Anda di halaman 1dari 11

MODEL PERBANDINGAN GENETIK MENURUT MENDEL

LAPORAN PRAKTIKUM
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Genetika
Dosen Pengampu:
Hj. Diah Kusumawaty, M.Si.
Dr. Riandi, M.Si.

oleh :

Biologi C 2015
Kelompok 2
Cipta Adi Nugraha 1504609

Citra Putri Hendrayani 1501385

Euis Ratnasari 1505426

Fanny Eka Fitriany D 1500865

Ryan Kurniawan Syahisyah 1504146

PROGRAM STUDI BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2017
A. Judul
Model Perbandingan Genetik Menurut Mendel

B. Waktu Pelaksanaan
Hari : Kamis, 28 September 2017
Waktu : 07.30 – 10.00 WIB
Tempat: Laboratorium Mirobiologi

C. Tujuan
1. Membuktikan perbandingan menurut mendel 1:2:1 untuk rasio
genotip dan 3:1 untuk rasio fenotip pada persilangan monohibrid,
serta perbandingan 9:3:3:1 pada persilangan dihibrid.
2. Menghitung X2 untuk menguji data hasil pengamatan.
3. Menginterpretasikan nilai X2 setelah dibandingkan dengan nilai X2
pada tabel.

D. Dasar Teori
Setiap makhluk hidup memiliki sepasangfaktor keturunan yang
disebut dengan gen. Selain gen ada juga yang diesbut dengan alel, satu alel
terdiri dari sepasang gen. Saat gametogenesis sepasang gen ini nanti akan
mengalami pemisahan. Pemisahan ini disebut dengan segregasi (Tim
Genetika, 2017). Peristiwa segregasi ini dapat dibuktikan dengan
persilangan monohibrid.
Persilangan monohibrid yaitu persilangan menggunakan satu sifat
beda, dimana persilangannya menghasilkan keturunan dengan 4 kombinasi
dimana perbandingannya yaitu 3 : 1. Pada persilangan monohibrid kita bisa
tahu bahwa suatu individu bisa memiliki fenotip yang sama tetapi
genotipnya berbeda (AA dengan Aa) (Suryo, 1990). Perbandingan 3 : 1 ini
berlaku apabila terdiri dari dua macam fenotip namun apabila terdiri dari 3
macam genotip rasionya yaitu 1 : 2 : 1 (Tim Genetika, 2017). Apabila suatu
individu memiliki fenotip yang sama tetapi genotipnya berbeda disebut
dengan heterozigot.
Selain persilangan monohibrid ada juga yang disebut dengan
persilangan dihbrid. Apabila persilangan monohibrid merupakan
persilangan yang menggunakan satu sifat beda, maka persilangan dihibrid
adalah persilangan yang mempunyai sifat beda lebih dari satu. Persilangan
dihibrid menghasilkan perbandingan fenotip 9 : 3 : 3 : 1 (Suryo, 1990).
Jika kita melakukan suatu percobaan perkawinan, data yang
diperoleh hasilnya tidak selalu sesuai dengan hukum Mendel (Suryo, 1990).
Data yang diperoleh dari suatu percobaan apabila tidak sesuai dengan apa
yang kita harapkan (secara teoritis) maka perlu dilakukan suatu pengujian
atau suatu evaluasi untuk mengetahui apakah penyimpangan yang kita
lakukan masih dapat diterima atau tidak (Tim Genetika, 2017). Evaluasi
dilakukan dengan cara melakukan Uji Chi-Square (X2) (Suryo, 1990).
Secara singkatnya Uji Chi Square yaitu uji yang dilakukan untuk
membandingkan data yang diperoleh dari percobaan dengan data yang
diharapkan secara teoritis (Surjadi, 1989).

Rumus dari Uji Chi Square (X2) yaitu (Suryo, 1990) :


𝑑2
X2 = ∑( 𝑒 )

Keterangan :
∑ = sigma (jumlah)
d = deviasi (deviation)/penyimpangan
e = hasil yang diharapkan (expected)
E. Alat dan Bahan
a. Alat
Tabel 1. Daftar Alat yang digunakan Praktikum monohibrid
No Alat Jumlah

1 Kancing Genetika dua warna 25 Pasang

Tabel 2. Daftar Alat yang digunakan Praktikum monohibrid


No Alat Jumlah

1 Kancing Genetika empat warna 25 Pasang

F. Langkah Kerja

25 pasang kancing kancing secara acak


25 Pasang Kancing merah dan putih di diambil dari kotak 1
Dipisahkan campurkan kedalam 2 dan 2 lalu dipasangkan
kotak berbeda hingga habis

perbandingan fenotip
Hasil dari pengambilan dan genotip yang
acak di catat diperoleh lalu dihitung
dan diuji dengan X2

Bagan 1. Langkah kerja perislangan Monohibrid


Masing-masing kancing
Langkah ke 2 diulangi
merah dan putih
25 pasang kancing dari kepada kancing
dicampurkan lalu
setiap warna dipisahkan kelompok kancing hijau
dipasangkan secara acak
dan kuning (Kelompok B)
(Kelompok A)

Hasil dari kedua perbandingan fenotip


Hasil pertemuan kedua
kelompok di pertemukan dihitung dan diuji
kelompok dicatat
secara acak dengan X2

Bagan 2. Langkah kerja persilangan dihibrid

G. Hasil Pengamatan
1. Persilangan Monohibrid
Tabel 1. Hasil Pengamatan Genotip Persilangan Monohibrid
Genotip Frekuensi

MM 13

Mm 22

mm 15

Jumlah 50

Tabel 2. Hasil Pengamatan Fenotip Persilangan Monohibrid


Fenotip Frekuensi

Merah 35
Putih 15

Jumlah 50

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Chi-Square Persilangan Monohibrid


Fenotip Genotip O E O–E=d (d)2 X2 = (d)2 / E

Merah – merah MM 13 ¼ x 50 = 12,5 0,5 0,25 0,02

Merah – putih Mm 22 ½ x 50 = 25 -3 9 0,36

Putih – putih mm 15 ¼ x 50 = 12,5 2,5 6,25 0,5

jumlah 50 0,88

Catatan:n=3, db=2

2. Persilangan Dihibrid
Tabel 4. Hasil Pengamatan Genotip Persilangan Dihibrid
Genotip Frekuensi

HHMM 4

HHMm 6

HH mm 4

HhMM 5

HhMm 12

Hhmm 5

HhMM 3

hhMm 8
hhmm 3

Jumlah 50

Tabel 5. Hasil Pengamatan Fenotip Persilangan Dihibrid


Fenotip Frekuensi

Merah - Hijau 27

Merah - 11
Coklat
Putih-Hijau 9

Putih - Coklat 3

Jumlah 50

Tabel 6. Hasil Pengamatan Uji Chi-Square Persilangan Dihibrid

Fenotip Genotip O E O–E= (d)2 X2 = (d)2 / E


d
Merah - Hijau M.H. 27 9/16 x 50 = 28,125 -1,125 1,2656 0,0449

Merah - Coklat M.h. 11 3/16 x 50 = 9,375 1,625 2,6404 0,2816

Putih-Hijau m.H. 9 3/16 x 50 = 9,375 1,625 2,6404 0,2816

Putih - Coklat m.H. 3 1/16 x 50 = 3,125 -0,125 0,0156 0,0049

Jumlah 50 0,613

Catatan: n= 4, db= 3
Merah = M, Putih = m, Hijau= H, Coklat= h
H. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan (O) pada kegiatan praktikum
persilangan monohybrid dengan menggunakan kancing genetika merah dan
putih sebagai analogi persilangan monohybrid dimana merah merupakan
gen dominan (dimisalkan gamet jantan) dan putih merupakan gen resesif
(dimisalkan gamet betina), kancing genetika yang digunakan yaitu 25
masing-masing merah dan putih, didapatkan perbandingan fenotip merah :
putih. Padahal jumlah yang diharapkan (E) untuk persilangan monohybrid
yaitu merah : putih = 3:1. Berarti pada kegiatan pengamatan persilangan
monohybrid dengan menggunakan 25 pasang kancing genetika
yaitu; jumlah yang diharapkan (E) untuk merah = ¼ x 50 = 12,5. Dan
jumlah yang diharapkan untuk putih = ¼ x 50 = 12,5. Sehingga deviasinya
(d = O-E) untuk merah = 0,5. Dan deviasi (d) untuk putih yaitu 2,5.
Untuk menguji apakah data yang diperoleh dari suatu percobaan itu
sesuai dengan ratio yang kita harapkan atau tidak maka digunakan uji chi
square (𝑋 2 ). Seperti halnya hasil pengamatan yang telah kami lakukan
terdapat penyimpangan dari perbandingan yang diharapkan. Untuk
menentukan besarnya 𝑋 2 pada persilangan monohybrid yaitu 𝑋 2 = ( d-
1/2)2/E. dimana untuk persilangan monohybrid ½ merupakan faktor koreksi
untuk derajat bebas 1. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa 𝑋 2 merah
= 0,02 dan 𝑋 2 untuk putih =0,5. Jadi, jumlah 𝑋 2 merah dan putih yaitu 0,88.
Jika kita meihat tabel pada peluang 0,05 (P =0,05), besarnya 𝑋 2 adalah
3,841 pada derajat bebas 1. Jadi, nilai 𝑋 2 = 0,063 lebih kecil dari
nilai 𝑋 2 pada P = 0,05. Maka sesuai dengan kesepakatan data
hasil percobaan dapat kita terima atau sesuai dengan teori yaitu
perbandingan 3:1. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan pada
percobaan persilangan dihibrid dengan menggunakan kancing genetika 4
macam warna masing-masing 25 pasang (merah, putih, hitam, cokelat)
sebagai analogi untuk menunjukkan dua karakter / sifat beda. Yakni merah
menunjukkan gen dominan (M) dan putih menunjukkan gen resesif (m).
Sedangkan hitam menunjukkan gen dominan (H) dan cokelat menunjukkan
gen resesif (h). sehingga ketika disilangkan dengan menggunakan prinsip
persilangan dihibrid , berdasarkan hasil pengamatan (O) dari jumlah total
seluruh kancing 100, didapatkan 4 kategori kombinasi fenotip yaitu
merah – hijau, merah – cokelat , putih – hijau, dan putih – cokelat.
Sehingga perbandingan fenotipnya = 27:11:9:3. Sedangkan jumlah yang
diharapkan (E) pada persilangan dihibrid yaitu 9:3:3:1. Berarti, dari 100
kancing jumlah yang diharapkan untuk fenotip merah-hijau yaitu 9/16 x 50
= 28,125; fenotip merah – cokelat yaitu3/16 x 50 = 9,375; fenotip putih-
hijau yaitu3/16 x 50 = 9,375; dan fenotip putih – cokelat yaitu1/16 x 50 =
3,125. Berarti, pada percobaan dihibrid yang kami lakukan tersebut terdapat
penyimpangan dari perbandingan yang diharapkan. Dimana deviasi (d = O-
E) untuk merah-hijau yaitu -1,125; merah – cokelat yaitu 1,625; putih
– hijau yaitu 1,625; putih – cokelat yaitu -0,125. Dan berdasarkan
perhitungan uji chi-square 𝑋 2 ) dimana (𝑋 2 ) = ( d)2/E, didapatkan hasil
bahwa 𝑋 2 merah - hijau = 0,0449; untuk merah cokelat=2,6404; 𝑋 2 putih
- hijau = 2,6404 dan 𝑋 2 untuk putih cokelat =0,0156. Jadi, jumlah 𝑋 2 total
yaitu 0,613 Jadi, nilai 𝑋 2 yang kami hitung adalah 0,693. Persilangan
dihibrid dengan perbandingan 9:3:3:1 memiliki 4 kategori sehingga derajat
(db = n-1), dimana n= jumlah kategori berarti db = 4-1 = 3. Sedangkan
nilai 𝑋 2 tabel adalah 7,816. Karena nilai 𝑋 2 hitung (0,693) < 𝑋 2 tabel pada
P = 0,05 maka sesuai dengan kesepakatan data hasil percobaan dapat
diterima atau sesuai dengan perbandingan teori perbandingan 9:3:3:1.

I. Kesimpulan
1. Pada hasil pengamatan yang dilakukan oleh kelompok, maka
perbandingan fenotip 3:1 pada monohibrid sesuai dengan teori.
Sedangkan untuk dihibrid perbandingan fenotipnya = 27:11:9:3.
tetapi jumlah yang diharapkan (E) pada persilangan dihibrid yaitu
9:3:3:1
2. 𝑋 2 pada persilangan monohibrid 0,88 dan 𝑋 2 pada persilangan
dihibrid 0,613
3. Nilai 𝑋 2 pada persilangan monohibrid lebih kecil dari nilai 𝑋 2
pada P = 0,05 maka hasil percobaan diterima.
Nilai 𝑋 2 pada persilangan dihibrid lebih kecil dari nilai 𝑋 2 pada P
= 0,05 maka hasil percobaan diterima.
DAFTAR PUSTAKA

Surjadi. (1989). Pendahuluan teori kemungkinan dan statistika. Bandung : Penerbit


ITB.
Suryo. (1994).Genetika strata 1. Yogyakarta : Penerbit Gajah Mada University
press.
Tim Genetika. (2017). Pedoman praktikum genetika. Bandung : Universitas
Pendidikan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai