Anda di halaman 1dari 10

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN
DOWN SYNDROME
POLIKLINIK MOTHER AND CHILD
RSUP. DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh

DEWITA AMANDA BANDUNG


C121 13 316

PRESEPTOR INSTITUSI PRESEPTOR LAHAN

(................................................. ) (................................................. )

PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Down syndrome adalah abnormalitas kromosom yang ditandai dengan berbagai
derajat retardasi mental dan efek fisik yang berhubungan;dikenal juga sebagai trisomi21
(Wong, 2003). Kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental yang terjadi
pada anak diakibatkan karena adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan
diri saat terjadi pembelahan. Nama sindrom down berasal dari nama dokter Inggris,
Langdon Down. Adanya lipatan pada kelopak mata penderita yaitu lipatan epikantur,
yang meberi kesan seperti ras mongoloid menyebabkan kelainan ini dinamakan
mongolisme. Kelainan ini menyebakan kemampuan fisik dan intelektual menjadi
terganggu di mana penderita memiliki IQ di bawah rata-rata dibandingkan dengan anak
normal (Sudiono, 2009).
B. Etiologi
Gangguan Down syndrome disebabkan oleh adanya suatu ekstra kromosom
(bagian sel tubuh yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental
manusia). Kromosom ekstra ini adalah kromosom 21. Adanya ekstra duplikal kromosom
21 ini menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan fisik yang khas pada penderita.
Berdasarkan hasil pemeriksaan gen, sindrom down dibagi menjadi tiga jenis yaitu
(Sudiono, 2009):
1. Trisomi 21
Merupakan sebagian besar (95%) dari kasus sindrom down. Pada kasus trisomi 21
penderita memiliki kelebihan/ekstra kromosom 21 pada seluruh sel tubuh penderita.
Keadaan ini bukan kelainan keturunan, kromosom 21 merupakan kasus aksidental
pada saat pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim
2. Mosaic sindrom down
Penderita mosaic sindrom down juga memiliki ekstra kromosom 21 pada beberapa
bagian sel tubuh mereka. Sel yang lainnya memiliki standar normal kromosom. Pada
kasus mosaic sindrom down, embrio memiliki 2 deretan sel dengan kromosom yang
berbeda meskipun berasal dari zigot tunggal yang disebabkan oleh non disjunction
atau lambatnya penyatuan kromosom pada awal embryogenesis atau pada saat
pembelahan sel.
3. Translokasi sindrom down
Pada tipe translokasi ini, kromosom 21 terpecah dan melekat pada sel kromosom dari
sel tubuh yang lain. Biasanya proses ini terjadi pada masa sebelum atau pada saat
konsepsi (pada masa kehamilan yang sangat awal). Kejadian translokasi sindrom
down adalah sekitar 4% dan sepertiga dari translokasi sindrom down juga ditemukan
pada saudara-saudara ayah atau ibu sehingga kasus ini ditemukan, direkomendasikan
untuk melakukan pemeriksaan kromosom (Sudiono, 2009).
Adapun penyebab dari down syndrome karena berbagai dengan kemungkinan-
kemungkinan (factor predisposisi) antara lain (Krishna, 2013):
1. Non disjungtion (pembentukan gametosit)
a. Genetik
Bersifat menurun. Hal ini dibuktikan dengan penelitian epidemiologi pada
keluarga yang memiliki riwayat down syndrome akan terjadi peningkatan resiko
pada keturunannya.
b. Radiasi
Menurut Uchida dikutip Soetjiningsih (2000) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu
yang melahirkan anak dengan down syndrome adalah ibu yang pernah mengalami
radiasi pada daerah perut sehingga dapat terjadi mutasi gen.
c. Infeksi
Infeksi juga dikaitkan dengan down syndrome, tetapi sampai saat ini belum ada
ahli yang mampu menemukan virus yang menyebabkan down syndrome ini.
d. Autoimun
Penelitian Fial kow dikutip Soetjiningsih (2000) secara konsisten mendapatkan
adanya perbedaan antibodi ibu yang melahirkan anak dengan down syndrome
dengan anak yang normal.
e. Usia ibu
Usia ibu di atas 35 tahun juga dapat meningkatkan risiko tejadinya down
syndrome. Hal ini disebabkan karena penurunan beberapa hormon yang berperan
dalam pembentukan janin, termasuk hormon LH dan FSH.
f. Ayah
Penelitian sitogenetik mendapatkan bahwa 20 30% kasus penambahan
kromosom 21 bersumber dari ayah, tetapi korelasi tidak setinggi dengan faktor
dari ibu.
1) Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet, kemungkinan terjadi
Translokasi kromosom 21 dan 15
2) Organisasi nukleus yaitu sintesis protein yang abnormal sehingga
menyebabkan kesalahan DNA menuju ke RNA
3) Bahan kimia juga dapat menyebabkan mutasi gen janin pada saat dalam
kandungan
4) Frekuensi coitus akan merangsang kontraksi uterus, sehingga dapat
berdampak pada janin (Krishna, 2013).
C. Manifestasi Klinis
Adanya ekstra duplikal kromosom 21 ini menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan
fisik yang khas pada penderita Down syndrome. Karakteristik tersebut antara lain:
1. Tubuh: pada saat bayi, berat badan bayi pada umumnya lebih ringan dibandingkan
bayi yang lahir pada umur kehamilan yang sama. Pada masa kanak-kanak, biasanya
penderita tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan standar pertumbuhan sesuai
umur mereka. Penderita down syndrome dewasa biasanya memiliki badan yang lebih
kecil atau pendek, leher yang pendek, dan terlihat bungkuk
2. Telapak tangan penderita hanya memiliki satu garis tangan melintang dengan jari
yang pendek dan lebar (Simian crease)
3. Wajah lebih kea rah bulat dengan kepala Brachicephalic, pangkal hidung lebar dan
datar
4. Rambut terlihat jarang dan halus
5. Telinga pendek dan letak agak rendah
6. Tulang oksipital datar dan dahinya menonjol
7. Sebanyak 1/3 atau 1/4 fontanel tampak dan semua fontanel besar dan meluas
8. Sutura sagitalis melebar > 5 mm
9. Mata berbentuk almond dengan fisura palpebra miring ke atas, ada bercak Brushfield
pada iris mata
10. Pasien memiliki lipatan mata epikantus karena bagian luar kantus lebih tinggi dari
pada bagian dalam
11. Mulut yang selalu terbuka dikarenakan lidah yang lebih besar dan berfisura
12. Berat badan dan tinggi badan lambat
Kemampuan intelektual yang dimiliki oleh anak down syndrome yaitu:
1. Retardasi ringan (IQ 56-60): kemampuan berbicara kurang baik
2. Retardasi sedang (IQ 40-45): kemampuan yang terganggu dapat dilatih dan
komunikasi terbatas
3. Retardasi berat (IQ 25-39): kemampuan sulit dilatih dan sulit untuk berkomunikasi
4. Retardasi sangat berat (IQ < 25): kemampuan tidak dapat dilatih dan tidak mampu
berkomunikasi
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan down syndrome,
ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain
(Sudiono, 2009):
1. Pemeriksaan fisik penderita
2. Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau
46 autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46
kromosom dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada down syndrome terjadi kelainan
pada kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22).
Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1%, sedangkan translokasi
kromosom 5-15%)
3. Ultrasonograpgy (didapatkan brachycephalic, sutura dan fontela terlambat menutup,
tulang ileum dan sayapnya melebar)
4. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan mungkin
terdapat ASD atau VSD
5. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya
adalah dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena
infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi
pencegah infeksi yang adekuat
6. Penentuan aspek keturunan
Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan
minimal 3 bulan, terutama kehamilan diusia diatas 35 tahun keatas
7. Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tampak keriput (Sudiono,
2009).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif
untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita down syndrome
juga dapat mengalami kemunduran dari sistem tubuhnya. Dengan demikian penderita
harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam
menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran
perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Hal yang dapat dilakukan antara lain
(Soetjiningsih, 2000):
1. Penanganan Secara Medis
a. Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek
pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia
akibat adanya kelainan pada jantung tersebut
b. Pemeriksaan Dini
- Pendengaran
Biasanya terdapat gangguan pada pendengaran sejak awal kelahiran, sehingga
dilakukan pemeriksaan secara dini sejak awal kehidupannya
- Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara
rutin oleh dokter ahli mata
c. Pemeriksaan Nutrisi
Pada perkembangannya anak dengan down syndrome akan mengalami gangguan
pertumbuhan baik itu kekurangan gizi pada masa bayi dan prasekolah ataupun
kegemukan pada masa sekolah dan dewasa, sehingga perlu adanya kerjasama
dengan ahli gizi
d. Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa keadaan tulang yan
dianggap sangat mengganggu atau mengancam jiwa (spina servikalis)
(Soetjiningsih, 2000).
2. Pendidikan
a. Pendidikan khusus
Program khus untuk menangani anak dengan down syndrome adalah membuat
desain bangunan dengan menerapkan konsep rangsangan untuk tempat
pendidikan anak-anak down syndrome. Ada tiga jenis rangsangan, yakni fisik,
akademis dan sosial.Ketiga rangsangan itu harus disediakan di dalam ruangan
maupun di luar ruangan. Hal ini diharapkan anak akan mampu melihat dunia
sebagai sesuatu yang menarik untuk mengembangkan diri dan bekerja
b. Taman bermain atau taman kanak kanak
Rangsangan secara motorik diberikan melalui pengadaan ruang berkumpul dan
bermain bersama (outdoor) seperti :
- Cooperative Plaza untuk mengikis perilaku pemalu dan penyendiri.
- Mini Zoo dan Gardening Plaza adalah tempat bagi anak untuk bermain
bersama hewan dan tanaman
c. Intervensi dini.
Pada akhir akhir ini terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai
sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan bagi anak dengan
down syndrome yang akan mendapatkan manfaat dari stimulasi sensori dini,
latihan khusus untuk motorik halus dan kasar dan petunjuk agar anak mau
berbahasa. Dengan demikian diharapkan anak akan mampu menolong diri sendiri,
seperti belajar makan, pola eliminasi, mandi dan yang lainnya yang dapat
membentuk perkembangan fisik dan mental.
d. Penyuluhan terhadap orang tua
Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua singkat, karena kita memandang
bahwa perasaan orang tua sangat beragam dan kerena kebanyakan orang tua tidak
menerima diagnosa itu sementara waktu. Hal ini perlu disadari bahwa orang tua
sedang mengalami kekecewaan. Setelah orang tua merasa bahwa dirinya siap
menerima keadaan anaknya, maka penyuluhan yang diberikan selanjutnya adalah
bahwa anak dengan down syndrome itu juga memiliki hak yang sama dengan
anak normal lainnya yaitu kasih sayang dan pengasuhan. Pada pertemuan
selanjutnya penyuluhan yang diberikan antra lain : Apa itu down syndrome,
karakteristik fisik dan antisipasi masalah tumbuh kembang anak. Orang tua juga
harus diberi tahu tentang fungsi motorik, perkembangan mental dan bahasa.
Demikian juga penjelasan tentang kromosom dengan istilah yang sederhana,
informasi tentang resiko kehamilan berikutnya (Soetjiningsih, 2000).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata (pasien, penanggungjawab)
2. Riwayat kesehatan (sekarang, dahulu, imunisasi, persalinan)
3. Lakukan pengkajian fisik
4. Lakukan pengkajian perkembangan
5. Dapatkan riwayat keluarga, terutama yang berkaitan dengan usia ibu atau anak
lain mengalami keadaan serupa
6. Observasi adanya manifestasi Sindrom Down:
a. Karakeristik Fisik (Paling sering terlihat)
- Tengkorak bulat kecil dengan oksiput datar
- Lipatan epikantus bagian dalam dan fisura palpebra serong (mata miring
ke atas dan keluar)
- Hidung kecil dengan batang hidung tertekan kebawah (hidung sadel)
- Lidah menjulur kadang berfisura
- Mandibula hipoplastik (membuat lidah tampak besar)
- Palatum berlengkung tinggi
- Leher pendek tebal
- Muskulatur Hipotonik (perut buncit, hernia umbilikus)
- Sendi hiperfleksibel dan lemas
- Tangan dan kaki lebar, pandek tumpul.
- Garis simian (puncak transversal pada sisi telapak tangan
- Intelegensia / pemikiran
- Bervariasi dan retardasi hebat sampai intelegensia normal rendah
- Umumnya dalam rentang ringan sampai sedang
- Kelambatan bahasa lebih berat daripada kelambatan kognitif
b. Anomaly congenital (peningkatan insiden)
- Penyakit jantung congenital (paling umum)
- Defek lain meliputi: agenesis renal, atresia duodenum, penyakit hiscprung,
fistula esophagus, subluksasi pinggul. Ketidakstabilan vertebra servikal
pertama dan kedua (ketidakstabilan atlantoaksial)
c. Masalah Sensori (seringkali berhubungan)
- Kehilangan pendengaran konduktif (sangat umum)
- Strabismus
- Myopia
- Nistagmus
- Katarak
- Konjungtivitis
7. Pertumbuhan dan perkembangan seksual
8. Pertumbuhan tinggi badan dan BB menurun
9. Perkembangan seksual terhambat, tidak lengkap atau keduanya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesulitan
pemberian makan
2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
pembentukan organ yang kurang sempurna
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnose I: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kesulitan pemberian makan
NOC: Setelah diberikan intervensi keperawatan, diharapkan pengetahuan
orangtua adekuat mengenai manajemen kesulitan makan yang dialami anak.

NIC:
a. Bina hubungan saling percaya dengan orangtua anak untuk mendapatkan
informasi mengenai ketidakmampuan yang dialami oleh anak
b. Ajarkan orangtua tentang kebutuhan nutrisi bagi anak sesuai dengan usia
Rasional: orangtua perlu mengetahui kebutuhan nutrisi yang tepat bagi anak
sesuai dengan usia untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Ajarkan orangtua untuk selalu memegang bayi saat memberikan ASI atau
susu melalui botol. Hindari memberikan di tempat tidur dan beritahu orang tua
untuk mengamati ketidak mampuan anak dalam makan akibat lidah yang
besar
Rasional: pengajaran diberikan agar orangtua memperhatikan respon anak
ketika diberikan susu atau makanan sehingga orangtua dapat mengetahui
seberapa besar nutrisi anak dapat terpenuhi
2. Diagnose II: Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan pembentukan organ yang kurang sempurna
NOC: Setelah diberikan intervensi keperawatan, diharapkan pengetahuan
orangtua adekuat mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia

NIC:
a. Bina hubungan saling percaya dengan orangtua anak untuk mendapatkan
informasi mengenai ketidakmampuan yang dialami oleh anak
b. Ajarkan orangtua tentang kemampuan anak berdasarkan tahap pertumbuhan
dan perkembangan sesuai dengan usia anak
c. Diskusikan dengan orangtua kemampuan atau letak tumbuh kembang anak
yang mengalami gangguan
d. Ajarkan orangtua tentang stimulasi yang tepat diberikan kepada anak sesuai
dengan usia untuk membantu merangsang pertumbuhan dan perkembangan
anak yang mengalami gangguan
3. Diagnose III: Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber
informasi
NOC: Setelah diberikan intervensi keperawatan, diharapkan pengetahuan
orangtua adekuat mengenai proses penyakit yang dialami anak.

NIC:
a. Bina hubungan saling percaya dengan orangtua anak untuk mendapatkan
informasi mengenai ketidakmampuan yang dialami oleh anak
b. Berikan kesempatan kepada orangtua untuk mengungkapkan perasaannya
c. Tanyakan informasi yang tidak diketahui oleh orangtua mengenai kondisi
yang dialami oleh anak
d. Fasilitasi orangtua dengan memberikan informasi seperti proses penyakit,
manifestasi klinis dan penanganan yang dapat diberikan
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.(2013). Nursing
Interventions Classification (NIC), 7th. Elsevier.
Herdman, T. H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing diagnosis definitions and
classification 2015-2017, 10th. Oxford: Wiley Blackwell.
Krishna. (2013). Mengenali keluhan anda: info kesehatan umum untuk masyarakat. Jakarta:
Informasi Medika.

Moorhead, S. M., Johnson, Maas., M. L., & Swanson E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th. Elsevier.
Soetjiningsih. (2000). Tumbuh kembang anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sudiono, J. (2009). Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC.

Wong. (2003). Pedoman klinis keperawatan pediatrik edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai