Anda di halaman 1dari 12

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)

ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

SKENARIO B BLOK 18
GNAPS

Streptokokus B-hemolitikum grup A merupakan bakteri yang paling sering menginfeksi


anak-anak. Bakteri ini dapat menyebabkan komplikasi post-infeksi glomerulonefritis akut
atau sering disebut sebagai Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS). GNAPS
sendiri merupakan salah satu contoh SNA (Sindroma Nefritik Akut) yang ditandai dengan
gross hematuria mendadak, edema, hipertensi, dan insufisiensi renal.

GNAPS biasanya diawali oleh infeksi streptokokus B-hemolitikum grup A pada tenggorokan
(serotype 12) atau kulit (serotype 49) yang memiliki rantai nefrogenik. Streptokokus B-
hemolitikum grup A biasanya menginfeksi tenggorokan (faringitis) pada cuaca dingin dan
menginfeksi kulit (pyoderma) pada cuaca panas. Glomerulonefritis sering ditemukan pada
anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang
menyerang anak dibawah usia 3 tahun.

Pada kasus GNAPS, glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari
gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini
membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu
1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga
pemberian antibiotik akan efektif.

Patofisiologi
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama
kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen
daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan
gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah
infeksi kuman streptococcus.

Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan


pasti.Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah
suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis.Pembentukan kompleks-imun in situ
diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus,
merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

telah berubah tersebut.Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang
kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS.Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi
plasmin.Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade
dari sistem komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3
pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan
terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada
antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.

Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3
dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta
normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen
melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit
dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya
terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang
mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.

Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak
membrane basalis ginjal.

Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang
mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau
alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan
terjadinya :
1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga
menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia,
kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi,
kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan
hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang
bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi
ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya
hipertensi.

Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia
dan hipertensi.

Manifestasi Klinis
Onset akut (kurang dari 7 hari)
 Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria 30%
ditemukan pada anak-anak. Gross hematuria atau hematuria makroskopik merupakan
hematuria dengan ≥ 1cc darah per liter urin. Penyebab dari hematuria dapat dibagi
berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma yaitu di glomerulus dan ekstra
glomerulus. Pada kasus terjadi kelainan integritas kapiler pada glomerulus diakibatkan
reaksi radang. Maka dengan adanya kelainan ini terjadi ‘kebocoran’ eritorsit yang
seharusnya sudah tersaring dari tahap glomerulus. Lalu bila pada pemeriksaan urin
didapati silinder hal ini merupakan manifestasi penyakit ginjal kronik. Silinder ini
terbentuk dari ikatan eritrosit yang bocor dengan protein taam horsfall. Namun, pada
kasus tidak terbentuk silinder eritrosit yang menandakan kerusakan baru sampai tahap di
glomerulus dan terjadi akut.
 Oliguria
 Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa ditemukan
sedang sampai berat.Perlu diketahui dahulu edema menandakan meningkatnya cairan
dalam ruangan jaringan interstisial. Edema dapat bersifat umum dinamakan anasarka,
yang menimbulkan pembengkakan berat jaringan bawah kulit hampir di seluruh bagian
tubuh, dan juga edema yang terjadi pada rongga serosa tubuh misalnya hidroperitoneum
(asites) yang terjadi pada kasus dengan shifting dullness positif.

Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik vaskular dan tekanan
osmotik koloid plasma merupakan faktor utama yang mengatur pergerakan cairan
antara ruang vaskular dan interstisial. Keluarnya cairan ke dalam interstisial dari ujung
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

arteriol mikrosirkulasi akan diimbangi oleh aliran masuk pada ujung venula, jika terjadi
kelebihan cairan interstisial dalam jumlah kecil akan dialirkan melalui saluran limfe.
Meningkatnya tekanan kapiler atau berkurangnya tekanan osmotik koloid dapat
meningkatkan cairan interstisial.Cairan edema yang terjadi pada kekacauan hidrodinamik
secara khas merupakan suatu transudat

Glomerulus mengalami cedera oleh berbagai mekanisme → penurunan laju filtrasi


glomerulus → penurunan kapasitas ekskresi natrium dan air → ekspansi volume cairan
ekstraseluler

Glomerulus mengalami cedera oleh berbagai mekanisme → meningkatnya jumlah


albumin dan protein lain yang terekskresi hingga hitungan gram → tekanan onkotik
plasma menurun

Ekspansi volume cairan ekstraseluler dan tekanan onkotik plasma menurun →


translokasi air ke interstitial space → proses yang berulang terus menerus dengan kadar
cairan banyak → sembab (edema)

 Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.


Hipoalbuminemia  perpindahan cairan ke interstitial  penuruan cairan di
intravascular  menuju hipoperfusi  Pengaktifan sistem rennin angiotensin sistem 
vasokonstriksi pembuluh darah untuk kompensasi  tekanan darah meningkat

Hipoperfusi  menurunkan GFR  oligouria dan retensi garam-garam dan air


hipervolemia  hipertensi

Hipoperfusi  pengaktifan sistem RAAS  angiotensi II meningkat merangsang


korteks adrenal mengeluarkan aldosteron  retensi garam dan air  hipervolemia 
hipertensi

 Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.
 Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada Henoch-
Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE).

Pada kasus ini, tidak terjadi pembesaran tonsil dan tenggorokan tidak hiperemis. Hal ini
kemungkinan karena periode laten dari Streptococcus beta- hemolitikus yang bermanifestasi
dengan ISPA yaitu selama 1-2 minggu. Periode laten adalah masa bersembunyinya penyakit
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

tersebut di dalm tubuh kita ketika sistem kekebalan tubuh dalam kondisi baik. Pada periode
laten ini, pasien terlihat sembuh padahal patogen masih menetap pada tubuh pasien (masih
terdeteksi).

Hepar dan lien juga tidak teraba. Tujuan pemeriksaan batas paru jantung, hepar dan lien
untuk mengetahui edema yang terjadi pada Dendi disebabkan oleh kelainan pada organ
apa,Batas paru jantung untuk mengetahui ukuran jantungnya normal atau tidak, pada gagal
jantung ukuran jantung membesar, selain itu juga disertai hepatomegali, gagal jantung 
edema. Hepar dan lien : hepar tidak terapa dan lien teraba  sirosis  edema

Gejala lain yang mungkin muncul :


 Pengelihatan kabur
 Batuk berdahak
 Penurunan kesadaran
 Malaise
 Sesak napas (6)
Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+) sampai (++++), juga torak eritrosit (+) pada
60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah, didapatkan titer ASO meningkat dan kadar C3
menurun. Pada pemeriksaan ‘throat swab’ atau ‘skin swab’ dapat ditemukan streptokokkus.
Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan
berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung).
Darah tepi :
Hb : 8,5 %, Leukosit : 14.500, Trombosit :400.000, LED : 100
Pemeriksaan Hasil Nilai Interpretasi Mekanisme
Pemeriksaan Normal abnormalitas
Hemoglobin 8,5 % 10 – 16 g/dl Anemia - Disebabkan karena
hematuri sehingga
eritrosit banyak keluar
akibat kerusakan pada
kapiler glomerulus
- Gangguan kerusakan
pada ginjal  gangguan
produksi eritropoietin

Leukosit 14.500 9.000- Leukositosis Leukositosis yang


12.000/mm3 menunjukkan adanya
proses inflamasi/radang
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

akut

Trombosit 400.000 150.000- Normal


450.000
LED 100 0 – 15 mm / Meningkat Meningkat tajam yang
jam menandakan adanya
inflamasi akut dan
infeksi bakteri

Kimia darah :
Protein total : 6gr/dL, Albumin : 3gr/dL, Globulin : 3 gr/dL, Ureum :59 mg/dL ,Kreatinin :
1,5 mg/dL, Cholesterol : 180
Pemeriksaan Hasil Nilai Interpretasi Mekanisme
Pemeriksaan Normal abnormalitas
Protein Total 6gr/dL 6,7 – 8,7 Hipoproteiemia
Albumin 3gr/dL 3,8 – 4,4 Hipoalbumin - disebabkan oleh
kerusakan kapiler
glomerulus

Globulin 3 gr/dL 1,5 – 3,0 Normal


Ureum 59 mg/dL 22-40 Meningkat - ureum dan kreatinin
Kreatinin 1,5 mg/dL 0,5 – 0,9 Meningkat meningkat karena
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

gangguan pada
sistem filtasi akibat
penurunan laju
filtasi glomerulus

Kolesterol 180 <200 Normal

Urinalisis
Urine seperti air cucian daging, proteinuria(++), eritrosit 10-15 sel /LPB, leukosit 5-10
sel/LPB, thorak hialin , noktah (+)
Biakan apusan tenggorok : streptococcus B- hemolitikus (+),
Imunoserologi : ASTO : 200 IU, C3 : 35 IU , CRP : 12 IU
Pemeriksaan Hasil Nilai Interpretasi Mekanisme
Pemeriksaan Normal abnormalitas
Urine
Warna Urine seperti air Berwarna Abnormal Adanya hematuria yang
cucian daging kuning masif sehingga terlihat
muda – secara kasat mata pada
kuning tua urine.
Proteinuria (++) Negatif Abnormal Infeksi streptococcus 
Eritrosit 10-15 sel 0-1 Hematuria terbentuk kompleks
/LPB antigen antibodi di dalam
darah  beredar di
sirkulasi  masuk ke
sirkulasi glomerulus dan
membran basalis 
komplemen teraktifasi 
peradangan  fagositosis
dan pelepasan lisosom 
kerusakan endotel dan
membran basalis 
kebocoran kapiler
glomerulus  kerusakan
glomerulus  laju filtrasi
glomerulus menurun 
protein dan sel eritrosit
banyak keluar  hematuri
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

dan proteinuria
Leukosit 5-10 sel/LPB 0-5 Leukosituria adanya infeksi
Thorak hialin (+) (-) Abnormal terdiri dari mucoprotein
(protein Tamm-horsfall)
yg di keluarkan oleh sel-
sel tubulus. Jumlah yg
besar pada proteinuria
ginjal (misal pada
penyakit glomeruler)
Noktah (+) (-) Abnormal butiran /granul, deposit
imun karena kompleks
imun
Biakan streptococcus Negatif Abnormal Adanya infeksi oleh
apusan B- streptokokkus beta
tenggorok hemolitikus hemolitikus biasanya grup
(+) A

Imunoserologi
ASTO 200 IU  200 IU Meningkat Titer serum
antisterptolisin O (ASO)
yang melebihi 160-200
unit dianggap abnormal
dan menunjukkan adanya
infeksi sterptokokus yang
baru saja terjadi atau
adanya kadar antibodi
yang tetap tinggi setelah
serangan infeksi pada
orang yang
hipersensitifitas.
C3 35 IU 40 IU Menurun Komplemen serum hampir
selalu menurun pada
GNAPS, karena turut serta
berperan dalam proses
antigen-antibodi sesudah
terjadi infeksi
streptokokus yang
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

nefritogenik.
CRP 12 IU 20 IU Menurun

Kriteria Diagnostik
1. Kriteria Klinik:
a. Onsetnya akut (kurang dari 7 hari)
b. Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi, disusul tungkai,
abdomen, dan genitalia.
c. Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti teh
tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri
makroskopik muncul pada 30 – 50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik
ditemui pada hampir semua kasus
d. Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan timbul
dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati (5-10% kasus).
Dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau diastolik tiga kali
berturut-turut di atas persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin. Praktisnya:
1. Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg
2. Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg
3. Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115 mmHg
e. Oligouri. Terdapat pada 5-10% kasus. Dikatakan oligouri bila produksi urin
kurang dari atau sama dengan 1 cc/kgBB/jam. Umumnya terjadi pada minggu
pertama dan menghilang bersama dengan diuresis pada akhir minggu pertama.
2. Laboratorium
a. Sedimen Urin
1. Eritrosit (+) sampai (++++)
2. Torak eritrosit (+) pada 60 – 85% kasus
b. Darah
1. Titer ASO meningkat pada 80 – 95% kasus.
2. Kadar C3 (B1C globulin) turun pada 80 – 90% kasus.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1. Darah
 LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk rumah sakit dan
diulangi tiap minggu
 Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol diperiksa waktu
masuk rumah sakit dan diulangi bila perlu
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

 Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa waktu masuk rumah


sakit.
2. Urin. Proteinuri diperiksa tiap hari
 Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++)
2
 Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2 gram/m /24 jam
 Volume ditampung 24 jam setiap hari
3. Bakteriologi. Pada Throat swab atau skin swab dapat ditemukan
streptokokkus pada 10-15% kasus
4. Pencitraan. Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan.
Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat
ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan
efusi pleura (nephritic lung). Foto thorax diperiksa waktu masuk rumah
sakit dan diulang 7 hari kemudian bila ada kelainan.

Diagnosis GNAPS ditegakkan bila ada lebih dari atau dua dari empat gejala klinik kardinal
(edema, hematuri, hipertensi, oligouri) disertai meningkatnya kadar ASO dan turunnya kadar
C3. Juga dapat ditegakkan bila keempat gejala kardinal muncul bersamaan (full blown case).

Tata Laksana
Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan mengontrol
tekanan darah.Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik ataupun terapi lainnya.
1. Tirah baring
Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi.Sesudah fase akut
istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan berlebihan.Penderita dipulangkan
bila keadaan umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari perawatan.
2. Diet
a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg
BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%
b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka.
c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah
urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap
kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])

3. Medikamentosa
a. Antibiotik
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau ampisilin/amoxicillin


dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis
selama 10 hari untuk eradikasi kuman. Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis,
piodermi atau tanda-tanda infeksi lainnya.
b. Anti Hipertensi
 Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan normal
dalam 1 minggu setelah diuresis.
 Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan
furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral

4. Tindakan Khusus
Edema Paru Akut
Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan fisis paru menunjukkan
ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:
 Stop Intake peroral.
 IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
 Pemberian oksigen 2-5 L/menit
 Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10
mg/kgBB/hari.
 Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolic

Hipertensi Ensefalopati
Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau
selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan
pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan yang dilakukan adalah:
 Stop Intake peroral.
 IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
 Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin
0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal
0,05mg/kgBB/hari.
 Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10
mg/kgBB/hari.
 Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan
dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-2mg/kgBB/hari.
 Kejang diatasi dengan antikonvulsan.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sekretariat:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kampus B FK Unsri, Zona F Gedung I Kampus Unsri Indralaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Inderalaya

Komplikasi
Komplikasi utamanya adalah Gagal Ginjal Akut. Meskipun perkembangan ke arah sklerosis
jarang, pada 0.5%- 2% pasien dengan Glomerulonefritis Akut tahap perkembangan ke arah
gagal ginjal periodenya cepat.

Komplikasi lain dapat berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem saraf pusat dan
kardiopulmoner, bisa berkembang dengan pasien hipertensi berat, encephalopati,
dan pulmonary edema. Komplikasinya antara lain :
 Retinopati hipertensi
 Encephalopati hipertensif
 Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload)
 Edema Paru
 Glomerulonefritis progresif

Jangka Panjang:
 Abnormalitas urinalisis (microhematuria)
 Gagal ginjal kronik
 Sindrom nefrotik

Prognosis
Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat
serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau
epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus.

Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang
dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotikglomerulus.
Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang
baik.Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik
5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan
dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka kematian pada
GNAPS bervariasi antara 0-7 %.2,21

SKDI untuk kasus GNAPS adalah 3A. Bukan gawat darurat

Anda mungkin juga menyukai