Anda di halaman 1dari 6

Crohns disease

Daftar pustaka
Burkets oral medicine hal 354
Cawson 347
Oral & max pathology 3e 848
Pathology of the head and neck 109

Definisi
Crohn’s disease merupakan salah satu penyakit radang usus kronis yang menyebabkan
terjadinya peradangan pada seluruh lapisan dinding sistem pencernaan, mulai dari mulut
hingga ke anus. Akan tetapi crohn’s disease umumnya muncul pada bagian usus kecil dan usus
besar (kolon). Oral and Maxillofacial Pathology, 3e
Etiologi
Penyakit Crohn adalah peradangan pada saluran pencernaan yang sampai saat ini penyebabnya
belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya Crohn’s
disease seperti faktor genetik, gangguan sisem kekebalan tubuh dan infeksi.
Faktor genetik
Faktor genetik adalah yang paling jelas. Sekitar 10–15% pasien dengan Crohn’s disease
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan tersebut; 5-7% lainnya memiliki riwayat keluarga
kolitis ulseratif. Kembar identik memiliki setidaknya 53% indeks untuk Crohn’s disease;
kembar fraternal memiliki indeks yang sama dengan pasien dengan riwayat keluarga.
Sistem kekebalan
Sistem kekebalan jelas mengambil bagian dalam respon terhadap serangan awal. Ditemukan
bahwa alih-alih merespon secara normal terhadap antigen yang menyinggung dengan
mengaktifkan sel T, pasien dengan penyakit radang usus meningkatkan respons limfosit
berlebihan (T4), yang kemudian secara fisiologis tidak diregulasi. Limfosit T4 yang diaktifkan
pada gilirannya melepaskan limfokin, termasuk tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha), yang
mengaktifkan dan merekrut monosit, makrofag, leukosit polimorfonuklear, dan sel mast. Sel-
sel ini memperkuat respon inflamasi. Ini adalah dasar untuk terapi anti-TNF-alpha.
Limfapheresis sel T juga telah menghasilkan remisi pada beberapa pasien yang penyakitnya
tidak merespon obat-obatan. Reaksi antigen-antibodi pada sendi, kulit, dan mata mungkin
bertanggung jawab terhadap terjadinya artritis, eritema nodosum, iritis, dan manifestasi
ekstraintestinal lainnya yang terlihat pada pasien dengan Crohn’s disease atau dengan kolitis
ulseratif.
Patogenesis
Crohn’s disease adalah penyakit radang kronik idiopatik dan bersifat kambuh dari saluran
pencernaan yang dikategorikan sebagai Inflammatory Bowel Disease (IBD) dan merupakan
penyebab penting morbiditas pada anak-anak dan remaja (Sathiyasekaran dan Shivbalan.,
2006). Sebagian besar hipotesis menyatakan bahwa penyakit Crohn adalah penyakit autoimun
yang menyerang individu dengan kerentanan genetik. Onset penyakit dipengaruhi oleh paparan
lingkungan yang mempengaruhi keseimbangan alami flora usus, mukosa dan respon imun yang
abnormal di saluran pencernaan. Flora usus (mikrobiota), respon imun, dan predisposisi
genetik, bekerja bersama dengan faktor lingkungan sebagai penyebab timbulnya penyakit
Crohn’s diesease (Fatahi, dkk., 2018).

Gambar 4. Patofisiologi dari Inflammatory Bowel Disease (IBD) (Sathiyasekaran dan


Shivbalan., 2006)
Hipotesis yang berlaku mengenai patogenesis CD (Crohn’s Disease) adalah interaksi
antara faktor-faktor lingkungan dan respon imun yang berubah pada anak-anak yang memiliki
kecenderungan genetik, yang mengarah ke peradangan kronis pada saluran gastrointestinal.
Dalam CD ada gangguan regulasi pada mukosa dan respon imun yang mengakibatkan
inflamasi yang menetap. Respons TH1 yang tidak diatur (T helper 1) mengonversi inflamasi
fisiologis menjadi inflamasi patologis. Profil imunologi dalam CD didominasi oleh respon
yang diperantarai sel. Peradangan mukosa aktif dari usus kecil dan besar menghasilkan diare,
protein-losing enteropathy, perdarahan, nyeri perut dan pembentukan striktur. Sitokin
proinflamasi dan eikosanoid meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan
sekresi elektrolit dan menambah kontraksi otot polos. Banyak sitokin meningkatkan aktivitas
kolagen membentuk sel-sel yang mengarah ke proliferasi jaringan fibrosa dan dengan demikian
mengakibatkan penebalan dinding usus dan pembentukan striktur. Peran kausal TNF-a dalam
etiopatogenesis CD menjadi penting (Sathiyasekaran dan Shivbalan., 2006).

Gambaran klinis
Penyakit Crohn dapat terjadi pada semua usia dan dapat menyerang perempuan maupun
laki-laki, namun paling sering terjadi pada perempuan berusia 20 – 39 tahun (Burkets). Tanda
dan gejala gastrointestinal umumnya terjadi kram dan nyeri perut, mual, dan diare, kadang
disertai demam. Penurunan berat badan dan malnutrisi dapat terjadi, sehingga dapat
mengakibatkan anemia, perlambatan pertumbuhan, dan perawakan pendek (OMP). Berbagai
lesi oral telah dilaporkan secara klinis pada penyakit Crohn yaitu pembengkakan diffuse pada
bibir dan penebalan mukosa, gambaran cobblestone pada mukosa bukal dengan fissure, gingiva
membengkak dan memerah, ditemukan ulkus mukosa dalam tampak granulomatosa, nyeri,
linier dan menyerupai ulkus aftosa, kadang ditemukan mucosal tags pada sulkus, serta glossitis
akibat defisiensi besi, folat, atau vitamin B12 dapat disebabkan oleh malabsorbsi (COWSON).

Pemeriksaan penunjang
Diagnosis radiografi
Pada penyakit Crohn’s disease yang diperiksa dengan teknik pencitraan yang sangat baik
seperti barium kontras x-rays (Gambar 13) dan computed tomography (CT) terlihat tidak biasa.
Sebuah barium enema x-ray dengan kontras ganda dapat menunjukkan kolon kanan dan bagian
terminal dari ileum, daerah yang paling sering terlibat dalam Crohn’s disease. Pemeriksaan
dengan mencari adanya ulkus aphthous (terlihat sebagai defek pengisian kecil dengan pusat
opak), kehilangan detail mukosa, area keterlibatan segmental, fistula, dan penampilan
asimetris. CT abdomen merupakan teknik yang lebih disukai untuk dugaan abses
intraabdomen.

Small Bowel Series


Ini adalah prosedur cepat dan aman untuk visualisasi usus kecil. Pasien meminum suspensi
barium dan radiografi perut bagian atas diambil pada interval 20-30 menit. Ketika barium
mencapai kolon kanan, fluoroskopi dilakukan saat menggerakkan pasien dalam berbagai posisi
untuk melepaskan loop usus superimposed. Foto rontgen usus kecil menunjukkan luasnya
proksimal penyakit, daerah yang terlewati, dan stenosis dan dilasi, menunjukkan obstruksi
parsial.

Enteroclysis
Enteroclysis lebih sensitif untuk lesi fokal (seperti adhesi), tetapi memiliki tingkat komplikasi
dan kesulitan teknis yang lebih tinggi. Dengan pasien yang sedikit dibius, tabung dilewatkan
melalui hidung dan berlanjut ke jejunum. Di bawah pencitraan fluoroscopic konstan, barium
diinfuskan melalui tabung dengan larutan metilselulosa, menghasilkan distensi dan melapisi
lengkungan usus kecil. Penampilannya mirip dengan enema kontras ganda.

Endoskopi
Diagnosis Sigmoidoskopi atau kolonoskopi fleksibel dengan biopsi kolorektal dapat
mengungkapkan granuloma peradangan fokal. Namun, persiapan untuk kolonoskopi atau
barium enema x-rays dapat berisiko untuk pasien yang sakit akut dengan kolitis fulminan.
Untuk pasien-pasien ini, sigmoidoskopi fleksibel dan small bowel series dapat memberikan
cukup informasi kepada klinisi untuk membuat keputusan diagnostik dan terapeutik.

Sigmoidoskopi fleksibel
Sigmoidoskopi fleksibel adalah pemeriksaan rektum dan kolon bawah. Ini dilakukan dengan
tabung berlampu, fleksibel, berongga. Sigmoidoskop dimasukkan ke dalam anus melalui
rektum dan masuk ke kolon sigmoid. Sebelum sigmoidoskopi, usus besar harus bersih dari tinja
untuk memastikan visibilitas yang baik. Pasien harus menjalani persiapan yang mungkin
termasuk diet cair, enema, dan obat pencahar untuk membersihkan kotoran dari usus besar.
Dokter mampu memvisualisasikan bagian bawah usus besar. Pasak biopsi dapat dimasukkan
melalui saluran lingkup untuk mengangkat sampel kecil jaringan untuk pemeriksaan
mikroskopis. Kadang-kadang perlu bagi dokter untuk memasukkan udara ke dalam usus besar
untuk meningkatkan visibilitas. Sebagian besar pasien merasa sedikit kram atau tidak nyaman
ketika memiliki sigmoidoskopi yang fleksibel.

Kolonoskopi
Kolonoskopi melibatkan pemeriksaan rektum dan seluruh usus besar. Ini dilakukan dengan
tabung berlampu, fleksibel, berongga. Kolonoskopi memungkinkan dokter untuk
memvisualisasikan seluruh usus besar. Kolonoskop memungkinkan dokter untuk menilai
perkembangan penyakit dan untuk memastikan efektivitas terapi.

Histologipatologi
Secara histologis, granuloma umumnya berukuran kecil, tersusun longgar, dan dengan
beberapa giant cell multinukleat. Granuloma sering ditemukan berada jauh di dalam corium
dan sulit ditemukan. Kadang dibutuhkan biopsi untuk granuloma yang berada sangat dalam.

Pemeriksaan mikroskopik jaringan lesi diperoleh dari usus atau dari mukosa oral seharusnya
menunjukkan inflamasi granulomatosa non – nekrotik dalam jaringan konektif submukosa
(Gambar 17-41). Tingkat keparahan inflamasi granulomatosa dapat sangat bervariasi dari satu
pasien dengan pasien lainnya dan dari berbagai lokasi pada pasien yang sama. Oleh karena itu,
hasil biopsi negatif pada salah satu lokasi dan waktu tidak selalu menyingkirkan diagnosis
penyakit Crohn. Seperti lesi klinis, pola histopatologis relatif bersifat non – spesifik,
menyerupai granulomatosis orofasial. Pewarnaan khusus harus dilakukan untuk
menyingkirkan infeksi fungi profunda, sifilis tersier, infeksi ormycobakteri.

Diagnosis Banding
Ulcerative colitis
Cara membedakan Ulcerative colitis dengan Crohn’s diseases adalah dengan melakukan
colonoscopy dengan endoscopically directed colonic biopsies. Hal yang perlu dibedakan
adalah bagian atas dari alimentary canal, penyakit segmental pada usus besar dengan skip
areas pada rektum, gambaran klinis fisur atau sinus tract, dan jenis granuloma yang muncul.
Ulcerative colitis dan Crohn’s diseases keduanya merupakan penyakit pada usus, tapi pasien
dengan Ulcerative colitis memiliki tanda dan gejala yang lebih berat sehingga tidak cukup
mampu untuk pergi ke dokter gigi (Greenberg, dkk., 2008).

Perawatan dan prognosis


Sebagian besar pasien dengan penyakit Crohn awalnya mendapat terapi medikamentosa
dengan obat golongan sulfa (sulfasalazin), dan beberapa pasien memberikan respon yang baik
terhadap obat ini. Metronidazole dapat digunakan jika pasien tidak memberikan terapi terhadap
sulfasalazin. Dengan keterlibatan sedang hingga berat, prednison sistemik dapat digunakan dan
sering kali efektif, terutama ketika dikombinasikan dengan obat imunosupresif, azathioprine.
Infliximab, suatu antibodi monoklonal untuk melawan tumor necrosis factor-α (TNF-α), cukup
menjanjikan pada kasus refrakter. Kadang penyakit ini tidak dapat dipertahankan dalam
keadaan remisi dengan terapi medikamentosa, dan komplikasi seringkali membutuhkan
intervensi bedah. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain obstruksi atau fistula usus atau
pembentukan abses. Jika dilakukan pengangkatan suatu segmen ileum terminal yang cukup
signifikan melalui pembedahan atau terlibat dalam penyakit Crohn, maka injeksi vitamin B12
secara periodik mungkin dibutuhkan untuk mencegah anemia megaloblastik sekunder akibat
kurangnya kemampuan absorbsi vitamin tersebut.
Lesi oral telah dilaporkan mengalami perbaikan dengan pengobatan lesi di saluran cerna
pada sejumlah besar kasus. Kadang, ulkus oral yang persisten akan terjadi, dan keadaan ini
dapat diterapi dengan kortikosteroid topikal atau intralesi. Talidomid sistemik dan infliximab
telah berhasil digunakan untuk mengatasi ulkus oral refrakter pada penyakit Crohn.

Anda mungkin juga menyukai