Anda di halaman 1dari 71

BAB I PENDAHULUAN

A. Pengertian Hidrologi
Hidrologi (berasal dari Bahasa Yunani: Yδρoλoγια, Yδωρ+Λoγos, Hydrologia, "ilmu air")
adalah suatu Ilmu Pengetahuan yang mempelajari peristiwa/perilaku, sirkulasi, pergerakan,
distribusi air, baik di atmosfer, di permukaan maupun di dalam tanah serta hubungan dengan
lingkungan
Hidrologi adalah Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk air, kejadian dan
distribusinya. Sifat fisik dan sifat kimianya, serta tanggapannya terhadap perilaku manusia
(Chow, 1964).
Cabang ilmu lain yang berhubungan dengan hidrologi :
– Geologi : Ilmu mengenai kulit bumi
– Geografi dan Meteorologi : Ilmu mengenai kedudukan dan gerakan bumi
– Klimatologi dan Meterologi : Ilmu mengenai iklim dan cuaca
– Oceanologi : Ilmu mengenai lautan
– Biologi : Ilmu mengenai makhluk hidup (Flora, Fauna)
– Agronomi : Ilmu mengenai pertanian
– Environment : Ilmu mengenai lingkungan
Konsep dasar hidrologi modern menggunakan prinsip kekekalan massa dengan meninjau berbagai
unsur hidrologi, antara lain :
 Storage (Tampungan/Simpanan Air)
 Penguapan (Evaporasi)
 Hujan (presipitasi)
 Resapan, Rembesan, Susupan (Infiltrasi-Perkolasi)

B. Hidrologi dalam Keteknikan (Engineering)


Pengembangan sumber daya Air dilaksanakan melalui proses tahap kegiatan antara lain :
Survey Investigasi, Planning,Design, Construction, Operation dan Maintenance, rangkaian
kegiatan pula sering di sebut : SIDCOM
Secara garis besar Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA) dapat dibagi menjadi dua bagian,
yang disebut :

1
 Pemanfaatan Sumber Daya Air (Utilization of water)
(Irigasi, Water Supplay, Hydro Electrical power, Navigasi)
 Pengendalian Sumber Daya Air (control of water)
(Flood control, Drainase, pengelolaan lingkungan)
Pemanfaatan Sumber Daya Air meliputi :
1. Irigasi: Melayani kegiatan Pertanian, antara lain
 Persawahan/padi
 Perkebunan : tebu, kelapa
 Pertambakan/Perikanan
 Hortikultura : Palawija, sayur, buah-buahan
Bidang irigasi memerlukan kajian ilmu hidrologi seperti :
Mengkaji potensi sumber daya air (air angkasa, air permukaan dan air tanah)
 Ketersediaan, keandalannya
 Kwantitas, kualitasnya
Kebutuhan air irigasi :
 Kebutuhan air untuk tanaman (crop Water Requirement)
 Kebutuhan air untuk irigasi (irrigation water requirement)
Modul drainase, aliran banjir, dll.
Kajian bidang hidraulika : Perhitungan dimensi sarana irigasi sperti saluran bangunan hidraulik,
dll.
2. Water Supply : Melayani kegiatan penyediaan air untuk pemasukan air (waer supply) bagi :
 Pemukiman (Setlment)
 Perkotaan (Urban)
 Industri
Bidang water supply memerlukan ilmu hidrologi, a.l :
Mengkaji potensi Sumberdaya air (air hujan, air permukaan, air tanah)
– Ketersediaannya, keandalanya
– Kwantitas, kualitas
Kebutuhan air yang perlu dipasok (di supply) untuk konsumen air (water use).
3. Hidro electric power (Pembangkit Listrik Tenaga Air) :
Melayani kebutuhan energi untuk pembangkit listrik.

2
Kajian hidrologi meliputi :
 Distribusikan aliran
 Penentuan kapasitas reservoir
 Penggenangan waduk
 Operasi waduk
 Debit banjir
Kajian hidraulika : Bandung, Bendungan, Spilway, Intake, Jaringan Pipa, dll
4. Navigasi : melayani kebutuhan untuk lalu lintas air (sungai)
Kajian hidrologi meliputi :
Penetapan LWS, MSL, HWS, dll.
Data mengenai parameter aliran, penampang sungai, debit sungai, dll

Pengendalian Sumber Daya Air meliputi :


1. Flood Control (pengendalian banjir)
 Kajian hidrologi meliputi :Perkiraan debit banjir, Perkiraan elevasi muka air banjir, Routing
banjir (Flood Routing)
 Kajian hidraulika meliputi :Tinggi tanggul, Spillway,
 Bangunan pengendali banjir
2. Drainase : Drainase jalan, Drainase, lapang terbang,
Drainase perkotaan, pemukiman
Kajian hidrologi : - Perhitungan drainase
- Perhitungan debit banjir
Kajian hidraulika: - Dimensi gorong-gorong
- Dimensi saluran
3. Pengendalian lingkungan :
 Pengendalian terhadap erosi
 Konservasi lahan dan air (soil water conservation)
 Pencemaran terhadap salinitas  mixing (pencampuran)

 Pencemaran terhadap buangan pabrik  pengenceran

 Pencemaran terhadap keasaman  pencucian

3
 Kajian hidrologi : debit banjir, debit untuk menggelontoran, dll.

C. Siklus Hidrologi
adalah suatu proses yang berjalan terus menerus merupakan suatu siklus dari perjalanan
air yang dimulai dari laut diangkat (dipindahkan) ke atmosfer turun ke bumi dan kembali lagi ke
laut.
Peristiwa penguapan (evaporasi) dari permukaan air laut berlangsung secara terus menerus, uap
air naik ke atas berubah menjadi awan-awan tertipu angin ke wilayah dataran setelah mencapai
titik kondensasi akan turun sebagai hujan.

Air yang jatuh sebagai hujan akan mengalami beberapa peristiwa


perjalanan antara lain :
 Ada sebagaian air yang tersimpan pada tumbuhan (pohon-pohonan) atau vegetasi disebut
(intersepsi)
 Sebagian lagi tertahan tersimpan pada tempat-tempat yang rendah (Retensi)
 Sebagian air hujan akan menguap kembali ke atmosfer (Evaporasi)

4
 Sebagian air yang menguap melalui tumbuhan disebut (transpirasi)
 Sebagian air akan mengalir pada permukaan tanah disebut aliran permukaan mengisi sungai,
danau reservoir
 Sebagian air akan meresap masuk ke dalam tanah (Infiltrasi)
 Sebagian air akan mengalir di bawah muka tanah disebut aliran bawah permukaan (Aliran sub
permukaan)
 Sebagian lagi menyusup lebih dalam lagi ke dalam tanah disebut (perkolasi) dan ini
memberikan sumbangan terhadap kejadian (aliran air tanah) untuk selanjutnya kembali lagi ke
laut/lautan.
Keterangan
 Evaporasi (penguapan dari permukaan air laut/lautan)
 Presipitasi (hujan)
 Transpirasi (penguapan dari vegetasi/tumbuh-tumbuhan)
 Intersepsi (air yang tertahan di vegetasi/tumbuh-tumbuhan)
 Evaporasi (Penguapan air danau, sungai permukaan tanah yang lengas (soil moisture)
 Aliran permukaan (surface flow = surface run off)
 Infiltrasi = meresapnya air kedalam tanah
 Aliran sub permukaan = aliran bawah permukaan= subsurface run off = subsurface flow
 Perlokasi = penyusupan air di dalam tanah
 Aliran air tanah = Groundwater flow

5
BAB II ASPEK HIDROLOGI

A. Hujan
Istilah hujan yang lebih umum disebut Presipitasi
Definisi : Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya cairan dari atmosfer ke permukaan bumi.
Ada 2 bentuk secara umum dari Presipitasi :
Cair : hujan, embun
Beku : salju, hujan es, dll.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Presipitasi :


Adanya uap air di atmosfer
Faktro meteorologi (temperatur, kelembapan, angin)
Lokasi daerah sehubungan dengan sistem sirkulasi
Adanya rintangan yang disebabkan oleh gunung/pegunungan
Faktor geografis
Bentuk khusus dan Presipitasi :
Gerimis (Drizzle) : Tetes cair air yang tipis  < 0,5 mm lintensitas < mm/jam.
Hujan :Tetes cairan air  < 0,5 mm.
Sleet :Hujan bercampur es dan salju terdiri dari butir-butir bola es bundar
tembus cahaya.
Salju :Campuran kristal es dalam bentuk kompleks hexagonal bercabang,
berkumpul, bentuk gumpalan salju merupakan sumblinasi atau
perubahan langsung dari uap menjadi padat.
Hasil (hujan es):Hasil dari hujan badai (thunderstorm) hujan berbentuk bata es, besar
dapat mencapai 0,5 kg dan diameter berkisar antara 5 s/d 125 mm.

Proses terjadinya Presipitasi (hujan)


Penguapan (Evaporasi) dari permukaan air laut berlangsung secara menerus (kontinyu). Uap
air naik ke atmosfer dan ini merupakan sumber utama kelengasan. Hampir 90% hujan yang
terjadi di daratan berasal dari penguapan dari permukaan air laut, sedangkan 10% hujan yang
terjadi di daratan berasal dari penguapan yang berasal dari permukaan air danau, muka air

6
sungai, tanah yang lengas (basah) dan berasal dari vegetasi. Kelengasan yang berada di
atmosfer berbentuk awan. Untuk terjadinya hujan diperlukan mekanisme untuk mendinginkan
udara supaya mencapai jenuh atau mendekati jenuh. Pendinginan udara supaya terjadi hujan
diperoleh dengan pengangkatan (uplift) dan massa udara melalui peristiwa-peristiwa :
Konvektif, orogafik & frontal maupun siklonik.

Apabila udara mendekati jenuh, pembentukan kabut (dew) dan tetes awan (fog) ata kristal-
kristal es membutuhkan adanya inti pembekuan. Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah
Kondensasi dimana tetes air membentuk kristal-kristal. Inti pembekuan merupakan partikel-
partikel kecil dari bermacam-macam zat dengan diameter  (0,1 – 10) mm. Inti kondensasi
tersebut biasanya terdiri dari zat hasil pembakaran oksida & nitrogen serta partikel-partikel
garam. Partikel garam merupakan zat yang efektif untuk terjadinya peristiwa kondensasi
dengan kelembaban relatif minimal 75%. Inti pembekuan biasanya terjadi dari mineral
lempung, yang paling umum adalah kaolin.

Jenis (type) hujan


Hujan konvektif : Hujan yang disebabkan oleh adanya arus konvetif terjadi apabila bumi
mendapat panas, massa udara bersinggungan dengan permukaan, udara dingin di atas wilayah
lautan akan naik dan menyebabkan terjadinya arus konvektif. Hal ini biasanya terjadi pada
siang hari di sekitar pantai. Hujan yang terjadi di tepi laut pada siang hari disebabkan oleh
adanya arus konvektif ini.

Hujan Konvektif

Hujan yang disebabkan oleh adanya arus konvektif yaitu


terjadi apabila bumi mendapat panas, massa udara
bersinggungan dengan permukaan, udara dingin di atas
wilayah lautan akan naik dan menyebabkan terjadinya
arus konvektif.
Hal ini biasanya terjadi pada siang hari sekitar pantai.
Hujan yang terjadi di tepi laut pada siang hari disebabkan oleh adanya arus konvektif ini.

7
Hujan badai lebih sering terjadi diatas daratan dan di daerah pegunungan dari pada di atas
lautan daerah rata.

Hujan Orografik
Terjadi akibat adanya pengangatan udara (uplift) yang disebabkan oleh adanya rintangan
berupa gunung atau pegunungan.

Udara yang lengas (moist air) bergerak terangkat ke atas kemudian menjadi dingin, pada
kondisi jenuh menyebabkan terjadinya drizzle (gerimis) hujan.

Hujan Siklonik (Hujan Badai – Hujan Topan)


Ada 2 jenis hujan Siklonik :
Badai tropis ekstra : Terjadi pada sekitar garis lintang pertengahan sekitar lintang 600.
Badai tropis : Terjadi di sekitar khatulistiwa dekat lintang 600.
Hujan ini dihasilkan dari Siklonik (angin topan) yang disebabkan oleh pengangkatan udara
yang menyatu ke dalam suatu daerah yang bertekanan rendah.

Alat penakar hujan :


Definisi : Tinggi hujan adalah ketebalan lapisan air di atas permukaan yang bebas terhadap
rembesan maupun penguapan dan dinyatakan dalam satuan (mm).

8
Intensitas hujan adalah : tinggi hujan persatuan waktu dan dinyatakan dalam satuan (mm/jam,
mm/menit).
Ada 2 (dua) jenis penakar hujan :
1. Alat penakar yang biasa/standar atau tidak otomatis
2. Alat penakar hujan yang otomatis
3. Alat penakar hujan standar (tidak otomatis)

Alat penakar hujan otomatis


Alat penakar hujan otomatis dapat disebut pula sebagai alat pencatat data hujan oleh karena
secara otomatis dapat mencatat data hujan pada kertas grafik.

Ada 3 jenis pencatat hujan :


Type pemberat (weighing type)
Type ember jungkit (Tipping bucket gage), Jenis ini
jarang dipakai (tidak praktis)
Type siphon (type pelampung)

9
Kelebihan alat penakar hujan otomatis (pencatat hujan)
Data hujan langsung tercatat pada kertas pencatat
Dapat menghasilkan data hujan berbagai jangka waktu (data yang menerus); data menitan,
data jam-jaman atau harian.
Dapat memberi informasi mengenai kederasan (intensitas hujan untuk berbagai jangka
waktu).

Penakar hujan jenis pencatat (recorder), alat ini dapat mencatat jumlah curah hujan secara
otomatis. Data yang dihasilkan adalah grafik. Hubungan antara hujan dan waktu. (lihat
gambar 2,4,2,5 dan 2,6 penakar hujan otomatis).

Dari grafik di atas diperoleh data-data :


Jumlah hujan selama waktu tertentu (=P)
Misalnya : 06.30 – 08.00 = (45-5) mm = 40 mm.
Intensitas hujan selama waktu tertentu (=I)
0 mm
Misalnya : 06.00 – 06.30 = ----------- = 0 mm/jam

10
30 menit
10 mm
06.30 – 07.00 = ---------- = 20 mm/jam
30 menit
07.00 – 07.30 = 50 mm/jam
07.30 – 08.00 = 10 mm/jam

Alat penakar hujan jenis

Ember jungkit (Tipping bucket)

Alat ukur curah hujan jangka panjang

11
Grafik pencatatan data hujan dari alat penakar otomatis jenis pelampung (sipon)

Ada berbagai data hujan antara lain :


 Hujan harian, yaitu jumlah hujan selama satu hari. Satuannya adalah satuan panjang (mm,
inchi).
 Hujan bulanan, yaitu jumlah hujan selama satu bulan. Satuannya adalah panjang (mm,
inchi).
 Hujan tahunan, yaitu jumlah hujan selama satu tahun. Satuannya adalah satuan panjang
(mm, inchi).
 Intensitas hujan, yaitu perbandingan antara jumlah hujan dan lamanya (waktu) hujan atau
antara tinggi hujan dan waktu tertentu.
Satuannya adalah satuan panjang/satuan waktu (mm/menit, mm/jam, inchi/jam).
Istilah-istilah yang lain sehubungan data hujan pada stasiun pengamat, antara lain :
Curah hujan harian maksimum yaitu curah hujan harian yang terbesar selama satu tahun atau
tahun tertentu.
Jumlah hari hujan yaitu banyaknya hari dimana terjadi hujan, biasanya untuk bulan tertentu.
Curah hujan harian maksimum absolut yaitu curah hujan harian yang terbesar selama
pengamatan yang dilakukan.

Data-data curah hujan yang dapat disediakan oleh Pusat Meteorologi dan Geofisika adalah :
 Curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan
 Curah hujan harian

12
 Curah hujan harian maksimum
 Curah hujan harian maksimum absolut
 Curah hujan menitan.
Jenis data 1 s/d 4 dipublikasikan oleh Pusat Meteorologi dan Geofisika, sedangkan data 5
dapat disediakan atas permintaan. Berikut ini disajikan contoh data-data curah hujan (dan data
lain).
Cara memasang penakar hujan :
Penakar hujan dipasang diatas tanah lapang dengan ukuran minimal 7 x 10 m2 dan yang
paling baik berukuran 15 x 20 m2.
Tinggi penakar hujan dari permukaan tanah + 120 cm.
Dipasang tegak lurus di atas tunggak kayu atau besi/baja yang berpondasi kuat dan permukaan
corong diusahakan horizontal.
Dianjurkan dipasang pagar setinggi + 100 cm.
Jarak penakar hujan sampai pohon-pohon dan gedung-gedung minimum sama dengan tinggi
pohon atau gedung.
Agar penguapan tidak terlalu banyak penakar hujan harus dicat putih mengkilat (= cat
alumunium).

Kerapatan/banyaknya stasion pengamat hujan yang diperlukan pada suatu wilayah tergantung
dari berbagai faktor :
Kondisi iklim : Kering atau basah (non lembab, lembab)
Bentuk permukaan : Dataran rendah (flat)
Dataran tinggi (gunung/pegunungan)
Variasi/frekuensi : Banyak atau sedikit hujan untuk waktu yang berbeda hujan terhadap
waktu.
Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyarankan sebagai berikut :

13
Pulau yang memiliki gunung/pegunungan yang kecil dengan hujan tidak teratur, untuk setiap
luas 25 km2 diperlukan 1 stasion hujan.
Wilayah tropis yang bergunung-gunung, iklim sedang meditran untuk setiap luas (100 – 250)
km2 diperlukan 1 stasion hujan.
Wilayah tropis dataran rendah, iklim sedang meditran untuk setiap luas (600 – 900) km2
diperlukan 1 stasion hujan.
Daerah yang kering wilayah kutub, antara setiap luas (1500 – 10.000) km2 diperlukan 1
stasion hujan.

Analisis Data hujan/Tafsiran/Interpretasi Data Hujan


 Menaksir/mengisi data hujan yang tidak lengkap (hilang)
 Menguji konsistensi data hujan
 Menghitung nilai rata-rata hujan

Analisa Data Hujan/Tafsiran (Interpretasi Data Hujan)


Data hasil pengamatan berdasarkan pengukuran ataupun pencatatan data hujan, dapat
ditafsirkan atau diinterpretasikan, antara lain :

Menaksir (menetapkan atau memperkirakan) data hujan yang hilang


Seringkali data hujan yang tercatat (teramati) tidak lengkap, istilahnya “data hilang”. Ada
beberapa sebab sehingga data hujan disebut “hilang” atau tidak lengkap, yaitu :
Ada kerusakan pada alat
 Si pengamat tidak hadir
 Alat pindah
 Dalam keadaan perang
Untuk menaksir data hujan yang tidak lengkap (hilang) ada 3 cara pendekatan yang dapat
ditempuh.

14
Cara rata-rata Aljabar
Daerah aliran / Daerah Tadah/ Catchman area
A, B, C & D adalah stasiun pengamat hujan
Apabila pada stasiun D ada data yang tidak lengkap (hilang)
maka data hilang tersebut bisa diperkirakan

Dengan rumus : HD = 1/3 (HA + HB + HC)


Dimana : HD = Hujan yang hilang pada Stasion D yang
diperkirakan (dihitung).
HA, HB, HC : Data hujan yang teramati pada masing-masing Stasion A, B & C.
Cara tersebut berlaku apabila perbedaan antara data hujan pada stasion terdekat untuk jangka
waktu tahunan rata-rata kurang dari 10% (< 10%).

Cara Perbandingan Normal (Ratio Normal)


Cara tersebut dapat dipakai apabila perbedaan data hujan untuk jangka waktu tahunan rata-
rata antara stasion hujan terdekat melebihi 10% (>10%).

HA, HB, HC = Hujan pada masing-masing stasion A, B, dan C.


RA, RB, RC = Hujan tahunan rata-rata pada masing-masing stasion A, B, dan C.

Cara Kebalikan Kwadrat Jarak

15
HD = Hujan yang hilang pada stasion D yang dihitung
HA, HB, HC = Hujan yang teramati pada masing-masing stasion A, B, dan C. ke
stasion D (yang hilang).

Menghitung Hujan Rata-rata Suatu Daerah Aliran (Catchment Area)


Curah hujan rata-rata untuk suatu daerah dapat dihitung dengan beberapa cara, diantaranya:
a. Metode Rata-rata Aljabar
Metode hitungan dengan rata-rata aljabar (mean arithmetic method) ini merupakan cara
yang paling sederhana dan setiap stasiun dianggap mempunyai bobot yang sama. Hal ini
hanya dapat digunakan kalau hujan yang terjadi dalam DAS homogen dan variasi
tahunannya tidak terlalu besar.
Rata-rata aljabar curah hujan dalah jumlah besarnya curah hujan dibagi banyaknya
bilangan penjumlahan.
𝑅 +𝑅 +𝑅 +⋯+𝑅𝑛
𝑅̅ = ( 1 2 3 )
𝑛

Di mana:
𝑅̅ = Curah hujan rata-rata kawasan (mm)
𝑛 = Jumlah titik atau stasiun
𝑅1 , 𝑅2 , 𝑅3 … 𝑅𝑛 = Curah hujan di setiap stasiun

16
Cara Poligon Thiessen
Cara ini sering dipakai karena berbagai kemudahan & teliti oleh karena daerah aliran tidak
selamanya datar, jadi cara Polygon Thiessen dapat dipakai :
Pada daerah dataran atau daerah pegunungan (dataran tinggi)
Stasion pengamat hujan paling sedikit ada 3 buah
Dapat membuat segi tiga (polygon) yaitu membuat garis hubung 3 stasion menjadi bentuk
segitiga.
Garis a, b, c membagi sisi BC, AC dan AB ,asing-
masing pada bagian tengahnya.
Garis a, b dan c tersebut merupakan batas luas yang
dipengaruhi oleh hujan
Jadi stasiun A akan berpengaruh pada luas yang dibatasi
oleh garis b, c dan batas daerah aliran.
Stasiun B akan berpengaruh pada luas yang dibatasi oleh
garis a, b dan batas daerah aliran.
Sedangkan stasiun C akan berpengaruh pada luas yang
dibatasi oleh garis a, b dan batas daerah aliran

Jika titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan dilakukan dengan mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik
pengamatan.
𝐴 𝑅 +𝐴 𝑅 +⋯+𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ = 1 1 2 2
𝐴1 +𝐴2 +⋯+𝐴𝑛
𝐴1 𝐴2 𝐴𝑛
𝑊1 , 𝑊2 , 𝑊3 = , ,…
𝐴 𝐴 𝐴

Dimana:
𝑅̅ = Curah hujan rata-rata kawasan (mm).
𝑅1 , 𝑅2 , … 𝑅𝑛 = Curah hujan di tiap stasiun.
𝐴1 , 𝐴2 , … 𝐴𝑛 = Luas daerah yang mewakili tiap stasiun (km2).
𝑊1 , 𝑊2 , 𝑊𝑛 = Faktor pembobot Thiessen untuk masing-masing stasiun.

17
Bagian-bagian daerah A1,A2,...An ditentukan dengan cara sebagai berikut:
1) Cantumkan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta
topografi, kemudian dihubungkan tiap titik yang berdekatan dengan sebuah garis lurus.
Dengan demikian akan terlukis jaringan segitiga yang menutupi seluruh daerah.
2) Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-poligon yang didapat dengan
menggambar garis bagi tegak lurus pada setiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah
hujan dalam setiap poligon di anggap diwakili oleh curah hujan dari titik pengamatan
dalam tiap poligon itu. Luas tiap poligon diukur dengan planimeter atau dengan cara
lain.

Gambar 3.1. Metode Polygon Thiessen

Metode Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti daripada aljabar. Akan tetapi
penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil
yang didapat, misalnya data tidak benar maka polygon harus diubah.

Cara Isohyet
Cara ini merupakan cara yang paling teliti akan tetapi dituntut persyaratan antara lain :
Curah hujan terbesar merata pada daerah aliran (curah hujan harus cukup banyak).
Dapat diterapkan pada daerah dataran atau pegunungan.

Cara ini agak sulit karena kita harus membuat isohyet (serupa dengan garis kontur pada peta
topografi).
Isohyet : Garis yang menghubungkan curah hujan yang sama :
Iso : Sama

18
Hyet : hujan
Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan 10 mm sampai 20 mm
berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah yang
dimaksud. Luas bagian daerah antara 2 garis isohyet yang berdekatan diukur dengan
planimeter. Demikian pun harga rata-rata dari garis-garis isohyet yang berdekatan termasuk
bagian-bagian itu dapat dihitung. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan
sebagai berikut:
𝐴 𝑅 +𝐴 𝑅 +⋯+𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ = 1 1 2 2 ..........(3.4)
𝐴1 +𝐴2 +⋯𝐴𝑛

Dimana:
𝑅̅ = Curah hujan rata-rata kawasan (mm)
𝑅1 , 𝑅2 , … 𝑅𝑛 = Curah hujan rata-rata pada bagian A1, A2, ...An
𝐴1 , 𝐴2 , … 𝐴𝑛 = Luas bagian-bagian antara garis isohyet (km2)

Gambar 3.2. Metode isohyet

Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohyet dapat digambar dengan
teliti. Akan tetapi, jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah hujan di daerah
bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohyet ini akan terdapat kesalahan pribadi si
pembuat data.

19
B. Pengukuran Suhu, Kelembaban, dan Agin
1. Pengukuran Suhu
Suhu udara diukur dengan termometer, sehingga diketahui suhu maximum dan minimum
suatu hari. Walaupun demikian saat-saat terdapatnya suhu-suhu tersebut tetap tidak dapat ketahui
dan besarnya suhu pada saat-saat lain. Suatu themograph menyusun suatu pencatatan grafis
secara otomatis besarnya suhu sepanjang hari. Sehingga dari grafiknya kita ketahui suhu setiap
saat dan suhu max dan min. Untuk mencatat suhu yang jaraknya agak jauh dari daerah
pengamatan digunakan electrical resistance thermometers.
Alat pengukur suhu ditempatkan ditempat terbuka yang sirkulasi udanya tidak terganggu tetapi
tidak boleh langsung diudara terbuka dan terkena sinar matahari langsung, biasanya ditempatkan
didalam kotak.

2. Pengukuran Kelembaban
Kelembaban atmosfer
Banyaknya uap air yang bergerak didalam atmosfir berpengaruh pada besarnya hujan, intensitas
hujan dan lamanya hujan. Kelembaban biasanya ditentukan dari pembacaan ”dry bulb” dan ”wet
bulp” psychrometer.
Untuk mengukur kelembaban digunakan psychrometer dan hair hygrometer. Hygro-thermograph
mencatat kelembaban relatif dan suhu sekaligus secara otomatis.

3. Pengukuran Angin
Angin adalah udara yang bergerak, karenanya mempunyai arah dan kecepatan.
Untuk mengukur kecepatan angin digunakan anemometer, propeller anemometer, dan windmill
meter. Air meter digunakan dalam teknik air conditioning untuk mengetahui aliran udara di
dalam gedung, tambang, dsb.

C. Evaporasi & Evapotranspirasi


Adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap dan dan dari permukaan tanah dan air. Sedangkan
transpirsi adalah peristiwa penguapan dari tanaman. Bila keduanya terjadinya bersama-sama
disebut evapotranspirasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi:

20
 Suhu air
 Suhu udara (atmosfir)
 Kelembaban
 Kecepatan angin
 Tekanan udara
 Sinar matahari, dll
Pada waktu pengukuran faktor-faktor tsb sangat perlu diperhatikan mengingat faktor tsb sangat
dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Kondisi itu tidak merata diseluruh daerah, sehingga
perkiraan evaporasi dan evapotranspirasi yang menggunakan harga yang diukur hanya disuatu
daerah itu adalah sulit dan sangat menyimpang. Transpirasi dibatasi oleh tanaman itu sendiri yang
disebabkan oleh kondisi kadar kelembaban tanah dan kemungkinan terjadinya keadaan layu. Jadi
keadaan akan lebih sulit.
Pengukuran banyaknya evaporasi dengan panci evaporasi (evaporation pan).
Panci evaporasi itu terbuat dari pelat tembaga dengan diameter 20 cm dan dalam 10 cm. Panci
diisi dengan air jernih 20 mm (628 cm3) yang diukur dengan silinder pengukur dan dibiarkan 1
hari. Evaporasi (mm/hr) = air yang dituang-air hujan (jika ada)- air sisa
Pada stasiun meteorologi digunakan panci besar dengan diameter 120 cm, evaporasi diukur
dengan pengukur muka air.
Evapotranspirasi adalah peristiwa air dalam tanah keudara melalui tumbuh-tumbuhan.
Evapotranspirasi adalah adalah faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana
irigasi dan merupakan proses yang penting dalam proses silus hidrologi. Pengukuran
evapotranspirasi dengan lysimeter. Pengukuran evapotranspirasi potensial melalui tanaman
melalui tanaman dan dari tanah tanah dilakukan dengan evapotranspirometer.

D. Infiltrasi
Bila ada air hujan mencapai permukaan tanah maka sebagian akan diabsorsi dan sebagian
akan menjadi aliran permukaan (surface run off). Kapasitas infiltrasi curah hujan dipermukaan
tanah kedalam tanah tergantung pada kondisi tanah di tempat bersangkutan.
Air yang menginfiltrasi kedalam tanah meningkatkan kelembaban tanah atau terus ke air tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi:
1. Dalamnya Genangan diatas permukaan dan tebal lapisan yang jenuh

21
2. Kelembaban tanah
3. Pemampatan oleh curah hujan
4. Penyumbatan oleh bahan-bahan halus
5. Pemampatan oleh hewan
6. Struktur tanah
7. Tumbuh-tumbuhan
8. Udara yang terdapat dalam tanah, dll
Kapasitas infiltrasi disuatu daerah pengaliran mempunyai variasi penggunaan tanah (land use),
variasi karakteristik tumbuh-tumbuhan dalam setahun, pertambahan tingkat pertumbuhan
tumbuh-tumbuhan dari tahun ke tahun, dll
Untuk penentuan kapasitas infiltrasi dapat menggunakan alat ukur alat ifnfiltrasi dan cara
menggunakan analisa dari hidrograf. Alat ukur infiltrasi yang banyak dipakai dapat
diklasifikasikan ada 2 jenis: Jenis permukaan air tetap dan jenis siraman buatan (artificial
springkling type)

E. Intersepsi
Intersepsi (interception) adalah proses yang merupakan bagian dari siklus hidrologi
dimana air hujan tertahan oleh dedaunan, cabang dan batang pohon, yang selanjutnya diuapkan
kembali. Bagian intersepsi yaitu intersepsi (interception), ’throughfall’, dan ’streamflow’.
Intersepsi adalah bagian air hujan yang tertahan oleh pepohonan yang kemudian diuapkan
kembali. ’Throughfall’ adalah bagian air yang menetes dari daun atau diantara dedaunan dan
sampai dipermukaan tanah. ’Streamflow’ adalah bagian air yang mengalir yang mengalir
melewati tangkai daun, ranting, cabang dan batang pohon yang selanjutnya kepermukaan tanah.
Pengukuran intersepsi yang dinilai paling ideal adalah pengukuran langsung, dengan mengukur
hujan yang terjadi diatas pohon, hujan dibawah pohon dan ’streamflow’

Kapasitas Infiltrasi
Ketika hujan terkumpul diatas permukaan tanah, air tersebut akan terinfiltrasi melalui permukaan
tanah dengan laju infiltrasi awal (ƒ0) yang nilainya tergantung pada kadar air tanah saat itu.
Dengan berlanjutnya hujan, laju infiltrasi berkurang karena tanah menjadi lebih besar. Laju
infiltrasi sebagai fungsi waktu diberikan oleh Horton (1940) dalam persamaan:

22
ƒt = ƒc + (ƒ0 – ƒc)e-kt
dimana : ƒt : kapasitas infiltrasi pada saat ke t
ƒ0 : kapasitas infiltrasi awal
ƒ0 : kapasitas infiltrasi konstan
k : konstanta yg menunjukkan laju pengurangan infiltrasi
Konstanta k merupakan tekstur permukaan, jika tekstur permukaan ada tanaman maka nilai k
kecil, sedangkan apabila tekstur permukaan halus seperti gundul maka nilai k semakin besar.
Parameter ƒ0 dan ƒc adalah fungsi jenis tanah dan tutupan.
Jumlah air yang terinfiltrai pada suatu periode tergantung laju infiltrasi dan fungsi waktu.
Laju infiltrasi dan jumlah air yang terinfiltrasi
dF (t )
ƒ(t) =
dt t

ƒ0 F(t) = 
0
ƒ(t)dt Kapasitas infiltrasi sebagai fungsi
waktu
ƒt
ƒc
0
wakt
Laju infiltrasi merupakan turunan dari infiltrasi kumulatif F(t)
t u
F(t) =  ƒc + (ƒ0 – ƒc)e
0
-kt
dt

1
F(t) = ƒc.t + (ƒ0 – ƒc)(1-e-kt)dt
k

23
ƒ
Kapasitas infiltrasi
t
ƒ(t) = 
0

ƒ(u)du ƒ(t)dt

0 waktu
t
dt
F dF
F(t)

Waktu

Kapasitas infiltrasi dan curah hujan


Contoh soal :
Dari statu percobaan infiltrasi genangan diperoleh infiltrasi sebagai berikut:
Waktu 0 0,25 0,5 0,75 1,0 1,25 1,5 1,75 2,0
(jam)
Kapasitas 10,4 5,6 3,2 2,1 1,5 1,2 1,1 1,0 1,0
infiltrasi ƒ(t)
(cm/jam)

Ditanya:
1. Cari bentuk persamaan kapasitas infiltrasi

24
2. Hitung kapasitas infiltrasi pada waktu t=10 mnt, 30 mnt, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam
3. Hitung volume total infiltrasi selama 3 jam
Penyelesaian :
Persamaan laja infiltrasi
ƒt = ƒc + (ƒ0 – ƒc)e-kt
ƒt -ƒc = (ƒ0 – ƒc)e-kt
Ruas kanan dan kiri dibuat dalam bentuk log:
log (ƒt -ƒc) = log(ƒ0 – ƒc) – kt log e
log (ƒt -ƒc) - log(ƒ0 – ƒc) = – kt log e
1
t=- (log (ƒt -ƒc) - log(ƒ0 – ƒc))
k log
1 1
t=- (log (ƒt -ƒc) + log(ƒ0 – ƒc)
k log k log
persamaan tersebut mempunyai bentuk y = mx + c yang merupakan garis lurus dengan gradien
m. Tanda negatif menunjukkan bahwa nilai ƒt berkurang dengn bertambah waktu
Dari persamaan diatas disimpulkan bahwa nilai ƒc = 1,0. Selanjutnya hitungan:
T(jam) 0 0,25 0,5 0,75 1,0 1,25 1,5 1,75 2,0
ƒt(cm/jam) 10,4 5,6 3,2 2,1 1,5 1,2 1,1 1,0 1,0
ƒt -ƒc 9,4 4,6 2,2 1,1 0,5 0,2 0,1 0 0
log (ƒt -ƒc) 0,973 0,973 0,342 0,042 -0,301 -0,699 - 1

1 1 1,38
m=- =- k= = 3,18
k log 38 log 2,718
persamaan infiltrasi menjadi
ƒt = 1,0 + (10,4 – 1)e-3,18t = 1,0 + 9,4 -3,187t dengan ƒt dalam cm/jam dan t dalam jam.
t (jam) 1/6 1/2 1 2 3
ƒt (cm/jam) 6,53 2,92 1,39 1,02 1,00

Volume air yang terinfiltrasi


1
F(t) = 1 x 3 + (10,4 – 1,0)(1-e-3,18x3) = 5,96 mm / 3 jam
3,18

25
Indeks Infiltrasi
Kurva kapasitas infiltrasi seperti yang diberikan oleh Horton merupakan kapasitas infiltrasi di
statu titik (lokasi) yang ditinjau.
Indeks infiltrasi merupakan prosedur paling sederhana untuk memperkirakan volume total aliran
permukaan atau air yang hilang karena infiltrasi.
F PQ
Indeks  = = ; F: infiltrasi total, P: hujan total, Q: aliran permukaan,
Tr Tr
Tr: Waktu terjadinya hujan
Contoh soal :
Distribuís hujan berikut diukur selama hujan 6 jam.

Jam 0 1 2 3 4 5 6

Intensitas hujan (cm/jam) 0,5 1,5 1,2 0,3 1,0 0,5

Kedalaman limpasan (run off) adalah 2 cm. Hitung indeks  ?


Jawab: dengan perkiraan nilai 0,5 <  < 1,0
(1,5  1,2  1,0  2)
= = 0,567 cm / jam
3
Contoh:
DAS Cemoro mempunyai Luas 13,48 km2. Data debit seperti dibawah ini.
Hitung hidrograf aliran langsung,  indeks, dan histogram hujan efektif
Jawab: Perkiraan Qb = 0,094 m3/det ; Vlimp. = 115,189 x 3600 m3
414.680,4
q limp= = 0,03076 m = 30,76 mm
13,48 x1.000.000
Hujan
Hujan Debit Aliran Efektif
Hari - Jam (mm) (m3/det) Langsung (mm)
.15/12/2003 8.00 0,094 0
9.00 0,094 0
10.00 0,094 0
11.00 4,43 0,559 0,465
12.00 32,4 25,203 25,109 5,83
13.00 36,59 35,061 34,967 10,02
14.00 35,52 17,161 17,067 8,95
15.00 32,54 11,247 11,153 5,97
16.00 19,31 8,153 8,059

26
17.00 17,73 6,523 6,429
18.00 4,9 5,066 4,972
19.00 2,441 2,347
20.00 1,841 1,747
21.00 1,841 1,747
22.00 0,251 0,157
23.00 0,251 0,157
24.00 0,0251 0,157
.16/12/2003 1.00 0,232 0,138
2.00 0,232 0,138
3.00 0,232 0,138
4.00 0,215 0,121
5.00 0,215 0,121
115,189 30,77
Perkiraan 19,93 <  < 32,4
(32,4  36,59  35,52  32,54  30,57)
= = 26,57 mm
4

40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21

Hisrogram hujan

40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8

27
Histogram hujan efektif
12

10

0
1 2 3 4

28
BAB III ANALISIS FREKUENSI

A. Pendahuluan
Analisis frekuensi merupakan prakiraan dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu
peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rencana yang berfungsi sebagai dasar perhitungan
perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Tujuan dari analisis
frekuensi data hidrologi adalah mencari hubungan antara besarnya kejadian ekstrim terhadap
frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi probabilitas.
 digunakan untuk menetapkan besaran hujan atau debit dengan kala ulang tertentu
 dapat dilakukan untuk seri data yang diperoleh dari rekaman data baik data hujan/debit.
 didasarkan pada sifat statistik data yang tersedia untuk memperoleh probabilitas besaran
hujan/debit di masa yang akan datang (diandaikan bahwa sifat statistik tidak berubah/sama)
 Kala ulang ditakrifkan sebagai waktu hipotetik di mana hujan atau debit dengan suatu besaran
tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut.

QT = 50 m3/dt.
T = [ 1+2+3+2+2+1+3+1+2+1+1] / 11 = 1,73 tahun
Penetapan seri data dapat dilakukan dengan:
mengambil satu data maksimum setiap tahun (maximum annual series).
Ini berarti bahwa besaran maximum kedua dalam suatu tahun mungkin lebih besar dari
maksimum data tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya, untuk itu dipakai cara
“partial series”.

29
partial series (peak over threshold) dengan menetapkan suatu batas bawah tertentu dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Khusus untuk analisis data hujan, dalam praktek terdapat beberapa cara penyiapan data (hujan
rata-rata DAS) sebagai berikut :
1. Data hujan DAS diperoleh dengan menghitung hujan rata-rata setiap hari sepanjang data
yang tersedia (cara terbaik).
2. Dalam satu tahun tertentu, untuk sta. I dicari hujan maksimum tahunannya. Selanjutnya
dicari hujan untuk stasiun lainnya pada waktu yang sama, selanjutnya dihitung hujan rata-
rata DAS. Masih dalam tahun yang sama, dicari hujan maksimum tahunan untuk sta. II,
dan dicari hujan di stasiun lainnya pada waktu yang sama dan dicari rata-ratanya. Prosedur
yang sama untuk stasiun lainnya dan untuk tahun-tahun berikutnya.
3. Menggunakan data pada salah satu stasiun ( data maksimum) dan mengalikan data
tersebut dengan koefisien reduksi.
4. Merata-ratakan hujan maksimum pada seluruh stasiun pada setiap tahun (sebaiknya cara
ini tidak digunakan).
5. Analisis frekuensi data hujan setiap stasiun sepanjang data yang ada. Hasil analisis
frekuensi tersebut selanjutnya dirata-ratakan sebagai hujan rata-rata DAS (sebaiknya cara
ini tidak digunakan).

B. Jenis Distribusi Probabilitas


Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi (agihan) frekuensi dan yang banyak
digunakan dalam hidrologi yaitu :
1. agihan normal
2. agihan log-normal
3. agihan log-pearson III
4. agihan gumbel
Masing-masing agihan memiliki sifat-sifat khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji
kesesuaiannya dengan sifat statistik masing-masing agihan tersebut.
Pemilihan agihan yang tidak benar dapat mengundang kesalahan perkiraan yang cukup besar baik
overestimated maupun underestimated.

30
Analisis frekuensi data hidrologi menuntut syarat tertentu terhadap data tersebut, yaitu harus :
a. seragam (homogeneous)
data harus berasal dari populasi yang sama (sta. pengumpul data tidak berubah, DAS tak
berubah, tak ada gangguan lain yang menyebabkan sifat data berubah) .
b. mewakili (representative) untuk perkiraan kejadian yang akan datang. Tidak terjadi
perubahan secara besar-besaran.
c. independence, data ekstrim tidak terjadi lebih dari sekali.

Urutan yang lazim dilakukan dalam analisis frekuensi :


1. Hitung besaran statistik data yang bersangkutan ( , s, Cv, Cs, Ck)
2. Berdasar nilai statistik tersebut, perkirakan agihan yang sesuai.
3. Data diurutkan dari kecil ke besar (atau sebaliknya).
4. Data digambarkan pada kertas probabilitas.
5. Tarik garis teoritik pada gambar tersebut, selanjutnya dilakukan pengujian dengan Chi-
kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov.
Bila tidak sesuai dengan kriteria pengujian, ulangi dengan agihan yang lain.
Analisis Frekuensi Hujan

31
Analisis Frequensi debit

32
Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk data debit sungai atau data hujan. Data yang
digunakan adalah data hujan maksimum tahunan, yaitu data terbesar yang terjadi selama satu
tahun, yang terukur selama beberapa tahun.
Secara sistematis perhitungan hujan rencana dilakukan sebagai berikut :
1. Penentuan Parameter statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi: Parameter nilai
rata-rata (Xbar), simpangan baku (Sd), koefisien varians (Cv), koefisien kemiringan (Cs), dan
koefisien kurtosis (Ck).
Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian maksimum,
paling sedikit data 10 tahun terakhir. Analisa Frekuensi harus dilakukan secara bertahap dan
sesuai dengan urutan kerja yang telah ada karena hasil masing-masing perhitungan tergantung dan
saling mempengaruhi terhadap hasil perhitungan sebelumnya.berikut adalah penerapan dari
langkah-langkah analisa frekuensi :
a) Nilai Rata-rata
1
𝑥̅ = ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖
𝑛
Dimana:
𝑥̅ = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)
𝑥𝑖 = Curah hujan pada periode tertentu (mm)
𝑛 = Jumlah data

33
b) Simpangan Baku (Standard Deviation)

1
𝑠=√ ∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛−1

Dimana:
S = Simpangan baku (mm)
𝑥̅ = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)
𝑥𝑖 = Curah hujan pada periode tertentu (mm)
𝑛 = Jumlah data
c) Koefisien Varian

𝑠
𝐶𝑣 =
𝑥
Dimana:
Cv = Koefisien varian
S = Simpangan baku (mm)
X = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)

d) Koefisien Kemiringan

𝑛 ∑𝑛 (𝑥 −𝑥̅ )3
𝑖=1 𝑖
𝐶𝑠 = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑠 3

Dimana:
Cs = Koefisien Kemiringan
𝑥̅ = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)
𝑥𝑖 = Curah hujan pada periode tertentu (mm)
𝑛 = Jumlah data
S = Simpangan baku

e) Koefisien Kurtosis

𝑛 2 ∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖 −𝑥̅ )
4
𝐶𝑘 = (𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)𝑠4

Dimana:
Ck = Koefisien Kurtosis

34
𝑥̅ = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)
𝑥𝑖 = Curah hujan pada periode tertentu (mm)
𝑛 = Jumlah data
S = Simpangan baku

2. Pemilihan Jenis Distribusi


Pemilihan jenis sebaran dilakukan dengan menggunakan beberapa asumsi, yaitu:
Tabel 3.1 Tabel Jenis Distribusi
No Distribusi Persyaratan
1. Normal Cs = 0
Ck = 3
2. Log Normal Cs = Cv3 + 3Cv
Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3
3. Gumbel Cs = 1,14
Ck = 5,40
4. Log Pearson III Selain dari nilai di atas

C. Uji Kecocokan Distribusi


Untuk menentukan apakah jenis distribusi yang dipilih sesuai atau tidak dengan data yang
ada diperlukan pengujian parameter. Untuk pengujian parameter dapat dilakukan dengan Uji Chi-
kuadrat (Chi-square) atau Uji Smirnov-Kolmogorov.
1. Uji Chi-kuadrat (Chi-square)
Pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpanan rerata data yang di
analisis berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan antara nilai
probabilitas setiap varian X menurut hitungan distribusi frekuensi teoritik (diharapkan) dan
menurut hitungan dengan pendekatan empiris. Teknik pengujian yaitu menguji apakah ada
perbedaan yang nyata antara data yang diamati dengan data berdasarkan hipotesis nol (Ha).
Uji Chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah
dipilih dapat mewakili distribusi statistic sampel data yang dianalisis. Parameter Xn2 merupakan
variable acak. Parameter X2 yang digunakan dapat dihitung dengan rumus :
𝑂𝑓−𝐸𝑓
𝑋 2 = ∑𝑁
𝑡=1 𝐸𝑓

Dimana :
X2 = parameter Chi- square terhitung
Ef = Frekuensi (banyak pengamatan) yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya.

35
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama.
N = Jumlah sub kelompok dalam satu grup.
Nilai yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai Xcr2 (Chi-Kuadrat kritik), untuk suatu
derajat nyata tertentu, yang sering di ambil 5%. Derajat kebebasan dihitung dengan persamaan:
𝐷𝐾 = 𝐾 − (𝛼 + 1)
dengan:
Dk = Derajat kebebasan
K = Banyaknya kelas
 = banyaknya parameter, untuk uji chi kuadrat adalah 2.

2. Uji Smirnov Kolmogorov


Uji Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametrik, karena
pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Pengujiannya dilakukan dengan
memperhatikan kurva dan penggambaran pada kertas probabilitas. Dari gambar dapat diketahui
jarak penyimpangan setiap titik terhadap kurva. Jarak penyimpangan terbesar merupakan nilai
Δmaks dengan kemungkinan didapat nilai lebih kecil dari nilai Δkritik, maka jenis distribusi yang
dipilih dapat digunakan. Nilai Δkritik diperoleh dari tabel.

D. Analisa hujan rencana


Perhitungan hujan rencana dapat dilakukan dengan berbagai metode distribusi, yaitu Metode
Normal, log Normal, Gumbel, maupun Log Pearson type III. Hal ini tergantung dari hsil
perhitungan analisa frekuensi.
1. Metode Normal
Distribusi Normal adalah simetri terhadap sumbu vertikal dan berbentuk lonceng yang juga
disebut Distribusi Gauss. Distribusi normal mempunyai dua parameter yaitu nilai rata-rata () dan
deviasi standar (σ).

1 2 /2
𝑝(𝑧) = 𝑒 −𝑧
√2𝜋

𝑋 = 𝜇 + 𝑧𝜎 ...

Dimana:

36
Z = faktor frekuensi
X = Variabel Random
P = fungsi kerapatan kemungkinan

2. Metode Log Normal


Metode log normal digunakan apabila nilai-nilai dari variabel random tidak mengikuti distribusi
normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi distribusi normal.
1 2
/(2𝜎𝑦 2 )
𝑝(𝑋) = 𝑒 −(𝑦−𝜇𝑦)
𝜎𝑦 √2𝜋

3. Metode Gumbel
Distribusi ini banyak digunakan untuk analisis data maksimum, seperti untuk analisis
frekuensi banjir.
𝑇
ln ln +𝑦𝑛
𝑇−1
𝑥 = 𝑥̅ 𝑠
𝜎𝑛

4. Metode Log Pearson Type III


Bentuk distribusi Log Pearson Type III merupakan hasil transformasi dari distribusi Pearson
III dengan transformasi variat menjadi nilai log. Persamaan distribusi Log Pearson Type III
mempunyai bentuk berikut:
𝑦𝑇 = 𝑦̅ + 𝐾𝑗 𝑠𝑦
dengan:
𝑦𝑇 = nilai logaritmik dari x dengan periode ulang T
𝑦̅ = nilai rerata dari yi
𝑠𝑦 = deviasi standar dari yi
𝐾𝑇 = Faktor frekuensi, yang merupakan fungsi dari probabilitas (periode ulang) dan
koefisien kemiringan Csy, yang tertera dalam tabel.
Penggunaan metode Log Pearson III dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah
berikut ini:
a) Mengubah data debit banjir tahunan ke dalam bentuk logaritmik
𝑦𝑖 = log 𝑥𝑖

37
b) Menghitung nilai rata-rata 𝑦̅, deviasi standar 𝑠𝑦 , koefisien kemiringan 𝐶𝑠𝑦 dari nilai
logaritma 𝑦𝑖 .
c) Menghitung nilai 𝑦𝑗 untuk berbagai periode ulang yang dikehendaki dengan menggunakan
persamaan (3.16

Contoh Perhitungan curah hujan untuk mendapatkat Curah Hujan Rencana / Curah Hujan
dengan Periode Ulang T tahunan

1. Hujan Kawasan (DAS)


Pada penentuan hujan kawasan diambil data dari 1 stasiun pencatat hujan terdekat lokasi
yaitu, stasiun pencatat hujan Kragilan dan Ciruas. Untuk mencarai hujan kawasan digunakan
metode Aljabar atau Aritmatik , karena menggunakan data 2 stasiun pencatat hujan.
Tabel 3.2 Perhitungan Hujan DAS Metode Aljabar

No Tahun Keragilan (mm) Hujan DAS


Ciruas (mm)
1 27/11/2010 32 54 43
2 26/01/2009 40 112 76
3 25/11/2008 20 23 21,5
4 09/02/2007 56 13 34,5
5 22/02/2006 34 33 33,5
6 26/01/2005 10 42 26
7 04/09/2004 35 50 42,5
8 10/10/2003 72 22 47
9 13/03/2002 32 122 77
10 03/01/2001 76 43 59,5
∑ 460,5
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika Kelas III Serang, 2011

2. Analisa Frekuensi
Analisis frekuensi dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan urutan kerja yang telah
ada karena hasil dari masing masing perhitungan tergantung dan saling mempengaruhi terhadap

38
hasil perhitungan sebelumnya. Berikut adalah langkah-langkah analisis frekuensi setelah
persiapan data dilakukan
Tabel : 3.3 : Perhitungan Statistik Data

No Tahun X (mm) X – Xbar (X -Xbar)2 (X - Xbar)3 (X - Xbar)4

1 27/11/2010 43 -3,05 9,302 -28,373 86,537


2 26/01/2009 76 29,95 897,003 26865,225 804613,485

3 25/11/2008 21,5 -24,55 602,703 -14796,346 363250,304

4 09/02/2007 34,5 -11,55 133,403 -1540,799 17796,227

5 22/02/2006 33,5 -12,55 157,503 -1976,656 24807,038

6 26/01/2005 26 -20,05 402,003 -8060,150 161606,010

7 04/09/2004 42,5 -3,55 12,603 -44,739 158,823

8 10/10/2003 47 0,95 0,903 0,857 0,815

9 13/03/2002 77 30,95 957,903 29647,082 917577,200

10 03/01/2001 59,5 13,45 180,903 2433,139 32725,715

∑ 460,5 0 3354,229 32499,240 2322622,151

Rata-rata hitung (Mean) :


∑X 587
̅=
X = = 46,05 Menghitung standart deviasi (simpangan baku) :
n 10

Berdasarkan persamaan di atas maka besar S :

n
1
S= √ ̅) 2
∑(X1 − X
n−1
i=1

S = 19,305

39
a) Menghitung Koefisien Variasi (CV):
Berdasarkan Persamaan (3.7) maka besar Cv :
S
Cv = ̅
X

Cv = 0,419
b) Menghitung Koefisien Asimetri/Skewnes (CS) :
Berdasarkan persamaan (3.8) maka besar Cs :
n
n
CS = ∑(X1 − ̅
X)3
(n − 1)(n − 2)S 3
i=1

Cs = 0,627
c) Menghitung Koefisien Kurtosisis (Ck) :
Berdasarkan Persamaan (3.9) maka besar Ck :
n
n2
Ck = ∑(X1 − ̅
X )4
(n − 1)(n − 2)(n − 3)S 4
i=1

Ck = 3,318

Tabel 3.4. Perhitungan Statistik Log Normal dan Log Pearson III

y = logX
No y–ybar (y -ybar)2 ( y- ybar)3 (y- ybar)4
X(mm) (mm)

1 43 1.332 -0.296 0.088 -0.026 0.008


2 76 1.415 -0.214 0.046 -0.010 0.002

3 21,5 1.525 -0.104 0.011 -0.001 0.000

4 34,5 1.538 -0.091 0.008 -0.001 0.000

5 33,5 1.628 0.000 0.000 0.000 0.000

6 26 1.633 0.005 0.000 0.000 0.000

7 42,5 1.672 0.043 0.002 0.000 0.000

8 47 1.775 0.146 0.021 0.003 0.000

9 77 1.881 0.252 0.064 0.016 0.004

40
10 59,5 1.886 0.258 0.067 0.017 0.004

∑ 460,5 16.286 0.000 0.306 -0.001 0.000

Rata-rata hitung (Mean) :


∑X 16,286
ybar = = = 1.629
n 10

Menghitung standart deviasi (simpangan baku) :


Berdasarkan persamaan (3.6) maka besar S :

n
1
S= √ ∑(y − ybar )2
n−1
i=1

S = 0.184

a) Menghitung Koefisien Variasi (CV):


Berdasarkan Persamaan (3.7) maka besar Cv :
S
Cv = ybar

Cv = 0.113

b) Menghitung Koefisien Asimetri/Skewnes (CS) :


Berdasarkan persamaan (3.8) maka besar Cs :
n
n
CS = ∑(y − ybar )3
(n − 1)(n − 2)S 3
i=1

Cs = -0.027

c) Menghitung Koefisien Kurtosisis (Ck) :


Berdasarkan Persamaan (3.9) maka besar Ck :
n
n2
Ck = ∑(y − ybar )4
(n − 1)(n − 2)(n − 3)S 4
i=1

Ck = 3,249

41
Tabel 3.5. Pemilihan Jenis Distribusi
Jenis Hasil
No Syarat Keputusan
Distribusi Perhitungan
Cs ≈ 0 0,67 Tidak
1 Normal
Ck = 3 3,318 Mendekati

Cs (lnx) ≈ 1,33 -0,027 Tidak


2 Log Normal
Ck (lnx) = 11,73 3,249 Tidak
Cs = 1,14 0,627 Mendekati
3 Gumbel
Ck = 5,4 3,318 Mendekati
Selain dari nilai di
4 Log Person III
atas
Sumber : Dikutip dari buku Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo (1998)

Dari tabel di atas terlihat bahwa perbedaan antara parameter statistik hasil hitungan di atas
tidak begitu besar (terutama distribusi Gumbel) dengan nilai pra syarat maka untuk lebih
meyakinkan dilakukan penggambaran pada Kertas Probabilitas dan di uji dengan Metode Chi-
Kuadrat dan Smirnov Kolmogorov

3. Penentuan jenis distribusi


Penentuan jenis distribusi yang cocok ini dilakukan dengan cara pengujian distribusi
probabilitas, dimana untuk mengetahui apakah persamaan Distribusi probabilitas yang dipilih
dapat mewakili distribusi statistik sampel yang dianalisis. Pengujian distribusi probabilitas ini ada
2 Metode pengujian, yaitu pengujian dengan cara Metode Chi-Kuadarat dan pengujian Smirnov-
Kolmogorof. (I Made Kamiana. 2011)
a. Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat menggunakan nilai X2 yang dapat dihitung dengan persamaan berikut :
𝒏
(𝐎𝐢−𝐄𝐢)𝟐
Xn2 =∑
𝒊=𝟏 𝐄𝐢

Dengan :
X2 = Nilai Chi-Kuadrat terhitung
Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai pembagian kelasnya.
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama

42
Nilai x2 yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai x2ccr (Chi-=kuadrat kritik). Derajat
kebebasan dapat dihitung dengan persamaan :
DK = K - (α+1)
K = 1 + 3,3 log n
Dengan :
Dk = Derajat kebebasan
K = Banyaknya kelas
α = banyaknya keterikatan, untuk uji Chi-Kuadrat adalah 2
nilai x2cr diperoleh dari tabel 3.7 (I Made Kamiana (2011)
n = Banyaknya data
Syarat dalam pengujian Chi-Kuadrat adalah distribusi probabilatas yang mempunyai nilai
lebih kecil dari nilai kritisnya dan dirumuskan sebagai berikut :
X2<X2cr
dimana :
X2 = parameter Chi-Kuadrat terhitung
X2cr = parameter Chi-Kuadrat kritis(lihat table lampiran 3.7)
Prosedur perhitungan dengan Metode uji chi-Kuadrat adalah sebagai berikut (I Made
Kamiana. 2011):
1. urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Menghitung jumlah Kelas
3. Menghitung derajat kebebasan (DK) dan X2cr
4. Menghitung kelas distribusi
5. Menghitung Interval kelas.
6. Perhitungan nilai X2.
7. Bandingkan nilai X2 terhadap X2cr.

43
Tabel 3.6: Pengurutan Data Hujan dari Besar ke Kecil
Derajat Kebebasan dihitung dengan persamaan :
DK = K – (α+1)
Xi (mm) Xi diurut dari besar ke kecil Dk = 5- (2+1)
No
DK = 2
1 43 77
2 76 76 jadi nilai X2cr dengan jumlah
3 21,5 59,5 data n=10, α=5% dan DK =
4 34,5 47,5
5 33,5 43 2, maka nilai X2cr adalah
6 26 42,5 5,991 dapat dari tabel 3.7 (I
7 42,5 34,5
8 47 33,5 Made Kamiana, 2011))
9 77 26
10 59,5 21,5

Tabel 3.7. Uji Chi-Kuadrat Distribusi Normal


NO P(X≥Xm) Ef Of Ef – Of (Ef – Of)2/Ef
1 >62,266 2 2 0 0,0
2 50,876-62,266 2 1 -1 0,5
3 41,124-50,876 2 3 1 0,5
4 29,84-41,124 2 2 0 0
5 <29,84 2 2 0 0
10 10 X2 1,0
x2 = 1,0
Tabel 3.8. Uji Chi-Kuadrat Distribusi Log Normal
NO P(X≥Xm) Ef Of Ef – Of (Ef – Of)2/Ef
1 >60,75 2 2 0 0,0
2 47,32-60,75 2 1 -1 0,5
3 38,24-47,32 2 3 1 0,5
4 29,85-38,24 2 2 0 0
5 <29,85 2 2 0 0
10 10 X2 1,0
X2 =1,0
Tabel 3.9. Uji Chi-Kuadrat Distribusi Gumbel
NO P(X≥Xm) Ef Of Ef – Of (Ef – Of)2/Ef
1 >66,473 2 2 0 0,0
2 49,639-66,473 2 1 -1 0,5
3 37,828-49,639 2 3 1 0,5
4 26,311-37,828 2 2 0 0
5 <26,311 2 2 0 0
10 10 X2 1,0

44
X2= 1,0
Tabel 3.10. Uji Chi-Kuadrat Distribusi Log Person III
NO P(X≥Xm) Ef Of Ef – Of (Ef – Of)2/Ef
1 >60,832 2 2 0 0,0
2 48,004-60,832 2 1 -1 0,5
3 37,916-48,004 2 3 1 0,5
4 29,978-37,916 2 2 0 0
5 <29,978 2 2 0 0
10 10 X2 1,0
X2 = 1,0

Tabel 3.11. Rekapitulasi Nilai X2 dan X2cr untuk 4 Distribusi


Distribusi Probabilitas X2 terhitung X2cr Keterangan

Normal 1,0 5,991 Diterima

Log Normal 1,0 5,991 Diterima

Gumbel 1,0 5,991 Diterima

Log Pearson Type 3 1,0 5,991 Diterima

Karena nilai X2 <X2cr, maka dapat disimpulkan bahwa semua distribusi tersebut dapat
diterima untuk uji Chi-Kuadrat , maka dilakukanlah pengujian Smirnov Kolmogorof.

b. Uji Smirnov Kolmogorov


Pengujian Distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov-KolmogoroVdilakukan dengan
langkah-langkah perhitungan sebagai berikut ( I Made Kamiana,2011). :
1. Urutkan data hujan (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya
2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut P (Xi) dengan
rumus tertentu, Rumus Weilbul misalnya
P (Xi) = (n+1)/i
keterangan :
n = jumlah data
i = nomor urut data (setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya)

45
3. Tentukan peluang teoritismasing-masing data yang sudah diurut tersebut P’(Xi) berdasarkan
persamaan distribusi probabilitas yang dipilih (Normal, Log Normal, Log Person Type III
dan Gumbel)
4. hitung selisih (ΔPi) antara peluang empiris dan peluang teoritis untuk setiap data sudah
diurut:
ΔP = P’(Xi) - P(Xi)
5. Tentukan apakah ΔPi < ΔP kritis, jika “tidak” artinya Distribusi Probabilitas yang dipilih
tidak dapat ditrima, demikian sebaliknya.
6. ΔP kritis dicari Dari Tabel pada Lamnpiran (32,8) Distribusi Normal

Tabel 3.12. Perhitungan Uji Distribusi dengan Metode Smirnov-Kolmogorof untuk


Distribusi Normal
I Xi P(Xi) F(t) P’(Xi) ΔP
1 21,50 0,090909 -1,27 0,1020 -0,0111
2 26,00 0,181818 -1,04 0,1492 0,0326
3 33,50 0,272727 -0,65 0,2578 0,0149
4 34,50 0,363636 -0,60 0,2743 0,0893
5 42,50 0,454545 -0,18 0,4286 0,0260
6 43,00 0,545455 -0,16 0,4364 0,1091
7 47,00 0,636364 0,05 0,5199 0,1163
8 59,50 0,727273 0,70 0,7850 -0,0307
9 76,00 0,818182 1,55 0,9394 -0,1212
10 77,00 0,909091 1,60 0,9452 -0,0361

Keterangan Tabel 5.12 :


i = nomor urut
Xi = data hujan diurut dari kecil ke besar (mm)
P(Xi) = Peluang empiris (dihitung dengan persamaan Weilbull)
f(t) = untuk Distribusi Probabilitas Normal
𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡
KT = 𝑆

dimana KT = f(t)
contoh
nilai Xrt = 46,05
nilai S = 19,305

46
f(t) =(21,5-46,05)/19,305
= -1,27

P’(Xi) = 1-Luas dibawah kurve Normal sesuai dengan nilai f(t), yang ditentukan dengan
tabel pada Lampiran (3.9)

Contoh :
untuk nilai f(t) = -1,27, maka luas wilayah dibawah kurve Normal adalah 0,1020. Sehingga
nilai P(t) = 1-0,898 = 0,1020. Demikian seterusnya untuk baris berikutnya, cara
perhitungannya sama.
ΔP = P(Xi) - P’(Xi)
= 0,090909 - 0,1020
= -0,0111
Tabel 3.13. Perhitungan uji distribusi dengan metode smirnov-Kolmogorof untuk Distribusi
Log Normal
I Log Xi P(Xi) F(t) P’(Xi) ΔP
1 1,3324 0,090909 -1,61 0,537 0,0372
2 1,4150 0,181818 -1,16 0,123 0,0588
3 1,5250 0,272727 -0,56 0,2877 -0,0150
4 1,5378 0,363636 -0,49 0,3121 0,0515
5 1,6284 0,454545 0,00 0,5 0,0455
6 1,6335 0,545455 0,03 0,5120 0,0335
7 1,6721 0,636364 0,24 0,5948 0,0419
8 1,7745 0,727273 0,79 0,7852 -0,0579
9 1,8808 0,818182 1,37 0,9147 -0,0965
10 1,8865 0,909091 1,40 0,9192 -0,0101

Keterangan Tabel 5.11 :


i = nomor urut
Xi = data hujan diurut dari kecil ke besar (mm)
P(Xi) = Peluang empiris (dihitung dengan persamaan Weilbull)
f(t) = untuk Distribusi Probabilitas Log Normal
𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡
KT = 𝑆

dimana KT = f(t)
contoh
nilai Log Xrt = 1,629

47
nilai Log S = 0,184
f(t) =(1,3324-1,629)/ 0,184
= -1,61
P’(Xi) = 1-Luas dibawah kurve Normal sesuai dengan nilai f(t), yang ditentukan dengan
tabel pada Lampiran (3.9)

Contoh :
untuk nilai f(t) = -1,61 maka luas wilayah dibawah kurve Normal adalah 0,0537. Sehingga
nilai P’(Xi) = 1-0,9463=0,0537. Demikian seterusnya untuk baris berikutnya, cara
perhitungannya sama.
ΔPi = P (Xi) – P’(Xi)
= 0,090909 – 0,0537
= 0,0372
Tabel 3.14. Perhitungan Uji Distribusi dengan Metode Smirnov-Kolmogorof untuk
Distribusi Gumbel
I Xi P(Xi) f(t) P’(Xi) ΔP
1 77,00 0,090909 1,6 0.125 -0.034
2 76,00 0,181818 1,55 0.130 0.051
3 59,50 0,272727 0,70 0.270 0.002
4 47,00 0,363636 0,05 0.441 -0.077
5 43,00 0,454545 -0,16 0.505 -0.051
6 42,00 0,545455 -0, 18 0.515 0.030
7 34,50 0,636364 -0,60 0.658 -0.022
8 33,50 0,727273 -0,65 0.676 0.052
9 26,00 0,818182 -1,04 0.806 0.012
10 21,50 0,909091 -1,27 0.870 0.040

Keterangan Tabel 3.14 :


i = nomor urut
Xi = data hujan diurut dari kecil ke besar (mm)
P (Xi) = Peluang empiris (dihitung dengan persamaan Weilbull)
f(t) = untuk Distribusi Probabilitas Gumbel
𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡
KT = 𝑆

dimana KT = f(t)

48
contoh
nilai Log Xrt = 1,629
nilai Log S = 0,184
f(t) = (77,00-46,05)/19,305
= 1,6
P’(Xi) = ditentukan berdasarkan nilai Yn, Sn, dan Kalau f(t) pada persamaan (3.20) dan
(3.21). (I Made Kamiana. 2011)
contoh
untuk nilai f(t) = 1,6 , Yn = 0,4952, Sn = 0,9497

Berdasarkan persamaan (3.20) didapat nilai Yt =2,017752. kemudian melalui interpolasi


berdasarkan Kertas Probabilitas Gumbel maka untuk Yt = 1,941168 dapat dihitung T = 8,03
tahun, sehingga dapat dihitung peluang teoritis P’(Xi) = 1/T = 1/ 8,03 = 0,125, demikian
seterusnya untuk baris berikutnya cara perhitungannya adalah sama.
ΔP = P(Xi) – P’(Xi)
= 0,0909091 – 0,125
= -0,034
Tabel 3.15. Perhitungan uji distribusi dengan metode smirnov-Kolmogorof untuk Distribusi
Log Person type III
No P(Xi) Xi Log Xi G Pr P’(Xi) ΔP
1 0,090909 21,500 1,332 -1,607 94,384 0,056 0,034
2 0,181818 26,000 1,415 -1,159 87,259 0,127 0,0544
3 0,272727 33,500 1,525 -0,562 70,433 0,296 -0,0229
4 0,363636 34,500 1,538 -0,493 67,933 0,321 0,0429
5 0,454545 42,500 1,628 -0,001 50,206 0,498 -0,0434
6 0,545455 43,000 1,633 0,026 49,218 0,508 0,0376
7 0,636364 47,000 1,672 0,236 41,719 0,583 0,0536
8 0,727273 59,500 1,775 0,792 21,835 0,782 -0,0544
9 0,818182 76,000 1,881 1,369 8,834 0,912 -0,0935
10 0,909091 77,000 1,886 1,399 1,813 0,982 -0,0728
Jumlah 16,286
Log X rerata (Xrt) 1,629
Simpangan Baku (S) 0,184
Koefisien Kemencengan
(Cs) -0,027

49
Contoh perhitungan untuk Log Pearson Type III:
1. menghitung peluang empiris degan masukan nomor urut data mulai dari yang terkecil sampai
dengan data terbesar dengan persamaan :
𝑚
P(Xi)=𝑛+1 𝑥100%

= 1/(10+1)
= 0,090909
2. Mencari nilai Log dari hujan rerata
Log 21,5 = 1,332
3. Mencari nilai G dengan persamaan
G = (Log X-LogXrt)/S
= (1,332 - 1,629)/ 0,184
= -1,6071
4. Mencari harga Pr melalui Tabel distribusi log PersonType III, didapatkan nilai 94,38364
5. Menghtung nilai P’(Xi) dengan persamaan :
P’(Xi) = (100-94,38364)/100
= 0,056
6. Menghitung selisih P(Xi) dan P’(Xi) dengan persamaan
ΔP = [P(Xi)-P’(Xi)]
= [0,090909-0,056]
= 0,034
7. Mencari nilai Δcr lalu bandingkan dengan ΔP, didapat Δcr adalah 0,41(jumlah data = 10 dan α
= 5%) (I Made Kamiana, 2011)
Tabel 3.16. Rekapitulasi Perhitungan uji 4 Distribusi dengan Metode Smirnov-Kolmogorof
1`Distribusi Probabilitas ΔPmaks terhitung ΔPkritis Keterangan

Distribusi Normal 0,1212 0,41 Diterima

Distribusi Log Normal 0,0965 0,41 Diterima

Distribusi Log Person type III 0,0935 0,41 Diterima

Distribusi Gumbel 0,077 0,41 Diterima

50
Dari hasil pengujian Smiornov-Kolmogorof dapat disimpulkan bahwa distribusi yang
memenuhi persyaratan uji Smirnov Kolmogorov, yaitu ∆maks < ∆kritis dengan jumlah data = 10 dan
α =5%, maka nilai ∆kritis = 0,41 (tabel lampiran 9), maka yang terpilih adalah distribusi Gumbel,
karena nilai ∆maks < ∆kritis yaitu 0,077<0,41 dan memenuhi uji Chi-Kuadrat

4. Analisis Hujan Rencana


Penelitian hujan rencana menggunakan Distribusi Gumbel sesuai dengan hasil analisis
frekuensi di atas. Langkah perhitungan tersebut adalah sebagai berikut dibawah ini. Berdasarkan
Pada tabel 5.2 dan perhitungan metode statisk sebagai berikut :
̅
X =46,05
S =19,30
Cs = 0,62
Ck = 3,318
Berdasarkan SNI 03-424-1994, periode masa ulang yang digunakan untuk drainase
saluran terbuka yaitu periode ulang 5(lima) tahun dan periode ulang 10(sepuluh) tahun persamaan
yang digunakan adalah persamaan (3.16) yaitu :

𝑌𝑇−𝑌𝑛
x=x– +𝑆
𝑆𝑛
Contoh perhitungan hujan rencana periode ulang 2 tahun ( T=2 tahun) :

Nilai rata –rata :


̅
X =46,05
Standar deviasi :
S = 19,305
Jumlah data :
n = 10
Dari tabel Gumbel (Hidrologi Praktis, 2010 ) :
𝑇
Yt = -ln(ln(𝑇−1))

Yt = -0.36651
Sn = 0,9097 (tabel Gumbel)
Yn = 0,4952 (tabel Gumbel)
Nilai curah hujan (XT) yang diharapkan terjadi pada periode tertentu :

51
𝑌𝑇−𝑌𝑛
x=x– 𝑥𝑆
𝑆𝑛

x = 43.4341 mm

Tabel 3.17. Hasil Perhitungan Hujan Rencana Metode Gumbel


No T Yt p (mm)
1 2 0.366513 43.4341
2 5 1.49994 66.4741
3 10 2.250367 81.7285
4 25 3.198534 101.003
5 50 3.901939 115.301
6 100 4.600149 129.494
7 200 5.295812 143.635

Berdasarkan tabel di atas bahwa hujan rencana yang diambil adalah hujan dengan periode
ulang 5 tahun yaitu dengan debit sebesar 66,4741 mm, untuk saluran sekunder (Wesli, 2008)

52
BAB IV DEBIT BANJIR BANJIR RENCANA

Digunakan bila terdapat data hidrologi yang cukup banyak variabel yang mempengaruhi
debit, sedang rumus-rumus empiris umumnya merupakan korelasi beberapa variabel, maka
dengan sendirinya tidak mungkin diperoleh hasil yang dapat dipercaya. Tapi ini dapat
memperkirakan harga yang kasar secara cepat.

A. Metode Melchior
Metode ini adalah metode yang sudah lama dipakai di Indonesia. Rumus yang dipakai adalah :
R max
Qmax = α x F x q x
200
Dimana :
Qmax = Debit maksimum (m3/det)
 = Koefisien pengaliran (Run off coefisien)
F = Luas catchmen area (km2)
q = Debit tiap km2 (m3/det/km2)
Rmax = Curah hujan harian maksimum (mm)
(Sumber : Ir. Soenarno, Perhitungan Bendung Tetap : hal. 13)

B. Metode Der Weduwen


Metode ini digunakan untuk catchment area yang kurang dari 100 km2. Weduwen
menggunakan data curah hujan maksimum kedua selama pengamatan tertentu, dan menghasilkan
suatu debit return period tertentu pula. Dengan menggunakan rumus :
R Max
QMax = αβq x F x mn x
240
Dimana :
Qmax = Debit maksimum (m3/det)
αβq = Debit pada tiap km2 pada curah hujan harian 240 mm
(m3/det/km2)
F = Luas catchment area (km2)
mn = Koefisien untuk periode ulang tertentu
Rmax = Curah hujan harian maksimum (mm)

53
(Sumber : Ir. Soenarno, Perhitungan Bendung Tetap : hal. 16)

C. Metode Hasper
Rumus umum dari debit banjir rencana adalah sebagai berikut :
QT = α . β . qT . A
Dimana :
QT = Debit banjir maksimum dengan kemungkinan ulang T tahun (m3/dt),
α = Koefisien pengaliran,
β = Koefisien reduksi,
qT = Intensitas hujan untuk periode ulang tertentu (mm)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
Persamaan intensitas hujan untuk periode ulang tertentu adalah :
RT
qT =
3,6 x t
Dimana :
RT = Curah hujan efektif periode ulang tertentu (mm)
t = Waktu konsentrasi (jam)
Persamaan curah hujan efektif periode ulang tertentu dapat ditulis sebagai berikut :
R T = 0,707 R T √t + 1
Dimana :
RT = Hujan rencana untuk periode ulang tertentu (mm).

D. Metode Rasional
Banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras
pada daerah tangkapan (DAS) kurang dari 2,5 km2.
QMax = 0,278 C . I . A
Dimana :
Qmax = Debit maksimum (m3/det)
C = Koefisien aliran.
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan (km2)

54
(Sumber : Bambang Triatmodjo, Hidrologi Terapan : hal. 141)

D. Metode Rasional Jepang (Dr. Mononobe)


Rumus ini adalah rumus yang tertua dan terkenal diantara rumus-rumus empiris. Rumus ini
banyak digunakan untuk sungai-sungai biasa dengan daerah pengaliran yang luas. Bentuk umum
rumus rasional ini adalah sebagai berikut :
L
t =
V
2
R Max 24 ⁄3
It = x
24 t
α .π . A
Q=
3,6
Dimana :
It = Intensitas hujan selama time of concentration (mm/jam)
t = Time of concentration (jam)
L = Panjang sungai (km)
V = Kecepatan perambatan banjir (km/jam)
H = Beda tinggi antara titik terjauh dan mulut daerah pengaliran (km)
Adapun mengenai koefisien pengaliran (α) dapat ditentukan harganya berdasarkan tabel dari
Dr. Mononobe sebagaimana berikut ini.
Tabel 4.1 Nilai koefisien pengaliran (oleh Dr. Mononobe)
No Kondisi Daerah Pengaliran dan Sungai Harga α
1 Daerah bergunung dan curam 0,75 – 0,90
2 Daerah pegunungan tersier 0,70 – 0,80
Sungai dengan tanah dan hutan dibagian atas
3 0,50 – 0,75
dan bawahnya
4 Tanah dataran yang ditanami 0,45 – 0,60
5 Sawah waktu diairi 0,70 – 0,80
6 Sungai bergunung 0,75 – 0,85
7 Sungai dataran 0,45 – 0,75

55
E. Metode MAF (Mean Annual Flood)
Untuk menghitung debit banjir rencana dengan beberapa periode ulang berdasarkan Metode
Mean Annual Flood (MAF) IOH-DPMA, adalah sebagai berikut :
Qt = MAF . GFt
MAF = 8 x 10−6 x AREA V x APBR 2,445 x SIMS 0,117 x (+LAKE)−0,85
APBAR = PBAR . ARF
H
SIMS =
MSL
V = 1,02 − (0,0275 x Log AREA)
ARF = 1,152 − (0,1233 x Log AREA)
Dimana :
Qt = Debit banjir dengan periode ulang T tahun (m3/det)
GFt = Growth Faktor Periode
MAF = Rata-rata banjir tahunan (m3/det)
AREA = Luas daerah pengaliran/tangkapan hujan (km2)
V = Konstanta
PBAR = Rata-rata tahunan hujan 1 hari maksimum (mm)
ARF = Konstanta
SIMS = Kemiringan sungai (m)
H = Beda tinggi antara Outlet dengan titik tertinggi
MSL = Panjang sungai (km)
LAKE = Luas DPS diatas danau dibagi luas DPS total (km2)

F. Analisis Debit Banjir Metode Hidrograf Satuan Gama I


Hidrograf Satuan sintetik Gama I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu naik (TR), debit
puncak (Qp) dan waktu dasar (TB) dengan uraian sebagai berikut.
1. Waktu Naik
3
 L 
 
TR = 0,43  100SF  + 1,0665 SIM + 1,2775
dengan,
TR = waktu naik (jam)

56
L = panjang sungai (km)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1
dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan
luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DPS yang diukur dari titik di
sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang di-ukur dari titik yang
berjarak ¼ L dari titik tempat pengukuran
2. Debit Puncak
Qp = 0,1836 A0,5886 JN0,2381 TR-0,4008
dengan,
TR = waktu naik (jam)
JN = jumlah pertemuan sungai
3. Waktu Dasar
TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0956 SN0,7344 RUA0,2574
dengan,
TB = waktu dasar (jam)
S = landai sungai rata-rata
SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai
tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat
TR = waktu naik (jam)
RUA = luas DPS sebelah hulu (km2)

AU

WL WU C
A

X
X – A  0,25 L
RUA  AU
A
X – U  0,75 L

WF  WU
WL 57
Sketsa Penetapan WF Sketsa Penetapan RUA

Qp
Q
(m3/det)

TR t (jam)
TB
Gambar : 3.2 Hidrograf Satuan Metode Gama I

Hujan efektif didapat dengan cara metode  indeks yang dipengaruhi fungsi luas DPS dan
frekuensi sumber SN dirumuskan sebagai berikut.
 = 10,4903 – 3,589.10-6 A2 + 1,6985.10-13 (A/SN)4
dengan  = indeks  (mm/jam)
A = luas DPS (km2)
SN = frekuensi sumber
Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DPS dan kerapatan jaringan sungai yang
dirumuskan sebagai berikut.
QB = 0,4751 A0,6444A D0,9430
dengan
QB = aliran dasar (m3/det)
A = luas DPS (km2)
D = kerapatan jaringan sungai (km/km2)
Waktu konsentrasi atau lama hujan terpusat dirumuskan sebagai berikut.
t = 0,1 L0,9 i-0, 3
dengan
t = waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)
L = panjang sungai (km)
i = kemiringan sungai rata-rata

58
G. Analisis Debit Banjir Metode Hidrograf Satuan Nakayasu
Bentuk unit hidrograf secara umum ditentukan oleh curah hujan dalam waktu tertentu (unit
duration atau standart duration) maka perlu diperhatikan bagaimana curah hujan harian dapat
dipecah-pecahkan menjadi sejumlah komponen curah hujan yang sesuai dengan unit duration atau
standart duration yang ditentukan dalam teori yang dipakai.
R24
R0 = t
2
5 3
R0  
Rt =  T
dengan R0 = hujan rata-rata setiap jam (mm/jam)
Rt = intensitas hujan dalam T jam(mm/jam)
R24 = hujan harian efektif (mm)
T = waktu dari mulai hujan (jam)
t = waktu konsetrasi hujan (jam)
Parameter unit hidrograf yang dimaksud di atas adalah angka-angka tertentu yang menentukan
bentuk hidrograf.
Tg = time lag, yaitu waktu antara titik berat hujan dan titik berat hidrograf
Tp = peak time, yaitu waktu antara saat mulainya hidrograf dan saat debit
maksimum
Tb = time base dari hidrograf
tr

0,8 tr

Lengkung Naik Lengkung Turun

0,3 Qp
Tp 0,32 Qp

T0,3 15
Tp T0,3 15 T0,3T0,3 59
F. Hidrograf Satuan Metode Nakayasu

Prosedur perhitungan Hidrograf Satuan Metode Nakayasu adalah sebagai berikut.


1. Parameter Unit Hidrograf
Tp = Tg + 0,8 tr
Tg = 0,40 + 0,058 L  untuk L > 15 km
Tg = 0,21 L0,70  untuk L < 15 km
dengan
Tp = peak time (jam)
Tg = time lag yaitu waktu terjadinya hujan sampai terjadinya debit
puncak (jam)
tr = satuan waktu curah hujan (jam)
L = panjang sungai
2. Debit Puncak Banjir
1 1
AR0
Qp = 36 0,3Tp  T0,3 
dengan
A = luas daerah pengaliran (km2)
R0 = curah hujan spesifik (mm)
T0,3 =  Tg
 = koefisien antara 1,5 – 3,5
nilai  dapat dihitung dengan pendekatan
 = 0,47 (A.L)0,25

3. Perhitungan Unit Hidrograf


2,4
 t 
 
Lengkung Naik Qp  Tp 
 t  Tp
 
 0,3 T0,3 
 
Lengkung Turun 1 Qp  

60
t  Tp  0,5 T0,3 
 
 0,3 1,5 T0,3 
 
Lengkung Turun 2 Qp  
t  Tp  0,5 T0,3 
 
 0,3 2 T0,3 
 
Lengkung Turun 3 Qp  

Contoh Perhitungan Debit Rencana


Tabel 4.2 Analisa curah hujan dengan periode T
No T (tahun) p (mm)
1 2 91,40819
2 5 131,4107
3 10 157,8959
4 25 191,36
5 50 216,1856
6 100 240,8278
7 200 265,3802

1. Perhitungan debit banjir rencana metode empiris


Metode ini digunakan untuk memperkirakan harga debit banjir rencana secara kasar dan
cepat. Perhitungan debit banjir akan menggunakan beberapa metode, yaitu Metode Melchior,
Metode Der Weduwen, Metode Hasper, Metode Rasional dan Metode Rasional Jepang (Dr.
Mononobe).
a. Metode Melchior
Data diketahui sebagai berikut :
Luas catchment area Bendung Karet Cisangkuy (A) = 11,01 km²
Panjang Sungai Cisangkuy (L), diambil 0,9L = 12,78 km
Elevasi hulu (H1) = 300 m (dpl)
Elevasi hilir (H2) = 32 m (dpl)
Kemeringan dasar sungai (i) = 0,0209
Koefisien pengaliran (Coefficient Run Off) = 0,45
Luas elips DAS = 49,75 km² ≈ 50 km²

61
Gambar 3.1 Sketsa luas elips DAS
Faktor reduksi (β) :
1970
A =( ) − 3960 + 1720β
β − 0,12
1970
49,75 = ( ) − 3960 + 1720β
β − 0,12
1970
( ) − 3960 + 1720β − 49,75 = 0
β − 0,12
1970 − 3960β + 475,2 + 1720β² − 206,4β − 49,75β + 5,9699 = 0
1720β² − 4216,1β + 2451,17 = 0
−(−4216,1) ± √−4216,12 − (4 × 1720 × 2451,17)
β1,2 =
2 × 1720
β₁ = 1,5032 dan β₂ = 0,9480, nilai β yang digunakan adalah 1,5032
Nilai β yang sudah didapat akan digunakan untuk mencari nilai debit, tetapi sebelumnya
ditentukan terlebih dahulu nilai dari intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan dicari dengan
cara menentukan nilai Icoba-coba dengan menggunakan tabel 4.6 Perkiraan Intensitas Hujan Harian
Menurut Melchior (I Made Kamiana, Teknik Perhitungan Debit Banjir Rencana Bangunan Air)
yang berdasarkan luas dari elips.
Nilai Icoba-coba didapat dengan cara interpolasi sebesar 7,673 m³/det/km². Nilai kemudian
digunakan dalam menghitung debit (Q).
Q = β₁ x I₁ x A
Q = 1,5032 x 7,673 x 11,01

62
Q = 127 m³/det
Hitung V :
V = 1,31 x (Q x S²)0,2
V = 1,31 x (127 x 0,0209²)0,2
V = 0,7356 m/det
Hitung tc :
10×L
t c = 36 ×V
10×12,78
t c = 36 ×0,7356

t c = 4,8 jam = 289,542 menit


Hitung nilai β₂ :
Nilai β₂ didapat dari tabel 4.5 Persentase β₂ menurut Melchior (I Made Kamiana, Teknik
Perhitungan Debit Banjir Rencana Bangunan Air). Nilai β₂ didapat dari hasil interpolasi sebesar
69,30%, sehingga nilai β :
β = β₁ x β₂
β = 1,5032 x 0,693
β = 1,0417
Hitung nilai I sebenarnya :
10×β×R24
I= , digunakan R24 pada periode ulang 2 tahun (T = 2 tahun)
36×tc
10×1,0417×91,408
I= 36×4,8

I = 12,964 m³/det/km²
Nilai Icoba-coba ≠ Ihitung, perhitungan dilakukan lagi sampai Icoba-coba = Ihitung tetapi dimulai dari
perhitungan nilai debit (Q) sehingga didapat nilai Ihitung sebesar 14,187 m³/det/km². Nilai Ihitung
selanjutnya digunakan dalam perhitungan debit periode ulang, dicontohkan pada periode ulang 2
tahun (Q₂).
Q₂ = α x I x A x (r/200)
Q₂ = 19,129 m³/det
Nilai debit periode ulang yang lain selanjutnya akan di tabelkan seperti berikut :

63
Tabel 4.3 Hasil perhitungan debit banjir rencana Metode Melchior
p It
No Tahun Qt (m³/dt)
(mm) (mm)
1 2 91,408 8,4478 19,1292831
2 5 131,41 8,39072 27,314925
3 10 157,9 10,5505 41,2678486
4 25 191,36 12,9084 61,1917446
5 50 216,19 14,8966 79,7783439
6 100 240,83 16,9128 100,900172
7 200 265,38 18,9603 124,647646

b. Metode Der Weduwen


Data diketahui sebagai berikut :
Luas catchment area Bendung Karet Cisangkuy (A) = 11,01 km²
Panjang Sungai Cisangkuy (L), diambil 0,9L = 14,2 km
Elevasi hulu (H1) = 300 m (dpl)
Elevasi hilir (H2) =32 m (dpl)
Kemeringan dasar sungai (i) = 0,0209
Banyak air dalam m³/detik (αβq) = 12,4
Nilai curah hujan maksimum terlebih dahulu ditentukan dengan :
Rt
R max =
mn
Nilai mn didapatkan dengan grafik menurut Der Weduwen (Perhitungan Bendung Tetap, Ir.
Soenarno). Contoh perhitungan dengan perode ulang 2 tahun (T= 2 tahun) didapt nilai mn adalah
0,492.
91,408
R max =
0,492
R max = 185,79 mm
Debit banjir maksimum pada T = 2 tahun :
R max
Qmax = αβq × A × mn ×
240
Qmax = 51,997 m³/det

64
Tabel 4.4 Hasil perhitungan debit banjir rencana Metode Der Weduwen
p
No Tahun mn Rmax Qt (m³/dt)
(mm)
1 2 91,408 0,492 185,79 51,9975478
2 5 131,41 0,602 218,29 74,7530035
3 10 157,9 0,705 223,97 89,8190952
4 25 191,36 0,811 235,96 108,855142
5 50 216,19 0,948 228,04 122,977169
6 100 240,83 1,050 229,36 136,994921
7 200 265,38 1,110 239,08 150,961525

c. Metode Hasper
Data diketahui sebagai berikut :
Luas catchment area Bendung Karet Cisangkuy (A) = 11,01 km²
Panjang Sungai Cisangkuy (L), diambil 0,9L = 12,78 km
Elevasi hulu (H1) = 300 m (dpl)
Elevasi hilir (H2) = 32 m (dpl)
Kemeringan dasar sungai (i) = 0,0209
Waktu konsentrasi :
t = 0,1 x L0,8 x i-0,3
t = 0,1 x 12,780,8 x 0,0209-0,3
t = 2,447 jam
Koefisien pengaliran :
1 + (0,012. A0,7 )
α=
1 + (0,075. A0,7 )
1 + (0,012. 11,010,7 )
α=
1 + (0,075. 11,010,7 )
α = 0,7591
Koefisen reduksi :
1 t + (3,7 × 10−0,4t ) A0,75
= 1+( )×( )
β t 2 + 15 12
1 2,447 + (3,7 × 10−0,4t ) 11,010,75
= 1+( ) × ( )
β 2,4472 + 15 12

65
1
= 1,068
β
β = 0,9362
Nilai t kemudian digunakan untuk menentukan rumus hujan harian maksimum. Nilai t = 2,447
jam, maka 2 jam < t < 19 jam digunakan rumus hujan harian maksimum :
t × R 24
RT =
t+1
Periode ulang 2 tahun (T = 2 tahun) :
2,447 × 91,408
RT =
2,447 + 1
R T = 119,995 mm
Intensitas hujan (qT) :
RT
qT =
3,6 × t
199,995
qT =
3,6 × 2,447
q T = 13,618 mm

Debit banjir rencana (Q2) :


QT = α. β. q T . A
QT = 106,566 m³/det

Tabel 4.5 Hasil perhitungan debit banjir rencana Metode Hasper


p RT qt
No Tahun Qt (m³/dt)
(mm) (mm) (mm)
1 2 91,408 119,995 13,618 106,566
2 5 131,41 172,508 19,578 153,202
3 10 157,9 207,276 23,524 184,079
4 25 191,36 251,206 28,509 223,092
5 50 216,19 283,796 32,208 252,035
6 100 240,83 316,145 35,879 280,763
7 200 265,38 348,375 39,537 309,387

66
d. Metode Rasional
Data diketahui sebagai berikut :
Luas catchment area Bendung Karet Cisangkuy (A) = 11,01 km²
Panjang Sungai Cisangkuy (L), diambil 0,9L = 12,78 km
Elevasi hulu (H1) = 300 m (dpl)
Elevasi hilir (H2) = 12 m (dpl)
Kemeringan dasar sungai (i) = 0,0209
Koefisien pengaliran (Coefficient Run Off) = 0,45
Waktu konsentrasi :
Rumus kirpich :
L1,156
t c1 =
∆H 0,385
12,781,156
t c1 =
(300 − 32)0,385
t c1 = 2,20962 jam
Curah hujan maksimum pada periode tertentu (RT) :
R T = [R × (0,35 × Ln T)] + (0,54 × t 0,25 ) − 0.5
Periode ulang 2 tahun (T= 2 tahun)
R T = [91,408 × (0,35 × Ln 2)] + (0,54 × 2,209620,25 ) − 0.5
R T = 22,3341 mm
Intensitas curah hujan (It) :
R T 24 2/3
It = ( )
24 t
2/3
22,3341 24
It = ( )
24 2,20962
It = 4,5641 mm/jam
Debit rencana (Q2) :
QT = 0,278. C. I. A
QT = 0,278 x 0,45 x 4,5641 x 11,01
QT = 6,286 m³/det

67
Tabel 4.6 Hasil perhitungan debit banjir rencana Metode Rasional
p RT It
No Tahun Qt (m³/dt)
(mm) (mm) (mm)
1 2 91,408 22,334 4,564 6,286
2 5 131,41 74,182 14,577 20,078
3 10 157,9 127,407 25,036 34,483
4 25 191,36 215,746 42,394 58,392
5 50 216,19 296,161 58,196 80,156
6 100 240,83 388,327 76,307 105,101
7 200 265,38 492,282 96,734 133,237

e. Metode Rasional Jepang (Dr. Mononobe)


Data diketahui sebagai berikut :
Luas catchment area Bendung Karet Cisangkuy (A) = 11,01 km²
Panjang Sungai Cisangkuy (L), diambil 0,9L = 12,78 km
Elevasi hulu (H1) = 300 m (dpl)
Elevasi hilir (H2) = 32 m (dpl)
Kemeringan dasar sungai (i) = 0,0209
Koefisien pengaliran (Coefficient Run Off) = 0,7
Kecepatan rambat banjir ke titik pengamatan :
∆H 0,6
V = 72 ( )
L
268 0,6
V = 72 ( )
12,78
V = 7,08427 km/jam
Waktu kosentrasi :
L
t=
V
14,212,78
t=
7,08427
t = 1,804 jam
Intensitas hujan rencana (It) :
R T 24 2/3
It = ( )
24 t

68
T = 2 tahun :
91,408 24 2/3
It = ( )
24 1,804
It = 21,384 mm/jam
Debit rencana (Q2) :
α. It . A
QT =
3,6
0,7 × 21,384 × 11,01
QT =
3,6
QT = 45,779 m³/det

Tabel 4.7 Hasil perhitungan debit banjir rencana Metode Rasional Jepang (Dr. monobe)
No Tahun p (mm) It (mm) Qt (m³/dt)
1 2 91,408 21,384 45,780
2 5 131,41 30,742 65,814
3 10 157,9 36,938 79,079
4 25 191,36 44,767 95,838
5 50 216,19 50,575 108,272
6 100 240,83 56,339 120,613
7 200 265,38 62,083 132,910

Hasil dari perhitungan debit banjir rencana untuk Metode Melchior, Metode Der Weduwen,
Metode Hasper, Metode Rasional, Metode Rasional Jepang (Dr. Mononobe) ditabelkan sebagai
berikut :
Tabel 4.8 Hasil perhitungan debit banjir rencana
Debit Banjir Rencana (m³/det)
Metode
Q₂ Q₅ Q₁₀ Q₂₀ Q₅₀ Q₁₀₀ Q₂₀₀
Melchior 19,1293 27,315 41,268 61,1917 79,7783 100,9 124,648
Der Weduwen 51,9975 74,753 89,819 108,855 122,977 136,99 150,962
Hasper 106,566 153,2 184,08 223,092 252,035 280,76 309,387
Rasional 6,28635 20,078 34,483 58,3919 80,1564 105,1 133,237
Rasional
45,7798 65,814 79,079 95,8384 108,272 120,61 132,91
Jepang
Rata-rata 45,9518 68,232 85,746 109,474 128,644 148,87 170,229

69
Hasil perhitungan menunjukkan nilai rata-rata pada debit banjir rencana periode 50 tahun
(Q50) sebesar 128,644 m³/det. Nilai yang mendekati dengan 128,644 m³/det adalah 122,977
m³/det, sehingga nilai debit banjir rencana 50 tahun (Q50) yang digunakan adalah 122,977 m³/det.

70
DAFTAR PUSTAKA

Kamiana, I made. 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Limantara, Lily . M. 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung. Bandung.

Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta.

Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Beta offset. Jakarta.

Wesli. 2008. Drainase Perkotaan. Graha ilmu. Yogyakarta.

71

Anda mungkin juga menyukai