Farmakologi Antasida
Farmakologi Antasida
Farmakodinamik
Mekanisme utama obat antasida non-absorbable adalah berhubungan dengan absorpsi asam
hidroklorida yang dihasilkan oleh lambung. Onset kerja obat dimulai sekitar 10─30 menit
setelah menelan pil. Selanjutnya, obat ini tidak lagi memberikan efek terapeutik. Aktivitas
obat dalam menetralkan asam lambung berakhir ketika pH normal tercapai, yaitu sekitar
3,0─4,0.
Efisiensi obat antasida dievaluasi oleh kapasitas menetralkan asam lambung, atau yang
disebut sebagai acid neutralizing capacity (ANC). ANC diukur dalam mEq kadar asam
hidroklorida yang dapat dinetralkan oleh dosis standar Antasida. Untuk menaikkan pH sekitar
3,5 biasanya dibutuhkan waktu sekitar 15 menit. ANC sangat bervariasi, dan tidak sama pada
berbagai jenis obat-obat Antasida. Pada dosis harian Antasida secara rata-rata, biasanya akan
memberikan efek menetralkan asam lambung sekitar 200 hingga 400 mEq. ANC dianggap
rendah apabila kadarnya <200 mEq/hari, dan dianggap tinggi apabila kadarnya lebih daripada
400 mEq/hari.
Kation Aluminium adalah kandungan jenis Antasida yang terbaik menetralkan asam
hidroklorida, karena jenis Antasida ini memiliki fungsi sitoproteksi yang tinggi dan
mampu mengikat asam empedu secara efektif. Namun, obat ini menjadikan motilitas
usus menurun, sehingga menyebabkan konstipasi
Kation garam Magnesium, memiliki kerja yang berlawanan dengan kation Aluminium
dalam soal motilitas usus. Obat jenis ini memiliki efek laksatif yang ringan.
Kombinasi Aluminium dan Magnesium hidroksida memberikan onset kerja obat yang
lebih cepat dalam memberikan efek terapeutik terhadap gangguan lambung. Hal ini
terjadi karena terdapatnya komponen Magnesium hidroksida. [1]
Farmakokinetik
Absorpsi
Tiap kandungan obat Antasida berbeda daya absorpsi. Untuk kandungan Magnesium
hitungannya adalah secara inversi proporsional terhadap dosis, yaitu 50% dengan diet yang
terkontrol, dibandingkan dengan 15─30% pada pemberian dosis tinggi.
Distribusi
Tiap kandungan obat Antasida berbeda distribusi obat. Untuk kandungan Magnesium dapat
ditemukan sekitar 50─60% pada tulang. Sekitar 1─2% didistribusikan kedalam cairan
ekstraseluler. Obat berikatan dengan protein, 30% dengan albumin. Untuk kandungan
Kalsium, obat berikatan dengan protein sebanyak 45%.
Eliminasi
Renal clearance pada obat Antasida yang mengandung kalsium adalah 50─300 mg per hari.
Obat Antasida yang dapat diabsorpsi, akan diekskresikan ke urine. Sedangkan obat Antasida
yang tidak dapat diabsorpsi, akan diekskresikan ke feses.
Resistensi
Pernah dilaporkan, beberapa kasus pasien dengan ulkus duodenum, yang resisten terhadap
pengobatan Antasida. [17]
Referensi
Efek Samping
Efek samping antasida dapar berupa sindroma rebound, konstipasi, dan metabolik alkalosis.
Sindrom Rebound
Hal ini terjadi pada pemberian jenis obat Antasida yang absorbable. Sindrom ini terjadi
karena adanya hiperasiditas yang timbul setelah efek buffering dari antasida. Efek samping
ini lebih sering terjadi pada penggunaan antasida yang mengandung kalsium karbonat.
Sindrom nyeri distensi gaster karena meteorismus terjadi terutama pada penderita GERD. Hal
ini berkenaan dengan jenis obat Antasida yang mengandung karbonat, seperti Natrium
hidrogen karbonat, Kalsium karbonat, atau Magnesium karbonat. Kandungan tersebut akan
bereaksi dengan asam hidroklorida dan menghasilkan gas karbon dioksida. Pasien yang
mengalami situasi ini akan mengeluh kembung, sering bersendawa, rasa tidak enak, dan nyeri
epigastrium.
Penggunaan obat Antasida yang bersifat absorbable dalam jangka waktu panjang dan dosis
tinggi dapat mengakibatkan suatu keadaan yang disebut sebagai metabolik alkalosis sistemik,
dengan keluhan sakit kepala, mual, muntah, dan anoreksia.
Alkalinisasi urin terjadi dibawah pengaruh obat Antasida yang mengandung Natrium
hidrogen karbonat dan Magnesium yang bersifat oksid, hidroksid, atau karbonat. Keadaan ini
akan menyebabkan terbentuknya batu fosfat.
Obat Antasida yang mengandung kalsium dapat menyebabkan hiperkalsemia. Keadaan ini
memudahkan terbentuknya batu ginjal dan mengurangi produksi hormon paratiroid. Sebagai
konsekuensinya, maka ekskresi zat fosfat akan tertunda, menyebabkan Kalsium fosfat
menumpuk. Hal ini akan mengakibatkan kalsifikasi jaringan dan terjadinya nefrokalsinosis
yang progresif.
Pada orang lanjut usia, yang mengalami penyakit kardiovaskular apabila mengonsumsi obat
Antasida yang mengandung Natrium bikarbonat dapat mengakibatkan kenaikan tekanan
darah dan edema. Hal-hal tersebut di atas terjadi karena sifat Natrium memengaruhi
metabolisme air-garam dan meretensi cairan.
Dampak efek samping yang panjang dari hipofosfatemia dan gangguan metabolisme kalsium
adalah menyebabkan osteomalasia pada pasien. [1, 11, 15]
Interaksi Obat
Apabila antasida diberikan bersama obat yang asam seperti digoxin, fenitoin, dan
chlorpromazine, antasida akan menyebabkan penurunan absorbsi obat-obat tersebut sehingga
menurunkan konsentrasi obat dalam darah dan menurunkan efek kerja obat.
Apabila antasida yang diberikan bersamaan dengan tetrasiklin, akan berikatan dengan obat
tersebut dan menurunkan absorbsinya.
Natrium bikarbonat memiliki efek yang kuat pada keasaman urin, sehingga dapat
memengaruhi ekskresi beberapa jenis obat seperti menghambat ekskresi quinidine dan
amfetamin, serta meningkatkan ekskresi aspirin. [1, 11, 18]
Referensi
15. Green, F.W., R.A. Norton, and M.M. Kaplan, Pharmacology and clinical use of antacids
[Abstract]. Am J Hosp Pharm, 1975. 32(4): p. 425-9
18. Gugler, R. and H. Allgayer, Effects of antacids on the clinical pharmacokinetics of drugs.
An update [Abstract]. Clin Pharmacokinet, 1990. 18(3): p. 210-9