Referat Solusio Plasenta Ichsan
Referat Solusio Plasenta Ichsan
PENDAHULUAN
1
Penyebab pasti dari solusio plasenta ini masih belum dapat diketahui
secara pasti. Beberapa literatur menyebutkan keadaan yang dapat menimbulkan
perdarahan pada awal kehamilan seperti faktor pada dari usia ibu, faktor paritas
ibu, faktor sosial ibu, dan faktor trauma, .
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,
persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi
dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu
keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita
hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan
penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat.
2
I.4 Metode Penulisan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pendahuluan
a) Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu
hidup luar kandungan.
b) Molahidatidosa
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir
seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik.
c) Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
2. Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan
lahir setelah kehamilan 24 minggu, walaupun patologi yang sama
dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 24 minggu (Pitkin J. Peattie
A. Magowan B, 2003).
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber
pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber
pada kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya tidak terlalu
berbahaya. Pada setiap perdarahan anteparum yang harus dipikirkan
pertama kali adalah bahwa perdarahan itu bersumber pada kelainan
plasenta. Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan
plasenta, yang secara klinis biasanya tidak terlalu sulit untuk
menentukannya, ialah plasenta previa, dan solusio plasenta (atau
abrupsio plasenta). Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan
antepartum dibagi sebagai berikut:
4
1) Plasenta previa;
2) Solusio plasenta;
3) Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya.
Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah
kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat
kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan antepartum adalah
perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih
banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum
28 minggu. (DeCherney AH. Nathan L. Goodwin TM. Laufer N, 2006)
II.2.1. Definisi
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae,
accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted
placenta.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya
normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya terhitung sejak
kehamilan 28 minggu.
Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu
atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan
terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma
retroplasenter. Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta
sehingga jika amnio khorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui
ostium uteri (perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas.
Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi). 30% perdarahan
antepartum disebabkan oleh solusio plasenta.
5
Gambar 1.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).
II.2.2. Klasifikasi
6
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan
II.2.3. Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh
kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan
bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam
penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari
seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden
solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8).
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus
dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan
paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750
persalinan (2). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12%
dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian
bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan
dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .
Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian
ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
7
6. Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata 44 6
7. Perdarahan Uterus 44 6
8. Retained Placentae 32 4
Pada tabel 2. 1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama
sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam
masa kehamilan (2).
II.2.4. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
8
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
1. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
2. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
3. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
9
vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta.
Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio
plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat
solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya (3).
II.5. Patogenesis.
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh
darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik
terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus (2,3).
10
Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom
subkhorionik.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit
mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu,
serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah
plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena
otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk
membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom
subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta
sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari
implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput
ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke
dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot
miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu
kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana
pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus
terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini
(Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan
mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat
11
diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi
perdarahan post partum yang hebat (3,5).
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan
tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat
pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia.
Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang
tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya (5).
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit
sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus
menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus
yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan
kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam
yang berwarna kehitam-hitaman (2,5).
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian,
tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul
perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit,
12
tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin
telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup
mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-
menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba.
Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih
sering terjadi pada solusio plasenta berat (2,5).
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi
sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan
pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan
pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas
besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).
II.7. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
13
Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terlihat (2,3,12).
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu
pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin.
Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat.
Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi
mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang
berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan,
karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah.
Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan
mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah
pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel
darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
14
di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134
(5)
kasus solusio plasenta yang ditelitinya .
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450
mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang
dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah (2,5).
1. Fase I
.2. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk
membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan
dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih
menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis .
Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan
pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah
merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium
15
lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan
keadaan penderita saat itu (2).
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim
dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus
berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi
apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya
dalam membantu menghentikan perdarahan .
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
4. Kematian
II.8. Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas.
Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan
plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau
dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas
seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya
yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan
koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang
tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau
terlambat (2,3).
16
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59
kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta (2,3) :
Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta
No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)
1. Perdarahan pervaginam 78
2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66
3. Gawat janin 60
4. Persalinan prematur idiopatik 22
5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17
6. Uterus hipertonik 17
7. Kematian janin 15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan
gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta
klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya
pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik
mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai
uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan
syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut
ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta
antara lain :
17
5. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
18
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam
keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung
di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku
yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplacenter.
II.8.9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
1. Terlihat daerah terlepasnya plasenta
2. Janin dan kandung kemih ibu
3. Darah
4. Tepian plasenta
19
Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta.
II.9. Penatalaksanaan
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau
ringannya gejala klinis, yaitu:
20
II.9.2. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan
di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria (5).
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan
(5)
. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi
dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin
akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan
terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat
dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi
uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4).
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat
tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks
ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita
umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada
penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi
menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah
yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia,
menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan
darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan
pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari
bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada
penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan
melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah (19).
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
21
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan
adalah seksio sesaria (5,17).
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi
histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah
dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan (5).
10. Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,
tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta
sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat
22
berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh
perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (5).
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian.
Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar
antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin
tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio
plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya
menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria
dapat mengurangi angka kematian janin (5).
23
BAB III
III.1. Kesimpulan
24
7. Penanganan pada setiap kondisi perdarahan dalam kehamilan harus
dilakukan pemeriksaan yang hati-hati dan menyeluruh sehingga
dapat meminimalisir angka kesakitan dan kematian ibu.
III.2. Saran
Dengan adanya referat solusio plasenta ini, diharapkan kepada para dokter,
mahasiswa kepaniteraan klinik bagian kebidanan dan kandungan, dan tenaga
medis lainnya untuk lebih mengetahui serta memahami tentang solusio plasenta,
serta tanda gejala juga penatalaksanaannya. Perdarahan dalam kehamilan harus
ditangani secara tepat dan cepat agar tidak memperburuk keadaan pasien.
Keluarga pasien harus memberi dukungan penuh terhadap kondisi ibu dan
bayinya.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak.
Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, 2002; 3-21.
2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC.
Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice Hall
International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.
3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya:
Airlangga University Press, 2001; 456-70.
4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO,
2003. 518-20.
5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85
6. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.
Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
7. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. 2002. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
8. Sastrawinata S, Martadisoebrata D, Wirakusumah FF. 2005. Obstetri Patologi.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
9. Hanretty KP. 2008. Obstetrics Illustrated. Philadelphia : Churchill Livingstone, Inc.
10. Djakobus, Prof. Dr. 2004. Perdarahan Selama Kehamilan. Medan: Bagian
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
11. Hanafiah, Muhammad Jusuf. 2004. Plasenta Previa. Medan: Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
26
12. Khoman, John Slamet. 2004. Perdarahan Hamil Tua dan Perdarahan Post Partum.
Medan: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
13. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
14. Mochtar, Prof. Dr. Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri
Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC.
15. Nugraheny, Esti SST. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka
Rihama.
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Analisis Kematian Ibu di
Indonesia. Jakarta. Diakses dari depkes.go.id 01 Oktober 2013.
17. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. 2006. Current Diagnosis &
Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. USA : The McGraw-Hill
Companies
18. Pitkin J, Peattie A, Magowan B. 2003. Obstetrics and Gynaecology : An
Illustrated Colour Text. London : Churcill Livingstone
27