Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga mulut merupakan salah satu bagian terkecil dari seluruh tubuh

manusia, dan juga mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena merupakan

pintu masuknya bahan–bahan makanan untuk kebutuhan pertumbuhan individu

yang sempurna serta kesehatan yang optimal. Penyakit rongga mulut dapat

menyerang segala usia termasuk pada anak. Contoh kelainan di rongga mulut

yang dialami anak–anak adalah angular cheilitis (Ilery dkk, 2013).

Angular cheilitis adalah kondisi peradangan yang terjadi pada salah satu

atau kedua sudut mulut yang ditandai dengan adanya eritema, fissure, deskuamasi

dan rasa nyeri. Candida dan Staphylococcus adalah koinfeksi yang menyebabkan

lesi ini sering terjadi (Nugraha, 2014). Penyakit ini disebabkan oleh berbagai

macam faktor seperti defisiensi nutrisi, trauma mekanik, infeksi, dan alergi.

Insidensi angular cheilitis meningkat pada anak-anak, terutama pada anak yang

mengalami defisiensi nutrisi, yaitu defisiensi riboflavin, defisiensi zat besi, asam

folat, zinc, pyridoxine, biotin dan defisiensi protein (Sriwahyuni dkk, 2015).

Defisiensi nutrisi khususnya defisiensi riboflavin (B12) dapat menyebabkan

angular cheilitis, namun lesi ini dapat juga dipicu oleh kebiasaan bernafas melalui

mulut, kebiasaan mengisap bibir, penurunan sistem imun (Yusran, 2011).

Penelitian di India sebanyak 1190 subjek yang mengunjungi departemen

penyakit mulut dan radiologi. Kunjungan ini dilakukan untuk diagnosis berbagai

keluhan penyakit mulut selama periode 3 bulan diwawancarai dan diperiksa

secara klinis untuk lesi mukosa mulut. Hasilnya menunjukkan lesi mukosa 41,2%
2

dari populasi diantaranya angular cheilitis sebanyak 0,58%, penyakit ini terjadi

lebih sering pada populasi wanita (Mathew dkk, 2008). Siswa di Duzce, Turki

sebanyak 993 anak-anak yang berusia antara 13-16 tahun dilakukan pemeriksaan

bahwa 26,2% menderita lesi oral dan 9% menderita angular cheilitis (Parlak dkk,

2006).

Menurut beberapa penelitian menunjukkan angka yang cukup tinggi.

Penelitian di Indonesia mengenai angular cheilitis pernah dilakukan oleh Lubis S

pada tahun 2006 terhadap 200 anak umur 6-12 tahun di enam panti asuhan kota

Medan, 47% menderita angular cheilitis. Anak-anak yang menderita angular

cheilitis cenderung terisolasi dan tidak ingin bergaul karena merasa berbeda

dengan teman-teman sebaya dan sangat berdampak pada kepercayaan diri seorang

anak (Ilery, 2013 sit. Lubis, 2006).

RSGM Universitas Jember juga melakukan penelitian pada bulan Oktober-

Desember 2005 pada anak-anak 5-11 tahun menderita angular cheilitis sebanyak

89,2% (Sriwahyuni dkk, 2017). Dari data diatas maka didapatkan banyak penyakit

angular cheilitis diusia 5-12 tahun, dimana usia tersebut pada umumnya

merupakan anak sekolah dasar. Anak sekolah dasar memerlukan untuk menjaga

kesehatan rongga mulut secara berkala, baik dalam bentuk penyuluhan,

pemeriksaan dan perawatan kesehatan gigi mulut, oleh orang tua, sekolah dan

instansi pemerintah terkait. Kesehatan gigi dan mulut dapat berpengaruh terhadap

kesehatan tubuh secara keseluruhan dan mempengaruhi konsentrasi belajar,

sehingga kelainan pada gigi dan mulut jika tidak dirawat dapat mengganggu

proses belajar di sekolah (Wahyuni dkk, 2016). Kepulauan Mentawai terdapat 15


3

sekolah dasar, salah satunya termasuk sekolah dasar Santo Petrus dengan jumlah

sebanyak 168 murid.

Berdasarkan data diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian di

Kabupaten Kepulauan Mentawai, karena belum menemukan data prevalensi

angular cheilitis. Dimana Kepulauan Mentawai memiliki luas wilayah 6.011,35

KM2 dengan garis pantai sepanjang 1.402,66 KM2. 13 Kepulauan 6.011,35 KM2

dengan garis pantai sepanjang 1.402,66 KM. Kepulauan Mentawai terdiri atas

lebih dari pulau besar dan pulau kecil yang yang dikelilingi oleh Lautan Hindia

(Samudera Hindia). Kepulauan Mentawai memiliki empat pulau besar yang

menjadi pulau utama yaitu Siberut (merupakan pulau yang paling luas), Sipora,

Pagai Utara, dan Pagai Selatan, selain empat pulau besar tersebut terdapat lebih

dari 90 pulau kecil dengan 10 kecamatan, 43 desa dan 341 dusun. (Malayanti,

2016).

Topografi keadaan geografis Kabupaten Kepulauan Mentawai bervariasi

antara dataran, sungai dan dimana rata-rata ketinggian daerah seluruh Ibukota

Kecamatan dari permukaan laut adalah 2 meter. Kabupaten Kepulauan Mentawai

Ibukota di Tuapejat yang terletak di Kecamatan Sipora Utara dengan jarak tempuh

ke kota Padang sepanjang 153 KM. Untuk mencapai Propinsi Sumatera Barat ini

harus ditempuh melalui jalan laut. (Pokja sanitari Kepulauan Mentawai, 2014).

Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan daerah yang baru

berkembang dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Sumatera Barat.

Mata pencarian masyarakat Mentawai didominasi oleh petani dan nelayan.

Sebanyak 74.15% penduduk yang bekerja di Kabupaten Kepulauan Mentawai


4

berusaha di sektor pertanian, sisanya di sektor pertambangan, perdagangan, jasa

masing-masing 0.56%, 2.11%, dan 19.02% (BPS Kabupaten Kepulauan

Mentawai, 2011). Berdasarkan data tersebut penduduk yang bekerja sebagai

petani tentu memiliki tingkat pendidikan masih tergolong rendah. Rata-rata

pendidikan masyarakat hanya sampai jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Sistem pertanian nelayan yang masih tradisional, dapat disimpulkan bahwa

pendapatan masih tergolong rendah (Efnita, 2018).

Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian untuk

mengetahui prevalensi angular cheilitis pada anak-anak SD Santo Petrus Tuapejat

Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Mentawai.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka akan

dirumuskan masalah yang didapat adalah “Berapa prevalensi angular cheilitis

pada anak SD Santo Petrus Tuapejat Kecamatan Sipora Utara di Kabupaten

Mentawai pada tahun 2018?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi angular

cheilitis pada anak SD Santo Petrus Tuapejat Kecematan Sipora Utara di

Kepulauan Mentawai pada tahun 2018.


5

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari peneitian ini adalah :

1. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk

masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut sehingga dapat melakukan

pencegahan.

2. Sebagai informasi bagi pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam upaya

meningkatkan kesehatan gigi dan mulut serta mengoptimalkan pelayanan

pencegahan angular cheilitis.

3. Menambah wawasan para pembaca khususnya tenaga kesehatan

kesehatan kesehatan gigi.

4. Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan

dengan penelitian.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cheilitis

2.1.1 Definisi Angular Cheilitis

Cheilitis merupakan istilah umum untuk menyebutkan adanya inflamasi

pada kulit perioral (kulit di sekitar mulut), perbatasan vermilion, atau mukosa

labial. Daerah tersebut memiliki banyak pembuluh darah kapiler sehingga

berwarna lebih merah dibanding area lain dan ditutupi oleh epitel skuamous yang

cukup tebal. Membicarakan peradangan bibir ada beberapa kemungkinan penyakit

yang dapat diajukan seperti angular cheilitis, cheilitis granulomatosa, allergic

cheilitis, actinic cheilitis, exfoliative cheilitis, cheilocandidosis, dan cheilitis

glandularis (Agustina dan Subagyo, 2012).

2.1.2 Klasifikasi Cheilitis

a. Angular Cheilitis

Angular cheilitis adalah suatu keadaan inflamasi yang akut atau kronik dari

kulityang berdekatan dengan membran mukosa labial dari sudut mulut.Secara

klinis kelainan ini dapat terbagi menjadi dua yaitu unilateral dan bilateral.

Penyakit ini ditandai dengan adanya fisur-fisur, retak-retak pada sudut bibir,

berwarna kemerahan, mengalami ulserasi disertai rasa terbakar, nyeri dan rasa

kering pada sudut mulut (Fajriani, 2017).


7

Gambar 1. Angular Cheilitis (Laskaris, G. 2014. Atlas Saku Penyakit Mulut.


Jakarta : Buku Kedokteran EGC)

b. Cheilitis actinic

Cheilitis actinic adalah lesi pra ganas pada tepi vermilion bibir bawah yang

disebabkan oleh paparan sinar matahari. Tahap awal lesi ini, bibir bawah

berwarna merah dan atrofik dengan noda samar di sela-sela daerah yang pucat dan

tepi vermilion bibir yang hilang. Dengan bertambahnya paparan sinar matahari,

daerah yang bersisik yang tidak teratur akan bertambah, menebal, dan

mengandung bercak putih. Bibir perlahan menjadi keras sedikit membengkak,

berfisura dan menonjol (Langlais, 2016).

Gambar 2. Cheilitis Actinic (Laskaris, G. 2014. Atlas Saku Penyakit Mulut. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC)
8

c. Cheilitis glandularis

Cheilitis glandularis adalah inflamasi kronis yang jarang terjadi

pada kelenjar saliva minor, terutama terdapat pada bibir bawah. Penyakit

ini tidak diketahui penyebabnya. Gambaran klinisnya tampak lesi

pembengkakan pada bibir bawah akibat hiperplasia dan inflamasi kelenjar

(Laskaris, 2016)

Gambar 3. Cheilitis glandularis (Laskaris, G. 2014. Atlas Saku Penyakit Mulut.


Jakarta : Buku Kedokteran EGC)

d. Cheilitis Granulomatosa

Cheilitis Granulomatosa sering dianggap sebagai subtipe orofacial

granulomatosis, ditandai dengan pembengkakan berulang atau persisten

dari satu atau kedua bibir. Secara klasik, peradangan granulomatosa non-

nekrosis terlihat pada pemeriksaan histologis. Meskipun hubungan telah

diusulkan antara Melkersson-Rosenthal syndrome dan bentuk

monosymptomatic, cheilitis granulomatosa dan penyakit Crohn atas dasar

pembengkakan orofasial dan histologi yang serupa, beberapa studi

sindrom Melkersson-Rosenthal belum menemukan hubungan dengan

penyakit Crohn (Waal dkk, 2002).


9

Gambar 4. Cheilitis Granulomatosa (Laskaris, G. 2014. Atlas Saku Penyakit


Mulut. Jakarta : Buku Kedokteran EGC)

e. Allergic Cheilitis

Allergic Cheilitis adalah salah satu tipe alergi diklasifikasikan

menjadi hipersensitivitas tertunda yang muncul setelah kontak mukosa

dengan zat-zat tertentu dan 24-72 jam setelah terpapar antigen. Zat-zat itu,

misalnya,obat-obatan, kosmetik, logam, dan zat lainnya. Pada saat kontak

pertama dengan kulit, zat lendir akan menembus ke lapisan bawah

epidermis, lalu mengikatpembawa protein, dan berubah menjadi

imunogenik. Setelah itu akan memicu reaksi hipersensitivitas yang

ditandai oleh eritema dan edema (Ravitasari dkk, 2015).

Gambar 5. Allergic Cheilitis (Laskaris, G. 2014. Atlas Saku Penyakit Mulut. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC)
10

f. Exfoliative cheilitis

Exfoliative cheilitis adalah peradangan superfacial yang bersifat

kronis pada permukaan bibir yang ditandai dengan terbentuknya sisik yang

persistensi yang mempengaruhi batas vermilion bibir. Penyakit ini jarang

terjadidan tidak diketahui penyebabnya. Penyakit ini bersifat jinas karena

berupa fisura tunggal di bagian tengah bibir dan dapat menyebar (Nayaf,

2014).

Gambar 6. Cheilitis Exfoliative (Langlais RP, Miller CS, Gerig, JN., 2016. Atlas
Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan..Jakarta : Buku
Kedokteran EGC)

g. Cheilocandidosis

Cheilocandidosis adalah peradangan pada bibir yang disebabkan

oleh Candida albicans atau infeksi jamur dan kebiasaan menjilat bibir.

Ciri dari lesi ini oragnisme Candida mendapatkan akses dan menyerang

lapisan permukaan bibir setelah rusaknya mukosa, yang disebabkan oleh

pembasahan dan pengeringan jaringan labial yang berulang- ulang.

Penyakit ini membentuk fisura atau retakan pada epitelium permukaan dan

terjadi sisik keputihan halus yang terdiri atas mukus saliva yang kering

(Langlais, 2016).
11

Gambar 7. Cheilocandidosis (Laskaris, G. 2014. Atlas Saku Penyakit Mulut.


Jakarta : Buku Kedokteran EGC)

2.2 Angular Cheilitis

Angular cheilitis yang sering juga disebut perleche, cheilosis atau

stomatitis angular merupakan suatu lesi yang ditandai dengan adanya fissure,

pecah-pecah dan kemerahan pada sudut mulut disertai rasa sakit, kering, rasa

terbakar dan terkadang disertai rasa gatal (Sriwahyuni dkk, 2017). Penyakit ini

terkadang terjadi inflamasi pada commisura labial dan juga disertai inflamasi baik

yang terjadi unilateral maupun bilateral, dengan nyeri atau tanpa adanya gejala

(Yusran dkk, 2011). Angular cheilitis termasuk lesi rongga mulut yang kompleks,

berbagai macam faktor dapat menyebabkan penyakit ini. Beberapa faktor (infeksi,

mekanik, atau nutrisi) dapat menjadi satu-satunya faktor penyebab namun dapat

juga kombinasi (Sriwahyuni dkk, 2017).

Penyakit ini muncul di sudut bibir sebagai erosi berwarna merah dengan

fissure sentral yang mengalami ulserasi. Eritema, kerak, dan nodula

granulomatosa yang kecoklatan dapat terjadi disepanjang tepi perifer. Rasa tidak

nyaman yang disebabkan oleh gerak membuka mulut menjadi terbatas (Langlais,

2016).
12

2.3 Etiologi Angular Cheilitis

Penyakit ini terjadi lebih banyak pada anak-anak dan ini disebabkan oleh

kepekaan anak-anak terhadap agen-agen kontak tertentu seperti mainan, makanan,

sinar matahari, alergi terhadap obat-obatan, kosmetik, dan pengobatan antibiotik

jangka panjang. Ini disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti defisensi

nutrisi, trauma mekanik, infeksi, dan alergi. Penyakit ini juga bisa disebabkan

oleh kekurangan vitamin B kompleks, defisiensi zat besi, sariawan, gigi tiruan dan

faktor lain seperti bernapas melalui mulut, membasahi bibir dengan lidah, dan

menjilati sudut mulut dengan lidah (Fajriani, 2017).

Angular cheilitis biasanya disebabkan oleh Candida albicans,

Staphylococcus aereus (Bakar, 2012). Mempunyai faktor predisposisi multipel

lokal dan sistemik yang terlibat dalam inisiasi dan persistensi dari lesi. Faktor

predisposisi di antaranya yaitu diabetes, dan menurunnya vertikal dimensi karena

penggunaan gigi tiruan (Prestiandari dkk, 2017).

2.4 Gambaran Klinis Angular Cheilitis

Angular cheilitis lesi yang mempunyai gambaran klinis ditandai dengan

fisura, retakan di sudut bibir, kemerahan, ulserasi disertai sensasi terbakar, nyeri

dan kekeringan di sudut mulut. Dalam kasus yang parah, retakan ini dapat

mengeluarkan darah saat membuka mulut dan menyebabkan ulkus dangkal atau

krusta (Fajriani, 2017). Biasanya juga muncul disudut bibir sebagai erosi

berwarna merah dengan fisura sentral yang mungkin mengalami ulserasi. Eritema,

kerak dan nodula granulomatosa yang kecoklatan dapat terjadi di sepanjang tepi

perifer (Langlais dkk, 2016).


13

Gambar 8. Angular cheilitis (Wahyuni, SI, Hidayat, W, Nuraeny, N, Andisetyanto, P,


Zenab, Y. 2016. ‘Studi Pendahuluan Prevalensi Kelainan Gigi dan Lesi Mulut
pada Anak Sekolah Dasar Alam Pelopor Bandung’, Prosiding Dies 57 FKG
UNPAD)

2.5 Diagnosis Banding Angular Cheilitis

Angular cheilitis dapat didiagnosa banding dengan herpes sekunder, dan

cheilitis eksfoliatif (Pinkham, 1994).

a. Herpes labialis

Infeksi virus herpes simpleks 1 (VHS-1) yang biasa disebut herpes

simpleks labialis yang ditandai dengan adanya lesi khas vesikoulseratif

pada oral dan atau perioral, kebanyakan mengenai anak-anak umur 1-5

tahun. Gejala prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, dan muntah

disertai rasa tidak nyaman di mulut. Satu sampai dua hari setelah gejala

prodromal, timbul lesi-lesi lokal berupa vesikel kecil berkelompok di

mukosa mulut, berdinding tipis yang dikelilingi oleh peradangan. Vesikel

cepat pecah, meninggalkan ulkus dangkal dan bulat yang nyeri disekitar

rongga mulut. Lesi dapat mengenai seluruh bagian di mukosa mulut.

Selama berlangsungnya penyakit, vesikel dapat bersatu menjadi lesi yang

lebih besar dengan tepi tidak teratur (Harlina, 2014).


14

Gambar 9 : Herpes Labialis (Harlina, Marlina, E, Athifah., 2014. Penanganan Herpes


Simpleks Labialisrekuren (Management of recurrent herpes simplex labialis).
Dentofasial. vol 13, no 3 : 195-198)

b. Cheilitis eksfoliatif

Cheilitis eksfoliatif adalah kondisi persisten yang terjadi pada bibir,

yang ditandai oleh fissure, deskuamasi, dan pembentukan kerak

perdarahan. Candida albicans, sepsis oral, stres, kebiasaan menjilat bibir,

dan menggigit bibir, serta alergen kontak, adalah etiologinya. Ini juga

dilaporkan adanya hubungan psikologi dan tiroid (Langlais dkk., 2016).

Gambar 10. Cheilitis Eksfoliatif (Langlais RP, Miller CS, Gerig, JN., 2016. Atlas
Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan..Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
15

2.6 Perawatan Angular Cheilitis

Perawatan angular cheilitis pada anak tidak berbeda dengan orang dewasa.

Perawatan tergantung pada etiologi, jika etiologi spesifik tetap tidak ditemukan,

lesi ini bisa sulit disembuhkan dan bisa bertahan hingga beberapa tahun. Harus

diingat bahwa infeksi adalah etiologi sekunder. Penyebab utamanya tidak diobati,

pengobatan infeksi tidak akan menghasilkan hasil yang permanen misalnya,

kebiasaan bernapas melalui mulut harus dihentikan, sama seperti kebiasaan

lainnya, jika disebabkan oleh penyakit sistemik, pengobatan lokal tidak akan

berhasil jika tidak disertai dengan pengobatan sistemik (Fajriani, 2017).

Perawatan angular cheilitis bisa dilakukan dengan cara memperbaiki dimensi

vertikal, steroid topikal, dan salep anti jamur seperti ketokenezol (Laskaris, 2016).

Perawatan angular cheilitis sangat tergantung pada penyebabnya, jadi

yang mendasarinya penyakit harus diobati, jika Candida terlibat, sebuah salep

antijamur seperti ketoconazole harus diresepkan, penggunaan miconazole nitrat

2% gel diterapkan topikal empat kali sehari selama 2 minggu sangat efektif

pilihan pengobatan. Zat-zat ini harus diterapkan ke area yang terkena, apabila

Staphyloccocus aureus terlibat, pengobatan topikal dengan kombinasi mupirocin

atau asam fusidic dan krim hidrokortison 1% (untuk melawan peradangan)

bekerja secara efektif. Ini bisa diterapkan ke sudut mulut (Shahzad dkk, 2014).

Perawatan untuk mencegah pertumbuhan Candida albicans, salah satu

penyebabnya dari angular cheilitis di sudut mulut, adalah menyeimbangkan

kembali lingkungan mulut, yang paling penting adalah menjaga tubuh yang sehat

jadi bahwa sistem kekebalan dipertahankan dan tidak rentan terhadap penyakit,

dan memakan makanan yang ada nutrisi seimbang dan dibutuhkan oleh tubuh.
16

Perawatan kebersihan mulut dengan menyikat gigi, dengan menyikat gigi,

kebersihan mulut akan dipertahankan selain menghindari terbentuknya gigi karies

dan penyakit gigi lainnya (Fajriani, 2017).


17

2.7 Kerangka Teori

Cheilitis

Klasifikasi

Granulo- Cheilitis Allergic


Actinic Angular matosa Exfoliative Cheilo-
cheilitis cheilitis Glandu- candidosis Cheilitis
Cheilitis cheilitis laris

Etiologi Gambaran Klinis


Diagnosis Banding 1. Candidiasis 1. Adanya eritema
1. Herpes labialis 2. Trauma 2. Adanya fissure
2. Angular eksfoliata 3. Gigi Tiruan 3. Deskuamasi
4. Status Gizi 4. Rasa nyeri

Keterangan :

Variable yang diteliti

Variable yang tidak diteliti

Gambar 11. Kerangka Teori


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan secara survey deskriptif morbiditas. Survei deskriptif

morbiditas dapat didefenisikan suatu penelitian yang dilakukan untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi didalam

masyarakat. Untuk mengetahui prevalensi penyakit angular cheilitis pada murid

SD Santo Petrus Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah anak laki-laki dan perempuan di SD Santo

Petrus pada tahun 2018.

3.3 Kriteria Sampel

3.3.1 Kriteria Inklusi

Siswa Laki-laki dan perempuan sekolah dasar yang bersekolah di SD

Santo Petrus Kecamatan Sipora Utara di Mentawai.

3.3.2 Ekslusi

Siswa dan siswi yang tidak hadir.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dengan cara total sampling pada anak SD

Santo Petrus Tuapejat Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.

3.5 Variabel Penelitian

Angular cheilitis.
19

3.6 Definisi Operasional Variabel

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel

No Variabel Defenisi
1 Angular cheilitis Keadaan dengan sudut bibir dengan gejala dan
gambaran klinis seperti, retakan, robekan, atau garis
yang dalam berwarna putih atau merah, dapat terjadi
pada satu sisi maupun kedua sisi (Oza dan Doshi,
2017)

2 Prevalensi Jumlah (seberapa sering) suatu penyakit atau kondisi


pada sekelompok orang.

3.7 Persyaratan Etik

Surat pengantar / surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Gigi

Baiturrahmah.

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi penelitian

Penelitian di lakukan pada SD Santo Petrus Tuapejat Kecamatan

Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.

b. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2018.

Tabel 2. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Aktu Keterangan


1. Daftar Skripsi 08 Maret 2018 Sudah Selesai
2. Prepenelitian 23 Juli 2018 Sudah Selesai
3. Daftar Ujian Belum Belum
4. Ujian Sempro Belum Belum
5. Penelitian Belum Belum
20

3.9 Alat dan bahan

3.9.1 Alat Penelitian

Masker, handscoon, alat standar, nierbeken, kamera.

3.9.2 Bahan Penelitian

Lembar observasi, alkohol, dan kapas steril.

3.10 Cara Pelaksanaan Penelitian

1. Memeriksa rongga mulut anak yang terdiri dari laki–laki dan perempuan

SD Santo Petrus.

2. Melakukan pencatatan dari data yang diperoleh dari data yang diperoleh

dari pemeriksaan.

3. Melakukan pengelolahan data setelah jumlah sampel terpenuhi yaitu

dalam bentuk diagram dan tabel.

3.11 Alur Penelitian

Pemeriksaan angular cheilitis pada rongga mulut secara


klinis

Mencatat hasis pemeriksaan dan penelitian selesai


dilakukan

Pengelola dan analisis data

Gambar 12. Alur Penelitian


21

3.12 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, anamnesis dan

pemeriksaan klinis. Data yang dikumpulkan kemudian di analisis dan di lakukan

dengan cara perhitungan persentase angular cheilitis pada anak-anak sekolah

dasar, dengan pengambilan gambaran klinis menggunakan kamera fujifilm.

Analisis data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer

melalui software Microsoft Office Excel, kemudian diinterpretasikan untuk

menguji hipotesis menggunakan univariabel dan disajikan dalam bentuk tabel.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, D., Subagyo. 2012. ‘Exfoliative Cheilitis dan


Penatalaksanaannya’. Maj Ked Gr, vol. 19, no. 1.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2017, Sumatera


Barat

Bakar, A. 2012. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta : “Percetakan Kita


Junior”

Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar. Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera


Barat 2016. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat : Padang; 2016.

Efnita, 2018. ‘Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Dan Kebutuhan Hidup


Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Mentawai Di Daerah Istimewa
Yogyakarta’. Batam : Universitas Batam.

Fajriani. 2017. ‘Management of Angular Cheilitis in Children, Journal of


Dentomaxillofacial Science, vol. 2, no. 1.

Harlina, Marlina, E, Athifah., 2014. Penanganan Herpes Simpleks


Labialisrekuren (Management of recurrent herpes simplex
labialis). Dentofasial. vol 13, no 3 : 195-198.

Ilery, C, Mintjelungan NC., 2013. ‘Hubungan Status Gizi dengan Kejadian


Angular Cheilitis Pada Anak-Anak Di Lokasi Pembuangan Akhir umampo
Kota Manado’, Jurnal e-GiGi, vol. 1, no. 1.

Langlais RP, Miller CS, Gerig, JN., 2016. Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering
Ditemukan..Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Laskaris, G. 2014. Atlas Saku Penyakit Mulut. Jakarta : Buku Kedokteran


EGC.

Mathew, AL, Pai, KM, Sholaprkar, AA, Vengal M., 2008. ‘The Prevalence of
Oral Mucosal Lesions in Patient’. vol. 19. no. 2 : 99-103.

Nayaf, M. S. 2015. Eksfoliative Cheilitis a Male Patient. A Case Report. Nasza


Dermatologia Online. 1 : 39-49.

Nugraha, A.P., Djamhari KM, Endah PA., Soebadi, B, Triyono, EA. Prasetyo, A,
Budi, S. 2015. Profil Angular Cheilitis pada penderita HIV / AIDS di
UPIPI RSUD Dr . Soetomo Surabaya 2014. Majalah Kedokteran Gigi.
1(1) : 12–20.
23

Oza, N, Doshi, JJ., 2017. ‘Angular Cheilitis : A Clinical and Microbial study’.
Indian Journal of Dental Research. 28(6) : 661-665.

Parlak, A.H., Koybasi, S.,Yavuz, T., Yesildal, N., Anul, H., Aydogan, I.,
Cetinkaya, R., Kavak, A.2006. Prevalence of oral lesions in 13- to 16-
year-old students in Duzce, Turkey. Oral Diseases. 12: 553-
558.

Prestiandari, E., Hernawati, S., Dewi, LR. 2017. Daya Hambat Ekstrak Buah
Delima Merah (Punica granatum Linn) Terhadap Pertumbuhan
Porphyromonas gingivalis (The Inhibition of Red Pomegranate Fruit
Extract (Punica granatum Linn) on The Growth Porphyromonas
gingivalis. Jurnal Pustaka Kesehatan. 5(2): 192-198.

Ravitasari, Y., Radithia, D., Hadi, P. 2015. Allergic Contact Cheilitis duet
Lipstick. Dental Journal. 48(4), 173-176.

Sriwahyuni. H., Hernawati. S., Mashartini. A., 2017. Insiden dan istribusiAngular
cheilitispada Bulan Oktober-Desember Tahun 2005 di RSGM
Universitas Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan. 5(1) : 120-127

Shahzad, M., Faraz, R., Sattar, A. 2014. ‘Angular Cheilitis : Case Reports
and Literature Review’, Pakistan Oral & Dental Journal, vol. 34.
no. 4 : 597-600.

Wahyuni, SI, Hidayat, W, Nuraeny, N, Andisetyanto, P, Zenab, Y. 2016.


‘Studi Pendahuluan Prevalensi Kelainan Gigi dan Lesi Mulut pada Anak
Sekolah Dasar Alam Pelopor Bandung’, Prosiding Dies 57
FKG UNPAD.

Waal. I. R. F., Schulten, E. A. J. M., van der Meij, E. H., van de


Scheur, M. R., Starink, T. M., van der Wall, I. 2002. Cheilitis
Granulomatosa: Overview of 13 Patients with Long- term Follow
Up-Results of Management. The Intenational Society of
Dermatology. 41: 225-229.

Yusran, A, Nazaruddin, Z, Marlina, E., 2011.’ Efikasi Terapi Angular


Cheilitis di Bagian Ilmu Penyakit Mulut, ‘FKG Universitas
Hasanuddin, Makasar

Anda mungkin juga menyukai