Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori

1. Perilaku

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor

lingkunagan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau

masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka membina dan meningkatkan

kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya yang ditujukan kepada

faktor ini sangat strategis.8

Menurut Notoatmodjo dalam teori Green, perilaku dipengaruhi

oleh 3 faktor, yaitu:

a. Predisposing faktors (faktor predisposisi)

faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan

mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor-faktor ini

mencakup umur, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,

tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

1) Umur

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu

keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun

8
9

yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun

diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung.

a) Usia kronologis

Usia kronologis adalah perhitungan usia yang

dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu

penghitungan usia.

b) Usia mental

Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan

dari taraf kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang

anak secara kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih

merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap

dan menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia

satu tahun, maka dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut

adalah satu tahun.

c) Usia biologis

Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan

kematangan biologis yang dimiliki oleh seseorang.

2) Tingkat pengetahuan

Pengetahuan merupakan cara manusia untuk menerima alam

luar, dan juga sebagai alat yang memberikan keuntungan kepada

manusia. Walaupun pengetahuan merupakan alat yang banyak

memberikan keuntungan kepada manusia, tetapi pada saat

bersamaan juga media yang melindungi atau menjaga sistem


10

kehidupan masyarakat. Karena pengetahuan selain menjadikan

manusia kaya, tetapi pengetahuan semakin lama semakin

melepaskan diri dari manusia, dan berkembang menjadi alat paten

bagi orang orang tertentu/golongan elit atau para ahli. Sebagian

orang tidak bisa menikmati atau memegang kendali besar dalam

pengetahuan. Pengetahuan bagi mereka merupakan hal yang susah

dimengerti dan ditebak, bahkan dianggap sebagai salah satu sumber

tekanan hidup.9

3) Tingkat pendidikan

Pendidikan saat ini merupakan kebutuhan primer setiap

manusia. Karenanya, pendidikan tidak boleh dianggap sepele

karena pendidikan akan meningkatkan harkat dan martabat manusia

itu sendiri.

Dijelaskannya, pendidikan merupakan usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan sarana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak yang mulia

serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.10

Pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan sebuah

proses yang harus dilakukan sepanjang hayat. Pada saat ini

pendidikan bukan hanya merupakan suatu proses pembelajaran


11

dalam masyarakat, tetapi sudah berkembang menjadi pusat atau

narasumber dari segala pengetahuan. Pendidikan mempunyai fungsi

utama yang selalu ada dalam perkembangan sejarah manusia yaitu

untuk meningkatkan taraf pengetahuan manusia. Pendidikan

merupakan sarana sosialisasi nilai-nilai budaya yang ada di

masyarakat setempat, juga sebagai media untuk mentransmisikan

nilai-nilai baru maupun mempertahankan nilai-nilai lama.11

Menurut Mantra makin tinggi pendidikan seseorang makin

mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan

pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk

mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media

masa. Dan sebagian dari mereka sudah bekerja dalam waktu yang

lama, pengalaman belajar selama bekerja akan dapat

mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang

merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan

etik.

4) Tingkat sosial ekonomi

Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada

pembeda-bedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh

masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang menempati jabatan

tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti

camat dan lurah. Di sekolah ada kepala sekolah dan ada staf
12

sekolah. Di RT atau RW kita ada orang kaya, orang biasa saja dan

ada orang miskin.

Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung

jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik,

keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan,

jenis kelamin, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang

satu dengan yang lain.

Sedangkan pada tahun 2009 upah minimum Kabupaten

Purbalingga sebesar Rp 618.750.12

b. Enabling faktors (faktor pemungkin)

Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan untuk

terjadinya perilaku tertentu tersebut. Faktor-faktor ini mencakup

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi

masyarakat seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik, posyandu,

polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta dan

sebagainya; ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak

maupun segi biaya dan sosial; adanya peraturan-peraturan dan

komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tertentu tersebut.

c. Reinforcing faktors (faktor penguat)

Faktor penguat adalah faktor yang memperkuat untuk terjadinya

perilaku tertentu tersebut. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan

perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para

petugas termasuk petugas kesehatan


13

Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir

melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan

atau suatu objek. Menurut Azwar sikap seseorang pada suatu objek

adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau

kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu

berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang,

menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.13

Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata

seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut

Azwar) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak

menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan

tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan

nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga

ditentukan faktor eksternal lainnya.13

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah

kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk

menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan

penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam

menghadapi suatu objek

Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu

setidaknya bisa diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh

seseorang. Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa menentukan tindakan

dan perilakunya. Sikap terkadang bisa diungkapkan secara terbuka


14

melalui berbagai wacana atau percakapan, namun seringkali sikap

ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa muncul sebelum perilaku

tetapi bisa juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya.

2. Imunisasi

a. Pengertian

Imunisasi merupakan usaha pemberian kekebalan pada bayi

dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh

membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.25

Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia

terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.6

Dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 imunisasi adalah suatu cara

untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu

penyakit, sehingga bila terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan

menderita penyakit tersebut.25

Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis

kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif

adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh

tubuh itu sendiri. Sedangkan kekebalan aktif adalah kekebalan yang

dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada

imunisasi, atau terpajan secara alamiah.27


15

b. Tujuan pemberian imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi adalah :

1) Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga

dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

2) Dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi.

3) Menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok

masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit

tertentu dari 9 dunia seperti pada imunisasi cacar variola.6

c. Manfaat imunisasi :

1) Untuk anak : mencegah penderita yang disebabkan oleh penyakit

dan kemungkinan cacat atau kematian.

2) Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi

pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga

apabila orang tua yakin bahwa anak akan menjalani masa kanak-

kanak yang nyaman.

3) Untuk Negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan

bangsa yang kuat dan bekal untuk melanjutkan pembangunan

Negara.23
16

d. Macam- macam imunisasi

Menurut Atikah (2010) macam imunisasi terbagi menjadi 2 yaitu :

1) Imunisasi aktif

Imunisasi aktif merupakan pemberian bibit penyakit yang telah

dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon

spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini,

sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan

meresponnya. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur

vaksin yaitu :

a) Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan

dimatikan.

b) Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang

digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah

ataumenstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba.

c) Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan

kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh

antigen.

Keuntungan imunisasi aktif yaitu :

a) Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidup

b) Murah dan efektif

c) Tidak berbahaya, reaksi yang serius jarang terjadi.


17

2) Imunisasi pasif

Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu

suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat

berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari

ibu melalui plasenta) atau binatang (bias ular) yang digunakan

untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang

terinfeksi.23

3) Cara pemberian imunisasi dan waktu pemberian imunisasi

a) Cara Pemberian Imunisasi

Tabel 2.3 Cara pemberian imunisasi dasar (modul kebijakan


program imunisasi, DepKes 2010 ).
Vaksin Dosis Cara pemberian
BCG 0,05 ml Disuntikkan secara intrakutan didaerah kanan
atas (insertio musculus deltoideus)
DPT 0,5 ml Secara intramuscular
Polio 2 tetes Diteteskan ke mulut
Campak 0,5 ml Subkutan, biasanya dilengan kiri atas
Hepatitis B 0,5 ml Intramuscular pada anterolateral paha

b) Jadwal pemberian imunisasi

Tabel 2.4 Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi


dasar (DepKes RI, 2010)
Umur Jenis Imunisasi
0-7 hari Hepatitis B 1
1 bulan BCG
2 bulan Hepatitis B 2, DPT 1, Polio 1
3 bulan Hepatitis B 3, DPT 2, Polio 2
4 bulan DPT 3, Polio 3
9 bulan Campak, Polio 4
18

e. Syarat-syarat imunisasi

Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap bahaya bagi anak,

yang pencegahannya dapat dilakuakan dengan pemberian imunisasi

dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya

dilakukan pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaan yang

tidak boleh memperoleh imunisasi yaitu:

1) Anak sakit keras.

2) Keadaan fisik lemah.

3) Dalam masa tunas suatu penyakit.

4) Sedang mendapat pengobatan dengan sediaan kortikosteroid atau

obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin hidup) karena tubuh

mampu membentuk zat anti yang cukup banyak.16

Dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan yaitu :

1) Diberikan pada bayi atau anak yang sehat.

2) Vaksin yang diberikan harus baik.

3) Disimpan dilemari es dan belum lewat masa berlakunya.

4) Pemberian imunisasi dengan tekhnik yang tepat.

5) Mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis

imunisasi yang telah diterima.

6) Meneliti jenis vaksin yang diberikan.

7) Mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi.

8) Memberikan informed consent pada orang tua atau keluarga

sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah


19

dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping

atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul

setelah pemberian imunisasi.14

3. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

a. Pengertian

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah semua kejadian

sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah
14
imunisasi dan diduga karena imunisasi.

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) / Adverse Event

Following Immunization (AEFI) adalah kejadian medik yang

berhubungan dengan imunisasi, baik berupa reaksi vaksin ataupun

efek simpang, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis; atau

kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan

kausal yang tidak dapat ditentukan.15

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi adalah semua kejadian

sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah

imunisasi.17 Pada kejadian tertentu lama pengamatan KIPI dapat

mencapai masa 42 hari (artritis kronik pasca vaksinasi rubela), atau

sampai 6 bulan (infeksi irus campak vaccine-strain pada resipien non

imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).16


20

b. Klasifikasi KIPI

Klasifikasi menurut WHO yaitu klasifikasi lapangan untuk petugas

yaitu:

1) Kesalahan program / teknik pelaksanaan (programmatic errors).

Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah

program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi

kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana

pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada

berbagai tingkatan prosedur imunisasi. Contoh kesalahan program

: dosis antigen (terlalu banyak), lokasi dan cara penyuntikan,

sterilisasi semprit dan jarum, jarum bekas pakai, tindakan

aseptik dan anti septik, kontaminasi vaksin dan alat suntik,

penyimpanan vaksin, pemakaian sisa vaksin, jenis dan jumlah

pelarut vaksin, serta tidak memperhatikan petunjuk produsen

(petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dll). Kecurigaan terhadap

kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat

kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.

Kecenderungan lain adalah apabila suatu kelompok populasi

mendapat vaksin dengan batch yang sama tetapi tidak

terdapat masalah, atau apabila sebagian populasi setempat

dengan karakteristik serupa yang tidak diimunisasi tetapi justru

menunjukkan masalah tersebut.16


21

Kasus KIPI berhubungan dengan kesalahan teknik

pelaksanaan vaksinasi, misalnya kelebihan dosis, kesalahan

memilih lokasi, cara menyuntik, sterilisasi dan penyimpanan

vaksin. Semakin membaiknya pengolahan vaksin, pengetahuan

dan ketrampilan petugas pemberi vaksinasi, maka kesalahan

tersebut dapat diminimalisasi.17

Berikut beberapa kesalahan program yang dapat

menimbulkan terjadinya KIPI.

Tabel 2.1 Kesalahan program yang dapat menjadi KIPI

KESALAHAN PROGRAM KIP


Penyuntikan yang tidak steril
Menggunakan jarum suntik Infeksi (seperti: supurasi lokal
atau pada daerah suntikan, abses,
syringe bekas (reuse). sellulitis), infeksi sistemik :
Vaksin atau pelarut sepsis, toxic shock syndrome,
yang terkontaminasi (lemari penularan virus lewat darah
pendingin tidak boleh (seperti : HIV, Hepatitis B atau
dipergunakan untuk menyimpan C)
obat lain selain vaksin agar tidak
terkontaminasi).
Menggunakan kembali vaksin
yang sudah dilarutkan pada
pelayanan berikutnya (segera
dibuang setelah 6 jam).
Penyiapan vaksin secara tidak
benar Reaksi lokal atau abses
Vaksin dilarutkan dengan karena pengocokan tidak
pelarut yang salah. adekuat.
Obat tertukar dengan Reaksi obat (contoh : muscle
vaksin atau pelarut. relaxant, insulin)
Mengabaikan Kontraindikasi Reaksi vaksin yang berat.

KIPI kesalahan program yang paling sering adalah infeksi

karena suntikan yang tidak steril. Gejala yang timbul dari suatu
22

KIPI kesalahan program dapat membantu dalam mengidentifikasi

penyebab.16

Pencegahan:

a) Alat suntik steril untuk setiap suntikan

b) Pelarut vaksin yang sudah disediakan oleh produsen vaksin

c) Vaksin yang sudah dilarutkan segera dibuang setelah 6 jam

d) Lemari pendingin tidak boleh ada obat lain selain vaksin

e) Pelatihan vaksinasi dan supervise yang baik

f) Program error dilacak, agar tidak terulang kesalahan yang

sama.14

2) Reaksi suntikan (Injection reaction)

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk

jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus

dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya

rasa sakit, bengkak, dan kemerahan pada tempat suntikan,

sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut,

pusing, mual,sampai sinkope.15

Reaksi suntikan yang terjadi tidak berhubungan dengan

kandungan vaksin. Tetapi lebih karena trauma akibat tusuk jarum

misalnya : bengkak, nyeri dan kemerahan tempat suntikan.

Kecemasan, pusing atau pingsan karena takut terhadap jarum

suntik juga dapat menyebabkan reaksi suntikan. Reaksi suntikan


23

dapat dihindari dengan melakukan teknik penyuntikan secara

benar dan komunikasi terlebih dahulu.17

Pencegahan:

a) Teknik penyuntikan yang benar.

b) Suasana tempat penyuntikan yang tenang

c) Atasi rasa takut yang muncul pada anak yang lebih besar

3) Induksi vaksin (reaksi vaksin)

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya

sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi

simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun

demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi

anafilaksis sistemik dengan risiko kematian. Reaksi simpang

ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam

petunjuk pemakaian terrtulis oleh produsen sebagai indikasi

kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai

tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan

interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjuk yang ada harus

diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana

imunisasi.19

Pencegahan:

a) Pencegahan terhadap reaksi vaksin

b) Perhatikan kontra indikasi


24

c) Vaksin hidup tidak diberikan kepada anak dengan

defisiens imunitas.

d) Orang tua diajar menangani reaksi vaksin yang ringan

dan dianjurkan segera kembali apabila ada reaksi yang

encemaskan

e) Paracetamol dapat diberikan 4x sehari untuk mengurangi

gejala demam dan rasa nyeri

f) Mengenal dan mampu mengatasi reaksi anafilaksis lainnya

disesuaikan dengan reaksi ringan/berat yang terjadi atau

harus dirujuk kerumah sakit dengan fasilitas lengkap.14

4) Faktor kebetulan (Coincidental)

Kejadian terjadi setelah imunisasi yang timbul secara

kebetulan. Indikator faktor kebetulan ditemukannya kejadian

yang sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat

dengan karakter serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.20

5) Penyebab tidak diketahui

Kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat

dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk

sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu

informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi

tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.14


25

c. Gejala Klinis KIPI

Tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping,

maka jika seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobservasi

beberapa saat, sehingga dapat dipastikan tidak terjadi KIPI. Lama

waktu observasi sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah

pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15

menit.

Untuk menghindari hal tersebut maka gejala klinis yang

dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu

timbulnya gejala

klinis.

d. Penanggulangan Medik Kasus KIPI

Kepala Puskesmas, Tim KIPI tingkat Kabupaten/Kota dapat

menganalisis data hasil pelacakan untuk menilai klasifikasi kasus dan

dicoba mencari penyebab kasus tersebut. Dengan adanya data

kasus, maka pada kasus ringan penanggulangan dapat diselesaikan

oleh Puskesmas dan memberikan pengobatan segera, Komda PP-KIPI

hanya perlu diberikan laporan, dan yang selanjutnya akan melakukan

evaluasi. Apabila kasus tergolong berat, harus segera dirujuk untuk

pemeriksaan lebih lanjut dan pemberian pengobatan segera. Kasus

berat yang masih dirawat, sembuh dengan gejala sisa, atau kasus

meninggal, dilakukan evaluasi ketat dan apabila diperlukan

Komda PP-KIPI segera dilibatkan.16


26

e. Surveilans KIPI

Adalah kegiatan untuk mendeteksi dini, merespons kasus KIPI

dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi untuk

kesehatan individu dan pada program imunisasi dan merupakan

indikator kualitas program.

Kegiatan surveilans KIPI meliputi :

1) Mendeteksi, memperbaiki, dan mencegah kesalahan program.

2) Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar

pada petunjuk vaksin atau merek vaksin tertentu.

3) Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI

merupakan koinsiden (suatu kebetulan).

4) Memberikan kepercayaan masyarakat pada program imunisasi dan

memberi respon yang tepat terhadap perhatian orang

tua/masyarakat tentang keamanan imunisasi di tengah kepedulian

(masyarakat dan professional) tentang adanya resiko imunisasi.

5) Memperkirakan angka kejadian KIPI (rasio KIPI) pada suatu

populasi.17

f. Pelaporan KIPI

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaporan :

1) Identitas : nama anak, tanggal dan tahun lahir, jenis kelamin nama

orang tua dan alamat harus jelas.

2) Jenis vaksin yang diberikan, dosis, siapa yang memberikan. Vaksin

sisa disimpan dan dipelakukan sepei vaksin yang masih utuh.


27

3) Nama dokter yang bertanggung jawab.

4) Riwayat KIPI pada imunisasi terdahulu.

5) Gejala klinis yang timbul dan atau diagnosis, pengobatan

yang diberikan dan perjalanan penyakit, (sembuh, dirawat atau

meninggal) sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan

tulis juga apabila terdapat penyakit yang menyertai.

6) Waktu pemberian imunisasi (tanggal, jam).

7) Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui, berapa lama

interval waktu antara pemberian imunisasi dengan terjadinya

KIPI, lama gejala KIPI.

8) Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh.

9) Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI.

10) Adakah tuntunan dari keluarga.

11) Angka kejadian KIPI.

g. Angka Kejadian KIPI

KIPI yang paling sering terjadi pada anak adalah reaksi

anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam

100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-

3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang lebih besar dan orang dewasa

lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episode

hipotonik atau hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum


23
dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi..
28

h. Imunisasi pada kelompok resiko

Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus

diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang

dimaksud dalam kelompok resiko adalah :

1) Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasai terdahulu.

Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan

KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang

telah tersedia untuk penanganan segera.

2) Bayi berat lahir rendah

Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan

bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi

kurang bulan adalah :

a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah

daripada bayi cukup bulan.

b) Apabila berat badan bayi cukup kecil (<1000 gram) imunisasi

ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 200 gram atau

berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2

bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg.

c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin

polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia,

sehingga tidak menyebabkan penyebaran virus polio melalui

tinja.
29

3) Pasien Imunokompromais

Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat

penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan

(kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup

merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat

diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada

pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu

pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan

pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2mg/kg berat badan/hari

atau prednison 20 mg/kg berat badan/hari selam 14 hari. Imunisasi

dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid

dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.

4) Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobin

Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan

untuk menghindarkan hambatan pembentukan respon imun.22

i. Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi

Pada umumnya tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk

individu sehat kecuali untuk kelompok resiko. Pada setiap sediaan

vaksin selalu terdapat petunjuk dari produsen yang mencantumkan

indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin. Petunjuk ini

harus dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi.

1) Secara umum (berlaku untuk semua vaksin) :


30

b) Alergi terhadap vaksin (setelah vaksinasi pertama timbul reaksi

alergi, bahkan sampai syok).

c) Alergi terhadap zat lain yang terdapat di dalam vaksin

(antibiotika yang terdapat di dalam vaksin, pengawet, dan lain-

lain).

d) Sakit sedang atau berat, dengan atau tanpa demam (sakit akut

ringan dengan atau tanpa demam bukan indikasi

kontra imunisasi).

2) Secara khusus (untuk beberapa vaksin) :

a) Imunodefisiensi (keganasan darah atau tumor padat,

imunodefisiensi kongenital, terapi dengan obat-obatan yang

menurunkan daya tahan tubuh seperti kortikosteroid

(prednisone, metil prednisolon) jangka panjang > imunisasi

polio oral, MMR, varisela.

b) Infeksi HIV (polio oral dan varisela) atau kontak HIV serumah

(polio oral).

c) Imunodefisiensi (gangguan kekebalan tubuh) penghuni

rumah poli oral.

d) Kehamilan MMR, Varisela (tapi bila ibunya yang hamil, tidak

apa-apa bila anaknya diimunisasi.22


31

j. Daftar Cek Pra-Imunisasi

Sebelum anak anda diimunisasi, beritahu dokter atau perawat jika hal-

hal berikut berlaku :

1) Anak merasa tidak enak badan pada hari imunisasi (suhu

tubuh diatas 38,50C).

2) Pernah mengalami reaksi yang berat terhadap vaksin apapun.

3) Pernah menderita alergi parah terhadap unsur vaksin apapun.

Efek samping umum :

1) Mudah marah, menangis, gelisah dan umumnya tidak senang.

2) Rasa kantuk dan lelah.

3) Demam ringan.

4) Kesakitan, kemerahan dan pembengkakan pada tempat

bekas suntikan.

5) Benjolan kecil sementara pada tempat bekas suntikan.

Efek samping yang sangat jarang :

1) Peristiwa kejadian hypotonic-hyporesponsive (Hypotonic-

hyporesponsive episode yang disebut HHE).

Balita mungkin menunjukkan tanda-tanda pucat, lemah dan

tidak bereaksi apapun. Hal ini dapat terjadi sekitar satu sampai 48

jam setelah vaksinasi. Gejala ini dapat berlangsung selama

beberapa menit sampai 36 jam. Pemeriksaan lebih lanjut pada

anak yang mengalami HHE menunjukkan bahwa tidak ada

dampak jangka panjang pada saraf atau efek samping lainnya.


32

2) Reaksi alergi berat.

Jika reaksi ringan terjadi, reaksi tersebut dapat

berlangsung selama sehari sampai dua hari. Efek samping tersebut

bisa dikurangi dengan minum cairan lebih banyak, tidak memakai

pakaian terlalu banyak, mengompres tempat bekas suntikan dengan

kaian basah yang dingin serta emberikan anak paracetamol untuk

mengurang demamnya (perhatikan dosis yang dianjurkan untuk

usia anak). Jika reaksi sangat berat atau berkelanjutan, atau jika

khawatir, hubungi dokter atau rumah sakit.23


33

B. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi


perilaku :
1. Predisposing faktors (faktor
predisposisi)
a. Umur
b. Tingkat pengetahuan
c. Tingkat pendidikan
d. Tingkat sosial ekonomi
2. Enabling faktors (faktor
pemungkin)
Kejadian Ikutan
3. Reinforcing faktors (faktor Pasca Imunisasi
penguat) (KIPI)

Faktor penyebab KIPI


1. Kesalahan program / teknik
pelaksanaan (programmatic
errors).
2. Reaksi suntikan (Injection
reaction)
3. Induksi vaksin (reaksi
vaksin)
4. Faktor kebetulan
(Coincidental)
5. Penyebab tidak diketahui

Bagan 2.1. Kerangka Teori11,17


34

C. Kerangka Konsep

Perilaku ibu pasca Kejadian Ikutan Pasca


imunisasi Imunisasi (KIPI)

Bagan 2.2. kerangka konsep

D. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

Ha : Ada hubungan perilaku ibu dengan kejadian ikutan pasca Imunisasi di

Puskesmas Karangrayung I Kabupaten Grobogan

Ho : tidak Ada hubungan perilaku ibu dengan kejadian ikutan pasca

imunisasi di Puskesmas Karangrayung I Kabupaten Grobogan

Anda mungkin juga menyukai