheezing (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V midklavikula sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), pelebaran vena (-), hernia
umbilicalis (-)
7

Palpasi : soepel (+), nyeri tekan (-), defans muskular (-), undulasi
(-), hepar, renal dan lien tidak teraba, turgor kembali
cepat.
Auskultasi : peristaltik 3-4 x/menit, kesan normal
 Genitalia dan Anus
Laki-laki, tidak dijumpai fimosis.

 Ekstremitas
Superior Inferior
Penilaian
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat Negatif Negatif Negatif Negatif
CRT <2” <2” <2” <2”
Sianosis Negatif Negatif Negatif Negatif
Edema Negatif Negatif Negatif Negatif
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Atrofi Negatif Negatif Negatif Negatif
ROM Normal Normal Normal Normal

3.3. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Jenis
25/4/2018 26/4/2018 30/4/2018 3/5/2018 Nilai normal
Pemeriksaan
Darah Rutin
Hemoglobin 8,9 8,8 5,7 12,9 9-14 g/dL
Hematokrit 25 24 15 38 53-63 %
4,4-5,8
Eritrosit 3,1 3,1 2,0 4,7
106/mm3
5,0-19,5
Leukosit 21,8 10,7 8,1 8,4
106/mm3
150-450
Trombosit 94 40 4 5
106/mm3
MCV 79 78 76 80 80-100 fL
8

MCH 29 28 28 27 27-31 pg
MCHC 36 36 37 34 32-36 %
0-6/0-2/2-
Hitung jenis 1/0/0/73/1 0/0/1/80/1 3/0/1/33/4 3/1/1/52/3
6/50-70/20-
E/B/NS/L/M 9/7 4/5/ 6/17 5
40/2-8 %
Kimia Klinik
Protein Total 6,4-8,3 g/dL
Albumin 1,76 3,5-5,2 g/dL
Globulin g/dL
Glukosa Darah
147 < 200 mg/dL
Sewaktu
Ureum 35 13-43 mg/dL
0,67-1,17
Kreatinin 0,59
mg/dL
129-143
Natrium 139
mmol/L
3,6-5,8
Kalium 3,3
mmol/L
93-112
Klorida 120
mmol/L

Jenis Pemeriksaan 26/4/2018 27/4/2018 Nilai Rujukan

Urinalisa
Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Keruh

Berat jenis 1,020 1,020 1,003-1,035

pH 6,5 6,5 5-9

Leukosit Negatif Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif Negatif

Albumin Negatif Positif Negatif

Glukosa Negatif Negatif Negatif


9

Keton Negatif Negatif Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif Normal

Bilirubin Negatif Negatif Negatif

Darah Negatif Positif Negatif

2.4. Diagnosa
GERD ec HPS + Diare Akut tanpa dehidrasi + Anemia mikrositik hipokrom
+ Hipotiroid Kongenital + Sangkaan Down Syndrome + Growth Falltering +
Scabies + Alergi susu sapi.

2.5. Terapi
- Tirah baring
- IVFD 4:1 180cc/ hari ~ 8 gtt/ menit (mikro)
- Inj. Ceftriaxon 100 mg/12 jam/IV (skin test)
- Inj. Novalgin 25 mg (K/P)/IV
- Zinc syr 1x ½ cth(10mg)
- Lacto B 1x1 sachet
- Thyrax 1x20 meq
- Asam Folat 1x400 mcg
- Multivitamin syr tanpa Fe 1x cth 1/3
- Susu pepti Jr 25-30 cc/3 jam/ NGT
- Scabimite cream celestan 2 jam saja (jam 5-7 pagi)
- Desonide cream
- Transfusi PRC 20 cc
2.6. Planning
- Cek insulin serum
- Cek GDS/6 jam
- Cek Albumin, protein total, globulin, elektrolit
- Konsul bedah anak
10

2.7. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

2.8. Follow Up Harian

1. 28 April 2018

Divisi endrokrin Th/


S/ muntah tidak ada, mencret tidak ada, - Thyrax 1x20 meq (pagi a.c)
demam tidak ada - Bila KGDS <70 mg  bolus 2 cc
O/ Kes: CM Dex. 10% cek KGD/ 4 jam
KU : sedang - Th lain sesuai DPJP
HR: 128 x/I, kuat angkat
RR: 40x/i P/ cek insulin serum
T: 36,9oC
A/ - Hipotiroid congenital
- S.Down syndrome

2. 29 April 2018

Divisi Endokrin Th/


S/ muntah tidak ada, BAB frekuensi - - Thyrax 1x20 meq (pagi a.c)
3x/24 jam. Konsistensi lembek. - Bila KGDS <70 mg  bolus 2 cc
O/ Kes: CM Dex. 10% cek KGD/ 4 jam
KU : sedang - Th lain sesuai DPJP
HR: 120x/I, kuat angkat
RR: 28x/i P/ cek insulin serum
T: 37,8 oC
A/ Hipotiroid Kongenital
11

S. Down Syndrome

3. 30 April 2018

Divisi Endokrin Th/


S/ mencret tidak ada, muntah tidak ada. - - Thyrax 1x20 meq (pagi a.c)
O/ Kes: CM - Bila KGDS <70 mg  bolus 2 cc
KU : sedang Dex. 10% cek KGD/ 4 jam
HR: 110x/I, kuat angkat - Th lain sesuai DPJP
RR: 30x/i
T: 36,9 oC P/ cek insulin serum
A/ Hipotiroid Kongenital
S. Down Syndrome
12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Kelenjar Tyroid


Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid
merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher
bagian bawah di sebelah anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini merupakan
kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula
yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan
tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang
dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah
kartilago krikoidea di leher, dan kadangkadang terdapat lobus piramidalis yang
muncul dari isthmus di depan laring.1
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5
sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh
isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh
linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5
atau 6. 9 Kelenjar tiroid mempunyai panjang ± 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam
keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20
gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi (± 5
ml/menit/gram tiroid).3
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan
mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan
tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid
utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin
(T3). Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang
terdapat pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini
mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahkan kadar
kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis
kalsium.6,7 Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin
(T3) mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak
dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3
merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.3
13

3.2. Fungsi Kelenjar Tiroid


Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas
metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan
mempercepat proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan metabolisme sering
ditimbulkan oleh peningkatan kadar enzim-enzim spesifik yang turut berperan
dalam konsumsi oksigen, dan oleh perubahan sifat responsif jaringan terhadap
hormon yang lain. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting
bagi perkembangan otak.4
Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk
pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler,
hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang penting. Kelenjar tiroid
berfungsi untuk mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar
optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi
O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan
karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal.4
Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel,
perkembangan dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat genomic, melalui
pengaturan ekspresi gen, dan yang tidak bersifat genomic, melalui efek langsung
pada sitosol sel, membran sel, dan mitokondria. Hormon tiroid juga merangsang
pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf
pusat. Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya
menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya
tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan
kecebolan (dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan
badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan
panas.4
3.3. Hipotiroid Kongenital
3.3.1. Definisi
Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid
(T3 danT4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat.
Kelainan ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan
14

kecacatan fisik pada anak- anak. Produksi hormon tiroid yang berkurang
disebabkan karena berbagai hal antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari,
hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan proses metabolisme karbohidrat di
dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah diketahui bahwa hormon tiroid
merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme
yang berperan pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk perkembangan
otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid pada segala tingkat
usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi dan anak- anak
yaitu masa dimana tumbuh kernbang sedang terjadi pada diri seseorang.5

3.3.2. Epidemiologi
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720
bayi di daerah non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000
hipotiroid kongenital endemis di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah
Yogyakarta menunjukkan angka kejadian 1 : 1500 hipotiroid kongenital sporadik
dan 1 : 1300 bayi menderita hipotiroid transien karena kekurangan iodium
(endemis). Kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid pada awal masa kehidupan
anak, baik permanen maupun transien akan mengakibatkan hambatan
pertumbuhan dan retardasi mental. Angka kejadian hipotiroid kongenital di
Indonesia belum diketahui, namun apabila mengacu pada angka kejadian di Asia
dan di Yogyakarta, maka di Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per
tahun, diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid
kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital transien
karena kekurangan iodium, lahir setiap tahunnya.6

3.3.3 Etiologi
Berikut klasifikasi etiologi hipotiroid kongenital :
3. Hipotiroid Sentral
 Anomali hipofisis-hipothalamus
 Panhipopituarisme
 Defisiensi TSH terisolasi
15

4. Hipotiroid primer permanen


 Disgenesis : aplasia, hipoplasia, ektopik, hemiagenesis.
 Dishormonogenesis : tidak berespon terhadap TSH, defek trapping
yodium, defek tiroglobulin, defisiensi iodtiroksin deiodinase
5. Hipotiroid transien
 Idiopatik
 Defisiensi yodium
 Akibat obat-obatan (yodium,methimasole, propiltiourasil)
 Akibat antibodi maternal deiodinase.6

3.3.6. Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau
gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid
diatur sebagai berikut :
1. Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang
merangsanghipofisis anterior.
2. Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating
Hormone = TSH) yangmerangsang kelenjar tiroid.
3. Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3 dan
Tetraiodothyronin =T4 =Thyroxin) yang merangsang metabolisme
jaringan yang meliputi: konsumsioksigen, produksi panas tubuh, fungsi
syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat, lemak,dan vitamin-vitamin,
serta kerja daripada hormon-hormon lain.7

Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,


atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar
HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak
adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang
rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi
karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT.
16

Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan


rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.7

Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab


yang dapat menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :
1. Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis,
maka disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di
hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor
hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan visus, sakit
kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit
Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan
impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis
lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.8
2. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat
anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari
hipotiroidisme kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program
skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena:
a.) Pascaoperasi
Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau
total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan
hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi
hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah
jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.8
b.) Pascaradiasi
Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih
dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian
RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%.
Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan
67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi.8
17

c.) Tiroiditis autoimun.


Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi
antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-
antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan
hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon
(estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid),
stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus
tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat
tiroiditis Hashimoto tidak permanen. 8
d.) Tiroiditis Subakut.
(De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu
virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan
terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan
hipotiroidisme sepintas.8
e.) Dishormogenesis
Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses
hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat
maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal,
namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.8
f.) Karsinoma.
Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang. 8

3. Hipotiroidisme sepintas.
Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat
menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca
tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40%
kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah
setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi
substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak
ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.8
18

3.3.5. Tipe Hipotiroidism

Hipotiroidisme kongenital terdiri dari hipotiroidisme kongental primer dan


sekunder. Untuk hipotiroidisme kongenital primer, kerusakan terjadi pada bagian
tiroid. Untuk kondisi ini kita dapat membagi pasien dengan hipotiroidisme
kongenital primer ke dalam 4 kelompok:

1. Tidak Adanya Kelenjar Tiroid (Athyrosis)


Pada kelompok ini, kelenjar tiroid gagal terbentuk sebelum kelahiran. Kelenjar
tersebut absen dan tidak akan pernah dapat berkembang, sehingga sebagai
konsekuensinya tidak ada hormon tiroksin yang diproduksi. Kondisi ini
disebut Agenesis Tiroid atau Atirosis. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada
perempuan dibandingkan laki-laki, sekitar 2:1. Kondisi ini ditemukan pada 1 dari
10.000 bayi lahir, dan merupakan 35% kasus yang ditemukan pada Newborn
Screening. Alasan mengapa hormon tiroid gagal berkembang belum diketahui.
Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu kaskade pada gen
yang berperan dalam pembentukan kelenjar tiroid tidak teraktivasi tepat pada
waktunya.9

2. Kelenjar Tiroid Ektopik


Pada bayi dengan kondisi ini, kelenjar tiroid berukuran kecil dan tidak terletak
secar normal pada posisinya di depan trakea. Seringkali kelenjar tiroid ditemukan
di bawah lidah di dekat lokasi di mana kelenjar pertama kali terbentuk pada
embrio. Tiroid ektopik memiliki derajat fungsi yang berbeda-beda. Terkadang
ukurannya sangat kecil dan tidak aktif, namun pada kondisi tertentu masih dapat
menghasilkan hormon tiroid yang jumlahnya hampir mencapai normal, oleh
karena itu ada derajat keparahan pada kondisi ini. Setelah kelahiran, kelenjar
tiroid ektopik tidak akan bertambah besar dan turun pada posisi normalnya.
Fungsinya pun akan semakin menurun seiring perjalanan waktu.9
Kelenjar tiroid ektopik juga dua kali lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Kondisi tersebut merupakan 50% dari yang terdeteksi pada
Newborn Screening dan sedikit lebih sering terjadi dibandingkan atirosis.
19

Penyebab pastinya juga tidak diketahui, namun penyebab yang sama seperti pada
atirosis dapat menimbulkan kondisi ini.9
3. Malformasi Kelenjar Tiroid pada Posisi Normal (Hypoplasia)
Kondisi ini terkadang disebut sebagai Hipoplasia Thyroid dan hanya
terjadi dengan persentase yang sangat kecil pada total seluruh kasus. Pada
hipoplasia tiroid, kelenjar berukuran kecil, tidak terbentuk secara optimal dan
terkadang hanya memiliki satu lobus.9
4. Tiroid Tumbuh dengan Normal Namun Tidak Dapat Berfungsi Optimal
(Dysmorphogenesis)
Kondisi ini merupakan 15% dari kasus yang ditemukan pada Neonatal
Screening. Dismorfogenesis seringkali terjadi akibat defek enzim tertentu, yang
dapat bersifat transien maupun permanen. Pada bayi dengan dismorfogenesis,
ukuran kelenjar tiroid mengalami pembesaran dan dapat dilihat atau diraba pada
bagian depan.9

3.3.6. Diagnosis

Skrining neonatal Kecurigaan klinis


Hasil skrining: TSH>20mU/L Tanda/gejala HK (bayi baru
lahir)

Konfirmasi
TSH dan FT4 serum

TSH ↑(≥20mU/L) TSH 10-20mU/L TSH↓atau normal (≤10mU/L)


FT4 ↓ < normal** FT4 ↓rendah** FT4 ↓rendah**
Diagnosis HK primer Konsul Endokrinologi Anak Konsul Endokrinologi Anak

Algoritma diagnosis hipotiroid kongenital10


20

a.Manifestasi Klinis
Umumnya bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital yang terdeteksi
pada program skrining belum memperlihatkan gejala klinis yang khas
(asimtomatik). Gejala klinis yang sering terlihat adalah ikterus memanjang,
letargi, gangguan defekasi, gangguan makan, dan hipotermia. Tanda klasik antara
lain wajah sembab, pseudotelorisme, pelebaran fontanel, lidah besar, tangisan
parau, perut besar, kulit dingin dan bebercak (cutis marmorata).11
b. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaannya ada tiga cara, yaitu:
- Pemeriksaan primer TSH.
- Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah
yang sama, bila hasil T4 rendah.
- Pemeriksaan TSH dan T4 sekaligus pada satu sampel darah.11
Nilai cut-off adalah 25 mU/ml. Bila nilai TSH < 25 >50 mU/ml
dianggap abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan
T4 plasma. Bila kadar TSH tinggi > 40 mU/ml dan T4 rendah, Bayi dengan
kadar TSH diantara 25-50 mmU/ml, dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu
kemudian.11

Pemeriksaan penunjang lainnya yang penting dilakukan, antara lain:


- Darah, air kemih, tinja, kolesterol serum.
- T3, T4, TSH.
- Radiologis :
- USG atau CT scan tiroid.
- Tiroid scintigrafi.
- Umur tulang (bone age).
- X-foto tengkorak.12

3.3.7 Penatalaksanaan
Begitu diagnosis hipothyroid kongenital ditegakkan, dapat dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk menetukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak
memungkinkan, tretment awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan.
21

Dosis awal pengobatan dengan L-thyroxine adalah 10-15μg/kgBB/hr yang


bertujuan segera mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat. Pada pasien
dengan derajat hipothyroidisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela
mayor, harus diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari
15μg/kgBB/hr. Selanjutnya, diikuti dengan terapi maintenence dimana besar dosis
mentenence disesuaikan kondisi pasien. Tujuan terapi adalah untuk
mempertahankan kadar hormon tiroksin dan free T4 dalam batas normal, yaitu 10-
16 μg/dL untuk hormon tiroksin dan 1.4 - 2.3 ng/dl untuk free T4.13

Untuk hipothyroidisme kongenital, satu-satunya terapi adalah dengan


replacment hormon. Dalam tatalaksananya, yang paling penting adalah follow up
dan montoring terapi untuk memepertahankan kadar TSH dan T4 plasma dalam
ambang normal. Untuk itu, perlu dilakukan follow up kadar TSH dan hormon T4
dlam waktu-waktu yang ditentukan, yaitu:14

Usia Pasien Jadwal Follow up


0-6 bulan Tiap 6 minggu
6 bulan – 3 tahun Tiap 3 bulan
> 3 tahun Tiap 6 bulan

Selain itu, perlu juga dilakukan monitoring 6-8 minggu setiap pergantian
dosis. Hal ini guna mengantisipasi terjadinya overtreatment yang dapat
menyebabkan efek samping seperti penutupan sutura yang premature, dan
masalah temperament dan prilaku.14
Umur Dosis μg/kg BB/ hari
0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
2-12 tahun 4-5
>12 tahun 2-3

Kadar T4 dipertahankan diatas pertengahan nilai normal. Bila fasilitas


untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic trial sampai
22

usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada perbaikan
klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian ± 100
μg/m2 / hari.15
Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4
dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid.16
23

BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini pasien merupakan seorang anak laki-laki berumur 2 bulan,
didiagnosa dengan hipotiroid kongenital. Hipotiroid kongenital di dapat 1: 2500
sampai 4000 bayi baru lahir dan merupakan salah satu penyebab gangguan
pertumbuhan fisik maupun psikis dan bila tidak diobati secara dini akan menjadi
kelainan yang menetap.
Pasien dikonsulkan ke divisi endokrin setelah keluar hasil lab yang
menyatakan bahwa terdapat peningkatan kadar TSH dan penurunan kadar T3
total. Tampak gambaran facies dismorfik, UUB terbuka rata, pada abdomen
tampak hernia umbilikalis dan pada extremitas terdapat cutis marmorata. Menurut
teori, cutis mammoorata merupakan saah satu dari tanda dan gejala klinis pada
penderita hipotiroid kongenital serta peningkatan kadar TSH dan penurunan kadar
T3 merupakan gold standar untuk mendiagnosis hipotiroid kongenital. Pasien ini
juga disertai dengan syndrome down yang merupakan faktor tersering terjadinya
hipotiroid kongenital. Teori mengatakan bahwa perkembangan anak dipengaruhi
oleh beberapa faktor salah satunya hormonal, dan salah satu hormon yang
berperan dalam metabolism dan perkembangan adalah hormon tiroid. Sehingga
pada anak dengan Sindrom Down memiliki resiko tinggi untuk mengalami
disfungsi tiroid.6
Disini pasien hanya mendapatkan terapi levotiroxin yang merupakan terapi
subtitusi hormone tiroid. Levotiroxin dipergunakan dalam sediaan tablet, dan
tablet harus dihancurkan dan dicampur dengan beberapa milliliter air, susu
formula, atau ASI untuk diberikan pada bayi. Levotiroxin tidak boleh diberikan
dengan dicampur susu kedelai atau susu formula yang mengandung besi karena
keduanya dapat mengikat T4 dan menghambat absorbs.13
24

BAB V
KESIMPULAN

Hipotiroid Kongenital adalah suatu penyakit kekurangan hormon tiroid pada


bayi. Hormon Tiroxin yang mengandung yodium, diproduksi dan dikeluarkan
oleh kelenjar tiroid. Tiroxin merupakan regulator pentin dari laju metabolism
dalam tubuh dan berperan penting untuk otak dan pertumbuhan tulang bayi dan
aak usia dini. Pada bayi gejala sering asimtomatis, dan yang sering terlihat berupa
ikterus memanjang, letargi, gangguan defekasi,gangguan makan dan hipotermia.
Pemeriksaan rutin untuk menegakkan diagnosis hipotiroid congenital adalah
serum T4 bebas atau T4 toal, T3 total dan TSH.16
Penatalaksanaan hipotiroid kongenital adalah dengan pemberian hormon
tiroid itu sendiri agar tercapai kadar hormon tiroid normal di dalam tubuh. Hal ini
berfungsi sebagai terapi subtitusi akibat tubuh tidak dapat memproduksi hormon
tiroid. Sehingga permasalahan yang diakibatkan oleh rendahnya kadar hormon
tiroid dalam tubuh dapat teratasi.14
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Ricard S. 2006. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran, Edisi


6. EGC, Jakarta. Bagian: Leher.
2. Faizal, Frans. 2009. Brosur Prodia Laboratorium Klinik : Selamatkan Bayi
Anda Sebelum Terlambat Dengan Melakukan Skrining Neonatus.
3. Crisostomacleo. 2008. Hipotiroidisme Kongenital: penyebab hambatan
pertumbuhan dan retrdasi mental pada anak
4. Agarwal, Ramesh, Vandana Jain, Ashok Deorari, dan Vinod Paul.
2008.Congenital Hypothyroidism. Department of Pediatric: All India
Institute of
5. Medical Sciences (AIIMS). NICU: New Delhi India Downloaded from:
www.newbornwhocc.org
6. Coakley, John C., dan John Connelly. 2007. Congenital Hypothyroidism:
An Information Guide For Parents. Education Research Center of Royal
Children’s Hospital: Victoria - Australia
7. Moreno JC, et al. Inactivating mutations in the gene for thyroid oxidase 2
(Thox2) and congenital hypothyroidism, N Engl J Med 2002; 347(2): 95-
102.
8. Park SM, Chatterjee VKK. Genetics of congenital hypothyroidism, J Med
Genet 2005; 42: 379-389.
9. Jameson, J Larry. Disorders of the Thyroid Glands. In: Braunwald, TR. et
al. 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Seventeenth Edition,
McGraw Hill, New York.
10. LaFranci, Stpehen. Bherman, RE, Kliegman, RM, Jneson, HB (eds)2009.
Nelson Testbook of Pediatry, 18thed. WB Saunders, Philadelphia. Chapter
24: Endocrine System
11. Juliaty, Aidah dan Satriono. 2005. Laporan Kasus: Hipotiroidisme
Kongenital pada Dua Saudara Kandung. SMF Anak FK UNHAS:
Makassar
12. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi 6. EGC, Jakarta. Bagian 10 : Gangguan Sistem Endokrin dan
Metabolik
13. Anonim, 2006. Hipotiroidisme Kongenital. www.genetics home
reference.com
14. Silman, Erwin. Kusnandar Simon. Pemeriksaan Laboratorium untuk
Menilai Faal Kelenjar Gondok, CDK 1983; 30: 46-48.
15. IDI, 2004. Standar Pelayanan Medik, Edisi 1. IDI, Jakarta. Bagian
: Endokrinologi.
16. Haqiqi, Himan S. 2008 Biosintesis Hormon Tiroid dan Paratiroid. Fakultas
Peternakan UNIBRAW: Malang

Anda mungkin juga menyukai