Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

PERKAWINAN MONOHIBRID PADA Drosophila melanogaster

Disusun Oleh :

Nama : Khofifah Linda Purnamawati

NIM : 180210103085

Kelompok :6

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
I. JUDUL
Perkawinan Monohibrid Pada Drosophila melanogaster
II. TUJUAN
II.1Mengetahui cara mengembangbiakan Drosophila melanogaster

II.2Latihan membuat persilangan monohibrid

II.3Menghitung ratio fenotip keturunan F1 dan F2

III. TINJAUAN PUSTAKA

Perkawinan monohibrid adalah perkawinan yang hanya


memperlihatkan 1 beda sifat saja, misalnya hanya memperlihatkan
warna biji saja atau warna kulit saja. perkawinan ini adalah bentuk
peralihan sifat yang sederhana dan merupakan dasar dalam memahami
mekanisme pewarisan sifat tunggal melalui perkawinan monohibrid
(Irawan, 2010).
Mendel menghasilkan 2 hukum yaitu pemisahan acak atau
segregasi dan berpasangan secara bebas atau independent assortment.
hukum Mendel 1 atau segregasi yaitu pasangan alel memisah selama
pembentukan gamet menggunakan mekanisme pembelahan sel atau
meiosis dan masing-masing gambar akan terdiri dari sejumlah
sepasang dari kromosom atau n kromosom. Beberapa istilah pada studi
Mendel yaitu persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua
tanaman induk yang berbeda dalam satu karakteristik saja. Persilangan
F1 disebut juga dengan persilangan hibrida. Hukum Mendel 2 atau
berpasangan secara bebas terdiri dari 2 hipotesis tentang pasangan alel
alel yang pertama berpasangan secara dependen atau saling tergantung
dan yang kedua adalah berpasangan secara bebas atau tidak saling
tergantung (Arumingtyas, 2016).
Rasio yang ditemukan mendel sangat popular. Mendel I akan
menghasilkan F3 dengan rasio 3:1. Mendel II akan menghasilkan F2
dengan rasio 9:3:3:1. Setelahnya, banyak bentuk persilangan yang
kemudian dianggap sebagai bentuk penyimpangan mendel. Penelitian
kemudian menunjukkan bahwa sebagian kecil dari pola pewarisan
pada makhluk hidup diploid yang berbiak secara seksual disebut rasio
mendel. Banyak peristiwa lainnya yang berpengaruh pada rasio dari
keturunan perkawinan tersebut [ CITATION Nus15 \l 1057 ].
J.G. Mendel menyimpulkan bahwa pada individu-individu
memiliki ciri-ciri heterozigot atu alel dominan da satu alel resesif.
Hasil pengamatannya diketahui bahwa ciri-ciri induk mencul kembali
pada turunan tanaman ercis yang tumbuh dari biji heterozygote. J.G.
Mendel menyimpulkan kembali bahwa kedua faktor untuk kedua ciri
tidak bergabung (tidak bercampur) dalam cara apapun, tetapi kedua
faktor itu tetap berdiri sendiri selama hidupnya individu dan memisah
pada waktu pembentukan gamet-gamet. Separuh gamet membawahi
satu faktor, sedangkan separuhnya yang lain membawahi faktor
lainnya. Kesimpulan terakhir inilah yang dikenal dengan hukum
pemisahan Mendel (Firdauzi, 2013).
Serangga mempunyai peran penting dalam perkembangan ilmu
genetika. Hewan ini ukuran kecil, mempunyai siklus hidup pendek,
jumlah keturunan sangat banyak, murah biaya serta perawatannya
mudah. Salah satunya yaitu Drosophilla melanogaster, lalat buah
selama ini telah mengalami mutasi genetik sehingga dikenal dengan
berbagai macam strain, telah berhasil ditenemukan 85 macam strain
yang menyimpang dari tipe normal (wild type). Salah satu contohnya
adalah strain sepia dan plum, yang merupakan mutan Drosophila
Melanogaster. Kelainan genetik pada kromosom tertentu
menyebabkan terjadinya perbedaan fenotip jika dibandingka dengan
Drosophilla melanogaster tipe normal (Wild Type) (Hotimah et al,
2017).
Drosophila melanogaster atau lalat buah adalah salah satu contoh
yang telah digunakan sebagai subjek penelitian genetika sejak awal
abad 20. Drosophila melanogaster dinyatakan sebagai subjek
penelitian yang sangat ekstensif digunakan dalam bidang genetika.
Karakteristik serangga ini yang memiliki siklus hidup yang cepat,
hanya memiliki sedikit kromosom, memiliki ukuran genom yang kecil,
dan memiliki kromosom raksasa di kelenjar ludahnya menjadikan
Drosophila melanogasterdipilih peneliti genetika dalam berbagai
penelitiannya (Fauzi, A., dan Corebima, A. D., 2016).
Persilangan Drosophila melanogaster akan menghasilkan
keturunan dengan karakter yang berbeda-beda pada tiap perkawinan
mutan yang berbeda. Hasil persilangan Drosophila dapat diketahui
dari ciri morfologi yang nampak (fenotip) pada keturunan yang
dihasilkan. Hasil interaksi antara faktor genotip dengan lingkungan
mahluk hidup adalah fenitip yang muncul dari kedua induk. Faktor-
faktor fenotip ini dapat digunakan sebagai titik acuan pembeda antara
Drosophila melanogaster sutu individu dalam suatu spesies, selain itu
menjadi acuan untuk membedakan karakteristik penampakan
morfologi suatu mahluk hidup (Mas'ud & Tuapattinaya, 2013).
Penelitian menggunakan Drosophila ini bertujuan untuk
mendemonstrasikan bahwa Drosophila melanogaster dapat
menunjukkan keberadaan pola pewarisan Mendel perlu dilakukan.
Penelitian ini perlu dilakukan sebagai usaha untuk lebih
mempopulerkan kembali keberadaan Drosophila melanogaster yang
berpotensi dapat membantu siswa mempelajari pola pewarisan sifat.
Pada penelitian ini, persilangan monohibrid dan dihibrid digunakan
untuk mendemonstrasikan hukum Mendel I dan II. Testcrossdihibrid
yang melibatkan dua lokus yang terletak pada satu kromosom juga
dilakukan untuk memperlihatkan bahwa pilihan bebas sebenarnya
terjadi pada tingkat kromosom, bukan gen (Fauzi, 2016 : 373).
IV. METODE PENGAMATAN

IV.1 Alat dan Bahan

1. Lalat buah dari berbagai umur

2. Kuas kecil

3. Sumbat busa

4. Selang besar dan kecil

5. Kasa

6. Kertas pupasi

7. Botol selai

8. Pisang

9. Tape

10. Pernipan

11. Gula merah

IV.2 Skema kerja

1. Cara pembuatan media


Mencampurkan semua bahan yang telah disiapkan dengan
ditambah air kemudian blender sampai benar-benar halus

Memasak hingga mendidih dan sedikit kental


Memasukkan medium dalam botol kultur, setelah medium
dalam keadaan hangat taburi dengan 7 pernipan

Menunggu hingga dingin dan memasukkan kertas pupasi

Menutup dengan sumbat spons

2. Cara inokulasi

Menyiapkan selang kecil yang ujungnya sudah ditutup


dengan kasa

Memasukkan ke dalam selang besar

Menggabungkan selang tadi kemudian memasukkan ke


dalam botol yang didalamnya sudah ada lalat buah

Menyedot lalat dengan menggunakan selang tadi


hingga lalat masuk ke dalam selang besar

Menutup ujung selang besar dan memindahkan lalat


ke botol kultur
3. Persilangan

Mengambil 2 botol kultur lalat bertipe normal (liar),


tipe curly (sayap walik) melengkung ke atas

Memasukkan 5 ekor lalat betine tipe normal dan 5


ekor lalat jantan tipe curly (Cu) pada medium yang
telah berisi medium dan kertas pupasi

Menutup botol kultur dengan spons

Memberi keterangan tentang macam persilangan dan


tanggal persilangan (initial)

Menyimpan botol kultur pada tempat yang telah


ditentukan

Pada hari 7 memindahkan semua parental. Mencatat


kapan lalat pertama kali muncul

Pada hari kesepuluh, biuslah lalat dan hitung jumlah


lalat jantan yang muncul. Membedakan jenis kelamin
lalat dan menghitung jumlahnya
Membuat daftar data

Membuat persilangan antara lalat-lalat F1

Setelah dibius, mengambil 5 ekor lalat jantan dan lalat


betina

Memasukkan pda botol kultur yang telah berisi


medium yang baru dan telah diberi kertas pupasi

Menyimpan di tempat yang telat ditentukan. Jangan


lupa mencatat selalu jenis persilangan tanggal
persilangan dan nama praktikkan. Menulis pada tabel

Pada hari ke 7 memindahkan semua parental.


Mencatat kapan lalat pertama kali muncul

Pada hari ke 10 akan didapatkan lalat lalat F2

Membius dan memisahkan jenis kelaminnya, hitung


jumlahnya dan catat fenotip (normal atau curly)
Membuat daftar data

V. HASIL PENGAMATAN

KELOMPOK 1 ( BOTOL KE 1)

Kondisi lalat Jenis Lalat


pada hari ke- Mutan SE (Sepia) Jantan Normal Betina Perawan Pupa

3
4

7 lalat normal
betina perawan mati

Botol ke 2

Kondisi lalat Jenis Lalat


pada hari ke- Mutan SE (Sepia) Jantan Normal Betina Perawan Pupa

1
2

4
LALAT MUTAN MATI

LALAT MUTAN MATI

6
LALAT MUTAN MATI
7 LALAT MUTAN MATI

Kelompok 2

Bot Har Jenis lalat


ol i Normal Betina Perawan
Mutan SE (Sepia) Jantan
ke- ke- ( pupa )
1 1

3
4

Tidak menetas

Tidak menetas

7 Tidak menetas

8 Lalat mutan sepia mati Tidak menetas


9 Lalat mutan sepia mati Tidak menetas
2 1

2
3

5
Sama dengan kondisi sebelumnya,
pupa tidak menetas

6
Sama dengan kondisi sebelumnya,
pupa tidak menetas

Tidak menetas

8 Lalat mutan sepia mati Tidak menetas


9 Lalat mutan sepia mati Tidak menetas

Kelompok 3

Jenislalat
Hari Normal BetinaPerawan
Botolke-
ke- Mutan SE (Sepia) Jantan
( pupa )
1 1
2

6 Lalat normal mati

7 Lalat normal mati

8 Lalatmutan sepia mati Lalat normal mati


9 Lalatmutan sepia mati Lalat normal mati
2 1
2

Lalatmutan sepia mati

7 Lalatmutan sepia mati Lalat normal mati


8 Lalatmutan sepia mati Lalat normal mati
9 Lalatmutan sepia mati Lalat normal mati

KELOMPOK 4

BOTOL KE 1

Kondisi lalat Jenis Lalat


pada hari ke- Mutan Vg (Vestigial) Jantan Normal Betina Perawan Pupa

2
3

Lalat mutan mati

Lalat mutan mati

Botol ke 2

Kondisi lalat Jenis Lalat


pada hari ke- Mutan Dp (Dumphi) Jantan Normal Betina Perawan Pupa

2
3

Kelompok 5 ( Botol 1 )

Kondisi Jenis lalat


Mutan Vg ( Vestigial ) Jantan Normal Betina Perawan
lalat pada
( pupa )
hari ke
1

3
4

7 Mati Mati

Kelompok 5 ( Botol 2 )

Kondisi Jenis lalat


Mutan Vg ( Vestigial ) Jantan Normal Betina Perawan
lalat pada
( pupa )
hari ke
1

2
3

-
5

-
6

-
7 Mati yang kedua kali Lemas dan pidata

Kelompok 6

Bot Har Jenis lalat


ol i Mutan Dp (DUMPHY) Normal Betina Perawan
ke- ke- Jantan ( pupa )
1 1
2

3 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas


4 Tidak menetas
Lalat mutan dumphy mati
5 Lalat mutan dumphy mati

Tidak menetas
6 Lalat mutan dumphy mati

Tidak menetas
7 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas
8 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas
9 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas
2 1

Lalat mutan dumphy mati

3 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas


4 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas
5 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas
6 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas
7 v Tidak menetas
8 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas
9 Lalat mutan dumphy mati Tidak menetas

KELOMPOK 7

BOTOL KE 1
Kondisi lalat Jenis Lalat
pada hari ke- Mutan Dp (Dumphi) Jantan Normal Betina Perawan Pupa

6 LALAT MUTAN MATI


7 LALAT MUTAN MATI LALAT NORMAL
BETINA PERAWAN MATI

Botol ke 2

Kondisi lalat Jenis Lalat


pada hari ke- Mutan Dp (Dumphi) Jantan Normal Betina Perawan Pupa

2
LALAT MUTAN MATI

3
LALAT MUTAN MATI

4
LALAT MUTAN MATI

5
LALAT MUTAN MATI LALAT NORMAL
BETINA PERAWAN MATI

6
LALAT MUTAN MATI LALAT NORMAL
BETINA PERAWAN MATI

7 LALAT MUTAN MATI LALAT NORMAL


BETINA PERAWAN MATI

VI. PEMBAHASAN
Perkawinan monohibrid adalah perkawinan yang hanya
memperlihatkan 1 beda sifat saja, misalnya hanya memperlihatkan
warna biji saja atau warna kulit saja. perkawinan ini adalah bentuk
peralihan sifat yang sederhana dan merupakan dasar dalam memahami
mekanisme pewarisan sifat tunggal melalui perkawinan monohibrid.
Perkawinan monohibrid berkaitan dengan hukum Mendel I ( hukum
segregasi ) yang berbunyi, “Pada pembentukan gamet untuk gen yang
merupakan pasangan akan disegresikan kedalam dua anakan”.
Keturunan pertamanya (generasi F1) akan memiliki sifat sama dengan
salah satu induk, hal ini dipengaruhi jika dipengaruhi oleh alel
dominan dan resesif.

Faktor-faktor yang memengaruhi ketidaksesuaian hasil persilangan


kami yaitu karena faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang
membuat lalat tidak mengalami pertumbuhan yang sesuai dengan hasil
pertumbuahn serta kelaianan pada kromosomnya sehingga
menghasilkan fenotip yang berbeda atau tidak sesuai dengan hasil
persilangan. Selain itu yaitu suhu, lalat yang akan dikawinkan
dipindahkan dari satu botol ke botol lain dimana pada botol tersebut
pasti memiliki tekanan suhu yang tidak sama sehingga tekanan suhu
pada botol ini dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam
perkawinan monohibrit, untuk pupaya sendiri diletakkan di selang
yang terpisah dan yang pasti tekanan suhunya berubah dan
menyebabkan kegagalan dalam menetaskan pupa.

Perkiran keturunan mutan dan white type yang disilangkan pada


praktikum ini tidak dapat diperkirakan dikarenakan banyaknya mutan
yang mati dan pupa yang tidak menetas pada saat pengamatan.
Berdasarkan teori hukum mendel tentang perkawinan monohibrid
perbandingan keturunan yang dihasilkan adalah 3 : 1 . Pada praktikum
ini banyak faktor yang memungkinkan tidak terjadi persilangan..
Sehingga tidak mendapatkan keturunan F1 dari white type. Dari data
yang didapatkan oleh kelompok 5 dengan menyilangkan lalat buat
betina normal (wild type) dengan lalat buah jantan tipe vestigial (Vg).
Tidak berhasil mendapatkan keturunan karena pupa yang disediakan
tidak ada yang menetas ditambah dengan mutan yang berkali- kali
mati. Pupa yang disiapkan berjumlah 4. Namun dari keempat pupa
tersebut tidak ada yang menetas, kondisi pupa yang awalnya baik,
lama kelamaan menjadi mengering.
Penyebab kegagalan praktikum menurut kami mungkin
dikarenakan pupa yang diambil bukan merupakan pupa hidup, atau
bisa jadi memang pupa kosong. Bisa jadi saat isolasi virgin dengan
meletakkan pupa pada selang bukanlah metode yang tepat sehingga
pupa tidak mau hidup. Kegagalan praktikum tertitik berat pada pupa
yang tidak menetas.
Praktikum kali ini diwajibkan menggunakan lalat yang virgin.
Syarat membuat persilangan antara varietas lalat adalah betina harus
virgin. Hal ini karena pada lalat betina dapat menyimpan sperma di
dalam spermateka dengan waktu yang panjang. Lalat betina virgin
biasanya adalah lalat yang baru menetas dan berumur kurang dari 8
jam. Lalat mengalami kedewasaan seksual (sebagian kecil) pada waktu
berumur 24 jam dan sebagian besar akan matang pada umur 48 jam
setelah menetas. Pada saat individu betina berumur 48 jam maka
individu betina tersebut akan bersifat reseptif yaitu suatu keadaan
dimana individu betina mulai dapat menerima kehadiran individu
jantan untuk melakukan perkawinan yang pertama kali. Jika individu
betina melakukan penolakan untuk kawin terhadap individu jantan hal
ini dapat dihubungkan karena belum tercapainya kematangan ovarium
atau indung telur dan pertambahan hormon remaja.
VII. PENUTUP
VII.1 Drosophila melanogaster dapat dikembangbiakan melalui
cara-cara yaitu langkah awal dengan membuat medium, melakukan
isolasi virgin, dan menggabungkan lalat betina dan jantan dalam
satu botol kultur.

VII.2 Persilangan monohibrid dilakukan pada dua individu yang


mempunyai satu sifat beda misal pada praktikum ini dilakukan
persilangan lalat betina normal dan lalat mutan white eyes

VII.3 Ratio fenotip yang dihasilkan pada keturunan F1 yaitu 3:1


dan rasio keturunan F2 yaitu 9:3:3:1
DAFTAR PUSTAKA

Arumingtyas, E. L. 2016. Genetika Mendel : Prinsip Dasar Pemahaman Ilmu


Genetika. Malang: UB Media.
Fauzi,A., dan A.D.Corebima. 2016. Pemanfaatan Drosophila melanogaster
Sebagai Organisme Model Dalam Mempelajari Hukum Pewarisan Mendel.
Prosiding Seminar Nasional Biologi. (11)9 : 372-377).

Fauzi, Ahmad, dan Duran Corebima. 2016. Fenomena gagal berpisah, epistasis,
dan nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster. Seminar Nasional
Biologi. 1(1): 283-288.

Firdauzi, N. F. 2013. Rasio Perbandingan F1 dan F2 Pada Persilangan Starin Nxb,


Dan Strain Nxts Serta Resiproknya. Jurnal Biolgy Science &
Education.7(2):106-113.

Irawan,B. 2010. Genetika : Penjelasan Mekanisme Pewarisan Sifat. Surabaya :


Airlangga University Press.

Mas'ud, A., & Tuapattinaya, P. 2013. Studi Peristiwa Epistasis Resesif Pada
Persilangan Drosophilla melanogaster Strain Sepia (Se)><Rough (ro) Dan
Strain Vestigial (Vg)><Dumphi (dp). Jurnal Bioedukasi. 1(2):85-93.

Nusantari, E. 2015. Genetika. Jakarta: Deepublisher.


Purwatiningsih, H., & Senjarini, K. 2017. Deskripsi Morfologi Drosophilla
melanogaster Normal (Diptera : Drosophilidae), Strain Sepia and Plum
Strain. Jurnal Ilmu Dasar. 18(1):55-60.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai