Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017


UNIVERSITAS TADULAKO

CONGENITAL CONCTRICTION BAND SYNDROME

OLEH :

Filadelfia Sari

N 111 16 026

Pembimbing Klinik :

dr. Muh. Ardi Munir,M.Kes.,Sp.OT., FICS.,M.H

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang sudah ada


sejak lahir, dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik. Kematian
pada neonatus merupakan kejadian yang paling sering terjadi pada anak-anak usia
di bawah 5 tahun. Kelainan bawaan merupakan penyebab kematian tersering
ketiga setelah prematuritas dan gizi buruk. Di negara maju, 30% dari seluruh
seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari penderita kelainan
kongenital dan akibat yang ditimbulkannya. Di Asia Tenggara, jumlah penderita
kelainan bawaan cukup tinggi yaitu mencapai 5%. Di Indonesia, prevalensi
kelainan bawaan mencapai angka 5 per 1.000 kelahiran.
Banyak faktor risiko dari kelainan kongenital, di antaranya faktor umur
ibu, hormonal, radiasi, dan gizi. Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya. Faktor janin dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Kelainan kongenital atau birth defect dapat berupa
abnormalitas kongenital (kasus terbesar), fetal diseases, genetic diseases, retardasi
perkembangan (mental) intra uterine, dan disabilitas. Birth defects yang berat
dapat bersifat letal, sedangkan bagi yang dapat bertahan hidup akan mengalami
disabilitas mental, fisik, auditorik atau visual. Dari data yang ada minimal ada 3,3
juta anak balita meninggal karena birth defect tiap tahunnya.
Conginetal Constriction band syndome ( ccbs ) adalah sebuah kelainan
yang jarang ditemukan, kelainan bawaan janin dengan atau tanpa manifestasi ini
terjadi pada sekitar 1 : 1200 sampai 1 : 15000 kelahiran. Manifestasi klinis ccbs
sangat variabel dan mereka dapat muncul dari satu abnormalitas seperti
contriction ring sampai multiple abnormality. Selama ini di negara-negara dengan
income sedang atau rendah hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali
perbaikan pada angka kematian bayi karena birth defect, sehingga upaya-upaya
surveillance, pencegahan dan promosi tentang insidensi birth defect ini sangat
perlu dikembangkan secara seksama dan segera.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Congenital Constriction Band Syndrome atau Amniotic Band
Syndrome (ABS) adalah kelainan morfologis dari sebagian organ tubuh akibat
faktor ekstrinsik (bukan kelainan kromosom) yang pada awal proses
perkembangan organ normal, tetapi dalam perjalanannya terjadi
penyimpangan. Sindrom ini meliputi kepala asimetris, meningoensetalokel,
eksoftalmus, kekeruhan kornea, facial cleft bilateral, gnatopalatosisis,
pseudosindaktili dan kelainan organ dalam berupa omfalokal dan gastrosisis
(Abu-Salah OT, 2011).
Akibat CCBS ini dapat menimbulkan gangguan pada sistem
neurovaskular dibagian ujung. Hal ini dapat menimbulkan pembengkakan
yang akan semakin diperburuk dengan proses pertumbuhan yang sedang
berlangsung. Akibat yang paling parah dari CCBS ini adalah terjadi amputasi
spontan didalam rahim sehingga bayi lahir dalam keadaan tidak memiliki
sebagian anggota badan (Chandran, 2015).

2.2 ETIOLOGI
Penyebab CCBS masih belum diketahui secara pasti. Namun dua teori
besar yang masih dalam perdebatan hingga saat ini yang menjadi rujukan
yaitu teori ekstrinsik dan teori intrinsik.
Teori ekstrinsik sebagai teori yang paling banyak dianut dalam
memandang masalah ini menyatakan bahwa 'free strands of amnion'
merupakan materi yang paling bertanggung jawab sebagai penyebab
terjadinya sindrom ini.
Bukti-bukti yang mendukung teori ini adalah kurangnya faktor
keturunan dalam keterlibatan sindrom ini, pencitraan USG yang
memperlihatkan adanya pita amnion prenatal (prenatal amniotic bands),
keterlibatan jari-jari panjang dan gambaran histologis amnion pada pita cekik.

3
Sementara teori intrinsik yang dikemukakan oleh Streeter menyatakan
bahwa suatu plasma germinal di subkutaneus (the subcutaneous germ plasm)
yang sering dipakai terhadap terjadinya sindroma ini. Teori ini mengatakan
bila terjadi defek pada plasma germinal subkutaneus ini maka akan terjadi
nekrosis jaringan lunak dan kemudian terjadi proses penyembuhan dengan
pembentukan CCBS.
Teori ini didukung dengan tidak ditemukannya pita amnion prenatal,
adanya kerusakan vaskular semasa janin, dan adanya infark karena emboli dari
plasenta. Adanya dua teori ini yang seolah tidak saling mendukung
menunjukkan bahwa CCBS dapat disebabkan oleh berbagai factor (Ozkan et
al, 2009).

Gambar 1. Amniotic Band Syndrome

2.3 EPIDEMIOLOGI
Amniotic Band Syndrome = Amniotic Deformity, Adhesion and
Mutilation (ADAM) complex = Congenital Constriction Band Syndrome
(CCBS) yang menurut Putri dkk., insidennya sekitar 1:1,200 hingga 1:15,000
dari kelahiran. Terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu (Cignini P et al,
2012)

4
Diperkirakan sekitar 7.7/10.000 kelahiran hidup dengan angka abortus
178/10.000. Kejadian sekitar 3 % di antara anak-anak di Negara Bagian
Bayelsa, Nigeria Insiden kelainan ini di Amerika Serikat satu diantara 10.000
bayi baru lahir. Sampai sekarang tidak kurang dari 600 kasus telah
dilaporkan. Tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dengan
perempuan (Cignini P et al, 2012).

2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi constriction band syndrome menurut Patterson’s:
1) Simple constriction rings
2) Constriction rings yang berhubungan dengan deformitas pada bagian
distal, dengan atau tanpa lymphedema
3) Constriction rings yang berhubungan dengan acrosyndactyly
Type I: conjoined fingertips with wellformed webs of the proper depth
Type II: the tips of the digits are joined, but web formation is not complete
Type III: joined tips, sinus tracts between digits, and absent webs
4) Intrauterine amputation (Effendi, 2013).

2.4 FAKTOR RISIKO


1) Prematuritas (< 37 minggu)
2) Berat bayi lahir rendah (< 2.500 g)
3) Paparan obat maternal
4) Penyakit maternal atau trauma selama kehamilan.
5) Percobaan aborsi pada trimester pertama juga sangat terkait.
(Goldfarb, Sathienkijkanchai and Robin, 2009)

2.5 PATOGENESIS
Amniotic band syndrome belum diketahui secara pasti patogenesisnya.
Namun terdapat dua teori utama:
1) Teori pertama "model ekstrinsik", oleh Torpin dan Faulkner tahun 1966:
cacat terjadi oleh pecahnya membran amnion pada awal kehamilan,

5
dengan membentuk amniotic band  kehilangan cairan ketuban 
ekstrusi semua atau sebagian dari janin ke dalam rongga chorionic.
Amniotic band menjebak bagian dari janin yang sedang tumbuh  anggota
badan janin dan bagian tubuh lainnya menjadi terjerat dan mengalami
kompresi yang diikuti dengan terganggunya sirkulasi janin dan berakibat
terhadap pertumbuhan dan perkembangan dengan gangguan berturut-turut
fungsi dan anatomi (Cignini P et al, 2012).
2) “Model intrinsik” oleh Streeter tahun 1930 yang menunjukkan adanya
anomali dan band fibrosa yang memiliki asal mula yang sama, disebabkan
oleh gangguan perkembangan disc germinal pada awal embriogenesis.
(Gupta, Malik, Gupta, Basit and Singh, 2008)
Kerusakan amnion mengakibatkan embrio atau fetus dapat
memasuki rongga korion dan berkontak dengan sisi korionik amnion.
Bagian tubuh janin akan dapat terperangkap oleh sekat fibrosa yang
melintang di rongga korion. Belitan bagian tubuh janin terjadi secara acak.
Kepala, batang tubuh dan ekstremitas janin dapat terlibat secara individual
atau kominasi. Jika amnion rusak pada awal masa kehamilan, pada periode
embriogenesis, sekat fibrosa pada rongga amnion akan menyebabkan
gangguan perkembangan embriologis yang normal, sehingga malformasi
embriologis seperti ensefalokel yang kalsik atau omfalokel dapat
ditemukan pada janin dengan ABS (Mahajan, Sharma, Gupta, 2014)
Jika tulang tengkorak (calvaria) terlibat, dapat menyebabkan lesi
destruktif, seperti ensefalokel dan pada keterlibatan yang kuat bahkan
dapat menyebabkan anensefali. Meskipun anensefali umumnnya ditandai
oleh hilangnya secara komplit tulang kepala, yang terjadi pada ABS dapat
menunjukkan gambaran asimetris bagian kepala, umumnya di dekat basis
tengkorak. Ensefalokel yang klasik biasanya terjadi pada garis tengah,
sementara pada ABS terjadi jauh dari garis tengah (midline). Begitu juga
dengan defek di wajah, distribusinya cenderung terjadi secara
nonembriologis. Ketika salah satu malformasi asimetris yang melibatkan
regio craniofacial ini terjadi, sonografer harus mencurigai terjadinya ABS,

6
dan mencari malformasi terkait lainnya. Deformitas batang tubuh
(trunkus) yang terjadi pada ABS mencakup defek dinding abdomen,
exteriorisasi hepar relatif jarang terjadi pada gastroskisis terisolassi, ini
biasanya hanya terjadi pada ABS dan defek dinding abdomen, sehingga
jika sonografer mendapatkan hal ini, patut mencurigai ABS. Defek torso
mungkin terjadi ekstensif dan melibatkan dinding dada, sebagaimana yang
terjadi pada dinding abdomen (gastropleuroschisis).
Pada kasus demikian daapt ditemukan exteriorisasi jantung, hepar
dan usus. Pada kasus dengan defek dinding abdomen dan exteriorisasi
organ dalam, deformitas spinal juga biasanya terjadi. Tulang belakang
dapat terlihat kifosis, lordosis, skoliosis dan atau terjadi angulasi. Pada
keterlibatan spinal yang parah, amputasi spinal distal juga dapat terlihat.
Kombinasi dari deformitas spinal dan defek dinding abdomen merupakan
salah satu poin diagnosis ABS. Gangguan pertumbuhan ekstermitas
merupakan yang tersering terjadi pada ABS, dapat terjadi sendiri atau
dikombinasikan dengan kelainan-kelainan yang lain yang telah dijelaskan
sebelumnya (Hill, 2010).
Amputasi yang bersifat asimetris dapat melibatkan satu atau lebih
bagian ekstremitas. Konstriksi fokal yg terjadi karena ikatan amnion dapat
menyebabkan limfedema distal. Pencarian ikatan amnion sendiri perlu
dilakukan. Tampakan ikatan tersebut menunjang untuk konfirmasi
diagnosis ABS. Namun perlu diperhatikan, tampakan ikatan tanpa
terjadinya deformitas pada janin tidak boleh disebut sebagai ABS,
mengingat sejumlah kehamilan normal dapat juga memperlihatkan
tampakan ikatan amnion. Ikatan tersebut terjadi di dalam amnion sebelum
bergabung dengan korion pada usia kehamilan 16 minggu, tampakan
amnion dapat terjadi paska pemisahan komioamniotik (biasanya setelah
amniosentesis. Dan tampakan membran yang mimsahkan dua amnion juga
dapat terlihat pada kehamilan kembar.
Lapisan ini berkembang dari sinekia uterin dan ditandai oleh
adanya ujung bebas di rongga amnion. Membran tersebut harus dicari di

7
banyak sudut untuk mendapatkan ujung bebas. Identifikasi ujung bebas ini
penting, mengingat hal tersebut tidak terlibat dalam malformasi janin dan
tidak mempengaruhi kehamilan. Jika salah mendiagnosis membran
tersebut sebagai ikatan amnion, dapat menyebabkan terminasi kehamilan
yang sebenarnya normal (Light and Ogden, 2015).

2.6 MANIFESTASI KLINIS


1) Celah fasial
2) Amputasi jari
3) Bands/rings/constrictions
4) Defek cranial/ Sistem saraf Pusat
5) Amputasi/ Limb deficiency
6) Malformasi internal
7) Defek dinding tubuh
8) Short cord (Hill, 2010)

Gambar 2a dan 2b. Kaki bayi (2a) dan tangan bayi (2b) dengan amniotic
band syndrome

8
2.7 DIAGNOSIS
Analisis ultrasonografi memungkinkan deteksi prenatal pada amniotic
band syndrome oleh visualisasi band ketuban yang melekat pada janin. Pada
trimester pertama, sangat sulit untuk mendeteksi sindrom ini, terutama jika
band ketuban terbatas pada ekstremitas. Pada trimester kedua dan ketiga,
relatif lebih mudah untuk mendeteksi anomali ini dengan ciri-ciri pembatasan
gerakan janin (Mahan and Kasser, 2010)
Radiografi dapat mengungkapkan cacat tulang yang parah seperti tidak
adanya ossifikasi cranium, cacat anggota tubuh yang berat, atau kelainan
bentuk tulang belakang (Nardozza et al, 2012). Manifestasi yang lebih serius
dibandingkan kelainan tungkai seperti kelainan kepala, leher, dan batang
tubuh pada neonatus sering sulit didiagnosis dengan keakuratan 29% -50%
dari kasus tanpa adanya konsultasi genetik khusus. Hanya 13% dari kasus
amniotic band syndrome dengan cacat kraniofasial berat yang dapat
didiagnosis dengan benar. Sebanyak satu dari 20 bayi mengalami
anencephaly. Adanya band pada titik-titik penyempitan sangat membantu
dalam diagnosis (Cunniff, 2004).

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Prenatal diagnosis
a) Ultrasound (USG)
Analisis ultrasonografi memungkinkan deteksi prenatal pada
amniotic band syndrome oleh visualisasi band ketuban yang melekat
pada janin. Pada trimester pertama, sangat sulit untuk mendeteksi
sindrom ini, terutama jika band ketuban terbatas pada ekstremitas. Pada
trimester kedua dan ketiga, relatif lebih mudah untuk mendeteksi
anomali ini dengan ciri-ciri pembatasan gerakan janin (Neuman et al,
2010).

9
Gambar 3. USG 2 dimensi menunjukkan 2 amnitoc band syndrome pada
tangan kanan fetus

Gambar 4. USG 3 dimensi menunjukkan amniotic band syndrome pada


tangan kanan fetus

10
b) Fetal MRI

Gambar 5. MRI bayi dengan Amniotic Band Syndrome

2. Postnatal Diagnosis

11
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Sindrom genetik yang menyebabkan pengurangan ukuran ekstremitas:
1. Holt-Oram sindrom-agenesis atau hipoplasia jari-jari dan ibu jari.

Gambar 6. Holt-Oram Syndrom : Kelainan pada ibu jari (6a) disertai


dengan kelainan pada jantung (6b)

2. Asosiasi VACTERL (cacat vertebra, cacat Anal, jantung, trakeoesofageal


fistula, atresia esofagus, anomali ginjal, cacat Limb (ekstremitas).

Gambar 7. Bayi dengan kelainan pada trakeoesofageal fistula, jantung,


ginjal dan cacat anal

12
3. Sindrom hypomelia unilateral atau sindrom regresi caudal sering muncul
pada anak-anak dari ibu diabetes di mana ada penurunan panjang
femoralis tapi bukan amputasi distal.

Gambar 8. Sindrom hipomelia

2.10 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan constriction band syndrome ini harus individual, dan
berkisar dari perbaikan kosmetik sampai pelepasan band limb-sparing darurat.
Band dangkal mungkin tidak memerlukan pengobatan operatif kecuali
apabila mengganggu sirkulasi atau drainase limfatik. Perbaikan kosmetik
band dangkal tanpa limfedema dapat dilakukan secara elektif. Band dalam
membutuhkan pelepasan dari band penyempitan oleh Z-plasty atau W-plasty
sirkumferensial. Dalam kasus dengan iskemia berat, yang dapat menyebabkan
osteomielitis, amputasi bagian distal dapat dipertimbangkan. Di-atas plasty
(transfer sebagian digital), transfer jari kaki ke tangan, prosedur pemanjangan
tulang, dan prosedurpollisizasi telah dilakukan untuk mengembalikan fungsi
dalam kasus-kasus dengan hipoplasia digital dan amputasi. Pada pasien
dengan acrosindaktili, pemisahan jari dan rekonstruksi web diperlukan.
Perbaikan saat ini dalam diagnosis prenatal dan teknik bedah fetoscopic

13
akhirnya dapat memungkinkan penatalaksanaan intrauterin rahim dari
constriction band syndrome (Chacko, Ivan and Mohan, 2014)
a) Waktu Operasi
Waktu operasi ditentukan oleh keparahan penyakit dan perkiraan
pertumbuhan tulang. Penyempitan band dengan lymphedema distal berat,
sianosis, dan masalah sirkulasi darah dapat berkembang dengan cepat
kepada iskemia irreversible dan ulserasi subsekuen atau infeksi. Pada
pasien yang seperti itu,pelepasan urgensi dari band harus dilakukan dalam
beberapa hari setelah lahir. Dalam kasus lain,pelepasan band penyempitan
dilakukan dengan pelepasan satu atau dua tahap, selalunya dimulai pada
umur 3 bulan. Beberapa penulis menganjurkan prosedur dua tahap
untuk menghindari gangguan pembuluh darah ke bagian distal. Hanya
50% dari band ini dilepaskan sekaligus, dan apabila sirkulasi kutaneus
telah terbentuk kembali dibekas luka, sisa 50% dari band ini bisa
dilepaskan dengan aman. Dianjurkan selang waktu antara 6-12 minggu
pada kedua prosedur ini.Kebanyakan ahli merekomendasikan untuk
pelepasan tunggal pada band dangkal dan dua-tahap untukband dalam.
Pada pasien dengan acrosindactili, pembedahan dianjurkan antara usia 6
bulan dan 1 tahun untuk membolehkan pertumbuhan tulang longitudinal
yang baik (Rushton, 1983).
b) Pelepasan Band Penyempitan
Terkait dengan teknik yang digunakan untuk pelepasan band
penyempitan, semua penulis setuju bahwa band penyempitan harus
dipotong dan dibuang, dan tidak digunakan sebagai bagian dari flapre
konstruktif. Bagian yang berkerut pada band tetap cacat selama transposisi
dan dapat menambah defek residual. Pertimbangan bedah lainnya
termasuk pelestarian setidaknya satu atau duavena subkutan besar bersama
dengan berkas neurovaskular untuk mencegah kongesti vena distal
pascaoperasi. Dalam kasus dengan band-band dorsal dalam, sering kali
ada kekurangan vena dorsal, danpelepasan dua tahap harus
dipertimbangkan (Peterside, Omietimi, and Adeyemi, 2013).

14
Secara tradisional, pelepasan band terkonstriksi telah dilakukan
dengan serial-plasties Z kulit sesudah tindakan eksisi dari band
terkonstriksi yang fibrosis. Teknik tradisional tidak efektif untuk
menghilangkan cacat kontur pada kasus berat. Deformitas pasir kaca, hasil
dari defisiensi jaringan subkutan di bawah band penyempitan, muncul
setelah menggunakan teknik tradisional. Pada tahun 1991, Upton dan
Tan30menggambarkan sebuah teknik baru untuk pelepasan konstriksi
band untuk mencegah kelainan bentuk kontur berulang. Setelah eksisi dari
band konstriksi dan penimbunan jaringan adiposa berlebihan, flapsubkutan
adiposa termobilisasi berlanjut ke dalam defek sebagai satu lapisan yang
terpisah, dengan plasties Z tipis yang dialihkan secara terpisah. Z-plasties
diposisikan sepanjang sisi angka dengan penutupan garis lurus secara
dorsal untuk meminimalkan jaringan parut. Banyak penulis telah
melaporkan hasil yang baik menggunakan teknik Upton untuk pengobatan
dari konstriksi band.Namun, dalam kasus dengan konstriksi band luas, flap
lintas jari dapat digunakan untuk menggantikan bagian yang mempunyai
kekurangan. Jika digit ganda terlibat, flap besar seperti flap selangkangan
dapat dipertimbangkan. Seperti halnya dengan setiap kasus konstriksi
band, perawatan harus disesuaikan dengan individu (Robin, Franklin,
Prucka, Ryan, and Grant, 2005)

Gambar 9a dan 9b. Tampakan laterl (9a) dan medial (9b) ekstremitas
preoperative

15
Gambar 10a dan 10b. Pembuatan marker pada daerah pergelangan kaki
(10a) dan excising band (10b)

Gamabar 11a dan 11b. perkiraan daerah pergelangan kaki (11a) dan excisi
(11b) amniotic band structure

Gambar 12a dan 12b. Preoperatif (12a) dan postoperative (12b)

16
Gambar 13a dan 13b. 3 minggu setelah operasi (13a) dan 6 bulan
setelah operasi (13b)

c) Pembedahan untuk Acrosindaktili


Akrosindaktili adalah suatu kondisi dimana dua atau lebih jari
menyatu pada bagian terminal merekadengan celah berlapis epitel
proksimal atau sinus diantara jari jari. Tujuan dari operasi untuk Acro-
sindaktili adalah untuk memisahkan jari-jari dan menciptakan ruang web
untuk memberikan hasil fungsional yang terbaik (Choulakian and
Williams, 2008)
Perencanaan bedah harus dipandu oleh diktum bahwa jumlah jari
tidak sepenting jarak, panjang, massal, stabilitas, dan kontrolnya. Teknik
sindaktili standar digunakan sebanyak mungkin. Secara umum, jari-jari
dipisahkan dengan sayatan zigzag terencana, dan ruang komissura luas
dibuat dengan flap kulit dorsal. Bedah hanya boleh dilakukan pada satu
sisi jari pada satuwaktu. Kebanyakan pasien dengan akrosindaktili yang
terkait dengan gejala konstriksi band memiliki defek tipe III (ujung jari
bergabung, saluran sinus antara jari dan web tidak ada) sesuai dengan
klasifikasi Patterson.
Jika saluran sinus tidak berfungsi dengan adekuat sebagai ruang
web karena lokasi distal danruang sempit, ia dapat dipotong dan dapat
digunakan sebagai cangkok kulit. Kadang-kadang, saluran sinus mungkin
berisi kulit yang memadai pada dasarnya, kulit ini dapat dipertahankan

17
untuk melayani sebagai kulit ruang web. Pemisahan jari paling mudah bila
dilakukan di proksimal ke arah distal.
Namun,teknik pemisahan standar sindaktili kadang-kadang tidak
dapat digunakan dari distal karena jari-jari distal ke titik fusi mungkin
tidak dapat didefinisikan secara jelas sebagai bagian dari sebuah jari
tertentu. Apabila diseksi berlangsung secara distal, keputusan harus dibuat
pada ujung jari yang mana akan pergi ke jari mana. Alokasi harus dibuat
dengan mempertimbangkan daya tahan hidup dari bagian distal serta
panjang yang dihasilkan dan stabilitas. Pelestarian ujung distal lebih
disukai daripada amputasi karenatips mungkin berisi tunas falangeal yang
dapat dikaitkan dengan spasi artikular. Osteotomi dapat dilakukan untuk
meluruskan jari (angulated) berat. Segala upaya dilakukan untuk
mempertahankan panjang digital, yang dapat direkonstruksi ketika anak
lebih besar. Cangkok kulit dengan ketebalan penuh dapat digunakan untuk
menutupi daerah yang terbuka. Perawatan pasca operasi adalah sama
seperti untuk prosedur bedah sindaktili lainnya (Kanitt, Aslan , Dicle, and
Ugurel, 2001).
d) Rekonstruksi Hipoplasia Digital dan Amputasi
Banyak prosedur telah dijelaskan untuk pengobatan hipoplasia
digital dan amputasi yang dikaitkan dengan gejala konstriksi band,
termasuk on-top plasty, transfer jari kaki ke tangan, perdalaman ruang
web, prosedur pollisisasi, dan prosedur pemanjangan tulang. Manajemen
ditujukan terutama untuk pemulihan fungsi dasar tangan, khususnya daya
pegang dancubitan presisi, dan kedua untuk meningkatkan tampilan
kosmetik, yang pasti akan terganggu.
Jika fungsi tangan dapat diterima, tidak ada perawatan yang
mungkin menjadi alternatif yang wajar. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, ibu jari dipertahankan pada kebanyakan pasien dengan
sindrom konstriksi band, dan dengan demikian pengobatan seringkali
diarahkan pada pemulihan fungsi jari-jari yang tersisa. Struktur proksimal

18
dari tingkat amputasi adalah normal, sehingga transfer jari kaki ketangan
menjadi suatu pertimbangan yang menarik.
Transfer jari kaki ke tangan secara primer dilakukan pada digiti
ulnaris untuk memberikan tindakan menjepit. Mobilitas terbatas dari ujung
kaki yangditransfer memungkinkan pasien untuk menggunakannya
sebagai sebuah pos ulnaris.Pemanjangan metacarpal juga sering digunakan
dan dapat diandalkan untuk jari yang diamputasi untuk mencapai
perbaikan fungsional dan estetik.Pemanjangan metakarpal bertahap dapat
dikombinasikan dengan cangkok tulang, atau gangguan kalus dapat
dilakukan tanpa cangkok tulang. (Baltaci, Akyol, Gul, and Sayli, 1998)
Prosedur ini biasanya dilakukan untuk pasien yang lebih dari 8
tahun, dimana tingkat keberhasilan secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi dan balita. Pemanjangan tahap tunggal harus
dihindari karena komplikasi yang sering dihadapi, termasuk kolaps tulang
yang dicangkok, nonunion, dan mal-serikat.On-top plasty dianjurkan
ketika metakarpal indeks diangkat untuk memberikan ruang web primer
dalam pada kasus dengan tidak adanya digit ganda. On-top plasty dapat
dilakukan dengan transfer dari jari telunjuk atau cincin pada bagian atas
dari jari panjang yang diamputasi. Meskipun kegunaan umumon-top plasty
adalah untuk membangun tunggul jempol menggunakan indeks
metakarpal ketika jaritelunjuk juga hilang, perpanjangan jari panjang
juga dapat dilakukan oleh prosedur ini untuk kasus-kasus dengan ibu jari
utuh dan tidak adanya beberapa digit. Transfer digital parsial ini bisa
memperpanjang digit dan memperdalam ruang web primer ketika
dikombinasikan dengan pemendekan metacarpal indeks.
Selama prosedur ini, perhatian harus qawdiambil untuk
menghindari gangguan peredaran darah indeks yang ditransposisikan (atau
cincin) tunggul karena struktur neurovaskular yang memasok indeks (atau
cincin) tunggul yang pendek dan memiliki kapasitas kecil untuk
mobilisasi. Apabila hanya ibu jariyang terlibat, jari telunjuk atau
pollisizasi jari indeks atau prosedur pemanjangan ibu jari dapatdilakukan.

19
Transfer jari kaki ke tangan adalah pilihan lain untuk merekonstruksi
kekurangan ibu jari.Tidak adanya ibu jari pada tingkat sendi
metakarpofalangeal adalah indikasi yang kuat untuk transfer jari kaki ke
tangan (Choulakian and Williams, 2008)

2.11 PROGNOSIS
1) Tergantung organ yang terkena dan beratnya kelainan yang terjadi.
2) Cukup baik untuk bayi yang hanya mengalami cincin penyempitan
kecil dan memiliki harapan hidup dengan normal (Preetha, Visnawath,
Agrawaal, and Parimala, 2011)
3) Anak-anak dengan amputasi tungkai mungkin memerlukan
rekonstruksi atau operasi plastik.
4) Sindrom ini bisa mematikan jika mendapatkan anomali yang parah
seperti adanya keterlibatan sistem saraf pusat
(Moran, Jensen, and Bravo, 2007)

20
BAB III
KESIMPULAN

1. Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang sudah ada


sejak lahir, dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik.
2. Congenital Constriction Band Syndrome atau Amniotic Band Syndrome
(ABS) adalah kelainan morfologis dari sebagian organ tubuh akibat faktor
ekstrinsik (bukan kelainan kromosom) yang pada awal proses
perkembangan organ normal, tetapi dalam perjalanannya terjadi
penyimpangan.
3. Penyebab CCBS masih belum diketahui secara pasti. Namun dua teori
besar yang masih dalam perdebatan hingga saat ini yang menjadi rujukan
yaitu teori ekstrinsik dan teori intrinsik.
4. Analisis ultrasonografi memungkinkan deteksi prenatal pada amniotic
band syndrome oleh visualisasi band ketuban yang melekat pada janin.
5. Band dalam membutuhkan pelepasan dari band penyempitan oleh Z-plasty
atau W-plasty sirkumferensial.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adu EJ, Annan C. Congenital constriction ring syndrome of the limbs: A


prospective study of 16 cases. Afr J Paediatr Surg 2008;5:7983

Chandran S, Band Sequence - Past, Present and Future. International Journal of


Gynecology, Obstetrics and Neonatal Care, 2015, 2, 23-30

Choulakian MY, Williams HB. 2008. Surgical correction of congenital


constriction band syndrome in children: Replacing Z-plasty with direct
closure. Can J Plast Surg;16(4):221-223

Cignini P et al. 2012. Epidemiology and risk factors of amniotic band syndrome,
or ADAM sequence. Journal of Prenatal Medicine; 6 (4): 59-63

Das SP, Sahoo PK, Mohanty RN, Das SK. One-stage release of congenital
constriction band in lower limb from new born to 3 years. Indian J Orthop.
2010 Apr-Jun; 44(2): 198-201.

Dy CJ, Swarup I, Daluiski A. Embryology, diagnosis, and evaluation of


congenital hand anomalies. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine.
2014;7(1):60-67. doi:10.1007/s12178-014-9201-7.

Effendi S, Goswami P, Constriction band sequence along with associated


malformations. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-
JDMS)e-Volume 7, Issue 6 (May.- Jun. 2013), PP 56-61.

Goldfarb CA, Sathienkijkanchai A and Robin NH. 2009. Amniotic Constriction


Band: A Multidisciplinary Assessment of Etiology and Clinical
Presentation. J Bone Joint Surg Am.;91:68-75

Gupta R, Malik F, Gupta R, Basit MA, and Singh D. 2008. Congenital


Constriction Band Syndrome. JK Science Vol 10; pp 89-90

Hung NN. Congenital constriction ring in children: sine plasty combined with
removal of fibrous groove and fasciotomy. J Child Orthop 2012; 6: 189-97

Jaiman, Richa, et. al. A child presented with bilateral congenital constriction ring
in lower extremity: a case report. Cases Journal 2009, 2:7772

Khan F, Shah SA, Naji Ullah Khan, Faheem Ullah. Pattern of constriction band
syndrome · R M J 2010; 35(2):184-7.

22
Mahan ST and Kasser JR. 2010. Prenatal Ultrasound for Diagnosis of
Orthopaedic Conditions. J Pediatr Orthop;30:S35–S39

Mahmood F, Tasneem S. Limb Threatening Constriction Ring Syndrome of Right


Leg. J Neonat Surg 2012;1(3):47

Nardozza LMM et al. 2012. Prenatal Diagnosis of Amniotic Band Syndrome in


the Third Trimester of Pregnancy using 3D Ultrasound. Journal of
Clinical Imaging Science; pp 1-3

Osama T. Abu-Salah. Amniotic band syndrome; a case report Rawal Medical


Journal 2011; 36:(2)

Ozkan, Korhan, et. al. Congenital constriction ring syndrome with foot deformity:
two case reports. Cases Journal 2009, 2:6696

Peterside O, Omietimi JE, and Adeyemi OO. 2013. Amniotic band syndrome: a
report of two cases and review of the literature. Journal of Dental and
Medical Sciences; Volume 5, Issue 3. PP 30-34

S Rabah, S Salati, S Wani. Congenital constriction rings . The Internet Journal of


Plastic Surgery. 2008 Volume 6 Number 1.

Shetty P, Menezes LT, Tauro LF, Diddigi KA. Amniotic Band Syndrome. The
Indian Journal of Surgery. 2013;75(5):401-402. doi:10.1007/s12262-012-
0468-x.

Turğal, et al, Integration of three-dimensional ultrasonography in the prenatal


diagnosis of amniotic band syndrome: A case report. J Turk Ger Gynecol
Assoc 2014; 15: 56-9

Wahegaonkar C, et al. Presentation and treatment of congenital constriction ring


syndromes: case series of 12 patients.Int J Res Med Sci.2016 Jun 4(6);
2181-2184

23

Anda mungkin juga menyukai