Anda di halaman 1dari 4

112

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

Berdasarkan pemetaan sosial, evaluasi program, hingga pelaksanaan Kajian


Pengembangan Masyarakat dengan melakukan studi dokumentasi, observasi
berpartisipasi, wawancara mendalam, Focus Group Discussion atau diskusi
kelompok terfokus yang menghasilkan penyusunan program pengembangan
kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, maka dapat
disimpulkan:

1. Pengelolaan air bersih berbasis masyarakat melalui Kelompok Pemakai Air


Bersih (Pokmair) Sayom yang berdiri sejak tangga 5 Nopember 2000, dalam
rangka memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Desa Bumijawa, khususnya
warga RW I, RW II, RW VII dan sebagian RW III, IV, V dalam proses
perjalanannya ternyata belum mampu memberikan pelayanan yang optimal
kepada anggotanya, termasuk belum mampu mengembangkan kelembagaan
pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan.

2. Keberlanjutan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, seiring dengan


semakin bertambahnya jumlah penduduk maupun jumlah anggota Pokmair
Sayom, berkurangnya debet air bersih, ternyata tidak diimbangi dengan
peningkatan kapasitas kelembagaannya, termasuk keterbatasan sarana dan
prasarana, pengelolaan anggaran, tidak adanya aturan yang tegas dengan
menyesuaikan perkembangan masyarakat, serta kurangnya menjalin jejaring
kerjasama dengan stakeholders terkait.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kelembagaan pengelolaan air


bersih berbasis masyarakat di Desa Bumijawa, diantaranya faktor kapasitas
pengurus, kapasitas anggota dan adanya kebijakan serta intervensi program
pemerintah.

4. Kapasitas Pengurus dengan melihat kepengurusan periode tahun 2006-2009


walaupun didukung dengan faktor pendidikan formal yang memadai, tetapi
kepemimpinannya kurang kuat ditunjukkan dengan belum mampu memberikan
113

solusi permasalahan yang selalu terjadi dalam pemerataan distribusi air bersih
kepada anggota, tidak adanya aturan yang tegas, keterbatasan kemampuan
pengelolaan pengurus ditunjukkan dengan tidak adanya forum pertemuan antar
pengurus maupun antara pengurus dengan anggota secara berkala, kurang
tertibnya administrasi keanggotaan yang pada kenyataan di lapangan justru
pengguna jaringan air bersih yang berjumlah antara enam ratusan, tetapi
anggota yang terdaftar hanya dua ratus tujuh puluh. Sedangkan laporan
keuangan tidak dilaksanakan secara rutin baik ke Kepala Desa apalagi ke
anggota, termasuk ketidakmampuan menggali dana kemandirian dengan
mengintensifkan iuran wajib bulanan anggota.

5. Kapasitas Anggota dengan melihat tingkat partisipasi yang belum optimal, hal
ini ditunjukkan dengan adanya kewajiban iuran anggota yang hanya tiga ribu
rupiah per bulan, ternyata maksimal yang masuk hanya tiga puluh persen dari
jumlah anggota yang ada, sehingga kurang memberikan konstribusi demi
keberlanjutan dan kemandirian pengelolaannya, sedangkan dalam hal
memberikan sumbangan pemikiran karena tidak adanya kesempatan dalam
bentuk forum pertemuan anggota dan pengurus, kalaupun ada pertemuan di
tingkat kelompok kecil (10 sampai 20 anggota) dalam rangka memberikan
alternatif pemecahan masalah kesulitan distribusi air bersih yang pada
umumnya dengan membangunan bak penampung secara swadaya; dengan
tidak adanya aturan yang tegas, sehingga anggota juga menganggap hal biasa
kalau tidak memenuhi hak dan kewajibannya.

6. Kebijakan dan intervensi program pemerintah, terutama dengan melihat


kebijakan pemerintah desa Bumijawa dalam pengelolaan air bersih berbasis
masyarakat, lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan proyek
pembangunan sarana air bersih, belum menyentuh pada pemberdayaan
pengelolaan air bersih, hal ini ditunjukkan dengan belum adanya perangkat
lunak dalam bentuk Peraturan Desa tentang Pengelolaan Air Bersih, program
pemberdayaan, termasuk kepedulian terhadap keberlangsungan sumber air
yang dimanfaatkan masyarakat dan keberlangsungan pengelolaan air bersih
oleh masyarakat. Intervensi program pemerintah baik melalui APBD, APBN
114

dengan pembangunan sarana air bersih Sayom, Putri, Lemper sifatnya lebih
menekankan aspek proyek dalam bentuk penyelesaian fisik, tetapi kurang
menyentuh pada keberlangsungan di tingkat kelembagaan pengelolaannya oleh
masyarakat

7. Mendasari permasalahan tersebut di atas dan harapan anggota atau konsumen


air bersih, adanya program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan
air bersih berbasis masyarakat, karena didukung budaya masyarakat, seperti
kebiasaan bekerjasama, tipe solidaritas organik, adanya dukungan finansial,
kualitas sumberdaya air, serta orientasi tentang air yang mempunyai nilai
ekonomis. Adapun implementasinya dalam bentuk Badan Pengelola atau
Lembaga Pengelola Air Bersih Masyarakat yang profesional dan mandiri
dengan menggunakan sistim meteran serta memberikan kemudahan akses
masyarakat miskin melalui subsidi silang.

8. Hasil pelaksanaan FGD pada tanggal 18 Nopember yang dihadiri Kepala Desa,
BPD, LKMD, Pengurus Pokmair Sayom, BKM Satria, Ketua Karang Taruna,
Tokoh Masyarakat, maka menghasilkan penyusunan program, diantaranya:
Penguatan Struktur Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat,
Peningkatan Partisipasi Anggota dalam Kemandirian, Peningkatan
Ketrampilan Pengelolaan Air Bersih bagi Pengurus dan Rehabilitasi Sarana
dan Prasarana Sumber Air dan Jaringannya.

Rekomendasi Kebijakan

Dalam rangka pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih


berbasis masyarakat dalam kajian ini telah berhasil menyusun rancangan program
yang disusun secara bersama-sama dengan masyarakat melalui FGD. Untuk
mendukung terlaksananya program yang telah disusun tersebut perlu adanya
rekomendasi kebijakan terhadap:

1. Pemerintah Kabupaten Tegal

a. Perlu adanya Perda yang mengatur tentang pemanfaatan sumberdaya air


yang menurut UUD 1945, dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-
115

sebesar kemakmuran rakyat, dengan adanya sharing dana yang memadai


dari pihak stakeholders yang memanfaatkan untuk kepentingan swasta
untuk kegiatan program pengembangan masyarakat.

b. Agar mengakomodasi penyusunan program pelatihan Pengelolaan sumber


daya air berbasis masyarakat, bagi wilayah pedesaan yang telah
mendapatkan program Pembangunan sarana Air Bersih secara berkelanjutan
sampai ke tingkat mandiri.

2. Pemerintahan Desa Bumijawa

a. Menjalin program kemitraan dengan stakeholders baik pihak swasta


maupun PDAM Kota Tegal yang memanfaatkan sumber daya air di wilayah
Desa Bumijawa dalam program pendampingan dan pelatihan
pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat.

b. Kelembagaan pengelolaan air bersih melalui Pokmair Sayom yang sudah


berjalan delapan tahun, hendaknya segera direvitalisasi melalui langkah-
langkah penyusunan dan penetapan Perdes dengan mengakomodasi
kepentingan masyarakat yang mensinergikan aspek sosial, ekonomi dan
ekologis.

Anda mungkin juga menyukai