Tugas Emergency Medicine
Tugas Emergency Medicine
KEGAWATAN KARDIOLOGI
SYOK KARDIOGENIK
Oleh:
Fadlan Adima A 0810710043
Insiden syok kardiogenik dalam komunitas tidak mengalami penurunan yang signifikan
dalam beberapa waktu terakhir. Walaupun angka mortalitas sempat menurun berkaitan
dengan tindakan revaskularisasi, syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian
tersering pada pasien rawat inap dengan infark miokard akut. Meskipun syok kardiogenik
muncul segera setelah kejadian infark, hal ini tetap tidak terdeteksi pada penanganan awal
di rumah sakit (Menon and Hotchman, 2013).
Etiologi syok kardiogenik yang terbanyak adalah gagal jantung kiri akibat infark miokard.
Faktor risiko terjadinya syok antara lain usia tua, diabetes infark anterior, riwayat infark
miokard sebelumnya, penyakit vaskular perifer (peripheral vaskular disease), menurunnya
fraksi ejeksi ventrikel kiri, serta infark miokard yang luas. (Cuculich and Kates, 2009).
2. Definisi
Syok kardiogenik lebih banyak berkaitan dengan hilangnya fungsi dari >40% miokard
ventrikel kiri dan hanya sedikit akibat dari kerusakan miokard ventrikel kanan. Kerusakan
miokard harus segera diketahui karena bahkan jumlah infark miokard yang sedikit sekalipun
dapat menimbulkan syok kardiogenik. Disamping itu, pasien dengan kecacatan jantung
seperti kelainan katup maupun septum juga dapat menyebabkan syok.
Penyebab syok kardiogenik dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar, yaitu:
Merupakan penyebab tersering dari syok kardiogenik. Hal ini disebabkan oleh hilangnya
fungsi miokard akibat infark. Syok kardiogenik lebih sering terjadi pada infark miokard
ventrikel kiri daripada ventrikel kanan.
Komplikasi mekanis
Penyebab syok kardiogenik selain infark adalah komplikasi mekanik. Proses mekanis yang
dimaksud antara lain disfungsi atau ruptur muskulus papilaris yang biasanya terjadi pada
katup mitral dan menyebabkan regurgitasi mitral akut, ruptur septum ventrikular, ruptur
dinding, ataupun aneurisma ventrikel kiri.
- Kontusio miokard
- Miokarditis
- Obstruksi aliran keluar dai ventrikel kiri (stenosis aorta, cardiomiopati obstruktif
hipertrofik)
- Obtruksi aliran masuk ventrikel kiri (mitral stenosis, miksoma atrium kiri) (Cuculich
and Kates, 2009)
Menon & Hotchman, Heart Journal, 2013
dapat terlihat dalam suatu lingkaran setan, yaitu suatu mekanisme kompensasi yang terdiri
dari aktivasi sistem saraf simpatis, efek regulasi renal dan neurohormonal, serta
vasoregulasi lokal. Aktivasi sistim saraf pusat dipicu oleh baroreseptor dan kemoreseptor,
menyebabkan peningkatan kontraktilitas miokard, membawa cairan menuju intravaskular,
dan vasokontriksi arteri dan vena. Sistim renin angiotensin teraktivasi akibat berkurangnya
perfusi ke ginjal dan stimulasi simpatis dari persarafan ginjal. Terbentuknya angiotensin II
mengakibatkan vasokonstriksi perifer dan sintesis aldosteron yang menimbulkan
peningkatan resorpsi sodium dan air oleh ginjal untuk meningkatkan volume intravaskular.
Distensi atrium menyebabkan pembentukan peptide natriuretic atrial yang memperkuat
pengeluaran garam dan air oleh ginjal bersamaan dengan penurunan pembentukan renin
dan berlawanan dengan efek angiotensin II. Akhirnya produksi hormon antidiuretik
meningkat disertai peningkatan resorpsi air oleh ginjal akibat hipotensi. Efek lokal pada
jaringan terdiri dari akumulasi metabolit vasoaktif yang menyebabkan vasodilatasi arteri
maupun kapiler. Auto- regulasi menyebabkan redistribusi darah menuju kulit, intestinal,
tulang, dan otot setelah organ vital seperti otak, jantung, dan ginjal. Menurunnya tekanan
perfusi menyebabkan depresi kontraktilitas miokard lebih jauh dan mekanisme kompensasi
perifer tidak mampu menanggulangi penurunan fungsi jantung (Califf &Bengston, 2007)
Syok kardiogenik disebabkan oleh depresi kontraktilitas miokard yang menimbulkan suatu
lingkaran setan terhadap penurunan curah jantung, hipotensi, insufisiensi koroner, dan
kemudian terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Penurunan curah jantung akan
menyebabkan vaskonstriksi sistemik dan peningkatan resistensi vaskular sebagai
kompensasi.
- Efek proinflamasi
Sindroma respon inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non infeksi,
antara lain trauma, cardiopulmonal shunt, pankreatitis, dan luka bakar. Pasien dengan infark
miokard luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, leukosit, komplemen, interleukin,
C-raktive protein, dan petanda inflamasi ain. NO yang disintesis dalamkadar rendah oleh
endothelial nitric oxide (eNOS) sel endotel dan miokard, merupakan molekul yang bersifat
kardioprotektif (Califf and Bengston, 2007).
3. Diagnosis Syok Kardiogenik
Hipotensi sistemik dengan nilai sistol <90mmHg sering dipakai menjadi dasar
diagnosis. Penurunan tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang
mengakibatkan konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis yang dapat ditemukan
sebagai tanda hipoperfusi sistemik adalah hipotensi, tanda-tanda gangguan perfusi jaringan
(oliguria, cyanosis, akral dingin, perubahan status mental), dan syok yang tidak membaik
setelah koreksi faktor nonkardiak seperti kondisi hipovolemik, hipoksia, dan asidosis.
Diagnosis syok kardiogenik ditegakkan dengan adanya tekanan darah sistolik ≤90mmHg
selama ≥ 30 dimana:
- Tidak responsif dengan pemberian cairan saja (fluid challenge),
- Merupakan suatu komplikasi akibat disfungsi jantung, atau
- Terdapat tanda-tanda hipoperfusi jaringan (oliguria, cyanosis, akral dingin,
perubahan status mental)
- Peningkatan rasio oksigen arteri-vena >5,5 ml/dl, penurunan indeks kardiak
<2,2L/menit/m2 ,dan peningkatan tekanan kapiler pulmonum di atrium kiri
(tekanan Baji paru/ PCWP) >18 mmHg (Idrus A, 2006)
Selain itu dipertimbangkan pula definisi berikut:
- Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat >90mmHg dalam 1 jam setelah
pemberian obat inotropik, dan
- Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi tidak memenuhi kriteria
syok selain kardiogenik.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada syok kardiogenik memperlihatkan adanya hipoksia,
peningkatan kreatinin dan asam laktat. Foto rontgen thorax dapat memperlihatkan
gambaran kongesti pulmonal. Pemeriksaan penunjang yang sering dipergunakan dalam
membantu diagnosis antara lain,
a. Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran EKG dapat membantu untuk menentukan terjadinya syok kardiogenik.
Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut.
Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan maka akan terlihat
proses di sandapan jantung sebelah kanan (misalnya elevasi T di sandapan V4R).
Begitu pula bila gangguan irama atau aritmia sebagai etiologi terjadinya syok
kardiogenik, maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung tersebut
(Cuculich and Kates, 2009).
c. Ekokardiografi
Modalitas pemeriksaan yang non invasif ini sangat banyak membantu dalam
mendiagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini relatif
cepat, aman dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien. Informasi
yang diharapkan dari pemeriksaan ini adalah penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri
(global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau regurgitasi),
tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt/pirai (misalnya pada defek spetum
ventrikel dengan left to the right shunt), efusi perikardial atau tamponade.
d. Pemantauan Hemodinamik
penggunaan kateter Swan Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan
pulmonal capillary wedge pressure sangat berguna, khususnya untuk memastikan
diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator evaluasi terapi yang
diberikan. Pasien dengan syok kardiogenik akibat kegagalan ventrikel kiri yang berat,
akan terjadi peningkatan PCWP. Apabila PCWP mencapai >18mmHG pada pasien
dengan ingfark miokard akut, maka dapat ditentukan bahwa volume intravaskular
pasien tersebut cukup adekuat. Pasien dengan kegagalan ventrikel kanan atau
hipovolemia yang berat akan menunjukkan PCWP yang normal atau rendah.
Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterloas
(resistensi vaskular sistemik). Minimalisasi afterload sangat diperlukan, karena bila
terjadi peningkatan afterload akan menimbulkan efek penurunan kontraktilitas yang
akan menghasilkan penurunan curah jantung (Cuculich and Kates, 2009).
e. Saturasi oksigen
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pada saat
pemasangan kateter Swanganz yang juga dapat mendeteksi adanya defek septum
ventrikel. Bila terdapat pirai yang kaya akan oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.
pemberian:
furosemide IV 0,5-1 mg/kgBB periksa tekanan
Bradikardia takikardia
darah
Morfin IV 2-4mg
Oksigenasi
pemberian: cairan
Nitrogliserin SL, kemudian 10-20
mcg/menit bila TDS>100mmHG Transfusi darah TDS 70-100 mmHg, TDS 70-100mmHg, TDS<70mmHg, sesuai ACC/AHA
Intervensi spesifik TDS >100mmHg
Dopamin 5-15 mcg/kgBB/ment IV bila gejala syok - gejala syok + gejala syok + mengenai STEMI
TDS 70-100mmHg dan tanda syok + Vasopressor
Dobutamin 2-20 mcg/kgBB/menit IV bila
TDS 70-100 mmHg dan tanda syok -
Nitroglycerin 10-20 Dobutamin 2-20 Dopamin 5-15 Norepinefrin 0,5-30
mcg/menit IV mcg/kgBB/menit mcg/kgBB/menit IV mcg/menit IV
periksa tekanan
darah
Babaev A, Frederick PD, Pasta DJ, et al. Trends in management and outcomes of patients
with acute myocardial infarction complicated by cardiogenic shock. JAMA 2005;
294:448
Fincke R, Hochman JS, Lowe AM, et al. Cardiac power is the strongest hemodynamic
correlate of mortality in cardiogenic shock: a report from the SHOCK trial registry. J
Am Coll Cardiol 2004; 44:340.
Hottz, Eugenio et al, 2011. Platelets in Dengue Infection. Drug Discovery Today: Disease
Mechanisme. Vol 8 No 1-2
Idrus Alwi, 2006. Syok Kardiogenik dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam, editor Aru W Sudoyo
et al, 2006. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
Jeger RV, Radovanovic D, Hunziker PR, et al. Ten-year trends in the incidence and
treatment of cardiogenic shock. Ann Intern Med 2008; 149:618
Kurukularatne et al, 2011. When less is More: Can We Abandon Prophylactic Platelet
Transfusion in Dengue Fever?. Ann Acad Med Singapore 2011;40:539-545
Reynolds HR, Hochman JS. Cardiogenic shock: current concepts and improving outcomes.
Circulation 2008; 117:686.
Wollters Kluwer. Prognosis and treatment of cardigenik shock complicating acute myocardial
infark. http://www.uptodate.com/contents/prognosis-and-treatment-of-cardiogenic-
shock-complicating-acute-myocardial-infarction. diunduh pada 4 februari 2013