Anda di halaman 1dari 75

Plan Do Check Action

PENINGKATAN CAKUPAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM


ASETAT PADA WANITA USIA SUBUR KELURAHAN PISANG
MELALUI DUTA DAN KADER IVA (DIVA), KARTU
KENDALI IVA (DIVA) SERTA KLINIK
PAUH RAMAH WANITA (PERAWAN)
DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PAUH

Oleh:
Kevin Rizki A K 1740312446
Marna Septian 1740312116
Mohamad Asyra Bin Mohd Rosli 1740312406
Rinsanny Esvi alensia 1740312118
Gangeswary A/P Bathumalai 1740312606
Athia Deliza 1740312203
Indah Novita Rahmi 1740312281
Shintia Surya Putri 1740312279
Dwi Sekarayu Gunasari 1740312115
Indah Ridhoila 1740312447

Pembimbing:
Abdiana, SKM, M. Epid
dr. Ida Rahmah Burhan, MARS

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil’aalamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis

ucapkan atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran, dan

waktu, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “

Peningkatan Cakupan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat pada Wanita

Usia Subur Kelurahan Pisang melalui Duta dan Kader IVA (DIVA), Kartu

Kendali IVA (DIVA) serta Klinik Pauh Ramah Wanita (PERAWAN) di Wilayah

Kerja Puskesmas Pauh“. Laporan PDCA ini merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan tahap kepaniteraan klinik ilmu kesehatan masyarakat di Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas atau Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Abdiana, SKM, M. Epid dan

Ibu dr. Ida Rahmah Burhan, MARS selaku preseptor yang telah membimbing kami

dalam penulisan makalah ini. Tidak juga lupa kami berterima kasih kepada Ibu dr.

Desy Susanti sebagai Kepala Puskesmas Pauh, beserta seluruh staf Puskesmas

yang telah meluangkan waktu untuk membimbing kami selama menyelesaikan

laporan ini.

Tentunya penulisan laporan PDCA ini sangat jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga

makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, September 2018

Penulis

2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..............................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
4.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................4
1.4 Manfaat..............................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1 Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)........................................................6
2.2 Kanker Serviks..................................................................................................15
BAB 3 ANALISIS SITUASI...........................................................................................35
3.1 Kondisi Geografis.............................................................................................35
3.2 Kondisi Demografis.........................................................................................36
3.3 Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi.............................................................40
3.4 Sarana dan Prasarana........................................................................................41
3.5 Capaian Program Puskesmas Pauh...................................................................44
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................................49
4.1 Identifikasi Masalah.........................................................................................49
4.2 Penentuan Prioritas Masalah............................................................................50
4.3 Analisis Sebab Masalah....................................................................................56
4.4 Diagram Ishikawa.............................................................................................58
4.5 Alternatif Pemecahan.......................................................................................56
BAB 5 RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM PDCA.............................................60
5.1 Plan ( Tahap Persiapan )....................................................................................60
5.2 Do ( Pelaksanaan )...........................................................................................65
5.3 Check ( Tahap Evaluasi )....................................................................................65
5.4 Action ( Tahap Berkelanjutan )...........................................................................66
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................67

3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Stadium Klinik Kanker Serviks Menurut FIGO 2000 29

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk menurut Kelurahan 38

Tabel 3.2 Perbandingan Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan


Penduduk menurut Kelurahan 39

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur 40

Tabel 3.4 Data Sasaran Penduduk Upaya Kesehatan Puskesmas Pauh 41

Tabel.3.5 Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh 44

Tabel 3.6 Jumlah dan Kondisi Prasarana di Puskesmas Pauh 45

Tabel 3.7 Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) di Wilayah Kerja

Puskesmas Pauh 46
Tabel 3.8 Pencapaian Kinerja berdasarkan SPM 47
Tabel 4.1 Daftar Masalah di Puskesmas Pauh 51
Tabel 4.2 Penilaian Prioritas Masalah di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh54
Tabel 5. 1 Jadwal Kegiatan PDCA 62

4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. IVA Positif (kiri) IVA Negatif (kanan) 12

Gambar 2.2: Genitalia Interna Wanita 16

Gambar 2.3 : Perjalanan Infeksi HPV menjadi Kanker Serviks 22

Gambar 2.4 : Skema Pembentukan Zona Transformasi Serviks 24

Gambar 2.5 : Stadium Klinis Kanker Serviks 27

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Pauh 38

Gambar 4.1 Diagram Ishikawa 60

5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 1

PENDAHULUAN

4.1 Latar Belakang

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas

menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

di wilayah kerjanya. (Kemenkes RI, 2014).1

Puskesmas Pauh merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang ada di

wilayah Kota Padang dengan luas wilayah 146,29 km2 dan jumlah penduduk

68.448 jiwa dalam wilayah kerjanya. Puskesmas Pauh memiliki banyak program

dalam kinerjanya, setiap program memiliki target dan pencapaian masing-

masingsesuai standar pelayanan minimal yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan

Kota (DKK). Dalam pelaksanaannya terdapat berbagai kesenjangan antara target

dan pencapaian yang diperoleh masing-masing program. (Laporan Tahunan

Puskesmas Pauh 2017).2

Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan Puskesmas

PauhTahun 2017 terdapat beberapa kesenjangan antara target dan pecapaian di

kecamatan Pauh, diantaranya pada program penyakit tidak menular terdapat

kesenjangan cakupan pemeriksaan IVA, pada program pengendalian dan

pemberantasan penyakit terdapat kesenjangan dalam penjaringan suspek TB paru,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


pada program kesehatan terdapat pemasalahan pada jamban sehat dan pada

lingkungan gizi masih terdapat permasalahan pada ASI Eksklusif.2

Berdasarkan analisis masalah tersebut baik dari urgensi masalah,

kemungkinan intervensi, akibat, biaya, dan sumber daya yang dibutuhkan, maka

diprioritaskan untuk menelaah mengenai masalah kurangnya angka kunjungan

untuk deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di wilayah kerja Puskesmas

Pauh.

Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari serviks, serviks adalah

sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan

dengan vagina melalui ostium uteri eksternu (Kemenkes RI tahun 2015)3. Kanker

ini disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV) dan menyerang wanita

usia subur dan dampak dari kanker serviks ini bisa menyebabkan kematian

(Kumalasari, 2012)4.

Kanker serviks merupakan salah satu pembunuh terbanyak wanita di 45

negara, pada tahun 2012 terdapat 528.000 kasus baru terdiagnosis di seluruh dunia

dan terdapat 266.000 wanita meninggal di dunia akibat dari kanker serviks

(WHO, 2014)5. Kanker serviks merupakan pembunuh nomor 2 pada wanita

setelah kanker payudara. Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua

dari 10 kanker dengan jumlah kasus kanker serviks sebanyak 522.354 kasus

(Kemenkes RI, 2015)3. Di Sumatera Barat kasus kanker serviks berjumlah 490

kasus dan Kota Padang menjadi jumlah tertinggi dengan jumlah kasus 334

(Dinkes Sumbar, 2014)6.

Kanker serviks dapat menyebabkan infertilitas , morbiditas, mortalitas pada

wanita sehingga merupakan ancaman yang cukup seius. Oleh karena itu penting

2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dilakukan upaya pencegahan untuk mengendaliakan dan mencegah terjadinya

kanker serviks. Berkembangnya kanker serviks salah satunya disebabkan

keterlambatan dalam deteksi dini (Sari, 2014)7. Berdasarkan estimasi data World

Health Organization (WHO) Tahun 2013 terdapat hanya 5% wanita di negara

berkembang yang hanya melakukan deteksi dini. WHO mengatakan terdapat

490.000 wanita didunia yang terkena kanker serviks pada tiap tahunnya

disebabkan karena keterlambatan dalam deteksi dini. Deteksi dini yang

direkomendasikan yaitu tes HPV, pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan IVA.

(WHO,2014)5

Di Indonesia metode deteksi dini yaitu dengan cara IVA, di negara

berkembang metode IVA lebih banyak dilakukan daripada vaksinasi virus HPV

karena vaksinasi masih membutuhkan biaya lebih besar. Pemeriksaan IVA

merupakan suatu metode pemeriksaan dengan mengoleskan serviks atau leher

rahim menggunakan lidi wotten yang telah dicelupkan kedalam asetat atau cuka 3-

5% dengan mata telanjang. Daerah yang tidak normal akan berubah menjadi putih

(acetowhite) dengan batas yang tegas dan mengindikasikan bahwa serviks

mungkin memiliki lesi prekanker (Mulyati, 2012). 8

Angka kunjungan wanita usia subur untuk melakukan pemeriksaan IVA di

Puskesmas Pauh terbilang rendah. Pada laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun

2017 sasaran pemeriksaan IVA sebanyak 8.555 orang wanita usia subur dengan

target sebanyak 2.880 orang namun capaian dari pemeriksaan ini hanya sebanyak

235 orang (8,3%)2. Berdasarkan pencatatan tahun 2018 bulan Januari- Agustus

2018 jumlah target capaian 1880 orang namun capaian yang ada baru 90 orang.

Jumlah ini masih jauh dari target yang diharapkan.

3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat

PDCA (plan,do,check,action) mengenai permasalahan ini dan melakukan inovasi

intervensi dalam meningkatkan jumlah capaian masyarakat dalam program

penyakit tidak menular yaitu deteksi dini kanker servis dengan metode IVA di

wilayah kerja Puskesmas Pauh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja masalah kesehatan yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas

Pauh?

2. Apa prioritas masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Pauh?

3. Apa alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilaksanakan untuk

permasalahan utama di wilayah kerja Puskesmas Pauh?

4. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan partisipasi masyarakat dalam upaya deteksi dini

kanker serviks dengan metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Pauh?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan partisipasi masyarakat dalam

upaya deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di wilayah kerja

Puskesmas Pauh..

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui masalah-masalah kesehatan yang ditemukan di

wilayah kerja Puskesmas Pauh.

2. Dapat menentukan prioritas masalah kesehatan di wilayah kerja

Puskesmas Pauh.
4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3. Dapat mengetahui alternatif penyelesaian masalah yang dapat

dilaksanakan untuk permasalahan utama di wilayah kerja Puskesmas

Pauh.

4. Dapat mengetahui langkah-langkah kegiatan yang bisa dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap dan partisipasi masyarakat untuk

deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di wilayah kerja

Puskesmas Pauh.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Puskesmas

Dapat mengidentifikasi masalah dan menemukan solusi dalam upaya

deteksi dini kanker serviks pada WUS dengan metode IVA di wilayah kerja

Puskesmas Pauh.

1.4.1.Bagi Penulis

Sebagai media pembelajaran dalam mengidentifikasi masalah dan

pemecahan masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Pauh.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Dapat membantu meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku

masyarakat dalam upaya deteksi dini kanker serviks pada WUS dengan

metode IVA.

5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

2.1.1 Pengertian IVA

Metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) adalah pemeriksaan leher rahim

secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat leher rahim dengan mata

telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka

(3-5%). Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas yang tegas

menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin

memiliki lesi prakanker.9

IVA adalah praktik yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya

sederhana dibandingkan dengan jenis penapisan lain karena :

a. Aman, tidak mahal, dan mudah dilakukan.

b. Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes lain yang digunakan untuk

penapisan kanker leher rahim.

c. Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di

semua jenjang sistem kesehatan.

d. Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan

mengenai penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan).

e. Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan yang

tidak bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi berbagai

lesi pra kanker.9

6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Menurut Kemenkes RI no.34 tahun 2015 tentang penanggulangan kanker

leher rahim, kelompok sasaran untuk pemeriksaan IVA ditinjau dari perjalanan

penyakit kanker leher rahim adalah:

a. Perempuan berusia 30-50 tahun

b. Perempuan yang menjadi klien pada klinik IMS dengan discharge (keluar

cairan) dari vagina yang abnormal atau nyeri pada abdomen bawah

(bahkan jika di luar usia tersebut).

c. Perempuan yang tidak hamil (walaupun bukan suatu hal yang rutin,

perempuan yang hamil dapat menjalani skrining dengan aman, tetapi tidak

boleh menjalani pemgobatan dengan krioterapi) oleh karena itu

pemeriksaan IVA belum dapat dimasukan pelayanan rutin pada klinik

antenatal.

d. Perempuan yang mendatangi puskesmas, klinik IMS, dan klinik KB

dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan IVA.

Pemeriksaan IVA dilakukan setiap tahun berturut-turut selama 3 tahun. Jika

hasil pemeriksaan negatif selama 3 kali pemeriksaan maka pemeriksaan

berikutnya dilakukan dengan interval 5 tahun.3

Menurut buku saku pencegahan kanker serviks yang dikeluarkan oleh

departemen kesehatan RI, lesi pra kanker dapat terjadi dalam waktu 2-3 tahun

setelah infeksi, maka dari itu setiap WUS yang telah melakukan hubungan seksual

lebih dari 3 tahun dapat memeriksakan diri untuk melihat ada atau tidaknya lesi

pada leher rahim.Apabila lesi tidak diketahui dan tidak diobati,dalam waktu 3-17

tahun dapat berkembang menjadi kanker leher rahim.

7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.1.2 Tahapan Pemeriksaan Metode IVA

Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah

dilatih dengan pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat

yang sudah diencerkan, berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk

mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-5%. Daerah yang tidak

normal akan berubah warna dengan batas tegas menjadi putih (acetowhite), yang

mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi pra kanker.3

a. Peralatan dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah peralatan yang

biasa tersedia di klinik atau poli KIA berikut:

1. Meja periksa ginekologis

2. Sumber cahaya yang memadai agar cukup menyinari vagina dan leher

rahim.

3. Spekukulum graves bivalved (cocor bebek).

4. Nampan atau wadah alat

5. Sarana pencegahan infeksi

Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah:

1) Kapas lidi atau forsep untuk memegang kapas.

2) Sarung tangan periksa sekali pakai.

3) Spatula kayu yang masih baru.

4) Larutan asam asetat (3-5%)/ asam cuka

a. Dapat digunakan asam cuka 25% yang dijual di pasaran

kemudiandiencerkan menjadi 5% dengan perbandingan 1:4 (1 bagian asam

cuka dicampur dengan 4 bagian air) Contohnya: 10 ml asam cuka 25%

8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dicampur dengan 40 ml air akan menghasilkan 50 ml asam asetat 5 %.

Atau 20 ml asam cuka 25 % dicampur dengan 80 ml air akan

menghasilkan 100 ml asam asetat 5%

b. Jika akan menggunakan asam asetat 3%, asam cuka 25 % diencerkan

dengan air dengan perbandingkan 1:7 (1 bagian asam cuka dicampur 7

bagian air) Contohnya : 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 70 ml air

akan menghasilkan 80 ml asam asetat 3%

c. Campur asam asetat dengan baik

d. Buat asam asetat sesuai keperluan hari itu. Asam asetat jangan disimpan

untuk beberapa hari 6) Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi alat dan

sarungtangan.

a. Konseling Sebelum Menjalani IVA

Sebelum menjalani test IVA, ibu diedukasi dan dilakukasn konseling. Topik-

topik yang harus dibahas adalah sebagai berikut:

1. Menghilangkan kesalahpahaman konsep dan rumor tentang IVA

2. Sifat dari kanker leher rahim sebagai sebuah penyakit.

3. Faktor-faktor resiko terkena penyakit tersebut.

4. Pentingnya penapisan dan pengobatan dini

5. Konsekuensi bila tidak menjalani penapisan.

6. Mengkaji pilihan pengobatan jika hasil tes IVA abnormal.

7. Peran pasanagan pria dalam penapisan dan keputusan menjalani pengobatan.

8. Pentingnya pendekatan kunjungan tunggal sehingga ibu siap menjalani

krioterapi pada hari yang sama jika mereka mendapat hasil IVA abnormal.

9. Arti dari tes IVA positif atau negatif

9
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
10. Pentingnya membersihkan daerah genital sebelum menjalani tes IVA

(Kemenkes RI, 2013).

c. Tindakan IVA

Tindakan IVA dimulai dengan penilaian klien dan persiapan, tindakan IVA,

pencatatan dan diakhiri dengan konseling hasil pemeriksaan. Penilaian klien

didahului dengan menanyakan riwayat singkat tentang kesehatan reproduksi dan

harus ditulis, termasuk komponen berikut:

a) Paritas.

b) Usia pertama kali berhubungan seksual atau usia pertama kali menikah.

c) Pemakaian alat KB.

d) Jumlah pasangan seksual atau sudah berapa kali menikah.

e) Riwayat IMS (termasuk HIV).

f) Merokok.

g) Hasil papsmear sebelumnya yang abnormal.

h) Ibu atau saudara perempuan kandung yang menderita kanker leher rahim.

i) Penggunaan steroid atau obat-obat alergi yang lama (kronis).

1) Tes IVA dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

a. Inspeksi/periksa genelita eksternal dan lihat apakah terdapat discharge

pada mulut uretra. Beritahu ibu bahwa spekulum akan dimasukkan.

b. Dengan hati-hati masukkan spekulum kedalam vagina. Atur spekulum

sehingga seluruh leher rahim dapat terlihat. Bila leher rahim sudah

terlihat kunci spekulum dalam posisi terbukasehingga tetap berada di

tempatnya saat melihat leher rahim.

c. Pindahkan sumber cahaya agar leher rahim dapat terlihat dengan jelas.

10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
d. Amati leher rahim apakah ada infeksi (cervitis) sperti cairan keputuhan

mucous etopi (ectropion); kista Nabothy atau kista Nabothian, nanah

atau

lesi “strawberry”(infeksi Trichomonas).

e. Gunakan kapas lidi bersih untuk membersihkan cairan yang keluar,

darah atau mukosa dari leher rahim. Buang kapas lidi kedalam wadah

anti bocor/kantung plastik.

f. Identifikasi ostium servikalis dan SSK serta daerah di sekitarnya.

g. Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan oleskan pada leher

rahim. Bila perlu, gunakan kapas lidi bersih untuk mengulang

pengolesan asam asetat dampai seluruh permukaan leher rahim benar-

benar telah dioleskan asam asetat secara merata. Buang kapas lidi yang

telah dipakai.

h. Setelah leher rahim dioleskan larutan larutan asam asetat, tunggu selama

1 menit agar diserap dengan memunculkan reaksi acetowhite.

i. Periksa SSK dengan teliti. Lihat apakah leher rahim mudah berdarah.

Cari apakah ada bercak putih yang tebal dan epithel acetowhite.

j. Bila

perlu,
Gambar 2.1. IVA Positif (kiri) IVA Negatif (kanan)
oleskan kembali asam asetat atau usap leher rahim dengan kapas lidi

11
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
bersih untuk menghilangkan mukosa, darah atau debris yang terjadi saat

pemeriksaan dan mungkin mengganggu pandangan. Buang kapas lidi

yang telah terpakai.

k. Bila pemeriksaan visual leher rahim telah selesai, gunakan kapas lidi

yang baru untuk menghilangkan sisa asam asetat dari leher rahim dan

vagina. Buang kapas yang telah dipakai pada tempatnya.

l. Lepaskan spekulum secara halus, jika hasil tes IVA negative, letakkan

spekulum ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk

desinfeksi. Jika hasil tes IVA positif dan setelah konseling pasien yang

menginginkan pengobatan segera. Letakkan spekulum pada nampan

atau wadah agar dapat digunakan pada saat krioterapi.

2) Setelah Tes IVA

a. Bersihkan lampu dengan lap yang dibasahi larutan klorin 0,5% atau

alkohol untuk menghindari kontaminasi silang antar pasien.

b. celupkan sarung tangan dan lepaskan secara terbalik ke dalam larutan

klorin 0,5%. Jika pemeriksaan rectovaginal dilakukan, sarung tangan

harus dibuang.

c. Cuci tangan.

d. Jika hasil tes IVA negatif, minta ibu untuk berpakaian.

e. Catat hasil temuan IVA bersama temuan lain seperti bukti adanya infeksi

(cervitis); ectropion; kista Nabothian, ulkus atau strawberry serviks. Jika

terjadi perubahan acetowhite, yang merupakan ciri adanya lesi prakanker,

catat hasil pemeriksaan leher rahim sebagai abnormal.

12
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
f. Gambarkan sebuah “peta” leher rahim pada area yang berpenyakit pada

formulir catatan.

g. Diskusikan dengan klien hasil tes IVA dan pemeriksaan panggulbersama

klien. Jika hasil tes IVA negatif, beritahu kapan klien harus kembali untuk

tes IVA.

h. Jika hasil tes IVA positif atau diduga ada kanker, katakan pada klien

langkah selanjutnya yang dianjurkan. Jika pengobatan dapat segera

diberikan, diskusikan kemungkinan tersebut bersamanya. Jika perlu

rujukan untuk tes atau pengobatan lebih lanjut. Aturlah waktu untuk

rujukan dan berikan formulir yang diperlukan sebelum klien

tersebutmeninggalkan puskesmas/klinik. Akan lebih baik lagi jika

kepastian rujukan dapat disampaikan pada waktu itu juga.9

d. Konseling Setelah Tindakan IVA

1) Jika hasil tes IVA negatif, beritahu ibu untuk datang menjalani tes

kembali 1 tahun kemudian. Jika hasil negatif dalam tiga tahun berturut-

turut maka ibu dapat datang 5 tahun lagi serta ingatkan ibu tentang

faktor-faktor resiko.

2) Jika hasil tes IVA pada wanita usia diatas 65 tahun 2 kali berturut-turut

negatif, maka tidak perlu dilakukan skrining

3) Untuk wanita usia diatas 50 tahun, tes IVA cukup dilakukan 5 tahun

sekali.

4) Jika hasil tes IVA positif, jelaskan artinya dan pentingnya pengobatan dan

tindak lanjut dan diskusikan langkah-langkah selanjutnya yang

13
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dianjurkan. Edukasi untuk kembali memeriksakan IVA 1 tahun

kemudian.

5) Jika telah siap menjalani krioterapi. Beritahu tindakan yang akan

dilakukan lebih baik pada hari yang sama atau hari lain bila klien

inginkan.

6) Jika tidak perlu merujuk, isi kertas kerja dan jadwal pertemuan yang

perlu

2.1.3 Kategori Pemeriksaan IVA

Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang

dapat dipergunakan adalah :

1. IVA negarif : Serviks normal

2. IVA radang : Serviks dengan radang (Servisitis), atau kelainan jinak

laiinnya (Polip serviks).

3. IVA Positif : ditemukan bercak putihacetowhite. Kelompok ini yang

menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA,

karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks pra-kanker (displasia

ringan, sedang, berat atau kanker serviks in situ) 10.

4. IVA Kanker serviks : Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan

stadium kanker leher rahim, masih akan bermanfaat bagi penurunan

kematian akibat kanker leher rahim bila ditemukan masih pada stadium

invasif dini (stadium IB-IIA).11

14
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.2 Kanker Serviks

2.2.1 Definisi Kanker Serviks


Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal yang terjadi pada
daerah serviks, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan
pintu masuk kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dan liang
senggama (vagina), dan merupakan kanker primer yang berasal dari serviks
(kanalis servikalis dan atau porsio).12

Gambar 2.2: Genitalia Interna Wanita5


Secara histologik permukaan serviks dilapisi oleh epitel kolumnar pada
bagian proksimal dan epitel gepeng tanpa keratin pada bagian distal. Zona
transformasi antara kedua jenis epitel tersebut disebut dengan zona
squamocolumnar junction (SCJ) dan merupakan daerah terbanyak kanker
serviks dan lesi prekursornya berasal.6
Sebagian besar kanker serviks (80-90%) adalah kanker sel skuamosa,
sedangkan 10-20% adalah adenokarsinoma. Selain itu, terdapat jenis histologi
sel kanker serviks yang lain yaitu yang berjenis sel kecil atau small cell.
Gambaran histologi small cell jarang ditemukan, namun sifatnya lebih
progresif dan potensial untuk menimbulkan metastase meski dalam stadium
awal bila dibandingkan dengan jenis hsitologi sel kanker serviks yang lain.
Prognosisnya pun sangat buruk dengan angka harapan hidup selama 5 tahun

15
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
pada stadium awal sebesar 31,6% - 36,4%, sedangkan untuk stadium lanjut
sebesar 0% - 14%.6

2.2.2 Epidemiologi Kanker Serviks


Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian
terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Diperkirakan setiap
tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya
terjadi di negara berkembang. Umur penderita antara 30-60 tahun dan
terbanyak pada umur 45-50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk
menjadi invasif sekitar 10 tahun, hanya 9% dari perempuan berumur kurang
dari 35 tahun yang menunjukkan keganasan serviks uteri yang invasif pada
saat didiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma in situ terdapat pada wanita
dibawah umur 35 tahun.3
Di Indonesia, insiden kanker serviks diperkirakan ± 40.000 kasus
pertahun dan masih merupakan kanker perempuan yang tersering. Mortalitas
kanker serviks masih tinggi karena ± 90% terdiagnosis pada stadium invasif,
lanjut bahkan terminal.
2.2.3 Etiologi Kanker Serviks
Penyebab terjadinya kanker serviks belum diketahui, tetapi terdapat
beberapa faktor ekstrinsik yang mempengaruhi terjadinya kanker ini, sebagai
berikut :
a. Usia
Kanker serviks terjadi mulai dari dekade kedua kehidupan. Setengah
dari perempuan didiagnosis dengan penyakit ini adalah antara 35 - 55 tahun
dan jarang mempengaruhi perempuan di bawah usia 20 tahun.6

Menurut Diananda (2007), usia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko


tinggi terhadap kanker serviks. Semakin tua usia seseorang, maka semakin
meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker
serviks pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan
bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin
melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.6

b. Usia pertama menikah

16
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Usia pertama kali menikah atau berhubungan seksual merupakan salah
satu faktor yang cukup penting, karena terjadinya kanker serviks dengan masa
latennya memerlukan waktu 30 tahun sejak melakukan hubungan seksual
pertama, sehingga hubungan seksual pertama dianggap awal dari mula proses
munculnya kanker serviks. Menurut Aziz (2002), wanita menikah dibawah
usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar kemungkinan terjadinya kanker
serviks daripada yang menikah setelah berusia 20 tahun ke atas.4
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar
matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau
belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di
selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru
matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan
kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa
pada serviks belum matang dan terjadi proses metaplasia skuamosa yang aktif
yang terjadi di dalam zona transformasi. Artinya, masih rentan terhadap
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-
zat kimia yang dibawa sperma ataupun bahan karsinogenik.4
Metaplasia skuamosa merupakan suatu proses fisiologi, tetapi di bawah
pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga mengakibatkan
suatu zona transformasi yang tidak patologik. Perubahan ini menginisiasi
suatu proses neoplasia intraepitel serviks (Cervic Intraepithel Neoplasma =
CIN) yang merupakan fase prainvasif dari kanker serviks.4

c. Paritas
Kanker serviks dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin
sering partus semakin besar kemungkinan risiko mendapat kanker serviks.
Pada beberapa penelitian dengan metode case control didapatkan bahwa
wanita yang 3 atau 4 kali partus memiliki 2.6 kali risiko untuk terkena
kanker serviks, sedangkan wanita yang melahirkan lebih dari 7 memiliki
risiko sebesar 3.8 kali.5
Alasan fisiologi adanya hubungan antara paritas dan kanker serviks
sampai saat ini belum jelas, namun kemungkinan faktor hormonal pada saat

17
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
kehamilan yang membuat wanita lebih peka terhadap infeksi HPV (human
papilloma virus) dan trauma serviks pada saat melahirkan diduga sebagai
alasannya.5
d. Kontrasepsi yang pernah digunakan
Diananda (2007) mengatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral
yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat
meningkatkan risiko kanker serviks 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin
dapat meningkatkan risiko kanker serviks karena jaringan serviks
merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan.7
WHO melaporkan risiko relatif pada pemakai kontrasepsi oral sebesar 1,19
kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.8
Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim/intrauterine device
(AKDR/IUD) juga diduga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Penggunaan IUD berpotensi terhadap terjadinya erosi serviks akibat iritasi
kronik dari benang sehingga memudahkan terjadinya infeksi yang kemudian
menjadi radang yang terus-menerus. Iritasi kronik tersebut dapat
menyebabkan transformasi sel epitel normal menjdi epitel displastik yang
reversibel setelah pengangkatan IUD.7
e. Berganti-ganti pasangan seksual
Menurut Diananda (2007), berganti-ganti pasangan akan
memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya HPV. 7 Risiko
terjadinya kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila mitra seks 6 atau
lebih.5
f. Pasangan suami yang tidak sirkumsisi
Beberapa penelitian mengatakan bahwa pria yang sudah disirkumsisi
akan menurunkan risiko terjadinya infeksi HIV, HSV-2 dan HPV, selain itu
juga menurunkan risiko terjadinya trikomoniasis dan vaginosis bakterial
pada pasangan wanitanya.14
Sirkumsisi merupakan tindakan memotong atau menghilangkan
sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis (preputium). Pria yang
belum disirkumsisi, ketika melakukan hubungan seksual akan
mengakibatkan terjadinya retraksi preputium sehingga paparan mukosanya

18
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
mengenai langsung vagina ataupun cairan serviks. Padahal rongga pada
preputium kondisinya lembab, sehingga menjadi tempat yang baik bagi
pertumbuhan HPV dan HSV-2, sehingga meningkatkan risiko terjadinya
infeksi.14
g. Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap
sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic
aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok,
konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di
dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi
virus. Risiko wanita perokok terkena 4-13 kali lebih besar dibandingkan
wanita bukan perokok.8

2.2.4 Patogenesis Kanker Serviks


Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human
Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa
epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak
maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu
veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital
adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV
dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan
proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat
berkembang menjadi kanker
- Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili
papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55
nm, mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan
panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading frames (ORFs) dan dibagi
menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E mengsintesis 6 protein E yaitu
E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam proses replikasi
virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan

19
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat
epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan
karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.

E Perananya
Protein

E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal

E2 E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi

E4 Mengikat sitokeratin

E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet


derivat growth factor, p123)

E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi

E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130

L Peranannya
Protein

L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein

L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

- Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan
high-risk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun
kadangkala dapat menyebabkan kanker antara lain kanker
anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas.
Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko
tinggi (high- risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu
tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82.
HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks

invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 58. 6 Infeksi

20
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan
kanker serviks
Bentuk genom HPV sirkuler jika terintegrasi akan menjadi linier dan
terpotong di antara gen E2 dan E1. Integrasi antara genom HPV dan DNA
manusia menyebabkan gen E2 tidak berfungsi, jika E2 tidak berfungsi akan
merangsang E6 dan E7 berikatan dengan gen p53 dan pRb. Protein E6 dari
HPV 16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi gen p53 melalui mekanisme
pengikatan yang disebut ubiquitin-dependent proteolytic pathway (E6AP),
sehingga akan terjadi penurunan kadar protein p53 (wild type). Protein E7
(oncoprotein) akan mengikat gen pRb, sehingga akan berakibat sama seperti
pada protein p53. Ikatan E7 dengan pRb tersebut menyebabkan tidak
terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein-pRb, sehingga gen E2F
menjadi aktif dan akan membantu c-myc untuk terjadinya replikasi DNA dan
menstimuli proliferasi sel.36 Siklus sel yang tidak terkontrol menyebabkan
proliferasi sel melebihi batas normal sehingga berubah menjadi sel
karsinoma.11

Gambar 2.3 : Perjalanan Infeksi HPV menjadi Kanker Serviks 12

21
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Prevalensi puncak infeksi HPV dimulai pada usia sekitar 20 tahun,
yaitu setelah wanita memulai aktivitas seksualnya. Kemudian menjadi kondisi
pre-kanker setelah 10 tahun kemudian dan mencapai fase invasif pada usia
40-50 tahun.12

2.2.5 Patologi Kanker Serviks


Epitel serviks terdiri dari 2 jenis, yaitu epitel skuamosa dan epitel
kolumnar, kedua epitel tersebut dibatasi oleh squamocolumnar junction
(SCJ). Yang letaknya tergantung pada umur, aktivitas seksual dan paritas.
Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum
karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.13
Selama perkembangannya, epitel silindris penghasil mucus di
endoserviks bertemu dengan epitel gepeng yang melapisi eksoserviks,
keseluruhan serviks yang terpajan dilapisi oleh sel gepeng. Epitel silindris
tidak tampak dengan mata telanjang atau secara kolposkopi. Seiring dengan
waktu pada sebagian besar perempuan muda, terjadi pertumbuhan ke bawah
epitel silindris dibawah eksoserviks (ektropion), sehingga SCJ terletak di
bawah eksoserviks dan epitel silindris menjadi terpajan. Remodelling terus
berlanjut dengan regenerasi epitel gepeng dan silindris pada zona
transformasi, sehingga SCJ kembali pada tempatnya dan epitel silindris tidak
terpajan lagi.14

22
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.4 : Skema Pembentukan Zona Transformasi Serviks 14

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel


serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar
menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat
pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering
dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara
morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi
tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.
Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.13
Proses terjadinya kanker serviks sangat erat hubungannya dengan
proses metaplasia. Masuknya bahan-bahan yang dapat mengubah sifat sel

23
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
secara genetik atau mutagen pada saat fase aktif metaplasia dapat
menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Perubahan biasanya terjadi pada
daerah SCJ atau daerah transformasi. Sel-sel yang mengalami mutasi dapat
berkembang menjadi sel displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia
sedang, displasia berat, kanker in situ dan kemudian berkembang menjadi
kanker invasif.13

2.2.6 Klasifikasi Kanker Serviks


Terdapat dua klasifikasi kanker serviks, yaitu : 16
1. Berasal dari portio (serviks pars vaginalis) yang disebut skuamos sel atau
epidermoid kanker (ektoserviks rahim). Menurut gambaran klinisnya,
epidermoid kanker dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:
a) Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronika biasa.
b) Stadium permulaan (early stage)
Sering tampak sebagai lesi disekitar ostium uteri externum, pada batas
kedua jenis epitel. Tampak sebagai daerah yang granuler, keras, lebih
tinggi dari sekitarnya dan mudah berdarah. Kadang-kadang
permukaannya tertutup oleh pertumbuhan yang papiler.
c) Stadium setengah lanjut (moderately advanced stage)
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir portio. Bentuknya
seperti bloemkool (=cauliflower growth). Bentuk ini disebut everting
atau exophytic. Bila tumbuhnya ke dalam jaringan serviks disebut
inverting atau endophytic. Teraba sebagai indurasi yang keras.
d) Stadium lanjut (advanced stage)
Terjadi pengrusakan oleh jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti
ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah. Vagina
disekitarnya menjadi keras, juga ligamentum latum sebagai akibat
infiltrasi jaringan kanker dan juga karena infeksi. Selanjutnya jaringan
kanker dapat mengenai rectum, kandung kemih dan dapat
menyembuhkan fistula.

24
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2. Berasal dari kanalis servikalis yang disebut adenokarsinoma (endoserviks
rahim)
Berdasarkan gambaran mikroskopis kanker serviks dibedakan menjadi
dua, yaitu :16
1. Kanker intraepithelial-kanker insitu (KIS)
Adalah keadaan dimana seluruh lapisan epitel gepeng diganti oleh sel
abnormal yang tidak berdiferensiasi, yang tidak dapat dibedakan dengan
sel-sel kanker. Perubahan-perubahan ini belum menembus membrane
basalis atau pembuluh limfa.
2. Kanker invasif
Umumnya gejala belum sesuai dengan derajat ketidak matangan sel.
Makin tidak matang selnya-selnya, makin radiosensitif. Stadium dari
tumor lebih penting dari pada jenis selnya.

2.2.7 Gejala Klinis Kanker Serviks


Pada stadium dini kanker serviks tidak menunjukkan gejala yang khas
atau bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga sulit diketahui. 9 Beberapa
tanda dan gejala pada kanker serviks antara lain keputihan, perdarahan vagina
yang abnormal, nyeri, anemia dan lain-lain.17
Keputihan merupakan keluarnya cairan mukus yang encer, yang keluar
dari vagina makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan. Sedangkan perdarahan timbul sebagai akibat terbukanya pembuluh
darah yang makin lama akan lebih sering terjadi. Perdarahan ini dapat terjadi
setelah coitus, dicurigai terjadi pada menstruasi yang lama dan banyak dan
dapat pula terjadi pada wanita menopause. Perdarahan spontan umumnya
terjadi pada tingkat stadium lanjut, terutama pada tumor yang bersifat
eksofitik.17
Gejala klinis lain pada kanker serviks yaitu nyeri, rasa nyeri timbul
akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. Rasa nyeri daerah pelvis dirasakan
di perut bagian bawah sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa
menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Nyeri bersifat progresif, sering
dimulai dengan low back pain di daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan

25
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
tungkai bawah. Dapat pula terjadi nyeri pada saat BAK (buang air kecil) atau
BAB (buang air besar). Anemia juga dapat terjadi karena adanya perdarahan
pervaginam yang berulang. Pada kasus kanker serviks yang telah metastasis
dapat terjadi kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal Failure) akibat
infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang
menyebabkan obstruksi total.18

2.2.8 Penyebaran Kanker Serviks


Penyebaran kanker serviks terdiri atas 3 cara, yaitu : 1) melalui
pembuluh darah, 2) pembuluh limfe, 3) langsung menyebar ke parametrium,
korpus uterus, vagina, kandung kemih dan rektum.9
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel
tumor dapat menyebar ke kelenjar iliaka dalam (hipogastrika). Kanker serviks
umumnya terbatas pada daerah panggul saja tetapi tergantung dari kondisi
imunologi tubuh penderita. Kanker in situ (KIS) akan berkembang menjadi
mikro invasive dengan menembus membran basalis. Jika sel tumor sudah
berada dalam pembuluh darah atau limfa maka prosesnya sudah invasif
penyebaran secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornises vagina,
korpus uterus, rectum dan kandung kemih dimana pada tingkat akhir
(terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih.19
Penyebaran secara limfogen kearah parametrium akan menuju ke
kelenjar limfe regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliaka
interna, eksterna dan komunis, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta,
melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia kiri mencapai paru,
hati, ginjal, tulang dan otak.20

26
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.5 : Stadium Klinis Kanker Serviks21

Tabel 2.1 : Stadium Klinik Kanker Serviks Menurut FIGO 2000 22

Stadium Kriteria
0 Lesi belum menembus membrane basalis
I Lesi tumor masih terbatas di serviks
IA1 Lesi telah menembus membrane basalis kurang dari 3
mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm
IA2 Lesi telah menembus membrane basalis > 3mm tetapi <
5 mm dengan diameter permukaan tumor <7 mm
IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4
mm
IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4
mm
II Lesi telah keluar serviks (meluas ke parametrium dan
sepertiga proksimal vagina)
IIA Lesi telah meluas ke sepertiga vagina proksimal
IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai
dinding panggul
III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium
dan atau sepertiga vagina distal)
IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal/bawah

IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding pangul


IV Lesi menyebar keluar dari organ genitalia
IVA Lesi meluas keluar rongga panggul, dan atau menyebar
ke mukosa vesika urinaria
IVB Lesi meluas ke mukosa rectum, dan atau meluas ke
organ jauh
27
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.2.10 Diagnosis Kanker Serviks
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai
berikut :

28
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan ini dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap). Pap
smear dapat mendeteksi lesi secara dini dengan tingkat ketelitian sampai
90% pada kasus kanker serviks, akibatnya angka kematian akibat kanker
serviks pun menurun sampai lebih dari 50%. Sitodiagnosis didasarkan
pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus
dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang
dieksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan
mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam keadaan
sehat dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak
sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat
didiagnosis secara histologik.13
Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani
pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali
berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka
pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil
pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut: 23
a. Normal.
b. CIN I : displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat
ganas),
dimana sel abnormal terbatas pada sepertiga luar lapisan
permukaan yang melapisi serviks. termasuk didalamnya
adalah perubahan sel yang disebabkan oleh virus HPV.
c. CIN II : displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat
ganas), dimana sel abnormal menempati setengah
dari lapisan permukaan serviks.
d. CIN III : kanker in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks
paling luar) dan kanker invasif (kanker telah menyebar
ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh
lainnya), dimana keseluruhan lapisan epitel tersusun oleh
sel abnormal namun belum menyebar ke bawah
permukaan.

29
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Gambar 5 : Histologi Cervic Intraepithelial Neoplasia (CIN)24


2. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap
smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. 22
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika squamocolumnar
junction (SCJ) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SCJ tidak
terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di
kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil
secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy
harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.13
3. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Pemeriksaan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan
pembesaran 10-15x, untuk menampilkan porsio dipulas terlebih dahulu
dengan asam asetat 3-5%. Pada porsio dengan kelainan (infeksi HPV
atau NIS) terlihat bercak putih atau perubahan corakan pembuluh darah.25
4. Konisasi
Konisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus),
dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan
diagnostik, konisasi harus dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan
yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi atau dapat

30
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
pula dengan menggunakan tes Schiller. Pada tes ini digunakan larutan
lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 10 ml). Serviks diolesi dengan
larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat,
sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.13
Konisasi diagnostic dilakukan pada keadaan dimana proses
dicurigai berada di endoserviks rahim, lesi tidak tampak seluruhnya
dengan pemeriksaan kolposkopi, diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas
dasar spesimen biopsi, dan jika terdapat kesenjangan hasil sitologi dan
histopatologik.13

5. Tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)


IVA merupakan pemeriksaan skrining alternative dari Papsmear
karena murah dan praktis, sangat mudah dilakukan dengan peralatan
sederhana. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat serviks yang
telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Zat ini akan
meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler epitel abnormal. Cairan
ekstraseluler hipertonik ini akan menarik cairan intraseluler sehingga
membrane akan kolaps dan jarak antar sel semakin dekat. Akibatnya jika
permukaan epitel disinari maka sinar tersebut tidak akan diteruskan ke
stroma namun akan dipantulkan dan permukaan epitel abnormal akan
berwarna putih.26
Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan juga akan
berwarna putih setelah pengusapan asam asetat tetapi dengan intensitas
yang kurang dan cepat menghilang, ini yang membedakannya dengan
proses pra-kanker dimana epitel putih lebih tajam dan lebih lama
menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi
koagulasi protein yang lebih banyak.26
Makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan
histologiknya. Demikian pula makin makin tajam batasnya, makin tinggi
derajat jaringannya, sehingga dengan pemberian asam asetat akan
didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan
bercak putih (displasia). Dibutuhkan satu sampai dua menit untuk dapat
melihat perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi larutan

31
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
asam asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek
akan hilang setelah sekitar 50-60 detik. Lesi yang tampak sebelum
aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih namun
dikatakan suatu leukoplakia.26
2. 11 Penatalaksanaan Kanker Serviks
a. Pencegahan
Kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan
menghindari faktor-faktor penyebab kanker. Pencegahan kanker
didefinisikan sebagai pengidentifikasian faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat sebab-
sebab ini tidak efektif dengan cara-cara apapun yang mungkin.13
Pencegahan kanker serviks dapat berupa pencegahan primer
sekunder maupun tersier. Pencegahan primer merujuk pada
kegiatan/langkah yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk
menghindarkan diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan
tumbuhnya kanker. Pencegahan primer ini dapat berupa 9,13
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia
muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.
2. Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga
kebersihan alat kelamin dan tidak merokok.
3. Memperbanyak makan sayur dan buah segar serta berolahraga
Pencegahan sekunder diterapkan dengan pengidentifikasian
kelompok populasi berisiko tinggi terhadap kanker, skrining populasi
tertentu, deteksi dini kanker pada individu yang tidak bergejala
(asimtomatik) dan pengubahan perilaku manusia sehingga
kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.8 Skrining ini dapat
dilakukan melalui pemeriksaan pap smear pada wanita diatas usia 25
tahun, telah menikah dan sudah mempunyai anak.9
Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana
dengan program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan
yaitu : memperbaiki prognosis pada sebagian penderita sehingga
terhindar dari kematian akibat kanker, tidak diperlukan pengobatan

32
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi
mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena
pengobatan yang relatif murah. Di beberapa negara maju yang telah
melakukan program skrining penyakit kanker serviks dalam upaya
menemukan penyakit pada tingkat prakanker, dapat menurunkan
kematian sampai lebih dari 50%.27
Pencegahan tersier ditujukan pada seseorang yang telah positif
menderita kanker serviks dan menjadi cacat karena komplikasi
penyakitnya atau karena pengobatan. Sehingga perlu dilakukan
rehabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan atau fungsi organ yang
cacat, supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di
masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker
serviks pasca menjalani operasi contohnya yaitu dengan melakukan
gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan
untuk mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami
alopesia (rambut gugur) akibat kemoterapi dan radioterapi bisa diatasi
dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya rambut akan
tumbuh kembali.27

3 Pengobatan
Kanker serviks dapat ditangani dengan pembedahan, terapi radiasi
atau kemoterapi. Penentuan terapi yang digunakan berdasarkan
stadium, ukuran dan lokasi kanker, usia dan kondisi kesehatan pasien.
Terapi kanker serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik.28 Pengobatan pada kanker serviks dapat berupa :
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah
tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Pembedahan
dipilih hanya untuk kanker serviks stadium I atau II.28

33
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Ada beberapa macam bentuk terapi bedah, antara lain : a)
radical trachelectomy, merupakan suatu cara pembedahan dimana
serviks, sebagian vagina dan limfonodi pelvis diangkat. Pembedahan
ini ditujukan untuk tumor yang kecil dan pada pasien kanker serviks
yang ingin memiliki keturunan lagi; b) total hysterectomy, dilakukan
pengangkatan uterus dan serviks; c) radical hysterectomy, dilakukan
pengangkatan serviks, beberapa jaringan disekitar serviks, uterus dan
sebagian vagina. Pembedahan secara radikal dan total histerektomi
harus diikuti dengan pengangkatan jaringan tuba dan ovarium yang
dikenal sebagai salpingo-oophorectomy, dan pengangkatan
limfonodi yang berada didekat tumor.28

2. Terapi penyinaran (radioterapi)


Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya.28 Terdapat dua macam terapi
penyinaran untuk kanker serviks, yaitu : a) terapi radiasi eksternal,
dilakukan sebanyak lima kali dalam seminggu (sekali dalam sehari)
selama 6 minggu, b) terapi radiasi internal (brachytherapy), terapi ini
dilakukan dengan menempatkan kapsul radioaktif di vagina atau
dekat serviks. terapi ini dapat diulang dua kali atau lebih selama
beberapa minggu.28
3. Kemoterapi
Apabila kanker telah menyebar ke luar panggul, maka
dianjurkan menjalani kemoterapi. Kemoterapi menggunakan obat
obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa
diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.19,28

4. Terapi biologis
Terapi biologi berguna untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh
dalam melawan penyakit. Terapi biologis tersebut dilakukan pada
kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.19

34
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.2.12 Prognosa
Prognosa kanker serviks tergantung dari tingkatan klinik dan jenis
histologik tumor. Biasanya penyakit ini ditemukan dalam stadium lanjut,
maka angka harapan hidupnya tidak seberapa baik. 22 Harapan hidup selama 5
tahun pada pasien kanker serviks yaitu 100% pada stadium prainvasif, 90%
pada stadium I, 82% pada stadium II, 35% pada stadium III dan 10% pada
stadium IV.14
Pasien kanker serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons
terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah
timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi
terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat
diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80%
rekurensi dalam 2 tahun.28

BAB 3
ANALISIS SITUASI

3.1 Kondisi Geografis


Puskesmas Pauh terletak di Jalan Irigasi Pasar Baru Kelurahan Cupak

Tangah Kecamatan Pauh, berjarak sekitar + 8 km dari pusat kota sebelah timur

Kota Padang. Wilayah kerja Puskesmas Pauh membentang pada 00 58’ Lintang

Selatan, 1000 21’ 11’ Bujur Timur, ketinggian 10 - 1.600 m dari permukaan laut

35
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dan terdiri dari 60 % dataran rendah dan 40 % dataran tinggi, curah hujan +

384.88 mm/tahun, temperatur antara 280 - 310 C. Jumlah kelurahan sebanyak 9

Kelurahan yang terbagi menjadi 52 RW dan 176 RT dengan luas wilayah + 146,29

km2, adapun batas wilayah wilayah kerja Puskesmas Pauh adalah sebagai berikut :
2

a. Sebelah timur berbatas dengan Kabupaten Solok.

b. Sebelah barat berbatas dengan Kecamatan Padang Timur dan Kecamatan

Kuranji.

c. Sebelah utara berbatas dengan Kecamatan Koto Tangah.

d. Sebelah selatan berbatas dengan Kecamatan Lubuk Kilangan dan Kecamatan

Lubuk Begalung.

Batas wilayah tersebut dapat juga dilihat melalui peta wilayah kerja

seperti terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Pauh

3.2 Kondisi Demografis

36
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Peningkatan jumlah penduduk yang besar , penyebaran penduduk yang

tidak merata serta pertumbuhan penduduk yang tinggi akan berdampak kepada

peningkatan pelayanan kesehatan dan kondisi kesehatan. Berdasarkan data dari

Badan Pusat Statistik (BPS) diperoleh data kependudukan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk menurut Kelurahan29


No Kelurahan Penduduk KK RW RT
1 Pisang 9.062 1.799 7 23
2 Binuang Kampung Dalam 6.345 1.067 5 18
3 Piai Tangah 4.102 835 4 12
4 Cupak Tangah 9.830 3.234 6 21
5 Kapalo Koto 8.878 2.176 4 15
6 Koto Luar 8.255 1.651 6 25
7 Lambung Bukit 3.579 720 4 13
8 Limau Manis Selatan 10.620 2.086 8 31
9 Limau Manis 7.777 1.901 8 18
Jumlah 68.448 15.467 52 176

Setiap puskesmas idealnya menangani maksimal 30.000 penduduk di

wilayah kerjanya, sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Pauh terdapat 68.448

penduduk. Kapasitas rasio puskesmas terhadap penduduk di Puskesmas Pauh

lebih besar dari yang seharusnya. Hal tersebut menyebabkan kurang maksimalnya

cakupan pelayanan tenaga kesehatan.2

Dari tabel diatas terlihat jumlah penduduk terbanyak di Kelurahan Limau

Manis Selatan sebanyak 10.620 penduduk, namun tidak menentukan bahwa

kelurahan tersebut paling padat karena luas wilayahnya cukup besar, seperti

terlihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Perbandingan Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan


Penduduk menurut Kelurahan2
No Kelurahan Luas Penduduk Kepadatan Laju pertumbuhan
penduduk (%)
1 Pisang 3,99 9.062 2.271 2,49
2 Binuang Kp. Dalam 2,97 6.345 2.136 1,83
3 Piai Tangah 4,97 4.102 825 0,83
4 Cupak Tangah 2,99 9.830 3.288 3,58

37
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
5 Kapalo Koto 35,83 8.878 248 4,63
6 Koto Luar 18,92 8.255 436 2,05
7 Lambung Bukit 38.80 3.579 92 1,65
8 Limau Manis Selatan 12,96 10.620 819 3,26
9 Limau Manis 24,86 7.777 313 3,91
Jumlah 146,29 68.448 468 2,92

Luas wilayah kerja Puskesmas Pauh adalah 146,29 km2, didiami oleh

68.448 jiwa, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Pauh adalah

468 jiwa/km2. Tabel diatas menunjukkan bahwa Kelurahan Cupak Tangah adalah

kelurahan dengan kepadatan tertinggi antara 9 kelurahan tersebut. Berdasarkan

UU No. 50/PRP/1960, angka ini menunjukkan bahwa Kecamatan Pauh tergolong

dalam wilayah dengan kepadatan penduduk sangat padat sehingga berbagai

masalah dapat bermunculan seperti masalah kesehatan.30

Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Pauh adalah 2,92% pertahun,

dengan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 0,40% dari penduduk perempuan

seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur29
Kelompok Jenis Kelamin Jumlah Total Sex Ratio
Umur (Th)
Lk Pr
0–4 3.160 3.035 6.195 104,12
5–9 2.933 2.900 5.833 101,14
10 – 14 2.699 2.637 5.336 102,35
15 – 19 4.305 4.336 8.641 99,29
20 – 24 5.770 5.211 10.991 110,73
25 – 29 2.760 2.579 5.339 107,02
30 – 34 2.457 2.513 4.970 97,77
35 – 39 2.249 2.311 4.560 97,32
40 – 44 2.091 1.998 4.089 104,65
45 – 49 1.661 1.733 3.394 95,85
50 – 54 1.563 1.462 3.025 106,91
55 – 59 1.189 1.195 2.384 99,50
60 – 64 783 764 1.547 102,49
65 – 69 437 433 870 100,92

38
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
70 – 74 243 312 555 77,88
75 + 257 472 729 54,45

Berdasarkan data kependudukan diatas maka diperoleh gambaran

kependudukan yang menjadi sasaran upaya kesehatan Puskesmas Pauh yang

tertuang dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.4 Data Sasaran Penduduk Upaya Kesehatan Puskesmas Pauh


Jenis Sasaran Jumlah
Penduduk 68.448
Bayi 1.226
Balita 5.935
Baduta 2.442
Batita 3.597
Apras 2.399
remaja 11.261
WUS 34.349
PUS 12.870
Bumil 1.333
Bulin 1.273
Bufas 1.273
Usia produktif 47.327
Lansia 4.550
Kader aktif 274

Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit

berdasarkan golongan umur, sehingga sasaran dari setiap program puskesmas pun

akan berbeda. Misalnya pada tabel dilaporkan sasaran terbanyak Puskesmas Pauh

adalah usia produktif sebanyak 47.327 orang dan wanita usia subur yaitu

sebanyak 34.349 orang sehingga program kesehatan yang harus lebih diperhatikan

adalah kesehatan reproduksi wanita yang salah satu contoh program yang dapat

dilakukan pada kelompok tersebut adalah pemeriksaan IVA, tanpa mengabaikan

permasalahan kesehatan di setiap golongan umur lainnya.2

39
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3.3 Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi
3.3.1 Kondisi Sosial

Penduduk wilayah kerja Puskesmas Pauh dengan strata dan rasial yang

relatif homogen dengan akar budaya yang kuat dan kental dengan sendirinya

menjadi potensi dan kekuatan dalam pembangunan termasuk kesehatan. Potensi

keninik-mamakan yang masih dilakoni masyarakat menjadi panutan dalam

melakukan perubahan perilaku masyarakat menuju Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat. Dari segi kepercayaan, mayoritas kepercayaan penduduk adalah Islam

dengan komposisinya sekitar 99%, sisanya Katholik, Protestan, Budha, dan lain-

lain.

3.3.2 Kondisi Budaya

Tersedianya berbagai jenis pendidikan mulai dari tingkat pendidikan

kanak-kanak dasar sampai dengan perguruan tinggi pada wilayah kerja Puskesmas

Pauh menyebabkan semakin banyak penduduk yang mengenyam pendidikan dan

diharapkan semakin kritis dengan berbagai dampak pembangunan. Sistem

kekerabatan yang masih dijalankan oleh penduduk setempat masih dipakai

sebagian besar penduduk dan merupakan kekuatan yang dapat digarap apabila

caranya diketahui. Pendekatan kultural sangat dibutuhkan dalam rangka menjalin

kerjasama peran serta masyarakat.1

3.3.3 Kondisi Ekonomi

Pendapatan penduduk wilayah kerja Puskesmas Pauh bisa dikatakan

bervariasi mulai dari petani sekitar 46% dengan kemampuan terbatas sampai ke

kelompok mampu dan mapan, swasta sekitar 24%, PNS 17%, ABRI 5%, dan

40
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
sisanya bekerja di sektor informal lainnya. Namun kelompok dengan pendapatan

rendah dan tidak menentu secara signifikan rawan dengan kesehatan yaitu

keluarga miskin ternyata menduduki proporsi yang cukup besar yaitu 22,4% dari

total penduduk wilayah kerja Puskesmas Pauh.1

3.4 Sarana dan Prasarana

Puskesmas dan jaringannya merupakan sarana penyelenggara pelayanan

kesehatan dasar dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Semakin banyak jumlah ketersediaannya maka semakin mempermudah

masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan. Sementara itu rumah

bersalin, klinik, praktek dokter/dokter gigi, praktek bidan, apotek dan toko obat

merupakan sarana pelayanan kesehatan swasta yang juga memberikan pelayanan

kesehatan dasar pada masyarakat.29

Tabel.3.5 Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh

No Jenis Sarana Kesehatan Jumlah


1 Rumah Sakit Pemerintah 1
2 Rumah Sakit Swasta 1
3 Klinik Bersalin 5
4 Klinik Umum 1
5 Puskesmas Rawat Inap 1
6 Puskesmas Keliling 1
7 Puskesmas Pembantu 4
8 Praktek Dokter/Spesialis 5
9 Praktek Dokter Gigi 2
10 Praktek Bidan 5
11 Apotek 3
12 Toko Obat 5

41
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Untuk menunjang pelayanan kesehatan, Puskesmas Pauh didukung oleh

prasarana yang cukup memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas, namun

masih terdapat berbagai kekurangan yang akan diupayakan pengadaannya pada

tahun mendatang melalui perencanaan tingkat Puskesmas.2

Tabel 3.6 Jumlah dan Kondisi Prasarana di Puskesmas Pauh


No Jenis Prasarana Jumlah Kondisi
Baik Rusak Rusak Rusak
Ringan Sedang Berat
1 Sistem Sanitasi
- Sarana Air Bersih 1 1
- IPAL -
- TPS 1 1
- Incenerator -
2 Sistem Kelistrikan
- PLN 2 2
- Genset 1 1
3 Sistem Komunikasi
- Telepon 1 1
- Wifi 1 1
4 Sistem Transportasi
- Ambulance 1 1
- Motor 7 5 2
5 Peralatan medis dan Terlampir
non medis

Dari tabel di atas terlihat bahwa Puskesmas Pauh masih kekurangan

prasarana penting seperti IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), padahal

sebagai puskesmas rawat inap sarana sanitasi tersebut mutlak dimiliki. Pada tahun

2018 sudah direncanakan akan dibuat IPAL dan untuk pengolahan sampah medis

42
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Puskesmas Pauh masih menjalin kerjasama dengan pihak ketiga melalui BLUD

(Badan Layanan Umum Daerah).1

Puskesmas sebagai ujung tombak upaya kesehatan masyarakat didukung

oleh kertersediaan sumber daya berbasis masyarakat, seperti terlihat pada tabel

berikut.

Tabel 3.7 Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) di Wilayah Kerja


Puskesmas Pauh
No Jenis Sarana Jumlah
1. Posyandu Balita 70
2. Posyandu Lansia 10
3. Posbindu ( Pos Pembinaan Terpadu ) 13
4. Poskeskel (Pos Kesehatan Kelurahan ) 5
 Poskeskel Koto Luar
 Poskeskel Cupak Tangah
 Poskeskel Kapalo Koto
 Poskeskel Limau Manis Selatan
 Poskeskel Pisang
5. Puskesmas Pembantu ( Pustu ) 4
 Pustu Jawa Gadut (Kel. Limau Manis)
 Pustu Ulu Gadut (Kel. L.Manis Selatan)
 Pustu Batu Busuk (Kel. Lambung Bukit)
 Pustu Piai ( Kel. Piai Tangah )

3.5 Capaian Program Puskesmas Pauh

Menurut Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Minimal dinyatakan bahwa Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, yang

selanjutnya disingkat SPM Bidang Kesehatan merupakan acuan bagi Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak

diperoleh setiap warga secara minimal.

Berikut hasil pencapaian kinerja Puskesmas Pauh berdasarkan Standar

Pelayanan Minimal tersebut.

43
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Tabel 3.8 Pencapaian Kinerja berdasarkan SPM

No SPM Kegiatan Target Capaian


1 Pelayanan Kesehatan 1. Pendataan ibu hamil 95 97,4
Ibu Hamil 2. Pemeriksaan kehamilan
3. Pemberian buku KIA
4. Pencatatan & pelaporan
5. Rujukan ANC jika perlu
2 Pelayanan Kesehatan 1. Pendataan ibu bersalin 95 97,41
Ibu Bersalin 2. Pelayanan persalinan
3. Pengisian buku KIA
4. Pencatatan & pelaporan
5. Rujukan ANC jika perlu
3 Pelayanan Kesehatan 1. Pendataan bayi baru lahir 90 92,55
Bayi Baru Lahir 2. Pelayanan kesehatan BBL
3. Pengisian buku KIA
4. Pencatatan & pelaporan
5. Rujukan kasus komplikasi
4 Pelayanan Kesehatan 1. Pendataan Balita 92 82,25
Balita 2. Pemberian pelayanan
3. Pencatatan & pelaporan

5 Pelayanan Kesehatan 1. Pendataan anak usia 95 94,5


pada Usia Pendidikan pendidikan dasar kelas 1
Dasar dan 7
2. Pra penjaringan
3. Pelaksanaan penjaringan
4. Pelaksanaan tindak lanjut
penjaringan
5. Pencatatan & pelaporan
6 Pelayanan Kesehatan 1. Skrining faktor risiko 30 12,4
Usia Produktif gang. mental emosional
2. Konseling
3. Pelayanan rujukan kasus
4. Pencatatan & pelaporan
5. Monev
7 Pelayanan Kesehatan 1. Pendataan lansia 65 27,1
Usia Lanjut 2. Skrining kesehatan lansia
3. Pemberian dan pengisian
Buku lansia
4. Pelayanan rujukan
5. Pencatatan & pelaporan
8 Pelayanan Kesehatan 1. Pendataan sasaran Prev Prev
Hipertensi 2. Melakukan skrining faktor 24,28 16,4
risiko

44
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3. Melakukan pelayanan
kesehatan sesuai standar
4. Melakukan rujukan untuk
mencegah komplikasi
5. Terapi, penyuluhan
6. Pencatatan & pelaporan
9 Pelayanan Kesehatan 1. Pendataan sasaran Prev Prev
Diabetes Mellitus 2. Melakukan skrining faktor 6,48 3,43
(DM) risiko
3. Melakukan pelayanan
kesehatan sesuai standar
4. Melakukan rujukan untuk
mencegah komplikasi
5. Terapi, penyuluhan
6. Pencatatan & pelaporan
10 Pelayanan Kesehatan 1. Pendataan ODGJ berat 100 97,3
Orang dengan 2. Pelayanan kesehatan ODGJ
Gangguan Jiwa di puskesmas
(ODGJ) Berat 3. Pelaksanaan kunjungan
rumah
4. Pencatatan & pelaporan
5. Monev

11 Pelayanan Kesehatan 1. Pelayanan dan pemeriksaan 46 35


Orang dengan TB dalam dan luar gedung
Tuberkulosis (TB) 2. Rujukan TB dengan
penyulit termasuk TB RO
kepada FKTL
3. Jejaring dan kemitraan
pelayanan TB
4. Pemantapan mutu layanan
lab. TB
5. Pencatatan & pelaporan
6. Monev
12 Pelayanan Kesehatan 1. Pemetaan kelompok 60 46,16
Orang dengan 2. Promosi/penyuluhan

45
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Terinfeksi HIV 3. Jejaring kerja & kemitraan
4. Sosialisasi
5. Pemeriksaan HIV
6. Rujukan kasus HIV untuk
mendapatkan pengobatan
HIV
7. Pencatatan & pelaporan
8. Monev

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan


wawancara dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, dan petugas yang
menjalankan program serta analisis laporan tahunan Puskesmas Pauh. Proses ini
dilakukan dengan melihat data sekunder berupa laporan tahunan Puskesmas Pauh.
Masalah yang diidentifikasi adalah semua permasalahan yang terdapat di

46
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Puskesmas Pauh. Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di
Puskesmas Pauh adalah :

Tabel 4.1 Daftar Masalah di Puskesmas Pauh

No Program Permasalahan Sasaran Target Pencapaian Kesenjangan

1. PTM Cakupan 8.555 32,7% 8,3% -24,4%


pemeriksaan IVA
2. P2P Penjaringan suspek1.040 100% 44,52% -55,48%
TB Paru
3. KesehatanJamban sehat 65. 515 76% 69,53% -6,47
Lingkungan
4. Gizi ASI eksklusif 645 85% 65,8% -19,2%

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Pauh Tahun 2017

47
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4.2 Penentuan Prioritas Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang ada di Puskesmas Pauh


ditemukan beberapa permasalahan yang perlu untuk diselesaikan. Tetapi perlu
dilakukan penentuan prioritas penyelesaian masalah karena tidak mungkin
dilakukan pemecahan masalah secara sekaligus. Untuk itu digunakan metode
skoring Hanlon untuk menentukan prioritas masalah. Kriteria skoring yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Urgensi

a. Nilai 1 = tidak penting

b. Nilai 2 = kurang penting

c. Nilai 3 = cukup penting

d. Nilai 4 = penting

e. Nilai 5 = sangat penting

2. Kemungkinan intervensi

a. Nilai 1 = tidak mudah

b. Nilai 2 = kurang mudah

c. Nilai 3 = cukup mudah

d. Nilai 4 = mudah

e. Nilai 5 = sangat mudah

48
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3. Biaya

a. Nilai 1 = sangat mahal

b. Nilai 2 = mahal

c. Nilai 3 = cukup mahal

d. Nilai 4 = murah

e. Nilai 5 = sangat murah

4. Kemungkinan meningkatkan mutu

a. Nilai 1 = sangat rendah

b. Nilai 2 = rendah

c. Nilai 3 = sedang

d. Nilai 4 = tinggi

e. Nilai 5 = sangat tinggi

49
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Tabel 4.2 Penilaian Prioritas Masalah di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh

No. Masalah Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Ranking

1. Cakupan 4 4 4 5 17 I
pemeriksaan
IVA
2. Penjaringan 4 4 4 4 16 II
suspek TB
Paru
3. Belum 3 3 4 4 14 III
tercapainya
ASI eksklusif
5. Jamban Sehat 4 1 2 4 11 IV

1. Cakupan pemeriksaan IVA


a. Urgensi: 4 (Penting)
Pada tahun 2017, sasaran untuk pemeriksaan IVA sebanyak 8.555 orang WUS
(Wanita Usia Subur) dengan target sebanyak 2.820 orang. Capaian dari
pemeriksaan ini sebanyak 235 orang (8,3%). (Data Pemeriksaan IVA Puskesma
Pauh 2017). Untuk tahun 2018 target pemeriksaan IVA masih sama yaitu
sebanyak 2.820 orang. Berdasarkan data pencatatan dari Januari-Agustus 2018,
jumlah target WUS dalam 8 bulan untuk yang dilakukan pemeriksaan IVA ialah
1.880 orang, namun capaian yang ada baru 90 orang. Hal ini menjadi penting
mengingat jumlah WUS yang banyak di wilayah kerja Puskesmas Pauh. Akan
sangat baik jika deteksi dini dari kanker serviks dapat dilakukan pada sebanyak
mungkin WUS dan dilakukan secara berkelanjutan nantinya.
b. Intervensi: 4 (Mudah)
Intervensi untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan IVA termasuk mudah. Dapat
dimulai dengan memberikan penyuluhan kepada WUS mengenai pentingnya
pemeriksaan IVA sebagai upaya deteksi dini suatu kanker serviks, dimana
penemuan kasus yang lebih dini akan sangat memudahkan penanganan yang dapat
50
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dilakukan dibandingkan pada kasus yang ditemukan pada stadium lanjut. Selain
itu dapat dilakukan kerjasama dengan masyarakat dan pihak terkait untuk
dibentuknya kader peduli IVA yang memastikan WUS di wilayahnya mendapat
informasi dan mau melakukan pemeriksaan IVA secara rutin nantinya.
c. Biaya: 4 (Murah)
Biaya untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan IVA tergolong murah karena
hanya memerlukan penyuluhan baik kepada masyarakat yaitu WUS dan calon
kader nantinya, selain itu pembuatan pamflet yang berisi informasi mengenai
kanker serviks dan pemeriksaan IVA serta suatu kartu kendali yang dapat
digunakan ketika WUS melakukan pemeriksaan IVA ke puskesmas atau bidan
desa nantinya. Selain itu untuk pemeriksaan IVA hanya membutuhkan cuka dapur
dan peralatan yang sudah tersedia di puskesmas.
d. Mutu: 5 (Sangat tinggi)
Dengan peningkatan cakupan pemeriksaan IVA akan memberikan dampak yang
sangat besar dimana deteksi dini terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan
baik dan berkelanjutan serta penemuan kasus akan didapatkan secara lebih cepat
pada stadium yang lebih awal, hal ini akan berpengaruh pada intervensi yang lebih
mudah dan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks nantinya.
2. Penjaringan suspek TB Paru di Puskesmas Pauh

a. Urgensi: 4 (Penting)
Dengan distribusi jumlah penduduk yang banyak serta kepadatan yang
cukup tinggi menjadi penting dalam upaya intervensi terhadap penjaringan suspek
TB paru di wilayah kerja Puskesmas Pauh. Upaya ini telah dilakukan dengan
pemberian penyuluhan kepada msyarakat serta telah dibentuknya sobat TB
sebagai kader yang menjaring suspek TB dengan cara menampung dahak dan
memeriksakannya ke puskesmas.

b. Intervensi: 4 (Mudah)
Intervensi penjaringan suspek TB paru tergolong mudah. Hal yang dapat
dilakukan antara lain dimulai dengan memberikan penyuluhan pentingnya
penjaringan suspek TB dan cara pengumpulan dahak yang baik dan benar,

51
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
menyebarkan pamflet, menjalin kerjasama dengan masyarakat dan pihak yang
terkait untuk membentuk kelompok peduli TB yang memastikan pengumpulan
dahak suspek TB. Puskesmas pauh sendiri telah memulai program ‘ketuk pintu’
yang merupakan kegiatan dimana petugas kesehatan yang turun langsung ke
tempat tinggal suspek TB.

c. Biaya: 4 (Murah)
Biaya yang diperlukan untuk penjaringan suspek TB paru termasuk murah,
diperlukan pembuatan leaflet sebagai media informasi dan edukasi untuk
masyarakat serta perbanyakan pot dahak untuk menampung dahak suspek TB
yang akan diperiksakan ke puskesmas.

d. Mutu: 4 (Tinggi)
Jika penjaringan suspek TB terlaksana sepenuhnya sesuai target maka akan
membantu mendeteksi dini kasus TB paru sehingga pasien TB BTA+ dapat
langsung diobati dan mencegah penularan TB dari pasien TB BTA+ yang lebih
banyak lagi.

3. ASI Eksklusif

a. Urgensi : 3 (cukup penting)


ASI ekslusif merupakan nutrisi yang sangat penting untuk bayi usia 0-6
bulan, yang akan berpengaruh status gizi serta pertumbuhan dan perkembangan
bayi. Selain itu, pemberian ASI juga dapat menjalin hubungan psikologis antara
ibu dan anak. Data dari Kementrian Kesehatan tahun 2013 pencapaian ASI
ekslusif di Indonesia baru mencapai 54,3% (Pusdatin, 2013). Berdasarkan hasil
pemantauan, pemberian ASI Ekslusif tahun 2017 di Puskesmas Pauh adalah
sebanyak 65,8% dengan target pemberian ASI ekslusif sebanyak 85%. Dalam hal
ini, pencapaian pemberian ASI ekslusif belum memenuhi target.

b. Intervensi : 3 (cukup mudah)

52
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Intervensi yang dilakukan cukup mudah berupa program Inisiasi Menyususi Dini
(IMD) yang dicanangkan pemerintah. Data Riskesdas tahun 2010, angka IMD
29,3% dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 34,5% (Pusdatin,
2013). Intervensi lain yang bisa diberikan melalui penyuluhan tentang pentingnya
ASI. Penyuluhan bisa dilakukan dengan mengumpulkan ibu-ibu hamil dan
menyusui.

c. Biaya : 4 (murah)
Biaya untuk intervensi masalah pencapaian target cakupan ASI eksklusif murah
karena yang diperlukan adalah penyuluhan yang lebih banyak dan ditingkatkan
pencakupan jumlah masyarakat penyuluhan tentang ASI, dan perlunya usaha dari
tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang ASI dan penjelasan tentang
pentingnya ASI eksklusif kepada bayi setiap ANC.

d. Mutu : 4 (tinggi)
Jika intervensi dapat berjalan dengan optimal, maka kemungkinan perbaikan mutu
yang dicapai tinggi sehingga didapatkan target untuk ASI eksklusif tercapai.

4. Jamban Sehat

a. Urgensi : 4 (Penting)
Jamban sehat merupakan sanitasi dasar yang harus dimiliki setiap rumah
masyarakat. Hal ini disebabkan karena jamban merupakan salah satu indikator
kesehatan lingkungan di masyarakat. Salah satu kriteria jamban sehat yaitu,
berjarak 10 meter dari sumber air minum sehingga dapat mencegah penularan
penyakit melalui fecal oral. Target penggunaan jamban sehat di Puskesmas Pauh
sebesar 76%, sedangkan angka pencapaian 69,53%.

b. Intervensi : 1 (Tidak mudah)


Intervensi terhadap penggunaan jamban sehat di setiap rumah tidak mudah karena
memerlukan biaya dalam pembangunannya, sehingga dengan sosial ekonomi
masyarakat yang tidak merata diperlukan kerjasama lintas sektor. Kesadaran dan

53
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
kebiasaan masyarakat untuk menggunakan jamban sehat juga masih kurang,
sehingga perlu penyuluhan untuk pembangunan dan penggunaan jamban sehat.

c. Biaya : 2 (Mahal)
Biaya yang diperlukan pembangunan jamban sehat mahal karena untuk
mewujudkan jamban yang sehat diperlukan anggaran dana yang cukup besar dan
mencakup satu wilayah kerja Puskesmas.

d. Mutu : 4 (Tinggi)
Mutu pemecahan masalah ini tinggi karena apabila tersedia jamban sehat di setiap
rumah dan masyarakat menggunakannya dengan optimal, maka dapat
menurunkan angka morbiditas penyakit yang ditularkan melalui fecal-oral. Hal ini
dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Pau

4.3Analisis Sebab Masalah

Berdasarkan penilaian prioritas, yang menjadi prioritas masalah adalah


cakupan pemerikasaan IVA di puskesmas Pauh, khususnya di kelurahan Lambung
Bukit. Dari hasil analisis data sekunder yaitu diskusi dengan pimpinan Puskesmas
dan petugas Puskesmas Pauh maka didapatkan beberapa sebab dari masalah yang
terjadi.
4.3.1 Manusia

a. Masyarakat:
Didapatkan dari wawancara menggunakan kuesioner dengan pertanyaan berikut
untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit Kanker
servik.
Perkiraan hasil yang didapatkan adalah kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai penyakit Kanker servik serta kesadaran dan keinginan penderita dalam
melakukan pemeriksaan dini IVA

54
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
b. Tenaga Kesehatan
 Kader belum bekerja maksimal
 Pengetahuan kader kurang

4.3.2. Metode
 Pemeriksaan IVA oleh puskesmas masih belum ada koordinasi
yang baik
 Membentuk kelompok klinik ramah wanita
 Penyuluhan mengenai IVA pada wanita usia subur

4.3.3. Material
 Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya
pemeriksaan IVA.
 Masih kurangnya ketersediaan media informasi tentang bahaya
Kanker servik.

4.3.4. Environment
 Stigma negatif masyarakat terhadap penyakit Kanker servik
 Kurang adanya dukungan terhadap penderita Kanker servik

55
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4.4 Diagram Ishikawa
Dari hasil analisis sebab akibat masalah tersebut, maka dapat disimpulkan dalam diagram Ishikawa (diagram tulang
ikan/fishbone) sebagai berikut :

MANUSI METODE
A
Kurangnya pengetahuan
Pemeriksaan iva oleh
masyarakat mengenai penyakit
puskesmas belum
Kanker servik serta kesadaran
dam keinginan penderita dalam terkoordinasi
Membentukdengan baikklinik
kelompok
pemeriksaan IVA ramah wanita
Penyuluhan mengenai IVA
Kader belum bekerja maksimal pada wanita usia subur
Pengetahuan petugas kurang Angka kesakitan
kanker servik tinggi

Stigma negatif masyarakat


terhadap penyakit Kanker servik Poster
Kurang adanya dukungan Leaflet
terhadap penderita kanker
servik

LINGKUNGAN MATERIAL

Gambar 4.1 Diagram Ishikawa


4.5Alternatif Pemecahan

4.5.1 Manusia
Masalah:
a. Kesadaran masyarakat masih kurang dalam pemeriksaan IVA

b. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit kanker leher rahim

Rencana :

1. Penyuluhan secara berkala mengenai penyakit kanker leher rahim

2. Menyediakan leaflet mengenai pentingnya pemeriksaan IVA di tempat


pelayanan kesehatan.
3. Memfasilitasi tenaga kesehatan dan kader IVA melakukan kunjungan
untuk dapat memberikan konseling terkait pentingnya deteksi dini
pemeriksaan iva dan pengobatannya
Pelaksana : pemegang program, dokter muda, dan kader Sasaran : masyarakat
di wilayah kelurahan Lambung Bukit Waktu : Oktober-November 2018
Tempat : Kelurahan Lambung Bukit

Target :masyarakat dan penderita kanker leher rahim di wilayah Kelurahan Koto Lua

4.5.2 Metode Masalah :


a. Kader belum bekerja maksimal

b. Pengetahuan kader kurang

c. Penjaringan suspek oleh puskesmas masih belum ada koordinasi yang baik

56
Rencana : penyegaran kader IVA dengan memberikan materi pengetahuan tentang
kanker servik

57
Pelaksana : pemegang program, dokter muda, dan tenaga kesehatan.

Sasaran : kader di wilayah kelurahan Lambung Bukit

Waktu : Oktober-November 2018

Tempat : Kelurahan Lambung Bukit

Target :kader IVA yang mampu menganjurkan penderita suspek kanker servik
untuk memeriksakannya dirinya ke puskesmas
4.5.3 Material Masalah :
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pemeriksaan IVA

b. Masih kurangnya ketersediaan media informasi tentang bahaya kanker


servik

Rencana : penyebaran leaflet serta penempelan poster tentang penyakit


kanker servik dan pentingnya pengobatan kanker servik di Kelurahan Lambung
Bukit.
Pelaksana : pemegang program, dokter muda, kader. Sasaran : masyarakat di
wilayah kelurahan Lambung Bukit Waktu : Oktober-November 2018
Tempat : Kelurahan Lambung Bukit

Target : Tersebarnya leaflet kepada masyarakat, penderita kanker servik serta


kader.

4.5.4 Lingkungan Masalah :


a. Stigma negatif masyarakat terhadap penyakit kanker servik

b. Kurang adanya dukungan terhadap penderita kanker servik

58
Rencana : Melakukan advokasi dengan pihak kelurahan mengenai
pentingnya pengetahuan tentang penyakit kanker servik dan pengobatannya
dengan pelaksananya adalah masyarakat, Lurah, ketua RT, ketua RW sebagai
penasehat,dan Puskesmas sebagai pembinanya
Pelaksana : pemegang program, dokter muda, kader. Sasaran : masyarakat di
wilayah kelurahan Lambung Bukit Waktu : Oktober-November 2017
Tempat : Kelurahan Lambung Bukit

Target : Perangkat desa dan Tokoh masyarakat Kelurahan.

59
BAB 5
RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM PDCA

5.1 Plan ( Tahap Persiapan )

Pada tahapan persiapan ini dilakukan wawancara pemegang program di

setiap UKP dan UKM, tinjauan terhadap laporan dari bulan Januari s/d Desember

tahun 2017 serta buku laporan pencatatan pemeriksaan IVA bulan Januari s/d

Agustus 2018 serta mengadakan konsultasi dengan pimpinan Puskesmas untuk

mengidentifikasi permasalahan yang terdapat disetiap bagian. Kegiatan ini

berlangsung dari tanggal 5 – 14 September 2018.

Prioritas masalah yang didapatkan adalah rendahnya cakupan pemeriksaan

IVA pada wanita usia subur. Pada laporan bulan Januari s/d Agustus tahun 2018,

jumlah wanita usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA adalah 90 dari target

1880. Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan cakupan

pemeriksaan IVA diantaranya yaitu:

1. Membentuk duta dan kader IVA (DIVA) yang berasal dari kader posbindu,

duta diambil dari pasien dengan hasil IVA positif. Selanjutnya diadakan

pelatihan terhadap kader agar lebih memahami tentang kanker serviks dan

pemeriksaan IVA. Nantinya kader ini juga diharapkan mampu memberikan

informasi mengenai pemeriksaan IVA terhadap wanita usia subur lainnya

dan mendorong untuk dilakukan pemeriksaan tersebut. Duta IVA

diharapkan menjadi role model serta membagikan pengalamannya dalam

60
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
pemeriksaan IVA, sehingga stigma wanita usia subur tentang pemeriksaan

IVA menjadi positif.

2. Pelaksanaan program Kartu Kendali IVA ( DIVA ). Program ini diawali

dengan pembuatan dan pencetakan kartu, kemudian melakukan kerjasama

dengan kader IVA yang telah terbentuk serta para bidan baik di poskeskel

ataupun bidan praktik swasta untuk pendistribusian kartu kendali pada

wanita-wanita usia subur di kelurahannya masing-masing. Kemudian

diadakan pelatihan mengenai cara pengisian kartu, pentingnya melakukan

pemeriksaan IVA, dan komunikasi efektif terhadap kader tersebut agar

dapat menyampaikan informasi mengenai pemeriksaan IVA dengan baik.

Para kader ini diharapakn menjadi lini pertama untuk mengenalkan

pemeriksaan IVA kepada wanita usia subur yang nantinya akan dilakukan

pemeriksaan.

3. Membentuk suatu Klinik Pauh Ramah Wanita (PERAWAN) bekerjasama

dengan Puskesmas Pauh untuk menjadi tempat pemeriksaan IVA ataupun

deteksi dini lainnya seperti pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) yang

nyaman bagi para wanita usia subur karena semua petugas kesehatan yang

terlibat dalam klinik ini adalah wanita, berjalan satu kali dalam satu

minggu yaitu pada hari Jum’at dan disebut dengan hari perawan.

4. Mengadakan penyuluhan mengenai kanker serviks dan pentingnya

melakukan pemeriksaan IVA terhadap wanita usia subur di wilayah kerja

Puskesmas Ambacang, khususnya di Kelurahan Pisang.

5. Menyediakan media promosi berupa leaflet dan poster mengenai

pentingnya melakukan pemeriksaan IVA.

61
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Tabel 5. 2 Jadwal Kegiatan PDCA
No Kegiatan September Oktober
I II III IV I II III
PERSIAPAN ( Plan )
1 Pertemuan internal
antara pemegang
program PTM,
PromKes, Kepala
Puskesmas, dan
Dokter Muda
2 Melakukan
pertemuan dengan
kader posbindu
yang akan dijadikan
kader IVA serta
bidan praktik swasta
untuk sosialisasi
kartu DIVA
3 Rencana
pembentukan klinik
PERAWAN di
Puskesmas Pauh
4 Bekerjasama dan
diskusi dengan
pemerintahan
tingkat Kelurahan di
Pisang
PELAKSANAAN ( Do )
1 Peresmian dan
sosialisasi klinik
PERAWAN di
Puskesmas Pauh
2 Membentuk DIVA
dan melakukan
pelatihan dengan
kader Posbindu
terkait pemeriksaan
IVA

62
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3 Penyuluhan
mengenai kanker
serviks dan
pentingnya
melakukan
pemeriksaan IVA
terhadap wanita usia
subur di Kelurahan
Pisang
4 Pendistribusian
kartu DIVA sebagai
pengingat untuk
melakukan
pemeriksaan IVA
kepada kader dan
WUS
5 Pembagian leaflet
dan pengadaan
poster di
Puskesmas.
MONITORING DAN EVALUASI ( Check )
1 Terbentuknya DIVA
2 Pengadaan Kartu
DIVA
3 Terbentuknya klinik
PERAWAN
4 Peningkatan
pengetahuan kader
melalui pre-test dan
post-test pada saat
pelatihan
5 Peningkatan
pengetahuan WUS
mengenai
pemeriksaan IVA
yang dinilai dari
pre-test dan post-
test pada saat
penyuluhan
6 Tersedianya leaflet
dan poster mengenai
pentingnya
melakukan
pemeriksaaan IVA
TINDAK LANJUT ( Action )

63
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1 Berjalannya
kegiatan DIVA dan
peningkatan
pengetahuan serta
keterampilan para
kader.
2 Berjalannya klinik
PERAWAN dengan
adanya sosialisasi
dan pemeriksaan
IVA secara berkala.
3 Berjalannya
program kartu
DIVA

5.2 Do ( Pelaksanaan )

1. Membentuk duta dan kader IVA (DIVA) dan melakukan pelatihan

dengan kader Posbindu terkait pemeriksaan IVA

2. Penyuluhan mengenai kanker serviks dan pentingnya melakukan

pemeriksaan IVA terhadap wanita usia subur di wilayah kerja

Puskesmas Ambacang, khususnya Kelurahan Pisang

3. Melakukan penyuluhan kepada kader dan bidan praktik swasta di

kelurahan Pisang mengenai kanker serviks dan IVA serta

mendistribusikan kartu DIVA sebagai pengingat untuk melakukan

pemeriksaan IVA.

4. Membentuk dan mensosialisasikan klinik PERAWAN pada wanita usia

subur

5. Pembagian leaflet dan pengadaan poster di Puskesmas.

64
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
5.3 Check ( Tahap Evaluasi )

Tahap ini bertujuan untuk megetahui kesuksesan jalannya kegiatan-kegiatan

pelaksanaan program kerja. Keberhasilan pelaksanaan dapat dilihat dari

terbentuknya DIVA, peningkatan pengetahuan kader mengenai pemeriksaan IVA

yang dinilai dari pre-test dan post-test pada saat pelatihan, meningkatkan

pengetahuan WUS mengenai pemeriksaan IVA yang dinilai dari pre-test dan post-

test pada saat penyuluhan, terbentuknya kartu DIVA, terbentuk dan berjalannya

klinik PERAWAN setiap hari Jum’at, tersedianya leaflet dan poster mengenai

pentingnya melakukan pemeriksaaan IVA di Puskesmas Pauh.

5.4 Action ( Tahap Berkelanjutan )

1. Berjalannya kegiatan DIVA dan peningkatan pengetahuan serta

keterampilan para kader dengan pemberian penyuluhan dan pelatihan

mengenai kanker serviks dan pemeriksaan IVA.

2. Berjalannya klinik PERAWAN dengan adanya sosialisasi dan

pemeriksaan IVA secara berkala.

3. Berjalannya program kartu DIVA yang ditandai dengan meningkatnya

cakupan pemeriksaan IVA yang dilakukan di klinik PERAWAN dengan

pencatatan yang baik.

65
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI (2014). Peraturan Menteri Kesehatan No. 75


tahun 2014 tentang Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI
2. Puskesmas Pauh. Laporan Tahunan Puskesmas Pauh Tahun 2017. Padang:
Puskesmas Pauh; 2018
3. Kementerian Kesehatan RI (2015). Panduan Program Nasional Gerakan
Pencegahan Dan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dan Kanker Payudara.
Jakarta
4. Kumalasari,Intan. (2012). Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba
Medika.
5. World health Organization.(2014). Comprehensive Cervical Cancer
Control A Guide to Essential Practice Second Edition. Diakses tanggal 14
September 2018 Melalui
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/144785/9789241548953_e
ng.pdf;jsessionid=B0587856ECE95D9F2A51318C13F5BB15?
sequence=1
6. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar (2015). Laporan Tahunan Akhir
2014.diakses pada tanggal 14 September 2018 melalui
http://dinkes.sumbarprov.go.id/.
7. Sari AP, Syahrul F (2014). Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan
Vaksinasi HPV pada Wanita Usia Dewasa.Jurnal Berkala Epidemiologi
Vol 2.No.3 hal 321-330

66
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
8. Mulyati Sri, Suwarsa Oki, Arya IFD (2015). Pengaruh Media Film
Terhadap Sikap Ibu pada Deteksi Dini Kanker Serviks. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol 2. No.01 hal 16-24
9. Kementerian Kesehatan RI (2013). Pedoman Teknis Pengendalian Kanker
Payudara dan Kanker Leher Rahim. Jakarta.
10. Aziz, M. F. (2002). Skrining dan deteksi dini kanker serviks. Dalam H. M.
Ramli, R. Umbas, & S. S. Panigoro, editor. Deteksi dini kanker. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;. h. 97-110
11. Kustiyati, Sri dan Winarni (2011). Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Dengan Metode Iva
12. Tapan E. Kanker Serviks. (2005) Kanker, Antioksidan dan Terapi
Komplementer. Jakarta: PT Elex Media Komputindo;. h. 13-20.
13. Sjamsuddin S. Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Cermin
Dunia Kedokteran; 2001. 133: 9-13.
14. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Dalam : Hartanto H.,Darmaniah N.,
Wulandari N., editor. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta :
EGC; 2007. h. 765-766.Kementerian Kesehatan RI (2015). Panduan
Program Nasional Gerakan Pencegahan Dan Deteksi Dini Kanker Leher
Rahim Dan Kanker Payudara. Jakarta
15. Crum CP. The Female Genital Tract. Dalam : Kumar V, Abbas AK, Fausto
N. Robbins and Cotran, editor. Pathologic Basis of Disease. Edisi 7.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. h. 1072-1073
16. Bagian Obstetri dan Ginekologi. Ginekologi. Bandung: FK UNPAD; 1981.
h. 129-132.
17. SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Karsinoma Serviks Uteri.
Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda
Kallimantan Timur. Edisi VI. Samarinda; 2006. h. 93-94.
18. Gray RH, Kigozi G, Serwadda D, et al. The effects of male circumcision
on female partner’s genital tract symptoms and vaginal infections in a
randomized trial in Rakai, Uganda. Am J Obstet Gynecol; 2009. 200(1):
42.e1-42.e7.

67
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
19. Setyarini E. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Kanker
Serviks di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Ilmu Kesehatan; 2009.
20. Jonathan SB, Neville F, Hacker. Practical Gynecologic Oncologic. Edisi 3.
Philadelphia: Lippincott William; 2000. h.
21. Yellia M. Mengenal Kanker. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi
Kanker. Depok : PT Agromedia Pustaka; 2009. h. 1,9.
22. Andrijono, Dr. Sp.OG(K). Sinopsis Kanker Ginekologik. Jakarta: Divisi
Onkologi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI; 2004. h. 56,66.
23. Schiffman M, Castle PE. The Promise of Global Cervical Cancer
Prevention. The New England Journal of Medicine; 2005. 353: 2102-2103.
24. Epocrates online. Abnormal Pap Smear. 2009. (Online).
(https://online.epocrates.com/data_dx/reg/1123/img/1123-3-iline.gif,
diakses 16 September 2018).
25. Kusuma F, Moegni EM. Penatalaksanaan Tes Pap Abnormal. Cermin
Dunia Kedokteran; 2001. 133: 23.
26. Novel SS, Safitri R, Nuswantara S. Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui
Uji Sitologi dan DNA HPV. Cermin Dunia Kedokteran; 2010. 37: 91-92.
27. Sukarja IDG. Onkologi Klinik. Airlangga. Edisi II. Surabaya: University
Press; 2000.
28. National Cancer Institute. What You Need To Know About “Cervical
Cancer”. 2008. (Online).
(http://www.cancer.gov/cancertopics/wyntk/cervix.pdf, diakses tanggal 16
September 2018).
29. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan

Masyarakat. Diunduh dari :

http://www.aidsindonesia.or.id/uploads/20170210134843.keputusan_ment

eri_kesehatan_nomor_128_menkes_sk_ii_2004_tentang_kebijakann_dasar

_pusat_kesehatan_masyarakat.pdf diakses 15 September 2018.

68
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
30. Dinas Kesehatan Kota Padang. Profil Kesehatan Kota Padang 2015.

Padang: Dinas Kesehatan Kota Padang; 2016.

69
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai