Anda di halaman 1dari 87

Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

BAB III
PROFIL SANITASI KABUPATEN

3.1. Kondisi Umum Sanitasi Kabupaten


Secara umum kondisi sanitasi Kabupaten Sidoarjo masih harus
ditingkatkan. Beberapa masalah utama terkait dengan kondisi umum
sanitasi kabupaten, meliputi:
a. Tingginya Angka Kematian Ibu dan Anak, serta Gizi Buruk
Beberapa masalah terhadap peningkatan indikator AHH
ditunjang karena terbatasnya pelayanan sanitasi dan pola hidup
yang kurang sehat, minimnya pengetahuan akan kesehatan ibu
dan anak dan gizi, belum meratanya kemampuan masyarakat
dalam mengakses fasilitas kesehatan yang layak, terutama bagi
masyarakat keluarga miskin, serta kurangnya tenaga medis dan
paramedis. Data BPS Pemkab Sidoarjo memperlihatkan Angka
Harapan Hidup rata-rata mengalami penurunan dari 69,70%
tahun 2008 menjadi 69,34% pada tahun 2009 tetapi rencana
target pada tahun 2009 seharusnya Indeks Harapan Hidup turun
hingga 68%.
b. Masih tingginya tingkat pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan diakibatkan oleh tidak terkontrolnya
pembuangan limbah rumah tangga dan industri, masih sedikit
perusahaan yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah yang
berfungsi dengan baik, yang berarti juga akan mendorong
timbulnya penyakit endemik antara lain berupa Demam
Berdarah, Diare, penyakit flu burung, penyakit flu babi, bahkan
yang terbaru ditemukan adalah penyakit flu kuda
c. Kurang dan belum meratanya sarana prasarana kesehatan
Kurang dan belum meratanya sarana prasarana kesehatan
antara lain berupa tenaga medis dan paramedis yang masih
terbatas baik secara kualitas sesuai dengan kompetensinya
maupun secara kuantitas sesuai dengan jumlah dan cakupan
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

penyebaranya, bangunan gedung, mobil puskesmas keliling, alat


kesehatan dan obat-obatan, serta terbatasnya pengetahuan dan
kemampuan masyarakat dalam berperilaku hidup sehat.

3.1.1. Kesehatan Lingkungan


Kesehatan lingkungan sangat dipengaruhi oleh kondisi
kemiskinan penduduk. Di Kabupaten Sidoarjo, terutama di kawasan
pedesaan, masih banyak dijumpai permukiman penduduk miskin,
dengan kondisi kesehatan lingkungan yang rendah. Perumahan
swadaya yang tersebar merata di seluruh kabupaten Sidoarjo masih
banyak yang belum memenuhi kualitas layak huni, cenderung tidak
tertata dan kurang didukung prasarana dan sarana yang memenuhi
persyaratan lingkungan yang sehat. Masih terdapat rumah-rumah
yang tidak sesuai dengan kiteria rumah sehat dengan dinding yang
semi permanen, lantai dari tanah dan kepadatan bangunan yang
tinggi. Adapun menurut Peraturan Menpera No.08 PERMEN-M-2007
tentang pedoman pembangunan perumahan swadaya, rumah layak
huni adalah bangunan rumah yang sekurang-kurangnya memenuhi
persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas
ruang serta kesehatan penghuninya. Untuk memenuhi luas ruang yang
cukup, suatu bangunan rumah minimal 9 m2/jiwa, sedapat mungkin
menggunakan standar ideal 12 m2/jiwa, dan ambang batas terendah
7,2 m2/jiwa.

Kondisi fisik rumah dalam kategori perumahan swadaya


bermacam-macam sesuai dengan kemampuan masyarakat. Masih
rendahnya kemampuan para pelaku pembangunan perumahan,
misalnya dalam pemahaman dan ketrampilan konstruksi membangun
rumah menyebabkan kondisi fisik rumah belum memenuhi kualitas
layak huni. Permukiman seperti ini cenderung bertambah luas dan
membentuk lingkungan yang kumuh.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Dari hasil pemetaan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo, jumlah


rumah tangga miskin di kabupaten ini pada tahun 2009 meningkat
sebanyak 40,9% bila dibandingkan dengan jumlah rumahtangga
miskin di tahun 2005. Kecamatan Jabon menjadi kecamatan yang
memiliki rumahtangga sasaran (RTS) dengan prosentase tertinggi baik
di tahun 2005 maupun di tahun 2009. Sedangkan Kecamatan Waru
adalah kecamatan yang memiliki rumahtangga sasaran (RTS) terendah
di tahun 2005 dan tahun 2009 dengan prosentase yang meningkat.

Berdasarkan jumlah absolute RTS, Kecamatan Taman memiliki


RTS terbanyak yaitu sebesar 4.066 rumahtangga (2005) dan 5.953
rumahtangga (2009). Kecamatan Gedangan memiliki jumlah absolute
RTS terendah yaitu 1.565 rumahtangga di tahun 2005. Kondisi
tersebut berubah di tahun 2009, Kecamatan Gedangan sudah tidak
menjadi kecamatan dengan jumlah absolute terendah, melainkan
Kecamatan Sukodono dengan jumlah 5.953 rumahtangga.

Jumlah kecamatan yang memiliki prosentase rumahtangga


miskin tinggi pada tahun 2009 sebanyak 5 kecamatan. Jumlah ini
menurun jika dibandingkan pada tahun 2005 yang berjumlah 6
kecamatan. Kecamatan yang berubah dari kategori sedang ke kategori
tinggi yaitu Kecamatan Prambon dan sebaliknya kecamatan yang
memiliki kondisi rumah tangga miskin tingkat tinggi berubah menjadi
tingkat sedang adalah kecamatan Porong dan Kecamatan Wonoayu.
Untuk lebih detail, berikut ini tabel perbandingan lokasi rumah tangga
miskin di tiap Kecamatan pada tahun 2005 dan tahun 2009
berdasarkan kategori kemiskinan.

Apabila ditinjau dari jumlah desa/kelurahan di Kabupaten


Sidoarjo, jumlah desa/kelurahan yang memiliki tingkat kemiskinan
tinggi sebanyak 143 desa/kelurahan pada tahun 2009. Jumlah ini
meningkat lebih banyak bila dibandingkan dengan data di tahun 2005.
Sedangkan jumlah desa/kelurahan yang termasuk dalam tingkat

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

kemiskinan sedang sejumlah 143 desa/kelurahan di tahun 2009.


Jumlahnya meningkat 10% dari jumlah di tahun 2005. Keadan
sebaliknya terjadi untuk jumlah desa/kelurahan yang termasuk tingkat
kemiskinan rendah telah mengalami penurunan sekitar 43,22% dari
jumlah di tahun 2005.

Dengan angka kemiskinan yang cukup signifikan, sebagian


besar penduduk bertumpu pada sumberdaya alam yang tersedia dalam
penyediaan air bersih, dalam bentuk sumur dangkal atau sungai. Disisi
lain mutu lingkungan hidup akan semakin rentan terhadap degradasi
yang disebabkan oleh pola hidup yang masyarakat yang tidak sehat,
seperti kegiatan membuang sampah/ MCK di sungai. Oleh sebab itu
masyarakat harus diajak untuk berperan aktif dalam menjaga mutu
lingkungan. Keadaan lingkungan yang sehat tercipta dengan
terwujudnya kesadaran individu dan masyarakat untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS). Untuk mencapai tujuan tersebut,
dijabarkan dalam sasaran untuk meningkatkan kesadaran dan
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dengan indicator rumah
tangga sehat, institusi kesehatan yang berperilaku sehat, institusi
pendidikan yang sehat, tempat kerja yang sehat, tempat-tempat
umum yang sehat, posyandu purnama dan mandiri serta
meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai peserta jaminan
pemeliharaan masyarakat.

Wilayah Sidoarjo secara hiedrologi dapat dikelompokkan


menjadi 4 kelompok lapisan penyimpan air tanah akuifer dengan
produktifitas tinggi , akuifer dengan produktifitas sedang, akuifer
dengan produktifitas kecil dan daerah air tanah langka. Berdasarkan
pengamatan dilapangan, hasil interpretasi data geolistrik dan log
pemboran, auifer daerah Sidoarjo dapat dibagi dalam 2 sistem akuifer,
yaitu: akuifer bebas (menghasilkan air melalui sumur-sumur gali yang
dangkal) dan akuifer tertekan (sumur artesis)

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

1. Akuifer Bebas (sumur gali)

Jenis akuifer ini dapat dijumpai pada sumur gali penduduk pada
morfologi dataran dan pedataran bergelombang. Kedalaman
muka air tanah (statis) ini berkisar dari 1 hingga 14 meter
dibawah muka tanah setempat (bmt), air tanah bebas didaerah
dataran tersimpan dalam endapan alluvial (pada material yang
belum terpadatkan). Kondisi muka air tanah dipengaruhi oleh
perubahan dua musim (kemaru/hujan). Buaian (fluktuasi) air
tanah berkisar 2-4 meter/tahun. Menurut data DLHPE
Kabupaten Sidoarjo (2002) sumur gali yang terdalam terletak di
Barat Kabupaten Sidoarjo yaitu di Desa Mliriprowo yaitu sekitar
14 meter (bmt) dan terdangkal disekitar pantai antara lain Desa
Wadungasih dan Siwalanpanji yaitu sekitar 2 meter (mbt).
Pasokan air pada akuifer bebas didaerah pedataran berasal dari
hujan dan aliran permukaan (air sungai, air laut).

2. Akuifer Tertekan (sumur dalam)

Air tertekan (sumur dalam) umumnya dijumpai pada endapan


aluvial yang bersifat tidak padu (lepas) merupakan kelanjutan
dari akuifer bebas kebagian bawahnya. Hal ini dapat dilihat dari
penampang pemboran daerah Candi, Krian dan Prorong.
Kedalaman akuifer yang disadap umumnya 30 sampai 120
meter, dalam sistem banyak lapisan (multilayer) dengan
ketebalan sekitar 4 hingga >40 meter. Hasil penelitian
sebelumnya (DLHPE Kabupaten Sidoarjo, 2002) sebagai alas
(bedrock) endapan aluvial ini berupa batu lempung dan lanau
yang miring kearah Barat. Zona ini tersebar cukup luas
terutama dibagian Selatan dan Timur daerah penyelidikan.
Berdasarkan data pemboran, kedalaman (bottom) dari lapisan
akuifer dangkal ini mengalami kontak dengan lapisan kedap
(lempung) di sebelah Barat Sidoarjo sekitar 48 meter (bmt),

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

sedangkan kearah Timur (mendekati pantai) sekitar 27 hingga


38 meter (bmt). Dari hasil analisis kualitas air terhadap 10
contoh air yang diambil dari beberapa sumur gali (air tanah
dangkal) penduduk menunjukkan kualitas air yang cukup
normal. Namun ada beberapa diantaranya yang melebihi baku
mutu (907/Menkes/SK/VII/2002). Seperti yang diperoleh pada
pengambilan contoh di Kecamatan Tanggulangin dan Kecamatan
Porong. Adapun beberapa parameter yang melebihi baku mutu
diantaranya kadar kandungan daya hantar listrik, natrium,
klorida, sulfat dan zat padat terlarut. Adanya kandungan kimia
yang melebhi baku mutu tersebut diduga karena adanya
pencemaran dari semburan lumpur yang berasal dari sekitar
Sumur Banjar I. Pencemaran air tanah dangkal hanya terjadi
sampai jarak kurang lebih 1 Km sebelah barat dari pusat
semburan ( Pusat Lingkungan Geologi, 2007)

3. Air Permukaan
Air permukaan atau limpasan permukaan adalah air yang
berada diatas permukaan, seperti aliran sungai dan kanal.
Kabupaten Sidoarjo dilalui oleh beberapa sungai besar dengan
bentuk yangberklok-kelok yang dapat dilihat pada karakter Kali
Brantas dan Kali Mas Surabaya. Kali ini merupakan perbatasan
dengan Kabupaten Mojokerto dibagian utara. Sedangkan kali
Mas merupakan batas dengan kabupaten Gresik. Adapun Kali
Porong merupakan batas dengan Kabupaten Pasuruan dibagian
Selatan. Beberapa sungai kecil dari Utara ke Selatan
diantaranya Kali Biwangan Gede, Kali Sumber, Kali Ketingan,
Kali Kedunggulung dan Kali Buwon. Sedangkan kanal (sebagai
saluran induk) terdapat pada saluran induk Mangetan,
Pelayaran, Lengkong, Kemlaten dan Porong. Daerah aliran
sungai dan kanal ini termasuk pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Brantas. Pola aliran sungai umumnya berbentuk pola sejajar
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

yang mengalir kearah timur Kabupaten Sidoarjo yang lahannya


berupa rawa dan akhirnya bermuara ke Selat Madura.

Seperti telah disampaikan sebelumnya, penduduk di Kabupaten


Sidoarjo dalam memanfaatkan air untuk kebutuhan air baku sebagian
berasal dari air bawah tanah (dari sumur gali maupun sumur bor
dangkal), sebagian dari air yang berasal dari PDAM serta beberapa
membeli air yang dijual per jerigen.

Tingkat kualitas air bawah tanah yang dikonsumsi penduduk di


beberapa kecamatan (seperti di Kecamatan Taman dan Waru yang
merupakan kawasan permukiman padat dan kawasan industri)
kemungkinan beberapa diantarnya telah mengalami pencemaran.

3.1.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat


Salah satu tantangan Dinas Kesehatan dalam mewujudkan
visinya menjadikan Sidoarjo sebagai kota yang sehat adalah masih
rendahnya status kesehatan penduduk miskin. Status kesehatan
lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan penduduk
terlihat dari banyaknya penyakit-penyakit menular dan degeneratif
yang ditemukan pada kelompok miskin dan mengancam mereka
karena kurangnya pengetahuan, tidak melakukan pola hidup sehat dan
bersih, dan kurangnya akses pada sarana kesehatan.

Bagian ini akan memaparkan kondisi kesehatan masyarakat


dengan memperhatikan besarnya timbulan penyakit, terutama
penyakit menular akibat sanitasi buruk, kodisi pola hidup masyarakat
menyangkut sanitasi, dan jumlah penduduk yang memanfaatkan
fasilitas kesehatan (Puskesmas dan RSUD).

Kondisi kesehatan masyarakat dilihat dari beberapa indikator


berikut ini.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

A. Angka Kematian Ibu


Kematian Ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu karena
peristiwa kehamilan, persalinan dan pada masa nifas. Target angka
kematian ibu setiap tahunnya sebesar 112 per 100.000 kelahiran
hidup. Perkembangan angka kematian ibu tahun 2005 sampai dengan
2010 di Kabupaten Sidoarjo terlihat pada grafik 3.1. berikut ini:

Grafik 3.1. Perkembangan Angka Kematian Ibu (per 100.000 Kelahiran


Hidup)

Sumber: Dinas Kesehatan, 2010

Realisasi angka kematian ibu melahirkan selama lima tahun


mengalami fluktuasi, terendah pada tahun 2006 yaitu 50,23 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian tertinggi terjadi
pada tahun 2008 yaitu 112,6 per 100.000 kelahiran hidup.

B. Angka Morbiditas
Untuk menilai pelayanan terhadap penanggulangan penyakit
menular maka perlu diukur angka kesakitan beberapa penyakit yang
potensial terjadi di Kabupaten. Penyakit tersebut adalah TB Paru,
Demam Berdarah Dengue dan AFP pada anak <15 tahun.
 Angka Kesembuhan TB Paru
Perkembangan angka kesembuhan TB Paru pada tahun
2010 mengalami kenaikan sebesar 83,36% setelah pada tahun

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

2008 yang mengalami penurunan drastis sebesar 81,30%.


Perkembangan angka kesembuhan TB paru tahun 2005-2010
terlihat pada grafik 3.2. berikut ini:

Grafik 3.2 Angka Kesembuhan TB Paru

Sumber: Dinas Kesehatan

Target angka kesembuhan TB Paru setiap tahunnya


adalah sebesar 85%. Angka kesembuhan TB Paru (cure rate) di
Kabupaten selama tahun 2005-2010 berfluktuasi dan terdapat
dua tahun berturut-turut di bawah target yang ditetapkan yaitu
tahun 2006 sebesar 86,8% dan tahun 2007 sebesar 86,2%.
Akan tetapi jika dilihat dari angka kesuksesan TB Paru yaitu
persentase penderita TB Paru yang telah selesai pengobatan,
sudah mencapai >85%. Angka kesembuhan dapat dicapai
apabila penderita yang sudah menyelesaikan pengobatan
melaksanakan pemeriksaan dahak/sputum pada 1 bulan
sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan sebagai
dasar evaluasi.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

 Angka Kesakitan DBD


Kabupaten merupakan wilayah endemis DBD dimana
tingkat penularan DBD sangat tinggi, yang dipengaruhi antara
lain mobilitas penduduk dan kebersihan lingkungan. Untuk itu
upaya pencegahan DBD harus selalu dilakukan melalui
peningkatan peran serta masyarakat dengan Gerakan 3 M Plus
(Menguras, menutup dan mengubur serta mencegah gigitan
nyamuk), pemantauan Angka Bebas Jentik (ABJ) secara berkala
serta upaya penyuluhan kepada masyarakat tentang
pengenalan dini gejala DBD dan penanganan secara tepat.
Angka kesakitan DBD Kabupaten menunjukkan tren
penurunan yang cukup signifikan setelah pernah mencapai
puncak siklus empat tahunan (peak season) pada tahun 2006
sebesar 82,52 per 100.000 penduduk, dari tahun 2005 yang
hanya 27,54 per 100.000 penduduk. Kemudian berangsur-
angsur turun menjadi 61,8 (tahun 2007), 29,69 (tahun 2008),
29,90 per 100.000 penduduk (tahun 2009) dan 39,59 (tahun
2010).
Diharapkan angka kesakitan DBD setiap tahunnya
berkurang hingga <55. Perkembangan angka kesakitan DBD
tahun 2005 sampai dengan 2010 terlihat pada grafik 3.3.
berikut ini:

Grafik 3.3. Angka Kesakitan DBD per 100.000 Penduduk

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sumber data: Dinas Kesehatan

 Angka Kesakitan AFP (Acute Flaccid Paralysis= Lumpuh


Layuh Mendadak)
Target angka kesakitan AFP setiap tahunnya adalah lebih
dari dua (>2). Perkembangan angka kesakitan AFP tahun
2005 sampai dengan 2010 terlihat pada grafik 3.4. berikut
ini:

Grafik 3.4 Angka Kesakitan AFP per 100.000 Penduduk Usia <15
Tahun

Sumber data: Dinas Kesehatan

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Angka kesakitan AFP di Kabupaten selama tahun 2005-2010


telah mencapai target sebesar >2 per 100.000 penduduk usia <15
tahun kecuali pada tahun 2005. Angka kesakitan AFP tahun 2005
sebesar 1,98 per 100.000 penduduk usia <15 tahun, sedikit di
bawah target yang ditetapkan. Semakin tinggi pencapaian
penemuan AFP semakin baik karena hal ini menunjukkan sistem
surveilans berjalan baik.

C. Pasien Puskesmas
Untuk menilai tingkat akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dasar yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten maka
perlu diukur jumlah masyarakat yang berobat ke puskesmas yang ada.
Target jumlah penduduk yang memanfaatkan puskesmas ditetapkan
sebesar 65% dari seluruh jumlah penduduk. Persentase penduduk
yang memanfaatkan Puskesmas (visit rate) selama tahun 2005–2010,
sebagaimana yang terlihat pada grafik menunjukkan tren penurunan
tetapi masih memenuhi target yang ditetapkan sebesar 65%.
Penurunan ini menunjukkan tingkat kesehatan masyarakat yang
semakin baik. Sebagai pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama,
Puskesmas menitikberatkan pada pelayanan preventif (pencegahan),
promotif, kuratif (pengobatan dasar) dan rehabilitasi (pemulihan).

Grafik 3.5 Perkembangan Jumlah Penduduk yang Memanfaatkan


Puskesmas

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sumber: Dinas Kesehatan

Persentase kunjungan rawat jalan


Persentase kunjungan rawat jalan di Puskesmas selama lima
tahun berfluktuasi antara 59,52% - 73,25% dari target sebesar 15%.

Grafik 3.6 Perkembangan Kunjungan Rawat Jalan di Puskesmas

Sumber: Dinas Kesehatan

Persentase kunjungan rawat inap


Persentase kunjungan rawat inap di Puskesmas Kabupaten
selama tahun 2005-2009 berfluktuasi antara 0,9%-3% dari target
sebesar 1,5%. Perkembangan prosentase kunjungan rawat inap di

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Puskesmas selama lima tahun sebagaimana ditunjukkan pada grafik


3.7.

Grafik 3.7. Perkembangan Kunjungan Rawat Inap di Puskesmas

Sumber: Dinas Kesehatan

D. Pasien RSUD
Untuk menilai tingkat akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan rujukan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten maka
perlu diukur tingkat animo masyarakat untuk berobat ke RSUD yang
ada. Target nasional untuk jumlah kunjungan ke RSUD sebesar 1,5%
dari jumlah penduduk. Target ini sesuai dengan target yang ditetapkan
dalam indikator Indonesia sehat 2010.

Grafik 3.8 Perkembangan Kunjungan Rumah Sakit

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sumber: BLU RSUD Kab. Sidoarjo

Realisasi kunjungan pasien selama lima tahun berfluktuasi yaitu


pada tahun 2005-2007 mengalami peningkatan sedangkan pada tahun
2008-2010 mengalami penurunan dari 20,02% pada tahun 2007
mejadi 12,42% pada tahun 2010. Penurunan ini karena pada tahun
2008 data jumlah penduduk Kabupaten mengalami kenaikan yang
sangat tinggi antara 160.000 hingga 300.000 jiwa. Namun demikian
realisasi persentase jumlah penduduk yang memanfaatkan RSUD jauh
melampaui standar nasional yang sebesar 1,5%. Kondisi tersebut
tergambar dalam beberapa indikator yang mendukung sebagai
berikut:

Jumlah Kunjungan Rawat Inap


Perkembangan jumlah kunjungan rawat inap pada tahun 2005–
2009 di RSUD Kabupaten terlihat pada grafik 3.9. dibawah ini.

Grafik 3.9. Perkembangan Kunjungan Rawat Inap

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sumber: BLU RSUD Kab. Sidoarjo

Realisasi kunjungan rawat inap di RSUD Kabupaten tahun 2005–2009


dari tahun ke tahun mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2009.
Penurunan ini disebabkan karena pada tahun 2009 RSUD Kabupaten
melakukan proses pembangunan pada instalasi rawat inap sehingga
banyak ruangan yang terlikuidasi dan mengurangi daya tampung
pasien rawat inap. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah pasien rawat
inap akan meningkat karena proses pembangunan awal untuk instalasi
rawat inap telah selesai sehingga ruangan-ruangan yang semula
terlikuidasi dapat berfungsi kembali.

Jumlah Kunjungan Rawat Jalan


Perkembangan jumlah kunjungan rawat jalan pada tahun 2005–
2009 di RSUD Kabupaten terlihat pada grafik 3.10. dibawah ini.

Grafik 3.10. Perkembangan Kunjungan Rawat Jalan

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sumber: BLU RSUD Kab.

Dari grafik di atas terlihat bahwa jumlah kunjungan rawat jalan


di RSUD Kabupaten selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa RSUD Kabupaten masih dipercaya masyarakat
dalam hal pemberian layanan pengobatan.

Bed Ocupancy Rate (BOR)


BOR merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur
tingkat hunian rumah sakit dalam kurun waktu tertentu. Tingkat
hunian diukur dari penggunaan tempat tidur yang tersedia. Standar
BOR yang ditetapkan untuk setiap rumah sakit sebesar 75% - 85%.
Hal ini untuk menggambarkan ketika tingkat huniannya kurang dari
75% maka rumah sakit tersebut kurang diminati oleh masyarakat,
sedangkan bila lebih dari 85% dikhawatirkan akan mengurangi kualitas
pelayanan yang diberikan. Realisasi BOR selama tiga tahun terakhir
(2007-2010) mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena
bertambahnya tempat tidur yang pada tahun 2006 sebanyak 396 buah
menjadi 475 buah pada tahun 2007.

Grafik 3.11. Perkembangan BOR RSUD Kab. Sidoarjo

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sumber: BLU RSUD Kab. Sidoarjo

Length of Stay (LOS)


LOS merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur
rata–rata lama waktu pasien mendapat perawatan. Standar LOS yang
ditentukan di seluruh RSUD sebesar 4–6 hari. Capaian angka LOS
selama lima tahun berfluktuasi dan berada pada kisaran 3,3–3,8 hari.
Sesuai dengan standar perawatan, angka LOS yang terlalu rendah
mengindikasikan kurangnya kepercayaan masyarakat penerima
pelayanan, sedangkan terlalu tingginya LOS mengindikasikan
lambatnya penanganan oleh tenaga medis.

Grafik 3.12. Perkembangan LOS RSUD Kab. Sidoarjo (hari)

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sumber: BLU RSUD Kab. Sidoarjo

Turn Over Interval (TOI)


Turn Over Internal adalah indikator yang digunakan untuk
mengukur waktu rata–rata tempat tidur kosong atau waktu antara
satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi oleh
pasien lain. Waktu interval ini dimaksudkan agar diperoleh waktu yang
cukup untuk mensterilkan bekas tempat tidur pasien lama sebelum
digunakan pasien baru. Sterilisasi tersebut antara lain dilakukan
dengan cara mengganti sprei dan menjemur kasur. Standar yang
ditetapkan untuk TOI yaitu 1–3 hari. Capaian angka TOI selama lima
tahun telah sesuai dengan standar yang ditetapkan, kecuali tahun
2006 yang hanya 0,46 hari. Kondisi yang berada dibawah standar ideal
tentunya kurang baik bagi pelayanan terhadap pasien.

Grafik 3.13 Perkembangan TOI RSUD Kab. Sidoarjo (hari)

Sumber: BLU RSUD Kab. Sidoarjo

Net Death Rate (NDR)


Net Death Rate (NDR) merupakan salah satu indikator utama
kinerja sebuah rumah sakit. Meningkatnya nilai NDR merupakan
indikasi telah terjadi penurunan kinerja yang berakibat pada

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

menurunmya kualitas atau mutu pelayanan di rumah sakit tersebut.


NDR pada RSUD Kabupaten berada di bawah standar yang ditetapkan
BLUD yaitu <2,5%. Pada tahun 2008-2010 angka NDR mengalami
kenaikan yang disebabkan oleh faktor pre hospital yaitu banyak pasien
datang dalam kondisi terlambat untuk ditangani atau parah.

Grafik 3.14. Perkembangan NDR RSUD Kab. Sidoarjo

Sumber: BLU RSUD Kab. Sidoarjo

3.1.3. Kuantitas dan kualitas air


Standar pemenuhan kualitas air sungai berdasarkan PP No.
82/2001 tentang pengendalian pencemaran air. Dalam peraturan
tersebut diatur tentang kualitas air sungai yang dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan peruntukannya. Realisasi pemenuhan baku mutu air
sungai yang dicapai pada tahun 2005-2009 tampak pada table 2
berikut:

Tabel 3.1. Perkembangan Pemenuhan Baku Mutu Air Sungai


Parameter Satuan 2005 2006 2007 2008 2009
- pH - 7,2 7,0 7,0 7 7

- BOD mg/lt 5,8 6,5 7 6 98

- COD mg/lt 12 13 5 13 274

- TSS mg/lt 260 376 454 576 495

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

- Detergen 112 115 118 110 105

Sumber: Badan Lingkungan Hidup

Berdasarkan parameter kualitas air, beberapa daerah Kabupaten


Sidoarjo mempunyai parameter yang melebihi baku mutu air minum,
seperti kadar kandungan Daya Hantar Listrik, Natrium, Klorida, Sulfat
dan Zat Padat Terlarut. Menurut RTRW Kabupaten Sidoarjo 2009-
2029, adanya kandungan kimia yang melebihi baku mutu diduga
karena adanya pencemaran dari semburan lumpur yang berasal dari
sekitar Sumur Banjar Panji 1. Pencemaran air tanah dangkal hanya
terjadi sampai jarak kurang lebih 1 Km sebelah barat dari pusat
semburan. Berikut ini adalah tabel yang menunjukan daerah-daerah
yang mempunyai kualitas air yang melebihi baku mutu air minum dan
besaran kandungannya:

Tabel 3.2. Kualitas Air Melebihi Baku Mutu Air Minum

DHL Na+ SO-4 TDS


Cl-
Lokasi
(mg/l)
(μs/cm) (mg/l) (mg/l) (mg/l)

Desa Buncitan
5270 1200 1569,5 338,8 3424
Kec.Kalianyar

Desa Gempolsari
3200 660 1037,9 86,5 2080
Kec.Tanggulangin

Aliran Lumpur Pusat


30.000 8400 12891,3 25,2 19500
Semburan Kec.Porong

Sumber: RTRW Kabupaten Sidoarjo tahun 2009-2029

3.1.4. Limbah Cair Rumah Tangga


Prasarana pengolahan limbah di Kabupaten Sidoarjo perlu
perhatian yang lebih. Ada 2 jenis limbah berdasarkan asalnya yaitu;
limbah domestik dan limbah yang berasal dari kegiatan industri.
Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari buangan rumah

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

tangga yang berupa tinja dan buangan cair lainnya seperti air bekas
cucian. Sistem pembuangan limbah yang terdapat di wilayah ini dapat
dibedakan menjadi dua yaitu; sistem buangan rumah tangga biasanya
langsung dibuang atau dialirkan ke sungai atau saluran pematusan.
Sedangkan untuk pemukiman yang terdapat di pusat kota sebagian
sudah menggunakan sistem septick tank.

Perkiraan total produksi air limbah domestik (rumah tangga)


dihitung berdasarkan prosentasi dari asumsi pemakaian air. Untuk
black and grey water Kabupaten Sidoarjo menurut jumlah penduduk di
tahun 2009 adalah berturut-turut sebesar 982,38 m3 perhari
sedangkan untuk greywater sebesar 115.835,325 m3 perhari.

3.1.5. Limbah Padat (Sampah)


Indikator tonase sampah yang terangkut ke TPA
menggambarkan jumlah sampah yang berhasil ditangani Pemerintah
Kabupaten melalui SKPD terkait. Dengan semakin banyaknya jumlah
sampah yang tertangani berarti polusi yang diakibatkan oleh sampah
semakin berkurang yaitu sampah yang dibuang ke sembarang tempat
oleh masyarakat semakin berkurang sehingga akan mengurangi
kemungkinan terjadinya banjir khususnya di wilayah padat penduduk.

Limbah padat (sampah) meliputi timbulan sampah rumah


tangga, timbulan sampah sejenis sampah rumah tangga, antara lain
dari pasar-pasar tradisional dan supermarket, industri rumah tangga,
dsb, serta timbulan sampah spesifik dari rumah sakit.

Dengan jumlah penduduk 1.964.759 jiwa pada tahun 2009,


diperkirakan timbulan sampah rumah tangga Kabupaten Sidoarjo
(asumsi 3 liter/orang/hari, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik)
perhari adalah 5.894, 277 m3/hari (Data Dinas Kesehatan dan BPS,
diolah).

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Jumlah timbulan sampah dari 2 kategori terakhir (sampah


sejenis sampah rumah tangga dan sampah spesifik ) cukup besar
karena jumlah industri, pasar serta rumah sakit yang cukup banyak,
tersebar terutama di kawasan perkotaan. Dari kegiatan industri rumah
tangga, kecamatan yang memiliki potensi besar menghasilkan
timbulan sampah ada di Kecamatan Waru yang terutama berasal dari
industri makanan dan kerupuk, Kecamatan Taman dengan industri
tempe serta Kecamatan Sidoarjo dan Krian yang masing-masing
menjadi pusat industri rumah tangga makanan dan kerupuk.

Tabel 3.3. Timbulan Sampah Sejenis Rumah Tangga Kabupaten Sidoarjo


Sumber Timbulan Perkiraan Besar Timbulan
(m3/hari)
Pasar 25
Pertokoan 3
Rumah Sakit 8
Industri 4
Sumber: Dinas Kebesihan, 2010

Dari timbulan sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga


diatas, yang dibuang ke TPA hanya berjumlah 802m3, yang terdiri dari
545 m3/hari sampah organik dan 224m3 sampah non organik.

3.1.6. Drainase Lingkungan


Sebagai wilayah yang secara umum dapat dikategorikan sebagai
dataran rendah dan merupakan wilayah sungai, Kabupaten Sidoarjo
sangat rentan terhadap banjir. Wilayah yang rentan banjir adalah
wilayah di kanan-kiri sungai, khususnya pada musim penghujan. Curah
hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan Januari dan hari hujan
terbanyak biasanya terjadi pada bulan Desember. Hal ini disebabkan
karena sebagian besar fungsi sungai di Kabupaten Sidoarjo sebagai
saluran irigasi sekaligus saluran pematusan. Kawasan yang sering
mengalami banjir atau genangan terbanyak adalah di wilayah Kota
Sidoarjo dan Kecamatan Waru, serta daerah pemukiman baru yang
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

memang sarana drainasenya belum memadahi. Disamping itu pada


daerah hilir sungai atau sebelah Timur Jalan Raya Surabaya Sidorjo
Porong dan antara Jalan Tol dengan Jalan Raya sering terjadi
genangan. Beberapa daerah yang rawan dan sering terkena
banjir/genangan antara lain pada kawasan perkotaan Bluru Kidul,
Rangka, Gebang, Kemiri, Suko dan daerah lainya di luar kota Sidoarjo.

Terjadinya genangan air atau banjir disuatu daerah, dapat


dijadikan indikasi/tolok ukur darikualitas dan kuantitas sistem drainase
yang ada di daerah tersebut. Semakin banyak jumlah titik genangan,
semakin luas dan semakin tinggi genangan yang terjadi, menunjukan
kinerja dari sistem drainase yang buruk. Oleh sebab itu, tolok ukur
keberhasilan dalam penanganan banjir dilihat dari pengurangan
jumlah, luas, tinggi dan lama genangan banjir. Saat ini, telah
dilakukan berbagai upaya dalam pengurangan jumlah, luas, tinggi dan
lama genangan banjir, antara lain dengan pembangunan rumah
pompa, perlindungan sempadan sungai,

Berdasarkan alasan terjadinya banjir, ada tiga macam banjir


yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo yaitu banjir karena hujan, banjir
periodik dan banjir karena air pasang. Daerah yang banjir dikarenakan
hujan berlokasi di 13 Kecamatan. Banjir Periodik berada di 5
Kecamatan yaitu Kecamatan Porong, Kecamatan Krembung,
Kecamatan Jabon, Kecamatan Taman dan Kecamatan Sedati. Ada 4
Kecamatan yang mengalami banjir karena air pasang, yaitu di
Kecamatan Buduran, Kecamatan Jabon, Kecamatan Waru dan
Kecamatan Sedati.

Tabel 3.4. Luas Wilayah Menurut Kecamatan Berdasarkan Kondisi Air Tahun 2009 (Ha)

Daerah Banjir Kedalaman


Daerah
No Kecamatan Sesudah Air Air Tanah
Asin Periodik
Hujan Pasang 0-5 m
1. Sidoarjo 4.063,62 308,14 - - 6.256,00
2. Buduran 1.822,50 17,50 - 701,75 4.102,50
3. Candi 667,25 491,30 - - 4.066,75
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Daerah Banjir Kedalaman


Daerah
No Kecamatan Sesudah Air Air Tanah
Asin Periodik
Hujan Pasang 0-5 m
4. Porong - 14,26 75,50 - 2982,25
5. Krembung - 17 12 - 2.955,00
6. Tulangan - 48 - - 3120,50
7. Tanggulangin 640,75 21,25 - - 3.229,00
8. Jabon 4.080,75 216,05 27 456 8.099,75
9. Krian - 265,75 - - 3.250,00
10. Balongbendo - 30 - - 3.140,00
11. Wonoayu - 71,50 - - 3.392,00
12. Tarik - 8,75 - - 3.606,00
13. Prambon - 64,25 - - 3.422,50
14. Taman - - 108 - 3.153,50
15. Waru 740,50 - - 740,50 3.032,00
16. Gedangan 195,75 - - - 2.405,75
17. Sedati 4.101,57 - 387,90 120,30 7.943,00
18. Sukodono - - - - 3.267,75
Total 16.312,69 1.573,75 610,40 2.018,55 71.424,25
Sumber: Kabupaten Sidoarjo dalam Angka tahun 2008

3.1.7. Pencemaran Udara


Pemantauan kualitas udara di Kabupaten dilakukan pada lokasi
padat lalu lintas dan lokasi industri berpotensi pencemaran.
Pemenuhan baku mutu udara diuji pada 5 lokasi yang padat lalu lintas.
Masing-masing pengujian dilakukan terhadap 7 parameter yaitu kadar
CO, NO2, SO2, O3, NH3, debu dan Pb. Target pemenuhan baku mutu
udara di lokasi yang padat lalu lintas ini didasarkan pada SK. Gubernur
Jawa Timur No. 129/1999.

Target pemenuhan baku mutu udara di lokasi yang padat lalu


lintas ditetapkan untuk CO sebesar 2260µm/m³, NO2 sebesar 92,5
µm/m³, SO2 sebesar 220 µm/m³, O3 sebesar 200 µm/m³, NH3
sebesar 1360 µm/m³, debu sebesar 260 µm/m³, dan Pb sebesar 9,26
µm/m³.

Realisasi pemenuhan baku mutu udara dilokasi padat lalu lintas


yang dicapai pada tahun 2005-2009 dapat dilihat pada tabel 3.5.
berikut ini:

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Tabel 3.5. Perkembangan Pemenuhan Baku Mutu Udara


Parameter Satuan 2005 2006 2007 2008 2009
- CO g/m3 4,3 4,5 5,1 5,3 0,02
- NO2 g/m3 0,0205 0,021 0,0215 0,0221 0,05
- SO2 g/m3 0,001 0,0015 0,002 0,004 0,001
- O3 g/m3 - - - - -
- NH3 g/m3 - - - - -
- Debu g/m3 0,1853 0,1945 0,2153 0,2653 0,08
- Pb g/m3 - - - - -
Sumber: Badan Lingkungan Hidup

Pemenuhan baku mutu udara di lokasi industri berpotensi


pencemaran dilakukan dengan pengujian terhadap 5 parameter yaitu:
CO, NO2, SO2, debu dan H2S. Realisasi pemenuhan baku mutu udara
dilokasi industri berpotensi pencemaran yang dicapai pada tahun
2005-2009 dapat dilihat pada tabel 3.6. berikut ini:

Tabel 3.6. Perkembangan Pemenuhan Baku Mutu Udara Lokasi Industri


Parameter Satuan 2005 2006 2007 2008 2009
- CO g/m3 1,01 1,015 1,02 1,03 1,05
- NO2 g/m3 0,005 0,0065 0,0075 0,009 0,0092
- SO2 g/m3 0,0021 0,00215 0,00218 0,0022 0,00225
- Debu g/m3 0,31 0,311 0,312 0,3136 0,3135
- H2S g/m3 0,01 0,011 0,0115 0,0117 0,0119
Sumber: Badan Lingkungan Hidup

3.1.8. Limbah Industri


Limbah industri berdasarkan jenisnya dapat dibedakan menjadi;
limbah cair, limbah pencemar udara, polusi suara,dan limbah berat B-
3. Pembahasan pada bagian ini hanya meliputi limbah cair industri.
Limbah cair mempunyai karakteristik/kualitas air limbah yang
dihasilkan oleh industri sangat bergantung dari jenis industri dan
proses produksi yang dilakukan, dimana setiap jenis industri
mempunyai karakteristik atau kualitas air limbah tertentu. Sistem
pengolahan air limbah di wilayah perencanaan adalah dengan cara
dikumpulkan kemudian diangkut ke instalasi pengolahan air limbah.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sebagai salah satu upaya pelestarian kualitas lingkungan hidup,


maka bagi kegiatan industri yang menghasilkan limbah diwajibkan
untuk melakukan pengelolaan limbah sebelum dibuang ke perairan
umum. Syarat tersebut dicantumkan dalam Undang-undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23/1997 Bab V pasal 16. Untuk
wilayah Jawa Timur, kualitas air limbah industri harus sesuai dengan
baku mutu air limbah industri dan kegiatan lainnya yang ditetapkan
dalam SK Gubernur No. 45/2002.

Kualitas air limbah untuk industri besar rata-rata sudah


memenuhi baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan. Hal ini
dikarenakan pada industri besar telah memiliki kesadaran internal
yang cukup tinggi. Namun perhatian cukup besar perlu difokuskan
pada pusat-pusat industri rumah tangga yang tersebar di beberapa
kecamatan.

3.1.9. Limbah Medis


Di kabupaten Sidoarjo 18 rumah sakit perintah dan swasta, 42
rumah sakit bersalin, 107 balai pengobatan, 26 puskesmas pembantu
dan berbagai fasilitas pengobatan lainnya. Kajian mengenai
pemenuhan baku mutu air limbah rumah sakit ini pernah dilakukan
pengujian pada satu rumah sakit yaitu Rumah Sakit Tulangan dengan
TT diatas 50. Pengujian dilakukan terhadap 10 parameter yaitu: pH,
BOD, COD, TSS, NH3, PO4, deterjen, Phenol, Cl bebas dan Coli tinja.
Pemenuhan baku mutu air limbah rumah sakit ini didasarkan pada SK.
Gubernur Jawa Timur No. 61/1999 tentang standar baku mutu limbah
cair bagi kegiatan rumah sakit di Provinsi Jawa Timur. Standar baku
mutu air untuk pH sebesar 6-9, Cl bebas sebesar 0,5, NH3 sebesar
0,1, BOD sebesar 30mg/lt, COD sebesar 80 mg/lt, deterjen sebesar
0,5, Phenol sebesar 0,01, PO4 sebesar 2, TSS sebesar 30 mg/lt dan
coli tinja sebesar 4.000. Realisasi pemenuhan baku mutu air limbah

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

rumah sakit yang dicapai pada tahun 2005-2009 dapat dilihat pada
tabel 3.7. berikut ini:

Tabel 3.7. Perkembangan Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah Rumah


Sakit

Parameter Satuan Standar 2005 2006 2007 2008 2009


- pH - 6-9 7,2 7 7 7 7
- BOD mg/lt 30 1905 905 879 657 545
- COD mg/lt 80 3887 2887 2575 1287 1087
- TSS mg/lt 30 1730 1540 1230 787 687
- NH3 mg/lt 0,1 0,3 0,1 0,1 0,1 0,1
- PO4 mg/lt 2 1,0662 1,0002 0,9662 0,6420 0,5662
- Detergen mg/lt 0,5 0,3226 0,0226 0,0126 0,0226 0,0326
- Phenol mg/lt 0,01 <0.0029 <0.0029 <0.0029 <0.0029 <0.0029
- Cl bebas mg/lt 0,5 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
- Coli tinja 4000 100000 70000 65000 45000 40000
Sumber: Badan Lingkungan Hidup

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa hampir secara


keseluruhan baku mutu air limbah RS selama lima tahun terakhir
melebihi standar baku mutu yang telah ditetapkan. Hanya sebagian
parameter yang memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan yaitu
pH, NH3, PO4, detergen, phenol dan CI bebas. Tidak terpenuhinya
standar baku mutu tersebut disebabkan karena belum semua rumah
sakit memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memenuhi
kaidah teknis yaitu masih mengunakan teknologi septic tank. Sampai
saat ini baru 4 rumah sakit yang memiliki IPAL, yaitu RSUD Dr.
Soedono, RS. Siti Hajar, RS. Mitra Keluarga dan RS. Delta Surya.
Namun tidak tersedia data mengenai kapasitas masing-masing IPAL.

3.2. Pengelolaan Limbah Cair


Pemantauan kualitas air limbah dilakukan terhadap semua
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap
kualitas lingkungan. Potensi dampak yang ditimbulkan berupa limbah
cair tersebut dilakukan pengujian kualitasnya setelah dilakukan
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

pengolahan di Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL). Indikator


Pemenuhan baku mutu air dibedakan menjadi 3, yaitu pemenuhan
baku mutu air limbah rumah sakit, air sungai dan air limbah industri
besar.

3.2.1. Landasan Hukum/Legal Operasional


a. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
b. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
c. Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
d. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
e. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
f. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
g. Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
h. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
i. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112/MENLH/
2003 tentang Baku Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan
Domestik
j. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air
k. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2009
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo Tahun
2009 – 2029
l. Peraturan Bupati no. 34 Tahun 2004 tentang Pengendalian
Pencemaran Air Di Kabupaten Sidoarjo

3.2.2. Aspek Institusional

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Masalah limbah cair ditangani oleh Bidang Cipta Karya


Departemen Pekerjaan Umum yang memiliki program dan kegiatan
yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan
sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah
permukiman. Dinas Cipta Karya bekerjasama dengan Dinas
Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan dalam menangani limbah
industri dan rumah sakit. Selain itu kerjasama dengan instansi lain
seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, di bawah
pengawasan dari Badan Pengawas Dampak Lingkungan Hidup Daerah
(Bapedalda) Propinsi Jawa Timur tetap dilakukan.

3.2.3. Cakupan Pelayanan


Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman
(municipial wastewater) yang terdiri dari atas air limbah domestik
(rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja
manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah
tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan
dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping
sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera
dan lain-lain.

Dengan jumlah penduduk miskin yang cukup besar dan tersebar


di semua kecamatan, pemerintah melalui dinas terkait telah
membangun sarana sanitasi umum MCK komunal sejak tahun 2006
dan melaksanakan prgram Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
(SLBM) sejak tahun 2005. WC komunal dan program SLBM tersebut
dilaksanakan tersebar di seluruh kawasan kabupaten, seperti tampak
pada tabel 3.8. dan 3.9. berikut:

Tabel 3.8. Program Pembangunan MCK Komunal dan Lingkup Pelayanan


Lingkup
No Tahun Lokasi Kecamatan
Layanan (KK)
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

1 2006 Pondok Alghojini Buduran 2


2 Kraton Krian 18
3 2009 Kalisampurno Tanggulangin 30
4 Ketegan Tanggulangin 30
5 Banjarpanji Tanggulangin 30
6 Penatarsewu Tanggulangin 30
7 Ganggangpanjang Tanggulangin 25
8 Simogirang Prambon 25
9 Watutulis Prambon 28
10 Kedungsugo Prambon 35
11 Cangkringturi Prambon 25
12 2010 Wirobiting Prambon 26
13 Temu Prambon 28
Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga
Berencana, 2010

Tabel 3.9. Program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat dan Lingkup Pelayanan
Lingkup
No Tahun Lokasi Kecamatan
Layanan (KK)
1 2005 Sidokare Sidoarjo 200
2 2006 Medaeng Waru 200
3 Janti Waru 200
4 2007 Keboansikep Gedangan 200
5 Kedungboto Taman 200
6 2008 Ngaban Tanggulangin 200
7 2010 Tempel Krian 200
8 Jimbaran Wetan Wonoayu 200
9 Ploso Wonoayu 200
10 Bajarkemuning Sedati 200
11 2011 Candinegoro Wonoayu 200
12 Bogempinggir Balongbendo 200
13 Wonokarang Balongbendo 200
14 Pilang Wonoayu 200
15 Kedondong Tulangan 200
Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga
Berencana, 2010

Dari data dasar perumahan dan permukiman yang per


kecamatan, diketahui kondisi MCK umum dan rumah tangga serta
kondisinya, seperti pada tabel 3.10. berikut:

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Tabel 3.10. Sarana Sanitasi MCK di Kabupaten Sidoarjo 2009


MCK

No Kecamatan MCK umum MCK Rumah Tangga

Rusak Rusak
Baik Rusak Baik Rusak
Berat Berat
1. Sidoarjo 48 26 10 44851 2065 72
2. Buduran N/A N/A N/A N/A N/A N/A
3. Candi 14 0 0 29453 0 0
4. Porong N/A N/A N/A N/A N/A N/A
5. Krembung N/A N/A N/A N/A N/A N/A
6. Tulangan 20 4 3 11293 244 75
7. Tanggulangin 27 11 12 6.659 25 0
8. Jabon N/A N/A N/A N/A N/A N/A
9. Krian 42 9 10 7.326 388 30
10. Balongbendo 43 11.194
11. Wonoayu 6 N/A N/A 2434 N/A N/A
12. Tarik N/A N/A N/A N/A N/A N/A
13. Prambon 15 10 0 12862 281 0
15. Taman N/A N/A N/A N/A N/A N/A
16. Waru N/A N/A N/A N/A N/A N/A
17. Gedangan 8 0 0 18634 45 2
18. Sedati N/A N/A N/A N/A N/A N/A
19. Sukodono N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Sumber: Inventaris Data Dasar Perumahan dan Permukiman Kabupaten Sidoarjo
2009

3.2.4. Aspek Teknis dan Teknologi


Dalam menangani limbah domestik, yaitu limbah yang berasal
dari buangan rumah tangga yang berupa tinja dan buangan cair
lainnya seperti air bekas cucian, secara umum yang dilakukan di
Kabupaten Sidoarjo dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sistem
buangan rumah tangga biasanya langsung dibuang atau dialirkan ke
sungai atau saluran pematusan. Sedangkan untuk permukiman yang
terdapat di pusat kota sebagian sudah menggunakan sistem septick
tank.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Terdapat dua sistem pengolahan air limbah domestik yang


digunakan yaitu sistem pengolahan secara individu di masing-masing
rumah atau sering disebut on-site system, dan secara kolektif atau
komunal yang sering disebut dengan off-site system. Pengolahan
secara on-site biasanya dilakukan dengan membuat septic tank dan
sumur resapan. Septic tank biasanya digunakan untuk mengolah
limbah tinja yang kemudian disalurkan menuju ke bak atau sumur
resapan, sedangkan untuk limbah yang berasal dari kamar mandi,
kegiatan mencuci dan dapur langsung diresapkan ke dalam sumur
resapan.

Pengolahan secara komunal atau off site dimaksudkan adalah


pengolahan dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL), dimana dibutuhkan saluran khusus yang membawa air limbah
dari rumah-rumah menuju IPAL.

Pengolahan air limbah domestik dengan On-site System banyak


dijumpai di Kabupaten Sidoarjo. Adapun teknologi atau pengolahan
yang dipakai pada On-site system ini adalah jamban yang biasanya
dibangun di masing-masing rumah atau di tempat-tempat tertentu dan
dipakai secara bersama atau kolektif untuk beberapa rumah tangga.
Penyediaan jamban ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya faktor ekonomi dan ketersediaan lahan.

Tingkat ekonomi penduduk sedang dan tinggi mampu untuk


membuat toilet yang memenuhi syarat di rumah masing-masing,
sedangkan untuk masyarakat dengan penghasilan sedikit/rendah
biasanya tidak bisa membuat jamban sendiri tetapi mereka
mendapatkan fasilitas berupa jamban secara kolektif. Pada
kenyataannya sampai saat ini masih sering dijumpai masyarakat
ekonomi lemah yang tinggal di bantaran sungai memanfaatkan sungai
sebagai tempat mandi dan buang air besar.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Ketersediaan lahan juga merupakan faktor yang penting dalam


penyediaan jamban. Untuk lokasi yang padat penduduknya dan tidak
mempunyai lahan yang cukup untuk membuat jamban biasanya
dibuatkan jamban bersama. Berikut adalah jenis jamban yang
umumnya dipakai oleh masyarakat di Kabupaten Sidoarjo:
1. Cubluk (toilet cemplung)
Cubluk/toilet cemplung atau sistem sederhana ini
menampung/menerima kotoran dalam lubang galian tanah di
bawah toilet. Penguraian dari kotoran manusia menghasilkan
gas-gas (karbon dioksida dan metana) dan mengurangi
volume lumpur. Mengalirnya air ke dalam tanah di sekitarnya
terjadi melalui tepian lubang dan dasar galian. Dampak dari
sistem jamban ini adalah kotoran manusia akan meresap atau
merembes langsung ke dalam tanah sehingga bisa mencemari
air tanah. (UNEP, 2001).
2. Plengsengan
Jamban plengsengan biasanya dibuat di daerah bantaran
sungai. Manusia membuang kotoran langsung ke sungai
tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Dampak yang
ditimbulkan adalah tercemarnya air sungai oleh bakteri yang
berasal dari kotoran manusia.
3. Leher Angsa Tanpa Sarana Tangki Septik
Jamban jenis ini mempunyai penyekat air yang berfungsi
untuk mencegah bau dan masuknya serangga. Tinja dalam
toilet diguyur dengan menyiramkan 2 sampai 3 liter air.
Campuran air dan tinja tersebut masuk ke dalam lubang
dengan cara yang sama dengan toilet cemplung. Proses
penguraian tinja di dalam lubang juga sama. Semakin banyak
air yang menyusup ke tanah di sekeliling lubang galian maka
semakin besar potensi untuk mencemari air tanah.
4. Leher Angsa dengan Sarana Tangki Septik

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Pada jenis ini kotoran manusia tidak langsung dibuang atau


masuk ke dalam tanah, tetapi melalu pengolahan yang
disebut dengan tangki septik. Tangki septik adalah tangki
kedap air, biasanya berada di bawah tanah dan menerima
buangan limbah kotoran manusia dan air limbah dari rumah
tangga. Setelah tinja diuraikan atau mengalami pengolahan
dalam tangki septik kemudian dialirkan menuju ke tangki
resapan. Pada tangki resapan ini kandungan pencemar dari
tinja maupun air limbah rumah tangga sudah berkurang
sehingga aman untuk dibuang atau diresapkan ke dalam
tanah.

Di beberapa permukiman, pengolahan air limbah domestik telah


memakai off-site system atau sering disebut Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL) domestik.

3.2.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam


Penanganan Limbah Cair
Pembangunan IPAL Komunal yang ada bersifat sharing antara
pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan masyarakat. Jaringan perpipaan
yang dibangun oleh pemerintah hanya sampai pada jaringan induk
yang berada di depan rumah. Pembiayaan yang menjadi tangung
jawab masyarakat antara lain:
- Penyambungan dari Jaringan perpipaan induk yang
berada di depan rumah sampai ke dalam rumah beserta
kelengkapan closet;
- Operasional dan perawatan IPAL.
Secara umum penanganan limbah cair di Kabupaten Sidoarjo
relative baik. Masyarakat tidak mempermasalahkan mengenai
perbedaan gender. Penanganan limbah cair di masing-masing rumah
melibatkan laki-laki dan perempuan, biasanya laki-laki lebih banyak
pada penangan saluran air di luar rumah dan septic tank sedangkan
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

perempuan lebih banyak pada sumber dari limbah cair terutama untuk
air limbah yang berasal dari cucian, mandi dan memasak. Demikian
pula untuk penangan limbah cair secara komunal. Dalam penanganan
limbah cair secara komunal dilakukan secara bersama-sama oleh
masyarakat pengguna. Biasanya pihak laki-laki akan lebih
bertanggung jawab terhadap pemeliharaan sistim pengolahan pada
IPAL sedangkan untuk pihak perempuan lebih kepada sumber
limbahnya terutama untuk grey water (air limbah cucian, mandi dan
memasak).

3.2.6. Permasalahan
Pola kemitraan pembiayaan antara pemerintah daerah dengan
masyarakat belum berjalan dengan maksimal karena sampai dengan
saat ini masih belum banyak masyarakat yang menyambung jaringan
perpipaan yang ada, terutama disebabkan karena sebagian besar
masyarakat masih berpenghasilan rendah. Permasalahan lainnya yang
dihadapi dalam pengelolaan air limbah adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan teknis operasional
a. Masih kurangnya pelayanan air limbah.
b. Alat transportasi pengangkut tinja belum dapat melayani dan
jangkauannya sangat terbatas.
c. Masih kurang tersedianya MCK umum.
2. Permasalahan pembiayaan
Kebutuhan pengelolaan air limbah belum dapat terpenuhi karena
terbatasnya kemampuan pemerintah dalam membiayai pengolaan
air limbah.
3. Peraturan dan perundangan
a. Belum adanya peraturan daerah yang mengatur pembuangan
air limbah ke pengolahan limbah tinja.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

b. Belum adanya peraturan legal pengelolaan air limbah yang


melibatkan pihak swasta dalam pengelolaannya, khususnya
pengembang perumahan.
4. Peran serta masyarakat
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menciptakan lingkungan
yaitu membuang limbah langsung ke saluran drainase dan sungai.

3.3. Pengelolaan Persampahan (Limbah Padat)


Realisasi tonase sampah yang terangkut ke TPA yang dicapai
pada tahun 2009 sebesar 827 ton, meningkat 243 ton (41,61%)
dibanding tahun 2005 yang sebesar 584 ton. Perkembangan sampah
yang tertangani selama tahun 2005 hingga tahun 2009 dapat dilihat
dalam grafik 3.15. berikut ini:

Grafik 3.15. Perkembangan Tonase Sampah yang Terangkut ke


TPA

Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Pada grafik diatas terlihat bahwa pada tahun 2009 tonase


sampah yang berhasil diangkut ke TPA mengalami penurunan. Hal ini
terjadi karena adanya beberapa faktor yaitu:
 Pengelolaan sampah mandiri oleh masyarakat
 Komposting oleh masyarakat
 Pembakaran sampah di incinerator

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

 Hambatan kemacetan lalu lintas jalan raya Porong

3.3.1. Landasan Hukum/ Legal Operasional


a. Undang-undang RI No 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah
b. Perda Kabupaten Sidoarjo No 18 Tahun 2008
tentang Retribusi Pengelolaan Sampah
c. Perda TK.II Sidoarjo No 2 Tahun 1980 tentang
Pembuangan Sampah
d. Peraturan Daerah TK.II Sidoarjo No 14 Tahun
1983 Tentang Perubahan Ke. II 2/80 Angkutan Sampah
e. Perda Kabupaten Sidoarjo No 19 Tahun 1998
Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan
f. Peraturan Daerah TK.II Sidoarjo No 4 Tahun 1992
Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Daerah Kabupaten Dati II Sidoarjo.
g. Peraturan Daerah TK.II Sidoarjo No 6 Tahun 1992
Tentang Penyelenggaraan Kebersihan Keindahan dan Ketertiban
dalam Wilayah Kabupaten Dati II Sidoarjo.
h. Peraturan Daerah TK.II Sidoarjo No 7 Tahun 1992
Tentang Retribusi Kebersihan Kabupaten Dati II Sidoarjo.
i. Perda Kabupaten Sidoarjo No 15 Tahun 2001
Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan
j. Peraturan Bupati Kabupaten Sidoarjo No 52
Tahun 2008 Tentang Rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas
Kebersihan Kabupaten Sidoarjo.
k. Perda Kabupaten Sidoarjo No 18 Tahun 2008
Tentang Retribusi Pengelolaan Sampah
l. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6
Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sidoarjo Tahun 2009 – 2029

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

3.3.2. Aspek Institusional

Permasalahan persampahan merupakan salah satu prioritas


yang harus dicermati dalam pembangunan. Persampahan merupakan
permasalahan yang kompleks dimana untuk dapat mengatasinya,
maka diperlukan suatu penanganan secara menyeluruh serta harus
terus diupayakan suatu koordinasi terkait antar satuan kerja.
Pengelolaan sampah di Kabupaten Sidoarjo dilaksanakan oleh Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Sidoarjo, dimana volume sampah
Kabupaten Sidoarjo dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik
sampah yang berasal dari pasar, perkampungan, perumahan dan
kegiatan lainnya. Kerjasama dilakukan dengan instansi lain seperti
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Lingkungan
Hidup.

3.3.3. Cakupan Pelayanan


Pengelolaan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Sidoarjo melayani 234.264 orang atau 15% dari jumlah penduduk
total, dengan jumlah sampah yang terangkut 554 m3/hari atau 17%
dari jumlah sampah total. Jumlah tersebut dilakukan oleh tenaga kerja
pengelola sampah sebanyak 454 orang dengan rincian; pasukan
kuning sebanyak 378 orang, sopir angkutan 21 orang, kru angkutan
48 orang, dan operator incenerator 9 orang.

Minimnya penduduk yang terlayani disamping karena luas


kawasan yang cukup besar dengan karakter yang bervariasi
(pedesaan, pesisir, industri, dsb) juga karena kurannya prasarana.
Sebelum diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah
dikumpulkan pada TPS yang tersebar tidak merata di Kabupaten
Sidoarjo.

Tabel 3.11 Lokasi dan Kapasitas TPS di Kabupaten Sidoarjo


No Lokasi Kapasitas Ritasi
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Pembuangan
I Kecamatan Sidoarjo 16 2
Jl. Dr. Sutomo 16 2
Jl. Sarinadi (GOR) 16 2
Jl. Mongosidi 16 2
Jl. Airlangga 16 2
Jl. Terminal Larangan 16 2
Jl. Diponegoro 16 2
Jl. Lingkar Timur Gebang 48 6
Door to door Lemah Putro 16 2
Jl. Kemiri (Stadion) 48 6
Perum Taman Pinang 16 2
Perum Pondok Jati 16 2
Perum Pondok Mutiara 16 2
Perum Puri Indah 16 2
II Kecamatan Candi
Raya Candi 8 1
Door to door Ds. Bligo Candi 8 1
Perum Permata Hijau 8 1
Perum Plam Putri 8 1
Perum Candi Loka 8 1
Perum Mutiara Citra Asri 8 1
Perum Griya Asri 8 1
Perum Sugih Waras 8 1
III Kecamatan Buduran
Ds. Sawohan 8 1
Ds. Sidokerto 8 1
Pondok Al-Khozini Buduran 8 1
Ds. Buduran 8 1
IV. Kecamatan Gedangan
Ds. Tebel 8 1
Ds. Gedangan 8 1
Ds. Ketajen 8 1
Ds. Sawo Tratap 8 1
Ds. Banjar Kematren 8 1
Aloha 8 1
Ds. Karang Bong 8 1
V. Kecamatan Waru
Ds. Waru 8 1
Ds. Makro Pepe Legi 8 1
Gudang Garam 8 1
Perum Delta Sari 8 1
Medaeng 8 1
Layang War 8 1
VI Kecamatan Krian
Bakalan Krian 8 1
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Jl. Raya Krian 8 1


Punokawan Krian 8 1
VII Tanggulangin
Raya Tanggulangin 8 1
Perum Tas II 8 1
Perum Kali Tengah 8 1
Perum Tanggulangin Asri 8 1
Ds. Ngaban 8 1
VIII Kecamatan Porong
Jati Rejo 8 1
Ds. Siring 8 1
Ds. Gedang 8 1
Perum Brimob 8 1
Pesantren Prorong 8 1
IX TPS Terpadu (3R)
Ds. Siwalan Panji Kec. Buduran 8 1
Ds. Keboan Sikep Kec. Gedangan 8 1
Ds. Ngingas Kec. Waru 8 1
Ds. Janti Kec. Waru 8 1
Ds. Ngaban Kec. Tanggulangin 8 1
Ds. Prasung 8 1
X TPS Pasar
Pasar Sidoarjo 24 3
Pasar Larangan 24 3
Pasar Tulangan 8 1
Pasar Taman 16 2
PasarWaru 8 1
Pasar Porong 16 2
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sidoarjo, 2010

3.3.4. Aspek Teknis dan Teknologi


Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah sampah yang
terangkut ke TPA adalah dengan menambah jumlah sarana dan
prasarana pengelolaan sampah seperti truk, gerobak sampah, TPS dan
penambahan TPA. Sedangkan untuk meningkatkan peran serta
masyarakat diadakan program 3R yaitu reduce, reuse dan recycle

Tabel 3.12. Sarana Sanitasi Sampah di Kabupaten Sidoarjo 2009


No Kecamatan Lubang
Vol.
Tong/Bak Gerobak TPS Sampah
sampah
Grbk/hari
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

1. Sidoarjo 11723 5121 173 25 1442


2. Buduran N/A N/A N/A N/A N/A
3. Candi 5301 0 63 25 38
4. Porong N/A N/A N/A N/A N/A
5. Krembung N/A N/A N/A N/A N/A
6. Tulangan 3345 6104 10 6 2556
7. Tanggulangin 359 4 11 9 3
8. Jabon N/A N/A N/A N/A N/A
9. Krian 798 1.933 20 38 0
10. Balongbendo N/A 16.327 N/A N/A N/A
11. Wonoayu 144 2642 1 0 N/A
12. Tarik N/A N/A N/A N/A N/A
13. Prambon 1247 4102 2 1 N/A
15. Taman N/A N/A N/A N/A N/A
16. Waru N/A N/A N/A N/A N/A
17. Gedangan 3830 720 38 12 63
18. Sedati N/A N/A N/A N/A N/A
19. Sukodono N/A N/A N/A N/A N/A
Sumber: Inventaris Data Dasar Perumahan dan Permukiman Kabupaten Sidoarjo
2009
Guna mengurangi beban timbunan sampah di TPA Jabon
Pemerintah Kabupaten dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan
bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi akan membangun lagi
tempat pengelolaan sampah mandiri di Desa Prasung Kecamatan
Buduran dan Desa Tanggulangin Kecamatan Tanggulangin serta
melanjutkan upaya peningkatan pembuatan pupuk kompos oleh
masyarakat baik secara kelompok maupun individu rumah tangga.

Volume sampah Kabupaten Sidoarjo dari tahun ke tahun


mengalami peningkatan, baik sampah yang berasal dari pasar,
perkampungan, perumahan dan kegiatan lainnya. Sampah diangkut ke
tempat pembuangan akhir (TPA) di Bareng Krajan, Kecamatan Krian
yang merupakan TPA unit I, di Kecamatan Tarik, dan TPA Kalisogo
Jabon (TPA unit II). Selain itu juga terdapat utilitas lain, yaitu:

 Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yaitu 76 unit yang


tersebar di 10 kecamatan yaitu : Sidoarjo, Buduran, Candi,

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Porong, Tanggulangin, Sedati, Waru, Gedangan, Taman dan


Krian.
 Prasarana lainnya adalah 2 unit incenerator, yaitu di Pasar
Krian dan Jl. Dr. Sutomo dan 1 unit Komposter Percontohan di
Ds. Janti Kecamatan Waru.

Tabel 3.13. TPA Sampah di Kabupaten Sidoarjo


TPA (Tempat Pembuangan
No Luas (m2)
Akhir)
TPA Yang Masih Dimanfaatkan
1 Ds. Barengkrajan, Krian 24.625
2 Ds. Kupang, Jabon 29.356
3 Ds. Tambak Kalisogo, Jabon 22.635
Total Luas 76.616

TPA Yang Tidak Dimanfaatkan


4 Ds. Bulu Sidokare, Sidoarjo 23.000
5 Ds. Bluru Kidul, Sidoarjo 20.000
6 Ds. Ngelom, Taman 20.064
7 Ds. Candi Pari, Porong 20.000
Total Luas 83.064
Sumber: Masterplan Pengendalian SDA dan Lingkungan Hidup Kab.
Sidoarjo, 2007

3.3.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam


Pengelolaan Sampah
Upaya untuk mencapai keberhasilan dalam pemecahan dan
penanganan masalah-masalah kebersihan dan persampahan pada
hakikatnya bukan hanya menjadi tanggung jawab satu institusi saja
melainkan membutuhkan suatu kerja koordinatif yang menuntut
keterlibatan seluruh stakeholders yang termasuk didalamnya unit-unit
kerja terkait, masyarakat dan pihak swasta.

Yang juga menjadi pertimbangan penting adalah bahwa


masyarakat juga memiliki hak dan kewajiban dalam kegiatan-kegiatan
pengelolaan lingkungan. Hal tersebut sebagai mana telah diamanatkan

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan


Lingkungan Hidup pada Pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut:

1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup


yang baik dan sehat.
2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup
yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Untuk itu diperlukan sebuah pendekatan pelaksanaan kegiatan


yang dapat mengakomodir dan mensinergikan seluruh potensi yang
dimiliki masing-masing pihak.

Di Kabupaten Sidoarjo sendiri pada bidang persampahan telah


mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak swasta untuk pengelolaan
sampah. Dengan adanya program kerjasama diharapkan di masa yang
akan datang akan lebih banyak lagi terjalin kerjasama dengan pihak-
pihak swasta lainnya khususnya didalam sektor persampahan di
Kabupaten Sidoarjo.

Dalam hal peran serta masyarakat sendiri, pihak Pemerintah


Kabupaten Sidoarjo melalui Badan Lingkungan Hidup telah banyak
melakukan upaya sosialisasi kepada masyarakat mengenai
permasalahan persampahan. Bahkan masyarakat di Kabupaten
Sidoarjo sudah mulai tumbuh kesadaran akan pentingnya masalah
persampahan ini. Hingga saat ini di beberapa daerah, antara lain di
Kecamatan Buduran, Gedangan, Waru dan Tanggulangin telah
terdapat program pengolahan sampah menjadi kompos dan biogas.
Kedepan akan lebih ditingkatkan lagi keberadaan maupun eksistensi
peran serta masyarakat tersebut demi mensukseskan program 3R

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

(Reduce, Reuse, Recycle) seperti yang yelah diamanatkan dalam


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Disamping program-program di atas, di Kabupaten Sidoarjo juga


terdapat kegiatan masyarakat dan beberapa lembaga swadaya,
komunitas dan elemen masyarakat yang memiliki peran penting dalam
penanganan masalah-masalah persampahan di Kabupaten Sidoarjo.

3.3.6. Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah


Beberapa permasalahan terkait dalam pengelolaan sampah di
Kabupaten Sidoarjo selain oleh sampah rumah tangga, juga oleh
sampah sejenis rumah tanggaj yang dihasilkan dari industri rumah
tangga. Adapun permasalahannya adalah:
a. Kurangnya partisipasi warga masyarakat dalam pengelolaan
persampahan
b. Masih adanya pandangan di masyarakat, pengelolaan sampah
merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
c. Pengolahan IPAL yang belum maksimal
d. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pemanfaatan kompos
(pupuk organik)
e. Terbatasnya jaringan distribusi pemasaran kompos
f. Penurunan kualitas udara karena bau limbah cair dan tinja serta
peningkatan hadar debu
g. Pengolahan IPAL yang belum maksimal
h. Berkembangbiaknya vektor penyakit
i. Potensi timbulnya ledakan karena pembentukan gas methane
dan gas yang lainnya
j. Pencemaran air tanah karena timbulan air lindi.

3.4. Pengelolaan Drainase


Untuk pelayanan prasarana saluran pematusan dan irigasi,
berdasarkan data dari RTRW Kabupaten Sidoarjo, sistem drainase
Sidoarjo mempunyai luasan sebesar 703.98 km2. Daerah ini dibatasi
oleh Kali Surabaya, Kali Perbatasan di bagian utara dan Kali Porong

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

dan Saluran Bangil Tak di bagian selatan. Di daerah bagian timur dan
utara terutama yang berbatasan langsung dengan Kota Surabaya,
berkembang menjadi permukiman, lahan komersil dan industri.

3.4.1. Landasan Hukum/ Legal Operasional


a. Undang-undang No. 33 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
b. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982
Tentang Pengaturan Air
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991
Tentang Sungai
e. Keputusan Mendagri No 59 Tahun 1988 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.2 tentang
Pedoman Penysunan Rencana Teknis Tata Ruang Kota
f. Kepmen Kimpraswil Nomor 534/2001 tentang Standard
Pelayanan Minimal Drainase
g. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor
35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih
h. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 239/KPTS/1987
tentang fungsi utama saluran drainase sebagai drainase wilayah
dan sebagai pengendalian banjir
i. Petunjuk Teknis Nomor KDT 627.54 Pan I judul Panduan Dan
Petunjuk Praktis Pengelolaan Drainase Perkotaan
j. Petunjuk Teknis Nomor KDT 307.14 Man P judul Manual Teknis
Saluran Irigasi
k. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2009
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo Tahun
2009 – 2029
l. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2004
tentang Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tentang Irigasi

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

m. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 53 Tahun 1996


tentang Irigasi di Kabupaten Dati II Sidoarjo.
n. Peraturan Bupati Nomor 49 Tahun 2009 tentang Wewenang,
Tugas dan Tanggung Jawab 2: Kelembagaan Pengelolaan Irigasi
Kabupaten Sidoarjo.

3.4.2. Aspek Institusional


Untuk mengatasi genangan khususnya untuk wilayah
permukiman akan dilakukan koordinasi antara Dinas Cipta Karya
dengan Dinas pengairan serta Badan Lingkungan Hidup dalam hal
menyalurkan saluran irigasi dengan saluran pengairan yang ada
sehingga air yang tergenang dapat tersalurkan ke daerah resapan air.
Mengingat sistem drainase yang ada merupakan satu bagian kesatuan
utuh dari bagian dari hulu ke hilir, maka untuk penanganan secara
komprehensif harus diupayakan suatu koordinasi terkait dengan
pemerintah daerah lain.

3.4.3. Cakupan Pelayanan


Luas daerah genangan banjir di Kabupaten Sidoarjo secara
umum mengalami penurunan khususnya untuk daerah genangan
banjir di areal pertanian. Sedangkan untuk wilayah permukiman, areal
banjir mengalami peningkatan.

Grafik 3.16 Perkembangan Daerah Genangan Banjir

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sumber: Dinas pengairan dan Dinas Cipta Karya

Ditinjau dari daerah genangan (daerah banjir) menunjukkan


bahwa di Kabupaten Sidoarjo sebelah Barat pada umumnya tidak
pernah tergenang, hal ini disebabkan karena wilayah Barat merupakan
daerah yang relatif lebih tinggi dibanding daerah lain. Sedangkan
wilayah Tengah merupakan daerah yang jarang tergenang. Daerah
yang drainasenya tergenang periodik dan tergenang terus menerus
lokasinya tersebar sporadis di daerah pesisir Timur Kabupaten
Sidoarjo. Sedangkan sistem irigasi di Kabupaten Sidoarjo dikenal
dengan nama Sistem Irigasi Delta Brantas. Luas total dari system
irigasi ini pada tahun 1971 adalah 32.360 Ha dan semakin berkurang
akibat berubahnya lahan pertanian menjadi kawasan permukiman atau
industri. Sistem irigasi ini memperoleh suplai air irigasi dari Kali
Brantas melalui pengauran elevasi permukiman air Dam Lengkong
Baru. Lokasi dan luasan daerah genangan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.14. Luas dan Lokasi Daerah Genangan

No Lokasi 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 2.093,00 1.815,00 1.615,00 1.223,00 1.021,00 820

2 Permukiman 697,28 1.493,90 1.767,17 1.767,77 1.916,68 560

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Jumlah 2.790,28 3.308,90 3.382,17 2.990,77 2.937,68 1.380

3.4.4. Aspek Teknis dan Operasional


Untuk daerah perdesaan dan pertanian, sistem drainase diatur
sesuai sistem drainase yang ada pada irigasi. Kondisi draianase di
Kabupaten Sidoarjo pada umumnya cukup baik. Pengklasifikasian
kondisi drainase dibagi menjadi 3 :
 ¾ drainase dengan kondisi baik, bila permukaan tanah
tergenang antara 1-3 bulan.
 ¾ drainase dengan kondisi sedang, bila permukaan
tanah tergenang antara 3-6 bulan.
 ¾ drainase dengan kondisi jelek, bila permukaan tanah
tergenang terus-menerus lebih dari 6 bulan.
Saluran pematusan di Kabupaten Sidoarjo memanfaatkan
sungai yang ada sebanyak 54 sungai termasuk Kali Surabaya dan Kali
Porong, dan sebagian saluran Campuran yaitu saluran irigasi yang
berfungsi ganda sebagai saluran pembuang. Khusus daerah kota dan
perumahan-perumahan yang baru, sistem pematusan yang ada
menggunakan saluran kota/drainase jalan yang selanjutnya
dimasukkan pada saluran pembuang kota atau langsung menuju
sungai terdekat yang masih dapat sebagai buangan. Untuk daerah
pedesaan dan pertanian, sistem pematusan diatur sesuai sistem
drainase yang ada di irigasi. Kondisi drainase di wilayah Kabupaten
Sidoarjo pada umumnya cukup baik. Karena permukaan tanah
tergenang hanya dalam kurun waktu 1-3 bulan. Permukaan tanah
tergenang yang terjadi tidak secara terus menerus lebih dari 6 bulan.

Secara garis besar system irigasi ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Luas daerah irigasi : 32. 360 Ha (tahun 1971)
 Kebutuhan air maksimum :61 m3/dt

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

 Saluran primer dan debit maksimum. Saluran Mangetan :


35,070 m3/dt Saluran Porong : 23.935 m3/dt
 Elevasi permukaan air tertinggi. Di depan pintu intake Mangetan
dan Porong : +17.70 SHVP. Di depan Dam Lengkong baru :
+17.90 SHVP

Pemberian air irigasi pada sistem irigasi ini dilakukan dengan


cara rotasi yang dikenal dengan sistem golongan yang disebabkan oleh
ketidakcukupan pasokan air untuk memenuhi semua kebutuhan air
irigasi secara bersamaan. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa
kebutuhan air irigasi tidak dapat dicukupi untuk semua lahan dalam
waktu yang sama sehingga dilakukan rotasi. Namun keinginan petani
untuk terpenuhi kebutuhan air secara terus menerus sangat besar
sehingga dilakukan pengambilan air di saluran drainase dengan cara
membuat bendung-bendung di saluran drainase untuk menaikan
elevasi permukaan air sehingga dapat dialirkan ke sawah secara
grafitasi maupun dipompa. Adanya bendung-bendung di dalam saluran
drainase akan menghambat aliran ketika mengalir debit banjir.
Akibatnya air dalam saluran meluap ke lahan di kanan- kirinya dan air
hujan yang jatuh di lahan tidak dapat mengalir ke saluran drainase.

3.4.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam


Pengelolaan Drainase Lingkungan
Untuk keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam pembersihan
saluran drainase lingkungan pada Kabupaten Sidoarjo dikelola oleh
masyarakat (RT & RW) melalui media kegiatan kerja bakti lingkungan.
Namun peran serta masyarakat dalam pengelolaan/ menjaga drainase
lingkungan Kabupaten Sidoarjo masih perlu ditingkatkan. Hal ini
terlihat dari perilaku masyarakat terhadap pemeliharaan sarana
drainase lingkungan, khususnya terkait kebiasaan dari masyarakat
membuang sampah pada saluran drainase yang dapat menyumbat
aliran air dan berdampak pada pengurangan kapasitas saluran. Selain

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

itu, juga masih banyaknya saluran drainase yang digunakan sebagai


sarana jamban untuk BAB, khususnya oleh kawasan bantaran sungai.

Disisi lain saat ini peran serta masyarakat dalam sektor drainase
di Kabupaten Sidoarjo sudah mulai terbentuk. Masyarakat sudah mulai
berperan aktif untuk segera melaporkan apabila ada kerusakan
ataupun gangguan pada saluran/sistem drainase. Dalam forum
Musrenbang, masyarakat selalu menyalurkan aspirasinya mengenai
perbaikan jalan maupun pembangunan jalan baru di wilayah mereka.
Kemudian juga telah terbentuk suatu Program Kali Bersih (Prokasih)
yang mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam tujuannya
untuk menjaga kebersihan sungai dan saluran-saluran drainase di
Kabupaten Sidoarjo. Memang pada kenyataannya kesadaran
masyarakat akan pentingnya fungsi dan peranan saluran drainase
masih rendah, namun dengan adanya program semacam ini, maka ke
depan kesadaran masyarakat lambat laun akan dapat ditingkatkan.

3.4.6. Permasalahan
Drainase Kabupaten Sidoarjo mempunyai beragam kendala dan
masalah yang membutuhkan solusi untuk mengurangi kerawanan
terhadap genangan air, permasalahan ini timbul dari perilaku
masyarakat sebagai pengguna dan kurangnya perawatan.
Permasalahan pada saluran drainase dan irigasi adalah sebagai
berikut:
a. Tingginya tingkat sedimentasi yang menghambat kelancaran
aliran dan mengurangi kapasitas saluran
b. Terjadinya penumpukan sampah di ruas saluran maupun di
dinding saluran yang belum di plengseng yang dapat
menghambat aliran air.
c. Di beberapa tempat belum terdapat treatment seperti
plengsengan, terutama pada bagian ruas saluran yang

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

kondisi tebingnya rawan terhadap longsor, erosi dan pada


belokan-belokan saluran
d. Karena kurangnya kemiringan saluran yaitu pada ruas-ruas
tertentu yang dapat disebabkan oleh endapan
mengakibatkan tumbuhnya tanaman liar sehingga
menghambat dan mengurangi kapasitas aliran
e. Kurang atau terlambatnya pemeliharaan terhadap jaringan
drainase akan mempercepat usia guna dan kerusakan.
f. Beberapa tempat kondisi tanggul yang berfungsi sebagai
jalan inspeksi sudah terkikis dan longsor.

Selain permasalahan tersebut, juga terdapat permasalahan


terkait timbulnya genangan di Kabupaten Sidoarjo, dimana pada
musim hujan setiap tahunnya selalu timbul genangan air yang
disebabkan saluran drainase yang ada tidak dapat mengalirkan air
limpasan hujan dengan cepat, hal ini disebabkan adanya endapan dan
sampah pada saluran drainase yang ada. Disamping itu rendahnya
elevasi daerah tersebut dibandingkan letak saluran drainase yang ada
menyebabkan terjadinya genangan di daerah tersebut. Di beberapa
wilayah daerah, saluran yang ada masih berupa saluran alam, dimana
model saluran tersebut sukar untuk dipertahankan dan diandalkan,
karena adanya erosi dan proses sedimentasi berlangsung dengan
cepat yang suatu saat dapat menyumbat saluran-saluran sekunder.

Untuk mengantisipasi terjadinya banjir dibutuhkan suatu


perencanaan detail sistem jaringan drainase perkotaan terpadu, dan
tidak direncanakan sepotong-demi potong. Jaringan drainase
perkotaan yang direncanakan merupakan saluran drainase yang dibuat
ditepi kanan dan kiri jalan dengan kondisi saluran yang kokoh dan
permanen, agar dapat mengurangi sedimentasi dari pengikisan tebing
dan dasar saluran. Apabila tebing dan dasar saluran masih

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

dipertahankan berupa tanah, dimensi saluran tidak dapat


dipertahankan sesuai perencanaan.

3.5. Penyediaan Air Bersih


Ketersediaan air bersih di Kabupaten Sidoarjo diperoleh dari
PDAM , air bawah tanah dan sumur. Daerah-daerah yang belum
terlayani oleh jaringan PDAM, air bersihnya diperoleh dari sumur.
Untuk kegiatan industri selain menggunakan jaringan air bersih dari
PDAM juga mengadalkan pengeboran air bawah tanah.

Tabel 3.15. Sarana Sanitasi Air Bersih di Kabupaten Sidoarjo 2009

Sumur Sumur pompa


Sumur Gali
dalam tangan
No Kecamatan
JL KK Jl KK
SR HU Jl yang Jl yang
dilayani dilayani
1. Sidoarjo 7208 519 1723 5406 29398 20060
2. Buduran N/A N/A N/A N/A N/A N/A
3. Candi 0 0 4173 4173 25386 25386
4. Porong N/A N/A N/A N/A N/A N/A
5. Krembung N/A N/A N/A N/A N/A N/A
6. Tulangan 2699 228 16 27 11046 6424
7. Tanggulangin 751 140 308 0 9.355 0
8. Jabon N/A N/A N/A N/A N/A N/A
9. Krian 3.612 5 698 686 2.782 1.347
10. Balongbendo 0 0 3.717 68.014 5.990 19.278
11. Wonoayu 400 0 130 130 3355 3155
12. Tarik N/A N/A N/A N/A N/A N/A
13. Prambon 0 0 48 55 10412 65336
15. Taman N/A N/A N/A N/A N/A N/A
16. Waru N/A N/A N/A N/A N/A N/A
17. Gedangan 0 0 0 0 17304 17304
18. Sedati N/A N/A N/A N/A N/A N/A
19. Sukodono N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Sumber: Inventaris Data Dasar Perumahan dan Permukiman Kabupaten Sidoarjo
2009

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sumber air PDAM diperoleh dari dua sumber, yang pertama


berasal dari Sumber Umbulan untuk jaringan utama di sisi jalan arteri
primer dan kedua berasal dari pengolahan air sungai Magetan untuk
jaringan sekunder.

3.5.1. Landasan Hukum/ Legal Operasional


Salah satu permasalahan penting yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah dipertegas dengan peraturan pemerintah tentang
pengembangan sistem penyediaan air minum karena air minum
merupakan kebutuhan dasar manusia yang mutlak harus dipenuhi,
karena jika tidak akan mengganggu kelangsungan hidup manusia.
Adapun landasan hukum penyelenggaraan penyediaan air bersih di
Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut:

a. Undang – Undang Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai ;


b. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup ;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) ;
f. Instruksi Presiden RI Nomor 22 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Dampak Lingkungan ;
g. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung ;
h. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003
tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran
Air pada Sumber Air ;

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

i. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003


tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air ;
j. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 353/Kpts-II/1986 tentang
Penetapan Radius / Jarak Larangan Penebangan Pohon dari Mata
Air, Tepi Jurang, Waduk, Danau, Sungai / Anak Sungai dalam
Kawasan Hutan, Hutan Cadangan dan Hutan Lainnya;
k. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002
tentang Syarat – syarat Pengawasan Kualitas Air Minum;
l. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/KPTS/2000
tentang Penyediaan Sarana dan Prasarana Air Minum;
m. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 173/MENKES/PER-
VII/1987 tentang Pengendalian Pencemaran Air untuk Berbagai
Kegunaan yang Berhubungan dengan Kesehatan;
n. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat – syarat dan
Pengawasan Kualitas Air;
o. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/1990 tentang
Pengendalian Mutu Air pada Sumber – Sumber Air;
p. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2006
tentang Kebijakan dan Strategi Sistem Penyediaan Air Minum;
q. Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor
61/KPTS/CK/1998 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan,
Pelaksanaan, dan Pengawasan Pembangunan, Pengelolaan Sistem
Penyediaan Air Minum Perkotaan;
r. Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air.
s. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 1991
tentang Pedoman Sistem Akuntansi Perusahaan Daerah Air
Minum.
t. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1984, tentang
Tatacara Pembinaan Pengawasan Perusahaan Daerah di
Lingkungan Pemerintah Daerah.
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

u. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2009


tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo Tahun
2009 – 2029
v. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 4 Tahun 1998
tentang Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
w. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 4 Tahun 1996
tentang Pemanfaatan Air Bawah Tanah.
x. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2010
tentang Pajak Air Tanah
y. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 1997
tentang Perubahan Pertama Perda Kabupaten Dati II
Sidoarjo No. 4 /1996 tentang Pengambilan Air bawah Tanah.
z. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2011
tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Sidoarjo pada
Perusahaan Dearah Air Minum "Delta Tirta Sidoarjo.

3.5.2. Aspek Institusional


Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Sidoarjo
dikelola oleh DELTA TIRTA. PDAM berkoordinasi dengan instansi
pemerintahan yang menangani persoalan air bersih antara lain Dinas
Pekerjaan Umum Bidang Penataan Perkotaan dan Permukiman dan
pihak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

3.5.3. Cakupan Pelayanan


Jumlah pelanggan PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo sampai dengan
Bulan September Tahun 2007 adalah 75.805 unit dengan pelayanan
sistem distribusi pipa. Kebutuhan air adalah jumlah air yang diperlukan
secara wajar untuk keperluan pokok manusia dan kegiatan lainnya
yang memerlukan air. Sedangkan untuk memprediksikan kebutuhan
air diperoleh dengan mengacu pada kriteria berikut ini:

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Tabel 3.16. Alokasi Standart Konsumsi Air Bersih Berdasarkan Kategori


Daerah
UNIT KONSUMSI
JUMLAH
KATEGORI DAERAH AIR
PENDUDUK
(LTR/ORG/HARI)
I Kota Metropolitan >1.000.000 120
II Kota Besar 500.000-1.000.000 100
III Kota Sedang 100.000-500.000 90
IV Kota Kecil 20.000-100.000 60
V Ibu Kota Kecamatan 3.000-20.000 45
Sumber : Standart PU

Distribusi jaringan air bersih di Kabupaten tahun 2001 dapat dilihat


pada tabel 3.17. dibawah ini.

Tabel 3.17. Perkembangan Jaringan Air Bersih Di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2001
Debit
Air(lt/detik)
No. Uraian Melayani Kebutuhan Diperoleh Dari
Terpa
Operasi
-sang
1. Keca. Porong
2. Kec.
Air bersih dari
Tanggulangin Beli air bersih dari
sumber Ambulan-
1. 166 3. Kec. Sidoarjo PDAM Kodya
Pasuruan dan
4. Kec.Buduran Surabaya
Tamenan-Pandaan
5. Kec.Gedangan
6. Kec.Waru
2. Instalasi Penjernihan
Air (IPA) di :
1. Kec.Krian
a. Desa
2. Kec.Waru Dari sungai
Tawangsari 350 275
3. Kec.Taman Pelayaran
Kec.Taman
4. Kec.Sedati
1. Perum Pondok
Candra
b. Desa
2. Wisma Tropodo Dari Sungai Afv.
TambakSumur 60 25
3. Perum Merpati Buntung
Kec.Waru
4. Sebagian
Kec.Sedati
1. Perum TNI Al
Dari Sungai
c. Desa Pepe 2. Sebagian
60 30 Afv.Jomblong dan
Kec.Sedati Kec.Sedati
Mangetan Kanal
d. Kelurahan 20 18 Sebagian Kec.Porong Dari Sungai Kanal
Porong Porong
Kec.Porong

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Debit
Air(lt/detik)
No. Uraian Melayani Kebutuhan Diperoleh Dari
Terpa
Operasi
-sang
1. Perum Bumi
e. Desa Siwalan Citra Fajar Dari Sungai Afv.
65 30
Panji Kec.Buduran 2. Perum Graha Buduran/Sumber
Kuncara
Instalasi Penjernihan
Air Bawah Tanah di :
1. Kec.Wonoayu
a. Desa Wonoayu
100 60 2. Sebagian
3. Kec.Wonoayu
Kec.Sidoarjo Dari air bawah
1. Kec.Tulangan tanah
b. Desa Kenongo
10 7 2. Kec.Tanggulangi
Kec.Tulangan
n
Sumber: PDAM Kabupaten Sidoarjo

3.5.4. Aspek Teknis dan Operasional


Banyaknya air yang dipakai untuk berbagai keperluan dikenal
sebagai konsumsi atau pemakaian air. Konsumsi air tergantung dari
fungsi pemakaian air (konsumen) dan jenis pelayanan air. Penggunaan
air ini bervariasi dan dipengaruhi oleh ketersediaan air, kebiasaan
hidup, pola dan tingkat kehidupan, harga air, kualitas air, ketersediaan
fasilitas pembuangan limbah dan sosial ekonomi.

Penggunaan air diklarifikasikan menjadi dua bagian, yaitu


penggunaan air untuk kebutuhan domestik meliputi minum, penyiapan
makan, kebersihan diri, cuci perabot dan pakaian, penggelontoran air
limbah, penyiraman tanaman dan kebersihan lingkungan yang
semuanya bersifat kerumah tanggaan. Sedangkan untuk kebutuhan
non domestik, misalnya untuk proses produksi industri, penyediaan air
kolam renang, pemadaman api, dan lain-lain.

Besarnya konsumsi air yang digunakan, dipengaruhi oleh:


1. Ketersediaan air, baik dari segi kuantitas, kualitas dan
kontinyuitas

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

2. Kebiasaan penduduk setempat


3. Pola dan tingkat kehidupan
4. Harga air
5. Faktor teknis ketersediaan air, seperti:
 Fasilitas distribusi
 Fasilitas penyambungan limbah yang dapat mempengaruhi
kualitas air bersih
 Kemudahan dalam mendapatkannya
 Keadaan sosial ekonomi setempat
Kebutuhan dasar domestik ditentukan oleh adanya konsumen
domestik, yang dapat diketahui dari data penduduk yang ada.
Kebutuhan domestik ini antara lain: mandi, minum, memasak, dan
lainnya. Kecenderungan meningkatnya kebutuhan air dasar ditentukan
oleh kebiasaan dan pola hidup serta taraf hidup yang didukung oleh
perkembangan sosial ekonomi. Fluktuasi kebutuhan domestik
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Perbedaan iklim, cuaca maupun suhu. Daerah


beriklim tropis dengan hawa yang panas dengan suhu yang cukup
tinggi akan terjadi peningkatan kebutuhan air.
b. Kebiasaan, pola dan tingkat kehidupan yang
didukung oleh peningkatan sosial ekonomi member
kecenderungan peningkatan kebutuhan air.
c. Perbaikan sistem sanitasi dapat meningkatkan
kebutuhan air.
Asumsi pendekatan dasar perhitungan capaian layanan bidang
air bersih adalah sebagai berikut:

 1 HU = 100 jiwa, 1 KU = 50 jiwa


 Konsumsi = 60 liter/org/hr
 1 liter/detik= 1440 orang
 Kehilangan air = 20%

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Tabel 3.18. Tipikal Unit Kebutuhan Air Domestik


No Jenis Pelayanan Variasi
(L/orang/hari)
1 Sambungan Langsung
- 1 Keran 30-60
- Lebih dari 1 Keran 70-250
2 Sambungan Halaman 20-80
3 Sambungan Umum 20-50

Jumlah dan jenis fasilitas yang ada pada area pelayanan


menentukan besarnya kebutuhan air untuk non domestik. Untuk
memperkirakan besarnya kebutuhan air untuk sekian waktu yang akan
datang dilakukan dengan menentukan jumlah fasilitas dari data
lapangan.

tabel 3.19. Tipikal Unit Konsumsi Air Konsumen Non Domestik


Variasi
No Kategori Kondumen
(L/orang/hari)
1 Umum:
- Masjid/tempat ibadah 15-40
- Terminal 15-20
- Sekolah 15-30
- Rumah Sakit 220-300
2 Institusional
- Kantor 25-40
- Lembaga Pemasyarakatan 20-80
- Komplek militer 70-250
3 Komersial
- Bioskop 10-151
- Hotel 80-120
- Restoran 65-90
4 Industrial
- Perternakan 15-35
- Secara umum 40-400

Produksi air bersih oleh PDAM di Kabupaten Sidoarjo pada data


tahun 2000 hingga tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan.
Hal ini dikarenakan jumlah pelanggan PDAM tiap tahunnya juga
mengalami peningkatan. Produksi air bersih PDAM yang terjual sangat
signifikan dan selalu meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2007
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

jumlah produksi air 29.299.037 M3 dan jumlah yang terjual


19.173.726 M3. Jumlah ini meningkat pada tahun 2009 dengan jumlah
produksi air 30.002.559 M3 dan jumlah yang terjual 20.102.551 M3.

Dalam upaya penyediaan dan pelayanan air bersih di Kabupaten


Sidoarjo, PDAM mengambil air bersih dari:

1) PDAM Surabaya di Umbulan–Pasuruan,


Taman-Pandaan. Untuk masuk ke Kota Surabaya jalur pipa
dilewatkan melalui Kabupaten Sidoarjo dapat membeli air bersih
tersebut dengan debit sebesar 166 liter/detik dan oleh Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo digunakan untuk melayani kebutuhan
penduduk di sekitar Jalan Propinsi Waru–Porong.

2) Air Sungai. Untuk mengambil air dari sungai


digunakan instalasi penjernihan airsungai di beberapa tempat
antara lain:
 Kali Porong dengan debit 40 liter/detik.
 Kali Pelayaran dengan debit 550 liter/detik.
 Afvoer Jomblong dengan debit 30 liter/detik.
 Afvoer Buntung dengan debit 120 liter/detik.
 Afvoer Buduran dengan debit 75 liter/detik.
 Kali Purboyo dengan debit 90 liter/detik.
Dari Instalasi penjernihan sungai–sungai tersebut digunakan
untuk mencukupi kebutuhan air bersih pada wilayah yang belum dapat
terjangkau oleh air bersih dari Umbulan atau Taman.

3) Air Permukaan
Sumber air baku dari Ar Permukaan yang dimanfaatkan adalah :
 IPA Sedati dari Afoer Jomblong
 IPA Siwalan Panji dari Afoer Buduran
 IPA Porong dari Kanal Porong

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

 IPA yang dikelola/Pembelian dari Mitra Swasta:


i. IPA PT. Taman Tirta Sisoarjo dari Sungai Pelayaran
ii. IPA PT. Hanarinda Tirta Birawa dari Sungai Pelayaran

4) Air Tanah
 IPA Wonoayu dari Air Bawah Tanah di Desa Wonoayu
 IPA Tulangan dari Air Bawah Tanah di Desa Tulangan
Masing-masing sebanyak 1 (satu) unit. Kapasitas sumur produksi
berkisar antara 20 lt/det – 40 lt/det. Kualitas sumur produksi
Wonoayu kurang baik sehingga memerlukan pengolahan.

5) Untuk mencukupi kebutuhan air bersih bagi


penduduk yang berasal dari sebelah Barat Kabupaten Sidoarjo,
dibuat sumur bor di Kecamatan Krian, Wonoayu, Tulangan dan
Tanggulangin. Setelah dijernihkan air bersih tersebut disalurkan ke
Kecamatan Krian, Balongbendo, Prambon, Wonoayu, Tulangan,
Tanggulangin dan sebagian Kecamatan Sidoarjo. Air bawah tanah
lain yang tercatat adalah digunakan oleh industri baik industri besar
maupun oleh industri rumah tangga. Kebutuhan air bersih di
Kabupaten Sidoarjo antara lain untuk kebutuhan rumah tangga,
industri dan pertanian. Kebutuhan air bersih untuk Kabupaten
Sidoarjo sampai saat ini masih belum mencukupi, hal ini
dikarenakan perkembangan perusahaan-perusahaan dan
perkembangan penduduk yang berdomisili di Kabupaten Sidoarjo
sangat cepat.

Adapun persebaran jaringan air bersih di wilayah Kabupaten


Sidoarjo terdapat pada:

a. Jalur utara Krian sampai Desa


Kedungwonokerto, Desa Jerukgamping, dan Desa Sidomaju.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

b. Dari Desa Sidomulyo, mengikuti


jaringan jalan di perbatasan yang melewati desa Tapel, Pertapan
Maduretno, Tanjungsari, Krembangan, Tawangsari, Ngelom,
Wonocolo dan Ketangan.
c. Jalur jalan arteri primer kearah barat
menuju Kabupaten Mojokerto, yaitu pada Kecamatan Taman
sampai Desa Sidorejo.
d. Kecamatan Waru, Sedati, Gedangan
dan Sidoarjo, pada seluruh jalan kolektor primer.
e. Pada jaringan jalan dari Kota Sidoarjo
sampai Kecamatan Wonoayu dan Candi.
f. Pada jalan Arteri primer Surabaya –
Malang.

3.5.5. Permasalahan
Tingkat capaian pelayanan air bersih di Kabupaten Sidoarjo
belum maksimal, artinya belum keseluruhan penduduk terutama di
kawasan perdesaan dan pesisir mampu menikmati pelayanan
kebutuhan air bersih. Keterbatasan sumber air bersih dan sistem
jaringan distribusi air bersih yang belum tersedia dan menjangkau
seluruh wilayah menjadi alasan utama. Disamping itu tingkat
pelayanan masih mencapai standar kualitas air bersih belum mampu
mencapai kualitas air minum (walaupun sudah terdapat beberapa
lokasi yang mampu mendistribusikan air minum.

Dilain pihak juga jumlah kehilangan air juga cukup signifikan.


Pada tahun 2000 PDAM kehilangan air sebanyak 8.869.490 M3,
sedangkan tahun 2006 PDAM kehilangan air sebanyak 11.331.228M3.
Mulai tahun 2007 produksi air bersih PDAM yang hilang tiap tahunnya
mulai mengalami penurunan. Pada tahun 2007 PDAM kehilangan air
sebanyak 11.086.406 M3, sedangkan tahun 2008 PDAM kehilangan air

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

sebanyak 10.983.990 M3. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 3.20.


berikut:

Tabel 3.20. Produksi Air Bersih Oleh PDAM Kabupaten Sidoarjo Tahun
2000- 2006
Produksi Air Air Terjual Kehilangan Air
Tahun Pelanggan
(M3) (M3) (M3)
2000 20.364.919 11.495.429 8.869.490 38.057
2001 22.308.713 12.405.579 9.903.134 46.029
2002 23.308.713 13.359.137 9.669.824 49.533
2003 21.621.354 14.140.649 8.139.233 52.159
2004 25.028.452 15.188.676 9.839.776 57.323
2005 27.336.930 16.250.524 11.086.406 65.399
2006 29.083.768 17.752.540 11.331.228 71.870
Sumber: Kabupaten Sidoarjo dalam Angka Tahun 2007

3.6. Komponen Sanitasi Lainnya


3.6.1. Penanganan Limbah Industri
Limbah industri berdasarkan jenisnya dapat dibedakan menjadi
limbah cair, limbah pencemar udara, polusi suara, dan limbah berat B-
3. Di Kabupaten Sidoarjo terdapat beberapa daerah industri dimana
ada beberapa industri berat yaitu industri-industri logam yang
menyebabkan terjadinya pencemaran udara, khususnya oleh CO2,
Nox, SO2, CH4, serta O3. Kawasan industri yang dikembangkan telah
diharuskan untuk memiliki sarana pengolahan limbah industri.
Karakteristik/kualitas air limbah yang dihasilkan oleh industri di
Kabupaten Sidoarjo sangat bergantung dari jenis industri dan proses
produksi yang dilakukan, dimana setiap jenis industri mempunyai
karakteristik atau kualitas air limbah tertentu.

Selain yang berada di kawasan indutri estate, di Sidoarjo juga


terdapat industri yang berkembang di kawasan industri yang
berkembang terutama di sekitar jalur arteri primer. Sebagian besar
industri tersebut telah menggunakan sistem pengolahan air limbah

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

adalah dengan cara dikumpulkan kemudian diangkut ke instalasi


pengolahan air limbah.

3.6.2. Penanganan Limbah Medis


Limbah medis merupakan limbah yang biasanya bersumber dari
Rumah Sakit (baik milik Pemerintah Kabupaten Sidoarjo ataupun
swasta), puskesmas, dokter peraktek serta bidan praktek, baik itu
berupa limbah cair maupun limbah padat. Limbah medis dapat
dikategorikan sebagai limbah infeksius dan masuk pada klasifikasi
limbah bahan berbahaya dan beracun. Untuk mencegah terjadinya
dampak negatif limbah medis tersebut terhadap masyarakat atau
lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan secara khusus.

Di Kabupaten Sidoarjo terdapat 18 rumah sakit pemerintah dan


swasta. 26 Puskesmas Induk dan 43 Puskesmas Pembantu. Selain itu
juga terdapat 43 puskesmas keliling, terutama untuk melayani
masayarakat yang tinggal di kawasan relatif jauh dari pusat kegiatan,
107 balai pengobatan, 42 rumah sakit bersalin dan 28 laboratorium
kesehatan. Layanan kesehatan tersebut tersebat di128 kecamatan,
dengan masing-masing mempunyai spesifikasi pelayanan kesehatan
masyarakat.

Tabel 3.21. Jenis Limbah Medis Padat

Perkiraan
Sampah yang Timbulan sampah
Jenis sarana
dihasilkan medis yang
dihasilkan/bulan
Puskesmas Spuit bekas, botol ± 5 kg
Pembantu, Klinik ampul bekas, vial,
kecil perban bekas
Puskesmas Spuit bekas, botol ± 15 kg
induk, Rumah ampul bekas, vial,

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

sakit bersalin, perban bekas, wadah


klinik bekas kemasan Lab,
infus bekas

Rumah sakit Spuit bekas, botol ± 60 kg


ampul bekas, vial,
perban bekas, wadah
bekas kemasan Lab,
infus bekas, sampah
bekas operasi
Sumber : Dinkes Kabupaten Sidoarjo, 2010

Untuk limbah medis cair yang dihasilkan dimasing-masing


Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo berupa limbah cair dari Poli gigi,
limbah cair dari laboratorium, limbah cair dari tindakan medis.
Penanganan atau Pengelolaan limbah medis Rumah Sakit dan atau
Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

1. Limbah medis padat dibakar di incenerator yang ada di


masing-masing puskesmas. Namun kondisi eksisting
incenerator pembakarannya belum maksimal sehingga
dimungkinkan kandungan limbah B3 ditengarai masih ada.
2. Limbah medis cair dibuang ke Sarana Pembuangan Air
Limbah (SPAL) bagi rumah sakit besar, namun adapula
yang hanya ke septiktank dengan metode penanganan anaerop
dengan resapan.

Pemilahan Limbah
Sedangkan untuk
Medis Padat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedono, RS.
Ruangan
Siti Hajar, RS. Mitra Keluarga dan RS. Delta Surya Kabupaten Sidoarjo
Pengumpulan
penanganan Limbah
limbahnya dapat dilihat sebagai berikut:
Medis Padat
Pembuangan Limbah
a. Limbah Padat b. Limbah
MedisCair
Cair Dari
Pengangkutan Limbah Ruangan
Medis Padat Ke
Incinerator Saluran Air Limbah
Tertutup
Pemusnahan Limbah Disusun Oleh
TimMedis di Incinerator
Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
Pengolahan Limbah
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
Medis Cair (PPSP
di IPAL 2011)
dan
Pembuangan Residu Chlorinasi
Pembakaran Limbah
Medis Ke TPA Badan Air / Sungai
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Adapun fasilitas untuk penanganan Limbah Medis yang tersedia


meliputi:
a. Limbah Padat
 Bak sampah medis dan kantong plastik sampah
 Alat Pelindung Pribadi yang dipakai oleh petugas sampah
(masker, sepatu boot, sarung tangan)
 Penanganan limbah padat medis dibakar melalui
incinerator, dimana kondisi incinerator yang ada saat ini
pembakarannya kurang sempurna sehingga hasil
pembakaran dimungkinkan masih mengandung limbah
B3. Untuk penanganan limbah B3 harus mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 juncto
Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 tentang
Pengelolaan LImbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
b. Limbah Cair
 Saluran pembuangan limbah cair
 Alat Chlorinasi untuk Desinfektan
 IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
 Pemeriksaan Sample Air Limbah

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

3.6.3. Kampanye PHBS


Kondisi sanitasi kawasan tidak terlepas dari sejauh mana pola
hidup bersih dan sehat yang dilakukan masyarakat. Prasarana, sarana
dan utilitas yang ada, pada dapat diumpamakan sebagai perangkat
keras, sedangkan perilaku masyarakat adalah perangkat lunaknya.
Kedua perangkat ini harus dapat berjalan bersama untuk terciptanya
lingkungan yang layak dan sehat. Selain itu, pola hidup sehat juga
harus dilakukan oleh seluruh masyarakat, tidak terbatas lokasi
permukiman, batas administrasi, kelas/golongan, usia dll, karena
lingkungan permukiman yang kotor/buruk dapat mempengaruhi
lingkungan sekitarnya yang kondisinya baik.

Peran serta masyarakat Kabupaten Sidoarjo dalam rangka


mendukung pola hidup bersih dan sehat masih kurang. Hal ini dapat
dilihat dari masih tingginya presentase masyarakat yang merokok di
dalam rumah/ruang/ tempat umum, rendahnya cakupan pemberian
ASI eksklusif dan cakupan penimbangan bagi dan balita setiap bulan.

Mengingat pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat,


Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Kesehatan, menetapkan
peningkatan pola hidup bersih dan sehat sebagai salah satu dari tujuan
untuk mencapai visi ‘Terwujudnya Sidoarjo Sehat, Mandiri dan
Berkeadilan’.

Sidoarjo sehat yaitu kondisi dimana individu, keluarga,


masyarakat Kabupaten Sidoarjo tidak mengalami gannguan
kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit, lingkungan dan
perilaku yang tidak mendukung yang mengakibatkan terganggunya
aktivitas sehari-hari, baik secara jasmani, rohani dan sosial.

Mandiri adalah kondisi masyarakat yang mempu


mengembangkan potensi diri dan sumberdaya yang dimiliki untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat tanpa bergantung dari pihak luar.
Pada tataran masyarakat, mandiri berarti masyarakat mampu
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

mencukupi kebutuhan dalam bidang kesehatan dengan layak.


Sedangkan pada tataran pemerintah daerah, mandiri adalah mampu
membiayai pembangunannya dengan mengandalkan kekuatan
kemampuan daearh tanpa harus bergantung dari luar.

Berkeadilan adalah terwujudnya pembangunan pelayanan


kesehatan yang merata, dilakukan oleh masyarakat secara aktif yang
hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Kabupaten Sidoarjo.

Untuk mencapai visi tersebut maka Dinas Kesehatan Kabupaten


Sidoarjo telah menetapkan misi yang hendak dicapai dalam waktu lima
tahun kedepan, yaitu:

1. Meningkatkan pemberdayaan kesehatan masayarakat


2. Meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya kesehatan
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan
4. Meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan
Untuk jangka menengah, dalam rangka mewujudkan misi
tersebut diatas, Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo menetapkan
tujuan strategis, yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh
semua potensi, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara
berhasil guna dan berdayaguna, adil, merata dan berkesinambungan
dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Tujuan strategis ini ditetapkan untuk mencapai sasaran
yang dapat diukur.

Salah satu tujuan strategis yang hendak dicapai, yaitu


memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat agar mampu
menumbuhkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta
mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) dengan sasaran meningkatkan pengetahuan kesadaran untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberdayaan masyarakat
kearah kemandirian.
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan


pencapaian tujuan strategis, yaitu:
1. Cakupan desa siaga aktif dari 40% menjadi 80%
2. Cakupan Rumah tangga ber Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
dari 65% menjadi 70%.
3. Cakupan Posyandu Purnama Mandiri (PURI) dari 46% menjadi
52%.
Tujuan strategis ini hendak dicapai untuk mewujudkan misi
pertama yaitu ‘Meningkatkan pemberdayaan kesehatan masyarakat’.
Adapun strategi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan strategis
ini adalah dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama lintas program dan
lintas sektor, dengan kebijakan yang dilakukan meliputi:

1. Peningkatan upaya promosi kesehatan


2. Meningkatkan mobilitas masyrakat melalui advokasi,
kemitraan dan pengembangan UKBM
3. Meningkatkan keterpaduan pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan.

3.7. Pembiayaan Sanitasi Kota


Ketergantungan masyarakat Kabupaten Sidoarjo masih sangat
tinggi pada pemerintah dalam hal pembiayaan kesehatan. Sistem
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) masih belum
terlaksana dan berjalan dengan baik. Kondisi ini dipengaruhi antara
lain oleh kebijakan yangberganti setiap tahun. Dilain sisi pembiayaan
kesehatan oleh pemerintah belum tergali dengan optimal, karena
pembiayaan kesehatan dari berbagai lintas sektor yang belum jelas.

Realisasi pendapatan daerah selama tahun 2006 – 2009 sebesar


Rp.4.648.318.663.160,79 atau tercapai 105,22% dari anggaran.
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Sedangkan perkembangan selama lima tahun pendapatan daerah


meningkat secara progresif rata – rata setiap tahunnya sebesar
16,12%.

Grafik 3.17. Perkembangan Pendapatan Daerah Tahun 2005-2010

Sumber: Perhitungan APBD tahun 2006 - 2009 dan APBD Tahun 2010,
DPPKAD Kab Sidoarjo.

Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun


2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang
disempurnakan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59
tahun 2007 telah merubah arah kebijakan umum belanja daerah
dengan sistem anggaran kinerja sehingga komponen-komponen
belanja daerah disusun berdasarkan aspirasi masyarakat dengan
mempertimbangan kondisi dan kemampuan daerah termasuk pula
dengan mempertimbangkan kinerja dalam tahun berjalan.Kebijakan
belanja daerah merupakan refleksi dari kinerja pemerintah dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat secara efektif dan efisien
serta menunjukkan respon pemerintah daerah untuk menangkap
secara jeli penggunaan alokasi belanja daerah serta kontribusinya bagi
pembangunan disesuaikan dengan prioritas kebutuhan daerah, Adapun
Kebijakan belanja adalah sebagai berikut:
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

1. Memperhatikan ketentuan-ketentuan pengelolaan keuangan


negara yang diwajibkan, yang dibatasi maupun yang dilarang.
2. Peningkatan sinergitas dan keterpaduan antara dokumen
perencanaan pembangunan daerah dengan proses dan
mekanisme penganggaran daerah.
3. Transparansi penyusunan dan pemanfaatan APBD yang
memperhatikan skala prioritas dan memtimbangkan aspirasi dan
melibatkan masyarakat
4. Menyediakan anggaran pendamping dan anggaran penunjang
bagi pelaksanaan bantuan program, baik yang berasal dari
pemerintah propinsi, pemerintah pusat, maupun dari pihak
lainnya sesuai ketetuan yang dipersyaratkan.
5. Optimalisasi pemanfaatan dana perimbangan, dan
dekonsentrasi, serta sumber dana lain dari pemerintah pusat.
6. Peningkatan kualitas SDM aparatur pengelola keuangan dan
pengelola anggaran daerah.

Komponen pengeluaran belanja daerah terdiri dari :

1. Belanja Operasi, antara lain Belanja Pegawai, Belanja


Barang, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, dan
Belanja Bantuan Sosial.
2. Belanja Modal, antara lain Belanja Tanah; Belanja Peralatan
dan Mesin; Belanja Gedung dan Bangunan; Belanja Jalan,
Irigasi dan Jaringan; Belanja Aset Tetap lainnya; dan Belanja
Aset Lainnya.
3. Transfer ke Desa/Kelurahan, antara lain Bagi Hasil Pajak,
Bagi Hasil Retribusi, Bagi Hasil Pendapatan Lainnya.
4. Belanja Tak Terduga.

Berdasarkan arah pengelolaan pendapatan dan belanja daerah


maka kebijakan umum anggaran yang akan ditempuh pemerintah
Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut :

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

1. Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah akan lebih


difokuskan pada upaya untuk memobilisasi sumber-sumber
pendapatan daerah yang muncul sebagai akibat peningkatan
aktifitas ekonomi serta dari adanya berbagai program investasi
yang telah dijalankan pada periode-periode sebelumnya. Kebijakan
pendapatan daerah khususnya untuk Pendapatan Asli Daerah pada
periode tahun 2011-2015 agar diupayakan ada peningkatan dengan
tetap menjaga penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan
dunia usaha, sehingga keberadaannya diharapkan dapat
mewujudkan stabilitas fiskal daerah khususnya dalam memberikan
ketersediaan sumber pembiayaan dalam menjaga kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan kualitas
pelayanan publik.
2. Kebijakan belanja daerah pada periode 2011-2015 adalah
peningkatan komposisi dari belanja langsung setiap tahunnya serta
peningkatan alokasi anggaran lebih diarahkan untuk pembiayaan
program-progran pembangunan yang mengarah pada upaya
meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Dan dalam mengalokasikan anggaran harus mengacu pada norma
dan prinsip anggaran yaitu Transparansi dan Akuntabilitas, Disiplin
Anggaran serta Keadilan Anggaran serta Efisiensi dan efektifitas
anggaran.
a. Transparansi dan akuntabilitas anggaran; Menyajikan informasi
secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi;
tujuan, sasaran, kebijakan, program, fungsi dan sumber
pendanaan serta korelasi antara besaran anggaran dengan hasil
dan manfaat yang ingin dicapai dari suatu kegiatan. Sehingga
penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran
dilakukan secara transparan dan akuntabel.
b. Disiplin Anggaran;
 Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan
yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang


dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran
belanja;
 Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan
adanya kepastian penerimaan; dan
 Semua penerimaan dan pengeluaran daerah harus
dianggarkan dalam APBD melalui rekening Kas Umum
Daerah.
c. Keadilan anggaran; Tidak adanya diskriminasi penetapan tarif
dalam pungutan yang diberlakukan pada masyarakat,
sedangkan dalam konteks belanja harus mengalokasikan
belanja daerah secara adil dan merata tanpa diskriminasi.
d. Efisiensi dan efektifitas anggaran; Untuk dapat mengendalikan
tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran harus ditetapkan
secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator
prestasi kerja. Selain itu penetapan harga satuan yang rasional.
Sesuai dengan pendekatan prestasi kerja yang digunakan dalam
penyusunan APBD, setiap alokasi biaya yang direncanakan
harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang
diharapkan dapat dicapai.
3. Usulan program, kegiatan dan anggaran dinilai tingkat
kewajarannya melalui akselerasi dan sinkronisasi program bersama
stakeholders. Penilaian kewajaran meliputi :
a. Kesesuaian tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dengan program dan kegiatan yang diusulkan
dalam mendukung terwujudnya visi daerah;
b. Kaitan logis antara permasalahan yang akan diselesaikan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan prioritas
program dan kegiatan yang diusulkan;
c. Kapasitas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk
melaksanakan kegiatan dalam pencapaian kinerja yang
diinginkan; dan
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

d. Keselarasan dan keterpaduan kegiatan dari masing-masing


Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sehingga memberikan
manfaat dampak positif bagi masyarakat.
Usulan program dan kegiatan tersebut di atas disesuaikan dengan
kemampuan keuangan daerah.
4. Kebijakan umum anggaran RPJMD Kabupaten Sidoarjo Tahun 2006-
2011 diarahkan dalam 3 fungsi utama yaitu Fungsi alokasi, fungsi
distribusi, dan fungsi stabilisasi
a. Fungsi alokasi yaitu penganggaran untuk kegiatan
pembangunan yang tidak mungkin dilaksanakan oleh
masyarakat/swasta karena bersifat public services seperti
penanganan prasarana dasar, penyediaan infrastruktur;
b. Fungsi distribusi yaitu penganggaran diarahkan untuk
pemerataan, keadilan sosial dan mengurangi kesenjangan, yang
antara lain meliputi penanganan masalah kemiskinan,
pengembangan wilayah tertinggal dan lainnya, dan
c. Fungsi stabilisasi yaitu penganggaran diarahkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja
dan peningkatan pendapatan masyarakat serta stabilitas
keamanan dan ketertiban.
BAB IV
Rencana Program Pengembangan Sanitasi yang Sedang
Berjalan

4.1. Visi dan Misi Sanitasi Kota


Strategi Penanganan Sanitasi Kota merujuk pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengan Daerah (RPJMD). Didalam RPJM,
strategi penanganan sanitasi Kabupaten Sidoarjo tercakup dalam
pembangunan di bidang kesehatan. Derajat kesehatan dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

lingkungan. Faktor perilaku dan lingkungan mempunyai andil paling


besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Untuk meningkatkan derajat kesehatan, maka setiap orang


memiliki dua kewajiban, yaitu berperilaku sehat, dan aktif memelihara
kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar. Berperilaku sehat
merupakan sebuah keniscayaan, sebab mencegah adalah lebih baik
daripada mengobati. Sedangkan memelihara kebersihan dan
kesehatan lingkungan merupakan suatu gaya hidup yang perku
dipupuk sedini mungkin dan perlu dilakukan oleh segenap masyarakat
kabupaten.

4.2. Strategi Penanganan Sanitasi Kabupaten


Isu-isu strategis lima tahun ke depan dalam pembangunan di
bidang kesehatan menurut RPJM, antara lain:

 tingginya angka kematian ibu dan anak, serta gizi buruk;

 rendahnya kesadaran masyarakat berperilaku hidup


sehat akibat terbatasnya aksesibilitas terhadap sumber
air minum yang bersih dan keperluan sanitasi dasar
secara konsisten;

 tingginya penyebaran penyakit tropis dan penyakit serius


lainnya, serta penyebaran HIV/AIDS, dan psikotropika
(narkotika);

 terbatasnya jumlah tenaga keperawatan dan kesehatan,


serta sarana prasarana kesehatan masyarakat;

 optimalisasi pemberian dan pelayanan, serta pengawasan


jaminan kesehatan pada masyarakat; dan

 rendahnya pengawasan dan pengendalian terhadap


makanan dan obat-obatan.

IV.2 Isu Strategis

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas dapat


disimpulkan bahwa isu-isu strategis yang perlu dipertimbangkan oleh
pemerintah daerah Sidoarjo adalah terkait isu:

1. Kemiskinan dan jumlah pengangguran


2. Pemerataan dan kualitas pendidikan
3. Pemerataan dan kualitas kesehatan
4. Keadilan, peran serta masyarakat dan persamaan gender
5. Reformasi birokrasi dan pelayanan publik
6. Infrastruktur dan tata kelola potensi daerah
7. Kemandirian pemerintah dalam pembangunan
8. Kelestarian lingkungan hidup dan bencana alam
9. Pertumbuhan ekonomi

Adapun prioritas perhatian terhadap isu-isu strategis yang dihadapi


oleh pemerintah Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut:

1. Reformasi birokrasi dan pelayanan publik


2. Pemerataan dan kualitas kesehatan
3. Pemerataan dan kualitas pendidikan
4. Infrastruktur dan tata kelola potensi daerah
5. Kemiskinan dan jumlah pengangguran
6. Pertumbuhan ekonomi
7. Kemandirian pemerintah dalam pembangunan
8. Kelestarian lingkungan hidup dan bencana alam
9. Keadilan, peran serta masyarakat dan persamaan gender

Berikut adalah hasil rumusan kebijakan umum pembangunan


Kabupaten Sidoarjo tahun 2010 - 2015 yang didasarkan atas visi, misi,
isu-isu strategis, serta tujuan dan sasaran pembangunan:

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Strategi I: Meningkatkan kualitas sumber daya manusia


melalui pendidikan, Kesehatan dan pendapatan
masyarakat, dicapai dengan kebijakan umum
sebagai berikut:

a. Peningkatan tingkat pendidikan masyarakat

b. Peningkatan tingkat Kesehatan masyarakat

c. Peningkatan daya saing sumber daya manusia

d. Pengendalian laju pertumbuhan penduduk

Strategi II : Pembangunan ekonomi sinergis dengan potensi


daerah secara berkelanjutan meliputi industri,
perdagangan, jasa, pertanian berbasis agrobis,
meningkatkan daya saing usaha kecil menengah
dan koperasi, serta pengembangan sector
pariwisata

a. Peningkatan pertumbuhan ekonomi kontribusi


sektor UMKM dan koperasi, pariwisata, industri
perdagangan, jasa, dan pertanian pada PDRB
melalui peningkatan daya saing.
Strategi III : Meningkatkan modal sosial, kegiatan sosial
dan ketertiban masyarakat

a. Peningkatan modal sosial pembangunan

b. Peningkatan ketertiban masyarakat melalui


penegakan supremasi hukum secara konsisten dan
berkelanjutan

Strategi IV : Meningkatkan peran serta dan inovasi


masyarakat dalam pembangunan yang
berwawasan gender

a. Peningkatan pemerataan pembangunan masyarakat

b. Peningkatan peranan wanita dalam pembangunan

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Strategi V: Meningkatkan pelayanan pada masyarakat


melalui peningkatan sistem pelayanan dan Tata
Kelola Pemerintahan yang baik, serta
profesionalisme aparatur

a. Peningkatan tingkat kepuasan masyarakat terhadap


pelayanan pemerintahan.

b. Peningkatan produktifitas aparatur

c. Pengembangan budaya pemerintahan bersih,


akuntabel, transparan, dan bebas korupsi

d. Peningkatan public service excellence

e. Pengembangan pengelolaan SDM pemerintahan


berbasis kompetensi

Strategi VI : Meningkatkan investasi melalui pembangunan


infrastruktur daerah dan pengembangan iklim
investasi

a. Optimalisasi pembangunan infrastruktur daerah

b. Pengembangan investasi berdaya dukung tinggi

c. Pengembangan sumber sumber dana


pembangunan

Strategi VII : Pelestarian Lingkungan Hidup secara


Berkelanjutan

a. Peningkatan efektivitas penanganan bencana

b. Optimalisasi pelestarian dan kualitas lingkungan


hidup

Strategi VIII : Meningkatkan peran serta masyarakat dalam


berpolitik dan pengembangan iklim demokrasi
yang sehat

a. Peningkatan peran serta masyarakat dalam


berpolitik
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

b. Peningkatan tingkat kepercayaan masyarakat


kepada pemerintah
Berdasarkan kebijakan umum tersebut diatas ditetapkan Program
Pembangunan Daerah tahun 2010 – 2015. Adapun program Daerah
Kabupaten Sidoarjo tahun 2010 – 2015 diurutkan berdasarkan sasaran
dan arah kebijakan beserta indikator kinerja dengan capaian kondisi
awal dan kondisi akhir sebagaimana terlihat dalam tabel (LAMPIRAN).
Sementara uraian program SKPD beserta target kinerja dan kerangka
pendanaan adalah sebagaimana terlampir.

4.3. Rencana Peningkatan Pengelolaan Limbah Cair


Pengelolaan limbah cair / domestik direncanakan terpadu dengan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui penataan,
pengelolaan, pengendalian dan pengawasan limbah cair industri dan
rumah tangga.
Sistem pembuangan air limbah setempat diperuntukkan bagi
rumah tangga pada kawasan yang tidak padat (perdesaan) sedangkan
rencana pengelolaan limbah cair domestik di Kabupaten Sidoarjo yang
padat penduduk diarahkan menuju system terpusat agar tidak
mencemari daerah tangkapan air/ resapan air baku. Namun system
terpusat yang direncanakan terpola pada setiap kelurahan dengan
kapasitas IPAL yang lebih kecil. Pada tahap pelaksanaan akan
melibatkan masyarakat setempat. Begitu juga untuk operasional dan
pemeliharaan akan diserahkan kepada masyarakat melalui sebuah
badan pengelola IPAL.

4.4. Rencana Peningkatan Pengelolaan Sampah (Limbah


Padat)
Kabupaten Sidoarjo yang berpenduduk 1.964.759 jiwa tahun
2009 (BPS, 2010), dengan luas administratif 71.425,5 Ha berkembang
menjadi kota dengan sangat pesat. Selama ini penerapan 3-R di
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

kabupaten ini berhasil menurunkan volume sampah harian yang


masuk TPA. Karena sebagian besar pengelolaan sampah di Kabupaten
Sidoarjo masih konvensional, terutama di kawasan pedesaan,
pemerintah kabupaten akan tetap meningkatkan pelayanan
persampahan, disamping menggalakkan program 3-R untuk
melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang dihasilkan.
Adapun target peningkatan pelayanan persampahan yang akan dicapai
Kabupaten Sidoarjo, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Proyeksi Pelayanan Persampahan


Tahun Proyeksi Proyeksi Proyeksi Proyeksi
Jumlah jumlah Timbulan Timbulan
Penduduk penduduk Sampah Sampah
(jiwa) terlayani (m3/hari) Terangkut
(jiwa) (m3/Hari)
2012 1.885.888 433.750 4.148 954
2013 1.910.405 458.490 4.202 1.010
2014 1.935.240 483.810 4.257 1.064
2015 1.960.398 508.700 4.312 1.121
Sumber Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sidoarjo, 2010

Untuk mengembangkan pengelolaan sampah, Kabupaten


Sidoarjo bekerjasama dengan Kota Surabaya dan Gresik (Susiresik).
Berikut ini adalah profil sosial ekonomi yang mendasari pengembangan
model K-TPAST Surabaya- Sidoarjo-Gresik (Susiresik):
1. Lahan TPA Benowo, di kawasan Surabaya berbatasan dengan
Gresik tidak dapat diperluas karena mengganggu daerah
sekitarnya seperti bau dan pencemaran air, serta mengurangi
estetika lingkungan.
2. Biaya operasional sangat tinggi terutama pada pengumpulan,
pengangkutan dan pengolahan lebih lanjut yang letaknya relatif
jauh.
3. Pembuangan TPA dari open dumping menjadi sanitary landfill,
memungkinkan muncul masalah lain seperti timbulnya
pencemaran udara.
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

4. Upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai


ekonomi tinggi belum mampu mengurangi kebutuhan dana
operasional.
5. Lahan TPA di Kecamatan Krian dan Kecamatan Jabon Kabupaten
Sidoarjo telah banyak berkurang kapasitasnya, bahkan untuk
TPA Krian dianggap sudah penuh.
6. Keterbatasan kapasitas TPA Roomo di Kecamatan Manyar untuk
menampung volume timbulan sampah sebesar 416 m3/hari.
Meskipun sudah tersedia alternatif lahan TPA di desa Kambingan
Kecamatan Cerme seluas 6 Ha, dan desa Ngipik, belum mampu
mencukupi kebutuhan.
7. Aspek teknis pengelolaan sampah menjadi masalah utama di
ketiga kota ini, dan Kabupaten Gresik menempati urutan
pertama yang diikuti berturut-turut oleh kota Sidoarjo dan kota
Surabaya. Angka persepsi ini mengindikasikan kondisi SDM
maupun peralatan pengelolaan sampah.
8. Orientasi pengelolaan sampah dari hulu ke hilir juga menjadi
masalah utama. Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA Benowo
memang menjadi beban yang cukup berat terutama ketika
kenaikan harga BBM terjadi. Hal ini mempertegas bahwa
masalah teknis menjadi kendala utama pengelolaan Sampah.
9. Mayoritas responden (83,3%) menyatakan pentingnya
kerjasama pengelolaan Sampah di wilayah ini. Alasan yang
paling banyak dikemukakan adalah semakin langkanya lahan
untuk TPA Sampah, khususnya di Surabaya dan Sidoarjo. Alasan
tanggungjawab daerah otonom menjadi latar belakang
munculnya persepsi tidak penting.
10. Perbedaan orientasi dan kepentingan menyebabkan
belum optimalnya kerjasama. Kota Surabaya lebih berorientasi
pada efisiensi dan efektifitas pembiayaan, Kabupaten Gresik
pada pengelolaan limbah B-3, dan kabupaten Sidoarjo pada
perkuatan posisi sebagai bagian kota metropolitan Surabaya.
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

11. Sebab lain adalah belum adanya kesepahaman dan


transparansi aplikasi model kerjasama yang bersifat “top down”,
serta masalah pembagian peran, kewenangan, pembiayaan,
resiko maupun manfaat (benefit). Ketidaksepahaman akan satu
unsur saja dapat berpengaruh terhadap seluruh rangkaian
fasilitasi kerjasama.
12. Problema transparansi dan logika kebijakan “top down”
lebih terkait dengan mekanisme koordinasi dan komunikasi
antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota.
Namun, problema kebijakan transparansi menjadi unsur
prioritas untuk dipahami dan disepakati terlebih dahulu. Uji
responden menyimpulkan bahwa sebagian besar (54%)
responden mengusulkan agar pemda berperan sebagai
administrator; BLUD sebagai bentuk kelembagaan ideal
(32,5%), penggalangan kemitraan dilakukan melalui uji pasar
(46,8%), dan pilihan “development sharing” sebagai model
pembiayaan (40,5%).

4.5. Rencana Peningkatan Pengelolaan Saluran Drainase


Lingkungan
Untuk pengelolaan drainase mempunyai strategi dengan
mengupayakan alternative dengan menggunakan teknologi sedarhana
untuk menggantikan atau membantu kapasitas drainase yang sudah
tersedia (contohnya adalah kolam resapan atau retensi), selain itu
peningkatan pemanfaatan drainase dengan struktur box culvert
sehingga diatas saluran dapat dimanfaatkan sebagai badan jalan atau
trotoar.
Pembangunan sistem pemantusan ditetapkans ebagai berikut:
a. Peningkatan dan optimalisasi fungsi saluran pemantusan dan
lokasi penampungan air yang telah ada yang disertai dengan
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

penyediaan prasarana dan sarana penunjang yang dapat


meningkatkan kinerja saluran pemantusanng terintegrasikan
dengan sistem saluran yang telah ada
b. Peningkatan dan pembangunan saluran dan lokasi
penampungan air baru terutama pada kawasan pertumbuhan
baru yang diintegrasikan dengan sistem saluaran yang telah ada
c. Peningkatan dan pembangunan saluran pemantusan disertai
upaya pengawasan terhadap pembangunan dan pemanfaatan
lahan di sekitar saluran pemantusan serta upaya untuk
pemeliharaan dan menjaga kebersihan saluran.

4.6. Rencana Pembangunan Penyediaan Air Minum


Sampai dengan tahun 2029, diperkirakan tingkat pelayanan air bersih
untuk penduduk di Kabupaten Sidoarjo pada akhir tahun perencanaan
mencapai 80%. Wilayah yang perlu mendapat prioritas pelayanan air
bersih adalah daerah yang masuk pada rencana pengembangan
wilayah prioritas, yaitu :
 Wilayah yang mempunyai prospek pengembangan tinggi
meliputi Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Waru, Kecamatan
Taman, Kecamatan Gedangan, Kecamatan Krian dan Kecamatan
Balong Bendo.
 Wilayah tertinggal atau kurang berkembang meliputi Kecamatan
Jabon, Kecamatan Balong Bendo, Kecamatan Prambon.
 Pusat-pusat kegiatan ekonomi meliputi Kota Sidoarjo dan
sekitarnya yang juga akan dikembangkan pusat-pusat SSWP.
 Kawasan strategis meliputi Kecamatan Taman, Kecamatan Waru
dan Kecamatan Sedati. Kawasan strategis lain adalah kawasan
tambak meliputi sebelah Timur Kabupaten Sidoarjo yaitu
Kecamatan Sidoarjo, Buduran, Candi, Jabon, Waru dan Sedati.
 Kawasan Perbatasan meliputi Kawasan Tarik (Balongbendo),
Legundi, Krian, Taman, Waru, Prambon, Porong dan Jabon.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

Berdasarkan peruntukan lahan, pelayanan jaringan air bersih


diprioritaskan pada daerah permukiman yang saat ini masih belum
berkembang, namun direncanakan sebagai permukiman. Selain
prioritas pada daerah permukiman, saat ini ada beberapa industri
yang memerlukan pelayanan air bersih. Dari rencana pelayanan di
atas, 20% dari kawasan perencanaan belum mendapat pelayanan
air bersih karena dianggap penduduk yang tidak terlayani
mendapatkan air bersih dari sumber lain, seperti air tanah atau
mata air, karena pada daerah-daerah yang relatif jauh dari pantai,
secara kualitatif masih layak dimanfaatkan. Prioritas pelayanan ini
didasarkan atas rencana pengembangan wilayah dan keterbatasan
investasi yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten
Sidoarjo.
b. Rencana pengembangan sumber air bersih
Sumber air PDAM diperoleh dari sumber Umbulan untuk jaringan
utama disisi jalan arteri primer dan dari pengolahan air sungai
Mangetan untuk jaringan sekunder.
c. Rencana pengembangan transmisi/distribusi
Rencana pemasangan jaringan transmisi dan distribusi primer
mencakup perpipaan sepanjang jalan arteri primer dan jalan
kolektor primer dengan variasi diameter antara 750-1000 mm. Pipa
transmisi ini yang direncanakan dipasang dari bangunan intake
sampai ke daerah pelayanan. Selanjutnya akan dibangun Ground
Reservoar atau Menara Air yang akan menjadi stasiun pengendali
distribusi untuk setiap zona pelayanan. Perluasan jaringan distribusi
sekunder dan tersier meliputi perluasan jaringan kawasan baru dan
pemasangan pipa baru di dalam wilayah eksisting untuk
meningkatkan kapasitas jaringan saat ini.

4.7. Rencana Peningkatan Kampanye PHBS


Untuk meningkatkan penyehatan lingkungan dilakukan dengan
i) meningkatkan pemberantasan penyakit dengan sasaran menurunkan
Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

angka kesakitan dan kematian penyakit menular dan penyakit tidak


menular, ii) meningkatkan pencegahan penyakit dan surveilans
dengan sasaran menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi serta pengamatan
penyakit dalam rangka sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan
Kejadian Luar Biasa/ wabah, ancaman epidemi serta bencana dan iii)
meningkatkan penyehatan lingkungan dengan sasaran meningkatkan
kualitas air bersih, sanitasi dasar, higiene sanitasi makanan minuman
serta kualitas kesehatan lingkungan.
Program peningkatan kesehatan masyarakat yang dilakukan di
Kabupaten Sidoarjo saat ini masih melanjutkan beberapa program
yang telah dilakukan tahun-tahun sebelumnya. Adapun program
penyehatan lingkungan memiliki target untuk meningkatkan cakupan
penduduk yang memiliki akses air bersih dari 60 % menjadi 70%.
Jumlah penduduk yang mneggunakan jamban sehat, juga di harapkan
meningkat dengan adanya pembangunan MCK umum dan kampanye
pola hidup bersih dan sehat dari 50% menjadi 70%. Selain itu
pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga terus memberikan bantuan untuk
meningkatkan kualitas hunian bagi warga miskin sehingga cakupan
rumah yang memenugi syarat akan meningkat dari 50% menjadi
70%.
Sampai dengan tahun 2015, misalnya, Kabupaten Sidoarjo
mentargetkan sejumlah rumah tidak layak huni milik keluarga miskin
yang akan direhabilitasi, seperti pada tabel 4.2. berikut:

Tabel 4.2. Target Perbaikan Rumah Keluarga Miskin


Tahun Jumlah Proyeksi Besar Total Sumber
Penduduk Jumlah Bantuan Besar Dana
Rumah yang Dana Bantuan
akan Dana
Direhabilitasi (jutaan)
2012 1.885.888 500 10 Juta 5.000 APBD
2013 1.910.405 500 12 Juta 6.000
2014 1.935.240 500 14 Juta 7.000

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)
Buku Putih Sanitasi KABUPATEN SIDOARJO

2015 1.960.398 500 16 Juta 8.000


Sumber: BPMPKB Kab. Sidoarjo 2010

4.8. Pemetaan Media dan Komunikator


Selama ini di Kabupaten Sidoarjo sudah berjalan berbagai studi media
seperti dibawah ini:
1. Gerakan Cuci Tangan untuk
memnggalakkan kebiasaan mencuci tangan, kerjasama Dinas
Kesehatan dengan Perusahaan Swasta
2. Gerakan /sosialisasi 3R di permukiman
padat dan perumahan
3. Gerakan Penanaman Seribu Pohon
kerjasama Pemerintah Kabupaten (Kelurahan yang terkait dengan
RW/RT) dengan salah satu partai politik.
4. Gerakan Penghijauan Kabupaten
Sidoarjo terutama di kawasan perkotaan dengan slogan ‘Hijau
Kotaku’.

Disusun Oleh
Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN
(PPSP 2011)

Anda mungkin juga menyukai