Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL MIDWIFERY PROJECT

“SOSIALISASI BAHAYA PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA


BAGI ORANG TUA/ WALI DI SMP 30
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN”

Disusun Oleh :
Yoelva Giovanny E.S (11194992110104)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS :Sosailisasi Bahaya Pernikahan Dini Pada Remaja Bagi


Orang Tua Di SMP 30 Wilayah Kerja Puskesmas Terminal
Banjarmasin
NAMA MAHASISWA :Yoelva Giovanny E.S (11194992110104)

Banjarmasin, 2023

Menyetujui,

Ruang KIA Program Studi Pendidikan


Puskesmas Terminal Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Pendidikan(PP)

Hj. Subaikah,AM.Keb Lisda Handayani. SST., M.Kes


NIP. 1986106 200803 2 001 NIK. 11660620
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Sosailisasi Bahaya Pernikahan Dini Pada Remaja Bagi


Orang Tua Di SMP 30 Wilayah Kerja Puskesmas Terminal
Banjarmasin
NAMA MAHASISWA : Yoelva Giovanny Elizabeth Saragih (11194992110104)

Banjarmasin, 2023

Menyetujui

Ruang KIA Program Studi Pendidikan


Puskesmas Terminal Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Pendidikan(PP)

Hj. Subaikah,AM.Keb Lisda Handayani,S.S.T.,M.Kes


NIP. 1986106 200803 2 001 NIK. 116606201305
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kebidanan
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia

Ika Mardiatul Ulfa,


NIK. 1166122009027

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai
kemudahan, petunjuk serta karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Midwifery Project yang berjudul “Sosialisasi Bahaya
Pernikahan Dini Pada Remaja Bagi Orang Tua/ Wali Di SMP 30 Wilayah Kerja
Puskesmas Terminal Banjarmasin” dengan baik dan tepat waktu. Dalam
penyusunan laporan penulis telah mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. RR. Dwi Sogi Sri Redjeki, S.KG.,M.Pd selaku Rektor Universitas Sari
Mulia.
2. Anggrita Sari, S.Si.T., M.Pd., M.Kes selaku Wakil Rektor I Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan.
3. H. Ali Rakhman Hakim, M. Farm., Apt selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia.
4. Ika Mardiatul Ulfa, SST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Universitas Sari Mulia.
5. Lisda Handayani, SST., M.Kes selaku Preseptor Pendidikan (PP) yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan dukungan.
6. Hj. Subaikah,AM.Keb selaku Preseptor Klinik (PK) yang senantiasa
memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan dan perbaikan
laporan ini.
7. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Profesi Kebidanan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin yang telah memberikan dukungan baik
berupa motivasi maupun kompetisi yang sehat dalam penyusunan laporan.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang ikut andil
dalam terwujudnya laporan.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,
hal ini karena adanya kekurangan dan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh

iv
v

karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Banjarmasin, Januari 2023


DAFTAR ISI

LAPORAN MIDWIFERY PROJECT......................................................................1

LEMBAR PERSETUJUAN...................................Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PENGESAHAN....................................Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

DAFTAR ISI...........................................................................................................vi

BAB I.......................................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................3

C. Tujuan...............................................................................................................3

1. Umum............................................................................................................3
2. Khusus...........................................................................................................3
D. Manfaat.............................................................................................................4

BAB II......................................................................................................................5

A. Konsep Teori.....................................................................................................5

1. Latar Belakang Orang Tua............................................................................5


2. Tingkat Pendidikan.......................................................................................6
3. Tingkat Pengetahuan.....................................................................................8
B. Konsep Program................................................................................................9

1. Pendidikan Pengetahuan Orang Tua.............................................................9


2. Kesehatan Reproduksi.................................................................................11
C. Kerangka Konsep............................................................................................13

vi
vii

BAB III..................................................................................................................14

A. Desain Program...............................................................................................14

B. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan......................................................................14

C. Populasi dan Sasaran Program........................................................................14

D. Teknis Pelaksanaan Program..........................................................................14

E. Bahan dan Alat................................................................................................15

F. Luaran Program..............................................................................................15

G. Metode Evaluasi..............................................................................................16

BAB IV..................................................................................................................17

D. Pelaksanaan Program......................................................................................17

1. Deskripsi Program.......................................................................................17
2. Tujuan Program...........................................................................................18
3. Hasil Program.............................................................................................19
4. Keberlanjutan Program...............................................................................19
5. Evaluasi Program........................................................................................20
BAB V....................................................................................................................24

A. Kesimpulan.....................................................................................................24

B. Saran...............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

LAMPIRAN...........................................................................................................28
8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan orang tua juga memiliki peranan dalam keputusan buat
anaknya, karena keluarga merupakan pendidik anak pertama dan utama. Maka hal
tersebut berpengaruh dalam peranan keputusan untuk menikah yang dipengaruhi
oleh pengetahuan berdasar pendidikan. Peran orang tua sangat penting dalam
membuat keputusan menikah di usia muda dimana keputusan untuk menikah di
usia muda merupakan keputusan yang terkait dengan latar belakang relasi yang
terbangun antara orang tua dan anak dengan lingkungan pertemanannya.
Desiyanti (2015) Faktor-Faktor yang Berhubungan Terhadap Pernikahan
Dini Pada Pasangan Usia Subur di Kecamatan Mapanget Kota Manado diperoleh
9
bahwa terdapat hubungan antara pendidikan orang tua dengan kejadian
pernikahan dini yang berarti bahwa orang tua yang memiliki pendidikan rendah
memiliki peluang lebih besar untuk melaksanakan pernikahan dini dibandingkan
orang tua yang memiliki pendidikan tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
pendiddikan orang tua memberikan pengaruh terhadap mementukan usia menikah
anaknya. Hasil penelitian yang sama yaitu penelitian Wulandari (2017) tentang
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Dini pada Wanita diperoleh
informasi bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan signifikan terhadap usia
menikah anak. Tingkat pendidikan yang tinggi dengan tingkat pendidikan yang
rendah menjadikan perbedaan pengambilan keputusan untuk menikah. Wanita
yang menikah di usia dini sebagian besar memiliki pengetahuan rendah
dibandingkan yang tidak melakukan pernikahan dini karena memiliki pendidikan
tinggi.
Pengetahuan orangtua juga berperan terhadap pernikahan dini yang terjadi
dimasyarakat. Banyak orangtua yang tidak begitu meperhatikan dampak yang
diakibatkan dari pernikahan dini. Orangtua cenderung menikahkan anaknya
terutama wanita ketika sudah selesai menempuh pendidikan menengah atas,
orangtua tidak begitu mempertimbangkan dampak psikologis bagi si anak dan
juga dampak jangka panjangnya seperti kesehatan anaknya ketika mengandung
nanti serta resiko melahirkan di usia yang masih muda. Terutama di daerah
pedesaan yang masih terpengaruh oleh pradigma masyakat agar anaknya tidak
menjadi perawan tua. Orangtua sepertinya belum mengetahui secara jelas
mengenai peraturan-peraturan pemerintah tentang pernikahan serta syarat-syarat
1
0

yang harus dipenuhi sebelum melangsungkan pernikahan. Peraturan tersebut


sesungguhnya untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat
pernikahan dini.
Hasil penelitian Septiani (2017) tentang Hubungan Pengetahuan
Responden dan Faktor Demografi Dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan
Banyumanik Tahun 2016 diperoleh informasi tingkat pengetahuan memiliki
hubungan signifikan dengan pernikahan dini. Hal ini secara tidak langsung
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan memiliki pengaruh terhadap seseorang
untuk menentukan usia menikahnya. Hasil penelitian yang sama Azizah (2017)
diperoleh informasi bahwa pengetahuan memberikan pengaruh terhadap
pernikahan dini. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan akan memberikan pengaruh terhadap usia menikah anak.
Faktor ekonomi merupakan faktor yang kerap terjadi sebagai penyebab
pernikahan dini. Banyak orangtua yang memutuskan untuk menikahkan anaknya
karena faktor ekonomi. Dalam hal ini yang disoroti yaitu pendapatan orangtua,
orangtua dengan pendapatan yang rendah cenderung menikahkan anaknya diusia
muda karena tidak mampu membiayai anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi sehingga menikahkan anaknya untuk mengurangi beban
keluarga.
Hasil penelitian Septiani (2017) tentang Hubungan Pengetahuan
Responden dan Faktor Demografi Dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan
Banyumanik Tahun 2016 diperoleh informasi tingkat pendapatan orang tua
memiliki hubungan signifikan dengan pernikaha dini. Hal ini secara tidak
2

langsung menunjukkan bahwa tingkat pendapatan orang tua memiliki pengaruh


terhadap seseorang untuk menentukan usia menikahnya. Hasil penlitian Sari
(2018) tentang Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Pendapatan Bersih
Orang Tua terhadap Usia Pernikahan di Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang Tahun 2018 diperoleh informasi bahwa tingkat
pendapatan bersih orang tua memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
usia pernikahan anak.
Selain itu, pendidikan juga menjadi salah satu faktor lainnya yang
mempengaruhi terjadinya pernikahan dini. Diantaranya yaitu tingkat pendidikan
remaja serta pendidikan orang tua. Dalam kehidupan seseorang, menyikapi
masalah dan membuat keputusan termasuk hal yang lebih kompleks serta
menunjukkan kematangan psikososialnya. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan seseorang (Sarwono, 2007). Tingkat pendidikan maupun
pengetahuan anak yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan
melakukan pernikahan di usia dini (Alfiyah, 2010).
Pendidikan orang tua juga memiliki peranan dalam keputusan untuk
anaknya. Selain itu, dalam lingkungan keluarga, pendidikan anak merupakan hal
yang utama (Nandang, 2009). Peran orang tua terhadap kelangsungan pernikahan
dini pada dasarnya tidak terlepas dari tingkat pengetahuan orang tua yang
dihubungkan pula dengan tingkat pendidikan orang tua (Juspin, 2012).
Selain itu pendapatan juga mempengaruhi pernikahan usia dini. Ekonomi
berpengaruh terhadap ketidakmampuan orang tua untuk membiayai anaknya
dalam meraih masa depan yang lebih baik melalui pendidikan. Terutama bagi
perempuan, dimana kondisi ekonomi yang sulit yang berpengaruh terhadap
pendapatan yang rendah, para orang tua memilih mengantarkan putri mereka
menikah, karena paling tidak sedikit banyak beban mereka akan berkurang. Bagi
sebuah keluarga miskin, pernikahan usia dini dianggap menyelamatkan masalah
ekonomi sosial keluarga (Muzaffak, 2013).
Berdasarkan data yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas terminal Tahun 2019
terdapat 2 kasus usia pernikahan dini, di Tahun 2020 terdapat 2 kasus pernikahan
dini dan pada Tahun 2021 terjadi kenaikan mencapai 1 kasus pernikahan dini di
Wilayah Kerja Puskesmas terminal Banjarmasin pernah terdapat kasus kematian
pada remaja yang melakukan pernikahan dini pada saat melahirkan Tahun 2020.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan penelitian
tentang “Sosialisasi Bahaya Pernikahan Dini Terhadap Remaja Bagi Orang
Tua/Wali Di SMP 30 Wilayah Kerja Puskesmas Terminal Banjarmasin” Tahun
2023.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan mini project melalui
“Sosialisasi Bahaya Pernikahan Dini Terhadap Remaja Bagi Orang Tua/ Wali Di
SMP 30 Wilayah Kerja Puskesmas Terminal Banjarmasin “ sebagai bentuk upaya
untuk memfasilitasi permasalahan dan pengetahuan orang tua remaja di wilayah
kerja Puskesmas Terminal.

C. Tujuan
D. Umum
Sebagai upaya penambahan pengetahuan orang tua untuk mengetahui bahayanya
pernikahan dini pada remaja yang terjdi di SMP 30 Banjarmasin
E.Khusus
a. Mahasiswa mampu menganalisis hasil pengkajian wilayah dalam menentukan
masalah di Puskesmas Terminal Banjarmasin.
b. Mahasiswa mampu merancang desain program berdasarkan hasil pengkajian
wilayah di Puskesmas Terminal Banjarmasin
c. Mahasiswa mengimplementasikan program yang telah dirancang di
Puskesmas terminal Banjarmasin

1
2

d. Mahasiswa mampu mengevaluasi pelaksanaan program yang telah


dilaksanakan di Puskesmas Terminal Banjarmasin.

F. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengalaman belajar bagi mahasiswa dalam meracang.
melaksanakan dan mengevaluasi program kesehatan dan atau penelitian
berbasis kesehatan remaja.
2. Bagi Tempat Pelayanan
Dapat dijadikan sebagai bahan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
Kesehatan Remaja khususnya di Puskesmas Terminal Banjarmasin.
3. Bagi Institusi
Dapat dijadikan sumber informasi atau bahan bacaan bagi mahasiswa
Universitas Sari Mulia Banjarmasin khususnya program studi profesi bidan
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam melakukan mini
project pada kesehatan remaja.
4. Bagi Sasaran (Orang Tua)
Sebagai sarana informasi untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan
wawasan orang Tua terutama mengenai pengetahuan tentang pernikahan dini
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orang Tua

2.1.1 Latar Belakang Orang Tua

Latar belakang orang tua seperti karakteristik, pendidikan, pengetahuan, ekonomi,


sosial, budaya keluarga akan mempengaruhi rencana nikah pada anaknya. Dalam
penelitian ini yang dimaksud latar belakang orang tua meliputi tingkat
pengetahuan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan orang tua.
2.1.2 Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 1 Ayat 1). Pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education), ini
berarti usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir sampai tutup usia,
sepanjang manusia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan
dirinya (Burhanudin dalam Sulistyo, 2016).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Wungow, 2017). Pendidikan sering
diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Selanjutnya, pendidikan
diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh sesorang atau kelompok orang lain
4

agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih
tinggi dalam arti mental (Hasbullah dalam Wungow, 2017).
Bahwa pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam
kehidupan sebagai upaya untuk menyeimbangkan kondisi dalam diri dengan
kondisi luar diri. Proses penyeimbangan ini merupakan bentuk survive yang
dilakukan agar diri dapat mengikuti setiap kegiatan yang berlangsung dalam
kehidupan Saroni (2011: 10).
Pendidikan merupakan faktor penting bagi masyarakat, kualitas
masyarakat atau bangsa sangat bergantung pada pendidikan yang ada pada rakyat
bangsa tersebut ,Pendidikan akan memberikan dampak positif bagi para generasi
muda dan juga pendidikan akan meyiapkan generasi yang baik dan bagus bagi
Negaranya. Maka dari itu para pendidik harus membutuhkan keuletan dan
kesabaran didalam mengajarnya (syah, 2012:11).
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuaan
umum seseorang termasuk di dalam peningkatan penguasaan teori dan
keterampilan, memutuskan dan mencari solusi atas persoalan-persoalan yang
menyangkut kegiatan di dalam mencapai tujuannya, baik itu persoalan dalam
dunia pendidikan ataupun kehidupan sehari-hari (Notoadmodjo 2014:77), jika
pendidikan formal dalam suatu organisasi merupakan suatu proses pengembangan
kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan.
Pendidikan merupakan modal yang sangat penting dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat.Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia kita dapat
5
memperoleh banyak pengetahuan seperti pengetahuan tentang moral, agama,
kedisiplinan dan masih banyak lagi yang lainnya. Kurikulum dalam pendidikan
Indonesia pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah
atau di perguruan tinggi melalui bidang studi yang dipelajari dengan cara
pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta
menyimpulkannya.
Tujuan pokok pendidikan adalah membentuk anggota masyarakat menjadi
orang-orang yang berpribadi, berperikemanusiaan maupun menjadi anggota
masyarakat yang dapat mendidik dirinya sesuai dengan watak masyarakat itu
sendiri, mengurangi beberapa kesulitan atau hambatan perkembangan hidupnya
dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun mengatasi
problematikanya (Ahmad, 2011: 3). Jenjang pendidikan adalah tahapan
pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan (UU Nomor 20
Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1).
Jenjang pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi, memiliki pengertian adalah sebagai berikut.
1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi


jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).
6

Ihsan (2011: 26) bahwa “sekolah dasar sebagai satu kesatuan


dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun. Tujuan pendidikan
sekolah dasar dikemukakan Ihsanudin (Dalam Wardiyanto, 2015) yaitu: (1)
memberikan bekal kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, (2)
memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa
sesuai dengan tingkat perkembangannya, (3) mempersiapkan siswa untuk
mengikuti pendidikan di SLTP.
2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.


Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).
3) Pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan


menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan
tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi (Undang-
undang nomor 20 tahun 2003).
7

Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah


tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh disekolah oleh kepala
keluarga berdasarkan ijazah terakhir yaitu Sekolah Dasar (SD atau sederajat);
Sekolah Menengah Pertama (SMP atau sederajat); Sekolah Menengah Atas
(SMA atau sederajat); Perguruan tinggi.

2.1.3 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi
melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi
terhadap obyak. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmojo, 2014). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014)
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal.
Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk
mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun
tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan
terhadap suatu obyek tertentu (Mubarak, 2010). Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behaviour).
Notoatmodjo (2014) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
sangat banyak antara lain pendidikan, umur, pekerjaan, lingkungan, usia, serta
sistem sosial. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan
8

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-
hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Notoatmodjo (2014), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk berperan.
Notoatmodjo (2014) pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja
umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
Notoatmodjo (2014) usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang
belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan
kematangan jiwa.
Notoatmodjo (2014), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok. Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat
dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

2.1.4 Pendapat Orang Tua

Pendapatan adalah segala penghasilan baik berupa uang atau barang yang
diterima sebagai balas jasa atau prestasi (Prayitno dalam Suhartatik, 2012: 18).
Menurut Biro Pusat Statistik, pendapatan yang diterima tidak hanya berupa uang
merupakan penghasilan yang diterima biasanya sebagai balas jasa, sumber utama,
gaji atau upah (BPS, 2006:31). Kondisi sosial ekonomi seseorang dapat dilihat
dari jenis pekerjaan, jumlah keluarga, tanggungan dalam keluarga, pendapatan,
pengeluaran, jenis tempat tinggal, kepemilikan kendaraan dan barang-
barang(Arifien, Edu Geography :2016)

Pendapatan riil yang berbeda pada setiap keluarga akan menentukan


golongan ekonomi mereka. Pendapatan yang diterima kepala keluarga pada
penelitian ini dapat digolongkan menjadi 4 golongan yaitu adalah sebagai berikut.
9
1) Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan rata – rata lebih
dari Rp 3.500.000 per bulan.
2) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata – rata antara Rp
2.500.000 s/d Rp 3.500.000 per bulan.
3) Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata – rata antara Rp
1.500.000 s/d Rp 2.500.000 per bulan
4) Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata – rata kurang
dari Rp 1.500.000 per bulan.

Pekerja memiliki hak yang harus diterima salah satu hak nya adalah
menerima upah atau balas jasa. Untuk mewujudkan penghasilan yang layak maka
pemerintah menetapkan perlindungan yang layak yaitu penetapan upah minimum.
Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan
10

tunjangan tetap. Tujuan ditetapkannya upah minimum adalah sebagai jaring


pengaman agar upah tidak merosot, mengurangi kesenjangan upah terendah dan
tertinggi dan meningkatkan penghasilan pekerja (Keputusan Gubernur Jawa
Tengah, 2014: 5).
Pendapatan yang diperoleh seseorang akan digunakan untuk membiayai
kebutuhan hidup sehari-hari, baik untuk pangan, sandang, papan yang merupakan
kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Selain untuk konsumsi seperti itu
pendapatan juga dialokasikan untuk tabungan bila memungkinkan pengeluaran itu
selain untuk pemenuhan kebutuhan hidup disesuaikan dengan pendapatannya
(Purwanti, Puji 2005:39). Tingkat pendapatan adalah seluruh penghasilan berupa
uang yang diperoleh/diterima baik dari pendapatan pokok maupun pendapatan
sampingan dari suami dan istri dalam satu bulan. Tingkat kontribusi pendapatan
dari para pelaku moblitas sirkuler khususnya penglaju terhadap keluarga cukup
tinggi hal ini disebabkan intensitas pemberian remitan yang cukup tinggi sebesar
65% dengan intensitas pemberian pendapatan 7-12 kali dalam setahun. Dalam
penelitian ini yang akan diteliti adalah pendapatan keluarga pada dasarmya terbagi
menjadi tiga sumber, yaitu: upah dan gaji, usaha rumah tangga, dan pendapatan
lainnya. Pendapatan lainya berasal dari pekerjaan sampingannya.
Pengeluaran rumah tangga untuk keperluan pangan mencapai 49,60
persen, dan sisanya 50,40 persen untuk pengeluaran nonpangan. Fenomena yang
menarik untuk dijelaskana adalah, tingginya pengeluaran untuk belanja keperluan
makanan dan minuman jadi, yaitu mencapai 26,58% dari jumlah pengeluaran
untuk keperluan pangan (BPS, 2015).

2.2 Pernikahan

2.2.1 Pengertian Pernikahan

Pernikahan merupakan suatu proses awal terbentuknya kehidupan


keluarga dan merupakan awal dari perwujudan bentuk-bentuk kehidupan manusia.
Kehidupan sehari-hari manusia yang berlainan jenis kelaminnya yang diciptakan
oleh Tuhan Yang Maha Esa laki-laki dan perempuan secara alamiah mempunyai
daya tarik-menarik antara yang satu dengan yang lain untuk berbagi kasih sayang
dalam mewujudkan suatu kehidupan bersama atau dapat dikatakan ingin
membentuk ikatan lahir dan batin untuk mewujudkan suatu keluarga atau rumah
tangga yang bahagia, rukun dan kekal.
Pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor Tahun 1974,
11
diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam penjelasan ditegaskan
lebih rinci bahwa sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila yang
pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan
saja mempunyai unsur lahir/ jasmani, tetapi unsur bathin /rohani juga mempunyai
peranan yang penting (Sudarsono, 2011:9).
Soedharyo dalam Nurussyifa (2014:9) menyebutkan bahwa perkawinan
adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam
ini berkembang biak. Perkawinan menurut ajaran islam menurut Elmubarok
dalam Nurussyifa’ (2014:9) adalah perjanjian atau kontrak yang diberkahi antara
seorang pria dan seorang wanita dimana masing-masing menjadi diizinkan bagi
satu sama lainnya dan untuk memulai perjalanan hidup yang panjang dalam
12

semangat cinta, kerjasama, keselarasan dan toleransi, dimana masing-masing


menjadi dimudahkan oleh satu dengan yang lainnya melalui suatu pertalian yang
kokoh, kuat, tidak mudah putus dan diputuskan.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka disimpulkan bahwa
perkawinan adalah suatu ikatan antara seorang pria dan wanita yang diakui secara
sosial dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal. Perkawinan bukan merupakan komponen yang langsung mempengaruhi
pertambahan penduduk akan tetapi mempunyai pengaruh cukup besar terhadap
fertilitas yang merupakan salah satu unsur pertumbuhan penduduk.
Tujuan perkawinan suami istri di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Menyatakana bahwa yang menjadi adalah untuk membentuk
keluarga(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang
Maha Esa. Sebagaimana penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tetang Perkawinan bahwa perkawinan memiliki hubungan yang erat sekali
dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur
lahir/jasmani, tapi unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting.
Pembentukan keluarga yang bahagia itu erat hubungannya dengan keturunan,
dengan demikian yang menjadi tujuan perkawinan menurut perundangan adalah
untuk kebahagian suami istri, untuk mendapatkan keturunan dan menegakkan
keagamaan, dalam kesatuan keluarga yang bersifat pariental (ke-orangtua-an)
Pernikahan berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dianggap sah apabila dilaksanakan menurut
hukum agamanya dan kepercayaannya masing-masing. Bahwa yang dimaksud
13

dengan hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan


perundang-undangan yang barlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya
itu asal tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang.
Pernikahan dikatan sah tidaknya berdasarkan rumusan pasal 2 ayat 1 dapat
disimpulkan bahwa suatu pernikahan adalah semaa-mata ditantukan oleh
ketentuan agama dan kepercayaan mereka yang hendak melaksanakan
pernikahan.Ini berarti bahwa suatu pernikahan yang dilaksanakan bertentangan
dengan ketentuan hukum agama, dengan sendirinya menurut Undang-Undang
Perkawinan ini dianggap tidak sah dan tidak mempunyai akibat hukum sebagai
ikatan pernikahan. Karena itulah, pernikahan yang sarat akan nilai dan bertujuan
untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawwadah dan
rahmah, perlu diatur dengan syarat-syarat tertentu agar tujuan dari pernikahan
dapat tercapai.
Pernikahan yang akan dilangsungkan harus didasarkan atas persetujuan
calon mempelai. Hal ini sesuai dengan pasal 6 ayat 1 UU Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasannya maksud dari ketentuan
tersebut, agar suami isteri yang akan menikah itu kelak dapat membentuk
keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai dengan hak asasi manusia, maka
pernikahan tersebut tanpa ada paksaan dari pihak manapun atau dengan istilah lain
kawin paksa. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi syarat-ayarat pernikahan
yang lain yang sudah ditentukan. Namun dalam masyarakat yang telah maju tidak
berlaku lagi adanya “nikah paksa”, oleh karena itu adanya persetujuan diri kedua
14

calon mempelai merupakan syarat utama dalam pernikahan di Indonesia yang


berlaku sekarang.
Pasal 6 ayat 2 menentukan bahwa untuk melangsungkan pernikahan,
seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua
orang tua. Namun jika salah seorang dari kedua orang tua itu meninggal dunia,
izin cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang
masih mampu untuk menyatakan kehendaknya.Jika kedua orang tua telah
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan
kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari wali atau orang yang memelihara
atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalan garis keturunan lurus ke
atas selama mereka masih hidup dan mampu menyatakan kehendaknya. Namun
jika terjadi perbedaan pendapat antara orang-orang tersebut atau mereka tidak
dapat menyatakan kehendaknya maka pengadilan dalam daerah hukum tempat
tinggal orang yang akan melangsungkan pernikahan yang memberikan izin
asalkan atas permintaan dari orang yang akan melangsungkan pernikahan.
Pernikahan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat izin dari kedua orang tua, hal ini sesuai dengan pasal 6 ayat 2 UU
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Jadi bagi pria atau wanita yang telah mencapai
umur 21 tahun tidak perlu adanya izin dari orang tua untuk melangsunkan
pernikahan sedangkan yang perlu adanya izin dari orang tua untuk
melangsungkan pernikahan ialah pria yang telah mencapai umur 19 tahun dan
bagi wanita yang telah mencapai umur 16 tahun sesuai dengan pasal 7 ayat 1 UU
15

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Seseorang yang di bawah umur tersebut berarti
belum boleh melakukan pernikahan sekalipun diizinkan orang tua.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang larangan untuk
melangsungkan pernikahan dimana orang-orang tersebut mempunyai hubungan
persaudaraan yaitu pasal 8 Undang-Undang Pernikahan yang menyebutkan bahwa
suatu pernikahan dilarang antar dua orang apabila.
1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.

2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,


antara seseorang dengan saudara orang tua dan antara seseorang dengan
saudara neneknya.
3) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan bapak atau ibu
tiri.
4) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan,
dan bibi-paman susuan.
5) Berhubungan saudara dengan isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih
dari seorang.
6) Mempunyai hubungan yang oleh agama atau peraturan lain yang berlaku
dilarang menikah.
7) Seorang yang masih terikat tali pernikahan dengan orang lain, dispensasi oleh
pengadilan.
8) Seseorang yang masih terikat tali pernikahan dengan orang lain tidak dapat
menikah lagi, kecuali dalam hal yang telahdisebutkan dalam pasal 3 ayat
2 dan pasal 4. Jadi apabila seseorang ingin menikah lagi tanpa harus
16

menceraikan isteri sebelumnya maka orang tersebut harus mendapatkan izin


atau dispensasi dari pengadilan untuk melaksanakan pernikahan kepada
suami yang ingin beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak
yang bersangkutan dalam hal ini adalah isteri sebelumnya, dengan cara
mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya
(Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974).
Pasal 4 ayat 2 UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pengadilan dalam
hal ini hanya dapat memberikan izin kepada seorang suami yang beristeri lebih
dari seorang apabila.
1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang isteri
2) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Jadi apabila seseorang ingin menikah lagi tanpa harus menceraikan isteri
sebelumnya maka orang tersebut harus mendapatkan dispensasi dari pengadilan
untuk melaksanakan pernikahan.

2.2.2 Pernikahan Usia Dini

1) Pengertian Pernikahan Usia Dini


Istilah pernikahan usia dini atau pernikahan usia muda ini sebenarnya tidak
dikenal dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) tetapi yang lebih popular
adalah pernikahan dibawah umur yaitu pernikahan pada usia dimana seseorang
tersebut belum mencapai dewasa. Umumnya pernikahan ini dilakukan oleh
pemuda dan pemudi yang belum mencapai taraf ideal untuk melangsungkan suatu
pernikahan. Bisa dikatakan mereka belum mapan secara emosional, financial, serta
belum siap secara fisik dan psikisRemaja menengah (middle adolescence).
Pernikahan usia dini menurut Islam adalah pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan yang belum baligh14. Dalam undang-undang No 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, bab 11 pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa usia minimal pernikahan
bagi laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan usia minimal 16 tahun. Pernikahan
dini berarti pernikahan dimana salah satu calon pengantin berusia dibawah 19
atau 16 tahun. Pernikahan dibawah usia minimal diperbolehkan oleh negara
dengan syarat dan ketentuan tertentu.
2) Faktor Pendorong Terjadinya Pernikahan Usia Dini
Sehubungan dengan pernikahan usia dini, maka ada faktor pendorong terjadinya
pernikahan usia dini. Menurut beberapa ahli faktor-faktor pendorong terjadinya
17
pernikahan usia dini adalah sebagai berikut ::
15

1)Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga.


2)Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk pernikahan usia dini, bagi
pasangan itu sendiri maupun keturunannya.
Sifat kolot yang tidak mau menyimpang dari ketentuan- ketentuan adat
kebanyakan orang tua di desa mengatakan bahwa mereka itu menikahkan anaknya
begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja
3)Terjadinya pernikahan usia dini menurut Hollean disebabkan oleh:

1) Masalah ekonomi keluarga


2)Orang tua meminta prasyarat kepada keluarga laki-laki apabila mau menikahkan
anak gadisnya.
3)Bahwa dengan adanya pernikahan tersebut, maka dalam keluarga gadis akan
berkurang satu anggota keluarga yang menjadi tanggung jawab(makanan, pakaian,
pendidikan dan sebagainya).
Selain menurut para ahli ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya
perkawinan usia muda yang sering dijumpai dilingkungan masyarakat kita yaitu:
1.Faktor Internal
a)Pendidikan
Faktor pendidikan menjadi salah satu penyebab terjadinya pernikahan usia
dini. Rendahnya tingkat pendidikan seorang remaja mendorong terjadinya
pergaulan bebas, karena si remaja memiliki banyak waktu luang dimana pada saat
bersamaan mereka seharusnya berada dilingkungan sekolah. Banyaknya waktu
luang yang tersedia mereka pergunakan pada umumnya untuk bergaul yang
mengarah kepada pergaulan bebas diluar kontrol mengakibatkan banyaknya terjadi
kasus hamil pra nikah, sehingga terpaksa dinikahkan walaupun masih berusia
zrsangat muda.
b) Hamil Diluar Nikah
Adapula faktor karena si remaja hamil diluar nikah yang terpaksa harus
dinikahkan untuk menghindari aib keluarga mereka serta terhindar dari sanksi adat
berupa denda. Orangtua lebih memilih untuk segera menikahkan anaknya.
Pengetahuan agama yang rendah dapat mendorong remaja melakukan hubungan
seks bebas dan bisa mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan
yang terjadi akibat seks bebas menjadi beban mental yang luar biasa. Kehamilan
yang dianggap “kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi
pelaku bahkan keturunannya. Maka hal inilah yang dapat mendorong terjadinya
pernikahan usia dini secara terpaksa bagi para remaja.
1.Faktor Eksternal
a) Ekonomi
18
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup digaris
kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya, maka anak wanitanya
dinikahkan dengan orang yang dianggap mampu.
b) Faktor Orang Tua
Orang tua khawatir terkena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-
laki yang sangat berlebihan sehingga segera mereka menikahkan anaknya dan
kurangnya pengetahuan orang tua tentang adanya UU Perkawinan No.1 Tahun
1974.
c) Media Massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kian
permisif terhadap seks.
d)Faktor Adat-istiadat
Menurut adat-istiadat pernikahan sering terjadi karena sejak kecil anak telah
dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Bahwa pernikahan anak-anak untuk segera
direalisasikan hubungan kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-laki dan
kerabat mempelai perempuan yang memang telah lama mereka inginkan bersama
supaya hubungan kekeluargaan mereka tidak putus16.
Selain itu adanya kekhawatiran orangtua terhadap anak perempuannya yang sudah
menginjak remaja,sehingga orangtua segera mencarikan jodoh untuk anaknya.
Orangtua yang bertempat tinggal dipedesaan pada umumnya ingin cepat-cepat
menikahkan anak gadisnya karena takut akan menjadi perawan tua.

2.2.3 Akibat Pernikahan Usia Dini


Setiap keputusan pasti mempunyai akibat, baik itu positif maupun negatif, diantara
akibat pernikahan dini adalah17:
a. Akibat positif
pernikahan dini tidak melulu dipandang jelek, pernikahan dini juga mempunyai sisi
positif diantaranya:
1) Dukungan emosional: dengan dukungan emosional maka dapat melatih
kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan(ESQ).
2) Dukungan keuangan: dengan menikah diusia dini dapat meringankan beban
ekonomi menjadi lebih hemat.
3) Kebebasan yang lebih: dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka
bebas melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara
finansial dan emosional.
4) Belajar memikul tanggung jawab diusia dini: banyak pemuda yang waktu masa
sebelum menikah tanggung jawabnya masih kecil di karenakan ada orang tua
mereka, disini mereka harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung
19
pada orang tua.
5) Menyelamatkan diri dari penyimpangan seks, terbebas dari perbuatan maksiat
seperti zina dan lain-lain.
6) Sehat jasmani dan rohani: penyaluran seks yang benar, itulah menjadi kunci
kesehatan jasmani dalam rumah tangga.
b. Akibat negatif
Pernikahan yang di langsungkan pada usia dini atau remaja pada umumnya akan
menimbulkan masalah-masalah, di antaranya:
1) Secara fisiologis
a) Alat reproduksi masih belum siap untuk menerima kehamilan sehingga dapat
menimbulkan berbagai bentuk komplikasi.
b) Kematian maternal pada perempuan hamil dan melahirkan pada usia dibawah
20 tahun ternyata lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada
usia 20-29 tahun.
2)Secara psikologis
c) Umumnya para pasangan muda keadaan psikologisnya masih belum matang,
sehingga masih labil dalam menghadapi masalah yang timbul dalam pernikahan.
d) Akibat yang dapat terjadi seperti perceraian, karena kawin cerai biasanya terjadi
pada pasangan yang umurnya pada waktu pernikahan relatif masih muda.
2) Secara sosial ekonomi
Makin bertambahnya usia seseorang, kemungkinan untuk kematangan dalam
bidang sosial ekonomi juga akan semakin nyata. Pada umumnya dengan bertambahnya
umur akan semakin kuatlah dorongan mencari nafkah sebagai penopang hidup.

2.2.3 Dampak Pernikahan Dini

a.)Alat reproduksi yang belum siap menerima kehamilan sehingga dapat


menimbulkan berbagai komplikasi.
b) Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri.
c)Resiko anemia dan meningkatnya angka kejadian depresi.

d)Beresiko pada kematian usia dini.

e)Meningkatkan angka kematian ibu(AKI).


Studi epideminologi kanker serviks: resiko meningkat lebih dari 10 kali bila jumlah
mitra seks 6 / lebih atau bila berhubungan seks pertama dibawah usia 15 tahun
f)Semakin muda perempuan memiliki anak pertama, semakin rentan terkena kanker

serviks.
g)Kehilangan kesempatan mengembangkan diri
20

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Menurut World Health Organization (2014) remaja atau dalam istilah asing
yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah kematangan merupakan seseorang yang
memiliki rentang usia 10-19 tahun. Dalam ilmu kedokteran remaja dikenal sebagai
suatu tahap perkembangan fisik, yaitu masa alat-alat kelamin manusia mencapai
kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan
tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna pula (Sarwono, 2013).

Menurut World Health Organization dalam Sarwono (2013) mendefinisikan


remaja berdasarkan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi.

1. Remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.

2. Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan
pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial
ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

2.3.2 Tahap Perkembangan Remaja

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat cepat, baik fisik
maupun psikogis. Perkembangan remaja laki-laki biasanya berlangsung pada usia 11
sampai 16 tahun, sedangkan pada remaja permpuan berlangsung pada usia 10 sampai
15 tahun. Perkembangan pada anak perempuan lebih cepat dibandingkan anak laki-
laki karena dipengaruhi oleh hormon seksual. Perkembangan berpikir pada remaja
juga tidak terlepas dari kehidupan emosionalnya yang labil (Sarwono, 2013).

Ada tiga tahap perkembangan remaja menurut Sarwono (2013) yaitu :

1. Remaja awal ( early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahanperubahan


yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai
21
perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang
berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”
menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
2. Remaja menengah (middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Remaja senang kalau
banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan mencintai diri sendiri
dengan menyukai teman- teman yang punya sifat yang sama dengan dirinya. Selain
itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang
mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis,
idealis atau materialis, dan sebagainya.
3. Remaja akhir (late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan
pencapaian lima hal, yaitu :
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dalam pengalaman-
pengalaman baru.

c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d. Egosentrisme yaitu terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat
umum (the public).

2.3.3 Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Menurut Sarwono (2013) tugas perkembangan masa remaja difokuskan


pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak- kanakan serta berusaha untuk

mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas

perkembangan masa remaja adalah :

1) Mampu menerima keadaan fisiknya

2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa


22
3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok

yang berlainan jenis

4) Mencapai kemandirian emosional

5) Mencapai kemandirian ekonomi

6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan

untuk melakukan peran sebaga anggota masyarakat

7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orangtua

8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang

diperlukan untuk memasuki dunia dewasa 9) Mempersiapkan diri untuk

memasuki perkawinan

10) Memahami dan mempersiapkan.

2.3.4 Ciri Perkembangan Remaja Putri

Ciri-ciri perkembangan remaja putri menurut Sarwono (2013), antara lain :

1) Perubahan Ukuran Tubuh Perubahan fisik utama pada masa puber adalah
perubauan ukuran tubuh dalam tinggi dan berat badan. Di antara anak-anak
perempuan, rata-rata peningkatan per tahun dalam tahun sebelum haid adalah 3
inci, tetapi peningkatan itu bisa juga terjadi dari 5 sampai 6 inci. Dua tahun
sebelum haid peningkatan rata-rata adalah 2,5 inci. Jadi peningkatan keseluruhan
selama dua tahun sebelum haid adalah 5,5 inci. Setelah haid, tingkat pertumbuhan
menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan berhenti sekitar delapan belas tahun.

2) Perubahan Proporsi Tubuh Perubahan fisik pokok yang kedua adalah perubahan
proporsi tubuh. Daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya terlampau kecil,
sekarang menjadi terlampau besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari
daerah-daerah tubuh yang lain. Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di
bagian pinggul dan bahu, dan ukuran pinggang tampak tinggi karena kaki menjadi
lebih panjang dari badan.
23
3) Ciri-ciri Seks Primer Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber,

meskipun dalam tingkat kecepatan yang berbeda. Berat uterus anak usia sebelah

atau dua belas tahun berkisar 5,3 gram; pada usia enam belas tahun rata-rata

beratnya 43 gram. Tuba faloppi, telurtelur, dan vagina juga tumbuh pesat pada

saat ini. Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan menjadi

matang adalah datangnya haid. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran

darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan

terjadi kira-kira setiap dua puluh delapan hari sampai mencapai menopause.

Periode haid umumnya terjadi pada jangka waktu yang sangat tidak teratur dan

lamanya berbedabeda pada tahun-tahun pertama.

2.3.5 Sumber Informasi Remaja

Tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi
memaksa remaja melakukan eksplorasi sendiri, baik melalui media cetak, elektronik,
maupun pertemanan yang besar kemungkinan justru salah. Berkaitan dengan
pengetahuan kesehatan reproduksi, masih banyak remaja putri yang belum
mengetahuinya dengan baik

Peran orangtua merupakan satu hal yang penting dalam edukasi seksual pada
remaja. Apalagi saat ini masih belum banyak orang yang peduli terhadap risiko-risiko
yang bisa menyerang remaja “salah pergaulan” tersebut. Mulai dari ancaman
HIV/AIDS, angka kematian ibu yang meningkat karena melahirkan di usia muda,
hingga kematian remaja perempuan karena nekat mengambil tindakan aborsi.

Media sebagai sumber dari informasi juga memberikan kontribusi dalam


menyediakan informasi mengenai kesehatan reproduksi. Penggunaan media terkait
dengan kesehatan reproduksi menjadi hal yang dilematis . Di satu sisi, media dapat
memberikan informasi yang tepat mengenai kesehatan reproduksi. Namun tidak sedikit
remaja yang menggunakan media secara tidak tepat, misalnya melihat gambar dan
video porno. Sumber informasi lain dalam menyebarkan informasi mengenai kesehatan
reproduksi yaitu melalui media cetak Media cetak yang dimaksud adalah surat kabar
maupun majalah (Muhamad dkk, 2013.)
24
2.3.6 Masalah kesehatan reproduksi remaja

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut


sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini
tidak semata-mata bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara
mental serta sosial- kultural. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar
memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang
ada disekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan
tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi (Depkes RI, 2013).

Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal
kematangan organ reproduksi pada remaja adalah perilaku seks bebas (free sex)
masalah kehamilan yang terjadi pada remaja usia sekolah diluar pernikahan, dan
terjangkitnya penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Remaja melakukan
hubungan seks dapat disebabkan antara lain tekanan pasangan, merasa sudah siap
melakukan hubungan seks, keinginan dicintai, keingintahuan tentang seks, pengaruh
media massa (tayangan TV dan internet) yang menampakkan bahwa normal bagi
remaja untuk melakukan hubungan seks, serta paksaan dari orang lain untuk
melakukan hubungan seks. Pergaulan seks bebas berisiko besar mengarah pada
terjadinya kehamilan tak diinginkan (KTD).

2.4 Kerangka Konsep

Pernikahan di bawah umur banyak terjadi karena beberapa faktor, baik


dari segi pengetahuan orangtua, tingkat pendidikan orangtua, maupun dari segi
ekonomi. Untuk menentukan usia menikah anak banyak faktor yang
mempengaruhinya. Tingkat pengetahuan orangtua mengenai pernikahan, syarat –
syarat pernikahan, dan hal hal yang berkaitan dengan pernikahan akan
menentukan orangtua mengijinkan anaknya untuk melangsungkan pernikahan.
Tingkat Pendidikan
orangtua Faktor tingkat pendidikan orangtua juga akan mempengaruhi
1.Pendidikanrecana
Formaluntuk menikahkan anak, orangtua yang berpendidikan tinggi akan
a.SekolahDasar(SD
cenderung menyuruh anaknya untuk melanjutkan jejang pendidikan yang
atau sederajat)
b.SekolahMenengah
tinggi. Selain dua hal tersebut ada faktor ekonomi yang dimana tingkat
Pertama(SMPatau
sederajat) ekonomi orangtua dapat berpengaruh terhadap rencana usia menikahkan
c.Sekolah anak. Menengah
Keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah akan cenderung
Atas (SMA atau
sederajat) menikahkan anaknya lebih cepat dikarenakan tidak ada biaya untuk
d.Perguruanmelanjutkan
tinggi atau pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
sederajat
2. PendidikanNonforBerdasarkan
mal permasalahan tersebut dapat disusun kerangka
(Sosialisasi dan Pelatihan)
berfikir untuk menentukan rencana usia menikahkan anak ada beberapa
faktor seperti tingkat pendidikan orangtua, pengetahuan orangtua, dan
ekonomi orangtua. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bagan berikut.

Rencana Usia Menikah Anak

Faktor Yang Mempengaruhi Rencana Usia


Menikah Anak

Pengetahuan Orangtua Tingkat Pendapatan Orangtua


Pengetahuan orangtua tentang makna Gaji atau upah suami & istri
pernikahan Usaha sampingan atau
Pengetahuan orangtua tentang tujuan pendapatan sampingan suami
pernikahan & istri.
Pengetahuan orangtua tentang syarat Kriteria pendapatan:
Sangat tinggi = >3,5 jt
– syarat pernikahan
Tinggi =2,5-3,5 jt
Pengetahuan orang tua usia anak Sedang =1,5-2,5 jt
menikah yang ideal Rendah = < 1,5 Jt

5
\\ 26

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

PENGETAHUAN TENTANG BAHAYA PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA DI SMP 30 DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN
27

BAB III

RANCANGAN PROGRAM

A. Desain Program
Desain program yang digunakan pada midwifery project ini dilakukan dalam satu waktu.

Desain program tergambar pada gambar yaitu:

Pengetahuan Orang Tua/Wali

Pernikahan
Dini

Pendidikan Orang Tua

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Program ini dilaksanakan di SMP Negeri 30 Banjarmasin dengan waktu pelaksanaan

bulan Januari 2023.

B. Populasi dan Sasaran Program

Populasi yang dilakukan adalah seluruh orang tua/ wali di SMP 30 di Puskesmas

Terminal, Sasaran program pada midwifery project adalah orang tua/wali yang memiliki

anak di kelas 9 ( kelas 3 SMP)

C. Teknis Pelaksanaan Program


Teknik Pelaksanaan Program yang digunakan yaitu :

1) Melakukan Penyuluhan kepada orang tua tentang bahaya pernikahan dini pada

Remaja

2) Menyiapkan materi paparan yang akan di paparkan dan dipresentasikan kepada orang

tua
28

3) Melakukan tes tanya jawab hasil dari presentasi yang sudah dijabarkan

4) Melakukan evaluasi terhadap orang tua

D. Bahan dan Alat

Alat ukur dalam project ini berupa Tanya jawab langsung kepada orang tua siswa-

siswi. Project ini dilakukan dengan memberikan penyuluhan serta pengetahuan kepada

orang tua dari siswa- dan siswi , diajukan dengan beberapa pertanyaan kepada sejumlah

subjek untuk mendapat tanggapan, informasi, jawaban, dan sebagainya seperti :

1) Materi Peyuluhan

2) Leaflet

3) LCD

4) Laptop

5) Pulpen

6) Kertas

E. Luaran Program

Luaran program ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan serta mendidik anak pada orang

tua dalam Bahaya Pernikahan Dini Pada remaja Bagi Orang Tua/Wali Pemberian

Pengetahuan kepada orang tua dapat mecegah peningkatan pernikahan dini, selain itu orang

tua dapat banyak wawasan dalam cara menangani mendidik,serta bisa menanamkan nilai

spiritual dalam keagamaan.

F. Metode Evaluasi

Metode evaluasi dalam mini project ini berdasarkan atas susunan berikut:

1. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran


29

2. Menganalisis Situasi dari pengetahuan orang tua tentang pernikahan dini yang akan

dievaluasi

3. Menetapkan Masalah

4. Menetapkan Prioritas Masalah

5. Identifikasi penyebab masalah

6. Membuat Alternatif Pemecahan Masalah

7. Menentukan Prioritas Cara Pemecahan Masalah.


30

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, F. (2017) Pernikahan Dini, Nikah Siri dan Perceraian (Studi Kasus Pada
Masyarakat Minang di Jorong Mawar, Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo Utara,
Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat). Skripsi. Universitas
Sumatera Utara. Available at: http://repository.usu.ac.id.

Arimurti Intan (2017) “Analisis Pengetahuan Perempuan Terhadap Perilaku


Melakukan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Wonosari Kabupaten
Bondowoso,” The Indonesian Journal Of Public Health, 12(2), pp. 249–262.

Aritonang, T. R. (2015) “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kesehatan


Reproduksi Dengan Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Usia (15-17 Tahun)
Di SMK Yadika 13 Tambun Bekasi,” Jurnal Ilmiah WIDYA, 53(9), pp. 1923–
1926. doi: 10.1002/1097-0142(19840501)53:9<1923::AID-
CNCR2820530919>3.0.CO;2-M. [diakses pada 115 Mei 2019

Azwar, S. (2011) Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, hlm. 125-157

Badan Pusat Statistik (2016) “Analisis Data Usia Perkawinan Anak di Indonesia,” in.
Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

Bahar, A. (2013) “Identifikassi Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dengan Metode


Analisis Faktor.” Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Available at:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/48044.

BKKBN (2010) Pendewasaan Usia Perkawinan dan Hak-hak Reproduksi Bagi Remaja
Indonesia. Jakarta: Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak- hakReproduksi.
hlm. 21-25

Anda mungkin juga menyukai