Demam Dengue 1
Demam Dengue 1
PENDAHULUAN
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi
masalah kesehatan di Indonesia.
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. DBD adalah salah satu manifestasi
simptomatik dari infeksi virus dengue.
2.2 Epidemiologi
Berasal dari Flavivirus (Arbovirus) dari 4 serotipe (1,2,3 & 4) dibawa nyamuk Aedes
aegypti yang bersifat:
2
Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit
dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah
penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate
sebesar 1,01% (2007).
2.3 Patogenesis
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977 (gambar 2), sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik
pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan
titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga
menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar
hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.
3
Gambar 2. Hipotesis infeksi sekunder
1. Dengue Fever
Adalah penyakit akut yang ditandai oleh panas 2-7 hari, disertai 2 atau lebih gejala klinik
berikut :
Sakit kepala
Myalgia / arthralgia
Ruam
Leukopenia
Pada penderita anak Dengue Fever biasanya tampil klinis ringan, sedang pada orang
dewasa dapat disertai nyeri berat pada tulang dan persendian serta otot, dan pada saat
confalescence melalui periode prolong fatique, bahkan kadang disertai depresi.
Adalah infeksi virus dengue yang dengan gejala seperti diatas, disertai :
5
Trombocytopenia ( < 100.00 / cu mm )
Adalah penampilan klinis Dengue Hemorrhagic Fever yang diseertai tanda-tanda kegagalan
sirkulasi berupa :
Hipotensi
Akral dingin
Secara umum ada dua macam pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis penyakit
DBD secara laboratories, yaitu sebagai berikut.
1. Deteksi virus, yang dapat dilakukan melalui metode pembiakan (kultur) dan tes PCR
( Polymerase Chain Reaction)
2. Deteksi serologis, yaitu untuk mendeteksi adanya antibody terhadap infeksi virus
dengue ( antibodi antidengue)
A. Metode kultur
7
Deteksi virus dengue dengan pemeriksaan kultur adalah tes diagnostic pasti (definitif),
tetapi pertimbangan praktis membatasi penggunaannya. Yang harus diperhatikan adalah
singkatnya periode ketika virus dengue dapat dideteksi dengan baik.
Dalam 1 -2 hari setelah penurunan suhu tubuh, peningkatan kadar antibody antidengue
mempengaruhi upaya untuk mengkultur virus. Selanjutnya seperti yang telah di sebut di
atas virus dengue secara umum sangat labil terhadap panas karena itu kewaspadaan
khusus di butuhkan untuk mencegah inaktivasi virus karena panas. Rumit dan mahalnya
metode ini menyebabkan metode ini jarang digunakan kecuali untuk kepentingan
penelitian.
Jika, kita dibandingkan dengan tekhnik multiplex RT-PCR, deteksi secara konvensional
melalui media kultur sel setidaknya diperlukan waktu 1 minggu untuk mengidentifikasi tipe
virus dengue yang menginfeksi pasien, apakah virus dengue 1, 2, 3 atau 4, yang masing –
masing memerlukan penanganan yang berbeda. Hal ini tentu merugikan karena
memperlambat diagnosis dan pemberian terapi yang cepat dan . Namun, sayangnya biaya
pemeriksaan multiplex RT-PCR dirasakan masih terlalu mahal bagi sebagian masyarakat.
Saat ini ada lima metode deteksi serologis yang dapat dilakukan sebagai pemeriksaaan
penunjang penyakit DBD, yaitu :
1. Uji penghambatan penggumpalan darah atau hemaglutination inhibition test ( uji HI)
2. Uji pengikatan kompelemen ( Complemment Fixation Test)
3. Uji netralisasi
4. Uji Mac.Elisa
5. Uji IgG Elisa tidak langsung (indirect)
2.5.4 Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
8
dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua
hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
2.6 Diagnosis
Diagnosis Demam dengue ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang,
dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda perembesan plasma (hemokonsentrasi,
hipovolemia,dan(syok).
Sedangkan Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
5. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah
uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan
lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
9
Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada table berikut.
10
Gambar 4.manifestasi klinis demam dengue
11
2.7 Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari
ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan
berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada
trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup,
lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi
simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk
mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid
12
sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum).
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (gambar 5).
13
Gambar 6. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
14
Gambar 7. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah
15
jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk
mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer
laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi
kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya
dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular,
aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki
efek alergi yang minimal. Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman
dan efektif.
Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah
edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki
waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus
(20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vascular hanya dalam waktu
yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular)
dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya5
ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.
14 Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid
antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi
plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi
anafilaktik.
Penelitian cairan koloid diban-dingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS)
pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan,
memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain yang menilai
16
efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1
dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi.
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma
yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD
derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk
mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien
dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam, sedangkan
pada kebocoran plasma yang terjadi sebanyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000
ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang
stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit
perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah
jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain
yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada
DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus
atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara
bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil. Pada kondisi di mana
terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil,
pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan
terjadinya perdarahan internal.
2.8 Prognosis
DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik, penatalaksanaan yang
cepat, tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak menyebabkan
komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna.
DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh
kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
18
Demam berdarah dengue tetap menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia.
Dengan mengikuti kriteria WHO 1997, diagnosis klinis dapat segera ditentukan. Di samping
modalitas diagnosis standar untuk menilai infeksi virus Dengue, antigen nonstructural protein
1 (NS1) Dengue, sedang dikembangkan dan memberikan prospek yang baik untuk diagnosis
yang lebih dini. Terapi cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma. Dalam terapi cairan, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah:
jenis cairan, jumlah serta kecepatan, dan pemantauan baik secara klinis maupun laboratories
untuk menilai respon kecukupan cairan.
DAFTAR PUSTAKA
19
Sudoyo Aru W. Dkk. Buku Ajar Imu Penyakit Dalam Jilid III Eidisi V. 2009. Jakarta. Interna
Publishing.
Mansjoer Arif.dkk. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas Kedokteran UI jilid I Edisi III. 2000.
Jakarta. Media Aesculapius.
Ginanjar Genis. Apa yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam Berdarah. 2008.
Jakarta : B First
http://www.mitrakeluarga.com/gading/tatalaksana-demam-dengue-demam-berdarah-dengue/
diakses tanggal 25 Januari 2012 pukul 11.54
http://medicastore.com/artikel/297/Bahaya_Demam_Dengue_DD_&_Demam_Berdarah_Den
gue_DBD.html diakses tanggal 25 Januari 2012 pukul 09.23
20