SKRIPSI
OLEH:
YOLANDA KRISTINE. P
NIM 141501173
SKRIPSI
OLEH:
YOLANDA KRISTINE. P
NIM 141501173
ii
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya
Lour.) terhadap Proliferasi Sel Pada Aorta Tikus Hiperglikemia melalui Ekspresi
Ki-67.
menyampaikan rasa terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Panal Sitorus,
M.Si., Apt., selaku Kepala laboratorium Biologi yang telah memberi izin untuk
Anjelisa Zaitun Hasibuan, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
Penulis juga berterimakasih kepada Ibu Yuandani, M.Si., Ph.D., Apt., dan
Ibu Khairunnisa, M.Pharm., Ph.D., Apt., sebagai tim penguji yang sangat banyak
M.Sc., Apt., sebagai dosen penasihat akademik, beserta seluruh dosen pengajar di
Fakultas Farmasi atas arahan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan kepada penulis
iv
S.E., Ibunda Evinain Lumbantobing, S.T., adik-adik saya Gracella Ajani dan
Richard Gabriel, serta tante saya Tiorida Lumbantobing yang selalu memberikan
doa dan dukungan penuh kepada penulis tanpa henti selama ini.
Kia, Sifa, Donna, Nadya, Vega, Rehu, Mitra, dan teman-teman SMA penulis
Belinda Adman Daleni, S.Farm., Devin Sitompul, A.md., Michael Simamora, dan
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda
atas kebaikan yang telah diberikan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
Yolanda Kristine. P
NIM 141501173
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi
ini ditemukan plagiat akibat kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima
sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat
digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Yolanda Kristine. P
NIM 141501173
vi
ABSTRAK
Kata kunci : Puguntano (Picria fel-terrae Lour.), histopatologi aorta, ekspresi Ki-
67, proliferasi sel, diabetes melitus.
vii
ABSTRACT
viii
Halaman
JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL................................................................................. ii
ix
xi
xii
LAMPIRAN .............................................................................................. 46
xiii
Tabel
Halaman
xiv
Gambar Halaman
xv
Grafik Halaman
xvi
Lampiran
Halaman
xvii
PENDAHULUAN
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu
tanda khas penyakit diabetes melitus, meskipun juga mungkin didapatkan pada
beberapa keadaan yang lain. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus merupakan
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Sedangkan International Diabetes Federation
9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Dengan angka
tersebut Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua peringkat
dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 dikalangan remaja dan anak-
Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah
insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”
ditandai dengan perubahan struktur dan fungsi vaskular, yaitu adanya disfungsi
endotelial (Ellenberg, 2005). Diabetes memberikan akibat yang berat pada sistem
aterosklerosis yang timbul lebih cepat, mengenai aorta dan pembuluh darah
kerusakan jaringan pada diabetes. (Giacco, 2011). Selain itu, terbentuknya ROS
(Reactive Oxygen Species) oleh karena kondisi diabetes juga disebabkan oleh
adanya gangguan sistem poliol yang mengakibatkan stres oksidatif (Kumar, et al.,
2013).
dengan cara merusak produksi insulin oleh sel beta pankreas. Streptozotosin
merupakan analog glukosa yang toksik yang akan terakumulasi di dalam sel beta
Proliferasi sel dipicu oleh beberapa faktor seperti protein Ki-67 atau MIB
I, dan beberapa Cyclin. Proliferasi sel dapat diukur dengan pemeriksaan antigen
suatu protein inti non-histon yang diekspresikan selama semua fase aktif siklus
didapatkan bahwa ekspresi Ki-67 negatif pada kondisi diabetes, ekspresi Ki-67
positif pada kondisi kontrol (normal), ekspresi Ki-67 sedang (moderate) pada
kondisi diabetes yang diberikan zink, dan ekspresi Ki-67 rendah pada kondisi
diabetes yang diberikan insulin. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi
masyarakat Desa Tiga Lingga Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara sebagai
obat antidiabetes. Selain itu, tanaman ini juga diyakini dapat berkhasiat sebagai
penghilang rasa sakit di badan, meningkatkan daya tahan tubuh, bahkan sebagai
galat) dari fraksi etil asetat dengan aktivitas antioksidannya yang tinggi. Berbagai
ekstrak etanol herba puguntano terhadap pencegahan terbentuknya sel busa dan
tikus hiperglikemia.
sebagai berikut:
1.3 Hipotesis
sebagai berikut:
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
(Picria fel-terrae Lour.) dalam meningkatkan proliferasi sel pada aorta tikus
hiperglikemia.
Penelitian ini menggunakan tikus jantan sebagai hewan uji. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah kelompok perlakuan EEHPT dengan dosis 200
tikus normal. Variabel terikat pada penelitian ini adalah gambaran histopatologi
melalui penurunan sel busa, dan proliferasi sel melalui ekspresi Ki-67. Adapun
Ekstrak Etanol
Herba Puguntano Gambaran
200 mg/kgBB histopatologi Penurunan
aorta sel busa
Metformin dosis
45 mg/kgBB
Tikus yang diinduksi
STZ dengan dosis 35
mg/kgBB
CMC-Na 1% BB
Ekspresi
Proliferasi Sel
Normal Ki-67
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Famili : Linderniaceae
Genus : Picria
Nama lain tumbuhan ini yaitu Tamah Raheut (Sunda), daun Kukurang
(Maluku), Papaita (Ternate). Nama asing tumbuhan ini yaitu Kong Saden (Laos),
Hempedu Tanah, Gelumak Susu, Rumput Kerak Nasi (Malaysia), Thanh, M[aaj]t
Daunnya berbentuk oval dengan panjang 3-6 cm dan lebar 2-3 cm. Ujung daun
melancip, tepi daun bergigi. Pembungaan berupa tandan diujung atau dibatang.
Panjang kelopak bunga 6 mm, dua kali lipat panjangnya di dalam buah. Kelopak
daun bagian luar berbentuk seperti telur dan hati. Mahkota bunga berwarna coklat
gelap kemerahan. Buahnya berbentuk kapsul, seperti telur, pipih, panjang 3-4
mm, berkelopak 2 dengan beberapa biji. Biji berbentuk bulat dengan diameter 0.6
picfeltarraenin IV (5).
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang
yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau
gabungan antara ketiganya, simplisia hewani yang berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, dan
simplisia mineral yang berupa mineral yang belum diolah atau telah diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (Depkes RI, 1979).
2.3 Maserasi
merupakan proses penarikan kandungan kimia dari suatu bahan tumbuhan dengan
pelarut cair. Proses pengekstraksi simplisia dengan metode maserasi yaitu dengan
sesuai sehingga lebih dari 95% zat terlarut terekstraksi. Cairan yang diperoleh
RI, 2000).
yang belum pernah diekstraksi. Hal ini disebabkan karena ekstraksi dilakukan
peruraian oleh panas. Pelarut dalam metode maserasi dan perkolasi menembus
10
diekstraksi. Zat-zat terlaut akan dibawa keluar dari sel berdasarkan perbedaan
2.4 Streptozotosin
dengan cara merusak produksi insulin oleh sel beta pankreas. Streptozotosin
merupakan analog glukosa yang toksik yang akan terakumulasi di dalam sel beta
pankreas dan bersifat toksik karena menghasilkan radikal bebas yang akan
=> mengubah struktur protein => kerusakan fungsi biologis. Sementara itu,
(CH3+) yang menjadi kunci alkilasi DNA => DNA rusak => aktivasi NAD+ yang
berlebihan untuk memperbaiki DNA => ATP habis untuk mengisi ulang NAD+
yang habis => ATP dan NAD+ habis => perubahan fungsi seluler => kematian sel
11
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi batas
multipel, khususnya ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah (Kumar, et al., 2013).
Sebagian besar kasus diabetes termasuk pada salah satu dari dua kelompok
besar yaitu diabetes melitus tipe 1 (DMT1) dan diabetes melitus tipe 2 (DMT2).
Diabetes melitus tipe 1 ditandai oleh defisiensi absolut sekresi insulin yang
disebabkan karena kerusakan sel beta pankreas, biasanya akibat suatu serangan
melitus tipe 2 ditandai oleh defisiensi insulin relatif yang disebabkan karena sel
beta pankreas yang tidak adekuat. Sekitar 80% hingga 90% pasien diabetes
efek patologis yang serius hampir diseluruh sistem dalam tubuh. Komplikasi
ginjal, dan lesi yang mengenai saraf perifer dan mata. Terdapat tiga jalur
12
(AGE), aktivasi protein kinase C, dan gangguan sistem poliol (Kumar, et al.,
2013).
deoksiglukoson) dengan kelompok amino dari protein intrasel dan ekstrasel. AGE
berikatan dengan reseptor spesifik (RAGE), yang diekspresikan pada sel inflamasi
(makrofag dan sel T) dan pada endotel serta otot polos pembuluh darah. Efek
prokoagulan pada sel endotel dan makrofag, peningkatan proliferasi otot polos
pembuluh darah dan sintesis matriks ekstrasel. Selain efek yang diperantarai oleh
reseptor, AGE dapat secara langsung berikatan silang dengan protein matriks
deposit protein. Protein yang berikatan silang dengan AGE dapat menjebak
oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, suatu poliol, dan pada akhirnya
13
juga diperlukan oleh enzim glutation reduktase pada suatu reaksi yang
antioksidan intrasel dan setiap reduksi GSH akan meningkatkan kerentanan sel
spesifik, ada dua tipe komplikasi vaskular yang disebabkan oleh diabetes yaitu
2005).
Diabetes memberikan akibat yang berat pada sistem pembuluh darah. Ciri
khas dari penyakit makrovaskular diabetik adalah aterosklerosis yang timbul lebih
cepat, mengenai aorta dan pembuluh darah berukuran besar dan sedang. Infark
makrofag dan sel busa (Kumar, et al., 2013). Sel busa merupakan lapisan yang
mengandung makrofag yang bermuatan lipid dan sel-sel otot polos yang
14
penebalan difus membran basal. Penebalan ini paling nyata pada kapiler kulit, otot
lebih mudah membocorkan protein plasma daripada kapiler normal (Kumar, et al.,
2013).
spesies kimia mengandung sebuah elektron tanpa pasangan pada orbit terluar.
Situasi kimia demikian amat tidak stabil dan radikal bebas akan segera bergabung
dengan zat kimia anorganik atau organik. Apabila timbul dalam sel, radikal bebas
tersebut akan menyerang asam nukleat dan juga berbagai protein sel dan lipid.
dengannya akan berubah menjadi radikal bebas lain, sehingga terjadi suatu
2.6.1 Antioksidan
dan dengan demikian akan mengurangi jejas. Radikal bebas tidak stabil dan akan
rusak dengan sendirinya. Sistem enzim yang berperan sehingga radikal bebas
15
sel dari kerusakan oksidatif, katalase yang dijumpai pada peroksisom mampu
mendegradasi jutaan molekul H2O2 tiap detik. Selain itu, terdapat pula antioksidan
2.7 Metformin
jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus
meningkatkan berat badan. Fenformin dan buformin tidak dipakai lagi karena efek
mudah dipulas dengan pewarna basa yang disebut basofilik, sedangkan komponen
jaringan dengan muatan kationik lebih mudah dipulas dengan pewarna asam yang
disebut asidofilik. Dari semua pewarna, kombinasi hematoksilin dan eosin (HE)
paling banyak dipakai. Hematoksilin memulas DNA intisel dan struktur asam
16
rawan) menjadi biru. Sebaliknya eosin memulas sitoplasma dan kolagen menjadi
2.9 Imunohistokimia
tersebut. Interaksi yang sangat spesifik antar molekul adalah interaksi yang terjadi
antara antigen dan antibodinya. Oleh sebab itu, metode yang menggunakan
letak protein spesifik yang dapat ditentukan oleh metode ini (Junqueira, 2014).
Metode IHC yang paling standar dan sering digunakan yaitu dengan
kemudian memberi label biotin untuk berikatan dengan antibodi, dan membentuk
selama fase aktif siklus sel, kecuali G0. Antigen ini ditemukan pertama kali pada
tahun 1980-an di kota Kiel oleh Gerdes dan kawan-kawan (sehingga disebut „Ki‟).
Metode imunohistokimia dapat digunakan untuk melihat ekspresi Ki-67. Sel yang
17
METODE PENELITIAN
pengaruh EEHPT terhadap penurunan sel busa pada aorta tikus hiperglikemia dan
menghitung ekspresi Ki-67 pada aorta pada tikus hiperglikemia. Tahap penelitian
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan di Rumah Sakit Murni Teguh.
3.1.1 Alat-alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium
Germany), kertas bebas abu, krus porselen, penangas air, oral sonde, mortir dan
stamfer, freeze dryer (Edwards), alat PK air, seperangkat alat bedah hewan, tanur,
18
(Picria fel-terrae Lour.), bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain
adalah berkualitas pro analisis, yaitu : air suling, etanol 96% (Merck),
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml
Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2
Sebanyak 5,5 mL larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai
19
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling
hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu
Sebanyak 0.8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml
diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI,
1995).
volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Depkes
RI,1995).
20
penelitian ini adalah simplisia herba puguntano (Picria fel-terrae Lour.) yang
diperoleh dari Desa Tiga Lingga Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara.
akar, dikumpulkan dan dicuci hingga bersih pada air mengalir dan ditiriskan,
dalam lemari pengering dengan temperatur 40-50ºC hingga kering yang ditandai
air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan
kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam (WHO, 1992).
96%. Sebanyak 600 g serbuk simplisia herba puguntano (Picria fel-terrae Lour.)
dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 4,5 liter etanol 96%, ditutup
21
lalu diserkai, ampas diperas dan dicuci dengan etanol 96% sebanyak 1,5 liter. Sari
dipindahkan kedalam bejana tertutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari
rotary evaporator suhu 40 ºC sampai diperoleh ekstrak kental (Depkes RI, 1979).
dan ukuran serta pemeriksaan organoleptik dengan mengamati warna, rasa dan
bau dari tumbuhan segar, simplisia dan serbuk simplisia herba puguntano.
a. Penjenuhan toluena
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan kedalam labu alas
jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume
ke dalam labu yang berisi toluena jenuh tersebut. Lalu dipanaskan hati-hati selama
15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap
dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam
22
memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua
volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan
air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen dari yang larut dalam
air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
etanol 96% di dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali kemudian dibiarkan
ml filtrat diuapkan dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah
dipanaskan dan ditara sampai kering. Sisa yang diperoleh dipanaskan pada suhu
1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96%
dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu
23
Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,
sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan
klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit,
didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida:
diambil tabung reaksi, lalu kedalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-
Dragendorff. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling
24
alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna
merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya
atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau (Harborne, 1987).
10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10
100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes
pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau
95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks 2 jam, didinginkan
(II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan
25
dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya
0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas
penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.
dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan
Hewan yang digunakan adalah tikus putih jantan dengan berat 180-200
penerimaan cahaya 12 jam gelap dan 12 jam terang (Depkes RI, 1995).
konsentrasi tertentu. Larutan STZ dibuat dengan melarutkan STZ dengan akuades
1%, dan tikus normal), masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus.
Suspensi EEHPT, metformin, dan CMC-Na diberikan setiap hari selama 15 hari.
26
Tikus DM yang akan diuji untuk melihat proliferasi sel yang terjadi pada
25 ekor tikus yang dibagi kedalam 5 kelompok perlakuan dan diberi EEHPT
penelitian Asniman (2017), EEHPT dengan dosis 200 mg/kgBB memberikan efek
penurunan kadar gula darah yang paling optimal. Tikus yang diberikan EEHPT
dengan dosis 200 mg/kgBB, tikus CMC-Na, tikus metformin, dan tikus normal
dibedah dan diambil aortanya untuk diamati sel yang mengalami proliferasi.
diawali dengan pembuatan blok parafin, pembuatan preparat HE, dan dilanjutkan
(Hasibuan, 2014):
a. Sampel diambil pada jaringan aorta tikus yang mengalami diabetes, lalu
b. Sampel diambil pada jaringan aorta tikus, lalu direndam dengan buffer
xylol I, xylol II, dan xylol III masing-masing selama 1-2 jam.
27
dalam alkohol bertingkat selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air
28
menit.
dilakukan set up pre heat 650C, kemudian running time 980C selama 15 menit.
Waktu yang dibutuhkan proses ini adalah selama lebih kurang 1 jam.
d. Kemudian dilakukan Pap Pen dan segera dimasukkan dalam Tris Buffered
29
dengan hematoksilin selama 15 menit dan dicuci kembali dengan air mengalir
selama 5 menit
r. Preparat dicuci dengan air mengalir selama 5 menit lalu dilakukan dehidrasi
masing-masing 5 menit.
s. Dilakukan clearing dengan xylol I, xylol II, xylol III masing-masing selama 5
menit.
halaman 57.
30
hijau, berbentuk bulat telur, tepi daun beringgit, permukaan daun kasar dan
berbulu, batang berwarna coklat muda, batang bercabang tunggal yang dapat
31
mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama. Standardisasi kadar air simplisia memenuhi syarat yaitu tidak
lebih dari 10% (Depkes RI, 1986). Hasil penetapan kadar air simplisia herba
batasan minimal kandungan air yang masih dapat ditolerir oleh simplisia. Kadar
air yang tinggi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sediaan dan merupakan
Penetapan kadar sari larut air dilakukan menggunakan pelarut air untuk
mengetahui kadar senyawa kimia yang bersifat polar yang terkandung dalam
pelarut etanol untuk mengetahui kadar senyawa kimia yang bersifat polar maupun
nonpolar yang terkandung dalam simplisia. Kadar sari larut air dan kadar sari larut
etanol pada simplisia herba puguntano berturut-turut adalah 18,51% dan 7,19%.
internal (abu fisiologis) yang berasal dari tanaman itu sendiri, dan eksternal (abu
nonfisiologis) yang berasal dari luar seperti pasir dan tanah yang terdapat dalam
sampel (WHO, 1992). Hasil penetapan kadar abu dalam simplisia herba
puguntano adalah 8,43%. Penetapan kadar abu tidak larut asam dimaksudkan
untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada pada simplisia
(WHO,1992). Hasil penetapan kadar abu tidak larut asam pada simplisia herba
puguntano adalah 0,57%. Kadar logam berat yang tinggi dapat membahayakan
kesehatan sehingga diperlukan penetapan kadar abu dan kadar abu tidak larut
32
Skrining fitokima terhadap SHPT dan EEHPT dapat dilihat pada Tabel
4.2. Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa SHPT positif terhadap senyawa
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia herba puguntano (SHPT) dan ekstrak
etanol herba puguntano (EEHPT).
No Skrining Pereaksi SHPT EEHPT
Dragendorff (-) endapan coklat (-) endapan coklat
(-) endapan
1. Alkaloid Bouchardat (-) endapan kuning
kuning
Mayer (-) endapan putih (-) endapan putih
2. Flavonoid Zn+ HCl pekat (+) merah (+) merah
(+) hijau (+) hijau
3. Tanin FeCl3 1%
kehitaman kehitaman
Triterpeno Liebermann-
4. (+) merah ungu (+) merah ungu
id/Steroid Bouchard
5. Saponin Air panas, dikocok (+) busa (+) busa
6. Glikosida Molish (+) coklat (+) coklat
4.5 Hasil Pengujian Gambaran Histopatologi dan Skor Ekspresi Ki-67 Aorta
Tikus Hiperglikemia
(2017) menyatakan bahwa EEHPT dengan dosis 100, 200, dan 400 mg/kgBB
dapat menurunkan KGD tikus yang diinduksi STZ. Hal ini dapat terjadi karena
adanya senyawa saponin pada herba puguntano. EEHPT dengan dosis 200
mg/kgBB memberikan efek penuruan kadar gula darah yang paling optimal.
berkhasiat menurunkan kadar gula darah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
33
simplisia puguntano memberikan efek penurunan kadar gula darah yaitu dengan
merangsang sekresi insulin. Selain itu, terdapat juga golongan senyawa fitosterol
insulin, dan sebagai antioksidan untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada
sel-sel di Langerhans.
puguntano dapat menurunkan nilai HOMA-IR pada pasien penderita DM tipe II.
struktur asam lainnya disel (seperti bagian sitoplasma yang kaya RNA dan
matriks tulang rawan) menjadi biru. Sebaliknya eosin memulas sitoplasma dan
lipid dan sel-sel otot polos yang sitoplasmanya membesar oleh lipid. Sel busa
lemak di dalam sel dan luar sel (Lapatta, 2013). Berdasarkan penelitian yang
34
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.1 menunjukkan gambaran histopatologi aorta tikus
Keterangan:
(a) : gambaran histopatologi aorta tikus kontrol negatif dengan CMC-Na 1%
(b) : gambaran histopatologi aorta tikus dengan pemberian metformin
(c) : gambaran histopatologi aorta tikus dengan pemberian EEHPT
(d) : gambaran histopatologi aorta tikus normal
Panah merah menunjukkan sel busa yang berwarna putih
streptozotosin dan tidak diberi perlakuan, menunjukkan adanya sel busa yang
sangat banyak pada tunika intima (gambar a). Pada tikus yang diberi perlakuan
dengan metformin, masih terdapat sel busa yang sedikit pada tunika intima
(gambar b). Sementara untuk tikus yang diberi perlakuan dengan EEHPT tidak
35
sel (gambar c). Pada tikus normal yang tidak diinduksi dengan streptozotosin
menunjukkan gambaran aorta normal yang tidak ada sel busanya (gambar d).
karena adanya perubahan struktur dan fungsi vaskular, yang berujung pada
dari asam lemak bebas sehingga mengakibatkan terjadinya kondisi stres oksidatif.
fagositosis oleh makrofag kemudian terakumulasi membentuk sel busa (foam cell)
30 hari secara histopatologi menunjukan pembentukan sel busa pada tunika intima
sampai media pembuluh darah aorta tikus. Asap rokok dapat menimbulkan radikal
faktor relaksasi dan kontraksi. Sementara itu, di dalam sumsum tulang dan aliran
36
Sel-sel ini disebut Endothelial Progenitor Cell (EPC) (Athiroh dan Nur, 2012).
protease dan migrasi sel endotel. Sel endotel bermigrasi ke matriks yang telah
Dalam penelitian ini dihitung skor ekspresi Ki-67 aorta tikus untuk
sel yang rusak akibat diabetes. Semakin tinggi nilai skor ekspresi Ki-67, maka
semakin besar pula proliferasi selnya sehingga sel-sel yang rusak mengalami
perbaikan.
pada Gambar 4.2. Skor ekspresi Ki-67 pada aorta tikus yang diinduksi
streptozotosin dapat dilihat pada Tabel 4.3. Perhitungan skor ekspresi Ki-67 pada
perbesaran 40x dan dibagi menjadi 4 lapangan pandang. Dihitung persentase sel
yang mengekspresikan Ki-67 (berwarna coklat) dari 200 sel yang diamati dengan
37
(2a) (2b)
(3a) (3b)
(4a) (4b)
Gambar 4.2 Gambaran mikroskopik ekspresi Ki-67 pada aorta tikus dengan
perbesaran 10x dan 40x
Keterangan:
1 : Kelompok kontrol negatif
2 : Kelompok metformin
3 : Kelompok EEHPT
4 : Kelompok normal
a : Perbesaran mikroskop 10x
b : Perbesaran mikroskop 40x
Panah merah menunjukkan ekspresi Ki-67 yang berwarna coklat
38
Keterangan:
a. Sig (p) < 0,05 = ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok metformin
b. Sig (p) < 0,05 = ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol
negatif
90
Rata-Rata Skor Ekspresi Ki-67
78.000
80
70
60
47.000
50
40 30.167 Rata-rata Skor
30 Ekspresi Ki-67
20 9.833 (%±SD)
10
0
Kontrol Negatif Metformin EEHPT Normal
Perlakuan
Grafik 4.1 Grafik batang rata-rata skor ekspresi Ki-67 aorta tikus (% SD).
Pada Tabel 4.3 terdapat perbedaan skor ekspresi Ki-67 pada masing-
ekspresi Ki-67 yang berbeda signifikan dengan kelompok metformin (sign 0,000;
p<0,05), berbeda signifikan dengan kelompok EEHPT (sign 0,000; p<0,05), dan
berbeda signifikan dengan kelompok kontrol negatif (sign 0,000; p<0,05). Skor
39
p<0,05), dan berbeda signifikan dengan kelompok kontrol negatif (sign 0,000;
p<0,05). Namun, skor ekspresi pada kelompok EEHPT menunjukkan angka yang
diabetes memberikan skor ekspresi Ki-67 yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pemberian metformin. Hal ini menunjukkan bahwa EEHPT lebih baik dalam
sel endotelial mungkin disebabkan oleh kandungan polifenol (flavonoid dan metil
galat) dari fraksi etil asetat dengan aktivitas antioksidannya yang tinggi. Penelitian
Athiroh dan Nur (2012) menunjukkan bahwa flavonoid dari benalu teh diduga
dalam memperbaiki sel yang rusak dengan meningkatkan VEGF karena EEHPT
40
5.1 Kesimpulan
ekspresi Ki-67 pada aorta tikus yang diinduksi streptozotosin. Adapun kesimpulan
a. EEHPT dapat mengurangi sel busa yang terbentuk akibat stres oksidatif pada
kondisi diabetes.
5.2 Saran
41
Athiroh, N., dan Nur, P. (2012). Mekanisme Kerja Benau Teh Pada Pembuluh
Darah. Jurnal Kedokteran Brawijaya, (27)1: 1-5.
Depkes RI. (1986). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 300-306, 321, 325, 333-337.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 300-306, 321, 325, 333-337.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 10-11.
42
Furqan, M., Hadisahputra, S., dan Rosidah. (2014). Effects of Inhibition Cell
Cycle and Apoptosis of Poguntano leaves Ethylacetate Extract (Picria fel-
terrae Lour.) on Breast Cancer Cells. International Journal of PharmTech
Research, (6)3: 1096.
Giacco, F., dan Michael B. (2011). Oxidative Stress and Diabetic Complications.
New York: American Heart Association, Inc. Hal. 1066.
Harahap, U., Patilaya, P., Marianne., Yuliasmi, S., Husori, D. I., Prasetyo, B. E.,
Sumantri, I. B., dan Wahyuni, H. S. (2013). Profil Fitokimia Ekstrak
Etanol Daun Puguntano (Curanga fel-terrae Lour.) yang Berpotensi
Sebagai Antiasma. Seminar Nasional Sains dan Teknologi V. Hal. 425.
Harfina, F., Bahri, S., dan Saragih, A. (2012). Pengaruh Serbuk Daun Puguntano
(Curanga fel-terrae Merr.) pada Pasien Diabetes Mellitus. Journal of
Pharmaceutics and Pharmacology, (1)2: 113, 117.
Hezer, S., Wijaya, I., dan Widjayahadi, N. (2014). Ekspresi Caspase 3 dan Ki-67
pada Adenokarsinoma Mammae Mencit C3H dengan Pemberian Ekstrak
Akar Salvia milthiorrhiza Bunge. J Indon Med Assoc, (64)5: 234-239.
43
Juwita, N.A. (2009). Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Pugun
Tano (Curanga fel- terrae Merr.) terhadap Mencit Putih. Skripsi. Medan:
Fakultas Farmasi USU.
Kumar., Abbas., dan Aster. (2013). Buku Ajar Patologi. Edisi 9. Singapura:
Elsevier Inc. Hal. 13-14, 329-335, 728-729.
Lapatta, N., Loho, L., dan Lintong, P. (2013). Gambaran Histopatologi Aorta
Tikus Wistar yang Terpapar Asap Rokok. Jurnal e-Biomedik, (1)2: 1021-
2022.
Nugroho, A. M., Ulfa, E., dan Rena, N. (2016). Pengaruh Gel Ekstrak dan Serbuk
Mentimun (Cucumis sativus) Terhadap Angiogenesis Pada Penyembuhan
Luka Bakar Derajat IIB Pada Tikus Wistar. E-Jurnal Pustaka Kesehatan,
(4)3: 443-447.
Patilaya, P., Husori, D. I., dan Sumantri, I. B. (2017). The Anthelmintic effects of
ethanol extract of Curanga fel-terrae leaves on Ascaridia galli. Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, (10)2: 118.
44
Suhatri., Netty, M., Delva, Y., dan Rahmi, Y. (2009). Efek Proteksi Fraksi Etil
Asetat Daun Surian (Toona sureni (Blume) Merr.) Terhadap
Aterosklerosis. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis, (1)1: 10-19.
Zou, J. M., Wang, L. S., Ma, X. M., Guo, Y. J., dan Shi, R. B. (2006). A new
Cucurbitacin from Picria fel-terrae. US National Library of Medicine,
(8)4: 367-371.
45
46
47
B C
Keterangan:
A: herba puguntano segar
B: simplisia herba puguntano
C: serbuk simplisia herba puguntano
48
Herba Puguntano
Dicuci dari pengotor sampai bersih
Ditiriskan
Dipotong kecil-kecil
Dikeringkan
Simplisia
Dihaluskan dengan blender
Disimpan
Serbuk Simplisia
49
Filtrat Residu
Ekstrak Kental
95,395 g
50
No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml)
1. 3, 0030 1,15 1,30
2. 3, 0024 1,30 1,50
3. 3, 0009 1,50 1,65
1 30 ; 1 15
a. Kadar air = x 100% = 4,99%
3 0030
1 50 ;1 30
b. Kadar air = x 100% = 6,66 %
3 0024
1 65 ;1 50
c. Kadar air = x 100% = 4,99%
3 0009
4 99 :6 66 :4 99
% Rata-rata = = 5,54%
3
0 2136 100
b. Kadar sari larut dalam air = 5 0118 100% = 21,30%
20
0 1619 100
c. Kadar sari larut dalam air = 5 0120 100% = 16,15%
20
18 08 :21 30 :16 15
% Rata-rata kadar sari larut dalam air = = 18,51%
3
51
0 0750 100
b. Kadar sari larut dalam etanol = 5 0183 100% = 7,47%
20
0 0674 100
c. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 6,71%
5 0183 20
7 39 :7 47 :6 71
% Rata-rata kadar sari larut dalam etanol = = 7,19%
3
0 0892
1. Kadar abu total = 1 0026 100% = 8,89%
0 0846
2. Kadar abu total = 1 0569 100% = 8,00%
0 0861
3. Kadar abu total = 1 0221 100% = 8,42%
8 89 :8 00 : 8 42
% Rata-rata kadar abu total = = 8,43%
3
52
0 0071
1. Kadar abu tidak larut dalam asam = 1 0026 x 100% = 0,70%
0 0047
2. Kadar abu tidak larut dalam asam = 1 0569 x 100% = 0,44%
0 0059
3. Kadar abu tidak larut dalam asam = 1 0221 x 100% = 0,57%
0 70 :0 44 :0 57
% Rata-rata kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,57%
3
53
Aquades : 1 tikus = 1 ml
3 tikus = 3 ml
- Ditimbang ekstrak
54
9521
- Serbuk tablet metformin yang ditimbang: 10000 45 mg
X = 43 mg/kgBB
Untuk 3 tikus = 7 ml x 3 = 21 ml
- Cara pembuatan :
55
- Ditimbang STZ
ketamin
0,3 ml
56
1. Uji Deskriptif
Descriptives
skor Ki-67
N Mean Std. Std. 95% Confidence Min Max
Deviation Error Interval for Mean
Lower Upper
Bound Bound
CMC-Na 3 9.833 3.5119 2.0276 1.109 18.557 6.5 13.5
Metformin 3 30.167 2.8431 1.6415 23.104 37.229 27.0 32.5
EEHPT 3 47.000 4.4441 2.5658 35.960 58.040 43.5 52.0
Normal 3 78.000 3.5000 2.0207 69.306 86.694 75.5 82.0
Total 12 41.250 26.2596 7.5805 24.565 57.935 6.5 82.0
2. Uji Normalitas
Tests of Normality
perlakuan Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
thd tikus Statistic df Sig. Statistic df Sig.
CMC-Na .204 3 . .993 3 .843
Metformin .282 3 . .936 3 .510
skor Ki-67
EEHPT .299 3 . .915 3 .433
Normal .333 3 . .862 3 .274
a. Lilliefors Significance Correction
3. Uji ANOVA
ANOVA
skor Ki-67
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7480.417 3 2493.472 190.281 .000
Within Groups 104.833 8 13.104
Total 7585.250 11
57
Multiple Comparisons
Dependent Variable: skor Ki-67
(I) (J) Mean Std. Sig. 95% Confidence
perlakuan perlakuan Differenc Error Interval
thd tikus thd tikus e (I-J) Lower Upper
Bound Bound
Metformin -20.3333* 2.9557 .001 -29.798 -10.868
CMC-Na EEHPT -37.1667* 2.9557 .000 -46.632 -27.702
Normal -68.1667* 2.9557 .000 -77.632 -58.702
CMC-Na 20.3333* 2.9557 .001 10.868 29.798
Metformin EEHPT -16.8333* 2.9557 .002 -26.298 -7.368
Tukey Normal -47.8333* 2.9557 .000 -57.298 -38.368
HSD CMC-Na 37.1667* 2.9557 .000 27.702 46.632
EEHPT Metformin 16.8333* 2.9557 .002 7.368 26.298
Normal -31.0000* 2.9557 .000 -40.465 -21.535
CMC-Na 68.1667* 2.9557 .000 58.702 77.632
Normal Metformin 47.8333* 2.9557 .000 38.368 57.298
EEHPT 31.0000* 2.9557 .000 21.535 40.465
Metformin -20.3333* 2.9557 .000 -27.149 -13.517
CMC-Na EEHPT -37.1667* 2.9557 .000 -43.983 -30.351
Normal -68.1667* 2.9557 .000 -74.983 -61.351
CMC-Na 20.3333* 2.9557 .000 13.517 27.149
Metformin EEHPT -16.8333* 2.9557 .000 -23.649 -10.017
Normal -47.8333* 2.9557 .000 -54.649 -41.017
LSD
CMC-Na 37.1667* 2.9557 .000 30.351 43.983
EEHPT Metformin 16.8333* 2.9557 .000 10.017 23.649
Normal -31.0000* 2.9557 .000 -37.816 -24.184
CMC-Na 68.1667* 2.9557 .000 61.351 74.983
Normal Metformin 47.8333* 2.9557 .000 41.017 54.649
EEHPT 31.0000* 2.9557 .000 24.184 37.816
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
58