Anda di halaman 1dari 39

Bab 6.

Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008


_____________________________________________________________________________

6
BAHAYA GEOLOGI

6.1 Pendahuluan
Proses-proses geologi baik yang bersifat endogenik maupun eksogenik dapat menimbulkan
bahaya bahkan bencana bagi kehidupan manusia. Bencana yang disebabkan oleh proses-proses
geologi disebut dengan bencana geologi. Longsoran Tanah, Erupsi Gunungapi, dan Gempabumi
adalah contoh-contoh dari bahaya geologi yang dapat berdampak pada aktivitas manusia di
berbagai wilayah di muka bumi.

Berdasarkan catatan, bencana yang diakibatkan oleh bahaya geologi yang terjadi di berbagai
belahan dunia meningkat secara tajam, baik dalam tingkat dan frekuensi kejadiannya dan secara
statistik jumlah korban jiwa dan harta benda juga meningkat. Berdasarkan catatan BAKORNAS,
bencana yang melanda Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang cukup
signifikan. Selama periode 2003 – 2005 telah terjadi 1.429 bencana, baik yang disebabkan oleh
bencana geologi maupun bencana hidro-meteorologi.

Dalam bab ini akan dibahas mengenai bahaya yang disebabkan oleh proses-proses geologi,
seperti longsoran tanah, erupsi gunungapi, gempabumi, dan bencana yang disebabkan oleh ulah
manusia. Dalam bab ini dibahas juga bencana alam yang sering melanda wilayah Indonesia dan
pembahasan mengenai pengelolaan resiko bencana (disaster risk management).

6.2 Bahaya Longsoran Tanah


Longsoran Tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah akibat
gaya berat (gravitasi). Longsoran tanah telah lama menjadi perhatian ahli geologi karena
dampaknya banyak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda. Tidak jarang
pemukiman yang dibangun di sekitar perbukitan kurang memperhatikan masalah kestabilan
lereng, struktur batuan, dan proses proses geologi yang terjadi di kawasan tersebut sehingga
secara tidak sadar potensi bahaya longsoran tanah setiap saat mengancam jiwanya.

Faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya ikat (kohesi)
tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya
dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk
massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat
kesarangan (porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang
intensif dari masa tanah/batuan tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat
dan menjadi pemicu longsoran tanah dapat terdiri dari berbagai faktor yang kompleks seperti
kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan

122
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

lahan serta pola pengolahan lahan, pengikisan oleh air yang mengalir (air permukaan), ulah
manusia seperti penggalian dan lain sebagainya.

6.2.1 Tipe-tipe longsoran tanah

Berdasarkan tipenya, longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:


(1). Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow flowage ) terdiri dari:
a. Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng
dengan pergerakan yang sangat lambat.
b. Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng
c. Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material
talus/scree.
d. Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blok-blok
batuan.
e. Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari
limbah batuan.
f. Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng dari
material debris batuan yang jenuh air.

(2). Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari :
a. Aliran lumpur (Mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau yang jenuh
air pada teras yang berlereng landai.
b. Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari material
debris batuan yang jenuh air.
c. Aliran campuran masa tanah dan batuan ( Debris avalanche): suatu aliran yang
meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal.

(3) Gerakan tanah tipe luncuran (landslides) terdiridari :


a. Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian debris batuan,
umumnya membentuk gerakan rotasional.
b. Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan ( Debris slide): luncuran yang
sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi
(debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian
belakang bidang luncurnya.
c. Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall): adalah
luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi.
d. Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui bidang
perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar.
e. Gerakan jatuh bebas masa batuan ( Rock fall): adalah luncuran jatuh bebas dari blok
batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.
f. Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh
pemadatan dan isostasi/gravitasi.

6.2.2. Faktor penyebab longsoran tanah

Faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor
yang bersifat pasif dan faktor yang bersifat aktif.

(1) Faktor yang bersifat pasif pada longsoran tanah adalah:


a. Litologi: material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur karena
basah akibat masuknya air ke dalam tanah.

123
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

b. Susunan Batuan (stratigrafi): perlapisan batuan dan perselingan batuan antara


batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan
batuan impermeabel.
c. Struktur geologi: jarak antara rekahan/joint pada batuan, patahan, zona hancuran,
bidang foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar.
d. Topografi: lereng yang terjal atau vertikal.
e. Iklim: perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan yang
intensif.
f. Material organik: lebat atau jarangnya vegetasi.

(2) Faktor yang bersifat aktif pada longsoran tanah adalah:


a. Gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan.
b. Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air.
c. Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah menjadi
jenuh air.
d. Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaran berat.

Pada gambar 6.1 diperlihatkan 5 tipe longsoran tanah yang didasarkan atas cara dan
mekanisme longsorannya, yaitu tipe runtuhan, tipe aliran, tipe luncuran, tipe nendatan, dan tipe
rayapan.

6.2.3. Metoda penanggulangan dan pencegahan bahaya longsoran tanah

Penanggulangan dan pencegahan bahaya longsoran tanah dapat dilakukan dengan berbagai
cara dan metoda, baik yang berkaitan dengan tipe longsoran dan faktor penyebabnya. Terdapat
beberapa tipe longsoran tanah yang dapat ditanggulangi melalui rekayasa keteknikan, seperti
membuat terasering di kawasan perbukitan yang berlereng terjal agar lereng menjadi stabil,
atau struktur pondasi bangunannya menggunakan tiang pancang hingga mencapai kedalaman
tertentu sehingga dapat menahan bangunan jika terjadi longsoran tanah. Untuk dapat
mengetahui secara detil tentang tipe dan faktor penyebab longsoran tanah di suatu wilayah,
maka diperlukan penyelidikan geologi secara detail dan komprehensif sehinga dapat diketahui
secara pasti sebaran, lokasi, jenis gerakan tanahnya serta kestabilan wilayah di daerah tersebut.
Peta kestabilan wilayah dan lokasi gerakan tanah merupakan out-put dari penyelidikan geologi
yang berguna untuk perencanaan tataguna lahan.

Pada gambar 6.2 diperlihatkan beberapa lokasi pemukiman yang terlanjur ada di kawasan rawan
bencana geologi, terutama bahaya tanah longsor. Dalam gambar tampak lokasi pemukiman
yang berada di sekitar suatu jalur patahan (kiri) dan kawasan pemukiman yang berada di kaki
perbukitan yang rentan terhadap longsoran tanah (kanan). Pada gambar tampak pemukiman
yang tersebar hingga mencapai kawasan yang berada di lereng-lereng berbukitan tanpa
memperhitungkan faktor kestabilan lerengnya yang berpotensi longsor. Penelitian geologi untuk
kerentanan longsoran tanah umumnya melibatkan pemetaan dan kajian terhadap karakteristik
tanah dan batuan. Sifat tanah/struktur tanah yang harus diteliti adalah: kekerasan, klastisitas,
permeabilitas, plastisitas, dan komposisi mineralnya, terutama untuk tanah yang tersusun dari
mineral lempung (mineral montmorilonite) yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah,
sedangkan untuk batuan yang dikaji adalah jenis dan struktur batuannya, terutama untuk
lapisan batuan yang lemah dan banyak rekahannya (kekarnya).

Faktor hidrologi juga harus menjadi perhatian dalam penyelidikan, terutama mengenai
penyebaran pola pengaliran, sebaran mata air dan mata air panas, serta lapisan-lapisan batuan
permeable yang berhubungan dengan air tanah. Keterlibatan faktor pemicu gerakan tanah harus
dikaji dan di evaluasi, seperti:

124
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

a) cuaca dan iklim guna mengetahui hubungan antara periode curah hujan dengan
longsoran.
b) data air bawah tanah sebelum dan sesudah terjadi longsoran.
c) catatan kegempaan untuk menentukan hubungan antara longsoran dengan gempabumi.
d) catatan mengenai pembukaan dan penggalian lahan dan aktivitas di atas lahan yang
kemungkinan melebihi beban atau penambangan tanah pada lereng-lereng bukit.

Talus

Longsoran tipe runtuhan (falls)

Lon gso
ran tipe
aliran
(flow)

Longsoran tipe luncuran (sliding)

Longsoran tipe nendatan (slumping)

125
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Longsoran tipe rayapan (creepping)


Gambar 6.1. Tipe-tipe longsoran tanah

Gambar 6.2 Pemukiman yang berada di kawasan rawan bencana gerakan


tanah. Gambar kiri pemukiman di daerah patahan dan gambar
kanan pemukiman di daerah lereng perbukitan.

Penelitian bawah permukaan diperlukan guna mengetahui hubungan 3 (tiga) dimensinya serta
mendapatkan contoh batuan yang diperlukan untuk diuji di laboratorium, seperti pengujian kuat
tekan (shear-strength), sensitivitas batuan, serta sifat-sifat keteknikan lainnya. Begitu juga
dengan sifat dan struktur tanah perlu dilakukan pengujian baik di laboratorium maupun
pengujian lapangan dengan cara pembuatan sumuran uji (testpit), pembuatan paritan uji
(trenches) dan pemboran. Observasi air tanah perlu dilakukan untuk mendapatkan data-data
tinggi muka air, tekanan air, dan arah aliran. Penyelidikan geofisika dapat juga dilakukan untuk
mendapatkan data data tentang ketebalan lapisan tanah dan kedalaman batuan dasar.

Pada tabel 6.1. diperlihatkan beberapa metoda penanggulangan dan pencegahan serta
perbaikan terhadap gejala gerakan tanah yang ditujukan terutama untuk mengurangi gaya
geser (shear-stress), peningkatan resistensi geser (shear-strength) atau kedua-duanya. Untuk
mengurangi gaya geser dapat dilakukan dengan cara penggalian material penyebab longsor,
atau dengan cara mengurangi keterjalan lereng serta memindahkan permukaan tanah yang
tidak stabil. Pengurangan derajat kelerengan akan berdampak pada berkurangnya beban masa
batuan/ tanah yang dapat meluncur atau longsor. Pemindahan masa batuan/tanah yang ada di
bagian muka luncuran sekaligus akan mengurangi beban dan gaya geser.

Pada tipe gerakan tanah jenis luncuran rotasional (slumping), resistensi geser batuan akan
semakin meningkat jika masa batuan/tanah dipindahkan ke arah bagian belakang luncuran.
Menstabilkan suatu longsoran yang komplek seringkali melibatkan pengendalian eksternal dan
internal dari pengaliran air. Air yang jatuh dan mengalir di permukaan lahan yang berlereng

126
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

harus di alirkan dan diusahakan jangan sampai diam ditempat. Pada beberapa lereng perlu
dibuat agar supaya aliran air lancar serta dihindarkan jangan sampai air terjebak pada bagian
undak lereng. Untuk mencegah aliran air yang masuk ke dalam rekahan (kekar) batuan, maka
batuan harus ditutup dengan lempung, aspal atau dengan material yang impermeable.

Aliran air bawah tanah harus dikurangi guna menghindari meningkatnya resistensi geser batuan.
Untuk mengurangi aliran air bawah tanah dilakukan dengan cara memindahkannya melalui
terowongan air yang dibuat secara horizontal atau dengan bantuan pipa perforasi, sumur
vertikal atau dibuat paritan (trench) yang diisi kembali dengan material yang kasar dan
permeable.

127
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Tabel 6.1 Metoda Pencegahan dan Perbaikan Gerakan Tanah / Longsoran (Root, A.W., Prevention of Landslides, 1958)

Pemakaian Umum Frekuensi keberhasilan


Dampak terhadap Metoda Pencegahan pada longsoran jenis Lokasi dan Posisi Pencegahan Penerapan terbaik dan keterbatasan
stabilitas Pencegah Perbaik Runtu Luncur Aliran Longsor
an an han an
I. Metoda Menghindar :
A. Relokasi X X 2 2 2 Di bagian sisi luar dari bidang Metoda yang baik jika lokasi pengganti lebih ekonomis
Tidak Efektif luncuran (slide plain) Terutama untuk aplikasi jalan raya di lokasi berlereng
B. Bridging X X 3 3 3 Di bagian sisi luar dari bidang terjal dan berbukit-bukit
luncuran (slide plain)
II. Metoda Penggalian:
Mengurangi A. Pemindahan X X N 1 N Bagian depan dari masa yang Masa bagian bawah yang bersifat kohesif
Gaya Geser / bergerak
Shear Stress B. Melandaikan lereng X X 1 1 1 Di atas jalan atau struktur Lapisan batuan; masa tanah/batuan yg kohesif dimana
C. Memberonjong lereng X X 1 1 1 Di atas jalan atau struktur sebagian berpindah ke lokasi yang bergerak.
D. Memindahkan mate- Perpindahan masa tanah/batuan yang relatif dangkal dan
rial tidak stabil X X 2 2 2 Keseluruhan dari masa yang meluncur kecil.
(sliding)
III. Pengaliran air:

A. Air Permukaan:
1. Membuat saluran air X X 1 1 1 Bagian atas Terutama untuk setiap jenis gerakan tanah
2. Pengendalian lereng X X 3 3 3 Dipermukaan masa yg bergerak Permukaan batuan yang mengontrol rembesan
3. Memundurkan lereng X X 1 1 1 Dipermukaan masa yg bergerak Untuk semua jenis/tipe gerakan tanah
4. Menutup Rekahan X X 2 2 2 Keseluruhan dari masa yang bergerak Untuk semua jenis/tipe gerakan tanah
Mengurangi Gaya 5. Menutup bidang kekar Keseluruhan dari masa yang bergerak
Geser dan mening dan jalur retakan X X 3 3 N Di antara bagian air bawah per- Dapat diterapkan pada formasi batuan
katkan Resistensi mukaan yang bergerak
Geser B. Air Bawah Permukaan
1. Pengaliran horizontal X X N 2 1 Masa tanah yang tebal terhadap air bawah tanah
2. Pengaliran lewat pa Masa tanah relatif dangkal terhadap air bawah tanah
ritan X X N 1 2 Masa tanah yang sangat tebal dan bersifat lolos air
3.Terowongan X X N 3 N (permeable).
4. Pengaliran dengan
sumur vertikal X X N 3 N Masa longsoran yang dalam, air bawah tanah berada
5. Mengalirkan melalui pada berbagai jenis lapisan batuan
pipa X X N 2 1 Dipakai sebagai jalan keluar air pada paritan atau sumur

127
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

IV. Menstabilkan struktur


gesekan:

A . Memperkuat bagian
kaki lereng dengan:
1. Pengisian dg batu X X N 1 1 Masa yg bergerak&kaki lereng Batuan/tanah padat pada kedalaman tertentu .
2. Pengisian dg tanah X X N 1 1 Masa yg bergerak&kaki lereng Mengurangi beban pada bagian yang berge-
Meningkatkan rak untuk menambah resistensi batuan/tanah
Resistensi Geser B. Membangun tembok/
dinding penahan X X 3 3 3 kaki lereng Memindahkan masa tanah yang relatif kecil
C. Tiang Pancang:
1. Tetap pada permukaan
bidang luncur. X N 3 N kaki lereng Resistensi geser pada bidang luncur mening- kat akibat
2. Tidak tetap pada per- pemancangan tiang pancang.
mukaan bidang luncur X N 3 N kaki lereng
D. Menanam tiang pan
cang pada batuan X X 3 3 N Diatas jalan atau struktur Lapisan batuan tetap bersamaan dengan tiang yang
E. ditanam
E. Pengendalian lereng X X 3 3 N Diatas jalan atau struktur Lereng yang lemah diberi penyangga atau tiang pancang
hingga ke dasar lapisan yang keras

V. Metoda lainnya:
A. Pemadatan material
longsoran
1. Penyemenan dgn be-
beton / bahan kimia
Terutama untuk a. Kaki lereng X 3 3 3 Masa yg bergerak&kaki lereng Tanah yang bersifat tidak kohesif
meningkatkan b. Bagian yg bergerak X N 3 N Seluruh bag dari masa batuan Tanah bersifat tidak kohesif
Resistensi Geser 2. Freezing X N 3 3 Keseluruhan Untuk pencegahan sementara
3. Electroosmosis X N 3 3 Keseluruhan Tanah menjadi keras akibat kandungan air berkurang

B. Peledakan X N 3 N Separuh dari bagian masa yang Masa kohesif tanah yang dangkal diatas lapisan batuan
bergerak

C. Memindahkan seba- N N N Bagian kaki lereng dan bagi -an Permukan bidang luncur terganggu, Ledakan dapat
gian masa luncuran yang bergerak mengakibatkan mengalirnya air ke masa longsor
ke tempat yang berge Stabilitas longsor menjadi berkurang
rak

Catatan : 1 = Sering 2 = Kadang-kadang 3 = Jarang N = Tidak disarankan untuk diterapkan ( Root, A.W., Prevention of Landslides,
1958 )

128
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Menstabilkan struktur untuk meningkatkan resistensi geser merupakan cara yang paling efektif
sebelum longsoran terjadi dibandingkan apabila longsoran sudah terjadi. Jenis yang sangat
umum dari masa batuan/tanah diletakkan sebagai beban dan ditempatkan pada bagian luar dari
masa longsoran untuk menahan reaksi gerakan ke atas, sedangkan bagian dasar berfungsi
sebagai penopang kearah lateral untuk bagian tepi dari masa longsoran, bagian pinggir atau
lereng yang sudah dikupas diisi untuk mencegah gerakan ke arah kaki lereng. Dinding yang
dibuat dari semen atau beton akan berguna untuk menahan laju masa batuan/tanah yang tidak
stabil.

Gambar 6.3 Pemukiman yang berada di kawasan rawan gerakan tanah (kiri-atas) dan areal
pemukiman di La Conchita, California, USA. yang terlanda tanah longsor pada
tahun 1995 (kanan atas). Gambar kiri bawah adalah perubahan penggunaan
lahan di tempat berlereng untuk perumahan dan dampak longsoran yang terjadi
di kawasan perumahan (kanan bawah).

Untuk gerakan tanah yang berada di lereng bukit, pencegahan dapat dilakukan dengan cara
memasang tiang pancang, namun demikian untuk menahan luncuran masa batuan/tanah yang
aktif pemasangan tiang pancang tidak akan mampu menahan gerakan masa batuan/tanah
tersebut dan hal ini disebabkan karena perpindahan debris tanah yang mampu melewati tiang
pancang, atau membuat tiang pancang menjadi miring dan bahkan mematahkannya. Hal yang
lebih ekstrim adalah tiang pancang meluncur bersamaan dengan luncuran tanah. Resistensi

129
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

geser pada masa batuan atau tanah yang tidak stabil dapat meningkat karena pemadatan dan
pengerasan internal melalui injeksi semen, aspal atau bahan kimia tertentu.

Masalah longsoran yang terjadi di reservoir bendungan adalah masalah yang berkaitan dengan
luncuran masa batuan/tanah yang bersifat lepas dan erosi yang cepat. Luncuran masa
batuan/tanah dan erosi di dalam reservoir bendungan dapat mengakibatkan banjir yang cukup
besar dan bahkan bendungan dapat mengalami retak atau hancur. Kecepatan rembasan yang
terjadi melalui luncuran debris dapat memperbesar rembasan, yaitu melalui pelarutan atau
perpindahan sedimen yang berukuran halus dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
breakout dibawah poros bendungan. Pengendalian rembasan yang melewati badan bendungan
dari jenis luncuran debris dapat di lakukan dengan cara menyuntik material/bahan penstabil atau
dengan cara bagian belakang bendungan ditutupi dengan material lempung, disiram semen,
atau dilapisi oleh bahan yang bersifat tidak lolos air. Apabila cara-cara tersebut diatas tidak bisa
dilakukan maka disarankan untuk dilakukan pendangkalan bagian dasar reservoir agar supaya
keamanan menjadi meningkat atau dengan cara menguras atau mengalirkan air yang terdapat
dalam reservoir melalui saluran pembuangan atau dengan cara memotong saluran.

6.3. Bahaya Erupsi Gunungapi


Bahaya Gunungapi adalah bahaya yang ditimbulkan oleh letusan/kegiatan gunungapi, berupa
benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya yang mengancam atau cenderung
merusak dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda dalam tatanan (lingkungan)
kehidupan manusia.

6.3.1. Dampak letusan gunungapi terhadap lingkungan:

Dampak letusan gunungapi terhadap lingkungan dapat berupa dampak yang bersifat negatif dan
positif. Dampak negatif dari letusan suatu gunungapi dapat berupa bahaya yang langsung dapat
dirasakan oleh manusia seperti awan panas, jatuhan piroklastik, gas beracun yang keluar dari
gunungapi dan lain sebagainya, sedangkan bahaya tidak langsung setelah erupsi berakhir,
seperti lahar hujan, kerusakan lahan pertanian, dan berbagai macam penyakit akibat
pencemaran. Adapun dampak positif dari aktivitas suatu gunungapi terhadap lingkungan adalah
bahan galian mineral industri, energi panasbumi, sumberdaya lahan yang subur, areal wisata
alam, dan sebagai sumberdaya air.

1. Dampak Negatif:

a. Bahaya langsung, terjadi pada saat letusan (lava, awan panas, jatuhan piroklastik/bom,
lahar letusan dan gas beracun).
b. Bahaya tidak langsung, terjadi setelah letusan (lahar hujan, kelaparan akibat rusaknya
lahan pertanian/perkebunan/ perikanan), kepanikan, pencemaran udara/air oleh gas
racun: gigi kuning/ keropos, endemi gondok, kecebolan dsb.

2. Dampak Positif :

a. Bahan galian: seperti batu dan pasir bahan bangunan, peralatan rumah tangga,patung,
dan lain lain.
b. Mineral : belerang, gipsum,zeolit dan juga mas (epitermal gold).
c. Energi panas bumi: listrik, pemanas ruangan, agribisnis
d. Mataair panas : pengobatan/terapi kesehatan.
e. Daerah wisata: keindahan alam
f. Lahan yang subur: pertanian dan perkebunan
g. Sumberdaya air: air minum, pertanian/peternakan, dll.

130
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

6.3.2. Bahaya gunungapi

1. Awan panas

a. Awan Panas : Kecepatan sekitar 60 – 145 km/jam, suhu tinggi sekitar 200 0 – 800oC,
jarak dapat mencapai 10 km atau lebih dari pusat erupsi, sehingga dapat
menghancurkan bangunan, menumbangkan pohon-pohon besar (pohon-pohon dapat
tercabut dengan akarnya atau dapat terpotong pangkalnya).
b. Awan panas “Block and Ash Flow” arahnya mengikuti lembah; sedangkan awan panas
“Surge” pelamparannya lebih luas dapat menutupi morfologi yang ada di lereng
gunungapi sehingga daerah yang rusak/hancur lebih luas (gambar 6.4).

2. Guguran Longsoran Lava

Guguran atau longsoran lava pijar pada erupsi efusif, sumbernya berasal dari kubah lava atau
aliran lava. Longsoran kubah lava dapat mencapai jutaan meter kubik sehingga dapat
menimbulkan bahaya. Guguran kubah lava dapat membentuk awan panas. Contoh : G. Merapi –
Jawa Tengah, G. Semeru – Jawa Timur. Jatuhan Piroklastik; Lemparan Bom yang di sebabkan
oleh erupsi eksplosif dapat merusak/menghancurkan, menimbulkan korban manusia,
menimbulkan kebakaran (hutan atau bangunan).

Jarak lemparan batu tergantung dari tenaga dan sifat erupsinya, G. Agung (1963) mencapai 7
km (kebakaran rumah), G. Semeru (1962–1963) mencapai 4 km (kebakaran hutan), G. Krakatau
1883 mencapai 10 km. Hujan abu dapat menyebabkan runtuhnya bangunan, udara gelap, jalan
licin, mengganggu penerbangan, rusaknya tanaman, mengganggu kesehatan (mata,
pernapasan).

3. Lontaran Batuan Pijar

Pecahan batuan gunungapi, berupa bom atau bongkah batu gunungapi yang dilontarkan saat
gunungapi meletus. Dapat menyebar kesegala arah. Dapat menyebabkan kebakaran hutan,
bangunan dan kematian manusia, termasuk hewan. Cara terbaik untuk menyelamatkan diri dari
bahaya ini adalah menjauhi daerah yang akan terlanda lontaran batu (pijar).

Gambar 6.4: Awan panas yang terjadi di gunung Pinatubo tahun 1984 (kiri) dan guguran
lava yang memicu aliran awan panas (kanan)

131
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

4. Hujan Abu

Hujan material jatuhan yang terdiri dari material lepas berukuran butir lempung sampai pasir.
Dapat menyebabkan kerusakan hutan dan lahan pertanian. Dapat meninggikan keasaman air.
Dapat menyebabkan sakit mata dan saluran pernapasan. Pada saat hujan abu sebaiknya orang
berlindung dibawah bangunan yang kuat serta memakai kacamata dan masker. Atap bangunan
yang tertutup endapan abu harus segera dibersihkan (gambar 6.5).

5. Aliran Lava

Karena suhunya yang tinggi (700 0C – 1200oC), volume lava yang besar, berat, sehingga aliran
lava mempunyai daya perusak yang besar, dapat menghancurkan dan membakar apa yang
dilandanya (gambar 6.5).

Gambar 6.5: Bangunan yang tertutup oleh debu gunungapi (kiri) dan aliran lava pijar
(kanan)

6. Lahar:

Kecepatan aliran lava sangat lamban antara 5–300 meter/hari, Kecepatannya tergantung dari
viskositas dan kemiringan lereng. Manusia dapat menghindar untuk menyelamatkan diri. Lahar
dapat dibedakan menjadi 2 jenis, lahar letusan dan lahar hujan (Gambar 6.8). Lahar letusan
disebut juga lahar primer, sedangkan lahar hujan disebut juga lahar sekunder. Aliran lahar
mempunyai berat jenis yang besar (2–2,5), dapat mengangkut berbagai macam ukuran,
sehingga laliran lahar ini mempunyai daya perusak yang sangat besar dan sangat berbahaya
terutama pada daerah aliran yang cukup miring atau landai. Bangunan beton seperti jembatan
dapat dihancurkan dalam sekejap mata.

a) Lahar letusan : Lahar ini terjadi akibat letusan eksplosif pada gunungapi yang
mempunyai danau kawah.Luas daerah yang dilanda oleh lahar letusan tergantung
kepada volum air didalam kawah dan kondisi morfolog di sekitar kawah.Makin besar
volum air di dalam kawah dan makin luas dataran daerah sekitarnya, maka makin jauh
dan makin luas pula penyebaran laharnya.

b) Lahar hujan : Lahar hujan : lahar yang terbentuk akibat hujan. Bisa terjadi segera
setelah gunungapi meletus atau setelah lama meletus. Faktor yang menentukan besar
kecilnya lahar hujan adalah volume air hujan (curah hujan) yang turun diatas daerah
endapan abu gunungapi dan volume endapan gunungapi yang mengandung abu sebagai
132
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

sumber material pembentuk lahar. Di G. Merapi, curah hujan 70 mm/jam selama 3 jam
mengakibatkan terjadinya lahar. Contoh lahar hujan yang terkenal adalah: G. Semeru, G.
Merapi, G. Agung, juga G. Galunggung (gambar 6.6).

Gambar 6.6 : Aliran lahar gunungapi yang melanda wilayah pemukiman

6.3.3. Penanggulangan bahaya erupsi gunungapi

Erupsi gunungapi merupakan proses alam dan sampai saat ini belum dapat dicegah, sehingga
untuk menekan terjadinya korban dan kerugian harta benda perlu diadakan upaya
penanggulangan bencana.

Berikut ini adalah beberapa upaya yang dilakukan dalam rangka penanggulangan bencana
geologi yang disebabkan oleh erupsi gunungapi, yaitu :

a. Melakukan pengamatan dan pemantauan terhadap gunungapi aktif


b. Dengan melakukan pengamatan dan pemantauan yang terus menerus, maka diharapkan
dapat dipelajari tingkah laku dan aktifitas semua gunungapi aktif yang ada sehingga
usaha perkiraan erupsi dan bahaya gunungapi akan tepat dan cepat. Penyampaian
informasi dalam rangka pengamanan penduduk dari kawasan rawan bencana dapat
dilaksanakan tepat waktu sehingga korban bisa dihindarkan.
c. Melakukan pemetaan kawasan rawan bencana gunungapi:
d. Untuk mengetahui dan menentukan kawasan rawan bencana gunungapi (I, II,III, lihat
gambar 6.7), tempat-tempat yang aman jika terjadi letusan, tempat pengungsian, alur
pengungsian, puskesmas. Sehingga pada saat terjadi peningkatan aktifitas /letusan, kita
sudah siap dengan peta operasional lapangan.
e. Mengosongkan kawasan rawan bencana III
f. Daerah atau kawasan yang termasuk kedalam kawasan rawan bencana III harus
dikosongkan dan dilarang untuk hunian tetap, karena daerah ini sering terlanda oleh
produk letusan gunungapi (lava, awan panas, jatuhan piroklastika)
g. Melakukan usaha preventif
h. Upaya untuk mengurangi bahaya akibat aliran lahar, yaitu dengan cara membuat tanggul
penangkis, tanggul–tanggul untuk mengurangi kecepatan lahar, serta mengurangi
volume air di kawah (Kelud, Galunggung).

133
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Gambar 6.7 : Contoh Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi hasil penafsiran citra satelit
6.4 Bahaya Gempabumi
6.4.1. Pendahuluan
134
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Gempabumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang
terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi. Gempabumi dapat
didefinisikan sebagai rambatan gelombang pada masa batuan / tanah yang berasal dari hasil
pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam bumi. Sumber energi yang dilepaskan dapat
berasal dari hasil tumbukan lempeng, letusan gunungapi, atau longsoran masa batuan / tanah.
Hampir seluruh kejadian gempa berkaitan dengan suatu patahan, yaitu satu tahapan deformasi
batuan atau aktivitas tektonik dan dikenal sebagai gempa tektonik.

Sebaran pusat-pusat gempa (epicenter) di dunia tersebar di sepanjang batas-batas lempeng


(divergent, convergent, maupun transform), oleh karena itu terjadinya gempabumi sangat
berkaitan dengan teori Tektonik Lempeng. Sebagaimana diuraikan diatas bahwa penyebaran
pusat-pusat gempabumi sangat erat kaitannya dengan batas-batas lempeng. Pola penyebaran
pusat gempa di dunia yang berimpit dengan batas-batas lempeng. Disamping gempa tektonik,
kita mengenal juga gempa minor yang disebabkan oleh longsoran tanah, letusan gunungapi, dan
aktivitas manusia. Gempa minor umumnya hanya dirasakan secara lokal dan getarannya sendiri
tidak menyebabkan kerusakan yang signifikan atau kerugian harta benda maupun jiwa manusia.
Adapun mekanisme terjadinya gempabumi dapat dijelaskan seperti yang diilustrasikan pada
gambar 6.8.

Dalam gambar bagian atas mengilustrasikan gambar permukaan bumi yang berada pada suatu
jalur patahan aktif dengan beberapa bangunan rumah sebelum terjadi gempa. Pada kondisi ini
batuan berada dalam keadaan tegang (strained). Gambar bagian tengah menjelaskan saat
terjadi pergeseran disepanjang jalur patahan yang diakibatkan oleh gaya yang bekerja dengan
arah yang berlawanan dan energi yang terhimpun di dalam masa batuan akan dilepas dan
merambat kesegala arah sebagai gelombang longitudinal (gelombang P) dan gelombang
transversal (gelombang S). Rambatan gelombang yang menjalar didalam batuan inilah yang
menghancurkan bangunan bangunan yang ada disekitarnya. Gambar bagian bawah
mengilustrasikan kondisi setelah terjadi gempa dimana batuan kembali berada pada keadaan
seperti semula.

6.4.2. Intensitas dan magnitude gempabumi

Intensitas dan magnitude gempa yang terjadi di permukaan bumi dapat diketahui melalui alat
seismograf, yaitu suatu alat pencatat getaran seismik yang sangat peka yang ditempatkan
diberbagai lokasi di bumi. Alat seismograf akan mencatat setiap getaran seismik yang sampai ke
alat tersebut. Pada gambar 6.10 diperlihatkan bagaimana alat seismograf mencatat gelombang
seismik melaui suatu bandul yang digantung pada pegas dan dilengkapi dengan jarum pena
sebagai alat pencatat getaran seismik diatas kertas yang ada pada tabung silinder yang
berputar.

Pusat gempa dapat diketahui dengan cara menghitung selisih waktu tiba dari gelombang P dan
gelombang S, sedangkan untuk mengetahui lokasi dari epicenter gempa melalui perpotongan 3
lokasi alat seismograf yang mencatat getaran seismik tersebut (gambar 6.11). Untuk menetukan
magnitute gempa didasarkan atas besarnya amplitudo gelombang seismik yang tercatat pada
alat seismograf. Skala Richter adalah satuan yang dipakai untuk mengukur besarnya magnitute
gempa. Satuan besaran gempa berdasarkan satuan skala Richter adalah 1 hingga 10. Satuan
intensitas dan magnitute gempabumi dapat juga diukur berdasarkan dampak kerusakan yang
ditimbulkan oleh getaran gelombang seismik dan satuan ini dikenal dengan satuan Intensitas
Modifikasi Mercalli (MMI), nilai satuan ini berkisar dari 1 s/d 12 (lihat Tabel 6.1).

135
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Gambar 6.8 Urut-urutan proses terjadinya gempabumi

Tabel 6 -1 Skala Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI)

Skala MMI DAMPAK KERUSAKAN

Tidak dirasakan oleh kebanyakan orang, hanya beberapa orang dapat


I merasakan dalam situasi tertentu.
Dapat dirasakan oleh beberapa orang yang sedang diam/istirahat. Dapat
II memindahkan dan menjatuhkan benda-benda.
Dirasakan oleh sedikit orang, terutama yang berada di dalam rumah,
III seperti getaran yang berasal dari kendaraan berat yang melintas di dekat
rumah.
Dirasakan oleh banyak orang, beberapa orang terbangun disaat tidur, Piring
IV dan jendela bergetar. Dapat mendengar suara-suara yang berasal dari
pecahan barang pecah belah..
Dirasakan oleh setiap orang yang saling berdekatan. Banyak orang
V terbangun disaat tidur. Terjadi retakan pada dinding tembok. Barang-
barang terbalik dan pohon-pohon megalami kerusakan.
Dirasakan oleh satiap orang, terjadi runtuhan tembok dan terjadi kerusakan
VI pada menara / tugu.
Setiap orang berlarian keluar rumah, Bangunan berstruktur buruk
VII mengalami kerusakan. Dapat dirasakan oleh orang-orang yang berada di
dalam kendaraan.
Runtuhnya bangunan yang berstruktur buruk, Tiang dan menara, dinding
VIII runtuh . Tersemburnya pasir dan Lumpur dari dalam tanah.
Kerusakan pada bangunan berstruktur tertentu, sebagian runtuh Gedung-
IX gedung tergeser dari fondasinya,. Tanah mengalami retakan dan pipa –
pipa mengalami pecah.
Hampir semua bangunan berstruktur beton dan kayu rusak. Tanah retak
X retak, jalan kereta api bengkok, pipa-pipa pecah.
Beberapa struktur bangunan beton tersisa. Terjadi retakan yang panjang di
XI permukaan tanah. Pipa terpotong dan terjadi longsoran tanah dan rel kereta
api terputus.
Kerusakan total. Gelombang permukaan tanah dapat teramati dan benda-
XII benda terlempar ke uadara.

6.4.3 Dampak bencana gempabumi


136
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa rambatan gelombang seismik yang berasal dari
energi yang dilepaskan dari hasil pergerakan lempeng dapat menimbulkan bencana. Bencana
yang disebabkan oleh gempabumi dapat berupa rekahan tanah (ground rupture), getaran tanah
(ground shaking), gerakan tanah (mass-movement), kebakaran (fire), perubahan aliran air
(drainage changes), gelombang pasang/tsunami, dsb.nya. Gelombang gempa yang merambat
pada masa batuan, tanah, ataupun air dapat menyebabkan bangunan gedung dan jaringan
jalan, air minum, telepon, listrik, dan gas menjadi rusak. Tingkat kerusakan sangat ditentukan
oleh besarnya magnitute dan intensitas serta waktu dan lokasi epicenter gempa.

Gambar 6.9 Gelombang P (Primer) sebagai gelombang kompresi yang mampu


merubah volume batuan dan gelombang S (Sekunder) sebagai
gelombang “Shear” yang mampu merubah bentuk.

TABUNG
PENCATAT
YANG
BERPUTAR

BANDUL

TANAH TANAH
BERGERAK BERGERAK
KEBAWAH KEATAS

Gambar 6.10 Alat seismograf yang mencatat arah gerakan gempabumi oleh jarum
seismograf pada kertas yang berada dipermukaan silinder

Gambar 6.12 memperlihatkan satu contoh gempabumi yang disebabkan oleh pergeseran
lempeng bumi yang terjadi di wilayah barat pantai Amerika, yaitu wilayah yang dilalui oleh
patahan yang sangat panjang yang dikenal dengan sesar “San Andreas”. Patahan ini memajang
dari tenggara ke arah baratlaut melalui kota San Fransisco. Sesar San Andreas dikenal sebagai
sesar yang sangat aktif yang merupakan batas lempeng jenis transform/strike slip fault
antara lempeng benua Amerika Utara dengan lempeng Samudra Atlantik (gambar 6.12).

137
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Pergeseran antara kedua kedua lempeng ini dikenal sebagai pusat-pusat epicenter gempa.
Gambar 6.12a memperlihatkan bagian dari patahan yang bergeser akibat dari pergerakan
lempeng ditunjukkan oleh pergeseran dari arah aliran sungai. Gambar 6.12b memperlihatkan
salah satu dampak dari gempa, yaitu konstruksi jalan layang (highway) yang mengalami
kerusakan yang terjadi di wilayah San Fransisco, USA. dengan epicenter gempa berada di jalur
patahan San Andreas.

TABUNG
PENCATAT YANG
BERPUTAR

Gambar 6.11 Penentuan lokasi epicenter gempa didasarkan atas selisih waktu tiba
dari gelombang P dan gelombang S yang tercatat pada alat seismograf
(gambar kiri) dan epicenter gempa yang ditentukan berdasarkan
perpotongan dari 3 lokasi alat seismograf yang mencatat kejadian
gempabumi (gambar kanan).
.

Gambar 6.12 Gambar atas memperlihatkan patahan San Andreas dengan arah
pergerakan relatif (tanda panah), Gambar bawah adalah jalan
highway yang rusak oleh gempa San Fransisco akibat dari pergerakan
kulit bumi yaitu patahan San Andreas.

1. Rekahan / patahan di permukaan bumi (Ground rupture)


138
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Gambar 6.13 Gempa Alaska tahun 1964 yang menyebabkan


wilayah seluas 260.000 km 2 mengalami ground rupture
setinggi 2 – 16 meter

Pada umumnya gempabumi seringkali berdampak


pada rekah dan patahnya permukaan bumi yang
secara regional dikenal sebagai deformasi kerakbumi.
Deformasi kerakbumi dapat mengakibatkan
permukaan daratan rekah dan terpatahkan hingga
mencapai areal yang sangat luas. Salah satu bukti
nyata terjadinya ground rupture adalah gempa yang
terjadi pada Februari, 1976 dimana areal seluas
12.000 km2 yang terletak di jalur patahan San
Andreas, 65 km di sebelah utara kota Los Angeles
mengalami pegangkatan (uplifted) oleh pergeseran
sesar San Andreas. Contoh lain dari deformasi
kerakbumi adalah gempabumi yang terjadi pada tahun 1964 di Alaska yang menghasilkan suatu
rekahan dan patahan serta deformasi batuan dimana daerah seluas 260.000 km2 terdiri dari
dataran pantai dan dasar laut secara lokal terangkat setinggi 2 meter dan secara regional
mencapai 16 meter (gambar 6.13). Rekahan dan patahan yang terjadi di permukaan bumi dapat
berdampak pada bangunan-bangunan, jalan dan jembatan, pipa air minum, pipa listrik, saluran
telepon, serta prasarana lainnya yang ada di daerah tersebut.

2. Getaran / guncangan permukaan tanah (Ground shaking)

Bencana gempa yang secara langsung terasa dan berdampak sangat serius adalah runtuhnya
bangunan-bangunan yang disebabkan oleh getaran/guncangan gempa yang merambat pada
media batuan/tanah. Pada umumnya bangunan-bangunan yang berada diatas lapisan batuan
yang padat (firm) dampaknya tidak terlalu parah bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan
yang berada diatas batuan sedimen jenuh. Gambar 6.14 menunjukkan bangunan yang roboh
akibat goncangan gempa di Kobe, Jepang tahun 1995 (gambar kiri) dan di Mexico city tahun
1985 (gambar kanan). Contoh kasus dari getaran gempa yang merusak kota San Francisco pada
tahun 1906 adalah gempa yang epicenter-nya berada di sepanjang jalur patahan (sesar) San
Andreas dan bagian dari segmen lepas pantai yang terletak disisi luar Golden Gate merupakan
segmen yang bertanggung jawab terhadap kerusakan kota San Francisco.

Gambar 6.14 Dampak dari getaran gempa (ground shaking) yang mengakibatkan
runtuhnya bangunan. Tampak dalam gambar bangunan di Mexico
city yang diakibatkan oleh gempabumi tahun 1985.
3. Longsoran Tanah (Mass Movement)

139
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Gambar 6.15 Gempa California tahun 1995 yang menyebabkan longsoran


tanah / mass-movement.

Berbagai jenis luncuran dan longsoran tanah umumnya


dapat terjadi bersamaan dengan terjadinya gempa.
Hampir semua longsoran tanah dapat terjadi pada radius
40 km dari pusat gempa (epicenter) dan untuk gempa
yang sangat besar dapat mencapai radius 160 km dan
salah satu contoh adalah gempabumi Alaska tahun 1964
yang memicu terjadinya longsoran-longsoran tanah yang
terletak jauh dari epicenter gempa. Pada dasarnya
getaran gempa lebih bersifat sebagai pemicu terjadinya
longsoran atau gerakan tanah. Dalam hal ini gempa
bersifat meng-induksi terjadinya gerakan tanah,
sedangkan longsoran dan gerakan tanah baru akan
terjadi apabila daya ikat antar butiran lemah, kejenuhan
batuan/sedimen, porositas dan permiabilitas batuan/tanah
tinggi.

4. Kebakaran

Kerusakan yang utama dan sering terjadi pada saat terjadinya gempabumi adalah bahaya
kebakaran. Hampir sembilan puluh persen kerusakan yang terjadi di kota San Francisco pada
tahun 1906 adalah disebabkan oleh kebakaran yang berasal dari material bahan bangunan yang
mudah terbakar, kerusakan peralatan yang berkaitan dengan listrik serta pecah dan patahnya
saluran pipa gas, listrik, dan air. Pada umumnya gempa meng-induksi api yang berasal dari
putusnya saluran listrik, gas, dan pembangkit listrik yang sedang beroperasi yang pada akhirnya
menyebabkan kebakaran.

5. Perubahan Pengaliran (Drainage Modifications)

Terbentuknya danau yang cukup luas akibat amblesnya (subsidence) permukaan daratan
seperti dataran banjir (floodplain), delta, rawa, yang diakibatkan oleh gempabumi merupakan
suatu permasalahan yang cukup serius. Perubahan pengaliran akibat penurunan permukaan
daratan yang disebabkan oleh gempa memungkinkan terbentuknya danau–danau buatan dan
reservoir baru serta rusaknya bendungan. Contoh kasus terjadinya perubahan pengaliran
(drainage) adalah gempa yang terjadi pada tahun 1971 di San Fernando, California telah
menyebabkan hancurnya bendungan Van Norman Dam, sedangkan gempa Alaska yang terjadi
pada tahun 1864 meruntuhkan 2 Bendungan tipe earth-fill yang berada di selatan kota
Anchorage. Kedua bendungan tersebut dilalui oleh suatu rekahan dan patahan yang memotong
badan bendungan dan telah merubah pengaliran (drainase) yang ada di wilayah tersebut.

6. Perubahan Air Bawah Tanah (Ground Water Modifications)

Regim air bawah tanah dapat mengalami perubahan oleh perpindahan yang disebabkan oleh
sesar atau oleh goncangan. Contoh kasus dari perubahan air bawah tanah adalah gempa yang
terjadi disepanjang suatu patahan yang mengakibatkan terjadinya offset batuan di kedua sisi
permukaan tanah dan aliran air bawah tanah di wilayah Santa Clara County, California, yaitu
suatu wilayah yang terletak di bagian selatan teluk San Francisco. Dalam kasus ini kipas aluvial
yang sangat luas yang terletak di Alameda Creek mengalami offset/perpindahan sejauh 2 km ke
arah barat perbukitan. Gawir yang terbentuk oleh sesar setinggi 8 meter menutup saluran-
saluran sungai yang menuju ke teluk San Francisco sehingga membentuk kolam-kolam yang

140
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

sangat luas. Patahan ini juga berimbas pada air yang berada dibawah tanah, offset yang terjadi
pada batuan yang berada di bawah tanah telah menyebabkan lapisan batuan yang permeabel
tertutup oleh lapisan batuan impermeabel sehingga mengakibatkan daerah yang berada diantara
gawir dan perbukitan mendapat air bawah tanah yang melimpah sebaliknya daerah yang lain
sedikit menerima air bawah tanah.

7. Tsunami

Tsunami adalah suatu pergeseran naik atau turun yang terjadi secara tiba-tiba pada dasar
samudra pada saat terjadi gempabumi bawah laut, kondisi ini akan menimbulkan gelombang
laut pasang yang sangat besar yang lazim disebut “tidal waves”. Istilah tsunami berasal dari
bahasa Jepang yang telah digunakan secara luas, baik untuk gelombang pasang (“tidal waves”)
maupun gelombang yang disebabkan oleh gempabumi atau yang lebih dikenal dengan istilah
“seismic sea waves”.

Mekanisme terjadinya tsunami (gambar 6. 16):


1) Diawali dengan terjadinya gempa yang disertai oleh pengangkatan sebagai akibat
kompresi.
2) Gelombang bergerak keluar ke segala arah dari daerah yang terangkat
3) Panjang gelombang berkurang tetapi tingginya meningkat saat mencapai bagian
yang dangkal, kemudian melaju ke arah darat dengan kecepatan +/-100 km/jam
setelah sebelumnya surut dulu untuk beberapa saat (gambar 6.17).

Gambar 6.16 Mekanisme terjadinya tsunami

141
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Gambar 6.17 Pergerakan kecepatan gelombang tsunami ke arah pantai / daratan

Gambar 6.18 Kecepatan dan waktu tempuh gelombang tsunami yang terjadi
oleh gempabumi tanggal 26 Desember 2004 dengan pusat
gempa di pesisir sebelah utara pulau Sumatra

142
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Gambar 6.19 Menunjukan tinggi gelombang tsunami yang terjadi oleh gempabumi
tanggal 26 Desember 2004 dengan pusat gempa di utara pantai pulau
Sumatra.

Gambar 6.20. Dampak bencana tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang melanda
Nangroe Aceh Darusalam (kiri) dan India (kanan).

6.4.4. Penanggulangan bencana gempabumi.

Bencana gempabumi merupakan bahaya geologi yang sampai saat ini belum dapat diprediksi,
para ahli gempa (seismologist) telah mencoba beberapa metoda untuk memprediksi
gempabumi, yaitu antara lain dengan cara:

a. Mengukur getaran-getaran mikro melalui alat seismograf dan dapat mengetahui


gelombang awal (frontschock) dari suatu gempa.
b. Megukur kedalaman air dan perubahan kedalam muka air tanah pada pada sumur-
sumur bor
c. Mengukur miringnya permukaan tanah.
143
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

d. Melakukan pengukuran kemagnetan (magnetisme) bumi


e. Pengukuran unsur-unsur radon di dalam sumur bor
f. Mengukur sifat-sifat konduktivitas listrik

Dari ke-enam cara yang telah dilakukan oleh para ahli seismologist ternyata tingkat
keberhasilannya sangat rendah. Usaha pencegahan terhadap bencana gempabumi sangat sulit
dan bahkan lebih sulit jika dibandingkan dengan memprediksi gempabumi. Pencegahan terhadap
gempabumi tidak mungkin dilakukan dan mungkin tidak bisa.

Mitigasi bencana geologi pada hakekatnya adalah mengurangi resiko bencana geologi terhadap
harta benda maupun jiwa manusia. Mitigasi merupakan suatu upaya kerjasama antara ahli-ahli
teknik dan para pembuat kebijakan dan menghasilkan peraturan peraturan pembangunan untuk
suatu wilayah yang rentan bahaya geologi. Usaha-usaha dalam penanggulangan bencana untuk
meminimalkan kerugian, baik kerugian harta benda ataupun jiwa manusia yang disebabkan oleh
gempabumi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain adalah:

1. Melakukan pemetaan penyebaran lokasi-lokasi gempa yang disajikan dalam bentuk Peta
Rawan Bencana Gempabumi / Seismik.
2. Membuat peraturan peraturan yang berkaitan dengan desain struktur bangunan tahan
gempa guna mencegah runtuhnya bangunan ketika terjadi gempa.
3. Tidak membangun bangunan di wilayah-wilayah yang rawan bencana gempa.
4. Menghindari lahan-lahan yang rawan gempa untuk areal pemukiman, dan aktivitas
manusia.
5. Melakukan penataan ruang baik yang berada di sekitar pantai ataupun di daratan guna
mencegah dan menghindari terjadinya korban jiwa dan harta serta dampak yang
mungkin timbul ketika bencana itu terjadi.
6. Memasang Sistem Peringatan Dini (Early Warning System).

6.5. Bencana Buatan


Bencana buatan adalah bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan dan aktivitas manusia itu
sendiri. Kegiatan pembangunan yang dilakukan manusia selain dapat menimbulkan dampak
positif, dapat pula menimbulkan dampak negatif dan membahayakan kehidupan manusia.
Keadaan yang membahayakan ini disebut sebagai bahaya buatan ( man made hazards).
Bencana buatan antara lain terwujud dan terpicu atau meningkatkan bahaya geologi serta
kerusakan lingkungan termasuk pencemaran (gambar 6.21).

Beberapa contoh bencana geologi buatan yang kemungkinan dapat ditimbulkan oleh kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan:

a. Tekanan yang besar terhadap sumberdaya air, terutama air tanah


b. Pencemaran air permukaan dan air tanah dari tempat pembuangan sampah, limbah
rumah tangga, limbah industri, dan limbah fasilitas perkotaan lainnya..
c. Perubahan bentangalam
d. Perubahan neraca air
e. Tekanan yang besar terhadap sumberdaya bahan bangunan
f. Amblesan dan perusakan air
g. Penyusupan (intrusi) air laut untuk daerah pantai
h. Longsoran dan erosi tanah di daerah perbukitan dan longsoran karena kurang tepatnya
pembangunan.

144
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Erosi muka lereng

Erosi air

Pencemaran
tanah dari
septik tank

Gambar 6.21 Bencana buatan yang disebabkan perubahan bentang


alam oleh aktivitas manusia dalam pemanfaatan lahan
pada tanah berlereng yang berakibat pada ketidak
stabilan lereng dan pencemaran air tanah karena
pembutan septik tank yang tidak memenuhi standar.

6.6 Kapan Suatu Bahaya Geologi Akan Berubah Menjadi


Bencana
Geologi

Untuk membangun sistem mitigasi bencana alam (geologi), pertama tama yang harus dilakukan
adalah mengkaji dan menganalisa bagaimana suatu bahaya geologi dapat berubah menjadi
bencana dan seberapa besar tingkat probabilitas daerah yang rentan bahaya geologi terkena
bencana geologi serta resiko apa saja yang mungkin terjadi apabila bencana geologi menimpa
daerah tersebut. Bahaya geologi akan berubah menjadi bencana geologi hanya jika bahaya
tersebut mengakibatkan korban jiwa atau kerugian harta benda.

Sebagai contoh jika suatu gempa yang sangat kuat terjadi di daerah yang tidak berpenghuni,
maka gempa tersebut boleh jadi hanya akan menjadi catatan statistik saja bagi para seismolog,
akan tetapi sebaliknya apabila gempa tersebut terjadi di kawasan yang penghuninya sangat
padat, seperti gempa yang terjadi di Bantul, Yogyakarta pada tahun 2006, walaupun kekuatan
gempanya tidak begitu besar namun menyebabkan kerusakan yang sangat luas serta menelan
korban jiwa yang tidak sedikit. Pertanyaannya selanjutnya adalah mengapa hal ini dapat terjadi ?
Jawabannya adalah karena hampir semua bangunan yang ada di wilayah tersebut tidak
dirancang sebagai bangunan tahan gempa, sehingga ketika terjadi gempa, bangunan-bangunan
tersebut runtuh yang mengakibatkan banyak penghuninya menemui ajalnya terkena oleh
reruntuhan rumahnya. Oleh karena itu diperlukan suatu standarisasi bangunan tahan gempa,
terutama untuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah wilayah yang rentan terkena
bahaya gempabumi, sehingga dapat menyelamatkan penghuninya ketika terjadi gempabumi.
Penerapan strategi pengelolaan resiko bencana berbasis masyarakat saat ini sudah mulai
diterapkan dan program ini didukung oleh pemerintah, baik dukungan yang berupa bantuan

145
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

keuangan dan pembangunan kembali rumah rumah yang rusak melalui standarisasi bangunan
tahan gempa.

Bahaya geologi yang berada di muka bumi pada hakekatnya merupakan hasil dari proses-proses
geologi, baik yang bersifat endogenik maupun eksogenik dimana proses proses tersebut tidak
bisa dikendalikan oleh manusia. Dalam beberapa kasus, tingkat kerusakan relatif terhadap
jumlah korban dan kerugian harta benda dapat dipakai sebagai pembanding antara skala
bencana dan resiko bencana yang terjadi di suatu wilayah. Manusia dapat juga menjadi faktor
penyebab yang merubah bahaya geologi menjadi bencana geologi serta menjadi faktor penentu
dari tingkat kerusakan suatu bencana, seperti misalnya pertumbuhan penduduk yang tinggi,
kemiskinan, degradasi lingkungan, dan kurangnya informasi. Meskipun ke-empat faktor tersebut
dianggap sebagai faktor yang saling berpengaruh satu dan lainnya serta ke-empat faktor
tersebut sulit dipisahkan mana yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat kerusakan
suatu bencana.

Kerentanan terhadap bencana geologi di suatu wilayah akan semakin besar seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk dan menjadi salah satu faktor utama dari penyebab
bencana geologi. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi secara langsung akan berdampak
pada tingginya tingkat pembangunan infrastruktur. Apabila tidak ada upaya upaya untuk
mencegah bahaya geologi yang mungkin terjadi, maka apabila bencana geologi benar-benar
terjadi di kawasan tersebut maka sudah barang tentu akan memakan korban serta kerugian
harta benda yang tinggi pula. Dibeberapa kawasan yang konsentrasi penduduknya tinggi,
meskipun sudah menpunyai sistem peringatan dini untuk suatu bahaya geologi tertentu, namun
untuk menyebarkan informasi dan peringatan ke setiap orang di seluruh kawasan tersebut tidak
dimungkinkan, sehingga sangat memungkinkan setiap orang bertindak dan merespon suatu
peringatan bahaya sesuai dengan persepsinya masing-masing. Dan hal ini akan menimbulkan
kepanikan dan kekacauan di masyarakat yang pada akhirnya dapat menimbulkan korban jiwa
yang lebih besar.

6.7 Pengelolaan Resiko Bencana (Disaster Risk


Management)
Pengelolaan resiko bencana pada dasarnya adalah suatu upaya yang ditujukan untuk
meminimalkan resiko yang mungkin terjadi serta melakukan upaya-upaya pencegahan (mitigasi)
di wilayah yang rentan terkena bencana. Pengelolaan resiko bencana merupakan istilah yang
umum dipakai dalam penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi bencana, dan persiapan
menghadapi bencana.

Beberapa istilah yang sering dipakai dalam pembahasan pengelolaan resiko bencana antara lain
adalah Bahaya (Hazard), Bencana (Disaster), Kerentanan (Vulnerability), Resiko Bencana
(Disaster Risk), Penilaian Resiko / Analisa Resiko (Risk Assessment/Risk Analysis), Pencegahan
Bencana dan Mitigasi (Disaster Prevention and Mitigation), Kewaspadaan Terhadap Bencana
(Disaster Preparedness). Adapun pengertian dari istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut :

Bahaya (Hazard) adalah suatu ancaman yang berasal dari peristiwa alam yang bersifat
ekstrim yang dapat berakibat buruk atau keadaan yang tidak menyenangkan. Tingkat
ancaman ditentukan oleh probabilitas dari lamanya waktu kejadian (periode waktu), tempat
(lokasi), dan sifatnya saat peristiwa itu terjadi. Bahaya alam (Natural hazard) adalah
probabilitas potensi kerusakan yang mungkin terjadi dari fenomena alam di suatu area /
wilayah.

Bencana (Disaster) merupakan fungsi dari kondisi yang tidak normal yang terjadi pada
masyarakat dan mempunyai kecenderungan kehilangan kehidupannya, harta benda dan
146
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

lingkungan sumberdayanya, serta kondisi dimana masyarakat tidak mempunyai kemampuan


untuk keluar dari dampak / akibat yang ditimbulkannya.

Kerentanan/kerawanan (Vulnerability) dapat diartikan sebagai ketidakmampuan


menangkal /menahan dampak dari kejadian/peristiwa alam yang berasal dari luar atau
kecenderungan dari sekumpulan masyarakat terkena atau mengalami kerusakan,
masalah dan sebab akibat sebagai hasil dari suatu bahaya.

Resiko Bencana (Disaster Risk) adalah tingkat kerusakan dan kerugian yang sudah
diperhitungkan dari suatu kejadian atau peristiwa alam. Resiko Bencana ditentukan atas
dasar perkalian antara faktor bahaya dan faktor kerentanannya. Yang termasuk bahaya disini
adalah probabilitas dan besaran yang dapat diantisipasi pada peristiwa alam; sedangkan
kerentanan/kerawanan dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, sosial budaya dan geografis.
Berikut ini adalah rumusan yang dipakai secara luas untuk menghitung resiko bencana yang
merupakan perkalian 2 faktor, yaitu :

Resiko (Risk) = Bahaya (Hazard) x Kerentanan (Vulnerability)

Pengelolaan resiko bencana (Disaster risk management) secara teknis terdiri dari tindakan
(program, proyek dan atau prosedur) serta pengadaan peralatan yang dipersiapkan untuk
menghadapi dampak atau akibat dari suatu bencana sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, yaitu untuk mengurangi resiko bencana yang ditimbulkannya. Secara
operasional, pengelolaan resiko bencana adalah kegiatan yang terdiri dari penilaian resiko,
pencegahan bencana, mitigasi dan waspada bencana.

Penilaian Resiko atau Analisa Resiko adalah survei yang dilakukan terhadap bahaya yang
baru terjadi yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang ekstrim seperti yang terjadi
juga pada kerentanan lokal dari populasi yang didasari atas kehidupan untuk memastikan
resiko tertentu di wilayah. Berdasarkan informasi ini resiko bencana dapat dikurangi .

Kapasitas adalah kebijakan dan sistem kelembagaan yang dimiliki oleh pemerintah pusat
maupun daerah dalam upaya mengurangi potensi kerusakan akibat bencana serta
mengurangi kerentanan terhadap bencana.

Bencana alam yang disebabkan oleh gempabumi, angin topan, banjir, tanah longsor dan
kekeringan seringkali mengingatkan pada kita tentang bencana akan benar-benar
terjadi. Resiko bencana sebagai hasil dari frekuensi dan kondisi yang rentan dapat
berubah menjadi suatu bencana. Resiko bencana adalah hasil dari tingkat kejadian,
intensitas bahaya dan sistem kehidupan yang sangat rentan. Peran dari sistem sosial
dalam arti kepedulian masyarakat dan sistem pengelolaan memungkinkan merubah sifat
kerentanan terhadap bahaya dan mengurangi tingkat kerawanan melalui intervensi yang
sistematik.

Pencegahan Bencana dan Mitigasi

Adalah aktivitas / kegiatan dalam rangka mencegah dan memitigasi dampak yang sangat
buruk dari peristiwa alam yang sangat ekstrim yang dilakukan untuk periode jangka
menengah dan jangka panjang. Dari sudut pandang politik, hukum, administrasi, dan
infrastruktur, pencegahan bencana merupakan salah satu ukuran untuk menyatakan
kondisi /situasi bahaya dan disisi lain melibatkan gaya hidup dan karakter dari
penduduk/masyarakat yang tinggal di daerah yang rentan untuk dapat mengurangi
resiko bencana yang mungkin dapat menimpanya.

147
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Kewaspadaan Terhadap Bencana

Kewaspadaan terhadap bencana adalah suatu ukuran yang mencakup kegiatan evakuasi
yang dapat dilakukan secara cepat dan efektif dalam usaha penyelamatan nyawa
manusia, mitigasi terhadap hilang dan rusaknya harta benda serta penyediaan bantuan
darurat. Kewaspadaan terhadap bencana dalam arti yang lebih luas adalah suatu usaha
dalam menyediakan sistem peringatan dini, kemampuan dalam meng-koordinasi dan
meng-operasikan, perencanaan kondisi darurat, menyalurkan bantuan dalam keadaan
darurat dan pelatihan.

6.7.1 Kegiatan Pengelolaan Resiko Bencana

1. Penilaian Resiko

a. Melakukan pendataan bencana yang pernah terjadi dimasa lalu termasuk pendataan
terhadap kejadian/peristiwa bencana yang besar yang pernah terjadi
b. Mengkaji secara terukur bencana yang disebabkan oleh hidro-meteorologi dan geologi,
termasuk penyebab bencana
c. Mendata jumlah penduduk (populasi penduduk) yang berada di areal yang beresiko
tinggi terkena bencana atau areal yang paling bahaya.
d. Melakukan persiapan dan memperbaharui (updating) peta-peta bencana dan area yang
sangat berbahaya.

2. Pencegahan dan Mitigasi Bencana

a. Menetapkan dan memperkuat pembangunan regional dan perencanaan tataguna lahan,


perencanaan pengawasan bangunan yang sesuai dengan zonasi bahaya dan peraturan
bangunan.
b. Melaksanakan pelatihan bagi masyarakat dan perwaklian kelembagaan
c. Membangun dan meningkatkan kemampuan pengelolaan resiko bencana di tingkat lokal
dan nasional
d. Pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (seperti misalnya pengelolaan Daerah
Aliran Sungai), meningkatkan infrastruktur (bendungan, saluran air, bangunan yang
mampu menahan suatu bencana).

3. Kesiapan Menghadapi Bencana

a. Partisipasi dan kesadaran terhadap pentingnya rencana tanggap darurat


b. Mempersiapkan infrastruktur (akomodasi saat kondisi darurat,
c. Melakukan latihan secara teratur dalam menghadapi situasi darurat
d. Membangun dan atau meningkatkan kemampuan dalam kesiapan menghadapi bencana,
baik di tingkat lokal maupun nasional dan pelayanan penyelamatan
e. Koordinasi dan perencanaan operasional
f. Sistem Peringatan Dini :
1) Menyiapkan dan meng-operasikan sistem komunikasi
2) Menempatkan peralatan teknis di tempat yang aman
3) Melakukan pelatihan tenaga penyelamat

4. Pengelolaan resiko bencana sebagai bagian dari rehabilitasi dan rekontruksi

a. Melakukan penilaian resiko bencana

148
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

b. Melakukan penilaian infrastruktur, seperti kontruksi banguan tahan gempa, kontruksi


bangunan tahan banjir, skema pembangunan, selter tempat pengungsian, dsb
c. Membentuk kelembagaan, seperti peran serta masyarakat dan meningkatkan kerjasama
diantara individu-individu
d. Membentuk organisasi, untuk memperkuat kapabilitas lokal
e. Mengembangkan dan memperkenalkan ukuran-ukuran pencegahan dimasa mendatang
(seperti pengelolaan DAS, konservasi sumberdaya alam, skema pencegahan banjir)

5. Peran pengelolaan resiko bencana dalam sektor kerjasama pembangunan

 Kebutuhan pencegahan harus di-integrasikan kedalam sektor pembangunan, hal ini akan
membantu pada peningkatan pengelolaan resiko bencana, terutama pada sektor-sektor
yang terkait, termasuk desentralisasi dan atau pembangunan masyarakat, pembangunan
desa, pencegahan lingkungan dan konservasi sumberdaya alam, perumahan, kesehatan
dan pendidikan.

6.7.2 Pendekatan Multi Sektoral

1. Meningkatkan kewaspadaaan

a. Dukungan keuangan untuk meningkatkan kewaspadaan, dinilai berdasarkan hubungan


antara biaya yang diinvestasikan dengan keuntungan yang akan diperoleh dalam
pengeloalaan resiko bencana.
b. Meningkatkan kewaspadaan diantara penduduk/masyarakat yang bermukim di areal
yang beresiko tinggi terkena bencana dan dikawasan yang rentan serta mendapat
prioritas utama dalam memperoleh pelatihan untuk mengelola resiko bencana.
c. Meng-implementasikan sistem peringatan dini
d. Partisipasi antara masyarakat, pemerintah kota dan lembaga-lembaga lainnya dalam
pengelolaan resiko bencana.

2. Penguatan kemampuan pengelolaan resiko bencana di tingkat daerah (lokal)

Efektifitas pengelolaan resiko bencana adalah memantapkan dan atau penguatan sistem di
tingkat daerah/lokal yang berupa kegiatan seperti yang ada dalam daftar diatas dari
keseluruhan sistem nasional, memobilisasi semua yang mungkin dilakukan oleh para relavan
dibidang sosial dan politik, baik ditingkat lokal dan perkotaan serta bertanggungjawab atas
apa yang dilakukan.

6.8 Pengurangan Resiko Bencana (Disaster Risk


Reduction)
Indonesia merupakan salah satu negara yang sering dilanda bencana. Lebih dari 4 tahun
terakhir Indonesia mengalami serangkaian bencana alam yang menewaskan manusia dan
mempengaruhi
perekonomian negeri ini. Bencana ini termasuk tsunami Aceh pada Desember 2004, Gempa Nias
di Maret 2005, Gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah di Mei 2005 dan gempa serta tsunami di
Jawa Barat pada bulan Juli 2006. Indonesia juga berpotensi tinggi terhadap gunung meletus
dengan 128 gunung api aktif (31 di antaranya dalam pemantauan) dari 600 gunung berapi di
seluruh khatulistiwa. Bencana-bencana ini memberikan dampak besar terhadap perekonomian
negara, kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami diperkirakan sebesar 4 juta Dolar AS dan
gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah sebesar 3 juta Dolar AS. Bencana alam mengancam

149
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

pembangunan manusia di Indonesia dan mengakibatkan rusaknya pencapaian kesejahteraan


nasional.

Upaya untuk melindungi dan mempersiapkan masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang
sering dilanda bencana, serta upaya untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah dalam
menaggapi keadaan darurat, dapat membantu mengurangi resiko secara signifikan bila terjadi
bencana serta mendorong masyarakat untuk menerapkan budaya aman. Untuk meningkatkan
ketahanan nasional dan daerah dalam mengurangi resiko bencana dan membantu peralihan dari
budaya tanggap dan meminta bantuan menjadi budaya mengurangi resiko bencana yang
komprehensif dan terintegrasi dalam fungsi utama pemerintah di seluruh tingkat serta di sektor
swasta dan Organisasi-organisasi Masyarakat Madani:

a) menyediakan saran kebijakan dan peningkatan kapasitas untuk mengurangi dan


mengelola resiko bencana ke dalam kerangka kebijakan, hukum, regulasi dan
perencanaan;
b) meningkatkan kapasitas dalam mempersiapkan diri menghadapi situasi darurat dan
sistem tanggap di tingkat nasional, provinsi dan daerah; dan
c) membantu penanganan resiko bencana berdasarkan kemasyarakatan.

Untuk membantu meningkatkan peraturan yang terkait dengan upaya untuk mengurangi resiko
bencana di Indonesia, perlu penyediaan petunjuk strategis dan saran kebijakan untuk
perumusan RUU dan regulasi penanggulangan bencana. RUU ini telah disahkan pada tahun
2007. Meningkatkan kapasitas pemerintah pusat maupun daerah untuk menyiapkan dan
mengelola bencana dan pemulihan selanjutnya adalah penting pada negara yang mudah terkena
bencana dan pemerintahan terpusat seperti Indonesia. Kapasitas pengurangan resiko bencana
dan penanganan memerlukan pengetahuan, sistem, informasi, perangkat dan sumberdaya yang
diperlukan dalam merespon bencana.
Kapasitas yang efektif dalam menurunkan resiko bencana memerlukan pengurangan resiko
bencana yang terintegrasi ke dalam perencnaan dan anggaran nasional di tingkat nasional,
propinsi dan kabupaten. Perumusan dan penyebaran Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan
Resiko Bencana (DRR) dan rencana aksi DRR di tingkat regional. Perencanaan menjadi penting
untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah dalam mengurangi dampak bencana, mengelola
bahaya bencana dan menurunkan resiko bencana ke dalam pengembangan perencanaan dan
anggaran. Untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah perlu adanya perencanaan Sistem
Informasi Resiko Bencana yang membantu mengadakan informasi yang relevan sehubungan
dengan pengurangan, pencegahan, dan penanggulangan bencana.

6.9 Rencana Tindak Mengurangi Resiko Bencana (Action Plan For


Disaster Risk Reduction)

Usaha usaha untuk mengurangi resiko bencana di Indonesia telah diatur dan disusun dalam
suatu kerangka kerja yang implementasinya menfokuskan pada beberapa kegiatan yang menjadi
kunci dalam menanggulangi resiko bencana. Beberapa prioritas diantaranya harus
diimplementasikan dalam rencana kegiatan operasionalnya.

6.9.1. Prioritas

Inisiatif untuk mengurangi resiko bencana di Indonesia terutama diprioritaskan pada


keberlanjutan dan partisipasi seluruh stakeholder. Perlu adanya komitmen yang kuat dalam
memilih prioritas serta tindakan tindakan yang akan diambil menjadi ciri dalam usaha ini.
Prioritas prioritas tersebut diperlukan sebagai dasar yang terintegrasi dalam implementasi
program pengurangan resiko bencana yang berkelanjutan yang sejalan dengan usaha usaha
yang sudah dilaksanakan pada tingkat internasional.

150
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Ada 5 prioritas kunci yang yang harus diperhatikan dalam mengurangi resiko bencana, yaitu :

1) Memastikan bahwa pengurangan resiko bencana merupakan prioritas nasional dan


daerah, oleh karenanya diperlukan suatu kelembagaan yang kuat yang menjadi dasar
dalam implementasinya.
2) Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan identifikasi, penilaian dan pengawasan resiko
bencana dan peningkatan terhadap peringatan dini.
3) Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun suatu budaya
yang aman dan fleksibel untuk semua tingkatan.
4) Mengurangi faktor faktor penyebab resiko bencana.
5) Meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana disetiap tingkat dan mampu bertindak
secara efektif.

6.9.2 Rencana Tindak (Action Plan)

Cermin dari perubahan paradigma pencegahan dimasa depan adalah sebagai bagian dalam
memenuhi persyaratan dasar hak asasi manusia, pengurangan resiko bencana diperlukan ciri-ciri
sebagai berikut:
a) Mengakui bahwa hak azasi merupakan suatu kehormatan hidup dan kehidupan setiap
manusia, oleh karenanya pemerintah bertanggungjawab dalam memberi perlindungan
terhadap bencana, terutama menghindari dengan tanpa membuat resiko pada proses
perbaikan.
b) Mengurangi faktor-faktor resiko bencana dari praktek pembangunan yang tidak
berkelanjutan adalah suatu hal yang lebih buruk dari dampak perubahan iklim.
c) Agar supaya kepercayaan dapat diraih, maka resiko dan atau bencana yang berdampak
pada masyarakat serta kepekaan pada gender, partisipasi, kesetaraan dan perspektif
hukum harus ditingkatkan.

Berikut adalah aktivitas / kegiatan yang menjadi kunci dan harus ditingkatkan sebagai bagian
dari implementasi Rencana Tindak Nasional dalam mengurangi resiko bencana:

1. Memastikan bahwa pengurangan resiko bencana harus menjadi prioritas


utama bagi pemerintah pusat maupun daerah yang diimplementasikan dalam
suatu kelembagaan yang kuat untuk melakukan kegiatan sebagai berikut:

1) Kelembagaan Nasional dan Kerangka Hukum


a) Mendukung pembentukan dan penguatan mekanisme pengurangan resiko
bencana tingkat nasional secara terpadu.
b) Mengurangi resiko secara terpadu melalui kebijakan pembangunan dan
perencanaan, termasuk strategi mengurangi kemiskinan.
c) Bila perlu mengadopsi atau memodifikasi undang-undang guna mendukung
pengurangan resiko bencana, termasuk didalamnya mekanisme serta peraturan
peraturan yang memperkuat dan memberi insentif kepada pihak pihak yang
mensosialisasikan kegiatan mitigasi dan pengurangan resiko.
d) Menyadarkan betapa pentingnya penanganan resiko bencana serta
tanggungjawab masyarakat yang terdesentralisasi untuk mengurangi resiko
bencana, terutama dalam hal kewenangan daerah atau propinsi.

2). Sumberdaya
a) Akses kepada sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan dalam
mengurangi resiko bencana dan kemampuan dalam pengembangan dan

151
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

perencanaan serta membuat program program dalam menyatukan kondisi saat


ini dan kebutuhan dimasa yang akan datang.
b) Mempersiapkan dan menyediakan sumberdaya untuk pengembangan dan
implementasi dari kebijakan pengelolaan resiko bencana, program-program,
hukum dan peraturan yang berhubungan dengan pengurangan resiko bencana.
c) Pemerintah berkewajiban memperlihatkan kemauan politik yang kuat yang
dibutuhkan untuk mensosialisasikan dan memadukan pengurangan resiko
bencana kedalam program program pembangunan.

3). Partisipasi Masyarakat


Secara sistimatik melibatkan peran masyarakat dalam pengurangan resiko bencana,
termasuk dalam proses pengambilan keputusan untuk hal hal yang berkaitan dengan
pemetaan, perencanaan, implementasi, pengawasan, dan evaluasi melalui
pembuatan jejaring, termasuk jejaring tenaga sukarela, manajemen sumberdaya
strategis, dan dengan membuat aturan-aturan hukum serta menetapkan
tanggungjawab dan otoritas/kewenangan perwakilan.

2. Mengidentifikasi, akses, dan pengawasan resiko bencana dan meningkatkan


peringatan dini, melalui kegiatan-kegiatan :

1). Penilaian Resiko pada skala Nasional dan Daerah


a) Membangun, memperbaharui, dan menyebarkan peta peta resiko bencana serta
informasi informasi yang berhubungan dengan bencana kepada para pengambil
keputusan dan masyarakat umum.
b) Membangun sistem penciri/penunjuk resiko bencana dan kerentanan pada
tingkat nasional dan propinsi yang memungkinkan pembuat keputusan dapat
meng-akses dampak dari bencana.
c) Mencatat, meng-analisa, menyimpulkan, dan menyebarkan informasi secara
statistik terhadap kejadian kejadian bencana, dampaknya dan kerugiannya.

2). Peringatan Dini


a) Membangun sistem peringatan dini di tengah tengah masyarakat, terutama
sistem yang dapat memberi peringatan tepat waktu dan dapat dimengerti
makna masalah resikonya.
b) Secara periodik mengulang kembali dan merawat sistem informasi sebagai
bagian dari sistem peringatan dini.
c) Memantapkan kapasitas kelembagaan untuk memastikan bahwa sistem
peringatan dini benar-benar terintegrasi dalam kebijakan pemerintah dan proses
pengambilan keputusan.
d) Memperkuat koordinasi dan kerjasama diantara semua sektor yang terkait dan
aktor dalam rantai peringatan dini dalam rangka memperoleh efektifitas penuh
dari sistem peringatan dini.
e) Membangun dan memperkuat efektiifitas sistem peringatan dini di pulau pulau
yang lebih kecil.

3). Kapasitas
a) Mendukung pengembangan dan keberlanjutan infrastruktur, ilmu pengetahuan
dan teknologi, kapasitas kelembagaan serta teknis lainnya yang diperlukan untuk
penelitian, pengamatan, analisa, pemetaan, prediksi alam dan bahaya yang
terkait, kerentanan serta dampak bencana.
b) Mendukung dalam pengembangan dan peningkatan basisdata yang relevan dan
memperkenalkan pertukaran data secara terbuka dan penyebaran data untuk
keperluan penilaian, pengawasan dan keperluan peringatan dini.

152
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

c) Mendukung dalam peningkatan metoda metoda melalui ilmu pengetahuan dan


teknologi serta kemampuan dalam penilaian resiko, pengawasan, dan peringatan
dini melalui penelitian, kerjasama, pelatihan dan membangun kemampuan teknis.
d) Memantapkan dan memperkuat kemampuan dalam menrekam, menganalisa,
meringkas, menyebarkan, serta pertukaran data dan informasi.

4). Resiko Darurat Regional


a) Mengkompilasi dan membuat standarisasi data dan informasi pada resiko
bencan regional, dampak dan kerugiannya.
b) Kerjasama secara regional dan internasional untuk penilaian dan pengawasan
regional dan bahaya lintas batas.
c) Penelitian, analisa, dan pelaporan perubahan jangka panjang dan isu isu bersama
yang mungkin meningkat kerentanannya dan resiko atau kapasitas otoritas dan
masyarakat dalam menghadapi bencana.

3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan sebagai sarana untuk


membangun suatu budaya aman dan nyaman pada setiap tingkatan, melalui
kegiatan sebagai berikut:

1) Menyediakan informasi yang mudah dimengerti mengenai resiko bencana dan pilihan
pencegahan, khususnya kepada penduduk perkotaan yang berada di wilayah yang
beresiko tinggi.
2) Peningkatan jejaring diantara sesama akhi kebencanaan, para manajer, dan
perencana lintas sektoral dan antar wilayah, dan membangun atau meningkatkan
prosedur pemanfatan tenaga akhli yang tersedia pada pembangunan perencanaan
pengurangan resiko di daerah.
3) Mempromosikan dan meningkatkan dialog dan kerjasama diantara masyarakat
ilmiah dan praktisi yang bekerja dibidang pengurangan resiko bencana.
4) Memperkuat dan mengimplementasikan penggunaan informasi terbaru, serta
informasi dan teknologi untuk penanganan pengurangan resiko bencana.
5) Dalam jangka menengah, mengembangkan direktori, inventarisasi, dan sistem
pertukaran informasi pada tingkat daerah, propinsi, nasional dan tingkat
internasional.
6) Kelembagaan yang berorientasi kepada pembangunan perkotaan harus menyediakan
informasi pada masyarakat mengenai pilihan pengurangan bencana terutama kepada
para kontraktor bangunan, pembeli lahan atau penjual tanah.
7) Memperbaharui dan menyebarkan secara luas dengan menggunakan standar
internasional yang berkaitan dengan pengurangan resiko bencana.

4. Pendidikan dan pelatihan

1) Memperkenalkan pengetahuan tentang pengurangan resiko bencana dalam


kurikulum sekolah
2) Memperkenalkan implementasi dari penilaian resiko di tingkat daerah dan program
kewaspadaan terhadap bencana di sekolah sekolah dan lembaga pendidikan tinggi.
3) Memperkenalkan implementasi program dan kegiatan di sekolah untuk pembelajaran
bagaimana meminimalkan suatu dampak bencana.
4) Mengembangkan pelatihan dan program pembelajaran dengan sasaran untuk
mengurangi resiko bencana pada sektor tertentu (Perencana Pembangunan,
Pegawai/staff Pemerintah Daerah, Manajer Pabrik, dsb)
5) Memperkenalkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat guna meningkatkan
kapasitas daerah dalam mitigasi dan keluar dari bencana.
6) Memastikan kesetaraan akses untuk mendapat kesempatan mengikuti pelatihan dan
pendidikan, baik untuk perempuan maupun dari kalangan yang rentan.
153
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

5. Penelitian

1) Pengembangan metoda metoda untuk memprediksi penilaian multi resiko dan analisa
untung rugi berdasarkan sosial-ekonomi dari tindakan dalam pengurangan resiko.
2) Meningkatkan kemampuan, secara ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk
mengembangakan dan menerapkan metodologi dan model untuk menilai kerentanan
terhadap dan dampak geologi, cuaca, air, dan iklim yang berhubungan dengan
bahaya.

6. Kepedulian masyarakat

Memperkenalkan melalui media guna membangun budaya peduli terhadap bencana dan
mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat langsung dalam pencegahan terhadap
bencana.

7. Mengurangi faktor faktor penyebab resiko, melalui kegiatan :

1). Pengelolaan Sumberdaya alam dan Lingkungan, meliputi:


a) Pengelolaan ekosistem dan pemanfaatan yang berkelanjutan, termasuk melalui
perencanaan tata guna lahan yang lebih baik dan aktivitas kegiatan untuk
mengurangi resiko dan kerentanan.
b) Mengimplementasikan pendekatan pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan terpadu yang selaras dengan pengurangan resiko bencana
c) Memperkenalkan pengurangan resiko secara terpadu yang berkaitan dengan
variabilitas iklim yang ada dan perubahan iklim dimasa mendatang.

2). Pembangunan Ekonomi dan Sosial


a) Memperkenalkan pentingnya keamanan pangan
b) Memadukan perencanaan pengurangan resiko bencana kedalam bidang
kesehatan sebagai panduan keamanan rumah sakit dari dampak bencana.
c) Pencegahan dan peningkatan fasilitas darurat milik masyarakat / publik
(sekolahan, rumahsakit, pembangkit listrik, dll) sehingga aman terhadap dampak
bencana.
d) Meningkatkan implementasi mekanisme keselamatan masyarakat
e) Mengintegrasikan pengurangan resiko bencana kedalam perbaikan pasca
bencana dan proses rehabilitasi.
f) Meminimilisasi resiko bencana dan kerentanan yang disebabkan oleh gerakan
masa.
g) Mempromosikan diserfikasi pilihan pendapatan untuk penduduk yang berada di
areal yang beresiko tinggi guna mengurangi kerentanan terhadap bahaya.
h) Mempromosikan pengembangan resiko keuangan dengan cara mengasuransikan
melalui asuransi bencana.
i) Mempromosikan pembentukan kerjasama swasta dan masyarakat untuk
mendorong sektor swasta peduli terhadap kegiatan pengurangan resiko bencana.
j) Mengembangkan dan mempromosikan alternatif dan inovasi intrumen keuangan
dalam mendorong pengurangan resiko bencana.

3). Perencanaan tata guna lahan dan peraturan teknis lainnya.


a) Mengintegrasikan penilaian resiko bencana kedalam perencanaan kota dan
pengelolaan pemukiman manusia yang rentan bencana.
b) Menjadikan resiko bencana kedalam prosedur perencanaan untuk proyek proyek
kunci infrastruktur, termasuk pada kriteria desain, persetujuan dan implementasi
dari proyek.
154
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

c) Mengembangkan panduan dan alat pengawasan untuk mengurangi resiko


bencana dalam kontek kebijakan tataguna lahan dan perencanaan.
d) Mengintegrasikan penilaian resiko bencana kedalam perencanaan pembangunan
kota.
e) Menyarankan perlu adanya revisi kode bangunan baru atau yang ada, perlu
adanya standarisasi, rehabilitasi, dan rekontruksi.

4). Meningkatkan kesiapan/kewaspadaan terhadap bencana disemua tingkatan, melalui


kegiatan:
a) Penguatan kebijakan, kapasitas dan kelembagaan dan teknis dalam pengelolaan
bencana, baik secara lokal, regional, dan nasional, termasuk didalamnya yang
berkaitan dengan teknologi, pelatihan, dan sumberdaya manusia dan
sumberdaya material.
b) Memberi dukungan diadakannya dialog, pertukaran informasi dan melakukan
koordinasi diantara lembaga-lembaga yang berhubungan dengan peringatan dini,
pengurangan resiko bencana, tanggap darurat, pembangunan dan hal-hal lainnya
yang relevan.
c) Memperkuat dan apbila diperlukan membangun koordinasi dengan penndekatan
regional dan membuat atau meningkatkan kebijakan regional, mekanisme
operasional, perencanaan dan sistem komunikasi pada kejadian bencana yang
melewati batas wilayah/propinsi.
d) Mempersiapkan atau menilai ulang secara periodik tentang persiapan
menghadapi bencana dan rencana darurat dan kebijakan pada semua tingkat.
e) Mempromosikan pembangunan dana darurat untuk mendukung kesiapan,
perbaikan dan reaksi terhadap bencana.
f) Mengembangkan mekanisme khusus untuk menggugah partisipasi aktif dan
pemilik/stakeholder.

6.10 Bencana Alam Di Indonesia


Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana alam, apakah itu bencana yang berasal
dari peristiwa alamiah maupun bencana yang disebabkan oleh ulah manusia. Beberapa
penyebab bencana erat kaitannya dengan kondisi geografi, geologi, iklim atau faktor-faktor
lainnya.

6.10.1 Faktor Faktor Penyebab Bencana Alam.

Bencana alam dapat disebabkan oleh peristiwa alamiah ataupun akibat dari aktifitas manusia.
Berikut ini adalah interaksi antara faktor-faktor yang berperan pada terjadinya bencana:

a) Faktor alamiah, meliputi kondisi geografi, geologi, hidro-meteorologi, biologi, dan


degradasi lingkungan.
b) Komunitas yang padat, infrastruktur dan elemen-elemen dalam wilayah / kota yang
berada di kawasan yang rawan bencana.
c) Rendahnya kapasitas dari elemen-elemen masyarakat

Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada pada pertemuan 4
lempeng tektonik, yaitu lempeng Asia, lempeng Australia, lempeng Samudra India, dan lempeng
Samudra Pasifik. Di Indonesia bagian selatan dan timur terbentang rangkaian busur gunungapi,
yang tersebar mulai dari Sumatra-Jawa-NusaTenggara-Sulawesi. Sebagian besar kepulauan
Indonesia ditempati oleh jalur gunungapi dan dataran rendah sedangkan sisanya ditempati oleh
daratan rawa. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang rawan dan berpotensi
terkena bencana, seperti rawan terkena letusan gunungapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan
155
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

longsor. Berdasarkan data bahwa Indonesia memiliki tingkat seismisitas yang sangat tinggi
diantara negara-negara di dunia, dengan frekuensi rata-rata lebih dari 10 kali lipat dibandingkan
dengan Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Pergerakan lempeng bumi memicu terjadinya gempabumi yang apabila terjadi dibawah laut
seringkali menghasilkan gelombang pasang. Kecenderungan yang tinggi terhadap pergerakan
lempeng tektonik, Indonesia sudah sering terkena bencana tsunami. Hampir semua tsunami di
Indonesia disebabkan oleh gempabumi tektonik yang terjadi disepanjang zona tumbukan
(subduksi) dan di daerah daerah yang seismisitasnya aktif. Sejak tahun 1600 hingga tahun 2000
telah terjadi 105 kali tsunami di Indonesia, 90% tsunami tersebut disebabkan oleh gempabumi
tektonik, 9 % disebabkan oleh letusan gunungapi, dan 1 % oleh longsoran. Kawasan pantai
/pesisir di Indonesia umumnya rawan terhadap tsunami. Daerah daerah seperti pantai barat
Sumatra, pantai selatan Jawa, pantai utara dan selatan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku,
pantai utara Papua dan sebagian besar pesisir Sulawesi, serta laut Maluku merupakan daerah
yang sangat rawan terkena tsunami. Antara tahun 1600 hingga tahun 2000, sudah terjadi 32 kali
tsunami, dimana 28 kali disebabkan oleh gempabumi dan 4 kali disebabkan oleh letusan
gunungapi bawah laut.

Keberadaan Indonesia yang terletak di daerah yang beriklim tropis dan hanya mengenal 2
musim, yaitu musim kemarau dan penghujan serta perubahan cuaca, temperatur, arah angin
yang cukup ekstrim menyebabkan Indonesia sangat rentan terkena bencana geologi. Perpaduan
antara keadaan bentangalam dan jenis bebatuan yang ada dimana secara fisik dan kimiawi
berbeda menjadikan kondisi tanah di Indonesia cukup subur disamping berpotensi dan rawan
terkena bencana hidro-meteorologi, seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan kekeringan.
Seiring dengan meningkatnya aktifitas manusia, kerusakan lingkungan juga semakin bertambah
luas dan pada akhirnya dapat menjadi pemicu terjadinya bencana hidro-meteorologi dengan
frekuensi dan intensitas yang semakin tinggi di beberapa wilayah di Indonesia. Sebagai contoh
bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek
dan beberapa tempat lainnya pada tahun 2006.

Meskipun ada usaha usaha dalam meminimalkan terjadinya degradasi lingkungan, proses
pembangunan di indonesia juga telah mengakibatkan rusaknya ekologi dan lingkungan hidup.
Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia sejauh ini hanya terfokus pada eksploitasi
sumberdaya alam (terutama dalam skala besar) untuk kelangsungan hidup manusia Indonesia.
Sumberdaya hutan Indonesia menurun dari tahun ke tahun, sedangkan penambangan
sumberdaya mineral telah menyebabkan rusaknya ekosistem dan struktur tanah serta
meningkatkan resiko terkena bencana.

6.10.2 Jenis Bencana Alam Yang Sering Terjadi Di Indonesia

Berdasarkan catatan BAKORNAS, bencana yang melanda Indonesia dari tahun ke tahun
menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Selama periode 2003 – 2005 telah terjadi 1.429
bencana, baik yang disebabkan oleh bencana geologi maupun bencana yang berasal dari
bencana hidro-meteorologi.

Berdasarkan jenis bencananya, bencana banjir menempati urutan pertama, yaitu sebesar 34,1 %
diikuti oleh bencana tanah longsor sebesar 16 %, sedangkan bencana geologi (gempabumi,
tsunami dan letusan gunungapi) menempati 6,4 %. Meskipun bencana geologi hanya menempati
urutan ketiga dari seluruh bencana yang terjadi pada periode tersebut, namun tingkat kerusakan
dan besarnya kerugian yang disebabkan oleh bencana geologi tersebut sangat tinggi.
Berdasarkan catatan, tingkat kerusakan dan kerugian yang terjadi oleh kombinasi antara
bencana gempabumi dan tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara pada 26

156
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

Desember 2004 serta gempabumi di Nias, Sumatra Utara pada tanggal 28 Maret 2005
merupakan bencana yang paling dahsyat sepanjang sejarah Indonesia.

1. Gempabumi dan Tsunami


Gempabumi relatif sering terjadi di Indonesia dan umumnya disebabkan oleh pergerakan
lempeng lempeng tektonik dan letusan gunungapi. Pergerakan lempeng tektonik yang terjadi
disepanjang pantai barat pulau Sumatra merupakan tempat pertemuan lempeng Asia dan
lempeng Samudra India sedangkan di pantai selatan pulau Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara
merupakan tempat pertemuan lempeng Australia dan lempeng Asia. Sulawesi dan Maluku
sebagai tempat pertemuan lempeng Asia dan lempeng Samudra Pasifik. Pusat pertemuan antar
lempeng tersebut menjadikan Indonesia sebagai daerah yang sering dilanda gempabumi dengan
ribuan episenter yang tersebar disepanjang pertemuan lempeng. Gempabumi bawah laut
merupakan pemicu terjadinya tsunami, terutama gempabumi yang terjadi di bawah laut yang
diikuti oleh deformasi lantai samudra, seperti yang terjadi di pantai barat Sumatra dan pantai
utara Papua. Letusan Gunungapi juga dapat menimbulkan tsunami seperti yang terjadi pada
Gunung Krakatau di Selat Sunda pada tahun 1883.

Bencana gempabumi dan tsunami umumnya berdampak pada hilanganya harta benda dan
korban jiwa dan untuk merehabilitasi dan rekontruksinya dibutuhkan waktu yang cukup lama.
Waktu yang diperlukan untuk membangun kembali infrastruktur dan bangunan yang rusak
akibat bencana tidak dapat secara langsung dilakukan namun memerlukan waktu hingga
bertahun tahun. Dalam sejarah modern kehidupan manusia, bencana tsunami sangat merusak
dan berdampak sangat luas serta memakan korban jiwa dan harta benda adalah tsunami yang
terjadi pada tanggal 26 desember 2004 di samudra India sebagai akibat dari gempabumi
berskala 8.9 Richter yang berpusat di dekat pulau Simeulue, provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Tsunami ini telah merusak kota Banda Aceh, Pantai Barat Aceh dan Nias. Bencana juga
menghantam negara-negara disepanjang Samudra India termasuk Thailand, Malaysia, Andaman
dan Nicobar, Sri Langka hingga ke pantai timur Afrika. Berdasarkan catatan lebih dari 165.862
jiwa manusia menjadi korban dalam peristiwa ini dan 37.066 orang dinyatakan hilang. Total
kerugian ekonomi diperkirakan mencapai 41 triliun rupiah diluar dari kerugian yang diakibatkan
oleh terganggunya kegiatan ekonomi dan produksi.

Hanya 3 bulan setelah gempabumi Aceh terjadi lagi gempabumi yang sangat kuat yang
menghantam pulau Nias pada tanggal 28 Maret 2005. Pusat gempabumi ini berada didasar laut
disekitar kepulauan Nias dengan magnitud 8,2 skala Richter. Meskipun tidak memicu terjadinya
tsunami, gempa Nias menyebabkan kerusakan yang cukup luas, terutama di kepulauan Nias dan
Nias Selatan yang berada di propinsi Sumatra Utara serta wilayah Simeulue di Aceh. Jumlah
korban jiwa yang tercatat sebanyak 915 jiwa dengan tingkat kerusakan yang cukup berat di
seluruh kepulauan Nias. Pada tanggal 27 Mei 2006 terjadi lagi gempabumi dengan magnitude
5,9 skala Richter yang berpusat di selatan Yogyakarta, tepatnya kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Gempabumi ini telah menelan korban sebanyak 5.749 jiwa, 38.568 luka-
luka dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggalnya. Total kerugian ekonomi diperkirakan
mencapai 29,2 triliun rupiah.

2. Letusan Gunungapi
Di Indonesia terdapat 129 gunungapi aktif dan 500 gunungapi tidak aktif. Dari 129 gunungapi
aktif atau 13 persen dari jumlah gunungapi aktif di dunia ada di Indonesia dan 70 persen eruptif
dan 15 dalam kondisi kritis. Persebaran gunungapi di Indonesia membentuk satu jalur yang
berupa garis mulai dari Sumatra, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sebelum membelok ke arah
utara, kearah laut Banda dan Sulawesi bagian utara. Panjang jalur gunungapi kurang lebih 7000
kilometer yang terdiri dari gunungapi dengan karakteristik campuran. Saat ini lebih dari 10

157
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

persen penduduk Indonesia mendiami wilayah wilayah yang rentan terhadap letusan gunungapi.
Selama lebih dari 100 tahun, sudah 175.000 jiwa telah menjadi korban dari letusan gunungapi.

Indonesia yang berada pada zona beriklim tropis dengan musim kemarau dan penghujan telah
berpengalaman menghadapi ancaman bencana longsoran dari material piroklastik yang berasal
dari hasil erupsi gunungapi, seperti aliran lahar atau perpindahan material gunungapi
(piroklastik) yang berbahaya. Gunung Merapi adalah salah satu gunungapi sangat aktif di dunia.
Gunungapi ini menunjukkan erupsi menghasilkan awan panas piroklastik dan longsoran kubah
lava. Luncuran kubah lava yang terjadi secara berulang-ulang sepanjang periode erupsi dan
dapat memakan waktu hingga berbulan bulan. Sebagai gambaran, dari 13 Mei hingga 21 Juni
2006, gunung Merapi ditetapkan dalam kondisi Siaga namun demikian tidak menunjukkan tanda
tanda penurunan aktivitasnya. Semburan material piroklastik mencapai ratusan kali dengan
radius hingga mencapai 6 kilometer yang membahayakan pemukiman penduduk, terutama di
wilayah kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Klaten, dan Magelang di wilayah Jawa
Tengah. Lebih dari 17.212 jiwa telah diungsikan sementara dan 2 orang meninggal dikarenakan
terperangkap di lubang perlindungan yang berada di Kaliadem, Cangkringan, Sleman. (Data
Bakornas pada 15 Juni 2006).

3. Banjir

Banjir merupakan kejadian yang selalu berulang setiap tahunnya di Indonesia, tercatat bahwa
kebanyakan terjadi pada musim penghujan. Berdasarkan sudut pandang morfologi, banjir terjadi
di negara negara yang mempunyai bentuk bentangalam yang sangat bervariasi dengan sungai
nya yang banyak. Banjir di Indonesia umumnya terjadi di Indonesia bagian barat, karena tingkat
curah hujan yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian timur.
Pertumbuhan penduduk di Indonesia dan kebutuhan ruang sebagai tempat untuk
mengakomodasi kehidupan manusia dan mendukung aktivitasnya secara tidak langsung telah
berperan terjadinya banjir. Penebangan hutan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ruang
telah meningkatkan sedimentasi di sungai-sungai, tidak terkendalinya air permukaan dan tanah
menjadi jenuh air. Hal ini yang memungkinkan air permukaan menjangkau kawasan yang lebih
luas yang pada akhirnya menjadi penyebab banjir bandang seperti yang terjadi pada tahun 2003
di wilayah Bahorok dan Langkat, Sumatra Utara dan di wilayah Ayah, Jawa Tengah.

Dalam tahun 2006 bencana banjir yang melanda beberapa wilayah, termasuk bencana banjir
bandang dan tanah longsor. Di Jember, Jawa Timur akibat banjir bandang dan tanah longsor
telah menelan korban sebanyak 92 orang meninggal dan 8.861 hanyut, sedangkan di Trenggalek
18 orang meninggal. Banjir bandang yang disertai dengan tanah longsor terjadi juga di Manado,
Sulawesi Utara yang memakan korban sebanyak 27 jiwa dan 30.000 hanyut. Bencana yang sama
terjadi juga di Sulawesi Selatan pada bulan Juni 2006. Lebih dari 200 orang meninggal dunia dan
puluhan lainnya hilang (Data Provinsi dari BAKORNAS, 23 Juni 2006).

4. Tanah Longsor

Di Indonesia peristiwa tanah longsor sering kali terjadi, terutama di tempat tempat yang
berlereng terjal. Peristiwa tanah longsor umumnya dipicu oleh curah hujan yang sangat tinggi.
Berdasarkan data, daerah daerah yang diduga rentan terhadap tanah longsor adalah kawasan
pegunungan Bukit Barisan di Sumatra, kawasan pegunungan di Jawa, Sulawesi, dan Nusa
Tenggara. Tanah longsor yang yang sangat fatal juga terjadi di lokasi pemboran dan penggalian
yang terjadi di daerah pertambangan. Tanah longsor juga terjadi setiap tahun, terutama di
tempat tempat yang lahannya tidak stabil seperti di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Hampir semua lahan di daerah tropis merupakan daerah yang rentan terhadap tanah longsor
karena tingkat pelapukan yang tinggi yang menyebabkan komposisi tanah didominasi oleh

158
Bab 6. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan-2008
_____________________________________________________________________________

lapisan material lepas. Di Indonesia, kestabilan lahan sangat besar peranannya sebagai zonasi
penyangga kerusakan. Penebangan hutan yang sangat ektensif di zona penyangga telah
meningkatkan potensi terjadinya tanah longsor. Sebagai contoh di Jawa Barat tercatat pada
tahun 1990, sebanyak 791.519 Ha areal hutan telah mengalami penurunan menjadi 323.802 Ha
pada tahun 2002. Hal ini memungkinkan bahwa potensi tanah longsor diperkirakan terjadi di
daerah ini. Tanah longsor yang terjadi di Banjarnegara, Jawa Tengah pada awal 2006 telah
merenggut 76 jiwa, dan 44 jiwa dilaporkan hilang karena tertimbun longsoran tanah. Kerugian
lainnya termasuk kerusakan yang cukup parah pada 104 rumah penduduk dan rusaknya
tanaman padi.

5. Kekeringan

Apabila peristiwa banjir dan tanah longsor terjadi pada musim penghujan, maka kekeringan
pada umumnya terjadi dimusim kemarau. Bencana kekeringan sudah menjadi permasalahan
yang serius ketika berdampak pada produksi tanaman pangan di suatu daerah, seperti yang
terjadi di Bojonegoro dengan 1000 ha sawah mengalami gagal panen ketika sistem irigasi tidak
berfungsi karena musim kemarau. Kasus yang sama juga terjadi di pantai Jawa bagian Utara,
ketika kekeringan melanda 12.985 ha. penghasil tanaman pangan di wilayah tersebut.

Saat ini bencana kekeringan juga berdampak pada pasokan energi listrik, hal ini disebabkan oleh
turunnya produksi listrik yang berasal dari PLTA. Perununan pasokan energi listrik yang berasal
dari PLTA akan mengganggu sistem jaringan interkoneksi kelistrikan di wilayah Jawa dan Bali.
Kekeringan yang melanda Indonesia, terutama terjadi pada musim kemarau yang
berkepanjangan, khususnya di Indonesia bagian timur seperti NTB, NTT dan beberapa daerah di
Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Kekeringan juga dapat memicu penyebaran penyakit penyakit
tropis seperti malaria dan demam berdarah.

159

Anda mungkin juga menyukai