Bahan Ajar Hidrologi
Bahan Ajar Hidrologi
A. Pengertian Hidrologi
Hidrologi (berasal dari Bahasa Yunani: Yδρoλoγια, Yδωρ+Λoγos, Hydrologia, "ilmu air")
adalah suatu Ilmu Pengetahuan yang mempelajari peristiwa/perilaku, sirkulasi, pergerakan,
distribusi air, baik di atmosfer, di permukaan maupun di dalam tanah serta hubungan dengan
lingkungan
Hidrologi adalah Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk air, kejadian dan
distribusinya. Sifat fisik dan sifat kimianya, serta tanggapannya terhadap perilaku manusia
(Chow, 1964).
Cabang ilmu lain yang berhubungan dengan hidrologi :
– Geologi : Ilmu mengenai kulit bumi
– Geografi dan Meteorologi : Ilmu mengenai kedudukan dan gerakan bumi
– Klimatologi dan Meterologi : Ilmu mengenai iklim dan cuaca
– Oceanologi : Ilmu mengenai lautan
– Biologi : Ilmu mengenai makhluk hidup (Flora, Fauna)
– Agronomi : Ilmu mengenai pertanian
– Environment : Ilmu mengenai lingkungan
Konsep dasar hidrologi modern menggunakan prinsip kekekalan massa dengan meninjau berbagai
unsur hidrologi, antara lain :
Storage (Tampungan/Simpanan Air)
Penguapan (Evaporasi)
Hujan (presipitasi)
Resapan, Rembesan, Susupan (Infiltrasi-Perkolasi)
1
Pemanfaatan Sumber Daya Air (Utilization of water)
(Irigasi, Water Supplay, Hydro Electrical power, Navigasi)
Pengendalian Sumber Daya Air (control of water)
(Flood control, Drainase, pengelolaan lingkungan)
Pemanfaatan Sumber Daya Air meliputi :
1. Irigasi: Melayani kegiatan Pertanian, antara lain
Persawahan/padi
Perkebunan : tebu, kelapa
Pertambakan/Perikanan
Hortikultura : Palawija, sayur, buah-buahan
Bidang irigasi memerlukan kajian ilmu hidrologi seperti :
Mengkaji potensi sumber daya air (air angkasa, air permukaan dan air tanah)
Ketersediaan, keandalannya
Kwantitas, kualitasnya
Kebutuhan air irigasi :
Kebutuhan air untuk tanaman (crop Water Requirement)
Kebutuhan air untuk irigasi (irrigation water requirement)
Modul drainase, aliran banjir, dll.
Kajian bidang hidraulika : Perhitungan dimensi sarana irigasi sperti saluran bangunan hidraulik,
dll.
2. Water Supply : Melayani kegiatan penyediaan air untuk pemasukan air (waer supply) bagi :
Pemukiman (Setlment)
Perkotaan (Urban)
Industri
Bidang water supply memerlukan ilmu hidrologi, a.l :
Mengkaji potensi Sumberdaya air (air hujan, air permukaan, air tanah)
– Ketersediaannya, keandalanya
– Kwantitas, kualitas
Kebutuhan air yang perlu dipasok (di supply) untuk konsumen air (water use).
3. Hidro electric power (Pembangkit Listrik Tenaga Air) :
Melayani kebutuhan energi untuk pembangkit listrik.
2
Kajian hidrologi meliputi :
Distribusikan aliran
Penentuan kapasitas reservoir
Penggenangan waduk
Operasi waduk
Debit banjir
Kajian hidraulika : Bandung, Bendungan, Spilway, Intake, Jaringan Pipa, dll
4. Navigasi : melayani kebutuhan untuk lalu lintas air (sungai)
Kajian hidrologi meliputi :
Penetapan LWS, MSL, HWS, dll.
Data mengenai parameter aliran, penampang sungai, debit sungai, dll
3
Kajian hidrologi : debit banjir, debit untuk menggelontoran, dll.
C. Siklus Hidrologi
adalah suatu proses yang berjalan terus menerus merupakan suatu siklus dari perjalanan
air yang dimulai dari laut diangkat (dipindahkan) ke atmosfer turun ke bumi dan kembali lagi ke
laut.
Peristiwa penguapan (evaporasi) dari permukaan air laut berlangsung secara terus menerus, uap
air naik ke atas berubah menjadi awan-awan tertipu angin ke wilayah dataran setelah mencapai
titik kondensasi akan turun sebagai hujan.
4
Sebagian air yang menguap melalui tumbuhan disebut (transpirasi)
Sebagian air akan mengalir pada permukaan tanah disebut aliran permukaan mengisi sungai,
danau reservoir
Sebagian air akan meresap masuk ke dalam tanah (Infiltrasi)
Sebagian air akan mengalir di bawah muka tanah disebut aliran bawah permukaan (Aliran sub
permukaan)
Sebagian lagi menyusup lebih dalam lagi ke dalam tanah disebut (perkolasi) dan ini
memberikan sumbangan terhadap kejadian (aliran air tanah) untuk selanjutnya kembali lagi ke
laut/lautan.
Keterangan
Evaporasi (penguapan dari permukaan air laut/lautan)
Presipitasi (hujan)
Transpirasi (penguapan dari vegetasi/tumbuh-tumbuhan)
Intersepsi (air yang tertahan di vegetasi/tumbuh-tumbuhan)
Evaporasi (Penguapan air danau, sungai permukaan tanah yang lengas (soil moisture)
Aliran permukaan (surface flow = surface run off)
Infiltrasi = meresapnya air kedalam tanah
Aliran sub permukaan = aliran bawah permukaan= subsurface run off = subsurface flow
Perlokasi = penyusupan air di dalam tanah
Aliran air tanah = Groundwater flow
5
BAB II ASPEK HIDROLOGI
A. Hujan
Istilah hujan yang lebih umum disebut Presipitasi
Definisi : Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya cairan dari atmosfer ke permukaan bumi.
Ada 2 bentuk secara umum dari Presipitasi :
Cair : hujan, embun
Beku : salju, hujan es, dll.
6
sungai, tanah yang lengas (basah) dan berasal dari vegetasi. Kelengasan yang berada di
atmosfer berbentuk awan. Untuk terjadinya hujan diperlukan mekanisme untuk mendinginkan
udara supaya mencapai jenuh atau mendekati jenuh. Pendinginan udara supaya terjadi hujan
diperoleh dengan pengangkatan (uplift) dan massa udara melalui peristiwa-peristiwa :
Konvektif, orogafik & frontal maupun siklonik.
Apabila udara mendekati jenuh, pembentukan kabut (dew) dan tetes awan (fog) ata kristal-
kristal es membutuhkan adanya inti pembekuan. Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah
Kondensasi dimana tetes air membentuk kristal-kristal. Inti pembekuan merupakan partikel-
partikel kecil dari bermacam-macam zat dengan diameter (0,1 – 10) mm. Inti kondensasi
tersebut biasanya terdiri dari zat hasil pembakaran oksida & nitrogen serta partikel-partikel
garam. Partikel garam merupakan zat yang efektif untuk terjadinya peristiwa kondensasi
dengan kelembaban relatif minimal 75%. Inti pembekuan biasanya terjadi dari mineral
lempung, yang paling umum adalah kaolin.
Hujan Konvektif
7
Hujan badai lebih sering terjadi diatas daratan dan di daerah pegunungan dari pada di atas
lautan daerah rata.
Hujan Orografik
Terjadi akibat adanya pengangatan udara (uplift) yang disebabkan oleh adanya rintangan
berupa gunung atau pegunungan.
Udara yang lengas (moist air) bergerak terangkat ke atas kemudian menjadi dingin, pada
kondisi jenuh menyebabkan terjadinya drizzle (gerimis) hujan.
8
Intensitas hujan adalah : tinggi hujan persatuan waktu dan dinyatakan dalam satuan (mm/jam,
mm/menit).
Ada 2 (dua) jenis penakar hujan :
1. Alat penakar yang biasa/standar atau tidak otomatis
2. Alat penakar hujan yang otomatis
3. Alat penakar hujan standar (tidak otomatis)
9
Kelebihan alat penakar hujan otomatis (pencatat hujan)
Data hujan langsung tercatat pada kertas pencatat
Dapat menghasilkan data hujan berbagai jangka waktu (data yang menerus); data menitan,
data jam-jaman atau harian.
Dapat memberi informasi mengenai kederasan (intensitas hujan untuk berbagai jangka
waktu).
Penakar hujan jenis pencatat (recorder), alat ini dapat mencatat jumlah curah hujan secara
otomatis. Data yang dihasilkan adalah grafik. Hubungan antara hujan dan waktu. (lihat
gambar 2,4,2,5 dan 2,6 penakar hujan otomatis).
10
30 menit
10 mm
06.30 – 07.00 = ---------- = 20 mm/jam
30 menit
07.00 – 07.30 = 50 mm/jam
07.30 – 08.00 = 10 mm/jam
11
Grafik pencatatan data hujan dari alat penakar otomatis jenis pelampung (sipon)
Data-data curah hujan yang dapat disediakan oleh Pusat Meteorologi dan Geofisika adalah :
Curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan
Curah hujan harian
12
Curah hujan harian maksimum
Curah hujan harian maksimum absolut
Curah hujan menitan.
Jenis data 1 s/d 4 dipublikasikan oleh Pusat Meteorologi dan Geofisika, sedangkan data 5
dapat disediakan atas permintaan. Berikut ini disajikan contoh data-data curah hujan (dan data
lain).
Cara memasang penakar hujan :
Penakar hujan dipasang diatas tanah lapang dengan ukuran minimal 7 x 10 m2 dan yang
paling baik berukuran 15 x 20 m2.
Tinggi penakar hujan dari permukaan tanah + 120 cm.
Dipasang tegak lurus di atas tunggak kayu atau besi/baja yang berpondasi kuat dan permukaan
corong diusahakan horizontal.
Dianjurkan dipasang pagar setinggi + 100 cm.
Jarak penakar hujan sampai pohon-pohon dan gedung-gedung minimum sama dengan tinggi
pohon atau gedung.
Agar penguapan tidak terlalu banyak penakar hujan harus dicat putih mengkilat (= cat
alumunium).
Kerapatan/banyaknya stasion pengamat hujan yang diperlukan pada suatu wilayah tergantung
dari berbagai faktor :
Kondisi iklim : Kering atau basah (non lembab, lembab)
Bentuk permukaan : Dataran rendah (flat)
Dataran tinggi (gunung/pegunungan)
Variasi/frekuensi : Banyak atau sedikit hujan untuk waktu yang berbeda hujan terhadap
waktu.
Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyarankan sebagai berikut :
13
Pulau yang memiliki gunung/pegunungan yang kecil dengan hujan tidak teratur, untuk setiap
luas 25 km2 diperlukan 1 stasion hujan.
Wilayah tropis yang bergunung-gunung, iklim sedang meditran untuk setiap luas (100 – 250)
km2 diperlukan 1 stasion hujan.
Wilayah tropis dataran rendah, iklim sedang meditran untuk setiap luas (600 – 900) km2
diperlukan 1 stasion hujan.
Daerah yang kering wilayah kutub, antara setiap luas (1500 – 10.000) km2 diperlukan 1
stasion hujan.
14
Cara rata-rata Aljabar
Daerah aliran / Daerah Tadah/ Catchman area
A, B, C & D adalah stasiun pengamat hujan
Apabila pada stasiun D ada data yang tidak lengkap (hilang)
maka data hilang tersebut bisa diperkirakan
15
HD = Hujan yang hilang pada stasion D yang dihitung
HA, HB, HC = Hujan yang teramati pada masing-masing stasion A, B, dan C. ke
stasion D (yang hilang).
Di mana:
𝑅̅ = Curah hujan rata-rata kawasan (mm)
𝑛 = Jumlah titik atau stasiun
𝑅1 , 𝑅2 , 𝑅3 … 𝑅𝑛 = Curah hujan di setiap stasiun
16
Cara Poligon Thiessen
Cara ini sering dipakai karena berbagai kemudahan & teliti oleh karena daerah aliran tidak
selamanya datar, jadi cara Polygon Thiessen dapat dipakai :
Pada daerah dataran atau daerah pegunungan (dataran tinggi)
Stasion pengamat hujan paling sedikit ada 3 buah
Dapat membuat segi tiga (polygon) yaitu membuat garis hubung 3 stasion menjadi bentuk
segitiga.
Garis a, b, c membagi sisi BC, AC dan AB ,asing-
masing pada bagian tengahnya.
Garis a, b dan c tersebut merupakan batas luas yang
dipengaruhi oleh hujan
Jadi stasiun A akan berpengaruh pada luas yang dibatasi
oleh garis b, c dan batas daerah aliran.
Stasiun B akan berpengaruh pada luas yang dibatasi oleh
garis a, b dan batas daerah aliran.
Sedangkan stasiun C akan berpengaruh pada luas yang
dibatasi oleh garis a, b dan batas daerah aliran
Jika titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan dilakukan dengan mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik
pengamatan.
𝐴 𝑅 +𝐴 𝑅 +⋯+𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ = 1 1 2 2
𝐴1 +𝐴2 +⋯+𝐴𝑛
𝐴1 𝐴2 𝐴𝑛
𝑊1 , 𝑊2 , 𝑊3 = , ,…
𝐴 𝐴 𝐴
Dimana:
𝑅̅ = Curah hujan rata-rata kawasan (mm).
𝑅1 , 𝑅2 , … 𝑅𝑛 = Curah hujan di tiap stasiun.
𝐴1 , 𝐴2 , … 𝐴𝑛 = Luas daerah yang mewakili tiap stasiun (km2).
𝑊1 , 𝑊2 , 𝑊𝑛 = Faktor pembobot Thiessen untuk masing-masing stasiun.
17
Bagian-bagian daerah A1,A2,...An ditentukan dengan cara sebagai berikut:
1) Cantumkan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta
topografi, kemudian dihubungkan tiap titik yang berdekatan dengan sebuah garis lurus.
Dengan demikian akan terlukis jaringan segitiga yang menutupi seluruh daerah.
2) Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-poligon yang didapat dengan
menggambar garis bagi tegak lurus pada setiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah
hujan dalam setiap poligon di anggap diwakili oleh curah hujan dari titik pengamatan
dalam tiap poligon itu. Luas tiap poligon diukur dengan planimeter atau dengan cara
lain.
Metode Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti daripada aljabar. Akan tetapi
penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil
yang didapat, misalnya data tidak benar maka polygon harus diubah.
Cara Isohyet
Cara ini merupakan cara yang paling teliti akan tetapi dituntut persyaratan antara lain :
Curah hujan terbesar merata pada daerah aliran (curah hujan harus cukup banyak).
Dapat diterapkan pada daerah dataran atau pegunungan.
Cara ini agak sulit karena kita harus membuat isohyet (serupa dengan garis kontur pada peta
topografi).
Isohyet : Garis yang menghubungkan curah hujan yang sama :
Iso : Sama
18
Hyet : hujan
Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan 10 mm sampai 20 mm
berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah yang
dimaksud. Luas bagian daerah antara 2 garis isohyet yang berdekatan diukur dengan
planimeter. Demikian pun harga rata-rata dari garis-garis isohyet yang berdekatan termasuk
bagian-bagian itu dapat dihitung. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan
sebagai berikut:
𝐴 𝑅 +𝐴 𝑅 +⋯+𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ = 1 1 2 2 ..........(3.4)
𝐴1 +𝐴2 +⋯𝐴𝑛
Dimana:
𝑅̅ = Curah hujan rata-rata kawasan (mm)
𝑅1 , 𝑅2 , … 𝑅𝑛 = Curah hujan rata-rata pada bagian A1, A2, ...An
𝐴1 , 𝐴2 , … 𝐴𝑛 = Luas bagian-bagian antara garis isohyet (km2)
Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohyet dapat digambar dengan
teliti. Akan tetapi, jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah hujan di daerah
bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohyet ini akan terdapat kesalahan pribadi si
pembuat data.
19
B. Pengukuran Suhu, Kelembaban, dan Agin
1. Pengukuran Suhu
Suhu udara diukur dengan termometer, sehingga diketahui suhu maximum dan minimum
suatu hari. Walaupun demikian saat-saat terdapatnya suhu-suhu tersebut tetap tidak dapat ketahui
dan besarnya suhu pada saat-saat lain. Suatu themograph menyusun suatu pencatatan grafis
secara otomatis besarnya suhu sepanjang hari. Sehingga dari grafiknya kita ketahui suhu setiap
saat dan suhu max dan min. Untuk mencatat suhu yang jaraknya agak jauh dari daerah
pengamatan digunakan electrical resistance thermometers.
Alat pengukur suhu ditempatkan ditempat terbuka yang sirkulasi udanya tidak terganggu tetapi
tidak boleh langsung diudara terbuka dan terkena sinar matahari langsung, biasanya ditempatkan
didalam kotak.
2. Pengukuran Kelembaban
Kelembaban atmosfer
Banyaknya uap air yang bergerak didalam atmosfir berpengaruh pada besarnya hujan, intensitas
hujan dan lamanya hujan. Kelembaban biasanya ditentukan dari pembacaan ”dry bulb” dan ”wet
bulp” psychrometer.
Untuk mengukur kelembaban digunakan psychrometer dan hair hygrometer. Hygro-thermograph
mencatat kelembaban relatif dan suhu sekaligus secara otomatis.
3. Pengukuran Angin
Angin adalah udara yang bergerak, karenanya mempunyai arah dan kecepatan.
Untuk mengukur kecepatan angin digunakan anemometer, propeller anemometer, dan windmill
meter. Air meter digunakan dalam teknik air conditioning untuk mengetahui aliran udara di
dalam gedung, tambang, dsb.
20
Suhu air
Suhu udara (atmosfir)
Kelembaban
Kecepatan angin
Tekanan udara
Sinar matahari, dll
Pada waktu pengukuran faktor-faktor tsb sangat perlu diperhatikan mengingat faktor tsb sangat
dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Kondisi itu tidak merata diseluruh daerah, sehingga
perkiraan evaporasi dan evapotranspirasi yang menggunakan harga yang diukur hanya disuatu
daerah itu adalah sulit dan sangat menyimpang. Transpirasi dibatasi oleh tanaman itu sendiri yang
disebabkan oleh kondisi kadar kelembaban tanah dan kemungkinan terjadinya keadaan layu. Jadi
keadaan akan lebih sulit.
Pengukuran banyaknya evaporasi dengan panci evaporasi (evaporation pan).
Panci evaporasi itu terbuat dari pelat tembaga dengan diameter 20 cm dan dalam 10 cm. Panci
diisi dengan air jernih 20 mm (628 cm3) yang diukur dengan silinder pengukur dan dibiarkan 1
hari. Evaporasi (mm/hr) = air yang dituang-air hujan (jika ada)- air sisa
Pada stasiun meteorologi digunakan panci besar dengan diameter 120 cm, evaporasi diukur
dengan pengukur muka air.
Evapotranspirasi adalah peristiwa air dalam tanah keudara melalui tumbuh-tumbuhan.
Evapotranspirasi adalah adalah faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana
irigasi dan merupakan proses yang penting dalam proses silus hidrologi. Pengukuran
evapotranspirasi dengan lysimeter. Pengukuran evapotranspirasi potensial melalui tanaman
melalui tanaman dan dari tanah tanah dilakukan dengan evapotranspirometer.
D. Infiltrasi
Bila ada air hujan mencapai permukaan tanah maka sebagian akan diabsorsi dan sebagian
akan menjadi aliran permukaan (surface run off). Kapasitas infiltrasi curah hujan dipermukaan
tanah kedalam tanah tergantung pada kondisi tanah di tempat bersangkutan.
Air yang menginfiltrasi kedalam tanah meningkatkan kelembaban tanah atau terus ke air tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi:
1. Dalamnya Genangan diatas permukaan dan tebal lapisan yang jenuh
21
2. Kelembaban tanah
3. Pemampatan oleh curah hujan
4. Penyumbatan oleh bahan-bahan halus
5. Pemampatan oleh hewan
6. Struktur tanah
7. Tumbuh-tumbuhan
8. Udara yang terdapat dalam tanah, dll
Kapasitas infiltrasi disuatu daerah pengaliran mempunyai variasi penggunaan tanah (land use),
variasi karakteristik tumbuh-tumbuhan dalam setahun, pertambahan tingkat pertumbuhan
tumbuh-tumbuhan dari tahun ke tahun, dll
Untuk penentuan kapasitas infiltrasi dapat menggunakan alat ukur alat ifnfiltrasi dan cara
menggunakan analisa dari hidrograf. Alat ukur infiltrasi yang banyak dipakai dapat
diklasifikasikan ada 2 jenis: Jenis permukaan air tetap dan jenis siraman buatan (artificial
springkling type)
E. Intersepsi
Intersepsi (interception) adalah proses yang merupakan bagian dari siklus hidrologi
dimana air hujan tertahan oleh dedaunan, cabang dan batang pohon, yang selanjutnya diuapkan
kembali. Bagian intersepsi yaitu intersepsi (interception), ’throughfall’, dan ’streamflow’.
Intersepsi adalah bagian air hujan yang tertahan oleh pepohonan yang kemudian diuapkan
kembali. ’Throughfall’ adalah bagian air yang menetes dari daun atau diantara dedaunan dan
sampai dipermukaan tanah. ’Streamflow’ adalah bagian air yang mengalir yang mengalir
melewati tangkai daun, ranting, cabang dan batang pohon yang selanjutnya kepermukaan tanah.
Pengukuran intersepsi yang dinilai paling ideal adalah pengukuran langsung, dengan mengukur
hujan yang terjadi diatas pohon, hujan dibawah pohon dan ’streamflow’
Kapasitas Infiltrasi
Ketika hujan terkumpul diatas permukaan tanah, air tersebut akan terinfiltrasi melalui permukaan
tanah dengan laju infiltrasi awal (ƒ0) yang nilainya tergantung pada kadar air tanah saat itu.
Dengan berlanjutnya hujan, laju infiltrasi berkurang karena tanah menjadi lebih besar. Laju
infiltrasi sebagai fungsi waktu diberikan oleh Horton (1940) dalam persamaan:
22
ƒt = ƒc + (ƒ0 – ƒc)e-kt
dimana : ƒt : kapasitas infiltrasi pada saat ke t
ƒ0 : kapasitas infiltrasi awal
ƒ0 : kapasitas infiltrasi konstan
k : konstanta yg menunjukkan laju pengurangan infiltrasi
Konstanta k merupakan tekstur permukaan, jika tekstur permukaan ada tanaman maka nilai k
kecil, sedangkan apabila tekstur permukaan halus seperti gundul maka nilai k semakin besar.
Parameter ƒ0 dan ƒc adalah fungsi jenis tanah dan tutupan.
Jumlah air yang terinfiltrai pada suatu periode tergantung laju infiltrasi dan fungsi waktu.
Laju infiltrasi dan jumlah air yang terinfiltrasi
dF (t )
ƒ(t) =
dt t
ƒ0 F(t) =
0
ƒ(t)dt Kapasitas infiltrasi sebagai fungsi
waktu
ƒt
ƒc
0
wakt
Laju infiltrasi merupakan turunan dari infiltrasi kumulatif F(t)
t u
F(t) = ƒc + (ƒ0 – ƒc)e
0
-kt
dt
1
F(t) = ƒc.t + (ƒ0 – ƒc)(1-e-kt)dt
k
23
ƒ
Kapasitas infiltrasi
t
ƒ(t) =
0
ƒ(u)du ƒ(t)dt
0 waktu
t
dt
F dF
F(t)
Waktu
Ditanya:
1. Cari bentuk persamaan kapasitas infiltrasi
24
2. Hitung kapasitas infiltrasi pada waktu t=10 mnt, 30 mnt, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam
3. Hitung volume total infiltrasi selama 3 jam
Penyelesaian :
Persamaan laja infiltrasi
ƒt = ƒc + (ƒ0 – ƒc)e-kt
ƒt -ƒc = (ƒ0 – ƒc)e-kt
Ruas kanan dan kiri dibuat dalam bentuk log:
log (ƒt -ƒc) = log(ƒ0 – ƒc) – kt log e
log (ƒt -ƒc) - log(ƒ0 – ƒc) = – kt log e
1
t=- (log (ƒt -ƒc) - log(ƒ0 – ƒc))
k log
1 1
t=- (log (ƒt -ƒc) + log(ƒ0 – ƒc)
k log k log
persamaan tersebut mempunyai bentuk y = mx + c yang merupakan garis lurus dengan gradien
m. Tanda negatif menunjukkan bahwa nilai ƒt berkurang dengn bertambah waktu
Dari persamaan diatas disimpulkan bahwa nilai ƒc = 1,0. Selanjutnya hitungan:
T(jam) 0 0,25 0,5 0,75 1,0 1,25 1,5 1,75 2,0
ƒt(cm/jam) 10,4 5,6 3,2 2,1 1,5 1,2 1,1 1,0 1,0
ƒt -ƒc 9,4 4,6 2,2 1,1 0,5 0,2 0,1 0 0
log (ƒt -ƒc) 0,973 0,973 0,342 0,042 -0,301 -0,699 - 1
1 1 1,38
m=- =- k= = 3,18
k log 38 log 2,718
persamaan infiltrasi menjadi
ƒt = 1,0 + (10,4 – 1)e-3,18t = 1,0 + 9,4 -3,187t dengan ƒt dalam cm/jam dan t dalam jam.
t (jam) 1/6 1/2 1 2 3
ƒt (cm/jam) 6,53 2,92 1,39 1,02 1,00
25
Indeks Infiltrasi
Kurva kapasitas infiltrasi seperti yang diberikan oleh Horton merupakan kapasitas infiltrasi di
statu titik (lokasi) yang ditinjau.
Indeks infiltrasi merupakan prosedur paling sederhana untuk memperkirakan volume total aliran
permukaan atau air yang hilang karena infiltrasi.
F PQ
Indeks = = ; F: infiltrasi total, P: hujan total, Q: aliran permukaan,
Tr Tr
Tr: Waktu terjadinya hujan
Contoh soal :
Distribuís hujan berikut diukur selama hujan 6 jam.
Jam 0 1 2 3 4 5 6
26
17.00 17,73 6,523 6,429
18.00 4,9 5,066 4,972
19.00 2,441 2,347
20.00 1,841 1,747
21.00 1,841 1,747
22.00 0,251 0,157
23.00 0,251 0,157
24.00 0,0251 0,157
.16/12/2003 1.00 0,232 0,138
2.00 0,232 0,138
3.00 0,232 0,138
4.00 0,215 0,121
5.00 0,215 0,121
115,189 30,77
Perkiraan 19,93 < < 32,4
(32,4 36,59 35,52 32,54 30,57)
= = 26,57 mm
4
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
Hisrogram hujan
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8
27
Histogram hujan efektif
12
10
0
1 2 3 4
28
BAB III ANALISIS FREKUENSI
A. Pendahuluan
Analisis frekuensi merupakan prakiraan dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu
peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rencana yang berfungsi sebagai dasar perhitungan
perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Tujuan dari analisis
frekuensi data hidrologi adalah mencari hubungan antara besarnya kejadian ekstrim terhadap
frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi probabilitas.
digunakan untuk menetapkan besaran hujan atau debit dengan kala ulang tertentu
dapat dilakukan untuk seri data yang diperoleh dari rekaman data baik data hujan/debit.
didasarkan pada sifat statistik data yang tersedia untuk memperoleh probabilitas besaran
hujan/debit di masa yang akan datang (diandaikan bahwa sifat statistik tidak berubah/sama)
Kala ulang ditakrifkan sebagai waktu hipotetik di mana hujan atau debit dengan suatu besaran
tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut.
QT = 50 m3/dt.
T = [ 1+2+3+2+2+1+3+1+2+1+1] / 11 = 1,73 tahun
Penetapan seri data dapat dilakukan dengan:
mengambil satu data maksimum setiap tahun (maximum annual series).
Ini berarti bahwa besaran maximum kedua dalam suatu tahun mungkin lebih besar dari
maksimum data tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya, untuk itu dipakai cara
“partial series”.
29
partial series (peak over threshold) dengan menetapkan suatu batas bawah tertentu dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Khusus untuk analisis data hujan, dalam praktek terdapat beberapa cara penyiapan data (hujan
rata-rata DAS) sebagai berikut :
1. Data hujan DAS diperoleh dengan menghitung hujan rata-rata setiap hari sepanjang data
yang tersedia (cara terbaik).
2. Dalam satu tahun tertentu, untuk sta. I dicari hujan maksimum tahunannya. Selanjutnya
dicari hujan untuk stasiun lainnya pada waktu yang sama, selanjutnya dihitung hujan rata-
rata DAS. Masih dalam tahun yang sama, dicari hujan maksimum tahunan untuk sta. II,
dan dicari hujan di stasiun lainnya pada waktu yang sama dan dicari rata-ratanya. Prosedur
yang sama untuk stasiun lainnya dan untuk tahun-tahun berikutnya.
3. Menggunakan data pada salah satu stasiun ( data maksimum) dan mengalikan data
tersebut dengan koefisien reduksi.
4. Merata-ratakan hujan maksimum pada seluruh stasiun pada setiap tahun (sebaiknya cara
ini tidak digunakan).
5. Analisis frekuensi data hujan setiap stasiun sepanjang data yang ada. Hasil analisis
frekuensi tersebut selanjutnya dirata-ratakan sebagai hujan rata-rata DAS (sebaiknya cara
ini tidak digunakan).
30
Analisis frekuensi data hidrologi menuntut syarat tertentu terhadap data tersebut, yaitu harus :
a. seragam (homogeneous)
data harus berasal dari populasi yang sama (sta. pengumpul data tidak berubah, DAS tak
berubah, tak ada gangguan lain yang menyebabkan sifat data berubah) .
b. mewakili (representative) untuk perkiraan kejadian yang akan datang. Tidak terjadi
perubahan secara besar-besaran.
c. independence, data ekstrim tidak terjadi lebih dari sekali.
31
Analisis Frequensi debit
32
Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk data debit sungai atau data hujan. Data yang
digunakan adalah data hujan maksimum tahunan, yaitu data terbesar yang terjadi selama satu
tahun, yang terukur selama beberapa tahun.
Secara sistematis perhitungan hujan rencana dilakukan sebagai berikut :
1. Penentuan Parameter statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi: Parameter nilai
rata-rata (Xbar), simpangan baku (Sd), koefisien varians (Cv), koefisien kemiringan (Cs), dan
koefisien kurtosis (Ck).
Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian maksimum,
paling sedikit data 10 tahun terakhir. Analisa Frekuensi harus dilakukan secara bertahap dan
sesuai dengan urutan kerja yang telah ada karena hasil masing-masing perhitungan tergantung dan
saling mempengaruhi terhadap hasil perhitungan sebelumnya.berikut adalah penerapan dari
langkah-langkah analisa frekuensi :
a) Nilai Rata-rata
1
𝑥̅ = ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖
𝑛
Dimana:
𝑥̅ = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)
𝑥𝑖 = Curah hujan pada periode tertentu (mm)
𝑛 = Jumlah data
33
b) Simpangan Baku (Standard Deviation)
1
𝑠=√ ∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛−1
Dimana:
S = Simpangan baku (mm)
𝑥̅ = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)
𝑥𝑖 = Curah hujan pada periode tertentu (mm)
𝑛 = Jumlah data
c) Koefisien Varian
𝑠
𝐶𝑣 =
𝑥
Dimana:
Cv = Koefisien varian
S = Simpangan baku (mm)
X = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)
d) Koefisien Kemiringan
𝑛 ∑𝑛 (𝑥 −𝑥̅ )3
𝑖=1 𝑖
𝐶𝑠 = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑠 3
Dimana:
Cs = Koefisien Kemiringan
𝑥̅ = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)
𝑥𝑖 = Curah hujan pada periode tertentu (mm)
𝑛 = Jumlah data
S = Simpangan baku
e) Koefisien Kurtosis
𝑛 2 ∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖 −𝑥̅ )
4
𝐶𝑘 = (𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)𝑠4
Dimana:
Ck = Koefisien Kurtosis
34
𝑥̅ = Curah hujan harian maksimum rata-rata (mm)
𝑥𝑖 = Curah hujan pada periode tertentu (mm)
𝑛 = Jumlah data
S = Simpangan baku
Dimana :
X2 = parameter Chi- square terhitung
Ef = Frekuensi (banyak pengamatan) yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya.
35
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama.
N = Jumlah sub kelompok dalam satu grup.
Nilai yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai Xcr2 (Chi-Kuadrat kritik), untuk suatu
derajat nyata tertentu, yang sering di ambil 5%. Derajat kebebasan dihitung dengan persamaan:
𝐷𝐾 = 𝐾 − (𝛼 + 1)
dengan:
Dk = Derajat kebebasan
K = Banyaknya kelas
= banyaknya parameter, untuk uji chi kuadrat adalah 2.
1 2 /2
𝑝(𝑧) = 𝑒 −𝑧
√2𝜋
𝑋 = 𝜇 + 𝑧𝜎 ...
Dimana:
36
Z = faktor frekuensi
X = Variabel Random
P = fungsi kerapatan kemungkinan
3. Metode Gumbel
Distribusi ini banyak digunakan untuk analisis data maksimum, seperti untuk analisis
frekuensi banjir.
𝑇
ln ln +𝑦𝑛
𝑇−1
𝑥 = 𝑥̅ 𝑠
𝜎𝑛
37
b) Menghitung nilai rata-rata 𝑦̅, deviasi standar 𝑠𝑦 , koefisien kemiringan 𝐶𝑠𝑦 dari nilai
logaritma 𝑦𝑖 .
c) Menghitung nilai 𝑦𝑗 untuk berbagai periode ulang yang dikehendaki dengan menggunakan
persamaan (3.16
Contoh Perhitungan curah hujan untuk mendapatkat Curah Hujan Rencana / Curah Hujan
dengan Periode Ulang T tahunan
2. Analisa Frekuensi
Analisis frekuensi dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan urutan kerja yang telah
ada karena hasil dari masing masing perhitungan tergantung dan saling mempengaruhi terhadap
38
hasil perhitungan sebelumnya. Berikut adalah langkah-langkah analisis frekuensi setelah
persiapan data dilakukan
Tabel : 3.3 : Perhitungan Statistik Data
n
1
S= √ ̅) 2
∑(X1 − X
n−1
i=1
S = 19,305
39
a) Menghitung Koefisien Variasi (CV):
Berdasarkan Persamaan (3.7) maka besar Cv :
S
Cv = ̅
X
Cv = 0,419
b) Menghitung Koefisien Asimetri/Skewnes (CS) :
Berdasarkan persamaan (3.8) maka besar Cs :
n
n
CS = ∑(X1 − ̅
X)3
(n − 1)(n − 2)S 3
i=1
Cs = 0,627
c) Menghitung Koefisien Kurtosisis (Ck) :
Berdasarkan Persamaan (3.9) maka besar Ck :
n
n2
Ck = ∑(X1 − ̅
X )4
(n − 1)(n − 2)(n − 3)S 4
i=1
Ck = 3,318
Tabel 3.4. Perhitungan Statistik Log Normal dan Log Pearson III
y = logX
No y–ybar (y -ybar)2 ( y- ybar)3 (y- ybar)4
X(mm) (mm)
40
10 59,5 1.886 0.258 0.067 0.017 0.004
n
1
S= √ ∑(y − ybar )2
n−1
i=1
S = 0.184
Cv = 0.113
Cs = -0.027
Ck = 3,249
41
Tabel 3.5. Pemilihan Jenis Distribusi
Jenis Hasil
No Syarat Keputusan
Distribusi Perhitungan
Cs ≈ 0 0,67 Tidak
1 Normal
Ck = 3 3,318 Mendekati
Dari tabel di atas terlihat bahwa perbedaan antara parameter statistik hasil hitungan di atas
tidak begitu besar (terutama distribusi Gumbel) dengan nilai pra syarat maka untuk lebih
meyakinkan dilakukan penggambaran pada Kertas Probabilitas dan di uji dengan Metode Chi-
Kuadrat dan Smirnov Kolmogorov
Dengan :
X2 = Nilai Chi-Kuadrat terhitung
Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai pembagian kelasnya.
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
42
Nilai x2 yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai x2ccr (Chi-=kuadrat kritik). Derajat
kebebasan dapat dihitung dengan persamaan :
DK = K - (α+1)
K = 1 + 3,3 log n
Dengan :
Dk = Derajat kebebasan
K = Banyaknya kelas
α = banyaknya keterikatan, untuk uji Chi-Kuadrat adalah 2
nilai x2cr diperoleh dari tabel 3.7 (I Made Kamiana (2011)
n = Banyaknya data
Syarat dalam pengujian Chi-Kuadrat adalah distribusi probabilatas yang mempunyai nilai
lebih kecil dari nilai kritisnya dan dirumuskan sebagai berikut :
X2<X2cr
dimana :
X2 = parameter Chi-Kuadrat terhitung
X2cr = parameter Chi-Kuadrat kritis(lihat table lampiran 3.7)
Prosedur perhitungan dengan Metode uji chi-Kuadrat adalah sebagai berikut (I Made
Kamiana. 2011):
1. urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Menghitung jumlah Kelas
3. Menghitung derajat kebebasan (DK) dan X2cr
4. Menghitung kelas distribusi
5. Menghitung Interval kelas.
6. Perhitungan nilai X2.
7. Bandingkan nilai X2 terhadap X2cr.
43
Tabel 3.6: Pengurutan Data Hujan dari Besar ke Kecil
Derajat Kebebasan dihitung dengan persamaan :
DK = K – (α+1)
Xi (mm) Xi diurut dari besar ke kecil Dk = 5- (2+1)
No
DK = 2
1 43 77
2 76 76 jadi nilai X2cr dengan jumlah
3 21,5 59,5 data n=10, α=5% dan DK =
4 34,5 47,5
5 33,5 43 2, maka nilai X2cr adalah
6 26 42,5 5,991 dapat dari tabel 3.7 (I
7 42,5 34,5
8 47 33,5 Made Kamiana, 2011))
9 77 26
10 59,5 21,5
44
X2= 1,0
Tabel 3.10. Uji Chi-Kuadrat Distribusi Log Person III
NO P(X≥Xm) Ef Of Ef – Of (Ef – Of)2/Ef
1 >60,832 2 2 0 0,0
2 48,004-60,832 2 1 -1 0,5
3 37,916-48,004 2 3 1 0,5
4 29,978-37,916 2 2 0 0
5 <29,978 2 2 0 0
10 10 X2 1,0
X2 = 1,0
Karena nilai X2 <X2cr, maka dapat disimpulkan bahwa semua distribusi tersebut dapat
diterima untuk uji Chi-Kuadrat , maka dilakukanlah pengujian Smirnov Kolmogorof.
45
3. Tentukan peluang teoritismasing-masing data yang sudah diurut tersebut P’(Xi) berdasarkan
persamaan distribusi probabilitas yang dipilih (Normal, Log Normal, Log Person Type III
dan Gumbel)
4. hitung selisih (ΔPi) antara peluang empiris dan peluang teoritis untuk setiap data sudah
diurut:
ΔP = P’(Xi) - P(Xi)
5. Tentukan apakah ΔPi < ΔP kritis, jika “tidak” artinya Distribusi Probabilitas yang dipilih
tidak dapat ditrima, demikian sebaliknya.
6. ΔP kritis dicari Dari Tabel pada Lamnpiran (32,8) Distribusi Normal
dimana KT = f(t)
contoh
nilai Xrt = 46,05
nilai S = 19,305
46
f(t) =(21,5-46,05)/19,305
= -1,27
P’(Xi) = 1-Luas dibawah kurve Normal sesuai dengan nilai f(t), yang ditentukan dengan
tabel pada Lampiran (3.9)
Contoh :
untuk nilai f(t) = -1,27, maka luas wilayah dibawah kurve Normal adalah 0,1020. Sehingga
nilai P(t) = 1-0,898 = 0,1020. Demikian seterusnya untuk baris berikutnya, cara
perhitungannya sama.
ΔP = P(Xi) - P’(Xi)
= 0,090909 - 0,1020
= -0,0111
Tabel 3.13. Perhitungan uji distribusi dengan metode smirnov-Kolmogorof untuk Distribusi
Log Normal
I Log Xi P(Xi) F(t) P’(Xi) ΔP
1 1,3324 0,090909 -1,61 0,537 0,0372
2 1,4150 0,181818 -1,16 0,123 0,0588
3 1,5250 0,272727 -0,56 0,2877 -0,0150
4 1,5378 0,363636 -0,49 0,3121 0,0515
5 1,6284 0,454545 0,00 0,5 0,0455
6 1,6335 0,545455 0,03 0,5120 0,0335
7 1,6721 0,636364 0,24 0,5948 0,0419
8 1,7745 0,727273 0,79 0,7852 -0,0579
9 1,8808 0,818182 1,37 0,9147 -0,0965
10 1,8865 0,909091 1,40 0,9192 -0,0101
dimana KT = f(t)
contoh
nilai Log Xrt = 1,629
47
nilai Log S = 0,184
f(t) =(1,3324-1,629)/ 0,184
= -1,61
P’(Xi) = 1-Luas dibawah kurve Normal sesuai dengan nilai f(t), yang ditentukan dengan
tabel pada Lampiran (3.9)
Contoh :
untuk nilai f(t) = -1,61 maka luas wilayah dibawah kurve Normal adalah 0,0537. Sehingga
nilai P’(Xi) = 1-0,9463=0,0537. Demikian seterusnya untuk baris berikutnya, cara
perhitungannya sama.
ΔPi = P (Xi) – P’(Xi)
= 0,090909 – 0,0537
= 0,0372
Tabel 3.14. Perhitungan Uji Distribusi dengan Metode Smirnov-Kolmogorof untuk
Distribusi Gumbel
I Xi P(Xi) f(t) P’(Xi) ΔP
1 77,00 0,090909 1,6 0.125 -0.034
2 76,00 0,181818 1,55 0.130 0.051
3 59,50 0,272727 0,70 0.270 0.002
4 47,00 0,363636 0,05 0.441 -0.077
5 43,00 0,454545 -0,16 0.505 -0.051
6 42,00 0,545455 -0, 18 0.515 0.030
7 34,50 0,636364 -0,60 0.658 -0.022
8 33,50 0,727273 -0,65 0.676 0.052
9 26,00 0,818182 -1,04 0.806 0.012
10 21,50 0,909091 -1,27 0.870 0.040
dimana KT = f(t)
48
contoh
nilai Log Xrt = 1,629
nilai Log S = 0,184
f(t) = (77,00-46,05)/19,305
= 1,6
P’(Xi) = ditentukan berdasarkan nilai Yn, Sn, dan Kalau f(t) pada persamaan (3.20) dan
(3.21). (I Made Kamiana. 2011)
contoh
untuk nilai f(t) = 1,6 , Yn = 0,4952, Sn = 0,9497
49
Contoh perhitungan untuk Log Pearson Type III:
1. menghitung peluang empiris degan masukan nomor urut data mulai dari yang terkecil sampai
dengan data terbesar dengan persamaan :
𝑚
P(Xi)=𝑛+1 𝑥100%
= 1/(10+1)
= 0,090909
2. Mencari nilai Log dari hujan rerata
Log 21,5 = 1,332
3. Mencari nilai G dengan persamaan
G = (Log X-LogXrt)/S
= (1,332 - 1,629)/ 0,184
= -1,6071
4. Mencari harga Pr melalui Tabel distribusi log PersonType III, didapatkan nilai 94,38364
5. Menghtung nilai P’(Xi) dengan persamaan :
P’(Xi) = (100-94,38364)/100
= 0,056
6. Menghitung selisih P(Xi) dan P’(Xi) dengan persamaan
ΔP = [P(Xi)-P’(Xi)]
= [0,090909-0,056]
= 0,034
7. Mencari nilai Δcr lalu bandingkan dengan ΔP, didapat Δcr adalah 0,41(jumlah data = 10 dan α
= 5%) (I Made Kamiana, 2011)
Tabel 3.16. Rekapitulasi Perhitungan uji 4 Distribusi dengan Metode Smirnov-Kolmogorof
1`Distribusi Probabilitas ΔPmaks terhitung ΔPkritis Keterangan
50
Dari hasil pengujian Smiornov-Kolmogorof dapat disimpulkan bahwa distribusi yang
memenuhi persyaratan uji Smirnov Kolmogorov, yaitu ∆maks < ∆kritis dengan jumlah data = 10 dan
α =5%, maka nilai ∆kritis = 0,41 (tabel lampiran 9), maka yang terpilih adalah distribusi Gumbel,
karena nilai ∆maks < ∆kritis yaitu 0,077<0,41 dan memenuhi uji Chi-Kuadrat
𝑌𝑇−𝑌𝑛
x=x– +𝑆
𝑆𝑛
Contoh perhitungan hujan rencana periode ulang 2 tahun ( T=2 tahun) :
Yt = -0.36651
Sn = 0,9097 (tabel Gumbel)
Yn = 0,4952 (tabel Gumbel)
Nilai curah hujan (XT) yang diharapkan terjadi pada periode tertentu :
51
𝑌𝑇−𝑌𝑛
x=x– 𝑥𝑆
𝑆𝑛
x = 43.4341 mm
Berdasarkan tabel di atas bahwa hujan rencana yang diambil adalah hujan dengan periode
ulang 5 tahun yaitu dengan debit sebesar 66,4741 mm, untuk saluran sekunder (Wesli, 2008)
52
BAB IV DEBIT BANJIR BANJIR RENCANA
Digunakan bila terdapat data hidrologi yang cukup banyak variabel yang mempengaruhi
debit, sedang rumus-rumus empiris umumnya merupakan korelasi beberapa variabel, maka
dengan sendirinya tidak mungkin diperoleh hasil yang dapat dipercaya. Tapi ini dapat
memperkirakan harga yang kasar secara cepat.
A. Metode Melchior
Metode ini adalah metode yang sudah lama dipakai di Indonesia. Rumus yang dipakai adalah :
R max
Qmax = α x F x q x
200
Dimana :
Qmax = Debit maksimum (m3/det)
= Koefisien pengaliran (Run off coefisien)
F = Luas catchmen area (km2)
q = Debit tiap km2 (m3/det/km2)
Rmax = Curah hujan harian maksimum (mm)
(Sumber : Ir. Soenarno, Perhitungan Bendung Tetap : hal. 13)
53
(Sumber : Ir. Soenarno, Perhitungan Bendung Tetap : hal. 16)
C. Metode Hasper
Rumus umum dari debit banjir rencana adalah sebagai berikut :
QT = α . β . qT . A
Dimana :
QT = Debit banjir maksimum dengan kemungkinan ulang T tahun (m3/dt),
α = Koefisien pengaliran,
β = Koefisien reduksi,
qT = Intensitas hujan untuk periode ulang tertentu (mm)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
Persamaan intensitas hujan untuk periode ulang tertentu adalah :
RT
qT =
3,6 x t
Dimana :
RT = Curah hujan efektif periode ulang tertentu (mm)
t = Waktu konsentrasi (jam)
Persamaan curah hujan efektif periode ulang tertentu dapat ditulis sebagai berikut :
R T = 0,707 R T √t + 1
Dimana :
RT = Hujan rencana untuk periode ulang tertentu (mm).
D. Metode Rasional
Banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras
pada daerah tangkapan (DAS) kurang dari 2,5 km2.
QMax = 0,278 C . I . A
Dimana :
Qmax = Debit maksimum (m3/det)
C = Koefisien aliran.
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan (km2)
54
(Sumber : Bambang Triatmodjo, Hidrologi Terapan : hal. 141)
55
E. Metode MAF (Mean Annual Flood)
Untuk menghitung debit banjir rencana dengan beberapa periode ulang berdasarkan Metode
Mean Annual Flood (MAF) IOH-DPMA, adalah sebagai berikut :
Qt = MAF . GFt
MAF = 8 x 10−6 x AREA V x APBR 2,445 x SIMS 0,117 x (+LAKE)−0,85
APBAR = PBAR . ARF
H
SIMS =
MSL
V = 1,02 − (0,0275 x Log AREA)
ARF = 1,152 − (0,1233 x Log AREA)
Dimana :
Qt = Debit banjir dengan periode ulang T tahun (m3/det)
GFt = Growth Faktor Periode
MAF = Rata-rata banjir tahunan (m3/det)
AREA = Luas daerah pengaliran/tangkapan hujan (km2)
V = Konstanta
PBAR = Rata-rata tahunan hujan 1 hari maksimum (mm)
ARF = Konstanta
SIMS = Kemiringan sungai (m)
H = Beda tinggi antara Outlet dengan titik tertinggi
MSL = Panjang sungai (km)
LAKE = Luas DPS diatas danau dibagi luas DPS total (km2)
56
L = panjang sungai (km)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1
dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan
luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DPS yang diukur dari titik di
sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang di-ukur dari titik yang
berjarak ¼ L dari titik tempat pengukuran
2. Debit Puncak
Qp = 0,1836 A0,5886 JN0,2381 TR-0,4008
dengan,
TR = waktu naik (jam)
JN = jumlah pertemuan sungai
3. Waktu Dasar
TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0956 SN0,7344 RUA0,2574
dengan,
TB = waktu dasar (jam)
S = landai sungai rata-rata
SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai
tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat
TR = waktu naik (jam)
RUA = luas DPS sebelah hulu (km2)
AU
WL WU C
A
X
X – A 0,25 L
RUA AU
A
X – U 0,75 L
WF WU
WL 57
Sketsa Penetapan WF Sketsa Penetapan RUA
Qp
Q
(m3/det)
TR t (jam)
TB
Gambar : 3.2 Hidrograf Satuan Metode Gama I
Hujan efektif didapat dengan cara metode indeks yang dipengaruhi fungsi luas DPS dan
frekuensi sumber SN dirumuskan sebagai berikut.
= 10,4903 – 3,589.10-6 A2 + 1,6985.10-13 (A/SN)4
dengan = indeks (mm/jam)
A = luas DPS (km2)
SN = frekuensi sumber
Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DPS dan kerapatan jaringan sungai yang
dirumuskan sebagai berikut.
QB = 0,4751 A0,6444A D0,9430
dengan
QB = aliran dasar (m3/det)
A = luas DPS (km2)
D = kerapatan jaringan sungai (km/km2)
Waktu konsentrasi atau lama hujan terpusat dirumuskan sebagai berikut.
t = 0,1 L0,9 i-0, 3
dengan
t = waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)
L = panjang sungai (km)
i = kemiringan sungai rata-rata
58
G. Analisis Debit Banjir Metode Hidrograf Satuan Nakayasu
Bentuk unit hidrograf secara umum ditentukan oleh curah hujan dalam waktu tertentu (unit
duration atau standart duration) maka perlu diperhatikan bagaimana curah hujan harian dapat
dipecah-pecahkan menjadi sejumlah komponen curah hujan yang sesuai dengan unit duration atau
standart duration yang ditentukan dalam teori yang dipakai.
R24
R0 = t
2
5 3
R0
Rt = T
dengan R0 = hujan rata-rata setiap jam (mm/jam)
Rt = intensitas hujan dalam T jam(mm/jam)
R24 = hujan harian efektif (mm)
T = waktu dari mulai hujan (jam)
t = waktu konsetrasi hujan (jam)
Parameter unit hidrograf yang dimaksud di atas adalah angka-angka tertentu yang menentukan
bentuk hidrograf.
Tg = time lag, yaitu waktu antara titik berat hujan dan titik berat hidrograf
Tp = peak time, yaitu waktu antara saat mulainya hidrograf dan saat debit
maksimum
Tb = time base dari hidrograf
tr
0,8 tr
0,3 Qp
Tp 0,32 Qp
T0,3 15
Tp T0,3 15 T0,3T0,3 59
F. Hidrograf Satuan Metode Nakayasu
60
t Tp 0,5 T0,3
0,3 1,5 T0,3
Lengkung Turun 2 Qp
t Tp 0,5 T0,3
0,3 2 T0,3
Lengkung Turun 3 Qp
61
Gambar 3.1 Sketsa luas elips DAS
Faktor reduksi (β) :
1970
A =( ) − 3960 + 1720β
β − 0,12
1970
49,75 = ( ) − 3960 + 1720β
β − 0,12
1970
( ) − 3960 + 1720β − 49,75 = 0
β − 0,12
1970 − 3960β + 475,2 + 1720β² − 206,4β − 49,75β + 5,9699 = 0
1720β² − 4216,1β + 2451,17 = 0
−(−4216,1) ± √−4216,12 − (4 × 1720 × 2451,17)
β1,2 =
2 × 1720
β₁ = 1,5032 dan β₂ = 0,9480, nilai β yang digunakan adalah 1,5032
Nilai β yang sudah didapat akan digunakan untuk mencari nilai debit, tetapi sebelumnya
ditentukan terlebih dahulu nilai dari intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan dicari dengan
cara menentukan nilai Icoba-coba dengan menggunakan tabel 4.6 Perkiraan Intensitas Hujan Harian
Menurut Melchior (I Made Kamiana, Teknik Perhitungan Debit Banjir Rencana Bangunan Air)
yang berdasarkan luas dari elips.
Nilai Icoba-coba didapat dengan cara interpolasi sebesar 7,673 m³/det/km². Nilai kemudian
digunakan dalam menghitung debit (Q).
Q = β₁ x I₁ x A
Q = 1,5032 x 7,673 x 11,01
62
Q = 127 m³/det
Hitung V :
V = 1,31 x (Q x S²)0,2
V = 1,31 x (127 x 0,0209²)0,2
V = 0,7356 m/det
Hitung tc :
10×L
t c = 36 ×V
10×12,78
t c = 36 ×0,7356
I = 12,964 m³/det/km²
Nilai Icoba-coba ≠ Ihitung, perhitungan dilakukan lagi sampai Icoba-coba = Ihitung tetapi dimulai dari
perhitungan nilai debit (Q) sehingga didapat nilai Ihitung sebesar 14,187 m³/det/km². Nilai Ihitung
selanjutnya digunakan dalam perhitungan debit periode ulang, dicontohkan pada periode ulang 2
tahun (Q₂).
Q₂ = α x I x A x (r/200)
Q₂ = 19,129 m³/det
Nilai debit periode ulang yang lain selanjutnya akan di tabelkan seperti berikut :
63
Tabel 4.3 Hasil perhitungan debit banjir rencana Metode Melchior
p It
No Tahun Qt (m³/dt)
(mm) (mm)
1 2 91,408 8,4478 19,1292831
2 5 131,41 8,39072 27,314925
3 10 157,9 10,5505 41,2678486
4 25 191,36 12,9084 61,1917446
5 50 216,19 14,8966 79,7783439
6 100 240,83 16,9128 100,900172
7 200 265,38 18,9603 124,647646
64
Tabel 4.4 Hasil perhitungan debit banjir rencana Metode Der Weduwen
p
No Tahun mn Rmax Qt (m³/dt)
(mm)
1 2 91,408 0,492 185,79 51,9975478
2 5 131,41 0,602 218,29 74,7530035
3 10 157,9 0,705 223,97 89,8190952
4 25 191,36 0,811 235,96 108,855142
5 50 216,19 0,948 228,04 122,977169
6 100 240,83 1,050 229,36 136,994921
7 200 265,38 1,110 239,08 150,961525
c. Metode Hasper
Data diketahui sebagai berikut :
Luas catchment area Bendung Karet Cisangkuy (A) = 11,01 km²
Panjang Sungai Cisangkuy (L), diambil 0,9L = 12,78 km
Elevasi hulu (H1) = 300 m (dpl)
Elevasi hilir (H2) = 32 m (dpl)
Kemeringan dasar sungai (i) = 0,0209
Waktu konsentrasi :
t = 0,1 x L0,8 x i-0,3
t = 0,1 x 12,780,8 x 0,0209-0,3
t = 2,447 jam
Koefisien pengaliran :
1 + (0,012. A0,7 )
α=
1 + (0,075. A0,7 )
1 + (0,012. 11,010,7 )
α=
1 + (0,075. 11,010,7 )
α = 0,7591
Koefisen reduksi :
1 t + (3,7 × 10−0,4t ) A0,75
= 1+( )×( )
β t 2 + 15 12
1 2,447 + (3,7 × 10−0,4t ) 11,010,75
= 1+( ) × ( )
β 2,4472 + 15 12
65
1
= 1,068
β
β = 0,9362
Nilai t kemudian digunakan untuk menentukan rumus hujan harian maksimum. Nilai t = 2,447
jam, maka 2 jam < t < 19 jam digunakan rumus hujan harian maksimum :
t × R 24
RT =
t+1
Periode ulang 2 tahun (T = 2 tahun) :
2,447 × 91,408
RT =
2,447 + 1
R T = 119,995 mm
Intensitas hujan (qT) :
RT
qT =
3,6 × t
199,995
qT =
3,6 × 2,447
q T = 13,618 mm
66
d. Metode Rasional
Data diketahui sebagai berikut :
Luas catchment area Bendung Karet Cisangkuy (A) = 11,01 km²
Panjang Sungai Cisangkuy (L), diambil 0,9L = 12,78 km
Elevasi hulu (H1) = 300 m (dpl)
Elevasi hilir (H2) = 12 m (dpl)
Kemeringan dasar sungai (i) = 0,0209
Koefisien pengaliran (Coefficient Run Off) = 0,45
Waktu konsentrasi :
Rumus kirpich :
L1,156
t c1 =
∆H 0,385
12,781,156
t c1 =
(300 − 32)0,385
t c1 = 2,20962 jam
Curah hujan maksimum pada periode tertentu (RT) :
R T = [R × (0,35 × Ln T)] + (0,54 × t 0,25 ) − 0.5
Periode ulang 2 tahun (T= 2 tahun)
R T = [91,408 × (0,35 × Ln 2)] + (0,54 × 2,209620,25 ) − 0.5
R T = 22,3341 mm
Intensitas curah hujan (It) :
R T 24 2/3
It = ( )
24 t
2/3
22,3341 24
It = ( )
24 2,20962
It = 4,5641 mm/jam
Debit rencana (Q2) :
QT = 0,278. C. I. A
QT = 0,278 x 0,45 x 4,5641 x 11,01
QT = 6,286 m³/det
67
Tabel 4.6 Hasil perhitungan debit banjir rencana Metode Rasional
p RT It
No Tahun Qt (m³/dt)
(mm) (mm) (mm)
1 2 91,408 22,334 4,564 6,286
2 5 131,41 74,182 14,577 20,078
3 10 157,9 127,407 25,036 34,483
4 25 191,36 215,746 42,394 58,392
5 50 216,19 296,161 58,196 80,156
6 100 240,83 388,327 76,307 105,101
7 200 265,38 492,282 96,734 133,237
68
T = 2 tahun :
91,408 24 2/3
It = ( )
24 1,804
It = 21,384 mm/jam
Debit rencana (Q2) :
α. It . A
QT =
3,6
0,7 × 21,384 × 11,01
QT =
3,6
QT = 45,779 m³/det
Tabel 4.7 Hasil perhitungan debit banjir rencana Metode Rasional Jepang (Dr. monobe)
No Tahun p (mm) It (mm) Qt (m³/dt)
1 2 91,408 21,384 45,780
2 5 131,41 30,742 65,814
3 10 157,9 36,938 79,079
4 25 191,36 44,767 95,838
5 50 216,19 50,575 108,272
6 100 240,83 56,339 120,613
7 200 265,38 62,083 132,910
Hasil dari perhitungan debit banjir rencana untuk Metode Melchior, Metode Der Weduwen,
Metode Hasper, Metode Rasional, Metode Rasional Jepang (Dr. Mononobe) ditabelkan sebagai
berikut :
Tabel 4.8 Hasil perhitungan debit banjir rencana
Debit Banjir Rencana (m³/det)
Metode
Q₂ Q₅ Q₁₀ Q₂₀ Q₅₀ Q₁₀₀ Q₂₀₀
Melchior 19,1293 27,315 41,268 61,1917 79,7783 100,9 124,648
Der Weduwen 51,9975 74,753 89,819 108,855 122,977 136,99 150,962
Hasper 106,566 153,2 184,08 223,092 252,035 280,76 309,387
Rasional 6,28635 20,078 34,483 58,3919 80,1564 105,1 133,237
Rasional
45,7798 65,814 79,079 95,8384 108,272 120,61 132,91
Jepang
Rata-rata 45,9518 68,232 85,746 109,474 128,644 148,87 170,229
69
Hasil perhitungan menunjukkan nilai rata-rata pada debit banjir rencana periode 50 tahun
(Q50) sebesar 128,644 m³/det. Nilai yang mendekati dengan 128,644 m³/det adalah 122,977
m³/det, sehingga nilai debit banjir rencana 50 tahun (Q50) yang digunakan adalah 122,977 m³/det.
70
DAFTAR PUSTAKA
Kamiana, I made. 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
71