Mengawali rangkaian kegiatan Dies Natalis STKIP PGRI Bangkalan ke 30, yang
jatuh pada 28 Mei 2015. pada tanggal 16 Februari 2015 ini, diselenggarakan Seminar
Internasional dengan tema ”Learning and Teaching Model Character Building” yang
bertempat di Graha STKIP PGRI Bangkalan. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai wadah
mendiskusikan gagasan-gagasan yang muncul dari peserta yang selama ini terpendam dan
tidak tersampaikan ke forum ilmiah, atau sebagai penentu langkah dari gagasan yang sudah
terkonsep untuk mengimplimentasikan secara ilmiah hingga pada akhirnya dapat
dimanfaatkan untuk kesejehteraan bersama.
Kami menghaturkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Nyoman S Degeng, M.Pd dan Dr.
Ferry Jie sebagai pembicara utama, atas kesediannya berbagi ilmu dan pengalaman kepada
peserta seminar. Terimaksih juga disampaikan kepada reviewer, pemakalah, panitia, Disdik
Bangkalan, PGRI Cabang Bangkalan, dan peserta seminar yang telah turut menyukseskan
kegiatan ini.
Kami berharap kumpulan makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya
bagi para akademisi dan praktisi pendidikan sehingga mampu mengembangkan dunia
pendidikan. Pada peyelenggaraan seminar ini masih belum dikatakan sempurna, sehingga
kami memohon masukan, saran, kritik, dari pembaca agar kami dapat belajar memperbaiki
diri pada pelaksanaan seminar mendatang.
Ketua Panitia
ABSTRAK:
Pembelajaran menulis teks berita tidak lepas dari tujuan pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia, yaitu untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi. Kemampuan
menulis teks berita siswa kelas VIII tergolong di bawah rata-rata karena metode yang
digunakan kurang cocok. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitaif. Lokasi
penelitian ini adalah SMP Negeri 3 Kamal Kabupaten Bangkalan kelas VIII A tahun
pembelajaran 2012-2013. Berdasarkan hasil uji t yang telah dilakukan, harga t diperoleh 9,83
yang kemudian dikonsultasikan dengan table t 0,05 dengan derajat kebebasan 26 yaitu sebesar
2,056. Hasil konsultasi menunjukkan harga t lebih besar daripada tabel yakni 9,83 > 2,056.
Berdasarkan hasil uji t yang telah dilakukan, harga t diperoleh 5,65 yang kemudian
dikonsultasikan dengan table t 0,05 dengan derajat kebebasan 26 yaitu sebesar 2,056. Hasil
konsultasi menunjukkan harga t lebih besar daripada tabel yakni 5,16 > 2,056. Kedua metode
tersebut efektif diterapkan dalam pembelajaran menulis berita. Efektivitas metode
eksperimen pada pembelajaran menulis berita memiliki nilai t 9,83, sedangkan metode tugas
memiliki nilai t 5,65. Jadi meskipun keduanya efektiv tetapi hasil nilai efektivitasnya lebih
besar pada hasil belajar dengan menggunakan metode eksperimen. Hal ini berarti metode
eksperimen lebih berhasil daripada metode tugas. .
VIII A yakni Ibu Lisa Istanti S.Pd untuk sebesar 2,056. Hasil konsultasi
menerapkan metode eksperimen dan menunjukkan harga t lebih besar daripada
metode tugas pada pembelajaran menulis tabel yakni 9,83 > 2,056. Menurut hasil
berita. Hasil pembelajaran siswa yang pengukuran dengan menggunakan tabel
menjadi data penelitian data untuk efektivitas maka metode ekperimen efektif
dianalisis. untuk diterapkan pada pembelajaran
menulis berita karena terdapat peningkatan
Teknik Analisis Data hasil belajar siswa sebelum dan setelah
diterapkannya metode eksperimen.
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan hasil pre test dan post test
siswa dalam pembelajaran menulis berita.
Hasil pre test hanya dilakukan satu kali Hasil Belajar Dengan Menggunakan
karena prosedur dan tujuannya sama yaitu Metode Tugas
untuk mengetahui kemampuan awal siswa Berdasarkan hasil uji t yang telah
sebelum penerapan metode eksperimen dilakukan, harga t diperoleh 5,65 yang
dan metode tugas. Postest dilakukan kemudian dikonsultasikan dengan table t
dilaksanakan dalam waktu yang berbeda
0,05 dengan derajat kebebasan 26 yaitu
karena menerapka dua metode yang sebesar 2,056. Hasil konsultasi
berbeda yakni metode eksperimen dan menunjukkan harga t lebih besar daripada
metode tugas. Kegiatan pengumpulan data tabel yakni 5,16 > 2,056. Menurut hasil
untuk memeroleh hasil belajar dilakukan pengukuran dengan menggunakan tabel
efektivitas metode tugas efektif diterapkan
pada pembelajaran menulis berita, hal ini
dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar Daftar Pustaka
siswa sebelum dan setelah diterapkannya
Brown, H.Douglas. 2000. Prinsip
metode tugas.
Pembelajaran dan Pengajaran
Kedua metode tersebut efektif Bahasa, Edisi
diterapkan dalam pembelajaran menulis
Depdiknas, 2004. Pengembangan
berita. Efektivitas metode eksperimen pada
Keterampilan Menulis II :
pembelajaran menulis berita memiliki nilai
Ulasan, teks Berita, Teks
t 9,83, sedangkan metode tugas memiliki
Pidato/Ceramah, Pengalaman.
nilai t 5,65. Jadi meskipun keduanya
Jakarta : Departemen
efektif tetapi hasil nilai efektivitasnya
Pendidikan Nasional.
lebih besar pada hasil belajar dengan
menggunakan metode eksperimen. Hal ini Kelima. Jakarta: Kedutaan
berarti metode eksperimen lebih berhasil Besar Amerika Serikat di
daripada metode tugas. Jakarta.
Simpulan Supriyadi,Drs,dkk. 1994. Pendidikan
Bahasa Indonesia 2. Jakarta.
(1) Berdasarkan hasil uji t yang telah
Depdikbud.
dilakukan, harga t diperoleh 9,83 yang
kemudian dikonsultasikan dengan Tarigan , Henry Guntur. 1994. Menulis
table t 0,05 dengan derajat kebebasan Sebagai Suatu Keterampilan
26 yaitu sebesar 2,056. Hasil Berbahasa. Bandung :
konsultasi menunjukkan harga t lebih Angkasa.
besar daripada tabel yakni 9,83 >
2,056. Tarigan, Henry Guntur, 1989. Metodologi
Pengajaran Bahasa: Suatu
(2) Berdasarkan hasil uji t yang telah Penelitian Kepustakaan.
dilakukan, harga t diperoleh 5,65 yang Jakarta: P2LPTK Depdikbud.
kemudian dikonsultasikan dengan
table t 0,05 dengan derajat kebebasan
26 yaitu sebesar 2,056. Hasil
konsultasi menunjukkan harga t lebih
besar daripada tabel yakni 5,16 >
2,056.
(3) Kedua metode tersebut efektif
diterapkan dalam pembelajaran
menulis berita. Efektivitas metode
eksperimen pada pembelajaran
menulis berita memiliki nilai t 9,83,
sedangkan metode tugas memiliki
nilai t 5,65. Jadi meskipun keduanya
efektiv tetapi hasil nilai efektivitasnya
lebih besar pada hasil belajar dengan
menggunakan metode eksperimen.
Hal ini berarti metode eksperimen
lebih berhasil daripada metode tugas.
THE ROLE OF IMPACT CURRICULUM LEARNING YELLOW BOOK IN
ISLAMIC BOARDING SCHOOL CHILD AL-AMIEN TEGAL (PONCIL)
PRENSUAN, DISTRICT PRAGAAN REGENCY SUMENEP
Firdausi
STKIP-PGRI SAMPANG
Abstrak:
Penelitian ini adalah mendeskripsikan peran kurikulum terhadap pembelajaran kitab kuning
di PONCILA Prenduan, dan terdapat tiga fokus dalam penelitian, adapun tiga fokus tersebut
adalah: Pertama; Bagimana metode pembelajaran kutib kuning di Pondok Pesantren Cilik Al-
Amien Tegal (PONCILA) Prenduan. Kedua; Apa sajakah bahan ajar pembelajaran kitab
kuning di Pondok Pesantren Cilik Al-Amien Tegal (PONCILA) Prenduan. Ketiga; Seperti
apakah pengevaluasian pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Cilik Al-Amien
Tegal (PONCILA) Prenduan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif/pendekatan kasus dan butuh pengumpulan data
yang harus ditempuh, antara lain: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan model analisis data yang paling banyak digunakan dalam
penelitian kualitatif yaitu metode perbandingan tetap (Constant Comparative Method) dan
secara umum, proses analisis datanya mencakup: reduksi data, kategorisasi, sintesisasi,
menyusun hipotesis kerja, pengecekan keabsahan data, perpanjangan keikutsertaan,
ketekunan pengamatan, triangulasi kemudian penarikan kesimpulan.
Dengan metode pengumpulan data dan model analisis tersebut, maka penelitian yang saya
lakukan mendapatkan sebuah hasil penelitian, antara lain: Pertama; Pelaksanaan
pembelajaran kitab tanpa harakat atau kitab kuning di Pondok Pesantren Cilik Al-Amien
Tegal (PONCILA) Prenduan masih memiliki corak tradisional, yakni masih menggunakan
ilmu-ilmu khas pesantren yang terdapat dalam kitab kuning dan tidak memasukkan ilmu-ilmu
umum dalam kurikulum pendidikannya. Kedua; Metode pembelajaran yang dipakai di dalam
pembelajaran kitab kuning di PONCILA meliputi metode bandongan, metode sorogan,
metode hafalan, dan metode evaluasi, metode Halaqah, dan Metode diskusi (munadzarah).
Ketiga; bahan ajar yang dipakai di dalam pembelajaran kitab kuning di PONCILA meliputi
kitab Nubdzatul Bayan, Amtsilatut Tashrifiyah, Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar, Bulughul
Maram, fadhailul A’mal, dan Muntakhabul Ahadits. Keempat; Evaluasi pembelajaran yang
dipakai di dalam pembelajaran kitab kuning di PONCILA yaitu mengadakan pengukuran/tes
kemampuan dengan menggunakan tes tulis dan tes lisan. Namun tes IQ dapat
dipertimbangkan dan dapat dicocokkan dengan kegiatan ubudiyahnya santri sebagai sarana
hubungan rububiyah (ketuhanan).
Kata kunci: Kurikulum, Pembelajaran Kitab Kuning
A. Latar Belakang mempertontonkan perilaku yang
Hampir setiap hari, kita disuguhi setidaknya tidak ditiru oleh kalangan
contoh-contoh yang menyedihkan melalui penerus bangsa, bahkan yang lebih
film dan televisi, yang secara bebas menyedihkan lagi kalangan pejabatpun
ikut terlibat di dalam permasalahan ini. “bhuppa’, bhabhu’, ghuru, rato” (bapak,
Contoh-contoh tersebut erat kaitannya ibu, guru, dan raja).
dengan kualitas pendidikan dan kualitas Falsafah hidup masyarakat Madura
sumber daya manusia, serta menunjukkan ini, khususnya di kabupaten Sumenep
betapa rendah dan rapuhnya fondasi moral berimplikasi pada peran pesantren,
dan spiritual kehidupan bangsa, sehingga khususnya kiai dalam keseluruhan aspek
telah melemparkan moralitas bangsa kita kehidupan masyarakat Madura. Posisi kiai
pada titik terendah, yang menegaskan tidak lagi semata sebagai pimpinan formal
manusia Indonesia hidup dengan hukum pesantren, melainkan informal (informal
rimba pada hutan belantara. leaders) yang bertugas memberdayakan
Kondisi dan kenyataan yang masyarakat. Kiai juga berfungsi sebagai
menyedihkan tersebut telah menimbulkan moral force yang turut memberikan
berbagai pertanyaan bagi berbagai pihak, kesadaran normatif kepada masyarakat.
baik di kalangan masyarakat umum Perjuangan pesantren di Madura
maupun di kalangan para ahli pendidikan. terhadap perkembangan pendidikan
Sehubungan dengan kondisi tersebut, semakin melebarkan sayapnya, sehingga
pendidikan dan teknologi didayagunakan eksistensinya diminati oleh masyarakat,
untuk memperbaiki sistem pendidikan karena kegiatan belajar kurikuler,
yang ada disetiap lembaga pendidikan, kokurikuler, dan ekstrakurikuler berbeda
khususnya merancang kurikulum yang daripada sekolah-sekolah yang lainnya.
baik sehingga tercapainya tujuan Hal ini dibuktikan sebagaimana dicatat
pendidikan dan menghasilkan out put yang dalam buku-buku sejarah pendidikan
handal bagi agama, bangsa, dan Negara. Islam.
Selain itu kurikulum pada tahun 2013, Sejarah pendidikan Islam dimulai,
menjanjikan lahirnya generasi penerus sejak turunnya wahyu yang mula-mula
agama dan bangsa yang produktif, kreatif, diterima oleh Nabi Muhammad saw. ialah
inovatif, dan berkarakter. Dengan surat al-‘Alaq ayat 1-5 dan surat al-
kreativitas, anak-anak bangsa mampu Muzammil yang artinya : “Hai orang yang
berinovasi secara produktif untuk berselimut (yaitu Muhammad saw)
menjawab tantangan masa depan yang bangunlah dan beri ingatlah kaummu, dan
semakin rumit dan kompleks. agungkanlah Tuhanmu, bersihkanlah
Khusus masyarakat madura pada pakaianmu, tinggalkan dosa (menyembah
umumnya menjadikan pesantren sebagai berhala), jangan kamu memberi dengan
pilihan utama untuk mendidik putra- harapan mendapat lebih banyak, dan
putrinya. Khsusnya dalam menimba ilmu sabarlah (menurut perintah) Tuhanmu”.
pengetahuan Islam, di samping sebagai Dalam kedua wahyu itu dapat
tempat bertanya, berkonsultasi, meminta diambil pengertian bahwa dalam
nasihat dan doa guna mengatasi promblem pendidikan Islam ada tiga aspek
hidup, khsusnya problem yang marak kepribadian manusia yang harus dibina
terjadi di zaman sekarang ini. atau dididik, yaitu: (1) Aspek jasmani,
Ketaatan dan pernghormatan yaitu mementingkan kebersihan. (2) Aspek
masyarakat Madura terhadap pesantren akal, yaitu segi pembinaan kecerdasan dan
sangat tinggi, ini sejalan dengan falsafah pemberian pengetahuan. Ini dijelaskan
hidup masyarakat Madura yang dalam ayat yang menyuruh mempelajari
memposisikan guru, ulama, kiai, atau kejadian manusia. (3) Aspek rohani, yaitu
pimpinan pesantren dalam urutan kedua pembinaan kecerdasan segi keagamaan. Ini
setelah penghormatan terhadap kedau dijelaskan oleh ayat yang menyuruh
orangtua mereka. Falsafah hidup membaca dengan nama Allah, Tuhan
masyarakat Madura yang dimaksud adalah Maha pemurah, mengagungkan Tuhan.
Maka dapat diketahui bahwa kegiatan belajar untuk mempelajari mata-
kurikulum pendidikan Islam, baik yang mata pelajaran wajib, sedangkan kegiatan
ada di sekolah maupun pesantren, belajar kokurikuler dan ekstrakurikuler
semuanya diberikan oleh Nabi selama di disebut mereka sebagai kegiatan penyerta.
Makkah ialah al-Qur’an; rinciannya ialah Praktek kimia, fisika, atau biologi,
iman, shalat, dan akhlak. Demikian kunjungan ke musium untuk pelajaran
menurut sejarah Negara Barat, kata sejarah, misalnya, dipandang mereka
kurikulum mulai dikenal sebagai istilah sebagai kokurikuler (penyerta kegiatan
dalam dunia pendidikan sejak kurang-lebih belajar bidang studi). Bila kegiatan itu
satu abad yang lalu. Istilah kurikulum tidak berfungsi sebagai penyerta, seperti
muncul pertama kalinya dalam kamus pramuka dan olah raga (di luar bidang
Webster tahun 1856. Pada tahun itu studi olah raga), maka yang ini disebut
kurikulum digunakan dalam bidang olah mereka kegiatan di luar kurikulum
raga, yakni suatu alat yang orang dari start (kegiatan ekstrakurikuler).
sampai ke finish. Barulah pada tahun 1955 Menurut pandangan modern,
istilah kurikulum dipakai dalam bidang kurikulum lebih dari sekedar rencana
pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran atau bidang studi. Kurikulum
pelajaran di suatu perguruan. Dalam dalam pandangan modern ialah semua
kamus tersbut kurikulum diartikan sebagai yang secara nyata terjadi dalam proses
dua macam, yaitu: (1) Sejumlah mata pendidikan di sekolah atau pesantren.
pelajaran yang harus ditempuh atau Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang
dipelajari siswa di sekolah atau perguruan aktual, yang nyata, yaitu yang aktual
tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu. terjadi di sekolah dalam proses belajar. Di
(2) Sejumlah mata pelajaran yang dalam pendidikan, kegiatan yang
ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan dilakukan siswa dapat memberikan
atau jurusan. pengalaman belajar, atau dapat dianggap
Pengertian di atas menimbulkan sebagai pengalaman belajar, seperti
paham bahwa dari sekian banyak kegiatan berkebun, olah raga, pramuka, dan
dalam proses pendidikan di sekolah pergaulan, selain memperlajari bidang
ataupun di pesantren, hanya sejumlah mata studi. Semuanya itu merupakan
pelajaran (bidang studi) yang ditawarkan pengalaman belajar yang bermanfaat.
itulah yang disebut kurikulum. Kegiatan Pandangan modern berpendapat bahwa
belajar, selain yang mempelajari mata- semua pengalaman belajar itulah
mata pelajaran itu, tidak termasuk kurikulum.
kurikulum. Padahal, sebagaimana kita Untuk tercapainya suatu tujuan
ketahui, kegiatan belajar di sekolah tidak pendidikan Islam, maka mayoritas
hanya kegiatan mempelajari mata lembaga-lembaga pendidikan Islam
pelajaran. Mempelajari mata pelajaran khususnya di pesantren, mengadakan
hanyalah salah satu kegiatan belajar di penggemblengan diri yang dilakukan
sekolah. dalam pesantren mencangkup banyak hal,
Adanya pandangan bahwa diantaranya melalui pengkajian kitab
kurikulum hanya berisi rencana pelajaran kuning. Karena kitab kuning merupakan
di sekolah disebabkan oleh adanya karya para ulama Islam terdahulu yang
pendangan tradisional yang mengatakan ditulis dengan menggunakan bahasa Arab
bahwa kurikulum memang hanya rencana tanpa memakai harakat (gundul).
pelajaran. Pandangan tradisional ini Pengkajian kitab kuning ini diperlukan,
sebebnarnya tidak terlalu salah; mereka sebab melalui kitab-kitab kuning inilah
membedakan kegiatan belajar kurikuler para ulama serta santri (umat Islam yang
dari kegiatan belajar ekstrakurikuler dan mengaji di pesantren) memperdalam
kokurikuler. Kegiatan kurikuler ialah kajian keilmuan, terutama yang
berhubungan dengan ilmu keagamaan, lokasi penelitiannya adalah pondok
seperti: al-Qur'an, hadits, fiqih, ushul fiqih, pesantren Al-Amien Tegal di Prenduan.
aqidah, akhlak/tasawuf dan tata bahasa Yangmana pesantren tersebut merupakan
Arab (nahwu). pesantren yang tertua di desa Prenduan.
Penggemblengan diri atau Dalam penelitian ini, peneliti
pembelajaran yang terjadi di pesantren, menggunakan model analisis data yang
tidak dapat lepas dari unsur-unsur yang paling banyak digunakan dalam penelitian
berhubungan dengan metode kualitatif yaitu metode perbandingan tetap
pembelajaran, sebab penggunaan metode (Constant Comparative Method) dan
pembelajaran yang kurang tepat dapat secara umum, proses analisis datanya
menyebabkan terhambatnya proses mencakup; reduksi data, kategorisasi,
pembelajaran yang dilangsungkan. sintesisasi, menyusun hipotesis kerja,
Sebagaimana lazimnya pesantren, pola pengecekan keabsahan data, perpanjangan
metode pembelajaran yang digunakan, keikutsertaan, ketekunan pengamatan,
bisanya masih berpusat pada guru/kyai triangulasi kemudian penarikan
(teacher center), padahal pada saat ini pola kesimpulan.
pembelajaran tersebut sudah mulai diubah
menjadi berpusat kepada siswa/santri A. Deskripsi Objek Penelitian
(student center). PONCILA adalah program
Semua kegiatan pembelajaran di akselerasi (cara cepat) baca kitab kuning
pondok pesantren akan berlangsung yang dikhususkan bagi pemula yang masih
dengan baik manakala guru memahami usia dini untuk mengetahui kaidah-kaidah
berbagai metode atau cara bagaimana nahwu shorrof yang disertai dengan dalil-
materi itu harus disampaikan pada sasaran dalil terperinci untuk mengembangkan
anak didik atau murid. Begitu pula halnya pengetahuan bahasa Arab yang benar.
dengan kegiatan pembelajaran yang ada di Adapun latar belakang berdirinya
pondok pesantren, yang selama ini banyak PONCILA yaitu karena rasa keprihatianan
dilakukan oleh wakil kiai. Sedemikian terhadap generasi muda yang akhir-akhir
pentingnya metode dalam proses belajar ini semakin krisis moral dan minimnya
mengajar ini, maka proses pembelajaran pengetahuan agama, oleh karenanya
tidak akan berhasil dengan baik manakala diperlukan program untuk mewadahi
guru tidak menguasai metode generasi muda saat ini dalam
pembelajaran atau tidak cermat memilih mengantisipasi perkembangan zaman yang
dan menetapkan metode apa yang tidak selaras dengan kaidah syariat Islam.
sekiranya tepat digunakan untuk PONCILA berdiri pada hari Rabu
menyampaikan materi pelajaran kepada tanggal 23 April 2013 yang diremsikan
peserta didik. langsung oleh pengasuh Pondok Pesantren
Al-Amien Tegal beserta para pengurus
pondok dengan menjunjung tinggi falsafah
“an-nahwu was-shorfu taaju-l-fataa”
yang didasari dengan visi “Mencetak
B. Metode Penelitian
pemuda yang redyvoryus, multiguna,
Penelitian ini merupakan penelitian
berakhlakul karimah dan berilmu
kualitatif dengan menggunakan
amaliyah”, sedangkan misi yang
pendekatan kasus yang membutuhkan
ditetapkan PONCILA adalah menguasai
pengumpulan data. Adapun prosedur
bahasa Arab yang benar dan terperinci,
dalam mengumpulkan data adalah
berakhlakul karimah dalam kehidupan
melakukan wawancara, observasi, dan
sehari-hari dan mengaplikasikan kegiatan
dokumentasi. Akan tetapi kehadiran
ubudiyah sebagai sarana hubungan
peneliti merupakan salah satu langkah
rububiyah (ketuhanan).
penting dalan penelitian ini. Sedangkan
Ada perumpamaan yang mengatakan dan zaman modernisasi. Maksudnya
bahwa belajar di waktu kecil bagaikan اﻟﻤﺤﺎﻓﻈﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﺪﯾﻢ اﻟﺼﺎﻟﺢ واﻷﺧﺬ ﺑﺎاﻟﺠﺪﯾﺪ
mengukir di atas air. Dari istilah ini اﻷﺻﻠﺢ, jadi kurikulum di PONCILA
memotivasi kami segenap jajaran pondok melestarikan budaya lama yang baik,
untuk maju dan berkembang guna dan mengambil budaya baru yang
mengimplementasikan peranan pemuda lebih baik. Dalam artian peran
dalam menghadapi perkembangan zaman kurikulum di PONCILA memiliki
di era globalisasi yang semakin jauh dari peranan yang kreatif dan peran kritis
agama yang salah satu faktornya serta evaluatif.
disebabkan oleh kurang kontrolnya Sesuai dengan peran yang harus
campur tangan orang tua, maka dipandang “dimainkan” kurikulum sebagai alat
perlu untuk menampung para pemuda dan pedoman pendidikan di
memperbaiki generasi masa depan yang PONCILA, maka isi kurikulum harus
lebih baik, sesuai dengan maqalah Arab sejalan dengan tujuan pendidikannya.
“syubbanul yaum rijalul ghod” pemuda Oleh karenanya, dilihat dari cakupan
hari ini adalah harapan hari esok. dan tujuannya, isi kurikulum di
Program PONCILA menitik PONCILA memliki empat fungsi,
beratkan pada penguasaan kaidah bahasa yaitu: bertanggung jawab atas
Arab seperti membaca, memahami dan kurikulum yang ia mainkan,
memperdalam kitab-kitab klasik (kitab kurikulum di PONCILA memilki
kuning) yang berbahasa Arab juga fungsi rediforius (multiguna), dan
penanaman akhlakul karimah kepada para yang terakhir adalah mencetak santri
santri dalam menjalani kehidupan sehari- yang berahklakul karimah dan berilmu
hari di pondok selama 24 jam dan amaliah.
membudayakan kegiatan ubudiyah sebagai Proses atau pengelolaan
pondasi awal dalam mengamalkan menejemen kurikulum dalam
kegiatan-kegiatan keagamaan ketika terjun pembelajaran kitab kuning di
di tengah-tengah masyarakat, seperti PONCILA, sudah diataur dalam
pepatah bahasa Inggris “the sains without AD/ART PONCILA, yaitu dalam
religious is bland and the religious without program tahunan, bulanan, mingguan,
sains is nounsen” ilmu umum tanpa dan harian. Program mingguannya
didasari ilmu agama bagaikan orang buta berupa; evaluasi santri, mau’idzoh
dan ilmu agama tanpa ilmu umum hasanah, musyawarah mingguan,
bagaikan orang pincang. evaluasi pengurus, tahsinul ibadah
wal qira’ah, dan pengajian kitab
kuning. Program bulanannya;
B. Hasil Temuan Penelitian demostrasi serentak, dan rapat
1) Peran Kurikulum Terhadap kepengurusan. Program tahunan;
Pembelajaran Kitab Kuning di GETARIA (Gebyar Takbir Hari Raya
PONCILA Prenduan Iedul Adha), liburan mulid Nabi,
Kurikulum di PONCILA liburan bulan Ramadhan, wisuda
dipersiapkan dan dikembangkan untuk PONCILA, tasyakuran hari jadi
mencapai tujuan pendidikan, yakni PONCILA, Maulid Nabi Muhammad
mempersiapkan peserta didik agar dan Haul KH. Ahmad Chotib.
mereka dapat hidup di masyarakat. Pada dasarnya pengelolaan
Oleh karenanya, sebagai salah satu manajemen kurikulum di PONCILA,
komponen dalam sistem pendidikan di berada pada program harian santri
PONCILA, paling tidak kurikulum yang dipadatkan dengan bermacam-
memiliki peran khsusus, yaitu: macam kegiatan keagamaan, seperti
mengkorelasikan antara zaman salafi kegiatan ubudiyah, pengajian kitab
kuning, dan pengembangan ilmu alat salah satu santri nilainya tidak
(tata bahasa Arab). Dengan sampai target, maka ia wajib
terealisasinya program harian santri mengulangnya kembali dari awal.
dengan baik, maka dapat dibuktikan
bahwa pelaksanaan kurikulum di 2) Peran Pembelajaran Kitab
PONCILA dikatakan berjalan sesuai Kuning Di PONCILA
dengan keinginan pengasuh pesantren. Prenduan
Pengimplementasian kurikulum di Metode sangatlah penting dalam
PONCILA, semuanya bermuara penyampaian materi kepada anak
kepada tercapainya tujuan pendidikan, didik. Sama seperti halnya metode
dan salah satu dari kegiatan yang yang diterapkan oleh guru-guru
dikelola meliputi: PONCILA kepada santri-santrinya
1. Perencanaan. Di dalam yang merupakan ciri khas dari
perencanaan, setiap guru PONCILA itu sendiri. Hal ini
diwajibkan membuat silabus yang dikarenakan model mengajarnya dapat
mencakup standar kompetensi, dianggap teori mini yang bersifat
kompetensi dasar, materi mekanis. Adapun teorinya yang
pokok/pembelajaran, kegiatan digunakan adalah teori Behavioristik
pembelajaran, indikator pencapaian dan Humanistik.
kompetensi untuk penilaian, Teori behavioristik lebih
alokasi waktu dan sumber belajar. menekankan pada perilaku santri
2. Pelaksanaan. Pembelajarannya PONCILA yang dibentuk melalui
lebih menekankan pada praktik, hubungan antara rangsangan
contonya: santri diwajibkan (stimulus) dengan respon. Jadi teori
membaca kitab kuning dengan ini lebih menekankan pada
benar, setelah menguasai ilmu alat. terbentuknya perilaku sebagai hasil
Pembelajarannya lebih ditekankan dalam belajar. Dan teori selanjutnya
pada masalah-masalah agama yang adalah Teori Humanistik
aktual yang secara langsung (memanusiakan manusia). Jadi santri
berkaitan dengan kehidupan nyata PONCILA di dalam proses belajarnya
masyarakat. Permasalahan tersebut, harus berusaha mencapai aktualisasi
santri dapat mengkajinya secara diri dengan sebaik-baiknya.
detail dari berbagai macam kitab- Keberhasilannya dapat diukur jika
kitab klasik, contohnya kegiatan anak didik mampu memahami dirinya
bahsul masail, dan memahami sendiri dan lingkungannya. Selain itu,
hukum-hukum Islam (masalah santri diwajibkan menguasai ilmu alat,
shalat, puasa, wudlu’ dan lain- agar mempermudah santri dalam
lainnya). aktual yang secara mempelajari kitab kuning.
langsung berkaitan dengan Kedua teori tersebut membuat
kahidupan nyata yang ada di seorang guru memakainya, sehingga
masyarakat. Selain itu memunculkan beberapa model
dikembangkannya suatu model pengajaran baru yang sering dipakai
pembelajaran moving class. Jadi oleh guru disaat pengajaran kitab
pelaksanaan pembelajarannya tidak kuning berlangsung. Model
di kelas, melainkan di luar kelas. pembelajaran yang sering dipakai oleh
3. Evaluasi. Penilaian ini dilakukan guru-guru PONCILA sangat
secara berkesinambungan untuk bermacam-macam. Namun,
memantau proses kemajuan, kebanyakan guru-guru menggunakan
sedangkan untuk perbaikan Model Information Processing;
nilainya tidak ada. Karena jika maksudnya santri dapat menjiwai
materinya, ketika mereka belajar dengan kelompok lainnya dalam
kitab-kitab klasik, seperti membaca memecahkan suatu hukum yang
takriran/membaca Andzimatul Bayan disertai dalilnya.
dan Amtsilatut Tashrifiyah dengan 3. Metode Bermain Peran;
menggunakan lirik-lirik lagu pop, maksudnya santri diwajibkan
dangdut, dan lain-lainnya, yang menguasai bahan pelajaran
menggunakan beberapa media khusus, melalui pengembangan imajinatif,
yaitu gayung, galon kosong, botol daya ekspresi, dan penghayatan ini
aqua dan yang lainnya. Alat tersebut dilakukan dengan memerankan
ditabuh dan disesuaikan dengan lirik seseorang dari sejarah, dunia
yang ada (berirama). Selanjutnya pengetahuan, dan lain-lain, hal ini
menggunakan Model Personal; sering dilakukan ketika
maksudnya dalam pembacaan mengadakan dramalisasi bahasa
takriran, santri dikelompokkan Arab.
menjadi beberapa kelompok, 4. Metode Demonstrasi; maksudnya
yangmana tujuannya mengajari guru mengajar dengan
mereka untuk mengorganiasikan suatu mempertunjukkan cara kerja suatu
kelompok kecil, dan fungsi lainnya benda. Benda itu dapat berupa
adalah membangun emosionalnya. benda sebenarnya atau suatu
Yang terkahir adalah Model Sosial; model. Metode ini digunakan
maksudnya santri ditekankan pada ketika pembacaan
proses interaksi antar individu yang takriran/membaca Andzimatul
terjadi dalam kelompok individu Bayan dan Amtsilatut Tashrifiyah
tersebut. dengan menggunakan lirik lagu-
Di lain sisi, sebaliknya ada lagu pop dan dangdut, dan
beberapa faktor yang mendukung pembacaan tersebut santri
terhadap pembelajaran kitab kuning di menggunakan media khusus
PONCILA, salah satunya adalah sebagai pengganti alat musiknya,
penggunaan metode pembelajaran seperti gayung, galon, botol aqua.
yang digunakan oleh para guru. 5. Metode Tanya-Jawab; maksudnya
Adapun metode yang digunakan, ustad menyajikan bahan pelajaran
antara lain: melalui berbagai bentuk
1. Metode Eksperimen; guru pertanyaan yang dijawab oleh
memberikan tugas kepada siswa. Biasanya metode ini
santrinya dan memberikan dipakai ketika pelajaran mau
kesempatan kepada santri untuk ditutup oleh ustadnya atau guru
melaksanakannya. Biasanya guru memberikan pertanyaan kepada
memberikan tugas untuk santrinya tentang materi yang
mengahafal suatu materi. sebelumnya (sebelum pelajaran
2. Metode Proyek; maksudnya santri dimulai).
diberikan kesempatan untuk 6. Metode Latihan; maksudnya ustad
menghubungkan dan memberikan kesempatan kepada
mengembangkan sebanyak santri untuk berlatih melakukan
mungkin pengetahuan yang telah suatu keterampilan tertentu
diperoleh dari berbagai mata berdasarkan penjelasan atau
pelajaran, baik ilmu pengetahuan petunjuk guru. Biasanya metode
yang didapatkan dari sekolah ini dipakai ketika guru
umumnya dan sekolah agamanya memberikan tugas (PR).
(PONCILA). Biasanya saat 7. Metode Ceramah; maksudnya
musyarah kelompok belajar ustad menyajikann materi melalui
penuturan dan penerangan lisan bahwa metode pembelajaran kitab
guru kepada santri. Bisanya kuning sangatlah penting membantu
metode ini dipakai ketika santri dalam pemahaman materinya.
pembelajaran kitab kuning. Tanpa adanya kerjasama yang baik
8. Metode Permainan; maksudnya antara ustad dan santri, maka kegiatan
guru menyajikan bahan pelajaran pembelajaran kitab kuning tidak akan
melalui berbagai bentuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh
permainan, baik berupa teka-teki. pengasuh dan direktur.
Biasanya metode ini dipakai Sedangkan metode pembacaan
ketika ustad memberikan kuis takriran/membaca Andzimatul Bayan
kepada santrinya dalam 1 bulan dan Amtsilatut Tashrifiyah merupakan
1x, dan yang berhasil menjawab metode pembelajaran kitab kuning
kuisnya, ia mendapatkan mie dari Mambaul Ulum Bata-bata,
instan yang sudah tersaji. pencetusnya adalah Raden KH. Abdul
9. Metode Cerita; maksudnya guru Majid dan dikembangkan oleh
menanamankan nilai-nilai kepada keturunannya yaitu Raden KH. Abdul
santri dengan mengungkapkan Mun’im Bayan Amz. Metode ini
kepribadian tokoh-tokoh Islam dan dibawa oleh KH. Muhajiri selaku
sejarah Islam. Biasanya metode ini pengasuh, karena beliau menantu dari
dilakukan ketika pembelajaran KH. Abd. Majid Bata-bata. Dari
kitab kuning. sinilah, beliau menerapkan metode ini
10. Metode Simulasi; maksudnya guru di pondok Al-Amien Tegal,
menyajikan bahan pelajaran khususnya dalam program
melalui kegiatan praktik langsung akselerasi/PONCILA.
tentang pelaksanaan nilai-nilai Kesebelas metode tersebut, tidak
agama, penerapan pengetahuan, lepas dengan persiapan yang sangat
dan keterampilan yang matang. Sehingga dapat memberikan
berlangsung dalam kehidupan kepuasan pada santrinya. Istilah
sehari-hari, khususnya kehidupan persiapan tersebut, kita kenal dengan
yang ada pesantren. Metode ini strategi guru sebelum memberikan
dipakai dalam kegiatan ubudiyah. materinya di kelas. Adapun strategi
Jadi apa yang didapatkan dari pembelajaran kitab kuning di
pembelajaran kitab kuning, PONCILA adalah:
khususnya ilmu agama, maka 1. Strategi Pembelajaran Inkuiri;
santri wajib mengamalkannya. maksudnya ustadz merangkai
11. Metode Pemecahan Masalah; kegiatan pembelajaran yang
maksudnya kegiatan pembelajaran menekankan kepada proses
dengan jalan melatih santri berpikir secara kritis dan analitis
menghadapi berbagai masalah, untuk mencari dan menemukan
baik itu masalah pribadi atau sendiri jawaban yang sudah pasti
perorangan maupun masalah dari suatu masalah yang
kelompok untuk dipecahkan dipertanyakan. Strategi ini, sering
sendiri atau secara bersama-sama. dipakai disaat berlangsungnya
Biasanya kegiatan ini saat pembejaran kitab kuning.
pelaksanaan bahtsul masail. 2. Strategi Pembelajaran Kooperatif;
maksudnya ustadz membuat
Sehubungan dengan paparan di model pembelajaran dengan
atas tadi, maka metode yang menggunakan sistem
digunakan oleh guru-guru PONCILA pengelompokan/tim kecil, yaitu
sangatlah beragam. Dan sudah jelas, antara empat sampai enam orang
yang mempunyai latar belakang pembelajaran ilmu tajwid dan tahsinul
kemampuan akademis, jenis khat. Jenjang ini ditempuh maksimal 3
kelamin, ras atau suku yang bulan. Jika santri tersebut tidak bisa
berbeda (heterogen). Di setiap menguasai materi ilmu tajwid dan
kelompok, ada guru khusus yang tahsinul khat. maka santri tersebut
membimbingnya, atau dikenal tidak dinyatakan masuk ke jenjang
dengan istilah musyrif. berikutnya, yaitu yang kedua kelas
3. Strategi Pemebelajaran I’dadi. Di kelas inilah, para santri
Peningkatan Kemampuan diarahkan dengan baik oleh para
Berpikir; maksudnya ustadz asatidznya dan pemfokusannya adalah
menekankan kepada kemampuan membaca kitab kuning dengan baik
santri, namun materi pelajaran dengan menggunakan beberapa bahan
tidak disajikan begitu saja kepada ajar tertentu.
siswa. Akan tetapi, siswa Bahan ajar merupakan media
dibimbing untuk menemukan khusus dalam tercapainya suatu tujuan
sendiri konsep yang harus dikuasai pendidikan dan media sebagai alat
melalui proses dialogis yang terus- bantu dalam proses mengajar. Media
menerus dengan memanfaatkan yang digunakan oleh ustadz
pengalaman siswa. Strategi ini PONCILA, yaitu media berbasis
dipakai ketika ustadz memberikan manusia, karena media ini merupakan
suatu permasalahan hukum, yang media tertua yang digunakan untuk
harus dipecahakan bersama (per- mengirimkan dan
kelompok). mengkomunikasikan pesan atau
4. Strategi Pemebelajaran Afektif; informasi. Selain itu, media berbasis
maksudnya ustadz dapat menilai cetakan, dan media ini paling umum
(value) setiap santri, menyangkut dikenal adalah buku teks. Adapun
kesadaran santri (yang tumbuh media berbasis teks yang dijadikan
dari dalam), namun ustadz tidak bahan ajar, adalah:
bisa menyimpulkan bahwa sikap
santri itu baik, misalnya dilihat
dari kebiasaan berbahasa atau ﻧﺒﺬة اﻟﻨﯿﺎن ﻓﻰ ﺗﺴﮭﯿﻞ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﻗﻮاﻋﺪﺳﯿﺎق ﻛﻼ م أھﻞ.1
sopan santun seorang santri, yang اﻟﻌﺮﻓﺎن
merupakan hasil dari proses Pengarangnya adalah Syaikh Abdul
pembelajaran yang dilakukan Majid ibnu Abdul Hamid ibni Itsbat.
gurunya. Mungkin sikap itu Kitab ini merupakan kitab pemula
terbentuk oleh kebiasaan dalam bagi seorang santri PONCILA. Titik
keluarga dan lingkungan sekitar. tekannya adalah bagaimana seorang
Akan tetapi seluruh ustadz santri menguasai ilmu alat untuk bisa
PONCILA menilai santrinya membaca kitab kuning sesuai dengan
terhadap keaktifannya dalam kaidah nahwiyahnya dan
mengikuti program hariannya, sharfiyahnya. Kitab Nubdzatul Bayan
khususnya ubudiyahnya. terdiri dari 7 jilid. Setiap jilid wajib
ditempu selama 1 bulan. Untuk jilid
3) Bahan Ajar Pembelajaran ke-7, adalah buku yang
Kitab Kuning di PONCILA pembahasannya menekankan kepada
Prenduan praktik. Jilid 7 terdiri dari 2 praktik,
Sistem pendidikan yang ada di dan ditempuh selama 3 bulan. Jika
PONCILA memiliki dua tahap. santri tidak lulus dari dari setiap jilid,
Pertama kelas Tamhidi, dimana maka santri tersebut mengulang
seorang santri difokuskan kepada materinya dari depan.
أﻣﺜﻠﺔ اﻟﺘﺼﺮﯾﻔﯿﺔ.2 dan bisa mengantisipasi permasalahan
Pengarangnya adalah Syaikh yang terjadi pada zaman modernisasi,
Muhammad Ma’sum ibni Ali. Kitab Di lain sisi tingkatan kesukaran bahan
ini untuk mencocokkan dan belajar santri sangatlah mendukung,
membandingkan lafadz/kata yang karena berdasarkan metodenya itu
berbahasa Arab. (nubdah) sendiri, tujuannya adalah
ﻓﺘﺢ اﻟﻘﺮﯾﺐ.3 mengayomi dan mewadahi semua
Pengarangnya adalah Imam Allamata asumsi dan apresiasi dari lapisan
Ahmad bin Husain At-Tasyhini Abi santri (kemauan santri).
Syuja’. Kitab ini untuk bahan praktik
membaca dari semua materi yang 4) Evaluasi Pembelajaran Kitab
sudah dipelajari dari kitab Kuning di PONCILA Prenduan
sebelumnya. Di lain sisi, kitab ini Alat penilaian di PONCILA
adalah kitab yang paling dasar untuk menggunakan tes tulis dan tes lisan.
memahami ilmu fiqih. Tes tulis; santri diminta untuk mengisi
ﻛﻔﺎﯾﺔ اﻷﺧﯿﺎر.4 soal yang sudah ditentukan oleh
Pengarangnya adalah Imam bagian pendidikan. Sedangkan tes
Taqiyuddin Abi Bakar Muhammad lisan; tanya jawab langsung dengan
Husain Al-Hisni Ad-Damasqi As- pembimbignya masing-
Syafi’ie. Kitab ini sebagai penguasaan masing/musyrif. Kedua tes tersebut
dan pendalaman ilmu fiqih secara merupakan alat untuk mengukur
luas. keberhasilan santrinya, yang mana
ﺑﻠﻮغ اﻟﻤﺮام.5 pengevaluasian pembelajaran kitab
Pengarangnya adalah Hafidz bin kuning ini, lebih ditekankan kepada
Majari Al-Ashqalani. Kitab ini praktik membaca dan memahami
sebagai acuan dari hadis-hadis yang secara mendetail akan isi dan
berkenaan dengan ilmu fiqih. kandungan dari kitab-kitab klasik
ﻓﻀﺎﺋﻞ اﻷﻋﻤﺎل.6 yang telah dipelajarinya. Akan tetapi
Pengarangnya adalah Syaikh Hadin hasil akhir dari penilai tersebut, tidak
Maulana Muhammad Zakariya Al- menfokuskan pada bidang
Kandahlawi. Kitab ini sebagai intelektualnya saja, tetapi guru juga
pendahuluan pembinaan akhlak menilai dari emosionalnya dan tingkat
Rububiyyah dan Uluhiyyah. spiritualitasnya, seperti keaktifan
Maksudnya hubungan Ketuhanan dan santri dalam mentaati peraturan
kemanusiaan. pesantren (akhlak) dan mengikuti
ﻣﻨﺘﺨﺐ اﻷﺣﺎدﯾﺚ.7 kegiatan ubudiyahnya. Karena tujuan
Pengarangnya adalah Syaikh Maulana utamanya adalah mencetak generasi
Yusuf Al-Kandahlawi. Kitab ini muda yang berakhlakul karimah.
sebagai acuan dari hadis-hadis yang Untuk para santri yang
berkenaan dengan akhlak Rububiyyah berprestasi, ia akan diberikan sebuah
dan Uluhiyyah. penghargaan oleh pengasuh, yakni
berupa piagam penghargaan. Bahkan
Semua isi bahan belajar dengan setelah ia lulus dari PONCILA, santri
sasaran belajar sangatlah sesuai tersebut dijadikan tenaga
dengan kurikulum yang ada di kependidikan dan membantu
PONCILA, dan tidak ada bahan pesantren, istilah ini dikenal dengan
pengganti yang sederajat dengan “pengabdian masyarakat”.
programnya. Karena bahan ajar ini
merupakan bahan ajar yang harus C. Pembahasan
dimiliki oleh generasi muda sekarang,
Metode pembelajaran kitab kuning untuk bidang pengetahuan
yang dipakai adalah metode yang sudah keislaman tertentu dengan
lazim dipakai di setiap pesantren, yaitu: menggunakan kitab referensi yang
1. Metode Bandongan/Klasikal. sama untuk mengupas dan
Dalam metode ini kiai/ustad menjelaskan materi yang
membaca, menerjemahkan, dan terkandung dalam kitab tersebut,
menjelaskan isi kitab, sedangkan bahkan membetulkan bacaan murid
santri menyimak, menulis ulang yang membaca di hadapannya.
apa yang telah dijelaskan oleh 6. Metode diskusi (munadzarah).
kiainya. Penyampaiannya sering Metode diskusi dapat diartikan
menggunakan bahasa daerah, sebagai jalan untuk memecahkan
terkadang pula memakai bahasa suatu permasalahan yang
Indonesia. memerlukan beberapa jawaban
2. Metode sorogan. Metode sorogan alternatif yang dapat mendekati
adalah pengajian yang merupakan kebenaran dalam proses belajar
permintaan dari seorang atau mengajar. Di dalam forum diskusi
beberapa orang santri kepada atau munadharah ini, para santri
kyainya untuk diajari kitab tertentu, biasanya mulai santri pada jenjang
pengajian sorogan biasanya hanya menengah, membahas atau
diberikan kepada santri-santri yang mendiskusikan suatu kasus dalam
cukup maju, khususnya yang kehidupan masyarakat sehari-hari
berminat hendak menjadi kyai untuk kemudian dicari
Metode sorogan Metode sorogan pemecahannya secara fiqh
adalah pengajian yang merupakan (yurisprudensi Islam). Dan pada
permintaan dari seorang atau dasarnya para santri tidak hanya
beberapa orang santri kepada belajar memetakan dan
kyainya untuk diajari kitab tertentu, memecahkan suatu permasalahan
pengajian sorogan biasanya hanya hukum namun di dalam forum
diberikan kepada santri-santri yang tersebut para santri juga belajar
cukup maju, khususnya yang berdemokrasi dengan menghargai
berminat hendak menjadi kyai. pluralitas pendapat yang muncul
3. Metode Hafalan. Metode ini, santri dalam forum.
diberikan tugas untuk
menghafalkan beberapa isi yang Keenam metode inilah yang dipakai
ada di dalam kitab kuning tersebut, oleh setiap guru di PONCILA, karena
dan disetorkannya kepada metode ini merupakan metode klasikal
kiai/ustadnya. yang sering dipakai oleh para kiai salaf.
4. Metode Evaluasi. Dalam metode Akan tetapi, ada beberapa metode yang
evaluasi, santri harus menjawab jarang dipakai oleh pesantren salaf, yaitu
pertanyaan yang diberikan oleh Metode Team Teaching. Metode ini juga
ustadz. Pertanyaan-pertanyan merupakan salah satu metode yang
tersebut biasanya dalam bentuk digunakan pembelajaran kitab di
tulisan, lisan ataupun praktek. PONCILA. Metode Team Teaching
Metode ini dilakukan dengan diterapkan dalam pembelajaran kitab
tujuan untuk mengetahui sejauh Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar, Bulughul
mana pemahaman santri terhadap Maram, fadhailul a’mal, dan Muntakhabul
materi yang telah diterimanya. Ahadits. Dalam penerapannnya yaitu
5. Halaqah. Halaqah adalah metode di ketika proses pembelajaran berlangsung
mana murid belajar secara ada beberapa guru yang masuk dalam
langsung satu per satu kepada guru kelas/tempat, kemudian siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok. Pengelompokan tersebut
kelompok diampu oleh satu guru. dirancang, agar sanri dapat diarahkan oleh
Dengan dimasukkannya kitab kuning guru pembimbingnya (wali kelas). Di
kedalam kurikulum pendidikan formal, dalam KBM, santri dapat mempelajari cara
maka seorang guru/pengajarnya harus menerjemahkan kitab klasik, pemberian
benar-benar profesional, memiliki dalil-dalil khusus, penentuan hukum (i’rab
kemampuan intelegency yang tinggi dan atau mengi’lal), bahkan mengharakati
mampu memilih serta mengkombinasikan tulisan gundul tersebut.
metode-metode pengajaran yang tepat. Selain kegiatan KBM, ada kegiatan
Karena pada dasarnya kitab kuning adalah uji kemampuan dalam menguasai
kitab salaf (kuno) dan cara pembelajarannya yang berupa tes tulis;
penyampaiannya pun menggunakan santri diberikan tugas oleh
metode konvensional pula, sementara pembimbingnya masing-masing. Tes ini
PONCILA adalah suatu program sering dilakukan pada pukul 04.30-06.00,
akselerasi pendidikan yang berdiri dalam dan pula pada pukul 15.30-17.00.
zaman modern, dan dituntut untuk Sedangkan untuk tes lisan, dilaksanakan
mendidik siswa agar mampu menjawab pada jam 21.00-23.00, karena peran tes
tantangan zaman dengan berbekal ilmu lisan ini santri menyetorkan hafalan
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta materinya. Dengan kedua tes ini, guru
harus di imbangi dengan iman dan takwa lebih menekankan pada penerapan atau
(IMTAK) yang tinggi yang akan aplikasi materinya, dan santri dituntut
senantiasa dihadapkan dengan memiliki kemampuan untuk menyeleksi
kemodernan. atau memilih suatu abstrasi tertentu
Berdasarkan data yang ada, bahan (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan,
pengajaran kitab kuning di PONCILA cara) serta tepat diterapkan dalam situasi
berasal dari materi-materi yang ada di baru dan menerapkannya secara benar.
pondok pesantren umumnya. Tetapi, ada Jika kita kaji pengevaluasian
salah satu bahan ajar yang memang pembelajaran kitab kuning yang ada di
sengaja berkiblat kepada pondok pesantren PONCILA, sangatlah mirip dengan teori
Mambaul Ulum Bata-bata Pamekasan, Taksonomi Bloom, karena pengevaluasian
yangmana bahan ajar tersebut merupakan tersebut lebih menekankan pada ranah
karya dari seorang pakar bahasa Arab, afektifnya. Guru tidak menfokuskan
yaitu Raden KH. Abdul Mun’im Bayan penilaian pada pengembangan
Amz. Beliau lah yang membuat suatu kitab intelektualnya, melainkan pada sikap atau
yang diberi nama Nubdzatul Bayan, yang nilainya. Maksudnya siswa ditanya
isinya tentang ilmu alat atau ilmu dasar mengenai responsnya yang melibatkan
tentang tata cara membaca kitab kuning sikap atau nilai telah mendalam di
dengan baik. Kitab inilah dijadikan bahan sanubarinya, dan guru meminta dia untuk
pokok bagi santri PONCILA, dan mempertahankan pendapatnya.
ditekankan kepada santri untuk menguasai Selain tes IQ, guru juga menilai
kitab ini, karena kitab inilah dijadikan keaktifan santri dalam mengikuti program
kitab pemula bagi seorang santri harian yang begitu padat. Terutama yang
PONCILA. Tanpa menguasai kitab berkenaan dengan bidang ubudiyah.
Nubdzatul Bayan, seorang santri sulit Karena kegiatan ubudiyah ini, merupakan
membaca kitab kuning dengan baik. pondasi bagi santri PONCILA yang harus
Setelah santri tersebut menguasai dimiliki oleh setiap individu, dan
kitab Nubdzatul Bayan, maka secara merupakan juga merupakan bekal untuk
otomatis ia dinyatakan bisa mempelajari mereka sebelum ia terjun ke masyarakat.
kitab kuning dan dibimbing oleh guru Kegiatan ubudiyah ini, berupa
pembimbingnya masing-masing mengerjakan shalat 5 waktu secara
berjamaah, shalat tahajud, shalat witir, pengajian umum adalah metode
shalat dluha, dan membaca al-Qur’an. bandongan, dikarenakan jumlah santri
Jika kita analisis secara mendalam, yang sangat besar. Dalam proses
bahwa kegiatan ubudiyah ini merupakan berlangsungnya, sebelum dan sesudah
isi atau bahasan yang ada di dalam kitab pembelajaran kitab didahului dengan doa-
Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar, Bulughul doa yang ditujukan kepada nabi
Maram, fadhailul A’mal, dan Muntakhabul Muhammad saw, orang tua, guru, dan
Ahadits. Jadi jika salah seorang santri pengarang kitab, sehingga diharapkan ilmu
PONCILA tidak mengikuti kegiatan yang dipelajarinya akan membawa
ubudiyah, berarti santri tersebut tidak barokah. Dari kesimpulan di atas, maka
mengamalkan ilmu yang ia pelajari dalam peneliti dapat memperinci lagi bahwa
kitab-kitab klasik tersebut. Maksudnya metode mengajar sangat fleksibel dan
santri mengaplikasikan kegiatan ubudiyah sangat tergantung dengan berbagai faktor
sebagai sarana hubungan rububiyah yang perlu dipertimbangkan. Dengan kata
(ketuhanan). lain dapat dikatakan "NO SINGLE
METHOD IS THE BEST ", tidak ada satu
A. Kesimpulan metode yang terbaik, yang ada adalah
Terimplementasinya kurikulum metode yang sesuai.
dalam pelaksanaan pembelajaran kitab Bahan ajar yang dipakai di dalam
tanpa harakat atau kitab kuning di pembelajaran kitab kuning di PONCILA
PONCILA masih memiliki corak meliputi kitab Nubdzatul Bayan,
tradisional, yakni masih menggunakan Amtsilatut Tashrifiyah, Fathul Qarib,
ilmu-ilmu khas pesantren yang terdapat Kifayatul Akhyar, Bulughul Maram,
dalam kitab kuning dan tidak memasukkan fadhailul A’mal, dan Muntakhabul
ilmu-ilmu umum dalam kurikulum Ahadits. Ketujuah kitab tersebut
pendidikannya. Bentuk pengembangan merupakan bahan ajar yang harus dikuasai
pembelajaran kitab kuning yang dilakukan oleh santri yang berada di tingkat i’dadi,
adalah dari segi pengembangan rencana sedangkan tamhidi; santri lebih difokuskan
dan metode pembelajaran. kepada pembelajaran ilmu tajwid dan
Metode pembelajaran yang dipakai tahsinul khat. Karena sebelum
di dalam pembelajaran kitab kuning di mempelajari ilmu alat dan kitab-kitab
PONCILA meliputi metode bandongan, klasik, seorang santri harus memahami
metode sorogan, metode hafalan, metode ilmu dasar ini.
evaluasi, metode halaqah, dan metode Evaluasi pembelajaran yang dipakai
diskusi (munadzarah). Akan tetapi setiap di dalam pembelajaran kitab kuning di
guru memiliki ciri khas tersendiri dalam PONCILA yaitu mensgadakan
menyampaikan materinya, karena setiap pengukuran/tes kemampuan dengan
tatap muka, metodenya selalu berganti- menggunakan tes tulis dan tes lisan. Kedua
ganti. Terkadang ustadz menggunakan tes tersebut hanya dijadikan hipotesa
metode eksperimen, metode proyek, sementara, karena tes hasil IQ tersebut
metode bermain peran, metode dicocokkan dengan sikap atau akhlak
demonstrasi, metode tanya-jawab, metode santri, khsusunya keaktifan santri dalam
latihan, metode ceramah, metode melaksanakan kegiatan ubudiyahnya
permainan, metode cerita, metode sebagai sarana hubungan rububiyah
simulasi, dan metode pemecahan masalah. (ketuhanan).
Metode tersebut digunakan karena
perkembangan zaman, dalam artian tidak DAFTAR PUSTAKA
meninggalkan metode klasik (memedukan
metode modern dengan metode klasik).
Sedangkan metode yang dipakai dalam
Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan
Penelitian Suatu Pendekatan Pembelajaran, Teori dan Praktik
Praktek. Jakarta, Rineka. Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta,
Arsyad, Azhar. 1997. Media Kencana Prenada Media Group.
Pembelajaran. Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada. ------------------. 2011. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standart
Atiek Sismiati, Rugaiyah. 2011. Profesi Proses Pendidikan. Jakarta, Kencana
Kependidikan. Bogor, Ghalia Prenada Media
Indonesia.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Aqib, Zainal. 2010. Profesionalisme Guru Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Dalam Pembelajaran. Surabaya, Bandung, Alfabeta.
Percetakan Insan.
Subini, Nini. 2012. Psikologi
Djauhari, Tidjani, Mohammad. 2008. Pembelajaran. Yogyakarta, Mentari
Membangun Madura. Jakarta, TAJ Pustaka.
Publishing.
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi
---------------------------------------. 2008. Pendidikan Dengan Pendekatan
Masa Depan Pesantren; Agenda Baru. Bandung, PT Remaja
yang Belum Terselesaikan. Jakarta, Rosdakarya.
TAJ Publishing.
Tafsir, Ahmad. 2007. Ilmu Pendidikan
Djamarah, Bahri, Syaiful. 2006. Strategi Dalam Persepektif Islam. Bandung,
Belajar Mengajar. Jakarta, PT PT Remaja Rosdakarya.
Renika Cipta.
-------------------------------. 2005. Guru dan
Anak Didik Dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta, PT Rineka Cipta.
E. Mulyasa. 2013. Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
---------------. 2013. Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodelogi
Penelitian Kualitatif . Bandung, PT
Remaja Rosdakarya Offset.
METODE SELF ASSESSMENT DALAM MENILAI
PENCAPAIAN KOMPETENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS II
DI PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO SURABAYA
ABSTRAK
Self-assessment adalah sebuah proses penilaian yang melibatkan mahasiswa sehingga
mampu mengembangkan wawasannya sendiri terhadap proses belajarnya. Tujuan
Penelitian ini untuk mengaplikasikan metode self assessment dalam menilai
pencapaian kompetensi praktik keperawatan komunitas. Desain penelitian action
research dengan menggunakan 4 (Empat) tahapan berupa siklus, jumlah partisipan
adalah 66 orang. Variabel penelitian adalah aplikasi metode self assessment, dengan
lokasi penelitian di Podi D III keperawatan Kampus Sutopo Surabaya. Hasil penilaian
dengan metode self asessment didapatkan 95,45 % kompeten dalam melakukan
pengkajian keperawatan komunitas, 100% kompeten dalam merumuskan diagnosis
keperawatan komunitas, 100% kompeten dalam menyususn perencanaan keperawatan
komunitas, 89,49 % kompeten dalam melaksanakan tindakan keperawatan komunitas
dan 100% mampu mengevaluasi keberhasilan tindakan keperawatan komunitas. Hasil
evaluasi terhadap pelaksanaan metode self assessment seluruhnya (100%) baik. Saran
dalam penelitian ini adalah Merekomendasikan metode self assesment menjadi metode
evaluasi dalam menilai pencapaian kompetensi keperawatan.
Latar Belakang
Evaluasi atau penilaian hasil belajar di Definisi self-assessment menurut Brady
institusi pendidikan D III Keperawatan dan Kennedy (2005) adalah sebuah
selama ini hampir seluruhnya proses, yang melibatkan mahasiswa
dilakukan oleh dosen. Kondisi ini sebagai agen utamanya, dimana
dilakukan karena dosen mempunyai mahasiswa mengembangkan wawasan
tanggungjawab terhadap materi sendiri terhadap proses belajarnya.
perkuliahan yang disampaikan baik Dengan menilai usaha sendiri
dalam bentuk teori, praktek mahasiswa dapat memperoleh
laboratorium, dan praktek klinik. pemahaman terhadap masalah atau
Dosen juga berkewajiban menilai pengalaman yang dihadapi. Cara ini
penguasaan materi mulai dari dapat digunakan untuk mengatasi
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan ketidakpuasan mahasiswa terhadap
mahasiswa. Jarang bahkan mungkin penilaian yang dilakukan oleh pengajar
belum dilakukan selama ini penilaian karena persepsi mahasiswa terhadap
atau evaluasi yang dilakukan dengan usahanya sendiri terkadang tidak selalu
melibatkan mahasiswa untuk mengukur sejalan dengan persepsi pengajar
kemampuan diri sendiri atau self- tentang usaha yang telah dilakukan
assessment.
mahasiswa (Grivin & Nick 1991 dalam tidak hanya tergantung kepada
Suharso, 2008). skor/nilai yang diperoleh, tetapi
Saat ini mahasiswa dituntut untuk lebih kemampuan/kesiapan diri seorang
aktif dalam proses pembelajaran, mahasiswa untuk bekerja di bidang
sedangkan peran dosen adalah sebagai keperawatan.
fasilitator. Mahasiswa akan belajar
untuk membangun pengetahuan, Berbagai kompetensi profesi harus
ketrampilan dan perilakunya. dimiliki oleh mahasiswa keperawatan
Kemampuan yang dibangun ini diantaranya adalah keperawatan anak,
berdasarkan pengetahuan, ketrampilan Keperawatan Medikal Bedah,
dan perilaku yang telah dimiliki, keperawatan komunitas, keperawatan
sehingga mahasiswa perlu ditanamkan maternitas, keperawatan gawat darurat,
untuk mengukur kemampuan diri keperawatan keluarga, keperawatan
sendiri atau kompetensinya. gerontik, dan keperawatan jiwa.
Penelitian ini mengusulkan aplikasi
Program Studi D III Keperawatan metode self-assessment pada
sebagai pendidikan tinggi yang Keperawatan Komunitas II. Hal ini
menghasilkan Perawat. Strategi yang dikarenakan Praktik keperawatan
belum pernah dilaksanakan di Program komunitas banyak melibatkan
Studi D III Keperawatan kampus mahasiswa untuk praktik mandiri baik
Sutopo Surabaya adalah metode self secara individu maupun kelompok,
assessment. Berdasarkan data yang ketika mahasiswa melaksanakan
diperoleh dari hasil wawancara dengan interaksi dengan masyarakat sesuai
10 mahasiswa didapatkan hasil bahwa dengan tahapan praktik keperawatan
100 % persen mahasiswa menghendaki komunitas mahasiswa mengadakan
adanya penilaian dari dosen dan pendekatan dengan berbagai pihak
mahasiswa. secara mandiri. Selain itu, pelayanan
kesehatan saat ini adalah berorientasi
Metode self assessment merupakan pada upaya promotif dan preventif di
sebuah proses pengumpulan informasi masyarakat, sehingga kompetensi
tentang kualitas dan kuantitas keperawatan komunitas diperlukan
perubahan pada mahasiswa. Tujuan pada tenaga perawat vokasional lulusan
dari self assessment dapat digunakan D III Keperawatan.
untuk mendiagnosa tingkat
kemampuan dan keterampilan
mahasiswa pada saat itu sekaligus Penelitian ini bertujuan untuk
memonitor pencapaian tujuan mengaplikasikan metode self
pembelajaran. Self-assessment bahkan assessment dalam menilai pencapaian
bisa digunakan untuk menilai 4 area kompetensi keperawatan komunitas II.
utama, yaitu pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap (Wilson METODE PENELITIAN
dan Jan, 1998). Self-assessment pada
mahasiswa keperawatan ini diharapkan Desain penelitian : Action Research,
dapat digunakan sebagai metode yang ada 4 (Empat) tahapan dalam
menekankan pada aspek reflektif, yaitu penelitian ini modifikasi dari tahapan
mengajak mahasiswa untuk lebih action research menurut Davison,
memahami apakah dirinya betul-betul Martinsons & Kock, (2004), yaitu
kompeten terhadap bidang pekerjaan mlakukan diagnosa (diagnosing),
tersebut. Seseorang dianggap kompeten membuat rencana tindakan (action
planning), menentukan rencana mahasiswa 66 orang, terdiri dari 14
tindakan untuk mengatasi kesenjangan orang (21,21%) laki-laki dan 52 orang
di atas dengan menerapkan metode self (78,79%) perempuan.
assessment dalam mengevaluasi
pencapaian kompetensi mahasiswa Tahapan Proses Penelitian adalah
keperawatan untuk mata kuliah sebagai berikut :
Keperawatan Komunitas, melakukan a. Melakukan diagnosa (diagnosing)
tindakan (action taking) , dam Mengidentifikasi metode evaluasi
melakukan evaluasi (evaluating). untuk mencapai kompetensi mata
Partisipan penelitian kuliah Keperawatan Komunitas II
Adalah mahasiswa D III Keperawatan yang telah dilaksanakan melalui
semester VI, sedang melaksanakan wawancara dengan dosen dan
praktek Keperawatan Komunitas dan mahasiswa. Hasil wawancara adalah
bersedia menjadi partisipan. Variabel metode evaluasi yang digunakan
Penelitian metode self assessment selama ini adalah penugasan dan
dalam menilai pencapaian kompetensi ujian asuhan keperawatan. Penilaian
praktik keperawatan komunitas dilakukan sendiri oleh dosen.
Informasi dari mahasiswa, selama
Prosedur pengumpulan data adalah ini dosen tidak melibatkan
membuat kesepakatan antara peneliti mahasiswa dalam proses penilaian.
dan mahasiswa, mengumpulkan data b.Membuat rencana tindakan (action
tentang metode evaluasi yang telah planning)
dilaksanakan untuk mata kuliah Merencanakan pelaksanaan metode
Keperawatan Komunitas baik dari self assessment dalam mengevaluasi
dosen maupun dari mahasiswa, pencapaian kompetensi keperawatan
mengukur pencapaian kompetensi Komunitas II dengan menyusun
mahasiswa untuk mata kuliah instrumen yang akan digunakan. Tim
Keperawatan Komunitas dengan peneliti menyusun 3 (Tiga) instrumen
mengaplikasikan metode self yaitu jurnal kegiatan, Cheklist self
assessment, melakukan evaluasi dari assessment, Cheklist evaluasi self
aplikasi metode self assessment. Alat assessment.
pengumpul data adalah Jurnal kegiatan c. Melakukan tindakan (action taking)
Praktik Keperawatan Komunitas, Peneliti dan mahasiswa bersama-
Cheklist self assessment, Cheklist sama mengimplementasikan self
evaluasi self assessment. Analisis data assessment untuk mendapatkan data
penelitian menggunakan metode pencapaian kompetensi keperawatan
deskriptif yaitu menggambarkan hasil komunitas II.
dari tiap tahapan penelitian. Lokasi
Penelitian Program Studi D III Tahapan awal penerapan self
Keperawatan Kampus Sutopo Jurusan assessment, semua mahasiswa
Keperawatan Politeknik Kesehatan diberikan penjelasan tentang proses
Kemenkes Surabaya penilaian diri selama melaksanakan
praktik keperawatan komunitas dan
HASIL PENELITIAN persetujuan untuk mengikuti penelitian
(Informed consent). Setiap mahasiswa
Gambaran Umum diberikan jurnal kegiatan dan
Penelitian dilakukan di Kampus Prodi memberikan arahan untuk menulis
D III Keperawatan Kampus Sutopo kegiatan yang dilakukan mulai dari
Surabaya pada Juni-Juli 2014. Jumlah proses pengkajian sampai evaluasi,
kendala yang ditemui, solusi yang telah bantuan teman). Ada mahasiswa
dilakukan dan hasil yang dicapai yang menulis perlu bantuan teman
setelah solusi diterapkan. Selama karena Pak RW dan Pak RT nya
mengisi jurnal, mahasiswa juga sibuk terus sehingga sulit ditemui.
menilai kompetensinyapada tiap taha 2. Self assessment sub diagnosis
pan kegiatan dalam melaksanakan keperawatan komunitas
asuhan keperawatan komunitas, yaitu Seluruh mahasiswa sebagai
pengkajian, perumusan diagnosis partisipan menilai kompeten dalam
keperawatan komunitas, perencanaan, menyusun diagnosis keperawatan
pelaksanaan dan evaluasi. komunitas. Kesulitan yang dialami
Apabila mahasiswa menemukan mahasiswa adalah menyusun
masalah selama melaksanakan praktik diagnosis keperawatan
keperawatan komunitas akan terlihat potensial/wellness, sebagian besar
pada jurnal yang ditulis, dan menyatakan mampu melakukan
Pembimbing akan segera memberikan dengan bantuan teman. Solusi yang
masukan. telah dilaksanakan menjelaskan
kembali tentang diagnosis
Hasil self assessment kompetensi keperawatan potensial.
praktik keperawatan komunitas dengan 3. Self assessment sub perencanaan
pendekatan proses keperawatan keperawatan komunitas
seluruhnya (100%) kompeten. Sesuai Seluruhnya (100%) mahasiswa
dengan hasil penilaian yang diberikan menilai kompeten dalam menyusun
oleh dosen seluruhnya (100%) juga perencanaan keperawatan
kompeten. komunitas. Ketika dilakukan
analisis pada sub-sub kegiatan,
Pengukuran Pencapaian Kompetensi didapatkan persenatase yang paling
Praktik Keperawatan Komunitas banyak kurang kompetennya adalah
dengan Menggunakan Metode Self pada sub kegiatan pendekatan
Asessment untuk masing-masin sub dengan tokoh masyarakat dan tokoh
kompetensi adalah sebagai berikut : agama. Padahal dalam praktik
1. Self assessment sub pengkajian keperawatan komunitas pendekatan
keperawatan komunitas dengan tokoh agama dan tokoh
Hasil penelitian didapatkan 95,45% masyarakat diperlukan dalam setiap
mahasiswa sebagai partisipan kegiatan mulai dari pengkajian
menilai kompeten dan 4,54% sampai evaluasi. Sebagian besar
menilai kurang kompeten. Pada sub mahasiswa yang kurang kompeten
pengkajian ini mahasiswa banyak menyatakan kurang percaya diri
menjawab mampu melakukan dalam melakukan pendekatan
dengan bantuan teman pada dengan tokoh masyarakat kalau
pengkajian data inti. Masalah yang sendiri tanpa teman.
banyak ditulis di jurnal kegiatan, 4. Self assessment sub pelaksanaan
mereka kurang percaya diri kalau keperawatan komunitas
melakukan pendekatan atau Terdapat 89,39% mahasiswa
berinteraksi dengan tokoh sebagai partisipan menilai
masyarakat dan tokoh agama. kompeten dalam melaksanakan
Mahasiswa yang kurang kompeten tindakan keperawatan komunitas.
menjawab pernyataan di sub Persentase yang paling rendah
pengkajian dengan angka 2 86,36% penilaian kompetensi
(Mampu melakukan dengan dalam melaksanakan terapi
modalitas keperawatan. Terapi Setelah semua rangkaian kegiatan
modalitas keperawatan yang diselesaikan, mahasiswa mengisi
dilakukan di komunitas diantaranya ceklist evaluasi self assessment
adalah senam kaki diabetic, senam (Lampiran 5). Ceklist ini menilai
lansia, pengaturan gizi seimbang penerimaan mahasiswa terhadap
pada balita, dan keagle exercise. metode self assessment untuk
13,64% mahasiswa menyatakan mengevaluasi pencapaian kompetensi
kurang kompeten untuk mata kuliah Keperawatan Komunitas
melaksanakan terapi modalitas II. Hasil evaluasi didapatkan 100%
keperawatan. Kurangnya mahasiswa menilai baik untuk
ketrampilan ini diantaranya penerimaan metode self assessment.
disebabkan oleh kurangnya
frekuensi latihan sebelum tindakan Evaluasi dari dosen juga didapatkan
dilaksanakan di depan klien. 100% menilai baik dalam menerima
Kondisi ini juga menjadi masukan metode self assessment sebagai salah
tim dosen untuk memperbaiki satu metode evaluasi dalam menilai
program pembelajaran praktik pencapaian kompetensi keperawatan
laboratorium keperawatan komunitas II. Menurut dosen,
komunitas. metode self assesment dapat menilai
5. Self assessment sub evaluasi proses keperawatan secara
keperawatan komunitas keseluruhan dari tiap-tiap mahasiswa.
Seluruh mahasiswa sebagai
partisipan menilai kompeten dalam PEMBAHASAN
melakukan evaluasi. Hasil analisis
self assessment pada sub evaluasi Metode self assessment diterapkan
formatif dan sumatif hampir sebagai salah satu metode untuk
seluruhnya menyatakan mampu menilai pencapaian kompetensi dengan
melakukan tanpa bantuan teman. melibatkan mahasiswa secara aktif. Hal
Evaluasi formatif merupakan ini sesuai dengan pernyataan dari
Tetapi pada sub evaluasi dampak Wilson dan Jan (1998) bahwa self-
sebagain besar menjawab mampu assessment menekankan pada aspek
melakukan dengan bantuan teman reflektif, mengajak mahasiswa untuk
Kesulitan mahasiswa adalah terlibat dalam proses belajar mereka
menentukan indikator dampak pada dengan mengevaluasi cara belajar,
setiap kegiatan yang telah kelebihan dan kekurangan mereka,
dilakukan, bahkan terdapat 7 orang perkembangan mereka dalam mencapai
(10,61%) menilai tidak mampu tujuan belajar dan apa yang harus
melakukan. Solusi dari masalah dilakukan serta bagaimana cara
tersebut yang telah dilaksanakan melakukannya. Manfaat metode Self
adalah menjelaskan kembali assessment bagi mahasiswa adalah
tentang evaluasi dampak. membangun pengertian kekurangan
dan kelebihannya, bertanggungjawab,
Tahapan berikutnya adalah menemukan suara dari dalam diri
melakukan evaluasi dari rangkaian mereka sendiri, dan memotivasi dalam
kegiatan self assessment yang telah menyelesaikan pekerjaannya sendiri
dilaksanakan. Tahapan tersebut (Brady dan Kennedy, 2005).
adalah sebagai berikut :
d. Melakukan evaluasi (evaluating) Metode self assessment dilaksanakan
dengan menggunakan 4 (Empat)
tahapan yaitu diagnosis, action Tahap ketiga yang dilakukan oleh
planning, action taking dan evaluation peneliti dan partisipan adalah action
dalam bentuk siklus. Sesuai dengan taking dengan melakukan penilaian
pernyataan dari Davison, Martinsons & tahapan asuhan keperawatan komunitas
Kock (2004) yang membagi Action dengan menggunakan metode self
research menjadi beberapa tahapan assessment. Mahasiswa sebagai
penelitian berbentuk siklus. partisipan diberikan jurnal kegiatan
yang digunakan untuk membuat catatan
Tahap pertama yang telah dilakukan setiap kegiatan yang dilaksanakan,
adalah diagnosis dengan melakukan masalah yang dihadapi dan solusinya.
identifikasi metode evaluasi untuk Sesuai dengan pernyataan dari Brady
menilai pencapaian kompetensi mata dan Kennedy, (2005) menjelaskan
kuliah Keperawatan Komunitas II yang bahwa cara-cara yang dapat dilakukan
telah dilaksanakan selama ini. Hal ini selama menerapkan self assessment
sesuai dengan Davison, Martinsons & diantaranya adalah menulis catatan
Kock (2004), menjelaskan bahwa tahap harian atau jurnal tentang proses dan
diagnosis mengidentifikasi pokok- perkembangan pembelajaran, diskusi
pokok permasalahan yang akan kelas atau kelompok kecil, catatan rutin
dikembangkan dalam action research. refleksi dan sebagainya. Pada tahap ini
Metode yang digunakan adalah mahasiswa dapat belajar
wawancara. bertanggungjawab dan disiplin dalam
melaksanakan tindakannya, belajar
Tahap kedua, Peneliti membuat suatu menganalisis permasalahan muncul
perencanaan dalam melaksanakan dari setiap tindakan yang dilakukan dan
metode self assessment dan menyusun belajar untuk memecahkan masalahnya
instrumen yang digunakan. Secara teori sendiri. Mahasiswa juga belajar jujur
dikemukakan bahwa tahap action dalam menilai dirinya sendiri.
planning yang dilakukan oleh peneliti Mahasiswa juga belajar merefleksi
dan partisipan adalah mendesain tindakan yang telah dilaksanakan
pengembangan pokok permasalahan berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
yang akan diselesaikan (Davison,
Martinsons & Kock, 2004). Kendala Kendala yang dihadapi pada tahap ini,
yang ditemukan pada tahap ini adalah beberapa mahasiswa sebagai partisipan
menentukan skoring kompeten, karena tidak menulis aktivitas yang
selama ini penilaian kompetensi belum dilakukannya, sehingga peneliti harus
diterapkan dalam kurikulum D III memotivasi secara terus menerus agar
Keperawatan. Solusi yang dilakukan mahasiswa mau menulis berbagai
oleh tim peneliti dengan aktivitas yang dilakukan selama
mengkombinasikan antara sistem praktik. Masalah lain adalah pada saat
penilaian yang ada dengan mahasiswa menilai kompetensi dirinya,
menggunakan angka dan huruf beberapa mahasiswa menilai dibawah
kemudian diartikan dalam penilaian kemampuan yang dimiliki, karena
kompeten, kurang kompeten dan tidak merasa tidak percaya diri kalau menilai
kompeten. Oleh karenanya, apabila dirinya yang sebenarnya. Tim peneliti
metode ini diterapkan harus disepakati berusaha untuk meyakinkan mahasiswa
dahulu tentang penilaian kompetensi dengan memberikan gambaran
oleh pengelola pendidikan. kemampuannya dengan memberikan
kasus lain untuk disekesaikan.
Tahap keempat adalah evaluasi dari mahasiswa sebagai partisipan tentang
pelaksanaan metode self assessment tanggapannya dalam menerima self
dari mahasiswa sebagai partisipan. assessment menjadi salah satu metode
Evaluasi yang dilaksanakan digunakan evaluasi. Hasil penelitian didapatkan
untuk menilai bagaimana penerimaan seluruh mahasiswa sebagai partisipan
mahasiswa terhadap metode evaluasi (100%) menyatakan baik. Lima
pembelajaran ini. Davison, Martinsons pernyataan yang dibuat seluruhnya
& Kock, (2004) menyatakan bahwa menyatakan sangat setuju dan setuju.
evaluasi dalam tahapan siklus action Berdasarkan hasil evaluasi tersebut
research digunakan untuk melihat mahasiswa sebagai partisipan
penerimaan dari aktivitas-aktivitas menyambut baik penerapan metode self
yang telah dilaksanakan oleh peneliti assessment untuk menilai praktik
dan partisipan. keperawatan komunitas II. Demikian
pula dengan penilaian yang dilakukan
Berdasarkan uraian di atas, keunggulan oleh dosen, semuanya menerima
metode self asessment yang telah dengan baik metode self assessment.
dilaksanakan adalah Penilaian yang dilakukan sebatas
1. Melatih mahasiswa untuk menilai penilaian pengetahuan dan ketrampilan,
kemampuan dirinya sendiri dalam belum menilai sikap mahasiswa.
melaksanakan asuhan keperawatan
komunitas. Berdasarkan uraian tersebut di atas,
2. Melatih mahasiswa membiasakan maka metode self assessment dapat
dirinya untuk menganalisa, diaplikasikan dalam menilai
memantau pencapaian dan pencapaian kompetensi keperawatan
menetapkan tujuan belajar mereka komunitas II di Program Studi
sendiri D III Keperawatan Kampus Sutopo
3. Melatih kepercayaan diri pada Surabaya.
mahasiswa untuk memecahkan
masalah yang dihadapi selama
melaksanakan asuhan keperawatan SIMPULAN DAN SARAN
komunitas
4. Melatih mahasiswa mampu Aplikasi metode self Assessment pada
merefleksikan tindakan yang telah mahasiswa dalam menilai pencapaian
dilaksanakan Kompetensi keperawatan komunitas II
dengan menggunakan 4 (empat)
Kelemahannya adalah : tahapan yaitu diagnosing, action
1. Membutuhkan persiapan yang planning, action taking dan evaluasi.
matang dan koordinasi yang baik Metode self asessment secara
antara dosen dan mahasiswa keseluruhan (100%) dari proses
2. Alat ukur penilaian kompetensi keperawatan adalah kompeten, sama
sudah tersedia dan telah disepakati dengan penilaian yang dilakukan oleh
oleh tim dosen dan pengelola dosen seluruhnya juga dinilain
pendidikan kompeten. Pencapaian kompetensi
3. Membutuhkan waktu interaksi yang keperawatan komunitas II dari tiap
intens antara dosen dan mahasiswa. tahapan proses keperawatan dengan
penilaian self assessment adalah
Penilaian pelaksanaan metode self sebagai berikut : 95,45 % kompeten
assessment dilaksanakan dengan dalam melakukan pengkajian
memberikan kuesioner kepada keperawatan komunitas, 100%
kompeten dalam merumuskan Griffin, P. & Nix, P. (1991).
diagnosis keperawatan komunitas, Educational Assessment and
100% kompeten dalam menyususn Reporting. Sydney : Harcourt
perencanaan keperawatan komunitas, Jovanovich, Publishers.
89,49 % kompeten dalam Johnson, David W. and Roger T.
melaksanakan tindakan keperawatan Johnson. (2002). Meaningful
komunitas dan 100% mampu Assessment: A Manageable and
mengevaluasi keberhasilan tindakan Cooperative Process. Boston:
keperawatan komunitas. Hasil evaluasi Pearson Education Company.
terhadap pelaksanaan metode self Lewis, J. (1990). Self Assessment in
assessment dalam menilai kompetensi The Classroom: a Case Study.
Keperawatan Komunitas seluruhnya Dalam Brindley, G. (Ed.) The
(100%) baik. Hasil penelitian ini Second Language Curriculum in
merekomendasikan metode self Action. Sydney: National Centre
assessment menjadi salah satu metode For Language Teaching and
evaluasi dalam menilai pencapaian Research, Macquarie University.
kompetensi keperawatan. Marzano, Robert J., Debra Pickering
dan Jay McTighe. (1993).
Assessing Student Outcomes:
DAFTAR PUSTAKA Performance Assessment Using
the Dimensions of Learning
Arikunto, S. (2004). Evaluasi Model. Alexandria: ASCD
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. (Association for Supervision and
Brady, Laurie dan Kerry Kennedy. Curriculum Development).
(2005). Celebrating Student Penilaian Diri.
Achievement: Assessment and http://sarkomkar.blogspot.com, diakses
Reporting. Australia: Frenchs tanggal 1 April 2011
Forest: Pearson Education. Rolfe, T. (1990). Self and Peer
Davison, R. M., Martinsons, M. G., Assessment in The ESL
Kock N., (2004), Journal : Curriculum. Dalam Brindley, G.
Information Systems Journal : (Ed.) The Second Language
Principles of Canonical Action Curriculum in Action. Sydney:
Research 14, 65–86 National Centre For Language
Depkes, RI. (2006). Kurikulum Teaching and Research,
Pendidikan Diploma III Macquarie University.
Keperawatan. Jakarta. Suharso. (2008). Validitas Tes Cloze,
Ervin. E.N. (2008). Advanced Tes-C, Dan Penilaian Diri
community health nursing Sebagai Alat Ukur Kemampuan
practice: population-focused Membaca Teks Bahasa Inggris.
care. New Jersey: Prentice Hall Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Febri E.B. Setyawan. (2009). Evaluasi Pendidikan No. 1 Tahun XI
Penerapan Pembelajaran Problem Universitas Negeri Yogyakarta.
Based Learning Berdasarkan Student Self Assessment.
Model Evaluasi CIPP (Context, http://www.sasked.gov.sk.ca/
Input, Process, Product) di diakses tanggal 3 April 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004).
Muhammadiyah Malang. Tesis. Community & public health
Tidak dipublikasikan. nursing. (6thed). Philadelphia:
Mosby
Wilson, Jeni dan Leslie Wing Belajar. Jakarta: Pusat Antar
Jan.(1998). Self Assessment for Universitas Untuk Peningkatan
Students: Proformas and Dan Pengembangan Aktivitas
Guidelines. Armadale: Eleanor Instruksional Direktorat Jenderal
Curtain Publishing. Pendidikan Tinggi Departemen
Zainul, Asmawi dan Noehi Pendidikan Nasional.
Nasution.(2005). Penilaian Hasil
EDUCATION IS AS THE PROCESS OF PERSONALITY SHAPING
Muhammad Ubaidillah
Ubaidillahmuhammad01@gmail.com
Abstract
STKIP-PGRI Sampang
Keywords : Education,Personality
Oleh
Didik Hermanto, M. Pd.
STKIP PGRI Bangkalan
ABSTRACT
Kegiatan memecahkan/menyelesaikan
masalah adalah suatu aktivitas dasar Menurut Polya (1973: 154), terdapat
pada manusia. Dalam setiap saat dua macam masalah dalam
manusia (siswa)akan selalu berhadapan matematika, yaitu : (1) Masalah untuk
dengan masalah yang menuntut dirinya menemukan, bertujuan untuk
untuk memecahkan/menyelesaikannya. membantu menemukan objek yang
Ada masalah yang kompleks yang pasti atau masalah yang ditanyakan.
butuh keterampilan dan waktu yang Masalah tersebut dapat berupa masalah
cukup, ada pula masalah yang dengan teoritis atau praktis, abstrak atau
mudah dapat dicari penyelesaiannya. kongkret dan masalah serius atau teka-
Oleh karena itu, suatu institusi teki semata. (2) Masalah untuk
pendidikan (sekolah) sebaiknya membuktikan, bertujuan untuk
dirancang dengan pembelajaran yang menunjukkan bahwa suatu pernyataan
menempatkan masalah sebagai topik itu benar atau salah, sehingga perlu
utama dalam kegiatan pembelajaran. dijawab “Apakah pernyataan tersebut
Masalah merupakan pertanyaan yang benar atau salah?” dan kita memiliki
kompleks sehingga penyelesaiannya kesimpulan jawaban dengan
diperlukan aktivitas mental yang tinggi. membuktikan bahwa dugaan itu benar
Sebuah pertanyaan dikatakan suatu atau salah.
masalah jika memiliki syarat syarat: (1)
Pertanyaan yang dihadapkan kepada Dalam penelitian ini masalah yang
seseorang haruslah dapat dimengerti digunakan adalah masalah untuk
oleh orang tersebut dan merupakan menemukan. Menurut Polya (1973:
tantangan baginya untuk menjawabnya. 154-156), masalah menemukan lebih
(2) Pertanyaan tersebut tidak dapat penting dalam matematika elementer.
dijawab dengan prosedur rutin yang Berdasarkan uraian di atas maka
telah diketahui. disimpulkan bahwa masalah adalah
suatu soal/pertanyaan yang tidak dapat akan memberikan hasil yang efektif
diselesaikan dengan prosedur rutin dalam kegiatan pelaksanaan. (4)
yang sudah diketahui siswa dan Menafsirkan atau mengevaluasi hasil:
menyajikan tantangan dan setelah melaksanakan rencana, langkah
keterampilan untuk menyelesaikannya. selanjutnya adalah melihat kembali
Menurut Polya (1973: 5-16), untuk penyelesaian dengan mengecek
memecahkan masalah, ada empat kembali langkah pengerjaan dan
langkah yang harus dilakukan yaitu : mengecek kembali hasilnya dengan
(1) Memahami masalah: langkah awal memberikan argumentasi yang benar
dalam memecahkan masalah adalah untuk tiap langkah yang ditulis. Dari
harus mengetahui dengan jeli apa yang uraian di atas maka disimpulkan bahwa
diketahui dan apa yang ditanyakan. pemecahan masalah adalah rangkaian
Guru dapat mengecek hal ini pada aktivitas atau cara yang dilakukan
siswa dengan meminta siswa untuk secara terstruktur untuk menemukan
mengulangi peryataan atau soal sampai jawaban dari permasalahan yang
siswa memahami masalahnya dengan berkaitan dengan suatu bidang ilmu.
fasih. (2)Merencanakan cara
penyelesaian: setelah memahami METODE PENELITIAN
masalahnya maka tahap berikutnya Tujuan penelitian adalah
adalah merencanakan penyelesaian. mendeskripsikan efikasi diri siswa
Jalan dari memahami masalah sampai kelas V SD dalam pemecahan masalah
pada membuat sebuah perencanaan pecahan ditinjau dari kecemasan dalam
adalah panjang dan berliku-liku. Hal ini menyelesaikan masalah
bisa terjadi jika siswa memiliki sedikit pecahan.Berdasarkan hal tersebut
pengetahuan dan bahkan sangat tidak penelitian ini dikategorikan penelitian
mungkin jika siswa tidak memiliki deskriptif dengan pendekatan
pengetahuan. Ide yang bagus untuk kualitatif.Penelitian inidilaksanakan di
sebuah perencanaan berasal dari kelas V Sekolah Dasar Muhammadiyah
pengalaman masa lalu dan Sepanjang Sidoarjo. Subjek yangdipilih
pengetahuan-pengetahuan sebelumnya. telah memenuhi kriteria pemilihan
Merencanakan di sini yakni melihat subjek yang disesuaikan dengan
keseluruhan tahap yang akan kebutuhan peneliti yaitu : 3 (tiga) siswa
dilaksanakan sesuai dengan arah kelas V SD yang masing-masing
masalah yang diinginkan. Ada adalah siswa dengan kecemasan
bebarapa strategi perencanaan rendah, sedang dan tinggi dalam
penyelesaian yang bisa digunakan menyelesaikan masalah pecahan.
dalam kegiatan pelaksanaanya yakni Karena perbedaan jenis kelamin tidak
misalnya dengan mencoba-coba, dikontrol, maka 3 subjek yang dipilih
menyajikan dalam diagram atau tabel berjenis kelamin yang sama.Subjek
dan lain-lain. (3) Melaksanakan yang dipilih dapat mengemukakan
rencana: memikirkan sebuah rencana pendapat secara lisan maupun tertulis
sampai pada menyusun ide dari solusi sehingga memudahkan peneliti dalam
bukan hal yang mudah. Perencanaan pengambilan data.
memberikan sebuah bagan umum yang Secara singkat pemilihan
memberikan jalan untuk dapat subjek penelitian akan dilakukan
melaksanakan penyelesaian yang tepat dengan langkah-langkah yaitu
Pelaksanaannya dapat menggunakan menentukan sejumlah siswa kelas
salah satu strategi yang ada pada tahap V SD. Kemudian sejumlah siswa
perencanaan. Perencanaan yang baik kelas V SD tersebut diberi angket
kecemasan dalam matematika rendah. Kriteria pengelompokan
untuk mengetahui tingkat tingkat kecemasan calon subjek
kecemasan matematika calon tersebut menggunakan kriteria
subjek. seperti pada Tabel 3.1 berikut .
Selanjutnya data hasil
pemberian angket kecemasan
matematika calon subjek
dikelompokkan menjadi kelompok
siswa dengan kecemasan
matematika tinggi, sedang dan
IlyaFarida
Abstrak :
Kepuasan Kerja dan Karir (X1), mempunyai pengaruh positif & signifikan, variabel ini
mempunyai hubungan positif (sedang). Kesejahteraan Umum (X2), mempunyai
pengaruh positif&signifikan, variabel ini mempunyai hubungan positif (sedang). Stres
Ditempat Kerja (X3), mempunyai pengaruh negatif & tidak signifikan variabel ini
mempunyai hubungan negatif (rendah) Pengendalian Ditempat, Kerja (X4),
mempunyai pengaruh negatif & tidak signifikan, variabel Ini mempunyai hubungan
positif (sedang). Sarana Penghubung Rumah& Pekerjaan (X5) mempunyai pengaruh
negatif & tidak signifikan, variabel ini mempunyai hubungan negatif (cukup kuat).
Kondisi Kerja (X6), mempunyai pengaruh positif & signifikan, variabel ini
mempunyai pengaruh positif & signifikan, variabel ini mempunyai hubungan positif
(sedang).Variabel yang paling dominan pengaruhnya adalah Kesejahteraan Umum
(X2), mempunyai pengaruh positif & signifikan. Nilai koefisien regresi sebesar 4,317.
Dalam meningkatkan produktifitas tenaga kerja, variabel ini mempunyai hubungan
positif sebesar 50,1% dengan variabel Y (sedang).
Tabel 1
Regresi
(X1) 3,213 0,542 3,803 0,001 Signifikan
(X.2). 4,317 0,501 4,638 0,000 Signifikan
(X,3) -1,540 -0,121 -1,618 0,203 Tidak Signifikan
(X,4) 4.320 0,587 4,690 0,000 Signifikan
(X,5) -1,263 -0,222 -1.644 0,178 Tidak Signifikan
(X,6) 4,435 0,544 4,023 0,000 Signifikan
Sumber : data primer diolah
Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan c) Kesejahteraan Umum (X.2),
bahwa hubungan variabel penelitian mempunyai nilai koefisien regresi
secara lengkap dapat dijelaskan sebagai sebesar 4,317X1.2=Nilai tersebut
berikut : menunjukkan bahwa apabila tingkat
kualitas kesejahteraan umum (X2)
Y = 331.681 + 3,213X.1+ 4,317 X.2 - bertambah 100%, maka
1,540 X.3+ 4,320 X,4-1,263 X5+4,435 produktifitas tenaga kerja (Y)
X6Persamaan regresi berganda tersebut meningkat sebesar 4,317 satuan,
dapat dijelaskan secara terperinci dengan asumsi kepuasankerja dan
sebagai berikut: karir (X1), stress di tempat kerja
a) nilai konstanta b0 = 331.681 berarti (X3), pengendalian di tempat kerja
bahwa pada saat kepuasan kerja dan (X.4), sarana penghubung rumah dan
karir (X1), kesejahteraan umum pekerjaan (X5), dan kondisi kerja
(X2), stress di tempat kerja (X3), (X6) tidak berubah (konstan). Hasil
pengendalian di tempat kerja (X.4), regresi ini menunjukkan bahwa
sarana penghubung rumah dan tingkat kesejahteraan umum (X.2),
pekerjaan (X5), dan kondisi kerja mempunyai hubungan yang positif
(X.6), tidak berubah (konstan), maka sebesar 50,1% dengan produktifitas
produktifitas tenaga kerja (Y) tenaga kerja. Hubungan ini di
sebanyak 331.681 satuan, interpretasikan sedang ;
ABSTRACT
The result of the research showed that the teacher found some obstacles in
teaching speaking that she got difficulty with the students who could speak English
and speak in Indonesia. However, the teacher faced problem by using games to
encourage the student to be more speak up in the classroom. Based on the result of the
research, it is suggested that the teacher should diagnose problem faced by students
who have difficulty in expressing them selves in the target language and provide more
opportunities to practice the spoken language.
1. Reading aloud - The teacher asked the students to read the text
- The student read the text one by one (3 student)
2. Discussion - The teacher asked the student to discuss related
about the topic
- The students work in pair to discuss
3. Game - The students was divided in two team
- The students playing the game
- Team B get 20 point
4. Repetition / Drills - The students repeated after the teacher
5. Question Answer - The teacher gave the students comprehension
question related to the text
- The student answer the teacher’s question
voluntarily and enthusiastically
Arfiyan Ridwan
arfiyanridwan@yahoo.com
Abstract
English for Specific Purposes (ESP) for Sharia Economics is not developed at
STKIP PGRI Bangkalan. The current curriculum still applying general English as the
emphasis on the course in university level has led to unavoidable problem of
communicative competence for the students. In line with the students’ needs, which
are not only in sharia economy competence but also in international communication,
appropriate instruction for the students should have been constructed. This study is
aimed to develop ESP instructional materials with the principles of Contextual
Teaching and Learning (CTL) for undergraduate students of Sharia Economics. There
are two major stages applied in this study namely Research, to discover the needs of
the students in needs analysis, and Development, to develop the ESP instructional
materials. The development stage covers Focus Group Discussion (FGD), writing
manuscript, expert judgment, revision, expert validation, and tryouts. It can be said
that through the entire steps of Research and Development, the products of materials
are trustworthy and appropriate to apply at Sharia Economic Department in STKIP
PGRI Bangkalan.
Keywords: Materials development, ESP, Sharia economics
INTRODUCTION The vast development of the
It is time to be aware of the Islamic economic system affects to
future of English in the 21st century in empowerment; not only in the ease of
which English is not only taught only sharia competence as the compulsory
in the form of language forms. In line one, but also English communication
with two factors: demography and competence as the compliment.
rapid technology development, English Employees’ communicative
has become a new trend to meet in the competence is truly affected by how
global era. good and proper the education and
In the middle of world training are where they studied.
monetary crisis, sharia economy partly Students are apparently in need of
applied in Indonesia has proved that appropriate instructional materials
Islam has become put its role aside in engaging them more in English
the international world. Goeltom language based on their content; sharia
(2009) still believes that the potential economics.
of sharia financing in Indonesia will Harmer (2007:369) argues that
continue to grow in the future. In a ESP instructional materials type must
country with such a large Muslim be integrated or called as multi-ESP
population the potential for sharia instructional materials ESP textbook
product expansion is great. Proven materials. Communicative compete is
lately, there is a large number of derived from the combination of more
banking or financing companies apply than one type of ESP textbook
sharia economic principle. materials. Communicative competence
is meant to be balanced between
fluency and accuracy in the real life Basturkmen (2006:6) mentions as its
context. Lightbown and Spada function is “…to develop the
(2001:91-92) agree that learning in competencies needed to function in a
natural context is more affective rather discipline, profession, or workplace.”
than learning the second language For non-English department students,
focusing on the so called traditional the existence of ESP really suits what
instructional environment (grammar the students learn and how they apply
translation and audiolingual). Students their English in their workplace in the
are ought to be conditioned in the future. Students are taught in the form
language at work or social interaction. of ‘another variety’ of English instead
In the relation with the ESP of general English. General English has
instructional materials design in the been learned by the students in the
university level, there must be a match previous courses or even schools. After
between the students’ lessons or they gave learned general English as
materials in the language learning and the basic English, they are to study the
the use of language at work they will ESP as the next English adjusted
obtain later. It seems that very through their field of study
inappropriate when the English learned (Basturkmen, 2006:16).
in the classroom does not match their
need at work. English must be ESP for Sharia Economics
applicable for them in order to use it The role of sharia economics or
very effectively in the context of real Islamic financial systems has spread all
life communication. over the world including Europe and
This study attempts to produce America. It seems like the Islamic
the appropriate ESP instructional economic system newly introduced by
materials for students from Sharia some Islamic countries such as Iran,
Economics Department who need to Pakistan, Sudan, and Malaysia has
develop English communicative proved that sharia principles can fight
competence. Needs analysis as the base against the capitalism and global
of this R&D holds a crucial role in economy crisis. “Whenever Islamic
developing the materials in order to financial institutions start operating,
match between the students’ needs and they usually enjoy spectacular early
the resulted product of materials. To growth, which can be explained by
make it more contextual in Sharia pent-up demand for Islamic products”
content, the developer intentionally (Warde, 2000:7). The rapid growth of
applies CTL to the materials’ method the institutions indicates that Islamic
of learning. financial industry becomes one of the
LITERATURE REVIEW rapid-growing industries with great
ESP Concept potential (Iqbal & Llewellyn, 2002:2)
Smoak (2003) defines that ESP and estimated that the market size of
is a form of English instruction through Islamic transaction was about $160
the fundamental of students’ actual, billion in 1997 and was rising at an
immediate needs who must perform annual rate of 10–15 percent.
real life tasking, by not focusing on ESP for sharia economics is not
passing the examination or test in the supposed to be ignored in the EFL
end of the learning. ESP is based on teaching as a new branch of ESP. The
how the students use the language study of sharia economics is supported
according to the students’ content through the departments in Islamic
areas. Similarly through what Universities around the world including
in Indonesia notably have managed to experiential learning based on the
apply the system since just before the contents they have. So, problem based
monetary crisis in 1997. The learning, project based learning, and
worldwide sharia system resembles a service learning are types of learning
reason of the importance of English as that are helpful for the students to
a means of communication, and it is improve their English proficiency by
time to integrate the English doing something with their English to
curriculum or ESP instructional do something they really know. After
materials of learning into the learner’s all, it is essential that CTL principle is
needs. What the course developers based on the so called seven pillars
should do with it is to make the which become the framework of it
learners of sharia economics and namely constructivism, questioning,
business to think globally through inquiry, modeling, learning
English by adjusting their English community, authentic assessment, and
materials to the sharia context. reflection.
Contextual Teaching and Learning METHODS OF PRODUCT
(CTL) and ESP DEVELOPMENT
CTL is a form of evolution of The model of development in
behaviorism (that learning resulted this study is an adaptation of what
from links formed between stimuli and Borg and Gall (1983:775-776) propose:
responses through the application of (1) Identifying the problem
rewards) and constructivism (students encountered by the students in learning
construct their own knowledge by English (2) Reviewing the problem into
testing ideas based on prior knowledge the theory (3) obtaining information
and experience, applying these ideas to through the needs survey, (4) FGD
a new situation, and integrating the (Focus on Group Discussion) (5)
new knowledge gained with preexisting writing manuscript, (6) expert
intellectual constructs ). A great judgment, (7) revision (8) tryouts, (9)
education development combines the revisions, and (10) expert validation.
both principles into CTL. “Contextual The study involves a number of
teaching is teaching that enables students of Sharia Economics
learning in which pupils employ their Department in the semester of 4 who
academic understanding and abilities in took English 3 course. In STKIP PGRI
a variety of - and out of school - Bangkalan, there are three English
contexts to solve simulated or real courses which are compulsorily taken
world problems, both alone and in by the students. The developer thinks
various dyad and group structures” that English course 1 and 2 are for
(Sears & Hersh, 1998:4). general English and English for Islamic
To help the students be in active Studies, in line with the university
learning, CTL has several approaches. regulation to teach the ESP. When the
Berns and Erikson (2001) summarize students are taking English 2, it is the
there are five approaches which are time for them to focus on their content
worth implementing in a language areas in Sharia economics. The number
curriculum: problem based learning, of the students involved for the subject
cooperative learning, project based of this study is 30 students gathered by
learning, service learning, and work- random sampling from 189 students.
based learning. In the standard ESP The 30 students are gathered in one
curriculum the aspects covered are on class and involved in the process of
activating students activeness in obtaining information, needs analysis,
and tryout phase. Besides, the subject to gain more benefits for them
specialist teaching in this faculty and especially in written and oral
alumnae are involved in the needs communication. Grammar- based
analysis conducted in the interview teaching is no longer needed for them
stage. since they have already got in previous
To conduct this research and semesters, even in Intensive English
development, the researcher follows program 1 and 2 in the faculty of
some steps as the procedure as follows: Syariah. Also, subject specialists
(1) Identifying the problem provided more further information
encountered by the students in learning related with what activities students
English (2) Reviewing the problem into might find in the real future work
the theory (3) obtaining information context. All of the information was
through the needs survey, (4) FGD collected in details and brought to the
(Focus on Group Discussion) (5) stage of focus group discussion for the
writing manuscript, (6) expert designing of book map followed by
judgment, (7) revision (8) tryouts, (9) materials development.
revisions, and (10) expert validation. The stage of FGD resulted a
main structure to develop the materials.
A number of topics or on each unit
PRODUCT OF RESEARCH AND have been decided through a
DEVELOPMENT discussion, covering (1) Islamic
The product of this R&D is a Banking, (2) Human Resource, (3)
set of instructional materials properly Foreign Exchange, (4) Islam and
based on two aspects: curriculum and Marketing, (5) Supply and Demand, (6)
needs analysis. To effectively design Banking Transaction &
the materials for students’ learning, Communication, and (7) Economic
CTL pillars are applied wholly Growth.
covering constructivism, inquiry, In developing the materials, the
questioning, learning community, developer needed the help of two
modeling, authentic assessment, and experts with different capacity in
reflection. Those pillars are known as giving judgment or verification to the
the good design for triggering students’ finished draft of materials. ESP course
communicative competence by desin was the first expert, as for the
enhancing language skills. second one was Sharia lecturer as the
Prior to developing the one who knows well about the content.
materials, needs assessment resulted Verification given by them finally led
precious, necessary information for the to requisite revisions for improvement
further step in developing the materials. of materials. All of suggestions given
Through a number of information by expert in the previous phase of
sources, students, subject specialists, development were very precious for the
and person working in sharia field developer to attain improvement of the
work, the researcher had found several materials. All of aspects concerning
main inputs. The essential one was that with weaknesses of the developed
sharia economics content in English instructional materials had been made
materials was truly needed in this based on the suggestions. The
department for meeting the needs of the developer did what it took to make the
students. With the communicative revised materials better than before.
problem, the students were considered The first revision acquired was
needing skills-based teaching in order about the physical appearance of the
materials or physical make-up which the book, number of meetings, critical
was apparently resulted from not very thinking, a number of units, and
good layouts. Having consulted integrated skills division. Without a
persons from graphic designer, the clear course description, the users of
developer made a significant effort to the materials, the students in this case,
change necessary appearances to be will get bias description of the
more appealing and attractive than materials in the ease of parts of
before. Significant change was initially materials, content focus, and exercises.
made for the cover. Previously, the To obtain the empirical validity
cover was so uptight with no attractive of the materials, the developer
pictures to catch readers’ attention. The conducted field tryout for three units.
developer also beautified the Of course, with research limitation in
appearance with proper fonts with the terms of time and permission
enough big size. As a result, the encountered by the developer during
significant changes made the book research period, it was unlikely
cover better than before. Improvement possible for him to do field tryouts for
had also been made for texting the whole units. Field tryouts were
placement and font size and its kind for held from Mei 1st till 16th, 2012 based
subtitle in the contents. It was on the given permission by the
considered important with the aim to secretary of the department. There were
make the readers enjoy reading the three classes involved in these tryouts
reading texts and exercises. Apart from namely Class A, B, and C of which
consultation to graphic designer, the each class was taught with different
developer also took examples from units. Seeing this limitation, the
other books as a comparison and developer chose three important
inspiration for the physical makeup. chapters for the tryouts: Chapter 1
Culture was the second thing to (Islamic Banking), Chapter 2 (Human
pay attention. Unit 7 as the last unit Resource), and Chapter 7 (Economic
was already intended for culture focus Growth). Since the materials consist of
to one country adopting sharia or 7 chapters as well as the limited
Islamic economic system. Malaysia research time given by the officials of
was then chosen by the developer Sharia Economics Department, the
based on what suggested by subject developer merely conduct tryout for
specialist since this country was the three chapters in line with what Latief
reference for any countries in Asia for (2010:106-107) suggest that tryout can
the successfulness in implementing be done for some parts of the book in
sharia economic system. Malaysia also one class or small party of students.
became the main destination for Revision was also employed for the
Islamic economy studies for scholars in second time after the tryouts. Merely
Asia. Indonesian students seemed to minor revisions were resulted in the
necessarily learn from them as a matter of unclear instructions, cover
comparison between their economic page, and necessary part of speech on
system and our economic system the vocabulary.
notably still applied Islamic economic
system merely in several aspects.
The last revision made was
about course description for its
incompleteness. Not listed additional
information such as a CTL concept in
Expert validation resembles the materials was finally been validated on
final step in this process of textbook May June 4, 2012 by the expert of
development. Finished checking sharia economics, and on June 5, 2012
revisions, the expert of ESP course for the expert of ESP course design.
design decided that the instructional
MATERIAL MAPPING
Abstrak:
Dalam menyusun rencana pembelajaran, mahasiswa calon guru lebih banyak
melakukan secara konvensional yaitu dimulai dari merumuskan tujuan pembelajaran
kemudian diakhiri dengan evaluasi. Makalah ini membahas tentang tugas inovatif bagi
mahasiwa untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam matematika melalui
Lesson Play. Lesson Play adalah tugas inovatif yang dirancang untuk mahasiswa calon
guru pada pengajaran dan pembelajaran matematika yang berupa dialog antara guru
dan siswa selama pelajaran.Lesson Playterdiri dari empat langkah yaitu langkah
pertama meminta mahasiswa untuk memilih topik matematika dan membuat naskah
dialog antara guru dan siswa dalam pembelajaran. Langkah kedua meminta mahasiswa
membuat dialog dengan memperhatikan kemungkinan kesalahan jawaban siswa.
Langkah ketiga meminta mahasiswa membuat dialog dengan memperhatikan masalah
spesifik mengenai kesalahan penalaran siswa. Langkah keempat mahasiswa diminta
untuk membuat dialog dengan memperhatikan bahasa dan artikulasi. Artikel ini juga
akan memberikan contoh-contoh naskah dialog mahasiswa dan manfaat Lesson Play
bagi mahasiswa.
Key word : Lesson Play, tugas inovatif, dialog
Abstrak:
Sekolah Dasar (SD) mengharuskan calon siswa baru untuk bisa membaca,
menulis dan berhitung. Namun, ada beberapa siswa kelas satu hingga kelas tiga
sekolah dasar yang masih belum memiliki kemampuan membaca, menulis dan
berhitung. Akibatnya, orang tua siswa harus memberikan les tambahan berupa belajar
membaca, menulis dan berhitung bagi anak-anaknya agar bisa membaca, menulis dan
berhitung dalam waktu singkat. Memberi les privat membaca, menulis dan berhitung
sangat memerlukan kemampuan cara berkomunikasi yang baik dan beragam untuk
memudahkan siswa memahami bahan ajar dalam les privat tersebut. Interaksi selama
proses belajar membaca, menulis dan berhitung antara guru les dengan siswa
memungkinkan terjadinya komunikasi. Guru les memilih cara berkomunikasi yang
efektif agar siswa bisa dengan mudah menerima pesan yang disampaikan, hingga
siswa mampu membaca, menulis dan berhitung dalam waktu singkat. Pemilihan cara
berkomunikasi diperlukan hingga tercipta komunikasi yang efektif. Yakni, terjadinya
kesamaan pemahaman (meliputi penyamaan pikiran, makna dan pesan) antara guru les
dengan siswa.
Kata kunci: proses komunikasi, membaca, menulis, berhitung.
Hendra Sudarso
STKIP PGRI Bangkalan
apriliandra_27@yahoo.com
Figure.4
d. Post alveolar ( ʃ and ʒ )
If you move your tongue tip back
behind the alveolar ridge, you will feel the
hard palate, which then, moving further
back again, becomes the soft palate, or
velum. Post alveolar sounds are produced
with the blade of the tongue as the active
articulator, and the adjoining parts of the
alveolar ridge and the hard palate as the
Figure.3 passive one. They include two fricatives,
and the affricates introduced in the last
c. Alveolar ( s and z )
section.
Alveolar sounds are produced by the
tip or blade of the tongue moving up /ʃ/ ship voiceless post alveolar
towards the alveolar ridge, the bony fricative
/ ʒ / beige voiced post alveolar 2. The Affricative
fricative
The notice for in pronunciation of ( ʃ
and ʒ ):
1. The soft palate is raised so that all the
breath is forced to go through the
mouth.
2. There is narrowing between the tip of
the tongue and the back of the alveolar
ridge.
3. The front of the tongue is higher than Figure.6
/s/ and /z/.
4. The lips are very slightly rounded. The soft palate being raised and the
nasal resonator shut off, the obstacle to the
air-stream is formed by a closure made
between the tip, blade, and rims of the
tongue and the upper alveolar ridge and side
teeth. At the same time, the front of the
tongue is raised towards the hard palate in
readiness for the fricative release. The
closure is release slowly, the air escaping in
a diffuse manner over the whole of the
central surface of the tongue with friction
occurring between the blade/front region of
the tongue and the alveolar/front palatal
Figure.5 section of the roof of the mouth. During
both stop and fricative stages, the vocal
e. Glottal (h) cords are wide apart for /tʃ/, but may be
Glottal sounds are in the minority in vibrating for all or part of /dʒ/ according to
articulatory terms, since they do not involve the situation in the utterance (Indriani, 2001
the tongue: instead, the articulators are the : 9).
vocal folds, which constitute a place of Some sounds are produced by a stop
articulation as well as having a crucial role closure followed immediately by a slow
in voicing. English has two glottal sounds. release of the closure characteristic of a
The first is allophonic, namely the glottal fricative. These sounds are called affricates.
stop, [ʔ], which appears as an intervocalic The sounds that begin and end the words
realization of /t/ in many accents, as in church and judge are voiceless and voiced
butter. affricates, respectively. Phonetically, an
The glottal stop is technically affricate is a sequence of a stop plus a
voiceless, though in fact it could hardly be fricative. Thus the ch in church is the same
anything else, since when the vocal folds are as the sound combination t + sh, as is
pressed together to completely obstruct the revealed by observing that in fast speech
airstream, as must be the case for a stop white shoes and why choose may be
sound, air cannot simultaneously be passing pronounced identically. Because the air is
through to cause vibration. The second, the stopped completely during the initial
voiceless glottal fricative [h], is a phoneme articulation of an affricate, theses sounds are
in its own right. continuants (read An Introduction to
/h/ high voiceless glottal fricative Language, Victoria F).
Affricative is a complete closure at
some point in the mouth, behind which the
air pressure builds up; the separation of the
organs is slow compared with that of a According to Creswell (1994 : 148)
plosive, so that friction is characteristic the data collection steps involve:
second element of the sound 1. Setting the boundaries for the study
(Indriani, 2001 : 9). a. Setting
Setting is location which will be
research. This study will be
The Problem in Pronunciation conducted on the campus of STKIP
PGRI Bangkalan for the fourth
These days, the English language is
semester in the English department.
being used as a secondary or second
The subject of this research is to find
language by many non-native speakers
out the students’ ability in English
around the world. Since English has gone on
pronunciation, while the object is to
to become the language of choice for
find out their differences in the
communication between the people of
pronunciation. There are about 120
different countries, it is a good decision to
students in population, but the writer
learn English as a second language. The
takes 15% from population to
primary benefit of English language is that it
sample. In determining sample, the
is easy to learn. It is made easier if we are
writer asks to the leader of class or
able to find proper resources to learn
lecturer teaching at that time to
English. When we are developing English
choose or give either male or female
and Communication Skills, pronunciation
voluntary students whom will be
plays a very important role. A wrong
interviewed.
pronunciation can communicate something
b. Actors
that we never intended to or may confuse
The informant in this study is the are
the listener or at times not provide the
the fourth students of English
message with clarity. The biggest reason for
department
this is that many words of the language are
c. Events
not pronounced the same way as they are
The focus of this study will be the
spelt. Hence, we may have to concentrate on
everyday experiences and events of
learning the correct pronunciation of words
in the class, the perceptions and
while learning English. (www.scribd.com)
meaning attached to those
METHOD experiences as expressed by the
informant. This includes the
In execution of research, there are two assimilation of surprising events or
approaches. They are quantitative and information, and making sense of
qualitative. In this case, the writer uses critical events and issues that arise.
qualitative approach. Tuckman expresses d. Processes
that execution of research can be done with e. Ethical consideration
qualitative approach if conception of data is 2. Collecting information through
conducted with observation and or interview observations, interviews, documents,
(Tuckman in Metodologi Penelitian Ilmu- and visual materials
ilmu Sosial & Pendidikan, Sunarto : 68).
Before entering the field, the writer and making comparisons and contrasts. It
plans approach to data recording. The writer also requires that the writer be opened to
records information from interviews by possibilities and see contrary or alternative
using note taking or audiotapes (Creswell, explanations for the findings. Also the
1994 : 152). tendency is for beginning writer to collect
In this chance, the writer use video much more information than they can
recorder each interview and observation, manage or reduce to a meaningful analysis.
then transcribe them later. Also during the RESULT AND DISCUSSION
interview and observation, the writer use
notes in the event that the recording Based on the data of interview and
equipment fails. For the writer, planning in observation, the writer found several
advance for the needs of a transcriptionist is phonemes which were spoken by the fourth
important. semester students in the English Department
This study is about the analysis of the of STKIP PGRI Bangkalan, such as “three,
pronunciation of the /θ/ and /ʃ/ in conducting think, especially, she, something, anything,
the study. The writer used human researcher thing, English”.
instrument (the writer himself) with
From the listing data above, the
knowledge of the theories in English
students made some errors in pronouncing
pronunciation.
those words. e. g. three [ri:] that has
After collecting data the writer will
meaning tiga, was pronounced [tri], it may
analysis data. Creswell (1994 : 153) explain
have slightly meaning, that is pohon. and
that several components might comprise the
discussion about the plan for analyzing the also think [k] that has meaning
data. Data analysis requires that the writer berpikir/mengira, was pronounced [ting]
be comfortable with developing categories
that has meaning benda, and on the Simple. United States of America:
contrary. Pearson Education, Inc.
Eventually, a wrong pronunciation can Damanhuri, Adam, 2004, Unpublished
communicate something that we never Thesis,
intended to or may confuse the listener or at Fromkin, Victoria, Am I ntruduction to
times not provide the message with clarity. language
The biggest reason for this is that many Hastshorn, K. James, Pronunciation Matter-
words of the language are not pronounced Paper. Central Washington
the same way as they are spelt. Hence, we Universiy
may have to concentrate on learning the Indriani, M.I, 2001, English Pronunciation –
correct pronunciation of words while The English Speech Sound Theory &
learning English. Practic. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka
Based on the data analysis and content Jasen, Wouter, 2004, Laryngeal Contrast
of presented data, there are many mistakes and Phonetic Voicing – A
in either interview or observation, especially Laboratory Phonology Approach to
in pronouncing // and /ʃ/ that are stated by English, Hungarian, and Dutch.
J. D. O’Connor and April McMahon. Those Dublin: PrintPartners Ipskamp
mispronunciations which occur against the Enschede.
object can be caused lack of comprehending Jones, Daniel, 1956, The Pronunciation of
about articulation. The writer thinks that English. Cambridge: Cambridge
comprehending in pronunciation is not easy University Press
without exercising. Kreidler, Charles W, 2004, The
By being the problematic fricative Pronunciation of English - A Course
consonants among the fourth semester Book, 2nd edn. Blackwell Publishing
students in the English Department of Ltd.
STKIP PGRI Bangkalan, the accuracy in McMahon, April, 2002, An Introduction to
pronouncing is not an easy thing that it can English Phonology. Edinburgh:
cause wrong perception. So that Edinburgh University Press Ltd.
miscommunication can be happen. Muhammad, 2004, Belajar Bunyi Bahasa
And also, there is other problematic Inggris Tanpa Dosen. Yogyakarta:
fricative consonants which occurs among Liebe Book.
the fourth semester students in the English O’Conor, J.D, 1976, Better English
Department of STKIP PGRI Bangkalan, for Pronunciation, new edition.
example in pronouncing // so that it can be Cambridge: Cambridge University
further research. Press.
Sunarto, 2001, Metodologi Penelitian Ilmu-
ilmu dan Pendidikan – Pendekatan
REFERENCES Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya:
Creswell, John W, 1994, Research Design – UNESA University Press.
Qualitative & Quantitative Wahyui, Iwan, 2006, A Study of English
Approaches. California: Sage Noun Phrase in Newsweek
Publications, Inc. Magazine’s Article, Thesis. Stiba
Crystal, David, 2008, A Dictionary of Satya Widya Surabaya.
Linguistics and Phonetics, 6th edn. http://en.wikipedia.org/wiki/phonetics.
Blackwell Publishing Ltd. www.scribd.com, 2009, the importance of
Dale, Paulette, and Poms, Lillin, 2005, pronunciation
English Pronunciation – Made www.scribd.com, 2009, phonetic
www.wisegeek.com/what-is-aconsonant.htm
USAHA KESEHATAN SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PENDIDIKAN KARAKTER
BERPERILAKU SEHAT
Muji Sulistyowati
Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Airlangga, Surabaya
Abstrak
Mustain
STKIP PGRI Bangkalan
e-mail: muz_tain@yahoo.co.id
Abstract:
Team teaching or Collaborative teaching as a teaching model describes on teaching and learning
activity in the classroom conducted by two or more teacher. In this research used qualitative
research methodology and focused on A case Study. The setting of the research is STKIP PGRI
Bangkalan and the subjects are two lecturers and students of the sixth semester of English
Department. The instruments of the research are observation checklist and interview sheet. In
collecting those data, the researcher observed the implementation of Team Teaching in teaching
speaking using observation checklist. After collecting data of observation checklist, the
researcher interviewed the students using unstructured interview sheet. The data were analyzed
using data reduction, data display, and conclusion or verification. The research found that team
teaching strategy as a teaching model in teaching speaking class was implementated well in the
class, but it still had some problems. In the students’ aspects responded that they were satistifed
and interested. This research suggested that the reader could use this model in teaching speaking
as teaching model in the class and the next researcher could investigate it any more in another
time.
Keywords: team teaching model and speaking class
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan hasil belajar IPS siswa
dengan menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dan model
pembelajaran NHT (Numbered Heads Together). Dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif yaitu dengan menitik beratkan pada pengujian hipotesis dengan menggunakan teknik
analisis statistik yaitu uji “t” (Uji Beda). Menggunakan data primer yaitu data yang dicari sendiri
oleh peneliti karena tidak ada yang menyediakan dan data sekunder yaitu data yang sudah
tersedia teknik pengumpulan datanya dengan cara observasi langsung, pada kelas VIII (A-B)
SMP Islam Nurul Imam Kecamatan Klampis, dokumentasi, wawancara dan pemberian tes
setelah penerapan model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) di kelas VIII-A
sedangkan model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) di kelas VIII-B.
Temuan hasil penelitian yaitu nilai rata – rata hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada
kelas VIII-A yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah
(Problem solving) adalah 79,44 dan nilai rata – rata hasil belajar kelas VIII-B dengan
menggunakan model pembelajaran Number Head Together (NHT)adalah 83,17 dengan nilaithitung
= -6,78 dan ttabel = 2,10 maka thitung lebih kecil dari ttabel (2,10 > 6,78) dengan demikian Ho ditolak
dan Ha diterima jadi kesimpulannya terdapat perbedaan model pembelajaran pemecahan
masalah (problem solving) dan model pembelajaran Number Head Together (NHT). Model
pembelajaran pemecehan masalah (problem solving) yaitu model pembelajaran menekankan
terselesainya suatu masalah secara bernalar sedangkan model pembelajaran NHT (Numbered
Heads Together) yaitu model pembelajaran menekankan pada diskusi kelompok kemudian
memberikan nomer pada masing – masing siswa serta pemberian pertanyaan sesuai dengan
nomer yang ditunjuk oleh guru.
Kata kunci : pemecahan masalah (problem solving), Number Head Together (NHT), hasil belajar
siswa
Hasil Tes Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) Kelas VIII-B
Nilai Tes X2
No Nama Siswa Tes 1 Tes 2 Tes 3 Rata - rata
1 HELMI 80 80 80 80
2 HOTIBUL UMAM 80 80 80 80
3 INAYATUL FADILAH 80 82 84 82
4 LULU'ATUN MUBRIKOH 84 82 80 82
5 MAISAROH 80 80 80 80
6 MUHIBAH 82 84 80 82
7 MOH WE'IL 80 82 84 82
8 MUBAROQ 80 80 80 80
9 NUR HASANAH 88 89 90 89
10 HABIBAH 80 84 88 84
11 NURUL MUNAWAROH 88 80 84 84
12 RAUDATUL JANNAH 88 80 90 86
13 SHIFATUL ADEMIYEH 84 80 88 84
14 HOSIN 84 82 80 82
15 SOFIYULLAH 80 80 80 80
16 SULFI 90 90 90 90
17 SYAMSUL ARIFIN 90 90 90 90
18 MUSLIMAH 80 80 80 80
Rata – rata 83,22 82,50 83,78 83,17
Standart deviasi 4,64
Varian 21,52
Sumber : Hasil penilaian guru yang telah diolah peneliti
Hasil analisis data menunjukkan nilai rata – dengan demikian Ho ditolak dan Ha
rata hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial diterima.
(IPS) pada kelas VIII-A yang diajarkan
dengan menggunakan model pembelajaran Saran
pemecahan masalah (problem solving)
adalah 79,44 dan nilai rata – rata hasil Berdasarkan kesimpulan diatas saran
belajar kelas VIII-B dengan menggunakan dalam penelitian tersebut adalah sebagai
model pembelajaran NHT (Numbered berikut :
Heads Together) adalah 83,17 dengan nilai 1. Guru diharapkan mempunyai
thitung = 6,78 dan ttabel = 2,10 maka thitung lebih pengetahuan dan kemampuan yang cukup
kecil dari ttabel (2,10 > 6,78) dengan untuk memilih model pembelajaran yang
demikian Ho ditolak dan Ha diterima. tepat sesuai dengan materi yang diajarkan
sehingga dapat meningkatkan hasil
Kesimpulan pembelajaran siswa dalam kegiatan
Berdasarkan hasil penelitian yang belajar. Diantara model pembelajaran
dilakukan di SMP Islam Nurul Imam yang seharusnya dikuasai guru adalah
Kecamatan Klampis dengan judul penelitian model pembelajaran pemecahan masalah
perbedaan model pembelajaran pemecahan (problem solving) dan model
masalah (problem solving) dengan NHT pembelajaran NHT (Numbered Heads
(Numbered Heads Together) terhadap hasil Together) sebab model tersebut tidak
belajar siswa pada mata pelajaran IPS hanya meningkatkan hasil belajar siswa
Terpadu kelas VIII di SMP Islam Nurul tapi juga dapat membentuk kompotensi
Imam Klampis dapat disimpulkan bahwa sosial siswa seperti saling mengharagai
terdapat perbedaan siswa yang diajarkan dan tanggung jawab terhadap tugas yang
dengan model pembelajaran pemecahan diberikan oleh guru. Pembelajaran yang
masalah (problem solving) dan model menerapkan model pembelajaran
pembelajaran NHT (Numbered Heads pemecahan masalah (problem solving)
Together) dalam pelajaran IPS di SMP dan model pembelajaran NHT
Islam Nurul Imam Kecamatan Klampis (Numbered Heads Together) merupakan
dengan nilai thitung = 6,78 dan ttabel = 2,10 usaha yang dilakukan oleh guru untuk
maka thitung lebih kecil dari ttabel (2,10 > 6,78) menarik perhatian siswa sehingga pada
akhirnya dapat menciptakan keaktifan
dan motivasi siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar lebih
belajar. menyenangkan serta menambah
2. Bagi sekolah diharapkan mengupayakan semangat siswa untuk menjadi yang lebih
pengembangan pengajaran belajar aktif baik.
dengan menitikberatkan pada 3. Dalam penelitian ini masih memiliki
pemberdayaan peserta didik agar banyak kelemahan, oleh karena itu
kreativitas peserta didik semakin disarankan untuk peneliti selanjutnya
berkembang, serta penyediaan sarana dan dapat lebih baik.
prasarana yang lebih memadai sehingga
Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Dengan Diskusi Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA Negeri 1 Arosbaya.
Ruski. M.Pd
STKIP PGRI Bangkalan, Email : Nasyifa_Arrizki@yahoo.com
Abstrak:
Pembelajaran menggunakan model Kooperatif tipe STAD pada Pelajaran Ekonomi
diharapkan mampu menghasilkan kemampuan siswa secara signifikan. Jenis penelitian ini adalah
penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian Nonequivalent Control Group
Design. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X ips di SMA Negeri 1 Arosbaya dengan
jumlah siswa secara keseluruhan sebanyak 140 siswa. Sampel penelitian diambil dengan teknik
purposive random sampling. Jumlah sampel sebanyak 69 siswa yang terbagi dalam kelas control
dan kelas experimen. Teknik pengumpulan data menggunakan tes yaitu pre tes dan pos tes.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah diduga terdapat perbedaan hasil belajar
siswa yang model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan diskusi pada mata pelajaran
ekonomi. Hasil belajar yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji Z. Berdasarkan hasil
analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa secara
siginifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD (kelas eksperimen) dengan diskusi
(kelas kontrol) pada mata pelajaran ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil perhitungan
uji Z lebih besar dari pada 0,05 (4,679 > 0,05) sehingga hipotesis diterima dan perolehan rata -
rata kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol (82,29>74,03). Dengan demikian
penerapan metode pembelajaran STAD memberikan pengaruh yang baik terhadap hasil belajar
siswa. Akhirnya, untuk dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa, disarankan kepada guru
untuk mempertimbangkan metode kooperatif tipe STAD sebagai salah satu alternatif dalam
proses pembelajaran ekonomi.
Kata kunci: Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement
Division (STAD), Diskusi.
Suprijono A. 2009. Cooperative Learning Usman, Moh. Uzer. 2008. Menjadi Guru
Teori dan Aplikasi Paikem. Profesional. Bandung: PT Remaja
Yogyakarta : Pustaka Pelajar Rosdakarya.
Abstract
The students are expected to master language skills such as listening, speaking, reading, and
writing and the teacher should foster student expectations especially about the reading and
arouse their interest to read.Reading is one of four skills that are learned at the school. Teaching
and Learning of reading is not easy job for students to do it, moreover for the teacher teaches
reading in the classroom. Teacher must have a strategy and appropriate technique to teach
reading. In order the students more interested in English.In this case, the writer observed how the
teacher teaches reading, which included the material, technique and media, assessment used in
teaching learning of reading, the problems in teaching reading, and students’ ability in reading.
For answer those questions, the writer observed the teaching of reading process. This observation
is a case study, so that this study is descriptive study. For data collecting technique, teacher used
documentation, interview, and observation. The teacher taught reading comprehension by using
three stages of teaching reading. They were pre-reading stage, whilst reading stage, and post-
reading stage. In every stage, teacher used different techniques. Concerning the problems, there
were two problems were internal and external problems. Internal problems their pronunciation,
vocabularies mastery and student’s understanding of the whole text were very bad. While
external problem were the text was not authentic, limited book and media.
ABSTRACT: The purpose of study is to know the Discussion Method to increase student’s
comprehension in Narrative texts at the second semester of STKIP PGRI Bangkalan. This
study used Quantitative research. The result of the Discussion Method was the
experimental group higher than the control group by using post -test. The conclusion is
the Second semester of STKIP PGRI Bangkalan could use the Discussion Method to
increase student’s reading comprehension in Narrative texts
The writer knows the result of the first The second treatment the same with
treatment. The result of the treatment by the firs that was held by the researcher.The
discussion method had shown that 15 student are very interested to discuss the text
student as experiment group in getting score but they have different from topic. The
average because the researcher calculated a researcher knows the result of the second
result of score in the first treatment was treatment.
average.
The score of the second treatment
Treatment Score Mean
Treament 2 930 66,42
The result of the second treatment in getting score very high because the
teaching speaking by discussion method had researcher calculated of a result of score in
shown that 15 studets experiment group in the second treatment was a very high.
Because T- test is 8,89 and critical value at of T-test so the result proved that there was
0,05 was 2,093. Because T- test was higher significant difference between them. It
than Critical value so the alternative means that the end of study, the ability of
hypothesis was accepted and null hypothesis both of two groups were significantly
was rejected. different. According to Gage and Berliner
From explanation above the (1988) also described the following
researcher could give a conclusion that the objectives of discussion:a.Thinking
student of Second semesters at STKIP PGRI critically, b.Democratic skills, c.Complex
Bangkalan can use the Discussion Method cognitive objectives, d.Speaking ability,
to increase student’s reading comprehension e.Ability to participate, f.Attitude change.
in narrative texts. Therefore, one participating in a discussion
should:
a) Listen with attention when others are
DISCUSSION speaking. Remain objective, open-
Discussion is a process whereby two minded, respect andaccept the
or more people express, clarify and pooltheir contributions of others, but think
knowledge, experiences, opinions, and independently. Not dominate the
feelings.Based onthe result of pre-test and discussion. Assume responsibility
post-test in reading comprehension, the for contributing ideas and for
researcher calculated to compare the result moving thegroup toward its goal.
b) Prepare adequately for the discussion Arikunto, Suharsimi. 1998.
and be able to support ideas with ProsedurPenelitian:
factual evidence. Speakloudly and SuatuPendekatanPraktek.
clearly enough for all to hear. Not be EdisiRevisi IV. Jakarta:
offended when the group does not RinekaCipta.
accept one’sideas or suggestions. Berry, J.(2005). Quantitative Methods in
c) Ask for clarification of ideas that are Education Research.University of
not understood. Have confidence in Plymouth
the ability of the group to come to a (www.edu.plymouth.ac.uk/.../qua
satisfactory decision and support the ntitative%20methods%202/qualrs
decision of the group once it has hm., accessed on Jan, 24th 10.53
been made. a.m)
When the researcher combined between Brown, H. Douglas, 1994. Teaching by
theory in Discussion Method and Principles An Interactive
narrative texts had affected to the Approach to Language Pedagogy.
Students at Second semester of STKIP New Jersey: San Francisco
PGRI Bangkalan to be able increase University.
their reading comprehension Brown. H. Douglas. 2004. Language
CONCLUSION Assessment Principles and
A. Conclusion classroom Brown. H. Douglas.
Based on the research finding above, 2004. Language Assessment
the effectof Discussion Method in the Principles and classroom
previous chapter: 1. From the statistical Creswell, J.W. (2012).4thednEducational
analysis it is found that the mean score and Research. University of
the standard deviation of experimental NebraskaLincoln:Pearson.
groups were higher than control groups. Harmer, Jeremy. 2001. The
Mean score and the standard deviation of Practice of English Language
group were 58.57 and 8.89, while the mean Teaching.London: Longman.
score of control group was 54.28 and the Hornby, AS. 1995. Oxford Advanced
standard deviation was 2.11 However, the Learner’s Dictionary of Current
student’s reading comprehension for both English. London: Oxford
groups were included in the average University Press.
category.2.All of the above data indicates Kang Shumin .( 2002) Methodology in
the experimental group is more successful Language Teaching Cambridge university
than the control group. The figure of t-test is Press
also higher than t-table. It means that the Richard and Renandya,2002Methodology In
deviation of the two mean scores Language Teaching Cambridge university
aresignificant.3.The t-test score of Press.
experiment class is 8,89 so the ttable<tvalue, Turk, C. (2003). Effective Speaking :
the t-test score in control class is 2,11 so the Communicating in Speech. Spoon Press.
ttable>tvalue. In 5% = 2,160 1% = 3,012 it Tsang and wong. .( 2002) Methodology in
means in the experiment class t-test score is Language Teaching Cambridge university
significant so the alternative hypothesis is Press
accepted and there is a significant between Welty, W. M. (Change
discussion method is rejected. July/August).Discussion Method
REFERENCE Teaching.(www.lc.unsw.edu.au/onlib/pdf/di
sc.pdf, accessed on Jan, 24th 10. 30 a.m
IMPROVING THE TENTH YEAR STUDENTS’ SPEAKING ABILITY USING
PICTURE AS MEDIA AND TALKING CIRCLE STRATEGY IN VOCATIONAL HIGH
SCHOOL 1 AROSBAYA.
Mariyatul Kiptiyah
STKIP PGRI BANGKALAN, e-mail: mariya.abdina@yahoo.com
Abstract: This study aims to improve the tenth year students’ Speaking ability using picture
as media and talking circle strategy. This study uses A classroom action research techniques. The
subject of this research are tenth year students of Vocational High School 1 Arosbaya who take
Technique Automotive. Based on the data, there are some improvement in teaching learning
process. In the teacher activities from 60 % to 100%, and the student activities from 25 % to
87.5 %, and the average value of students’ evaluation for syntactically in the first cycle is 1.6 and
in the last cycle is 3.667, and for vocabulary in the first cycle is 1.5 and the last cycle is 3.238.
The number students who can make sentence improve from 8 students to 21 students in last
cycle. It concluded that the classroom action research is successful.
Key Words: Teaching Speaking, Picture media, Talking Circle Strategy.
Abstract: This study was reported as a project to describe the students’ readiness while they
wanted to face the listening test. Here, the study focused on the attempt to reveal: (1) the
differences of strategies done by the English Department Students in Before-Test section, and (2)
the differences of strategies in While-Test section. The data were gotten from 120 university
students who were in fifth semester, in STKIP PGRI Bangkalan. The field note observation and
15 items questionnaire were used to find the real information to answer those problems. The
findings have shown that most students apply Familiarize form of the Test, Segmentation, and
Reading the Transcript. Those were applied while the students built their background
knowledge. Another finding shown that the students built their skill to answer efficiently in
While-Test section. Most of them used: Using multiple inputs, Catching main ideas, Paying
attention to voice changes, Academic Conversations, and Class Discussion. These findings imply
that strategies in facing listening test whether in Before-Test or While-Test must be drilled by the
students in order they can find the answer efficiently.
Keywords: Strategies in Listening Test, Listening.
Abstrak :
Campur kode adalah pencampuran atau kombinasi antara variasi-variasi yang berbeda di dalam
satu klausa yang sama, Thelander (dalam Jendra, 1991:130), Alih kode (code switching) adalah
peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Appel (1976:79) (dalam Chaer, 2010:107)
memberikan batasan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan
situasi.
Pilihan kode adalah pemilihan suatu sistem struktur yang penerapan unsur-unsurnya
mempunyai cirri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra
tutur dan situasi yang ada (bdk. Poedjosoe-darmo, 1978) (dalam Rahardi, 210:55).Peristiwa
campur kode dan alih kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari
sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur (Chaer, 2010:114).
Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pilihan kode, faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pilihan kode pada peristiwa
campur kode dan alih kode yang digunakan siswa dan guru SDN 7 Jaddih Kecamatan Socah
Kabupaten Bangkalan. Tujuan penelitian ini adalah Mendeskripsikan pilihan kode, faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya pilihan kode pada peristiwa campur kode dan alih kode yang
digunakan siswa dan guru SDN 7 Jaddih Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu metode yang
menggambarkan gejala dan fakta secara sistematis. Metode penelitiannya adalah deskriptif,
yakni metode yang mencoba memberikan deskripsi sesuatu sesuai dengan kualitas yang ada.
Metode yang digunakan adalah sadap, catat, dan wawancara, yakni pengumpulan data yang
diambil dari hasil sadap, pencatatan yang tidak bisa disadap, wawancara dari responden.
Sedangkan tehnik yang digunakan analisis isi (contens analisis) terhadap penafsiran yang
diambil dalam data yang diperoleh dari hasil sadap dan wawancara.
Pilihan kode pada peristiwa campur kode dan alih kode sebagai berikut: (1) campur kode
dari bahasa Madura ke dalam bahasa Indonesia (BM-BI), (2) campur kode dari bahasa Madura
ke dalam bahasa Indonesia dan ke dalam bahasa Madura (BM-BI-BM), (3) campur kode dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Madura (BI-BM), (4) campur kode dari bahasa Indonesia ke
dalam bahasa Madura dan ke dalam bahasa Indonesia (BI-BM-BI), (5) alih kode dari bahsa
Madura ke dalam bahasa Indo-nesia (BM-BI), dan (6) alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam
bahasa Madura (BI-BM).
Faktor penyebab terjadinya pilihan kode pada peritiwa campur kode dan alih kode yaitu;
1) lupa, 2) variasi, 3) ikut-ikutan, 4) penjelasan, 5) humur,
6) menghormati 7) terbiasa, 8) tidak tahu kosa kata, 9) biar keren.
Kata kunci : campur kode dan alih kode guru dan siswa, tuturan bahasa Madura dan bahasa
Indonesia.
A. Latar Belakang berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
Manusia adalah makhluk ciptaan Terjadinya peristiwa campur kode
tuhan yang paling sempurna diantara dilatarbelakangi oleh kebiasaan di
makhluk-makhluk lainnya karena manusia lingkungan keluarga maupun dengan teman-
memiliki keistimewaan sendiri yaitu teman sebayanya. Peristiwa campur kode
manusia memiliki bahasa sedangkan dan alih kode yang sering terjadi pada
makhluk lainnya seperti hewan tidak tuturan siswa-siswi dan guru SDN 7 Jaddih
memiliki bahasa. Manusia memiliki bahasa Kecamatan Socah Kabuapten Bangkalan,
oleh sebab itu manusia dalam yaitu jenis campur kode dan alih kode
berkomunikasi sering menggunakan dua bahasa Madura ke dalam bahasa Indonesia.
bahasa atau lebih. Bahasa sendiri memang Penelitian campur kode dan alih
termasuk aktivitas manusia dalam kode tersebut lebih menekankan bagaimana
melakukan komunikasi dan bahasa itu penggunaan campur kode dan alih kode
sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sistem bahasa Madura ke dalam bahasa Indonesia
simbol yang bebas dipergunakan. Oleh dan faktor-faktor penyebab terjadinya pada
sebab itu, manusia sering menggunakan dua tuturan siswa-siswi dan guru SDN 7 Jaddih
bahasa dalam kehidupannya baik di Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.
lingkungan keluarga ataupun di luar B. Rumusan Masalah
lingkungan keluarga. Berdasarkan uraian latar belakang
Jakobson (dalam Soeparno 2003:6) di atas masalah penelitian ini sebagai
membagi fungsi bahasa atas enam macam, berikut.
yakni fungsi emotif, konotif, referensi, 1. Bagaimana pilihan kode pada peristiwa
puitik, tatik, dan metalingual. Pemakaian campur kode dan alih kode yang
dua bahasa dalam ilmu sosiolinguistik digunakan siswa dan guru SDN 7
biasa disebut dengan campur kode. Jaddih Kecamatan Socah Kabupaten
Nababan (dalam Jendra 1991 :130) Bang-kalan?
memberikan pengertian campur kode adalah 2. Faktor apa yang menyebabkan
pencampuran dua (atau lebih) bahasa atau terjadinya pilihan kode pada peristiwa
ragam bahasa dalam suatu tindak berbahasa campur kode dan alih kode yang
tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa digunakan siswa dan guru SDN 7
itu yang menuntut percampuran bahasa itu. Jaddih Kecamatan Socah Kabupaten
Sehingga bahasa sering dianggap sebagai Bangkalan?
produk sosial atau budaya, bahkan C. Tujuan
merupakan bagian tak terpisahkan dari Tujuan penelitian ini diuraikan
kebudayaan itu (Sumarsono 2009: 20). sebagai berikut.
Bahasa sebagai hasil budaya 1. Mendeskripsikan pilihan kode pada
mengandung nilai-nilai masyarakat penu- peristiwa campur kode dan alih kode
turnya. Oleh sebab itulah dalam yang digunakan siswa dan guru SDN 7
penggunaanya manusia sering menggunakan Jaddih Kecamatan Socah Kabupaten
dua bahasa secara tidak sengaja dalam Bang-kalan.
melakukan komunikasi, dalam 2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang
penggunaannya sangat beragam disebabkan menyebabkan terjadinya pilihan kode
di Indonesia banyak memiliki ragam bahasa. pa-da peristiwa campur kode dan alih
Salah satunya selain bahasa Indonesia kode yang digunakan siswa dan guru
sebagai bahasa persatuan. Masyarakat dalam SDN 7 Jaddih Kecamatan Socah
berkomunikasi sering mencampuradukkan Kabupaten Bangkalan.
bahasa ibunya seperti bahasa Madura, Bali, D. Manfaat
Batak, dan lain-lainnya. 1. Manfaat Teoretis
Campur kode di sekolah sering Diharapkan dapat memberi
terjadi di luar jam pelajaran (istirahat) masukan atau sumbangan khususnya dalam
ataupun ketika pelajaran berlangsung, bidang ilmu bahasa, yaitu sosiolinguistik
sedangkan alih kode sering terjadi ketika
dan menjadi bahan pengembangan Istilah bilingualisme (Inggris:
penelitian yang lain. bilingualism) dalam bahasa Indonesia dise-
2. Manfaat Praktis but juga kedwibahasaan. Bilingualisme
Secara praktis penelitian ini adalah hal yang berkenaan dengan dua
bermanfaat sebagai berikut. bahasa atau dua kode bahasa. Secara
(1) Bagi peneliti, diharapkan dapat sosiolingualistik secara umum,
memberikan sebuah pengetahuan baru bilingualisme diartikan sebagai penggunan
khususnya di bidang sosiolinguistik. dua bahasa oleh seorang penutur dalam
(2) Bagi guru bahasa sebagai tambahan pergau-lannya dengan orang lain secara
bahan pengajaran khususnya dalam bergantian (Mackey 1962:12, Fishman,
mempelajari bahasa dan sebagai 1975:73).
rujukan dalam menggunakan suatu Untuk dapat menggunakan dua
bahasa. bahasa tentunya seseorang harus menguasai
(3) Bagi para ahli kodifikasi bahasa dapat dua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya
digunakan seabagai bahan masukan sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat
agar pengkodifikasian mereka semakin B1), dan yang kedua adalah bahasa lain
lengkap dan mendalam. yang menjadi bahasa kedua-nya (disingkat
E. Definisi Operasional B2). Orang yang dapat menggunakan kedua
Untuk memudahkan langkah bahasa itu disebut orang yang bilingual
selanjutnya, dalam penelitian ini perlu dije- (dalam bahasa Indonesia disebut juga
laskan secara operasional pengertian istilah dwibahasawan). Sedangkan kemampuan
yang terdapat dalam judul tersebut. Berikut menggunakan dua bahasa disebut
ini diuraikan beberapa definisi operasional. bilingualitas (dalam bahasa Indonesia
(1) Campur kode adalah pencampuran disebut juga kedwibahasawanan).
atau kombinasi antara variasi-variasi Menurut Lado (1964:214)
yang berbeda di dalam satu klausa kedwibahasaan merupakan kemampuan
yang sama, Thelander (dalam berbi- cara dua bahasa dengan sama atau
Jendra, 1991:130) hampir sama baiknya. Kedwibahasaan
(2) Alih kode (code switching) adalah adalah pemakaian dua bahasa oleh seorang
peristiwa peralihan dari satu kode penutur atau masyarakat ujaran (Hartman
ke kode yang lain. Appel (1976:79) dan Stork 1972:27). Haugen (1968:10)
(dalam Chaer, 2010:107) menyatakan bahwa kedwibahasaan adalah
memberikan batasan alih kode pemakaian dua bahsa secara bergantian baik
sebagai gejala peralihan pemakaian secara produktif maupun reseltif oleh
bahasa karena perubahan situasi. seorang individu atau oleh masyarakat.
(3) Pilihan kode adalah pemilihan suatu 2. Jenis-Jenis Bilingualisme
sistem struktur yang penerapan (Kedwibahasaan)
unsur-unsurnya mempunyai cirri- Adapun beberapa jenis pembagian
ciri khas sesuai dengan latar kedwibahasaan berdasarkan tipologi
belakang penutur, relasi penutur kedwibahasaan seabagai berikut.
dengan mitra tutur dan situasi yang 1) Kedwibahasaan Majemuk
ada (bdk. Poedjosoe-darmo, 1978) (compound bilingualism).
(dalam Rahardi, 210:55). Kedwibahasaan yang menunjukkan
(4) Peristiwa campur kode dan alih 2) bahwa kemampuan berbahasa salah
kode adalah digunakannya dua satu bahasa lebih baik daripada
bahasa atau lebih, atau dua varian kemampuan berbahasa bahasa yang
dari sebuah bahasa dalam satu lain.
masyarakat tutur (Chaer:2010:114) 3) Kedwibahasaan Koordinatif atau
sejajar. Kedwibahasaan yang
KAJIAN PUSTAKA menunjukkan bahwa pemakaian dua
A. Kajian Sosiolinguistik bahasa sama-sama baik oleh seorang
1. Bilingualisme individu.
4) Kedwibahasaan Subordinatif unsur bahasa lain dalam suatu bahasa.
(kompleks). Kedwibahasaan yang Tetapi unsur bahasa lain itu fungsi dan
menunjukkan bahwa seorang peranannya berbeda (Jendra, 1991:130)
individu pada saat memakai B1 Nababan (dalam Jendra,1991:130)
sering memasukkan B2 atau memberikan pengertian campur kode adalah
sebaliknya. pencam-puran dua (atau lebih) bahasa atau
3. Diglosia ragam bahasa dalam suatu tindakan bahasa
Menurut Fishman (dalam Sumarsono (speech act atau discourse) tanpa ada
2009:39-40) diglosia adalah objek SL sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang
(Sosiolinguistik) yang mengacu kepada menuntut percampuran bahasa itu.
pendistribusian lebih dari satu ragam bahasa Thelander (dalam Jendra, 1991:130)
atau bahasa yang melayani tugas-tugas memberikan pengertian campur kode adalah
komunikasi yang berbeda dalam suatu pencampuran atau kombinasi antara variasi-
masyarakat. Ia mengacu kepada perbedaan variasi yang berbeda di dalam satu klausa
linguistik, bagaimanapun bentuk dan yang sama.
wujudnya, mulai dari perbedaan gaya dalam Ciri-ciri daripada campur kode itu
satu bahasa serta penggunaan dua bahasa disebabkan oleh situasi dan konteks
yang sangat berbeda. Lalu Ferguson pembicaraan, karena adanya kesantaian
menjelaskan diglosia itu dari sembilan segi: pembicara dan kebiasaannya dalam
fungsi, prestise, warisan tradisi sastra, pemakaian bahasa dan campur kode sering
pemerolehan, standarisasi, stabilitas, terjadi dalam situasi tidak resmi (informal).
gramatika, leksikon, dan fonologi. Fungsi Campur kode sering terjadi dalam dunia
dalam masyarakat diglosis terdapat dua pendidikan. Salah satunya pada siswa SDN
variasi dari dua bahasa. 7 Jaddih Kecamatan Socah Kabupaten
Wardaugh (1986:90) (dalam Wijana, Bangkalan sebagian dari siswa-siswinya
2010:35) mengisyaratkan bahwa keinginan banyak yang menggunakan campur kode,
yang besar untuk menciptakan bahasa yaitu campur kode ba-hasa Madura ke
persatuan merupakan salah satu faktor yang dalam bahasa Indonesia, baik di dalam
paling dominan perannya dalam kelas maupun di luar kelas (jam istirahat).
melemahkan situasi diglosia. Campur kode itu menurut Basir
B. Campur Kode (2002:61) dibagi menjadi dua bagian
Menurut Chaer (2010:114) yaitu campur kode positif dan negatif.
kesamaan yang ada antara alih kode dan Campur kode positif adalah bentuk
campur kode adalah digunakannya dua pemakaian unsur bahasa lain seperti apa
bahasa atau lebih, atau dua varian dari adanya. Sedangkan campur kode negatif
sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. adalah bentuk pengambilan dan pemakaian
Sedangkan di dalam campur kode ada unsur bahasa lain. Sementara dalam bahasa
sebuah kode utama atau kode dasar yang yang bersangkutan terdapat unsur kata
digunakan dan memiliki fungsi dan yang sepadan produktif dan representatif.
keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain 1. Macam-Macam Campur Kode
yang terlibat dalam peristiwa tutur itu Menurut Jendra (1991:132), campur
hanyalah berupa serpihan-serpihan tanpa kode terbagi atas tiga macam campur kode,
fungsi atau keotonomian sebagai sebuah yaitu campur kode ke dalam, keluar, dan
kode. campur kode campuran. Campur kode ke
Seorang yang beralih kode dalam adalah jenis campur kode yang
mempunyai latar belakang tertentu, menyerap unsur-unsur bahasa asli yang
demikian pula seseorang yang bercampur masih sekerabat, seperti bahasa Madura
kode. Hanya saja latar belakangnya berbeda, kasar ke dalam bahasa Madura ha-lus.
persamaan keduanya akibat adanya kontak Sedangkan campur kode ke luar (Outer
bahasa dan saling ketergantungan (la- Code Mixing), adalah campur kode yang
nguage dependesy). Keduanya baik alih menyerap unsur-unsur bahasa asing, seperti
kode maupun campur kode sama-sama ada bahasa Indonesia ke dalam bahasa Madura.
Campur kode campuran (Hibrid Code kebiasaannya dalam pemakaian
Mixing), ialah campur kode yang di bahasa.
dalamnya (mungkin klausa atau kalimat) (3) Campur kode pada umumnya terjadi
telah menyerap unsur bahasa asli (bahasa- dalam situasi tidak resmi (informal).
bahasa daerah) dan bahasa asing, seperti (4) Campur kode berciri pada ruang
bahasa Madura ke dalam Indonesia. lingkup klausa pada tingkat tataran
2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya yang paling tinggi dan kata pada
Campur Kode tataran yang terendah.
Faktor-faktor terjadinya campur (5) Unsur bahasa sisipan dalam
kode dilatarbelakangi adanya perbedaan peristiwa campur kode tidak lagi
etnis, peserta bicara, media, bahasa yang mendukung fungsi bahasa secara
diguanakannya. Dan campur kode itu sering mandiri, tetapi sudah menyatu
terjadi pada setiap bahasa. dengan bahasa yang disisipi.
Jendra (1991:134) menjelaskan C. Alih Kode
terjadinya campur kode karena adanya Alih kode (code switching) adalah
beberapa faktor antara lain faktor penutur peristiwa peralihan dari satu kode ke kode
dan faktor bahasa. Faktor penutur seo-rang yang lain. Appel (1976:79) memberikan
penutur yang berlatar belakang bahasa ibu batasan alih kode sebagai gejala peralihan
Bali yang memiliki sikap bahasa yang pemakaian bahasa karena perubahan situasi
positif dan kadar kesetiaan yang tinggi (dalam Chaer, 2010:107). Suwito (1983)
terhadap bahasa Bali, bila dia ber-bicara (dalam Chaer, 2010:114) membagi alih
bahasa Indonesia tentu akan terjadi campur kode menjadi dua, yaitu (1) alih kode intern
kode ialah bila alih kode berupa alih varian,
ke dalam, artinya bahasa Indonesianya akan seperti dari bahasa Jawa ngoko merubah ke
sering disisipi unsur bahasa Bali (Jendra, kromo, dan (2) alih kode ekstern ialah bila
1991:135). alih kode berupa alih bahasa, seperti bahasa
Faktor bahasa, yaitu penutur dalam Indonesia beralih ke bahasa Inggris atau
pemakaian bahasanya sering berusaha untuk sebaliknya.
mencampur bahasanya sehingga terjadi Interferensi pada hakikatnya adalah
campur kode karena ingin mencapai peristiwa pemakaian unsur bahasa yang satu
tujuannya lebih cepat dan tepat (Jendra, ke dalam bahasa yang lain yang terjadi
1991:136). dalam diri penutur (Suwito, 1983:54)
Menurut Basir (2002: 65) peristiwa (dalam Wijana, 2010:181).
campur kode disebkan oleh beberapa alasan Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Alih
yaitu (1) adanya keterbatasan padanan kata, Kode
(2) pengaruh pihak ke dua, (3) kurang Menurut Chaer (2010:109) ada
menguasai kode bahasa yang dipakai, dan beberapa faktor yang menyebabkan alih
(4) pengaruh unsur prestise. kode adalah;
3. Ciri-ciri Campur Kode (1) penutur, seorang penutur kadang
Campur kode adalah percampuran dengan sengaja beralih kode
atau kombinasi antara variasi-variasi yang terhadap mitra tutur karena
berbeda didalam satu klausa yang sama. suatu tujuan;
Dan campur kode juga mempunyai ciri-ciri, (2) mitra tutur, mitra tutur yang latar
menurut Jendra (1991:131) campur kode belakang kebahasaannya sama
mempunyai ciri sebagai berikut. dengan penutur biasanya beralih
(1) Campur kode tidak dituntut oleh kode dalam wujud alih varian dan
situasi dan konteks pembicaraan bila mitra tutur berlatar belakang
seperti dalam gejala alih kode, kebahasaan berbeda cenderung alih
tetapi tegantung kepada kode berupa alih bahasa;
pembicaraan (fungsi bahasa). (3) hadirnya penutur ketiga, untuk
(2) Campur kode terjadi karena menetralisasi dan menghormati
kesantaian pembicara dan kehadiran mitra tutur
ketiga, biasanya penutur dan mitra Fasold (1984) (dalam Chaer, 2004:
tutur beralih kode, apalagi latar 115) menawarkan kriteria gramatika untuk
belakang kebahasaan mereka membedakan campur kode dan alih kode.
berbeda; Kalau seseorang menggunakan satu kata
(4) pokok pembicaraan, pokok atau frase dari satu bahasa, dia telah
pembicaraan atau topik merupakan melakukan campur kode. Tetapi apabila satu
faktor yang dominan dalam klausa jelas-jelas memiliki struktur grmatika
menentukan terjadinya alih kode; satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun
(5) untuk membangkitkan rasa humor, menurut struktur gramatika bahasa lain,
biasanya dilakukan dengan alih maka peristiwa yang terjadi adalah alih
varian, alih ragam, atau alih gaya kode.
bicara; Persamaan diantara keduanya adalah
(6) untuk sekedar bergengsi, walaupun antara campur kode dan alih kode
faktor situasi, lawan bicara, dan digunakannya dua bahasa atau lebih, atau
faktor sosio-situasional tidak dua varian dari sebuah bahasa dalam satu
mengharapkan alih kode, terjadi alih masyarakat tutur (Chaer, 2010:114).
kode, sehingga tampak adanya
pemaksaan, tidak wajar, dan METODE PENELITIAN
cenderung tidak komumikatif. A. Jenis Penelitian
Menurut Fishman (1976: 15) (dalam .Penelitian campur kode dan alih
Chaer,2004: 108) secara umum penyebab kode yang terjadi pada tuturan siswa dan
alih kodeantara lain adalah (1) pembicara guru SDN 7 Jaddih Kecamatan Socah
atau penutur, (2) pendengar atau lawan Kabupaten Bangkalan tersebut
tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya menggunakan metode deskriptif kualitatif.
orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke Alasan penggunaan pendekatan deskriptif
in informal atau sebaliknya, (5) perubahan kualitatif ini, karena penelitian tentang
topik pembicaraan. penggunaan campur kode dan alih kode
D. Persamaan Campur Kode dan Alih tersebut berupa gambaran sesuatu dan fakta
Kode sistematis, berdasarkan fakta dan metode
Campur kode dan alih kode adalah deskriptif merupakan penelitian yang
ilmu bahasa yang sama-sama mempelajari mencoba memberikan deskripsi sesuatu
tentang bahasa dan dalam pengguanaannya sesuai dengan kualitas yang ada.
terdapat unsur bahasa lain dalam suatu Menurut Moleong (2008:6)
tindak bahasa. Dalam artian campur kode menyimpulkan bahwa penelitian kualitatif
terjadi tanpa adanya tuntutan situasi adalah penelitian yang bermaksud untuk
sedangkan alih kode terjadi karena adanya memahami fenomena tentang apa yang
tuntutan dan campur kode sering terjadi dialami oleh subjek penelitian misalnya
pada acara informal sedangkan alih kode perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
terjadi pada acara formal. lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
Thelander (1976: 103) (dalam Chaer, deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
2004: 115) menjelaskan perbedaan campur bahasa, pada suatu konteks khusus yang
kode dan alih kode, apabila di dalam suatu alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
peristiwa tutur terjadi pera-lihan dari satu metode alamiah.
klausa suatu bahasa ke klausa bahasa yang B. Subjek dan Data Penelitian
lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih 1. Subjek Penelitian
kode. Tapi apabila di dalam suatu peristiwa Subjek penelitian adalah subjek yang
tutur, klausa- klausa maupun frase-frase dituju untuk diteliti oleh peneliti (Arikunto,
yang digunakan terdiri dari klausa dan frase 2010: 188). Subjek penelitian ini diambil
campuran, dan masing-masing klausa atau dari siswa dan guru SDN 7 Jaddih
frase itu tidak lagi mendukung fungsi Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan
sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi kelas 4 s.d 6, karena anak pada kelas ini
adalah campur kode. secara umum sudah bisa menguasai dua
bahasa yaitu bahasa ibu (bahasa Madura) Perekaman ini dilakukan ketika jam
dan bahasa Indonesia serta semua guru yang pelajaran berlangsung.
mengajar di kelas tersebut, karena secara Di samping menggunakan teknik
umum bahsa pengantar guru menyesuaikan sadap juga menggunakan teknik catat yang
dengan kondisi bahasa murid. Meskipun dilakukan untuk mencatat hal-hal yang tidak
demikian perlu adanya kriteria subjek bisa direkam pada proses perekaman
penelitian adalah tidak tuli, tidak bisu, berlangsung, yaitu orang yang berbicara,
menguasai dua bahasa, suku Madura asli, lawan bicara, topik yang dibicarakan, waktu
tidak cacat mental. pembicaraan, suasana pembicaraan, dan
Subjek penelitian ini terdiri dari 3 tempat pembicaraan berlangsung.
orang guru dan 46 orang siswa dari kelas 4 Pencatatan ini menggunakan buku kosong
s.d 6 yang merupakan salah satu unsur yang telah disediakan sebelumnya.
penunjang pada proses kegiatan belajar Dalam pengambilan data sebuah
mengajar di kelas. Antara siswa dan guru penelitian digunakan bahasa lisan agar di-
sama-sama menguasai dua bahasa yaitu dapatkan data yang jelas, maka digunakan
bahasa Madura dan Indonesia, karena metode simak dan metode cakap (Mahsun,
mereka sama-sama suku bangsa Madura 2007: 92).
asli. Hal ini kemungkinan dari mereka akan Data dengan metode cakap suatu
mengalami peristiwa campur kode dan alih cara yang ditempuh dalam pengumpulan
kode dari bahasa Madura ke dalam bahasa data yang berupa percakapan antara peneliti
Indonesia atau sebaliknya. dengan informan (Mahsun, 2007:95).
2. Data Penelitian 2) Prosedur Pengumpulan Data
Data adalah hasil penyadapan Langkah - langkah yang digunakan
terhadap subjek (Siswa dan guru SDN 7 dalam penelitian tersebut menggunakan
Jaddih Kecamatan Socah Kabupaten teknik sadap/rekam, cakap, catat, dilakukan
Bangkalan), data ini berupa tuturan yang dengan langkah-langkah sesuai dengan
disadap dari subjek penelitian yang pendapat Mahsun (2007:242) metode simak
dihasilkan berupa data peristiwa tutur adalah suatu metode yang digunakan dalam
tergolong pilihan kode pada peristiwa penyediaan data dengan cara peneliti
campur kode dan alih kode. Peristiwa tutur melakukan penyimakan penggunaan
tersebut dilampirkan dalam bentuk dialog. bahasa. Pada penelitian ini dalam
a. Pengumpulan Data pengumpulan data dengan langkah-langkah
1) Teknik Pengumpulan Data sebagai berikut.
Pengumpulan data dalam (1) Melakukan perekaman melalui sadap
penelitian ini manggunakan teknik sadap terhadap peristiwa tutur.
yaitu merekam tuturan informan tanpa ada (2) Melakukan penyimakan terhadap
rekayasa sebelumnya untuk mendapatkan hasil data yang direkam melalui
data yang asli. sadap.
Untuk mendapatkan tuturan siswa dan (3) Melakukan teknik lanjutan yang
guru yang dijadikan informan, perekaman berupa teknik catat yang dengan
dilakukan dengan menggunakan handphone dibantu dengan rekaman untuk
yang kemudian dipindahkan ke CD kosong. mencatat hasil rekaman tuturan
Handphone sebelumnya sudah dipersiapkan informan (siswa dan guru SDN 7
terlebih dahulu sehingga nantinya Jaddih Socah Bangkalan).
mempermudah dalam mencari data, (4) Mempelajari catatan-catatan atau
perekaman ini dilakukan untuk mentranskripsikan rekamannya,
mendapatkan tuturannya yang mengalami untuk meleng-kapinya dengan
peritiwa campur kode dan alih kode. membuat catatan-catatan yang tidak
Perekaman dilakukan dalam satu bulan yang bisa disadap di lapangan.
dilaksanakan 4 hari dalam satu minggu yaitu (5) Mencoba membuat rumusan
setiap Senin, Rabu, Jumat dan Sabtu. simpulan sementara untuk mengecek
kembali data dari informan yang berikut: (1) membaca atau mempelajari
dijadikan penelitian tersebut. data, menandai kata-kata kunci dan gagasan
(6) Mencatat hasil rekaman dan yang ada dalam data, (2) mempelajari kata-
catatan-catatan hasil penyimakan kata kunci itu, berupaya menemukan tema-
peristiwa tutur yang tema yang berasal dari data, (3) menuliskan
mengalami campur kode dan alih ‘model’ yang di temukan, dan (4) koding
kode pada tuturan yang digunakan yang telah dilakukan.
oleh siswa dan guru SDN 7 Jaddih 2) Prosedur Penganalisisan Data
Kecamatan Socah Kabupaten Agar tujuan dari penelitian campur
Bangkalan. kode dan alih kode tercapai dengan lancar
b. Penganalisisan Data dan baik maka perlu adanya prosedur
1) Teknik Penganalisisan Data penganalisisan data. Penganalisisan data-
Teknik analisis data dilakukan datanya dapat dila
setelah data-data terkumpul, kemudian kukan dengan langkah-langkah
diolah dan dianalisis. Dalam menganalisis sebagai berikut.
dan pengolahan data, yang pertama-tama (1) Mengidentifikasikan data
dilakukan adalah menguji tingkat validitas berdasarkan hasil transkripsi dengan
dan reliabilitasnya(Narbuko, 2010:64). cara me-ngenali data satu persatu
Setelah data terkumpul langsung dianalisis yang sudah ditranskripsi.
permasalahan dengan data yang telah ada (2) Seleksi data, yaitu menyeleksi data
dalam penelitian. berdasarkan data yang diperlukan
Bogdan dan Biklen (1982) (dalam untuk penelitian dan data yang tidak
Moleong, 2008:248) bahwa analisis data terpakai diabaikan.
kualitatif adalah upaya yang dilakukan (3) Pengodean data yaitu melakukan
dengan jalan bekerja dengan data, pengodean dengan cara
mengorganisasikan data, memilah-milahnya mempermudah untuk mencari data
menjadi satuan yang dapat dikelola, yang akan diteliti dan data yang akan
mensintesiskannya, mencari dan dianalisis.Sistem pengodeannya
menemukan pola, menemukan apa yang adalah PT 1/02 yang berarti
penting dan apa yang dipelajari, dan peristiwa tutur satu data nomer dua.
memutuskan apa yang dapat diceriterakan (4) Klasifikasi data, yaitu
kepada orang lain. pengelompokan data yang tergolong
Seiddel (1998) (dalam Moleong, bentuk campur kode dan alih kode
2008:248) bahwa analisis data kualitatif serta faktor-faktor penyebab
adalah prosesnya berjalan sebagai berikut. terjadinya campur kode dan alih
(1) Mencatat yang menghasilkan catatan kode.
lapangan, dengan hal itu diberi kode (5) Generalisasi, yaitu menyimpulkan
agar sumber datanya tetap dapat hasil dari analisis yang telah
ditelusuri. dilakukan atau yang talah diteliti
(2) Menngumpulkan, memilah-milah, sebagai bentuk dari hasil penelitian
mengklasifikasikan, mensintesiskan, yang telah dikerjakan.
mem-buat ikhtisar, dan membuat (6) Mentranskripsikan hasil rekaman
indeknya. dalam bentuk wacana sebagai hasil
(3) Berpikir, dengan jalan membuat agar dari penelitian yang direkam. Data
kategori data itu mempunyai makna, yang berupa hasil rekaman tersebut
mencari dan menemukan pola dan ditranskripsikan dalam bentuk
hubungan-hubungan, dan membuat te- tulisan.
muan-temuan umum. (7) Mengetik hasil transkripsi
Menurut Mc. Drury (Collaborative rekaman, agar data yang didapat
Group Analisis of Data, 1999) (dalam terlihat rapi dan jelas sehingga dapat
Moleong, 2008:248) menjelaskan terhadap memperjelas dan mempermudah
analisis data kualitatif adalah sebagai untuk mencari tuturan yang
mengalami peristiwa campur kode Instrumen penganalisisan data
dan alih kode. penelitian ini adalah korpus data. Berikut ini
korpus data yang digunakan dalam
c) Instrumen Penganalisisan Data penganalisisan data.