OLEH :
NUR IDMAN NATSIR
111 2015 2288
PEMBIMBING:
dr. NUR NASRI, Sp.OT
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dengan judul tersebut dalam rangka
Pembimbing,
2
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. IA
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Maros
Tanggal Masuk :12 Agustus 2018
No RM : 252437
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri pada pangkal paha kiri
Anamnesis Terpimpin :
Keluhan dialami sejak 5 jam sebelum masuk RSUD Kota Makassar akibat
kecelakaan lalu lintas. Pasien sedang mengendarai motor dan dari arah
berlawanan sebuah mobil melaju dan menabrak motor pasien. Lutut pasien
menghantam stir motor, kemudian pasien jatuh di aspal. Pasien mengeluh
nyeri pada pangkal paha kiri, dirasakan terus menerus, terutama saat
digerakkan, dan berkurang saat istirahat. Paha kiri bengkak (+), Nyeri kepala
(-), pusing (-), pandangan kabur (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAK
dan BAB dalam batas normal, riwayat pingsan saat kecelakaan (-), riwayat
alergi (-), riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes (-).
3
C. PEMERIKSAAN FISIK
PRIMARY SURVEY
Airway
Obstruksi jalan napas (-)
Breathing
Nafas spontan, frekuensi 18x/menit, suara nafas vesikuler, dada kanan-kiri
simetris.
Circulation
BP= 120/80 mmHg, nadi= 86x/menit regular dan kuat angkat, CRT < 2 detik.
Disability
Kesadaran kompos mentis, GCS 15 (E4M6V5), pupil bulat isokor ϕ 2.5mm/
2.5 mm, refleks cahaya langsung / tak langsung +/+
Environment
suhu 36.6oC
SECONDARY SURVEY
Keadaan Umum : Gizi cukup, kesadaran composmentis, GCS 456
Vital Sign :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,6⁰C
Kepala & leher : anemis (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-), dyspneu (-), krepitasi
(-), nyeri tekan (-).
Thoraks
Inspeksi :
- Statis : bentuk dada dalam batas normal, simetris
- Dinamis : gerakan paru simetris (+), retraksi iga (-)
4
Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-),
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, suara napas tambahan : rhonki (-
/-) wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
Motorik 5 5 Keterangan : ekstremitas inferior
5 2 sinistra motorik 2/5 karena
tungkai kiri nyeri.
Sensorik N N
N N
Akral Dingin - -
- -
5
Teraba caput femur pada gluteus sinistra
Pulsasi arteri dorsalis pedis : (+)
Move :
Aktif :
Ekstensi : (+) minimal
Fleksi : (+) minimal
Endorotasi : (+) minimal
Eksorotasi : (+) minimal
Pasif :
Ekstensi : (+) minimal
Fleksi : (+) minimal
Endorotasi : (+) minimal
Eksorotasi : (+) minimal
Neurovascular Distal (NVD) :
Neurologis :
Reflek fisiologis : sulit dievaluasi
Reflek patologis : (-)
Motorik : 5/2 (karena tungkai kiri nyeri)
Sensorik : raba (+), nyeri (+), suhu (+)
Vaskular : CRT : 1 detik
6
D. HASIL LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL
RBC 4.10
HGB 11.7
HCT 33.9
PLT 309
WBC 8.1
BT 2’30”
CT 6’00”
GDS 140
SGOT 73
SGPT 17
Ureum 28
Kreatinin 1.5
HbsAg Non-reactive
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
X-Ray Regio Pelvis Sinistrs AP
7
F. DIAGNOSIS
Dislokasi Posterior Hip Joint Sinistra
G. PENATALAKSANAAN
IVFD RL 28 tpm
Ketorolac 30mg/8j/IV
Ranitidin /8j/IV
Ceftriaxon 1gr/12j/IV
Pasang Spalak
8
TINJAUAN PUSTAKA
DISLOKASI SENDI PANGGUL
I. PENDAHULUAN
Dislokasi adalah pindahnya permukaan sentuh tulang yang menyusun
sendi. Cedera ini dihasilkan oleh gaya yang menyebabkan sendi melampaui batas
normal anatomisnya. Pindahnya ujung tulang yang incomplete disebut dislokasi
tidak sempurna atau subluxation. Karena fungsi ligament adalah untuk mencegah
perpindahan atau pergerakan sendi yang abnormal, semua sprains menghasilkan
beberapa derajat subluxation. Dislokasi yang komplit, atau luxation, terjadi saat
ada pemisahan yang komplit dari tulang.
Dislokasi panggul traumatik hampir selalu disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi. Adanya cedera dislokasi menandakan bahwa ada gaya yang
mencapai 90 oz. atau bahkan lebih pada mekanisme traumatik atau adanya
patologi yang mendasari yang telah menyebabkan ketidakstabilan sendi.
Penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengaman memiliki resiko yang lebih
untuk mengalaminya.
Mekanisme klasik untuk dislokasi posterior adalah pada cedera dashboard,
yaitu terjadi gaya yang menekan kepala femur melewati posterior acetabular rim
saat lutut yang terfleksi dan panggul terhantam dashboard pada kecelakaan. Selain
disebabkan oleh dashboard, dikatakan juga bahwa cedera ini bisa terjadi saat
mekanisme mengerem.
Dislokasi anterior terjadi disebabkan oleh rotasi eksternal dan abduksi
panggul. Kasus dislokasi posterior mencapai 90% dari seluruh kasus, sementara
dislokasi anterior hanya sebanyak 10% kasus. Cedera nervus skiatika mungkin
terjadi pada 10-20% kasus dan lebh dari setengah pasien juga mengalami fraktur
lain.
9
II. EPIDEMIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Dislokasi panggul posterior lebih sering ditemukan dibanding dislokasi
panggul anterior yaitu sekitar 90% dari semua jenis dislokasi panggul. Dislokasi
anterior dan sentral terjadi sekitar 10% dari seluruh dislokasi panggul.
Stewart-Milford System
Type I Simple dislocation without fracture
Type II Dislocation with one or more rim fragments but with sufficient socket to ensure
stability after reduction
Type III Dislocation with fracture of the rim producing gross instability
Type IV Dislocation with fracture of the head or neck of the femur
10
anterior dari acetabulum. Terjadi dislokasi dari caput femoris dalam hal ini
dikarenakan hiperekstensi berlebihan dan abduksi dari kaki.
III. ANATOMI
Articulatio coxae adalah persendian antara caput femoris yang berbentuk
hemisphere dan acetabulum os coxae yang berbentuk mangkuk dengan tipe “ball
and socket”. Permukaan sendi acetabulum berbentuk tampak kuda dan dibagian
bawah membentuk takik disebut incisura acetabuli. Rongga acetabulum
diperdalam dengan adanya fibrocartilago dibagian pinggirnya yang disebut
sebagai labrum acetabuli. Labrum ini menghubungkan incisura acetabuli dan
disini dikenal sebagai ligamentum trasversum acetabuli. Persendian ini dibungkus
oleh kapsula dan melekat di medial pada labrum acetabuli.
Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan diperkuat oleh sebuah
ligamentum yang kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum ileofemoral yang
melekat pada SIAI dan pinggiran acetabulum serta pada linea intertrochanterica di
sebelah distal. Ligamentum ini mencegah ekstensi yang berlebihan sewaktu
berdiri.
11
Gambar 1. Articulatio coxae
12
Di belakang simpai ini diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale yang
berbentuk spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo acetabuli.
Ligamentum ini mencegah terjadinya hiperekstensi dengan cara memutar caput
femoris ke arah medial ke dalam acetabulum sewaktu diadakan ekstensi pada
articulatio coxae.
Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini
melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris dan melalui
dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli.
Ligamentum ini terletak pada sendi dan dibungkus membrana sinovial.
Batas-batas articulatio coxae adalah m. illiopsoas, m. pectinus, m. rectus
femoris pada bagian anterior. M. Illiopsoas dan m. pectinus memisahkan a.v.
femoralis dari sendi. M. obturatorius internus mm. gemelli dan m. quadratus
femoris pada bagian posterior yang memisahkan sendi dari n. Ischiadicus. Batas
articulatio coxae pada bagian superior adalah m. piriformis dan m. gluteus
minimus dan batasnya pada bagian inferior adalah tendo m. obturatorius externus.
13
Nervus
Nervus femoralis yang bercabang ke m.rectus femoralis, nervus obturatorius
(bagian anterior), nervus ischiadicus (nervus ke musculus quadratus femoris), dan
nervus gluteus superior.
14
Vaskuler
Cabang-cabang arteria circumflexia femoris lateralis dan arteria circumflexia
femoris medialis serta arteri untuk caput femoris, cabang arteria obturatoria.
Gerakan
Fleksi dilakukan oleh m. illiopsoas, m. rectus femoris, m. sartorius, dan juga
mm. adductores.
Ekstensi dilakukan oleh m. gluteus maximus dan otot-otot hamstring.
Abduksi dilakukan oleh m. gluteus medius dan minimus, dan dibantu oleh m.
Sartorius, m. tensor fascia latae dan m. piriformis.
Adduksi dilakukan oleh m. adductor longus dan m. adductor brevis serta
serabut-serabut adductor dari m. adductor magnus. Otot-otot ini dibantu oleh
m. pectineus dan m.gracillis.
Rotasi lateral
Rotasi medial
Circumduction merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan di atas.
15
Gambar 7. Otot-otot pada panggul
16
panggul dalam posisi ekstensi akan terjadi dislokasi tipe pubik atau iliaka
(superior).
17
yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi aau suatu tekanan
yang melalui femur dimana panggul dalam keadaan adduksi.
V. GAMBARAN KLINIS
Secara khas, pasien dengan dislokasi pinggul posterior traumatic, tampak
dengan pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi pinggul,
adduksi, dan rotasi internal. Adanya caput femoris kadang-kadang dapat dipalpasi
pada bokong ipsilateral. Hal ini dapat diandalkan pada pasien dengan dislokasi
pinggul sederhana, kehadiran patah tulang atau fraktur pada femur ipsilateral atau
pelvis dapat secara dramatis mengubah posisi pasien yang ditunjukkan pasien.
Pada kasus yang jelas pada pasien dengan dislokasi posterior, diagnosis
mudah ditegakkan yaitu kaki pendek, dan sendi panggul teraba dengan jelas
dalam posisi adduksi, rotasi internal dan fleksi. Namun, kadang pada fraktur
tulang panjang, kelainan klinis ini dapat terlewat.
Pada dislokasi anterior, kaki berada dalam posisi external rotasi, abduksi
dan sedikit fleksi. Tidak terjadi pemendekan kaki pada kasus ini., dikarenakan
perlekatan rectus femoris mencegah pemendekan caput bergeser ke atas. Jika
dilihat dari samping tonjolan anterior pada caput yang berdislokasi sangat jelas.
Caput yang menonjol mudah diraba dan gerakan pinggul tidak dapat dilakukan.
Pada dislokasi sentral, didapatkan perdarahan dan pembengkakan di daerah
tungkai bagian proksimal tetapi posisi tetap normal, hanya sedikit di bagian
lateral. Pada perabaan, nyeri dirasakan pada daerah trokanter. Gerakan sendi
panggul sangat terbatas.
18
radiologis pada dislokasi anterior hampir mirip dengan dislokasi posterior pada
posisi anteroposterior. Keadaan yang membedakannya adalah letak trochanter
yang lebih rendah. Pada sisi superior anterior, dislokasi panggul pada keadaan
external rotasi dan letak trochanter yang lebih rendah sangat menonjol sedang
pada dislokasi posterior femur dalam keadaan rotasi interna dan letak trochanter
yang lebih rendah tidaklah menonjol. Pada foto anteroposterior biasanya jelas,
namun tak jarang caput hampir berada di depan posisi normalnya, dan diperjelas
dengan posisi lateral. Pada dislokasi sentral, terdapat adanya pergeseran dan caput
femur menembus panggul.
19
Dislokasi tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup. Fragmen
caput femoris dapat berada tepat pada tempatnya dan dapat dibuktikan dengan
foto atau ct-scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tidak tereduksi maka dilakukan
reduksi terbuka denga caput femoris yang di dislokasikan dan fragmen diikat pada
posisinya pasca operasi. Traksi dipertahankan selama 4 minggu, dan pembebatan
ditunda selama 12 minggu.
Dislokasi Anterior
Manuver yang digunakan hampir sama seperti yang digunakan mereduksi
dislokasi posterior, kecuali bahwa sewaktu paha yang difleksikan ditarik ke atas,
paha harus diadduksi.
Dislokasi Sentral
Apabila terjadi dislokasi sentral, diusahakan untuk mereposisi fraktur dan
mengembalikan bentuk acetabulum ke bentuk normalnya. Pada fraktur
acetabulum dengan penonjolan caput femur ke dalam panggul, maka dilakukan
terapi konservatif dengan traksi tulang selama 4-6 minggu. Pada fraktur dimana
caput femur tembus ke dalam acetabulum, sebaiknya dilakukan traksi pada dua
komponen yaitu komponen longitudinal dan lateral selama 6 minggu dan setelah
8 minggu diperbolehkan berjalan dengan menggunakan penopang berat badan.
20
1.3 Perawatan Pasca Reduksi
Paisen tirah baring dan diimobilisasi dengan traksi kulit selama 2
minggu, kemudian mobilisasi non-weight bearing selama 3 bulan atau tirah
baring hingga nyeri sendi panggul menghilang, kemudian segera mobilisasi
partial weight bearing.
1.4 Follow-up
Pengawasan posisi ekstremitas bawah dalam posisi neutral bila
diimobilasisi dengan traksi kulit, latih isometric segera dilakukan dan latihan
isotonic setelah 2 minggu. Atau dengan pemantauan hilangnya nyeri sendi
panggul dan segera mobilisasi partial weight bearing.
VIII. KOMPLIKASI
Tahap Dini
a. Cedera nervus skiatikus
Cedera nervus skiatikus terjadi 10-14% pada kasus dislokasi posterior selama
awal trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat digunakam sebagai
verfikasi sebelum dan sesudah relokasi untuk mendeteksi terjadinya
komplikasi ini. Jika ditemukan adanya disfugsi atau lesi pada nervus ini
setelah reposisi maka pembedahan eksplorasi dianjurkan untuk mengeluarkam
dan memperbaikinya. Penyembuhan sering membutuhkan waktu yang lama,
minimal beberapa bulan dan sementara proses tersebut, tungkai harus
dihindarkan dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat untuk
menghindari kaki terkulai “foot drop”.
b. Kerusakan pada caput femur
Sewaktu terjadi dislokasi, sering terjadi kaput femur menabrak acetabulum
sehingga pecah atau patah seperti pada kasus fraktur dislokasi.
c. Kerusakan pada pembuluh darah
Pada kebiasaannya, pembuluh darah yang mengalami robekan atau ruptur
adalah arteri glutea superior. Kalau keadaan ini dicurigai maka perlu
21
dilakukan pemeriksaan arteriogram. Pembuluh darah yang robek atau ruptur
mungkin perlu dilakukan ligasi.
d. Fraktur diafisis femur
Bila terjadi bersamaan dengan dislokasi sendi panggul, fraktur ini biasanya
terlewatkan. Kecurigaan adanya dislokasi panggul, bila mana pada fraktur
femur ditemukan posisi fraktur proksimal dalam keadaan adduksi.
Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan di atas dan di bawah daerah
femur. Pemeriksaan CT-Scan dapat memberikan gambaran hasil yang lebih
baik, sekaligus membantu dalam diagnose dan penatalaksanaan fraktur pada
dislokasi.
Tahap Lanjut
a. Nekrosis avaskular
Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang-kurangnya
10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda menjadi
beberapa jam maka kejadian meningkat menjadi 40%. Nekrosis avaskular
terlihat dalam pemeriksaan radiologi konvensional sebagai peningkatan
kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan sekurang-
kurangnya selama 6 minggu, bahkan ada yang ditemukan setelah 2 tahun
dengan ditemukan adanya fragmentasi atau sklerosis pada pemeriksaan
radiologis.
b. Misositis osifikans
Komplikasi ini jarang terjadi. Mungkin berhubungan dengan beratnya cedera.
Tetapi gerakan tidak dapat dipaksakan dan pada cedera yang berat, masa
istirahat dan pemulihan dengan pembebanan mungkin perlu diperpanjang.
c. Dislokasi yang tidak dapat direduksi
Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit dimanipulasi
dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Dengan kasus seperti
22
ini, insidens kekakuan dan nekrosis avaskular sangat meningkat, dimana
penatalaksanaan adalah dengan pembedahan rekonstruktif.
d. Osteoartritis
Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan kartilago
saat dislokasi,adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau nekrosis
iskemik pada caput femoris.
23
DAFTAR PUSTAKA
24