11) Abdul Wahid dan M. Labib. Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Rafika Aditama. Bandung. 2005. Hal. 22-
23.
22) Ibid. Hal. 25
33) Leden Marpaung. Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian dan Penerapannya. PT Grafindo
Persada. Jakarta. 2007. Hal. 11.
44) Ibid., hlm. 17.
1
2
66) Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indoesia Pusat Bahasa. Edisi keempat. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2008. Hal. 336.
77) Lihat Pasal 1 Angka 1 UU ITE.
88) Lihat Pasal 1 Angka 3 UU ITE.
99) Departemen Pendidikan Nasional. Op.Cit. Ha1. 485.
4
Hubungan itu sangat dekat dengan sifat isi informasi elektronik yang
didistribusikan, ditransmisikan oleh pembuatnya. Sifat isi informasi atau
dokumen (objek) elektronik tersebut mengandung muatan bentuk-bentuk
penghinaan, utamanya bentuk pencemaran. Pada unsur inilah melekat sifat
melawan hukum perbuatan mendistribusikan dan mentransmisikan informasi
elektronik tersebut. Sekaligus merupakan alasan mengapa perbuatan
mendistribusikan dan mentransmisikan menjadi terlarang. Oleh sebab itu, jika
orang yang mengirimkan data elektronik tanpa memenuhi syarat tersebut tidak
termasuk melawan hukum, dan tidak boleh dipidana.
2. Secara subjektif.
Hubungan melawan hukum sangat dekat dengan unsur dengan sengaja
(kesalahan). Jan Remmelink menyatakan bahwa mengajarkan pada kita
bahwa cara penempatan unsur sengaja dalam kentuan pidana akan
menentukan relasi pengertian ini terhadap unsur-unsur delik lainnya: apa yang
mengikuti kata ini akan dipengaruhi olehnya.11)
Disamping itu sengaja harus juga ditujukan pada unsur tanpa hak.
Artinya bahwa pembuatnya sebelum menstransmisikan, mendistribusikan
informasi elektronik atau dokumen elektronik tersebut, telah mengetahui atau
menyadari bahwa pembuatnya tidak berhak melakukannya. Perbuatannya
melawan hukum, tercela, tidak dibenarkan dan dilarang. Kesadaran yang
demikianlah yang biasanya disebut dengan sifat melawan hukum subjektif.
Suatu kesadaran yang tidak perlu mengetahui secara persis tentang undang-
undang atau pasal yang melarang.
Cukup kesadaran bahwa perbuatan semacam itu tercela, tidak dibenarkan.
Suatu kesadaran yang selalu ada bagi setiap orang normal pada umumnya.
Orang yang berjiwa normal saja yang dapat menilai terhadap semua
perbuatan yang hendak dilakukannya sebagai halal ataukah haram. Oleh
karena itu untuk membuktikan kesadaran sifat melawan hukum perbuatan
patokannya, ialah terbukti pembuatnya berjiwa normal.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pembentuk WvS Belanda
telah mengambil sikap yang rasional mengenai unsur sifat melawan hukum.
Bahwa dengan dibentuknya tindak pidana dalam undang-undang sudah dengan
sendirinya terdapat unsur sifat melawan hukum. Dalam setiap rumusan tindak
pidana telah terdapat unsur melawan hukum. Meskipun di dalam rumusan tidak
dicantumkan. Tidak perlu setiap rumusan tindak pidana selalu mencantumkan
melawan hukum secara tegas. Hanya apabila dalam hal-hal ada alasan saja
maka unsur melawan hukum perlu dicantumkan. Hal-hal yang dimaksud ialah
apabila ada orang lain yang berhak untuk melakukan perbuatan yang sama
seperti tindak pidana yang dirumuskan undang-undang. Barulah dalam rumusan
sifat melawan hukum perbuatan perlu dicantumkan. WvS bermaksud mencegah
agar mereka yang menggunakan hak atau kewenangan mereka itu tidak
111) Jan Remmelink. Hukum Pidana Komentar atas Pasal-pasal Terpenting dari KUHP Belanda dan
Padanannya dalam KUHP Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2003. Hal. 152.
6
selesai menjalani persidangan. hal tersebut terjadi karena sudah dihapus dari
dunia maya, hal ini sebagaimana contoh kasus yang ditangani Mabes Polri,
terkait bukti digital forensik dari kasus Prita Mulya Sari. Perlu diketahui bahwa
kasus ini telah berakhir dan Prita Mulya Sari tidak terbukti bersalah.
Ada beberapa kaidah hukum yang bisa ditarik, dari kasus Prita Mulya Sari,
diantarannya sebagai berikut :
1. Mengungkap sebuah perasaan berupa keluhan tentang apa yang telah
dialami selama menjalani proses pengobatan, yang dituangkan dalam sebuah
email lalu disebar luaskan melalui email kealamat email kawan-kawannya,
tidaklah dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum;
2. Tindakan mengirim atau menyebarkan email yang berisi keluhan
tersebut kepada kawan-kawannya, juga bukan merupakan sebuah
penghinaan. Tindakan tersebut bukan dianggap sebagai suatu "penyerangan"
terhadap suatu instansi, tetapi memang fakta apa yang dialami oleh pihak
terkait.
3. Email, adalah alat komunikasi yang sifatnya pribadi dan tertutup, dan
hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengakses dan membacanya,
bukanlah sebuah media umum.
4. Hak untuk menyampaikan informasi melalui berbagai media, secara
konstitusional telah diakui dan dijamin dalam pasal 28 F UUD 1945 yang
menentukan bahwa : "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia”
5. Adanya putusan hakim pidana yang telah menyatakan terdakwa di
bebaskan dari tindak pencemaran nama baik, terkait dengan gugatan perdata,
putusan pidana tersebut dapat dijadikan bahan dan dipakai sebagai salah satu
dasar atau alasan untuk menentukan bahwa perbuatan yang dilakukan
tersebut bukanlah sifat melawan hukum.
dengan perawatan medis dari dokter ini” dan “Tanggapan dr. Grace yang
katanya adalah penanggungjawab masalah komplain saya ini tidak
profesional sama sekali” dan Tidak ada sopan santun dan etika mengenai
pelayanan customer.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tentang pencemaran dan penghinaan nama baik menurut Pasal 27
ayat (3) Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronika dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Pencemaran dan penghinaan nama baik dapat dilakukan dengan cara
mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diaksesnya
informasi, dengan melawan hukum (tanpa hak) dan dilakukan secara
sengaja.
b. Objek pencemaran dan penghinaan nama baik adalah informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik.
c. Ketentuan pasal ini tidak memberikan keterangan tentang dalam hal
mana, atau dengan syarat apa orang yang mendistribusikan,
mentrasmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang
isinya bersifat menghina tersebut berhak melakukannya, oleh karena itu
harus dicari dari sumber hukum penghinaan, ialah Bab XVI Buku II Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Konsekuensi hukum apabila terjadi tindak pidana pencemaran dan
penghinaan nama baik menurut Pasal 27 ayat (3) Undang-undang No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika sebagaimana
ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3. Upaya pembelaan yang dapat dilakukan oleh pelaku tindak pidana
pencemaran dan penghinaan nama baik menurut Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 adalah dengan melakukan mediasi penal, upaya hukum biasa
maupun upaya hukum luar biasa.
Mediasi penal hanya dapat dilakukan apabila para pihak telah setuju untuk
tidak membawa perkaranya ke ranah peradilan pidana, sedangkan upaya
hukum biasa dapat dilaksanakan setelah adanya putusan pengadilan pertama
dalam bentuk banding dan kasasi sedangkan upaya hukum luar biasa
dilakukan dengan melakukan peninjauan kembali.
B. Saran-Saran
1. Terkait dengan tindak pencemaran dan penghinaan nama baik
menurut Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronika sebaiknya ditinjau kembali terkait dengan
delik tersebut, terutama dengan ketentuan sanksi pidananya
2. Apabila konsekuensi hukum terkait dengan tindak pidana pencemaran
dan penghinaan nama baik menurut Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika akan diterapkan,
14